Kel. 1 Sumber Jiwa Manusia_1.docx

  • Uploaded by: diyah
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Kel. 1 Sumber Jiwa Manusia_1.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,604
  • Pages: 27
Sumber Jiwa Manusia Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Agama Dosen Pengampu: Dr. Sururin, M. Ag.

Disusun oleh: Muhamad Maulana Al-Ayubi Feby Anggraini Mahdiyah Ramadhani Maulidinia Muslim

11170110000015 11170110000020 11170110000022 11170110000041

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2019 M/1440 H

KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Esa atas rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah untuk memenuhi tugas kelompok tepat pada waktunya. Makalah ini disusun sebagai pemenuhan tugas mata kuliah Psikologi Agama jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Penyusun sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan mengenai “Sumber Jiwa Manusia”. Penyusun juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapa pun yang membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi penyusun sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya penyusun mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan penyusun memohon kritik serta saran yang membangun dari pembaca demi perbaikan makalah ini diwaktu yang akan datang.

Jakarta, 13 Maret 2019

Penyusun

i

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR .......................................................................................... i DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1 A. Latar Belakang Masalah ............................................................................ 1 B. Perumusan Masalah .................................................................................. 1 C. Tujuan Penulisan ....................................................................................... 1 BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................... 3 A. Pengertian Ilmu Jiwa ................................................................................. 3 B. Ruang Lingkup dan Kegunaannya ............................................................ 8 C. Metode Sumber Jiwa ................................................................................. 10 D. Sejarah Perkembangan Ilmu Jiwa ............................................................. 15 E. Pembagian Sumber Jiwa ........................................................................... 17 BAB III PENUTUP .............................................................................................. 22 A. Kesimpulan ............................................................................................... 22 B. Saran .......................................................................................................... 25 DAFTAR PUSTAKA

ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Indonesia terkenal dengan bhinneka tunggal ika, berbeda-beda namun satu. Dengan semboyannya, Indonesia menjadi negara yang sangat multi kultural, mulai dari budaya, ras, hingga agama. Sumber jiwa yang diyakini setiap inidvidu pun tidak semuanya sama, dan disinilah satu diantara kultur di Indonesia. Manusia memiliki potensi fitrah untuk beragama, namun tidak semua manusia mendapatkan hidayah itu dan mau berfikir baik untuk memanfaatkan potensi fitrah itu. Maka, kami disini akan menjelaskan mengenai sumber jiwa manusia berikut dengan ruang lingkup, metode, sejarah dan pembagiannya.

B. Perumusan Masalah 1. Apa pengertian ilmu jiwa agama ? 2. Apa saja ruang lingkup dan kegunaannya ? 3. Bagaimana metode pengambilan sumber jiwa agama ? 4. Bagaimana sejarah perkembangan ilmu jiwa agama ? 5. Bagaimana pembagian sumber jiwa agama?

C. Tujuan Penulisan 1. Mengetahui makna ilmu jiwa agama. 2. Mengetahui ruang lingkup dan kegunaannya. 3. Mengetahui metode pengambilan sumber jiwa agama. 4. Mengetahui sejarah perkembangan ilmu jiwa agama. 5. Mengetahui sumber jiwa agama manusia. 1

BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Ilmu Jiwa Agama Ilmu jiwa agama ini belumlah merupakan ilmu yang telah di akui berdiri sendiri oleh ilmuwan secara intersubjektivitas. Akan tetapi, banyak para ahli mencoba melahirkannya lewat tulisan yang bersifat pendekatan epistemologi, ontologi dan aksiologi serta data berbagai hasil penelitian. Oleh karena itulah, ilmu ini masih mencari posisi konsep teorinya di tengah-tengah psikologi lainnya. Tentu pula mengakibatkan kemiskinan di bidang definisi maupun referensi. Begitu pun sekadar untuk mengenal lebih dalam apa itu ilmu jiwa agama, dapat diketahui dari uraian berikut ini. 1. Ilmu Jiwa (Phsycology) Ilmu jiwa itu merupakan salah satu disiplin ilmu-ilmu sosial. “Jiwa itu abstrak, tidak dapat dilihat dan tidak bisa dipastikan dimana letaknya di dalam letaknya di dalam anatomi fisik kita. Namun secara konkret tempatnya berada dalam diri kita.”1 Kita tidak tahu adanya jiwa itu kecuali melalui gejala kognitif, afektif, dan psikomotorik atau perilaku yang dipantulkannya. Karena itulah para ahli menyajikan beberapa definisi secara bervariasi2: a. Menurut Sarlito Wirawan Sarwono, psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dalam hubungannya dengan lingkungan, yaitu tingkah laku manusia yang sudah dewasa, sehat dan beradab. b. Clifford T. Morgan menjelaskan bahwa psikologi adalah ilmu yang mempelajari tigkah laku manusia dan hewan.

1 2

Rusmin Tumanggor, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Kencana, 2014), hal. 1. Ibid., hal. 2.

2

3

c. Edwin G. Boring dan Herbert S. Langeveld mengemukakan psikologi adalah studi tentang hakikat manusia. d. Samuel Komorita mendefinisikan sebagai berikut: “Phsychology can be definied as that science which investigates the behavior and experience of organism as they interact with the enviroment” (Psikologi bisa di definisikan seperti ilmu pengetahuan yang mana menyelidiki tingkah laku dan pengalaman dari organisme seperti mereka berinteraksi dengan lingkungan). Dari beberapa definisi di atas dapatlah di ambil pengertian umum bahwa psikologi adalah ilmu pengetahuan yang meneliti dan mempelajari tingkah laku dan pengalaman organisme manusia tatkala berinteraksi dengan lingkungan baik lingkungan dirinya sendiri, manusia lain, hewan, tumbuhan biota sungai dan laut maupun benda-benda disekitarnya. 2. Agama (Religion) Tokoh ilmu jiwa agama W. H Clark mengatakan bahwa, “tidak ada yang lebih sukar mencari kata-kata, kecuali menemukan kata-kata yang sepadan untuk membentuk definisi agama yang penuh kegaiban dan misteri serta interpretasi.”3 Ungkapan ini melukiskan betapa banyaknya variasi pemahaman manusia serta para ahli tentang agama itu. Kendatipun begitu berikut ini kita paparkan beberapa pengertian dari definisi yang telah dinukilkan oleh ilmuwan agama (theologists)4: a. Cicero, sarjana Romawi abad ke-5 menguraikan: agama = religion (bahasa Inggris), religie (bahasa Belanda), religio (bahasa Latin) berasal pula dari kata re + leg + io yang artinya: Leg

3 4

Ibid. Ibid., hal. 3-6.

=

To observe

=

Mengamati

4

=

To gether

=

Berkumpul bersama

=

To take up

=

Mengambil

=

To count

=

Menghitung

Maka berdasarkan arti yang pertama, religi bermakna mengamati terusmenerus tanda-tanda dari hubungan kedewataan atau ketuhananan atau supranaturalan. Memang dalam ajaran agama ada ajaran yang menyuruh mengamati alam sebagai bukti kebesaran Tuhan dan anjuran agar manusia mau berkomunikasi dengan-Nya.5 b. Servitus juga sarjana Romawi, mengatakan bahwa religi bukan berasal dari kata re + leg + io, melainkan dari kata re + lig +io, yang artinya lig = to bind = mengikat. Dari arti ini religi dipahamkan sebagai suatu hubungan yang erat antara manusia dan mahamanusia seperti dikatakannya “Religion is the relationship between human and super-human”. Ajaran agama memang menganjurkan agar hubungan manusia dengan Tuhan terjalin dengan baik melalui aturan yang telah digariskan dalam kitab suci yang menjadi pegangan manusia.6 c. Dalam bahasa sansekerta disebutkan pula arti agama terdiri dari dua kata, yaitu a = tidak; gama = kacau. Jadi agama dimaksudkan sebagai ajaran yang datang dari Tuhan untuk diamalkan manusia supaya terhindar dari kekacauan. Ajaran agama memang menjamin jika manusia mengamalkan ajaran Tuhan-Nya, mereka akan aman tenteram dan sejahtera.7 d. Prof. Dr. Bouquet mendefinisikan agama sebagai hubungan yang tetap antara diri manusia dengan yang bukan manusia yang bersifat suci dan 5

Ibid. Ibid. 7 Ibid. 6

5

supernatural yang berada dengan sendirinya dan mempunyai kekuasaan absolut yang disebut Tuhan. e. Drs. Sidi Gazalba mendefinisikan agama adalah hubungan manusia dengan yang maha kudus, hubungan mana yang menyatakan diri dalam bentuk kultus dan sikap hidup berdasarkan doktrin tertentu. f. Dalam bahasa Al-Qur’an, agama sering disebut ad-din yang artinya hukum, kerajaan, kekuasan, tuntunan pembalasan dan kemenangan. Dan, arti ini dapat disimpulkan bahwa agama (ad-din) adalah hukum serta i’tibar (contoh/permisalan/ajaran) yang berisi tuntunan cara penyerahan mutlak dari hamba kepada Tuhan Yang Maha Pencipta melalui susunan pengetahuan dalam pikiran, pelahiran sikap serta gerakan tigkah laku, yang di dalamnya tercakup akhlaqul karimah (akhlak mulia) yang didalamnya terliput moral, susila, etika, tata krama, budi pekerti terhadap Tuhan, serta semua ciptaan-Nya: kitab suci-Nya, malaikat-Nya, Rasul-Nya, manusia termasuk untuk dirinya sendiri, hewan, tumbuhan, serta benda di sekitarnya atau ekologinya.8 Hal ini terlihat dari ungkapan Prof. Dr. Harun Nasution yang mengulas, bahwa ‘din’ dalam bahasa sempit berarti undang-undang atau hukum. Dalam bahasa Arab, kata ini mengandung arti, menguaai, menundukkan, patuh, utang, balasan dan kebiasaan. g. Drs. Abu Akhmadi memberi pengertian agama berarti suatu peraturan untuk mengatur hidup manusia. h. Akta, M.A., mendefinisikan agama ialah kumpulan dari peraturan atau hukum yag datangnya dari Tuhan untuk kepentingan manusia dan masyarakat dalam mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat kelak.9

8 9

Ibid. Ibid.

6

i. Definisi agama dari antropologi yang memandang agama sebagai subsistem kebudayaan dikemukakan, antara lain oleh: 1) James P. Spradley dan David W. Mc Curdy-keduanya Guru Besar Antropologi dari Macalester College- dengan mengutipkan definisi Milton Yinger dijelaskan dalam buku Anthropologi: The Cultural Perspective, yaitu: “Religion is the cultural knowledge of the superntural that people use to cope with the ultimate problems of humn existence.” (Agama adalah pengetahuan kebudayaan tentang supernatural yang manusia gunakan untuk menghadapi masalah penting dalam keberadaan manusia.)10 2) Clifford Geertz menyatakan: religi sebagai (a) sistem simbol yang bertindak untuk; (b) menegakkan kekuatan, menembus dan memantapkan kepercayaan dan motivasi manusia; (c) pembentukan konsep keteraturan (hukum) umum tentang eksistensi (wujud manusia); (d) mendekatkan konsepsi ini dengan aura (pancaran) fakta kehidupan; (e) sehingga menjadikan perasaan dan motivasi yang unik (aneh) itu tampak realitas.11 Sementara itu, Prof. Dr. Koentjaraningrat mengatakan: agama (religi) adalah sistem yang terdiri dari konsep yang dipercaya dan menjadi keyakinan secara mutlak suatu umat, dan peribadatan (ritual) dan upacara (seremonial) beserta pemuka-pemuka yang melaksanakannya. Sistem ini mengatur hubungan antara manusia dan Tuhan dan dunia gaib, antara sesama manusia dan antara manusia dan lingkungannya. Seluruh sistem dijiwai suasana yang dirasakan sebagai suasana kerabat oleh umat yang menganutnya. Di Indonesia terdapat enam sistem yang diakuinya sebagai agama resmi (yuridis politis formal), yaitu Islam, Protestan, Katolik, Hindu Dharma, Buddha, dan

10 11

Ibid. Ibid.

7

Konghucu. Adapun sistem agama lainnya yang tidak resmi disebut dengan sistem kepercayaan (belief system).12 Menurut H. A Mukti Ali, salah seorang ahli Ilmu Perbandingan agama di indonesia, menyatakan bahwa “Barangkali tak ada kata yang paling sulit diberikan pengertian dan definisi selain dari kata agama.”13 Atas dasar definisi dan ulasan para ahli yang telah disebutkan tadi, dapat disimpulkan bahwa: agama berarti suatu ajaran yang mengandung aturan, hukum, kaidah, historis, i’tibar serta pengetahuan tentang alam, manusia, roh, Tuhan, dan metafisika (dengan kata lain tentang natural dan supernatural atau alam real dan gaib) baik yang datang atau sumbernya dari manusia ataupun dari Tuhan yang dipertuhan oleh manusia tertentu atau masyarakat manusia dilingkungannya yang terbatas maupun yang lebih luas. 3. Ilmu Jiwa Agama (The Phsycology of Religion) Berdasarkan pengertian ilmu jiwa dan agama tadi, para ahli telah membuat definisi ilmu jiwa agama, sebagai berikut14: a. Menurut Dr. Zakiah Daradjat, ilmu jiwa agama adalah ilmu pengetahuan yang meneliti pengaruh agama terhadap aktivitas perseorangan. b. Menurut Akta, M.A., ilmu jiwa agama adalah suatu ilmu pengetahuan yang menyelidiki, mempelajari dan membahas gerak gerik manusia, pengaruh manusia terhadap peraturan dan hukum Allah. c. Dr. Nico Syukur Dister menggariskan, psikologi agama adalah ilmu yang menyelidiki pendorong tindakan manusia, baik yang sadar maupun yang tidak sadar, yang berhubungan dengan kepercayaan terhadap ajaran/wahyu

12

Ibid., hal. 6. Muhaimin, Studi Islam dalam Ragam Dimensi dan Pendekatan, (Jakarta: Kencana, 2012), cet. Ke-3, hal. 29. 14 op. cit., hal. 9-10. 13

8

“Nan Ilahi” (artinya segala sesuatu yang bersifat Allah atau Dewa-Dewa) yang juga tidak terlepas dari pembahasan tentang hubungan manusia dengan lingkungannya. Dari ketiga definisi diatas, sekalipun satu sama lain ada segi-segi perbedaan, tetapi dapat ditarik pengertian umumnya, yaitu Ilmu Jiwa Agama (The Psychology of Religion) adalah ilmu pengetahuan yang membahas pengetahuan, sikap dan perilaku seseorang ketika berinteraksi dengan lingkungannya sehubungan atas keyakinan terhadap ajaran agama yang dianutnya. B. Ruang Lingkup dan Kegunaannya Sebagai disiplin ilmu yang otonom, psikologi agama memiliki ruang lingkup pembahasanya tersendiri yang dibedakan dari disiplin ilmu yang mempelajari masalah agama lainnya. Sebagai contoh, dalam tujuannya psikologi agama dan ilmu perbandingan agama memiliki tujuan yang tak jauh berbeda, yakni mengembangkan pemahaman terhadap agama dengan mengaplikasikan metode-metode penelitian yang bertipe bukan agama dan buka teologis. Bedanya adalah, bila ilmu perbandingan agama cenderung memusatan perhatiannya pada agama-agama primitif dan eksotis. Sebaliknya psikologi agama, seperti pernyataan Robert H. Thouless, memusatkan kajiannya pada agama yang hidup dalam budaya suatu kelompok atau masyarakat itu sendiri.15 Oleh karena itu, menurut Zakiah Dradjat, ruang lingkup yang menjadi lapangan kajian psikologi agama meliputi kajian mengenai16:

15 16

Jalaludin, Psikologi Agama, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hal. 15. Ibid., hal. 16.

9

1. Bermacam-macam emosi yang menjalar diluar kesadaran yang ikut menyertai kehidupan beragama orang biasa (umum), seperti rasa lega dan tentram sehabis sembahyang, rasa lepas dari ketenangan batin sesudah berdoa atau membaca ayat-ayat suci. 2. Bagaimana perasaan dan pengalaman seseorang secara individual terhadap Tuhannya, misalnya rasa tentram dan kelegaan batin. 3. Mempelajari, meneliti, dan menganalisis pengaruh kepercayaan akan adanya hidup sesudah mati (akhirat) pada tiap-tiap orang. 4. Meneliti dan mempelajari kesadaran dan perasaan orang terhadap kepercayaan yang berhubungan dengan surga dan neraka serta dosa dan pahala yang turut memberi pengaruh terhadap sikap dan tingkah lakunya dalam kehidupan.17 5. Meneliti dan mempelajari bagaimana pengaruh penghayatan seseorang terhadap ayat-ayat suci kelegaan batinnya. Dengan demikian, hasil kajian psikologi agama tersebut ternyata dapat dimanfaatkan dalam berbagai lapangan kehidupan seperti dalam bidang pendidikan, psikoterapi dan mungkin pula dalam lapangan lainnya dalam kehidupan. Bahkan sudah sejak lama pemerintah kolonial Belanda memanfaatkan hasil kajan psikologi agama untuk kepentingan politik. Pendekatan agama yang dilakukan oleh Snouck Hurgronje terhadap para pemuka agama dalam upaya mempertahankan politik penjajahan Belanda di tanah air. 18 Sedangkan

di

bidang industri

juga

psikologi

agama

dapat

dimanfaatkan. Sekitar tahun 1950-an di perusahaan minyak Stanvac (Plaju dan Sungai Gerong) diselenggarakan ceramah agama Islam untuk para buruhnya. Kegiatan berkala ini diselenggarakan didasarkan atas asumsi

17 18

Ibid. Ibid., hal. 17.

10

bahwa ajaran agama mengandung nilai-nilai moral yang dapat menyadarkan para buruh dari perbuatan yang tak terpuji dan merugikan perusahaan. Dari hasil kegiatan tersebut dievaluasi, dan ternyata pengaruh ini dapat mengurangi kebocoran seperti pencurian, manipulasi maupun penjualan barang-barang perusahaan yang sebelumnya sudah dilacak.19

C. Metode Pengambilan Sumber Jiwa Agama Sebagai disiplin ilmu yang otonom, maka psikologi agama juga memiliki metode penelitian ilmiah. Kajian dilakukan dengan mempelajari fakta-fakta berdasarkan data yang terkumpul dan dianalisis secara objektif. Karena agama menyangkut masalah yang berkaitan dengan kehidupan batin yang sangat mendalam, maka masalah agama sulit untuk diteliti secara saksama, terlepas dari pengaruh-pengaruh subjektivitas. Namun demikian, agar penelitian mengenai agama dapat dilakukan lebih netral, dalam arti tidak memihak kepada suatu keyakinan atau menentangnya, maka diperlukan adanya sikap yang objektif. Maka dalam penelitian psikologi agama diperhatikan antara lain20: 1.

Memiliki kemampuan dalam meneliti kehidupan dan kesadaran batin manusia.

2.

Memiliki keyakinan bahwa segala bentuk pengalaman dapat dibuktikan secara empiris.

3.

Dalam penelitian harus bersikap filosofis spiritualistis.

4.

Tidak mencampuradukkan antara fakta dengan angan-angan atau perkiraan khalayak.

5.

19 20

Mengenal dengan baik masalah-masalah psikologi dan metodenya.

Ibid., hal. 18. Ibid., hal. 36-37.

11

6.

Memiliki konsep mengenai agama serta mengetahui metodologinya.

7.

Menyadari tentang adanya perbedaan antara ilmu dan agama.

8.

Mampu menggunakan alat-alat penelitian yang digunakan dalam penelitian ilmiah. Dengan berpedoman kepada petunjuk-petunjuk seperti dikemukakan

diatas, diharapkan para penliti dalam mengumpulkan, mengolah, dan menganalisis data akan bersikap lebih objektif. Dengan demikian, hasil yang diperoleh tidak akan menyimpang dari tujuan semula. Misalnya, karena seorang peneliti menganut suatu keyakinan agama tertentu, maka dalam menafsir fakta yang ada ia memasukkana konsep-konsep yang sejalan dengan keyakinannya. Pengaruh keyakinan tadi paling tidak akan cenderung membawa kesimpulan yang bersifat subjektif. Dan akan lebih parah lagi, kalau kesimpulan tersebut bersifat mencela terhadap suatu keyakinan agama. Padahal dalam meneliti, seorang peneliti harus memiliki sikap objektif yang baik. Dalam meneliti ilmu jiwa agama menggunakan sejumlah metode, yang antara lain dapat dikemukakan sebagai berikut21: a. Dokumen Pribadi (Personal Document) Metode ini digunakan untuk mempelajari tentang bagaimana pengalaman dan kehidupan batin seseorang dalam hubungannya dengan agama. Untuk memperoleh informasi mengenai hal tersebut, maka cara yang ditempuh adalah mengumpulkan dokumen pribadi orang seorang. Didasarkan atas pertimbangan bahwa agama merupakan pengalaman batin yang bersifat individual dikala seseorang merasakan 21

Ibid.

12

sesuatu yang gaib, maka dokumen pribadi dinilai dapat memberikan informasi yang lengkap. Selain catatan atau tulisan, juga digunakan daftar pertanyaan kepada orang-orang yang akan diteliti. Jawaban yang diberikan secara bebas memberi kemungkinan bagi responden untuk menyampaikan kesan-kesan batin yang berhubungan dengan agama yang diyakininya. Ungkapan seperti itu banyak membantu penelitian yang dilakukan. Dalam penerapannya, metode dokumen pribadi ini dilakukan dengan berbagai cara atau teknik-teknik tertentu. Di antara yang banyak digunakan adalah: 1) Teknik Nomotatik Nomotatik merupakan pendekatan psikologis yang digunakan untuk memahami tabiat atau sifat-sifat dasar manusia dengan cara mencoba menetapkan ketentuan umum dari hubungan antara sikap dan kondisi-kondisi yang dianggap sebagai penyebab terjadinya sikap tersebut. Sedangkan, sikap yang terlihat sebagai kecenderungan sikap umum itu dinilai sebagai gabungan sikap yang terbentuk dari sikap yang terbentuk dari sikap-sikap individu yang ada didalamnya (Philip G. Ziambardo, 1979:294).22 2) Teknik Analiis Nilai Teknik ini digunakan dengan dukungan analisis statistik. Data yang terkumpul diklasifikasikan menurut teknik statistik dan dianalisis untuk dijadikan penilaian terhadap individu yang diteliti.23

22 23

Ibid. Ibid.

13

3) Teknik Idiography Teknik ini merupakan pendekatan psikologis yang digunakan untuk memahami sifat-sifat dasar (tabiat) manusia. Berbeda dengan nomotatik, maka ideografi lebih dipusatkan pada hubungan antara sifat-sifat yang dimaksud dengan keadaan tertentu dan aspek-aspek kepribadian yang menjadi ciri khas masing-masing individu dalam upaya untuk memahami seseorang (Philip G. Zimbardo, 1979:259-296).24 4) Teknik Penilaian terhadap Sikap (Evaluation Attitudes Technique) Teknik ini digunakan dalam penelitan terhadap biografi, tulisan atau dokumen yang ada hubungannya dengan individu yang akan diteliti. Berdasarkan dokumen tersebut, kemudian ditarik kesimpulan, bagaiman pendirian seseorang terhadap persoalan-persoalan yang dihadapinya dalam kaitan hubungannya dengan pengalaman dan kesadaran agama. 25 b. Kuesioner dan Wawancara Metode

kuesioner

dan

wawancara

digunakan

untuk

mengumpulkan data dan informasi yang lebih banyak dan mendalam secara langsung kepada responden. Dalam penerapannya, metode kuesioner dan wawancara dilakukan dalam berbagai bentuk. Diantara cara yang digunakan adalah teknik pengumpulan data melalui26:

24

Ibid. Ibid. 26 Ibid. 25

14

a) Pengumpulan Pendpaat Masyarakat b) Skala Penilaian c) Tes d) Eksperimen e) Observasi melalui pendekatan sosiologi dan antroplogi f) Studi Agama berdasarkan Pendekatan Antropologi Budaya g) Pendekatan terhadap Perkembangan h) Metode Klinis dan Proyektivitas i) Metode Umum Proyektifitas j) Apersepsi Nomotatik k) Studi Kasus

c. Survei Penggunaan metode-metode dalam penelitian psikologi agama sebenarnya dapat dilakukan dengan beragam, tergantung kepada kepentingan dan jenis data yang akan dikumpulkan. Adakalanya seseorang lebih memilih dokumen pribadi untuk meneliti pengalaman agama. Demikian pula, ada yang menggunakan dokumen pribadi, baik berupa riwayat hidup, buku harian, catatan, pernyataan, juga menggunakan angket, dan wawancara sebagai pelengkap. Dengan banyaknya metode yang mungkin digunakan, terlihat bahwa metode yang dipakai dalam penelitian psikologi agama tidak berbeda dengan metode yang dipakai dalam penilitian ilmiah dalam cabang disiplin ilmu pengetahuan lain.27

27

Ibid.

15

D. Sejarah Perkembangan Sumber Jiwa Dalam sejarahnya memang untuk menetapkan kapan mulainya dipelajari ilmu sumber jiwa ini, baik dari kitab suci maupun sejarah tentang agama-agama tidak terungkap secara jelas mengenai hal itu. Namun demikian, ternyata permasalahan yang menjadi ruang lingkup kajian tentang ilmu jiwa ini banyak dijumpai baik, baik melalui informasi kitab suci maupun dari sejarah agama-agama.28 Dalam Al-Qur’an misalnya, banyak sekali ayat-ayat yang menunjukan keadaan jiwa orang yang beriman dan sebaliknya (orang kafir), mulai dari sikap, tingkah laku, bahkan mengenai kesehatan mental pun banyak terdapat ayat-ayat yang berbicara tentang penyakit dan gangguan kejiwaan, serta kelainan-kelainan sifat dan sikap yang terjadi karena kegoncangan kepercayaan dan sebagainya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: “Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah, sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah kecuali kaum kafir” (Q.S Yusuf: 87). Dan Allah juga berfirman yang artinya, “Bila aku (manusia) sakit, maka dia-lah (Allah) yang menyembuhkan aku”. (Q.S AsySyu’ara: 80) Karena itu, untuk menentukan dengan pasti kapan agama itu mulai diteliti secara psikologi agak sukar diteliti, bahkan barang kali itu tidak mungkin. Karena dalam agama itu sendiri sudah terkandung ilmu jiwa, bahkan sebagian besar dari ajaran agama itu sendiri merupakan bimbingan yang tidak dapat dilepaskan dari kejiwaan.29

28 29

Ibid., hal. 27. Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 2009), hal. 16-17.

16

Dari sejarah agama-agama diungkapkan pula berbagai tokoh-tokoh agama yang yang mengalami proses kehidupan yang erat kaitanya dengan arah perubahan keyakinan agama, seperti hal yang dialami oleh Sidharta Gautama yang dapat kita jadikan contoh nyata terkait hubungan itu, yang mana perjalanan hidup Shidarta Gautama dari seorang putra raja Kapilawastu. Menunjukan kehidupan batin yang dialami dalam kaitan keyakinan agama yang dianutnya.30 Dapat dikatakan bahwa yang mula-mula berani mengemukakan hasil penelitiannya secara ilmiah tentang agama ialah Frazer dan Taylor. Mereka membentangkan bermacam-macam agama primitif dan menemukan persamaan yang sangat jelas antara berbagai bentuk ibadah pada agama kristen dan ibadah orang-orang primitif.31 Jika berdasarkan sumber barat, para ahli psikologi agama menilai bahwa kajian mengenai psikologi agama mulai sekitar akhir abad-19. Sekitar masa itu psikologi yang semakin berkembang digunakan alat untuk kajian keagamaan. Kajian semacam ini dapat membantu pemahaman terhadap cara bertingkah laku, berpikir, dan mengemukakan perasaan keagamaan.32 Adapun beberapa ahli yang mempunyai peranan penting dalam sejarah pertumbuhan dan perkembangan ilmu jiwa agama, diantaranya33:

30

a.

Edwin Diller Starbuck

b.

George Albert Coe

c.

James H. Leuba

d.

G Stanley Hall

Heny N.H dan Andri Yudiantoro, Psikologi Agama. (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007), hal. 25. Abdul Mun’im Abd. Aziz Al-Maligy, An-Numuwu An-Nafsy, (Cairo: Maktabah Misr, 1963), cet. Ke-3, hal. 190. 32 Jalaludin, Ibid., hal. 29. 33 Zakiah Daradjat, op. cit., hal. 18. 31

17

e.

William James, dan lain-lain

E. Pembagian Sumber Jiwa Manusia Pada dasarnya manusia diciptakan Allah dalam struktur yang paling baik diantara mahluk Allah yang lain, yang terdiri dari unsur jasmaniah dan rohaniah, atau unsur fisiologis atau unsur psikologis. Dalam struktur jasmaniah dan rohaniah itu, Allah memberikan seperangkat kemampuan dasar yang memiliki kecendrungan berkembang, dalam psikologi itu disebut dengan potensialitas. Dalam pandangan Islam kemampuan dasar atau pembawaan itu disebut fitrah.34 Hampir seluruh ahli ilmu jiwa sependapat, bahwa sesungguhnya apa yang menjadi keinginan dan kebutuhan manusia itu bukan hanya terbatas pada kebutuhan makan, minum, pakaian ataupun kenikmatan-kenikmatan lainya. Berdasarkan hasil riset dan observasi yang dilakukan para ahli ilmu jiwa atau psikologi, mereka mengambil kesimpulan bahwasanya pada diri manusia terdapat semacam keinginan dan kebutuhan yang bersifat universal. Kebutuhan ini melebihi kebutuhan-kebutuhan lainya, keinginan akan kebutuhan tersebut merupakan kebutuhan kodarti, berupa keinginan untuk mencintai dan dicintai oleh tuhan. Dengan kata lain, manusia ingin mengabdikan dirinya kepada tuhan atau sesuatu yang dianggapnya sebagai zat yang mempunyai kekuasaan tertinggi. Keinginan itu terdapat pada setiap kelompok, golongan atau masyarakat, mulai dari yang paling primitive hingga yang paling modern.Semua itu telah dijelaskan didalam teori sumber jiwa agama yang terbagi menjadi 3, diantaranya: 1.

34

Teori Monistik

Heny N.H dan Andri Yudiantoro, op. cit., hal. 69.

18

Menjelaskan bahwasanya yang menjadi sumber jiwa agama adalah satu sumber jiwa, dan adapun beberapa pendapat yang maksud dari satu sumber jiwa tersebut ialah, diantaranya35: a. Thomas Van Aquino, mengemukakan bahwa yang menjadi sumber jiwa agama itu, ialah berpikir. Manusia bertuhan karena manusia menggunakan kemampuan berpikirnya, dan kehidupan beragamapun merupakan refleksi dari cara berpikir itu sendiri. b. Fredrick Hegel, seorang filosof jerman ini berpendapat, agama adalah suatu pengetahuan yang sungguh-sungguh merupakan hal-hal atau persoalan yang berhubungan dengan pikiran. c. Rudolf Otto, sumber jiwa adalah rasa kagum. Jika manusia dipengaruhi rasa kagum terhadap sesuatu dan dainggapnya lain dari yang lain, maka istiliah itu disebut juga dengan numinous (bangkitnya emosi spiritual atau keagamaan)

2.

Teori Fakulty Teori ini berpendapat bahwa tingkah laku manusia itu tidak bersumber

pada suatu factor yang tunggal tetapi berdiri atas beberapa unsur, antara lain yang dianggap memegang peranan penting adalah; cipta (reason), rasa (emotion), dan karsa (will).36 a. Cipta (Reason) Merupakan fungsi intelektual jiwa manusia. Melalui cipta, orang dapat menilai, membandingkan, dan memutuskan suatu tindakan terhadap stimulan tertentu. Malahan ada yang beranggap dari pengertian cipta ini bahwasannya agama yang ajaranya tidak sesuai dengan akal merupakan agama yang kaku dan mati.

35 36

Jalaludin, op. cit., hal. 53-58. Ibid.

19

b. Rasa (Emotion) Merupakan suatu tenaga dalam jiwa manusia yang banyak berperan dalam membentuk motivasi dalam corak tingkah laku seseorang. Untuk itu, fungsi rasa hanya pantas berperan dalam pemikiran mengenai supranatural saja, sedangkan untuk memberi makna dalam kehidupan beragama diperlukan penghayatan yang seksama dan mendalam sehingga ajaran itu tampak hidup. 37 c. Karsa (Will) Merupakan fungsi eksekutif dalam jiwa manusia. Will berfungsi mendorong timbulnya pelaksanaan doktrin serta ajaran agama berdasarkan fungsi kejiwaan. Mungkin saja pengalaman agama seseorang bersifat intelek ataupun emosi, namun jika tanpa adanya peranan will maka agama tesebut belum tentu terwujud sesuai dengan kehendak cipta dan rasa. Sejalan dengan denga fungsi cipta dan rasa, maka fungsi karsa pun tidak boleh berlebihan. Jika itu terjadi, maka akan terlihat tindak keagamaan yang berlebihan pula. Dan dapat simpulkan dari 3 pengertian peranan diatas, diantaranya: 1) Cipta (reason) berperan untuk menentukan benar dan tidaknya suatu ajaran suatu agama berdasarkan pertimbangan intelek seseorang. 2) Rasa (emotion) menimbulkan sikap batin yang seimbang dan positif dalam menghayati kebenaran ajaran agama. 3) Karsa (will) menimbulkan amalan-amalan atau doktrin keagamaan yang benar dan logis.38 3.

Teori Fitrah Pada manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah. Fitrah adalah potensi

dasar manusia yang bersifat suci, namun kesuciannya tersebut perlu dijaga dan

37 38

Ibid Ibid.

20

dikembangkan melalui pola pengasuhan, pembinaan, pendidikan dan pergaulan yang baik. Para ahli memiliki beberapa pengertian fitrah, antara lain39: a) Fitrah berarti suci Artinya, ketika seorang bayi lahir ke dunia, ia dalam keadaan suci, tanpa dosa. Tidak ada dosa warisan dari orang tuanya. Baru kemudian dalam mengarungi kehidupan orang tersebut terkena kotoran noda dosa. b) Fitrah berarti bertauhid Artinya, sejak lahir manusia telah membawa sifat-sifat percaya kepada Tuhan. Jadi sudah naluri bila manusia menolak adanya atheism atau politheisme. c) Fitrah dalam arti ikhlas Ketika lahir, manusia dibekali sifat-sifat oleh Tuhan. Salah satu sifat tersebut adalah ikhlas Jadi ikhlas tersebut merupakan fitrah manusia. d) Fitrah dalam arti insting Ibn Taimiyah membagi fitrah dalam dua bagian: (1) Fitrah al-Munazalah Yaitu fitrah luar yang masuk ke dalam manusia. Fitrah ini berupa alqur’an dan sunah. (2) Fitrah al-Gharizah Yaitu fitrah dari dalam diri manusia untuk mengembangkan potensi manusia. e) Fitrah dalam arti tabiat Menurut al-Ghazaly fitrah sebagai sifat dasar yang diperoleh manusia sejak lahir yang terdiri dari: (a) Beriman pada Allah 39

Baharudin, Mulyono, Psikologi Agama Dalam Perspektif Islam, (Malang: UIN-Malang, 2008), hal. 98-102.

21

(b) Menerima pendidikan dan pengajaran (c) Mencari kebenaran (d) Dorongan syahwat, ghodob dan insting Banyak pengertian tentang fitrah, dilihat dari bernagai sudut dan pandangan akan mempunyai makna dan pengeritan yang berbeda, tapi pada dasarnya dapat kita simpulkan tentag makna fitrah adalah potensi dasar manusia yang bersifat suci, namun kesuciannya tersebut perlu dijaga dan dikembangkan melalui pola pengasuhan, pembinaan, pendidikan dan pergaulan yang baik.

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan 1.

Pengertian Ilmu Jiwa Ilmu jiwa agama adalah ilmu pengetahuan yang membahas pengetahuan, sikap dan perilaku seseorang ketika berinteraksi dengan lingkungannya sehubungan atas keyakinan terhadap ajaran agama yang dianutnya.

2.

Ruang Lingkup dan Kegunaannya a.

Bermacam-macam emosi yang menjalar diluar kesadaran yang ikut menyertai kehidupan beragama orang biasa (umum), seperti rasa lega dan tentram sehabis sembahyang, rasa lepas dari ketenangan batin sesudah berdoa atau membaca ayat-ayat suci.

b.

Bagaimana perasaan dan pengalaman seseorang secara individual terhadap Tuhannya, misalnya rasa tentram dan kelegaan batin.

c.

Mempelajari, meneliti, dan menganalisis pengaruh kepercayaan akan adanya hidup sesudah mati (akhirat) pada tiap-tiap orang.

d.

Meneliti dan mempelajari kesadaran dan perasaan orang terhadap kepercayaan yang berhubungan dengan surga dan neraka serta dosa dan pahala yang turut memberi pengaruh terhadap sikap dan tingkah lakunya dalam kehidupan.

e.

Meneliti

dan

mempelajari

bagaimana

pengaruh

seseorang terhadap ayat-ayat suci kelegaan batinnya.

3.

Metode Pengambilan Sumber Jiwa 1) Dokumen Pribadi

22

penghayatan

23

2) Kuesioner dan Wawancara 3) Survei

4.

Sejarah Perkembangan Ilmu Jiwa Menentukan dengan pasti kapan agama itu mulai diteliti secara psikologi agak sukar diteliti, bahkan barang kali itu tidak mungkin. Kerana dalam agama itu sendiri sudah terkandung ilmu jiwa, bahkan sebagian besar dari ajaran agama itu sendiri merupakan bimbingan yang tidak dapat dilepaskan dari kejiwaan.

5.

Pembagian Sumber Jiwa a) Teori Monostik b) Teori Fakulti c) Terori Fitrah

B. Saran Penulis mengharapkan saran dari penulisan makalah ini, karena makalah ini tak luput dari kesalahan penulisan tata bahasa, penyusunan makalah dan lain sebagainya. Penulis berharap saran ini dapat memotivasi penulis untuk membuat makalah yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA Al-Maligy, Abdul Mun’im Abd. Aziz. An-Numuwu An-Nafsy. Cairo: Maktabah Misr, 1963. Baharudin and Mulyono. Psikologi Agama dalam Perspektif Islam. Malang: UIN-Malang, 2008. Daradjat, Zakiah. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Bulan Bintang, 2009. Jalaludin. Psikologi Agama. Jakarta: Rajawali Pers, 2010. N.H, Heny and Andri Yudiantoro. 2007. Jakarta: UIN Jakarta Perss, Psikologi Agama. Tumanggor, Rusmin. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Kencana, 2014.

24

Related Documents

Jiwa 1
October 2019 33
Sumber
April 2020 29
Kel 1
June 2020 27
Sumber
May 2020 27

More Documents from ""