Kekuatan Supranatural Menurut Al-quran

  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Kekuatan Supranatural Menurut Al-quran as PDF for free.

More details

  • Words: 3,200
  • Pages: 10
Koleksi Artikel dari Biasawae Community Copyleft  2004 biasawae.com

Kekuatan Supranatural Menurut Al-Quran Sumber : KH. Jalaluddin Rakhmat



!

"

Koleksi Artikel dari Biasawae Community Copyleft  2004 biasawae.com Dengan nama Allah Mahakasih Mahasayang Ya Allah, tundukkan kepadaku musuh-musuhku seperti Kau tundukkan angin kepada Sulaiman bin Dawud as Lunakkan mereka kepadaku seperti Kau lunakkan besi kepada Dawud as Hinakan mereka di hadapanku seperti Kau rendahkan Fir’aun di hadapan Musa as Kalahkan mereka untukku seperti Kau kalahkan Abu Jahal kepada Muhammad saw. Demi hak Kaf Ha Ya ‘Ain Shad Ha Mim ‘Ain Sin Qaf Tuli, bisu, buta dan mereka tidak kembali Tuli, bisu, buta dan mereka tidak melihat Tuli, bisu, buta dan mereka tidak berfikir Maka Allah akan melindungi kamu menghadapi mereka Dan Dia Maha Mendengar Maha Mengetahui Semoga Allah melimpahkan kesejahteraan kepada makhluk utama-Nya Muhammad dan semua keluarganya Bismillahirrahmanirrahim. Demi kehormatan Kaf Ha Ya ‘Ain Shad Ha Mim ‘Ain Sin Qaf Tiada daya, tiada kekuatan kecuali karena Allah yang Maha Tinggi Maha Agung.i[i] Doa di atas, yang saya kutip dari sebuah kitab lama, memohon agar Tuhan menganugrahkan kekuatan supranatural.

Dengan merujuk kepada mukjizat para

rasul, huruf-huruf

muqaththa’ah, dan ayat-ayat Al-Quran, pembaca doa ingin menaklukkan musuh-musuhnya. Kata “musuh” bisa saja diganti dengan nama Fulan bin Fulan. Sebagaimana ia mempercayai adanya kekuatan adikodrati pada para rasul, ia juga yakin Tuhan akan memberinya “percikan” dari kekuatan itu. Siapa pun yang mengamalkannya dan apa pun yang dibacanya, doa diyakini oleh kaum mukmin sebagai senjata supranatural. Nabi Muhammad saw bersabda, “Takutilah olehmu doa orang yang tertindas; karena antara mereka dengan Tuhan tidak ada penghalangnya.” Ketika orang yang dizalimi dalam keadaan tidak berdaya (dan seringkali juga tidak ada harapan), ia mencari kekuatan tambahan di atas kekuatan alamiah yang dimilikinya dengan doa. Karena itu, keyakinan pada kekuatan doa memperkokoh keyakinan akan adanya kausalitas yang bersifat supranatural. Kepercayaan akan mukjizat sebagai contoh kekuatan supranatural sudah menjadi ijmak kaum muslimin. Tetapi, pada satu babakan dalam sejarah pemikiran Islam, para ulama mufasir sering menolak hal-hal yang supranatural. Mereka berusaha menyimpangkan arti ayat-ayat yang berkenaan dengan mukjizat atau keramat. Mereka menjelaskan makna ayat-

Koleksi Artikel dari Biasawae Community Copyleft  2004 biasawae.com ayat itu begitu rupa sehingga

mukjizat sama sekali bukan “miracle”, tetapi hal-hal yang

alamiah saja. Muhammad Abduh, sebagaimana dilaporkan Sayyid Rasyid Ridha, mengambil mazhab penafsiran seperti ini. Ia dilanjutkan oleh mufasir modernis seperti Al-Maraghi, AlQasimi, dan Al-Jawhari. Dengan semangat berlebihan untuk menunjukkan betapa ilmiahnya Al-Quran, mufasir seperti Maulana Muhammad Ali mengubah kata-kata yang menunjukkan kekuatan supranatural menjadi metafora saja. Sayyid Al-Thabathabai mengkritik tafsir modernis ini sebagai inhiraf: “Belakangan ini sebagian peneliti telah melakukan inhiraf dengan menjelaskan pengetahuan Ilahiyyah dan realitas keagamaan berdasarkan ilmu-ilmu alamiah. Penjelasan itu didasarkan kepada teori materialistik. Mereka berpendapat bahwa persepsi manusia bersifat material dan berasal dari otak. Semua kesempurnaan baik bersifat individual maupun sosial hanyalah perkembangan materi. “Mereka menyebutkan bahwa kenabian hanyalah sejenis kekuatan intelektual yang sangat tajam, jenius intelektual. Seorang jenius yang bernama Nabi melihat pada kondisi sosial kaumnya. Ia ingin membebaskan mereka dari tradisi yang primitif menuju peradaban yang lebih tinggi. Ia mengubah kepercayaan dan pandangan kaumnya dan menyesuaikannya dengan kebutuhan masa dan tempat dengan cara sebaik-baiknya. Dalam hubungan inilah ia merumuskan prinsip-prinsip sosial dasar dan menetapkan aturan-aturan praktis untuk meningkatkan standar kehidupan mereka, mengangkat akhlak mereka, dan membuat mereka menjadi anggota masyarakat yang lebih baik. Berdasarkan pada teori ini mereka menyatakan bahwa: (1) Nabi adalah manusia pemikir yang jenius, yang menyeru kaumnya kepada reformasi kehidupan sosial; (2) Wahyu hanyalah pikiran yang mulia di dalam otaknya; (3) Bahwa kitab Samawi hanyalah kumpulan pikiran yang mulia ini, yang bersih dari kepentingan diri dan tujuan-tujuan pribadi; (4) Malaikat yang menurut Nabi mendatanginya hanyalah kekuatan alamiah yang mengatur peristiwa-peristiwa alam atau kekuatan psikologis yang menggerakkan manusia menuju kesempurnaan. Ruh kudus hanyalah salah satu tingkat dari ruh alamiah yang materialistis, yang memasukkan pikiran suci pada jiwa nabi. Setan sebaliknya adalah kekuatan material yang meracuni jiwa dan memasukkan pikiran-pikiran rendah yang membawa manusia kepada perilaku buruk yang merusak masyarakat. Dengan cara inilah mereka menafsirkan realitas yang diberitakan para nabi seperti Loh, Kalam, ‘Arasy, Kursy, Kitab, Hisab, Surga, Neraka; (5) Agama hanyalah produk zaman yang berubah dengan perubahan waktu; (6) Mukjizat yang dinisbahkan kepada para nabi hanyalah khurafat yang dibuat-buat untuk memperkuat keimanan rakyat biasa atau untuk memelihara posisi para pemimpin agama di depan pengikut-pengikutnya. “Inilah secara singkat penjelasan mereka. Kenabian dalam pandangan mereka hanyalah alat politik dan bukan realitas ilahiyyah. Penting untuk dicatat bahwa kitab-kitab samawi dan hadis-hadis Nabi yang sampai kepada kami tidak bisa menerima penafsiran seperti ini. Yang mendorong mereka mengambil tafsir seperti ini adalah ketundukkan mereka

Koleksi Artikel dari Biasawae Community Copyleft  2004 biasawae.com kepada teori-teori materialistik, sehingga mereka menolak hal-hal yang supranatural. Mereka menafsirkan realitas metafisik dengan membawanya kepada penjelasan yang murni materi”ii[ii] Kita akan memberikan beberapa contoh dari tafsir seperti ini dengan mengutip AlManar dan Quran Suci: Terjemah dan Tafsir. Tafsir Materialistik Para mufasir modernis menolak adanya fenomena supranatural. Jika kemudian dalam AlQuran terdapat kisah-kisah yang gaib, yang tidak dapat dijelaskan secara ilmiah, mereka melihat

kata-kata dalam Al-Quran sebagai metafora. Dalam Al-Quran beberapa kali

dikisahkan orang yang dimatikan kemudian dihidupkan kembali, atau dengan izin Allah Ibrahim menghidupkan burung yang sudah dipotong-potong, Isa menghidupkan burung yang dibuat dari tanah. Menghidupkan yang sudah mati adalah hal yang sukar diterima dan tidak dapat dijelaskan secara ilmiah. Karena itu, kata “menghidupkan” dan “mematikan” diberi makna kiasan. Ketika menjelaskan Al-Baqarah 243, “Apakah kamu tidak memperhatikan orangorang yang keluar dari kampung halaman mereka, sedang mereka beribu-ribu (jumlahnya) karena takut mati; maka Allah berfirman kepada mereka: ”Matilah kamu”, kemudian Allah menghidupkan mereka. Sesungguhnya Allah mempunyai karunia terhadap manusia tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur”, Sayyid Rasyid Ridha menulis: “Tuhan ingin menjelaskan sunnahnya berkenaan dengan bangsa-bangsa yang dilanda sifat pengecut sehingga tidak bisa melawan musuh yang menyerang mereka. Makna kehidupan umat dan kematiannya cukup dipahami oleh kebanyakan orang. Kematian kaum tersebut terjadi karena musuh mengalahkan mereka dan menghilangkan kekuatan mereka, menghilangkan kebebasan mereka sebagai bangsa. Jadilah mereka bangsa yang tidak diperhitungkan karena kesatuannya sudah bercerai-berai. Anggota-anggota bangsa itu sudah tunduk kepada penjajah mereka sehingga mereka tidak lagi memiliki wujud, karena wujud mereka tunduk pada wujud orang lain. Arti kehidupan bangsa adalah kembalinya lagi kebebasan kepada bangsa itu. Salah satu dari kasih sayang Allah swt kepada manusia adalah menurunkan musibah kepada mereka sebagai pelajaran dan pensucian dari akhlak yang tercela. Allah menimbulkan kesadaran kepada kaum itu akibat sifat pengecut mereka dan kepahitan perpecahan di antara mereka. Setelah timbul kesadaran mereka menghimpun kekuatan mereka, memperkokoh ikatan di antara mereka sehingga mereka memperoleh kembali kekuatan dan kesatuan mereka yang perkasa. Dengan begitu mereka berhasil keluar dari kehinaan penghambaan kepada kemuliaan kemerdekaan. Inilah makna kehidupan dan kematian bangsa. Satu bangsa mati ketika mereka menerima kezaliman sehingga keadaan mereka seperti bangkai. Tidak keluar dari mereka karya-karya dinamis...iii[iii]

Koleksi Artikel dari Biasawae Community Copyleft  2004 biasawae.com Dengan cara yang hampir sama, Sayyid Rasyid Ridha menafsirkan Al-Baqarah 260: “Dan ingatlah ketika Ibrahim berkata: “Ya Tuhanku, perlihatkan kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang mati.” Allah berfirman: “Belum yakinkah kamu?” Ibrahim menjawab: “Aku telah meyakininya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan imanku).” Allah berfirman: “(Kalau demikian) Ambillah empat ekor burung dan cincanglah semuanya olehmu. (Allah berfirman) Lalu letakkan di atas tiap-tiap satu bukit satu bagian dari bagian-bagian itu, kemudian panggilllah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera dan ketahuilah bahwa Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.” Sayyid Rasyid Ridha mengutip pendapat jumhur mufasir bahwa Ibrahim mencincang empat ekor burung menjadi beberapa potong. Setiap potong diletakkan di

bukit yang

berbeda. Ibrahim memanggil burung-burung itu. Mereka datang kepadanya. Dengan cara itulah Tuhan menunjukkan bagaimana menghidupkan yang mati. Sayyid Rasyid Ridha segera mengutip dan menyetujui pendapat Abu Muslim yang menolak penafsiran Jumhur. Menurut Abu Muslim, kata “fa shurhunna” berarti “cenderungkanlah mereka” atau “jinakkan mereka”, bukan “cincanglah mereka”. Nabi Ibrahim as melatih burung-burung itu, menjinakkannya, lalu menempatkannya pada bukit-bukit yang berjauhan. Kemudian ia memanggilnya, dan burungburung itu pun berdatangan, seperti merpati-merpati pos. Seperti itulah nanti Allah membangkitkan orang-orang yang mati. Dia cukup memanggilnya, “Hiduplah kamu semua.” iv[iv]

Al-Fakhr Al-Razi mengemukakan kritik pada pendapat Abu Muslim. Salah satu argumentasinya –yang menurut saya sangat kuat- ialah sekiranya yang dilakukan Ibrahim itu seperti itu, maka apa kelebihan Ibrahim dibandingkan dengan yang lain. Dengan cara itu, semua orang bisa melakukannya. Mukjizat tidak lagi “mukjizat”, tetapi hal-hal biasa yang sehari-hari kita temukan. Saya tidak akan mengutip pembelaan Sayyid Rasyid Ridha pada Abu Muslim dalam hal ini. Dalam peristiwa penyembelihan sapi untuk membongkar siapa yang membunuh seseorang pada zaman Bani Israil, Sayyid Rasyid Ridha juga menolak cerita hidupnya kembali orang yang terbunuh itu. Ia merujuk pada syariat di kalangan Bani Israil bila terjadi pembunuhan misterius. Mereka harus membasuh tangannya. Jika ada yang tidak mau membasuhnya, jelaslah dia yang bersalah. Dengan begitu terpeliharalah masyarakat dari perpecahan karena saling menuding. Inilah yang dimaksud dengan “menghidupkan”; yakni memelihara agar darah tidak tumpah akibat perpecahan.v[v] Sayang sekali, Sayyid Rasyid Ridha tidak menjelaskan apa yang dimaksudkan dengan “pukullah dengan sebagian dari daging sapi itu.” Lagi pula, syariat seperti yang disebutkannya tidak terdapat di kalangan Bani Israil. Ia pun tidak menunjuk sumbernya. Upaya

untuk

menundukkan

peristiwa

supranatural –seperti mukjizat- pada

penjelasan “ilmiah” seringkali tidak berhasil. Saya lihat Sayyid Rasyid Ridha sangat kesulitan ketika menjelaskan –sehingga ia tidak menjelaskan apa pun- tafsir Ali Imran ayat 49: Dan sebagai Rasul kepada Bani Israil (yang berkata kepada mereka): “Sesungguhnya aku telah

Koleksi Artikel dari Biasawae Community Copyleft  2004 biasawae.com datang kepadamu dengan membawa sesuatu tanda (mukjizat) dari Tuhanmu, yaitu aku membuat untuk kamu dari tanah berbentuk burung, kemudian aku meniupnya, maka ia menjadi seekor burung dengan kehendak Allah; dan aku menyembuhkan orang yang buta sejak dari lahirnya dan orang yang berpenyakit sopak; dan aku menghidupkan orang mati dengan seizin Allah; dan aku kabarkan kepadamu apa yang kamu makan dan apa yang kamu simpan di rumahmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu adalah suatu tanda (kebenaran kerasulanku) bagimu, jika kamu sungguh-sungguh beriman.” vi[vi] Apa yang tidak dapat dijelaskan Sayyid Rasyid Ridha kemudian diterangkan oleh Maulana Muhammad Ali:vii[vii] Dengan penafsiran seperti itu, tentu saja fenomena supranatural dinafikan. Para mufasir ini tampaknya “risih” untuk menerima fenomena yang tidak dapat dijelaskan secara ilmiah. Generasi mufasir ini memang lahir di tengah arus modernisasi yang ditandai dengan rasionalitas, materialisme, dan positivisme sains. Perkembangan penelitian mutakhirviii[viii] dan kelahiran pascamodernisme

melihat penafsiran seperti

ini sebagai sangat naif. Tafsir Spiritual dari Peristiwa Supranatural Al-Quran berulangkali menjelaskan kekuatan supranatural yang dianugrahkan Tuhan kepada para rasul. Sulaiman as memahami bahasa burung, menundukkan makhluk gaib seperti jin dan Ifrit, menaklukkan angin sehingga angin bergerak sesuai dengan perintahnya. Dawud as melunakkan besi dengan jari-jarinya. Ibrahim as mengubah panas api menjadi dingin dan menghidupkan burung yang sudah dicincangnya. Musa as mengalahkan tukang-tukang sihir, membelah lautan, dan mengeluarkan air dari bebatuan semuanya dengan tongkatnya. Isa as menyembuhkan yang sakit dan menghidupkan yang mati. Yusuf as menyembuhkan kebutaan ayahnya dengan mengusapkan pakaiannya ke matanya. Muhammad saw membelah bulan. Di samping kekuatan supranatural, Al-Quran menceritakan juga pengetahuan supranatural (ilmu gaib) yang dimiliki para Nabi as: 1.

Nabi Adam as mengetahui nama-nama yang tidak diketahui oleh para malaikat (QS. Al-Baqarah 31-33).

2.

Nabi Nuh as mengetahui bahwa tidak akan bertambah orang yang beriman kepadanya dan bahwa orang-orang kafir di tengah-tengah kaumnya hanya akan melahirkan generasi yang durhaka saja (QS. Hud 36; QS. Nuh 26-27).

3.

Nabi Ibrahim as melihat (diperlihatkan kepadanya) alam malakut di langit dan bumi (QS. Al-An’am 75).

4.

Nabi Ya’qub as mengetahui apa yang bakal terjadi pada putranya Yusuf as dan kelak tahu bahwa Yusuf masih hidup (QS. Yusuf 4-6, 13, 18).

5.

Nabi Luth as mengetahui bahwa kaumnya akan dibinasakan pada waktu Subuh (QS. Hud 81).

Koleksi Artikel dari Biasawae Community Copyleft  2004 biasawae.com 6.

Nabi Yusuf as mengetahui takwil mimpi dan meramalkan apa yang bakal terjadi pada orang yang bermimpi itu (QS. Yusuf 101, 36-41, 43-49).

7.

Nabi Shalih as menubuwat-kan bahwa kaumnya akan menerima azab setelah tiga hari (QS. Hud 64-65; QS. Al-Dzariyyat 43-44).

8.

Nabi Isa as mengetahui apa yang akan dimakan oleh kaumnya dan apa yang mereka simpan (QS. Ali Imran 49).

9.

Nabi Muhammad saw mengetahui bahwa istrinya menyebarkan rahasianya (QS. AlTahrim 13)

10. Yang sangat terkenal, Nabi Khidhir mengetahui apa yang bakal terjadi dan melakukan berbagai tindakan untuk menghindarkan kecelakaan (QS. Al-Kahf 60-82). Kekuatan dan pengetahuan supranatural juga dapat terjadi pada orang-orang yang bukan Nabi.

Sihir termasuk di antaranya. Kita tidak membicarakan sihir pada kesempatan

sekarang, karena kita telah membicarakannya pada waktu yang lain. Kisah Ashaf bin Burkhaya. Al-Quran bercerita tentang kisah Nabi Sulaiman as dan ratu Bilqis: “Berkata Sulaiman: Hai pembesar-pembesar, siapakah di antara kamu sekalian yang sanggup membawa singgasananya kepadaku sebelum mereka datang kepadaku sebagai orang-orang yang berserah diri. Berkata Ifrit (yang cerdik) dari golongan jin: “Aku akan datangkan kepadamu singgasana itu sebelum kau berdiri dari tempat dudukmu; sesungguhnya aku benar-benar kuat untuk membawanya lagi dapat dipercaya. Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari Al-Kitab: Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip.Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya, ia pun berkata: Ini termasuk karunia Tuhanku untuk mencoba apakah aku bersyukur atau mengingkari (nikmat-Nya).” (QS. Al-Naml 38-40.) Di sini dikisahkan kekuatan supranatural yang dimiliki oleh

“seorang yang

mempunyai ilmu dari Al-Kitab”. Para ahli tafsir berselisih pendapat tentang orang ini. Sebagian mengatakan orang ini malaikat Jibril atau malaikat lain yang ditugaskan untuk membantu Nabi Sulaiman as. Menurut Ibn Abbas orang itu ialah Ashaf bin Burkhaya, wazir Sulaiman. Ia mengetahui nama Allah yang agung, yang bila berdoa dengan nama itu, Allah akan mengabulkannya. Yang lain berkata: Orang itu Nabi Khidhir as. Dr. Al-Zuhaili menulis selanjutnya, “Yang benar adalah pendapat Al-Razi. Orang itu Sulaiman as, karena ia lebih mengetahui Al-Kitab daripada yang lain dan karena ia seorang Nabi.” Tetapi kata Abu Hayyan, “Pendapat yang paling aneh ialah orang itu Nabi Sulaiman. Seakan-akan ia berkata kepada dirinya: Aku akan datangkan kepadamu sebelum matamu berkedip.”ix[ix] Al-Fakhr Al-Razi memang lebih suka menisbatkan orang itu kepada Nabi Sulaiman dengan alasan: (1) Kata alladzî menurut bahasa menunjukkan orang tertentu; dan orang yang dikenal mengetahui ilmu Al-Kitab adalah Sulaiman as. Ia lebih tahu tentang Al-Kitab karena ia nabi; (2) Mendatangkan singgasana pada waktu yang begitu cepat menunjukkan derajat yang tinggi. Sekiranya yang melakukannya Ashaf, bukan Sulaiman, tentulah Ashaf

Koleksi Artikel dari Biasawae Community Copyleft  2004 biasawae.com lebih utama dari Sulaiman. Hal yang tidak mungkin; (3) Sekiranya Sulaiman memerlukan bantuan Ashaf, berarti kedudukan Sulaiman kurang di mata manusia; (4) Sulaiman berkata, “Ini adalah karunia Tuhanku untuk menguji aku apakah aku bersyukur atau kufur.” Ini menunjukkan bahwa peristiwa yang menakjubkan itu dimunculkan Tuhan karena doa Sulaiman as.x[x] Seperti Abu Hayyan, saya kita menisbahkan orang itu kepada Nabi Sulaiman as bertentangan dengan konteks kalimat. Bukankah Sulaiman meminta kepada para pembesarnya untuk mendatangkan singgasana itu? Jika orang itu Sulaiman, mata siapa yang berkedip itu? Sebagaimana pendapat jumhur mufasirin, dan berdasarkan banyak hadisxi[xi], kita harus menisbahkan orang itu kepada Ashaf bin Burkhaya. Ia itu orang yang sangat berilmu, wazir Nabi Sulaiman, dan dalam satu riwayat disebut-sebut sebagai orang yang diwasiatkan untuk menjalankan pemerintahan sepeninggalnya. Terjadi juga ikhtilaf tentang apa yang dimaksud “ilmu dari Al-Kitab”. Yang paling mashur di kalangan ‘urafa, Al-Kitab yang dimaksud adalah Kitab Al-Ma’rifat Al-Rabbaniyyah, yang terdiri dari pengetahuan tentang asma Allah. pengetahuan ini disebut juga sebagai pengetahuan tentang 72 huruf dari 73 huruf kitab makrifat. Dr. Al-Shadiqi menjelaskan tafsir ruhaniah dari ayat di atas sebagai berikut:xii[xii] Satu huruf dari Nama yang Agung ini dikhususkan kepada Tuhan, yaitu dimensi zat, sifat zat, dan hakikat sifat fi’liyah. Semua huruf yang lain adalah dimensi-dimensi makrifat yang dibagikan kepada hamba-hamba Allah yang mukhlis. Setiap kali bertambah huruf-huruf makrifat ini, bertambahlah syariat yang dipikul oleh pemiliknya.

Allah

pun

menambah

penampakkan

(mazhar)

pada

ayat-ayat

pengetahuan dan kekuasaan-Nya, “Wahai hamba-Ku, taatilah Aku sehingga Aku jadikan kamu seperti Aku. Aku berkata kepada sesuatu jadilah, maka ia pun menjadi.” Betapa pun berbedanya “kun” takwiniyah dari Tuhan sendiri. Ashaf bin Burkhaya adalah hamba Allah yang mukhlis. Dengan pensucian dirinya, ia dianugrahi Allah pengenalan akan asma Allah yang Agung. Ia menyerap sifat-sifat Tuhan, termasuk kalimat “kun”. Dengan itu ia mengeluarkan kekuatan yang supranatural, karena ia sudah menjadi mazhhar dari kekuasaan Tuhan. Ia menjadi tajalliyat dari Allah sendiri. Dalam istilah Ibn ‘Arabi, ia menjadi insan kamil. Dengan demikian, manusia selain Nabi, melalui proses pensucian diri dan penyerapan asma Allah, akan sanggup melahirkan peristiwaperistiwa supranatural. Bukan mukjizat, tetapi keramat. Perbedaan istilah itu juga menunjukkan hirarki kekuatan itu di alam semesta. Contoh lain dalam Al-Quran tentang manusia biasa yang dianugrahi Allah kekuatan supranatural adalh Maryam. Al-Quran melukiskan Maryam sebagai perempuan yang saleh, yang menghabiskan waktunya dalam mihrab. Tuhan menurunkan makanan dari langit ke mihrabnya (QS. Ali Imran 37). Ia juga diberi kekuatan luar biasa untuk menjatuhkan buah kurma dengan menggerakkan batang pohonnya ketika ia sedang dilanda sakit pada waktu melahirkan. (QS. Maryam 23-26)

Koleksi Artikel dari Biasawae Community Copyleft  2004 biasawae.com Kisah Samiri. Al-Quran juga bercerita tentang seseorang yang berhasil membuat patung yang bisa berbicara. Dengan patung itu, ia membawa Bani Israil yang ditinggalkan Musa as kepada kesesatan (QS. Thaha 88). Ketika Musa as menyaksikan keajaiban patung emas yang dibuat Samiri, berkata Musa, “Apakah yang mendorongmu (berbuat demikian) Hai Samiri?” Samiri menjawab, “Aku mengetahui sesuatu yang mereka tidak mengetahuinya, maka aku ambil segenggam dari jejak Rasul lalu aku melemparkannya dan demikianlah nafsuku membujukku.” (QS. Thaha 95-96) Dalam kisah ini, Al-Quran menceritakan manusia biasa, bahkan orang yang fasik, berhasil melahirkan kekuatan supranatural, karena ia memanfaatkan “segenggam dari jejak Rasul.” Para ahli tafsir meriwayatkan berbagai keterangan tentang ini. Sebagian mengatakan bahwa ketika Bani Israil menyeberangi Laut Merah, Samiri melihat malaikat Jibril berjalan di hadapannya menunggang kuda. Rasul di situ adalah Jibril. Ia mengambil tanah yang diinjak oleh malaikat. Tanah itu dimasukan ke dalam adonan patung emas yang dibikinnya. Dengan “berkat” tanah itu, patung itu mempunyai kekuatan gaib. Sebagian ahli tafsir mengatakan bahwa yang dimaksud dengan Rasul di situ adalah Nabi Musa as. Siapa saja yang dimaksud, Al-Quran mengajarkan bahwa orang dapat memperoleh kekuatan gaib dengan mengambil berkat dari jejak Rasul. ______________________________________________ Makalah KH. Jalaluddin Rakhmat pada Klub Kajian Agama Paramadina, Kekuatan Supranatural Dalam Al-Quran, tanggal 21 Juni 1996, di Jakarta.

i[i]

Bunyi doa ini dalam bahasa Arab sbb: Ath-Thabathabai. Al-Mizan fi Tafsir al-Quran. Beirut: Al-`A’lami li al-Matbu’at, 1973. I:87-88. iii[iii] Sayyid Rasyid Ridha. Tafsir al-Manar. Beirut: Dar al-Makrifah, tanpa tahun. II:458. iv[iv] ibid. III:56 v[v] ibid. I:351 vi[vi] ibid. III: 311 vii[vii] Muhammad Ali. Qur’an Suci: Terjemah dan Tafsir. Jakarta: Darul Kutubil Islamiah, 1986, hal. 183. viii[viii] Michael Murphy melakukan penelitian selama tiga puluh tahun tentang apa yang disebutnya sebagai “extraordinary physcal, mental, and spiritual capacities.” Ia menegaskan bahwa kemampuan supranatural sebanarnya hanyalah perkembangan lebih lanjut dari evolusi manusia -inorganis, biologis, psikososial, spiritual. Lihat Michael Murphy. The Future of Human Body. Los Angeles: Jeremy P. Tarcher, 1992. Untuk memperoleh hasil penelitian psikis (psychical research) yang mudah dibaca dan menarik, bacalah Collin Wilson. Ed. The Giant Book of the Supernatural: Unlock the Earth’s Hidden Mysteries. Sydney: The Book Company International, 1994. ix[ix] Dr Wahbah al-Zuhaily. Al-Tafsir al-Munir. Damaskus: Dar al-Fikr, 1991, XIX : 303. x[x] Al-Fakhr Al-Razi. Al-Tafsir Al-Kabir, Beirut: Dar Al-Fikr, 1990, XXIV:198 xi[xi] Lihat hadis-hadis itu pada Jalaluddin Al-Suyuthi. Tafsir Al-Dûrr Al-Mantsûr. ii[ii]

Koleksi Artikel dari Biasawae Community Copyleft  2004 biasawae.com

xii[xii]

Dr. Muhammad Al-Shadiqi, Al-Furqân fî tafsîr Al-Qur’ân wa Al-Sunnah, Beirut: Dâr Al-Turats Al-Islâmy, 1365 H XXIX:205. Al-Shadiqi juga menjelaskan bahwa memindahkan benda dari jarak jauh dengan cepat tidak lagi aneh dalam sains modern. Ia menjelaskan perubahan energi menjadi massa dan sebaliknya. Tidak ada tempat yang cukup dalam makalah ini untuk mengutip penjelasan AlShadiqi.

Related Documents