Kejang Demam Kompleks

  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Kejang Demam Kompleks as PDF for free.

More details

  • Words: 6,188
  • Pages: 29
I.

IDENTIFIKASI A. Identitas pasien Nama

: Munfaris Syafaat

Tempat dan tanggal lahir

: Jakarta, 18 Oktober 2004

Umur

: 4 tahun 11bulan

Jenis kelamin

: Lelaki

Agama

: Islam

Alamat

: Jln Marundu, Sarang bangau, RT 07, RW 05

Masuk RSUD Koja

: 5 Oktober 2009

Hubungan dengan orang tua

: Anak kandung

B. Identitas orang tua Ayah Nama

: Sutardi

Umur

: 41 tahun

Agama

: Islam

Alamat

: Jln Marundu, Sarang bangau, RT 07, RW 05

Pekerjaan

: Ibu rumah tangga

Penghasilan

:-

Suku bangsa

: Jawa

Ibu

I.

Nama

: Nining

Umur

: 34 tahun

Agama

: Islam

Alamat

: Jln Marundu, Sarang bangau, RT 07, RW 05

Pekerjaan

: Karyawan

Penghasilan

: Rp 3.000.000

Suku bangsa

: Jawa

ANAMNESIS 1

Alloanamnesa dengan ibu kandung pasien tanggal 5 Oktober 2009, pada pukul 14.00 WIB. Keluhan utama: Kejang seluruh tubuh sebanyak 1 kali, 5 jam SMRS. Keluhan tambahan: Demam 1 hari SMRS. Riwayat penyakit sekarang: Pasien datang ke IGD RSUD Koja dengan keluhan kejang 5 jam SMRS yang didahului dengan demam. Menurut pengakuan ibu pasien, kejang ini merupakan kejang yang pertama kali. Kejang terjadi sebanyak 1 kali pada jam 14.00 WIB dan berdurasi selama 20 menit. Saat kejang seluruh tubuh pasien kaku dan kedua mata pasien mendelik ke atas, mulut tidak terkunci dan tidak mengeluarkan busa. Setelah kejang, pasien sadar, langsung menangis dan mengalami keringat dingin. 1 hari SMRS, Ibu pasien menyatakan sebelum kejang pasien mengalami demam. Demam terjadi pada waktu pagi, timbul tidak mendadak, tidak terlalu tinggi dan terusmenerus sepanjang hari. 3 hari SMRS ibu pasien menyatakan pasien sering batuk, tidak berdahak dan setelah diberi pengobatan batuk mereda. Pasien menyangkal mengalami mual atau muntah. Riwayat penyakit dahulu: Penyakit

Umur

Penyakit

Umur

Penyakit

Umur

Alergi

-

Difteri

-

Jantung

-

Cacingan

-

Diare

2

dan

4 Ginjal

-

tahun Demam

-

Kejang

-

Darah

-

-

Kecelakaan

-

Radang paru

-

Otitis

-

Morbili

3 tahun

Tuberculosis

-

Parotitis

-

Operasi

Lainnya

Radang

berdarah Demam tifoid

tenggorokan

2

Pasien tidak pernah mengalami kejang sebelumnya. Pada usia 2 dan 4 tahun, pasien pernah dirawat inap di rumah sakit dengan diare. Pada usia 3 tahun, pasien pernah terserang morbili. 1 bulan yang lalu, pasien pernah mengalami radang di tenggorok. Riwayat penyakit keluarga: Kedua orang tua pasien tidak mempunyai riwayat kejang demam pada masa kanakkanaknya dan tidak mempunyai riwayat batuk-batuk lama Pasien mempunyai kakak perempuan berumur 12 tahun yang memiliki riwayat kejang demam. Kejang terjadi pada waktu kakak pasien berumur 4 tahun, terjadi sebanyak 1kali dan berdurasi selama 10 menit.. Kejang tidak diawali dengan aura dan setelah kejang, kakak pasien sadar dan langsung menangis. Riwayat kehamilan dan persalinan: KEHAMILAN

KELAHIRAN

Morbiditas kehamilan

Tidak ditemukan kelainan

Perawatan antenanal

Setiap bulan periksa ke bidan

Tempat kelahiran

Rumah bersalin

Penolong persalinan

Bidan dan didampingi dokter

Cara persalinan

Spontan

Masa gestasi

9 bulan 7 hari

Keadaan bayi

Berat lahir: 3700 gram Panjang badan: 51 cm Langsung menangis

Kesan: riwayat kehamilan dan persalinan baik. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan Pertumbuhan gigi

: umur 7 bulan

(Normal: 5-9 bulan)

: umur 4 bulan

(Normal: 3-4 bulan)

Psikomotor Tengkurap Duduk

: umur 6 bulan

(Normal: 6 bulan)

Berdiri

: umur 9 bulan

(Normal: 9-12 bulan)

Berjalan Bicara

: umur 1 tahun : umur 9 bulan

(Normal: 13 bulan) (Normal: 9-12 bulan)

Kesan:

3

Baik, tidak ada keterlambatan psikomotor. Riwayat makanan Umur

ASI/PASI

Buah/biskuit

Bubur susu

Nasi tim

(bulan) 0-2



2-4



4-6



6-8







8-10









10-12









Umur di atas 1 tahun Jenis makanan

Frekuensi dan jumlah

Nasi/ pengganti

3-4 x sehari, 1 centong nasi/kali

Sayur

3 x sehari, 1 mangkuk/kali

Daging

1 x sebulan, 1 potong/kali

Telur

1 x sehari, 1 butir/kali

Ikan

6 x seminggu, 1 potong/kali

Tahu

6 x seminggu, 1 potong/kali

Tempe

6 x seminggu, 1 potong/kali

Susu (merek, takaran)

Susu Dancow/ Bendera, 2 x sehari, 1 botol susu 500 ml

Lain-lain

Ayam 2 x seminggu, 1 potong/kali

Kesan: Pola makan pasien baik dan kebutuhan karbohidrat, protein, lemak dan vitamin terpenuhi dengan baik.

4

Riwayat imunisasi Vaksin

Umur

BCG

2 bulan

DPT/DT

2 bulan

4 bulan

6 bulan

18 bulan

Polio

0 bulan

2 bulan

4 bulan

6 bulan

Campak

9 bulan

Hepatitis B

0 bulan

1 bulan

6 bulan

MMR

15 bulan

18 bulan

TIPA

Kesan: Riwayat imunisasi pasien baik. Ibu pasien menyatakan lupa tanggal dilakukan setiap imunisasi. Riwayat keluarga Susunan keluarga: pasien adalah anak kedua dari 2 bersaudara.

Ayah

Ibu

Nama

Sutardi

Nining

Perkahwinan ke

Pertama

Pertama

Umur saat menikah

24

17

Pendidikan terakhir

SMA

SMP

Agama

Islam

Islam

Suku bangsa

Sunda

Sunda

Keadaan ksehatan

Baik

Baik

Riwayat perumahan dan sanitasi Pasien tinggal bersama kedua orang tua dan kakak perempuan pasien. Rumah kontrakan di kawasan padat penduduk, berukuran 7m x 7m dengan 5 jendela. Terdapat penerangan listrik dan sumber air berasal dari sumur. Sinar matahari banyak masuk ke dalam rumah

5

karena ventilasi baik. Tempat tinggal jauh dari tempat pembuangan sampah dan jalan raya. Lingkungan rumah cukup bersih. Kesan: keadaan lingkungan tempat tinggal pasien baik. I.

PEMERIKSAAN FISIK Dilakukan pertama kali pada tanggal 5 Oktober 2009. Keadaan umum : tampak sakit ringan Kesadaran

: compos mentis

Data antropometri Berat badan

: 16 kg

Tinggi badan

: 99 cm

Lingkar kepala

: 50 cm

Lingkar dada

: 57 cm

Lingkar lengan atas

: 18 cm

Status gizi BB/U : 16/19 x 100% = 84% (gizi baik) TB/U : 99/110 x 100% = 90% (gizi baik) BB/TB : 16/17 x 100% = 94% (gizi baik) Kesan status gizi: gizi baik Tanda vital Tekanan darah : tidak diperiksa Nadi

: 110x/ menit

Suhu

: 39°C

Pernapasan Kulit

: 30x/menit : sawo matang, ikterik (-), sianosis (-), turgor normal, kelembapan normal, efloresensi primer/sekunder (-)

Kepala dan leher Kepala

: normosefali, rambut warna hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut

Mata

: pupil bulat isokor, refleks cahaya langsung +/+, reflex cahaya tidak 6

langsung +/+, konjungtica anemis -/-, sclera ikterik -/Hidung

: bentuk normal, septum deviasi (-), nafas cuping hidung -/-, sekret -/-

Telinga

: membran timpani intak, serumen -/-, sekret -/-

Mulut

: mukosa mulut tidak hiperemis

Bibir

: bibir merah muda, tidak kering, sianosis (-), trismus (-), halitosis (-)

Lidah

: normoglosia, warna merah muda, lidah kotor (-), tremor (-)

Gigi geligi

: karies (-)

Uvula

: simetris di tengah, tidak hiperemis

Tonsil

: T1-T1, tidak hiperemis

Tenggorok Leher

: faring tidak hiperemis, granular (-) : KGB tidak teraba membesar, kelenjar tiroid tidak teraba membesar, trakea letak normal

Thoraks Paru Inpeksi

: bentuk dada normal, simetris, efloresensi primer/sekunder, dinding dada (-), pulsasi abnormal (-), gerak pernapasan simetris, irama teratur, tipe abdomino-torakal, retraksi (-)

Palpasi

: gerak napas simetris

Perkusi

: sonor di semua lapang paru

Auskultasi

: suara napas vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-

Jantung Inpeksi

: iktus kordis tidak tampak

Palpasi

: iktus kordis teraba, thrill (-)

Perkusi

: redup

Auskultasi

: SISII reguler, murmur (+), gallop (-)

Abdomen Inpeksi

: bentuk datar

Palpasi

: supel, tidak ada pembesaran hepar dan lien

Perkusi

: timpani

Auskultasi Ekstremitas

: bising usus (+) normal : akral hangat (+), oedema (-)

7

Refleks meningeal

: Kaku kuduk

(-)

Brudzinsky I (-) Brudzinsky II (-)

II.

Kernig

(-)

Laseque

(-)

PEMERIKSAAN LABORATORIUM ➢ Tanggal 5 Oktober 2009 Hematologi Hemoglobin

: 10.8 g/dL

Lekosit

: 18.800 /uL

Hematokrit

: 31 %

Trombosit

: 296.000 /uL

Kimia Glukosa sewaktu

: 126 mg/dL

Elektrolit Na

: 133 mmol/L

K

: 3.22 mmol/L

Cl

: 104 mmol/L

➢ Tanggal 6 Oktober 2009 Hematologi lengkap Hemoglobin

: 11.1 g/dL

Lekosit

: 10.800 /uL

Hematokrit

: 34%

Eritrosit

: 4.08 juta/uL

VER (MCV)

:84 fL

HER ( MCH)

:27 pg

KHER (MCHC)

:32 g/dL

Hitung jenis Basofil

:1%

Eosinofil Batang

:0% :0% 8

Segmen

: 71 %

Linfosit

: 20 %

Monosit

:8%

Trombosit

: 367.000 /uL

LED

: 35 mm/jam

Imunoserologi ASTO

: negatif

➢ Tanggal 7 Oktober 2009 Urinalisa Urin lengkap Warna

: kuning jernih

Berat jenis

: 1.020

Ph

: 7.0

Albumin

: negatif

Glukosa

: negatif

Keton

: negatif

Bilirubin

: negatif

Darah samar

: negatif

Nitrit

: negatif

Urobilinogen

: 0.2 eu

Sedimen Lekosit

: 0-1/LPB

Eritrosit

: 0-1 /LPB

Silinder

: negatif

Epitel

:+

Bakteri

: negatif

Kristal Ca oxalate

: negatif

Karbonat

: negatif

Fosfat Asam urat

: negatif : negatif

Amorf

: negatif

Sel ragi

: negatif

Lain-lain

: negatif

9

I.

I.

PENATALAKSANAAN (05/10/2009) •

IVFD RL 16 tpm



Starxon 2 x 500 mg IV



Gastridin 2 x 15 mg IV



Sanmol syrup 3 x 1 ½ Cth FOLLOW UP Tanggal 6 Oktober 2009 Keluhan

: demam (-), batuk (-), pilek(-), nyeri tenggorok (-), pusing (-), mual (-), muntah (-), nafsu makan baik

Keadaan umum : baik Kesadaran Nadi

:compos mentis : 100x/menit

Pernapasan

: 28x/menit

Suhu

: 36.7 °C

Kepala

: normosefali

Mata

: CA -/-, SI -/-

Hidung

: NCH (-), secret (-)

Mulut

: tidak kering, sianosis (-)

Thorax

: Jantung

: BJ I-II regular, gallop (-), murmur (+) Paru

: SN vesikuler, Rh -/-, Wh -/-

Abdomen

: datar, supel, BU (+) N

Ekstremitas

: akral hangat (+), oedem (-), sianosis (-)

Refleks patologis

: (-)

Terapi: •

IVFD RL 16 tpm



Starxon 2 x 500 mg IV



Gastridin 2 x 15 mg IV



Sanmol syrup 3 x 1 ½ Cth

Tanggal 7 Oktober 2009 10

Keluhan

: demam (-), batuk (-), pilek(-), nyeri tenggorok (-), pusing (-), mual (-), muntah (-), nafsu makan baik

Keadaan umum : baik Kesadaran Nadi

:compos mentis : 100x/menit

Pernapasan

: 25x/menit

Suhu

: 36.0 °C

Kepala

: normosefali

Mata

: CA -/-, SI -/-

Hidung

: NCH (-), secret (-)

Mulut

: tidak kering, sianosis (-)

Thorax

: Jantung

: BJ I-II regular, gallop (-), murmur (-) Paru

: SN vesikuler, Rh -/-, Wh -/-

Abdomen

: datar, supel, BU (+) N

Ekstremitas

: akral hangat (+), oedem (-), sianosis (-)

Refleks patologis

: (-)

Terapi: •

IVFD RL 16 tpm



Starxon 2 x 500 mg IV



Gastridin 2 x 15 mg IV



Sanmol syrup 3 x 1 ½ Cth

Tanggal 8 Oktober 2009 Keluhan

: demam (-), batuk (-), pilek(-), nyeri tenggorok (-), pusing (-), mual (-), muntah (-), nafsu makan baik

Keadaan umum : baik Kesadaran Nadi Pernapasan

:compos mentis : 100x/menit : 36x/menit

Suhu

: 35.4 °C

Kepala

: normosefali

Mata

: CA -/-, SI -/-

Hidung

: NCH (-), secret (-)

Mulut

: tidak kering, sianosis (-)

Thorax

: Jantung

: BJ I-II regular, gallop (-), murmur (-) Paru

: SN vesikuler, Rh -/-, Wh -/11

Abdomen

: datar, supel, BU (+) N

Ekstremitas

: akral hangat (+), oedem (-), sianosis (-)

Refleks patologis

: (-)

Terapi:

I.



IVFD RL 16 tpm



Starxon 2 x 500 mg IV



Gastridin 2 x 15 mg IV



Sanmol syrup 3 x 1 ½ Cth

RESUME Anamnesa Pasien anak laki-laki usia 4 tahun 11 bulan datang ke IGD dengan keluhan kejang sebanyak 1 kali pada sore hari, 5 jam SMRS yang didahului dengan demam. Kejang ini merupakan kejang pertama kali dan berdurasi selama 20 menit. Pada saat kejang, seluruh tubuh pasien kaku, mata mendelik ke atas, mulut tidak terkunci dan tidak mengeluarkan busa. Pasien dalam keadaan sadar pada saat sebelum dan setelah kejang. Kejang tidak didahului dengan aura. Orang tua pasien tidak memberikan pengobatan apa pun. Demam terjadi 1 hari SMRS, tidak terlalu tinggi, tidak mendadak dan berlangsung terus-menerus. 3 hari SMRS, ibu pasien menyatakan pasien sering batuk, tidak berdahak tetapi setelah diberikan pengobatan, batuk mereda. 1 bulan SMRS, pasien pernah mengalami radang tenggorok. Riwayat kejang sebelumnya (-), riwayat kejang dalam keluarga (+). Pada pemeriksaan fisik: Pasien tampak sakit ringan. Dari tanda vital, suhu meningkat. Pada pemeriksaan thoraks jantung, ditemukan murmur dengan fase sistolik, bentuk pansistolik, derajat bising 1/6, pungtum maksimum di sela iga 5 garis parasternalis kiri, tidak ada penjalaran, kualitas tidak dapat dinilai, berfrekuensi tinggi. Pada pemeriksaan lab: Pada pemeriksaan hematologi, didapatkan anemia ringan dengan nilai Hb 10.8 g/dL, leukositosis dengan nilai 18.800 /uL dan LED meningkat dengan nilai 35 mm/jam. Pada pemeriksaan imunoserologi, didapatkan ASTO dengan hasil negatif.

II.

DIAGNOSIS KERJA Kejang demam kompleks

III.

DIAGNOSA BANDING Epilepsi yang diprovokasi demam 12

Meningoensefalitis IV.

PEMERIKSAAN ANJURAN Elektroensefalogram (EEG)

V.

PENATALAKSANAAN (05/10/2009) Rawat inap dan tirah baring dengan medikamentosa IVFD Cairan Ringer Laktat 16 tetes/menit Perenteral Starxon 2 x 500 mg IV Gastridin 2 x 25 mg IV Oral Sanmol syrup 3 x 1 ½ Cth

VI.

PROGNOSIS Ad Vitam

: bonam

Ad fungtionam : bonam Ad sanationam : bonam

ANALISA KASUS Pada pasien anak laki-laki berumur 4 tahun 11 bulan dengan berat badan 16 kg, dari anamnesa didapatkan keluhan kejang sebanyak 1 kali pada sore hari, 5 jam SMRS yang didahului dengan demam. Kejang merupakan kejang pertama kali dan berdurasi lebih dari 15 menit. Kejang pada pasien bersifat tonik, mata mendelik ke atas, mulut tidak terkunci dan 13

tidak mengeluarkan busa. pasien dalam keadaan sadar pada saat sebelum dan setelah kejang. Kejang tidak didahului dengan aura. Diagnosis kejang demam kompleks ditegakkan pada pasien ini atas dasar lama kejang pada pasien yang berdurasi selama lebih 15 menit. Demam terjadi 1 hari SMRS, tidak terlalu tinggi, tidak mendadak dan berlangsung terus-menerus. 3 hari SMRS ibu pasien menyatakan pasien sering batuk, tidak berdahak. Kemungkinan pasien telah terjangkit infeksi saluran napas dan ini telah memicu terjadinya demam. Dari pemeriksaan fisik thoraks jantung, ditemukan murmur dengan fase sistolik, bentuk pansistolik, derajat bising 1/6, pungtum maksimum di sela iga 5 garis parasternalis kiri, tidak ada penjalaran, kualitas tidak dapat dinilai, berfrekuensi tinggi. Bising jantung pada pasien ini adalah bising inosen dengan karakteristik bising sistolik, berderajat 2/6 atau kurang sehingga tidak disertai getaran bising, penjalaran terbatas, cenderung berubah intensitasnya dengan perubahan posisi, dan tidak berhubungan dengan kelainan jantung. Pemeriksaan refleks meningeal dengan hasil negatif

menunjukkan tidak terdapat infeksi pada otak dan meningen. Dari pemeriksaan laboratorium pada 5 Oktober 2009, didapatkan anemia ringan dengan nilai Hb 10.8 g/dL, leukositosis dengan nilai 18.800 /uL dan LED meningkat dengan nilai 35mm/jam

yang menunjukkan bahwa telah terjadi proses infeksi yang ditandai dengan demam sebelum terjadinya kejang. Pada kasus ini, diagnosis banding kejang demam kompleks adalah epilepsi yang diprovokasi demam dan meningoensefalitis. Ada pun perbedaan antara kejang demam kompleks dengan kedua penyakit ini adalah: •

Epilepsi yang diprovokasi demam Menurut kriteria Livingstone, gejala epilepsy yang diprovokasi demam adalah seperti kejang lama dan bersifat lokal, umur lebih dari 6 tahun, frekuensi serangan lebih dari 4 kali / tahun, dan EEG setelah tidak demam abnormal. Perbedaan kejang demam kompleks dengan epilepsi yaitu pada epilepsi, tidak disertai demam. Epilepsi bisa disebabkan karena terjadinya gangguan keseimbangan kimiawi sel-sel otak yang mencetuskan muatan listrik berlebihan di otak secara tiba-tiba. Penderita epilepsi adalah seseorang yang mempunyai bawaan ambang rangsang rendah terhadap cetusan tersebut. Cetusan bisa di beberapa bagian otak dan gejalanya beraneka ragam. Serangan epilepsi sering terjadi pada saat ia mengalami stres, jiwanya tertekan, sangat capai, atau adakalanya karena terkena sinar lampu yang tajam.



Meningoensefalitis

14

Terdapat kelainan pada otak yang dapat ditandai dengan refleks patologis dan refleks meningeal yang positif, EEG abnormal, kejang berulang, tekanan intrakranial yang meningkat dan terdapat penurunan kesadaran. Pada terapi, antibiotik yang digunakan adalah Starxon dengan dosis 2x 500mg IV perhari selama perawatan di rumah sakit. Ceftriaxone digunakan bagi mengatasi infeksi saluran napas bawah, otitis media akut, infeksi kulit, infeksi saluran kemih yang juga merupakan etiologi bagi kejang demam. Infus cairan Ringer Laktat diberikan karena keadaan demam bisa menyebabkan dehidrasi pada pasien. Cairan ini digunakan karena bersifat isotonis, maka efektif dalam mengisi sejumlah volume cairan ke dalam pembuluh darah untuk mengatasi kehilangan cairan yang terjadi karena dehidrasi. Seharusnya setelah kejang diatasi, pengobatan disusul dengan terapi rumatan yang dibagi menjadi profilaksis intermitten dan profilaksis jangka panjang. Tetapi pada pasien ini, terapi profilakasis jangka panjang tidak digunakan karena tidak terdapat indikasi. Pengobatan profilaksis intermiten yang digunakan berupa puyer panas yang hanya diberikan selama episode demam saja yaitu obat campuran antikonvulsan (diazepam) dan antipiretika (paracetamol). Pada pasien ini seharusnya diberikan kortikosteroid untuk mencegah terjadinya udem otak yaitu dengan dosis 20-30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis. Golongan glukokortikoid seperti deksametason diberikan 0,5-1 ampul setiap 6 jam sehingga keadaan membaik. Pada pasien ini, disarankan untuk melakukan pemeriksaan anjuran yaitu elektroenselfalogram (EEG) untuk mendeteksi sekiranya terdapat gangguan pada otak terutama pada penderita epilepsi. Gambaran abnormal yang bisa temukan berbentuk spike, sharp wave, spike and wave dan paroxysmal slow activity. TINJAUAN PUSTAKA KEJANG DEMAM

DEFINISI(1)(5) Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang paling sering dijumpai pada anak yang terjadi pada suhu badan yang tinggi yang disebabkan oleh kelainan ekstrakranial. 15

Derajat tinggi suhu yang dianggap cukup untuk diagnosa kejang demam adalah 38 derajat celcius di atas suhu rektal atau lebih. Kejang terjadi akibat loncatan listrik abnormal dari sekelompok neuron otak yang mendadak dan lebih dari biasanya, yang meluas ke neuron sekitarnya atau dari substansia grasia ke substansia alba yang disebabkan oleh demam dari luar otak. Kejang demam sering juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada anak-anak usia di bawah 5 tahun.

INSIDEN Insiden terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur 6 bulan sampai 4 tahun. Hampir 3 % dari anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah menderita kejang demam. Kejang demam lebih sering didapatkan pada laki-laki daripada perempuan. Hal tersebut disebabkan karena pada wanita didapatkan maturasi serebral yang lebih cepat dibandingkan laki-laki. Berdasarkan laporan dari daftar diagnosa dari lab./SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Dr. Soetomo Surabaya didapatkan data adanya peningkatan insiden kejang demam. Pada tahun 1999 ditemukan pasien kejang demam sebanyak 83 orang dan tidak didapatkan angka kematian (0 %). Pada tahun 2000 ditemukan pasien kejang demam 132 orang dan tidak didapatkan angka kematian (0 %). Dari data di atas menunjukkan adanya peningkatan insiden kejadian sebesar 37%. Jumlah penderita kejang demam diperkirakan mencapai 2 – 4% dari jumlah penduduk di AS, Amerika Selatan, dan Eropa Barat. Namun di Asia dilaporkan penderitanya lebih tinggi. Sekitar 20% di antara jumlah penderita mengalami kejang demam kompleks yang harus ditangani secara lebih teliti. Bila dilihat jenis kelamin penderita, kejang demam sedikit lebih banyak menyerang anak laki-laki.(1)

ETIOLOGI Etiologi dan pathogenesis kejang demam sampai saat ini belum diketahui, akan tetapi umur anak, tinggi dan cepatnya suhu meningkat mempengaruhi terjadinya kejang. Faktor hereditas juga mempunyai peran yaitu 8-22% anak yang mengalami kejang demam mempunyai orang tua dengan riwayat kejang demam pasa masa kecilnya.(1)(9)

16

Semua jenis infeksi bersumber di luar susunan saraf pusat yang menimbulkan demam dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang paling sering menimbulkan kejang demam adalah infeksi saluran pernafasan atas terutama tonsillitis dan faringitis, otitis media akut(cairan telinga yang tidak segera dibersihkan akan merembes ke saraf di kepala pada otak akan menyebabkan kejang demam), gastroenteritis akut, exantema subitum dan infeksi saluran kemih. Selain itu, imunisasi DPT (pertusis) dan campak (morbili) juga dapat menyebabkan kejang demam.

PATOFISIOLOGI(2)(4) Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebalikya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.

Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh : •

Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular



Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya



Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15 %. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya 17

sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” dan terjadi kejang. Kejang demam yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat.

KLASIFIKASI KEJANG DEMAM Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI 2004), membagi kejang demam menjadi dua(8) Kejang demam sederhana (harus memenuhi semua kriteria berikut) –

Berlangsung singkat



Umumnya serangan berhenti sendiri dalam waktu < 15 menit



Bangkitan kejang tonik, tonik-klonik tanpa gerakan fokal



Tidak berulang dalam waktu 24 jam

Kejang demam kompleks (hanya dengan salah satu kriteria berikut) –

Kejang berlangsung lama, lebih dari 15 menit



Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului dengan kejang parsial



Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam, anak sadar kembali di antara bangkitan kejang

Menurut Livingstone (1970), membagi kejang demam menjadi dua :(5) 1. Kejang demam sederhana •

Umur anak ketika kejang antara 6 bulan & 4 tahun



Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tak lebih dari 15 menit



Kejang bersifat umum, frekuensi kejang bangkitan dalam 1 th tidak > 4 kali



Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam



Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal

18



Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya seminggu sesudah suhu normal tidak menunjukkan kelainan

1. Epilepsi yang diprovokasi demam •

Kejang lama dan bersifat lokal



Umur lebih dari 6 tahun



Frekuensi serangan lebih dari 4 kali / tahun



EEG setelah tidak demam abnormal

Menurut sub bagian syaraf anak FK-UI membagi tiga jenis kejang demam, yaitu : 1. Kejang demam kompleks •

Umur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun



Kejang berlangsung lebih dari 15 menit



Kejang bersifat fokal/multipel



Didapatkan kelainan neurologis



EEG abnormal



Frekuensi kejang lebih dari 3 kali / tahun



Temperatur kurang dari 39℃

1. kejang demam sederhana



Kejadiannya antara umur 6 bulan sampai dengan 5 tahun



Serangan kejang kurang dari 15 menit atau singkat



Kejang bersifat umum (tonik/klonik)



Tidak didapatkan kelainan neurologis sebelum dan sesudah kejang



Frekuensi kejang kurang dari 3 kali / tahun



Temperatur lebih dari 39℃

1. Kejang demam berulang •

Kejang demam timbul pada lebih dari satu episode demam

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kejang demam berulang antara lain: 1. Usia < 15 bulan saat kejang demam pertama 2. Riwayat kejang demam dalam keluarga 19

3. Kejang demam terjadi segera setelah mulai demam atau saat suhu sudah relatif normal 4. Riwayat demam yang sering 5. Kejang pertama adalah kejang demam kompleks

Perbedaan kejang demam dengan epilepsi yaitu pada epilepsi, tidak disertai demam. Epilepsi terjadi karena adanya gangguan keseimbangan kimiawi sel-sel otak yang mencetuskan muatan listrik berlebihan di otak secara tiba-tiba. Penderita epilepsi adalah seseorang yang mempunyai bawaan ambang rangsang rendah terhadap cetusan tersebut. Cetusan bisa di beberapa bagian otak dan gejalanya beraneka ragam. Serangan epilepsi sering terjadi pada saat ia mengalami stres, jiwanya tertekan, sangat capai, atau adakalanya karena terkena sinar lampu yang tajam.

MANIFESTASI KLINIS(1)(2)(5) Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf pusat, otitis media akuta, bronkitis, furunkulosis dan lain-lain. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Namun anak akan terbangun dan sadar kembali setelah beberapa detik atau menit tanpa adanya kelainan neurologik. Gejala yang timbul saat anak mengalami kejang demam antara lain : anak mengalami demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang terjadi secara tiba-tiba), kejang tonik-klonik atau grand mal, pingsan yang berlangsung selama 30 detik-5 menit (hampir selalu terjadi pada anak-anak yang mengalami kejang demam). Kejang dapat dimulai dengan kontraksi yang tiba-tiba pada otot kedua sisi tubuh anak. Kontraksi pada umumnya terjadi pada otot wajah, badan, tangan dan kaki. Anak dapat menangis atau merintih akibat kekuatan kontaksi otot. Anak akan jatuh apabila dalam keadaan berdiri. Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya berlangsung selama 10-20 detik), gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama, biasanya berlangsung selama 1-2 menit), lidah atau pipinya tergigit, gigi atau rahangnya

20

terkatup rapat, inkontinensia (mengeluarkan air kemih atau tinja diluar kesadarannya), gangguan pernafasan, apneu (henti nafas), dan kulitnya kebiruan. Saat kejang, anak akan mengalami berbagai macam gejala seperti : 1. Anak hilang kesadaran 2. Tangan dan kaki kaku atau tersentak-sentak 3. Sulit bernapas 4. Busa di mulut 5. Wajah dan kulit menjadi pucat atau kebiruan 6. Mata berputar-putar, sehingga hanya putih mata yang terlihat.

DIAGNOSIS(4)(9)(10) Diagnosis kejang demam hanya dapat ditegakkan dengan menyingkirkan penyakitpenyakit lain yang dapat menyebabkan kejang, di antaranya: infeksi susunan saraf pusat, perubahan akut pada keseimbangan homeostasis, air dan elektrolit dan adanya lesi structural pada system saraf, misalnya epilepsi. Diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang yang menyeluruh untuk menegakkan diagnosis ini. •

Anamnesis



waktu terjadi kejang, durasi, frekuensi, interval antara 2 serangan kejang



sifat kejang (fokal atau umum)



Bentuk kejang (tonik, klonik, tonik-klonik)



Kesadaran

sebelum

dan

sesudah

kejang

(menyingkirkan

diagnosis

meningoensefalitis) –

Riwayat demam ( sejak kapan, timbul mendadak atau perlahan, menetap atau naik turun)



Menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam (ISPA, OMA, GE)



Riwayat kejang sebelumnya (kejang disertai demam maupun tidak disertai demam atau epilepsi)



Riwayat gangguan neurologis (menyingkirkan diagnosis epilepsi)



Riwayat keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan



Trauma kepala 21



Pemeriksaan fisik



Tanda vital terutama suhu



Manifestasi kejang yang terjadi, misal : pada kejang multifokal yang berpindahpindah atau kejang tonik, yang biasanya menunjukkan adanya kelainan struktur otak.



Kesadaran tiba-tiba menurun sampai koma dan berlanjut dengan hipoventilasi, henti nafas, kejang tonik, posisi deserebrasi, reaksi pupil terhadap cahaya negatif, dan terdapatnya kuadriparesis flasid mencurigakan terjadinya perdarahan intraventikular.



Pada kepala apakah terdapat fraktur, depresi atau mulase kepala berlebihan yang disebabkan oleh trauma. Ubun –ubun besar yang tegang dan membenjol menunjukkan adanya peninggian tekanan intrakranial yang dapat disebabkan oleh pendarahan sebarakhnoid atau subdural. Pada bayi yang lahir dengan kesadaran menurun, perlu dicari luka atau bekas tusukan janin dikepala atau fontanel enterior yang disebabkan karena kesalahan penyuntikan obat anestesi pada ibu.



Terdapatnya stigma berupa jarak mata yang lebar atau kelainan kraniofasial yang mungkin disertai gangguan perkembangan kortex serebri.



Ditemukannya korioretnitis dapat terjadi pada toxoplasmosis, infeksi sitomegalovirus dan rubella. Tanda stasis vaskuler dengan pelebaran vena yang berkelok – kelok di retina terlihat pada sindom hiperviskositas.



Transluminasi kepala yang positif dapat disebabkan oleh penimbunan cairan subdural atau kelainan bawaan seperti parensefali atau hidrosefalus.



Pemeriksaan umum penting dilakukan misalnya mencari adanya sianosis dan bising jantung, yang dapat membantu diagnosis iskemia otak.



Pemeriksaan untuk menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam (ISPA, OMA, GE)



Pemeriksaan refleks patologis



Pemeriksaan tanda rangsang meningeal (menyingkirkan diagnosis meningoensefalitis)



Pemeriksaan laboratorium



Darah tepi lengkap à penyebab demam



Elektrolit, glukosa darah à diare, muntah, hal lain yang dpt mengganggu keseimbangan elektrolit atau gula darah.



Pemeriksaan fungsi hati dan ginjal à gangguan metabolisme 22



Kadar TNF alfa, IL-1 alfa & IL-6 pada CSS à meningkat à Ensefalitis akut / Ensefalopati.



Pemeriksaan penunjang



Lumbal Pungsi à curiga meningitis, umur kurang dari 12 bulan diharuskan dan umur di antara 12-18 bulan dianjurkan.



EEG à tidak dapat mengidentifikasi kelainan yang spesifik maupun memprediksi

terjadinya kejang yang berulang, tapi dapat dipertimbangkan pada KDK –

CT-scan atau MRI tidak dilakukan pd KDS yang terjadi pertama kali, akan tetapi dapat dipertimbangkan untuk pasien yang mengalami KDK untuk menentukan kelainan struktural berupa kompleks tunggal atau multipel

DIAGNOSA BANDING Menghadapi seorang anak yang menderita demam dengan kejang, harus dipikirkan apakah penyebab kejang itu di dalam atau diluar susunan saraf pusat. Kelainan di dalam otak biasanya karena infeksi, misalnya meningitis, ensefalitis, abses otak, dan lain-lain.oleh sebab itu perlu waspada untuk menyingkirkan dahulu apakah ada kelainan organis di otak. Menegakkan diagnosa meningitis tidak selalu mudah terutama pada bayi dan anak yang masih muda. Pada kelompok ini gejala meningitis sering tidak khas dan gangguan neurologisnya kurang nyata. Oleh karena itu agar tidak terjadi kekhilafan yang berakibat fatal harus dilakukan pemeriksaan cairan serebrospinal yang umumnya diambil melalui pungsi lumbal. Baru setelah itu dipikirkan apakah kejang demam ini tergolong dalam kejang demam kompleks atau epilepsi yang dprovokasi oleh demam. Tabel Diagnosa Banding No

Kriteri Banding

Kejang

Epilepsi

Demam 1.

Demam

2.

Kelainan Otak

Pencetusnya

Meningitis Ensefalitis

Tidak berkaitan Salah satu gejalanya

demam

dengan demam

demam

(-)

(+)

(+)

23

3.

Kejang berulang

(+)

(+)

(+)

4.

Penurunan kesadaran

(+)

(-)

(+)

Ket (-): tidak ada

PENATALAKSANAAN(3)(4)(10) Dalam penanggulangan kejang demam ada 6 faktor yang perlu dikerjakan, yaitu : 1. Mengatasi kejang secepat mungkin 2. Pengobatan penunjang 3. Memberikan pengobatan rumat 4. Mencari dan mengobati penyebab 5. Mencegah terjadinya kejang dengan cara anak jangan sampai panas 6. Pengobatan akut I.Mengatasi kejang secepat mungkin Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu datang, kejang sudah berhenti. Apabila pasien dating dalam keadaan kejang, obat paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena dengan dosis 0,3-0,5 mm/kgBB perlahanlahan dengan kecepatan 1-2mg.menit atau dalam waktu 3-5 menit. Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua di rumah atau yang sering digunakan di rumah sakit adalah diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kgBB atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg, dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10kg. atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak di bawah usia 3 tahun atau 7,5 mg mg untuk anak diatas usia 3 tahun. Berikut adalah tabel dosis diazepam yang diberikan : Terapi awal dengan diazepam Usia

Dosis IV (infus)

Dosis per rektal

24

(0.2mg/kg)

(0.5mg/kg)

< 1 tahun

1–2 mg

2.5–5 mg

1–5 tahun

3 mg

7.5 mg

5–10 tahun

5 mg

10 mg

> 10 years

5–10 mg

10–15 mg

Jika kejang masih berlanjut : 1. Pemberian diazepam 0,2 mg/kgBB per infus diulangi. Jika belum terpasang selang

infus, 0,5 mg/kg per rektal 2. Pengawasan tanda-tanda depresi pernapasan Jika kejang masih berlanjut : 1. Pemberian fenobarbital 20-30 mg/kgBB per infus dalam 30 menit 2. Pemberian fenitoin 10-20mg/kgBB per infus dalam 30 menit dengan kecepatan 1

mg/kgBB/menit atau kurang dari 50mg/menit. Jika kejang masih berlanjut, diperlukan penanganan lebih lanjut di ruang perawatan intensif dengan thiopentone dan alat bantu pernapasan. Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor risikonya. II.Pengobatan penunjang Pengobatan penunjang dapat dilakukan dengan memonitor jalan nafas, pernafasan, sirkulasi dan memberikan pengobatan yang sesuai. Sebaiknya semua pakaian ketat dibuka, posisi kepala dimiringkan untuk mencegah aspirasi lambung. Penting sekali mengusahakan jalan nafas yang bebas agar oksigenasi terjamin, kalau perlu dilakukan intubasi atau trakeostomi. Pengisapan lender dilakukan secara teratur dan pengobatan ditambah dengan pemberian oksigen. Cairan intavena sebaiknya diberikan dan dimonitor sekiranya terdapat kelainan metabolik atau elektrolit. Fungsi vital seperti kesadaran, suhu, tekanan darah, pernafasan dan fungsi jantung diawasi secara ketat. Pada demam, pembuluh darah besar akan mengalami vasodilatasi, manakala pembuluh darah perifer akan mengalami vasokontrisksi. Kompres es dan alkohol tidak lagi digunakan karena pembuluh darah perifer bisa mengalami vasokontriksi yang berlebihan sehingga 25

menyebabkan proses penguapan panas dari tubuh pasien menjadi lebih terganggu. Kompres hangat juga tidak digunakan karena walaupun bisa menyebabkan vasodilatasi pada pembuluh darah perifer, tetapi sepanjang waktu anak dikompres, anak menjadi tidak selesa karena dirasakan tubuh menjadi semakin panas, anak menjadi semakin rewel dan gelisah. Menurut penelitian, apabila suhu penderita tinggi (hiperpireksi), diberikan kompres air biasa. Dengan ini, proses penguapan bisa terjadi dan suhu tubuh akan menurun perlahan-lahan. Bila penderita dalam keadaan kejang obat pilihan utama adalah diazepam yang diberikan secara per rektal, disamping cara pemberian yang mudah, sederhana dan efektif telah dibuktikan keampuhannya. Hal ini dapat dilakukan oleh orang tua atau tenaga lain yang mengetahui dosisnya. Dosis tergantung dari berat badan, yaitu berat badan kurang dari 10 kg diberikan 5 mg dan berat badan lebih dari 10 kg rata-rata pemakaiannya 0,4-0,6 mg/KgBB. Kemasan terdiri atas 5 mg dan 10 mg dalam rectiol. Bila kejang tidak berhenti dengan dosis pertama, dapat diberikan lagi setelah 15 menit dengan dosis yang sama. Untuk mencegah terjadinya udem otak diberikan kortikosteroid yaitu dengan dosis 20-30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis. Golongan glukokortikoid seperti deksametason diberikan 0,5-1 ampul setiap 6 jam sampai keadaan membaik. III.Pengobatan rumat Setelah kejang diatasi harus disusul dengan pengobatan rumat dengan cara mengirim penderita ke rumah sakit untuk memperoleh perawatan lebih lanjut. Pengobatan ini dibagi atas dua bagian, yaitu: •

Profilaksis intermitten

Untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hari, penderita kejang demam diberikan obat campuran anti konvulsan dan antipiretika yang harus diberikan kepada anak selama episode demam. Antipiretik yang diberikan adalah paracetamol dengan dosis 1015mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari atau ibuprofen dengan dosis 5-10mg/kg/kali, 3-4 kali sehari. Antikonvulsan yang ampuh dan banyak dipergunakan untuk mencegah terulangnya kejang demam ialah diazepam, baik diberikan secara rectal dengan dosis 5 mg pada anak dengan berat di bawah 10kg dan 10 mg pada anak dengan berat di atas 10kg, maupun oral dengan dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam. Profilaksis intermitten ini sebaiknya diberikan sampai kemungkinan anak untuk menderita kejang demam sedehana sangat kecil yaitu sampai sekitar umur 4 tahun. Fenobarbital, karbamazepin dan fenition pada saat demam tidak berguna untuk mencegah kejang demam.

26



Profilaksis jangka panjang

Profilaksis jangka panjang gunanya untuk menjamin terdapatnya dosis teurapetik yang stabil dan cukup di dalam darah penderita untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hari. Obat yang dipakai untuk profilaksis jangka panjang ialah: 1).

Fenobarbital

Dosis 4-5 mg/kgBB/hari. Efek samping dari pemakaian fenobarbital jangka panjang ialah perubahan sifat anak menjadi hiperaktif, perubahan siklus tidur dan kadang-kadang gangguan kognitif atau fungsi luhur. 2).

Sodium valproat / asam valproat

Dosisnya ialah 20-30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis. Namun, obat ini harganya jauh lebih mahal dibandingkan dengan fenobarbital dan gejala toksik berupa rasa mual, kerusakan hepar, pankreatitis. 3).

Fenitoin

Diberikan pada anak yang sebelumnya sudah menunjukkan gangguan sifat berupa hiperaktif sebagai pengganti fenobarbital. Hasilnya tidak atau kurang memuaskan. Pemberian antikonvulsan pada profilaksis jangka panjang ini dilanjutkan sekurang-kurangnya 3 tahun seperti mengobati epilepsi. Menghentikan pemberian antikonvulsi kelak harus perlahan-lahan dengan jalan mengurangi dosis selama 3 atau 6 bulan. IV.Mencari dan mengobati penyebab Penyebab dari kejang demam baik sederhana maupun kompleks biasanya infeksi traktus respiratorius bagian atas dan otitis media akut. Pemberian antibiotik yang tepat dan kuat perlu untuk mengobati infeksi tersebut. Secara akademis pada anak dengan kejang demam yang datang untuk pertama kali sebaiknya dikerjakan pemeriksaan pungsi lumbal. Hal ini perlu untuk menyingkirkan faktor infeksi di dalam otak misalnya meningitis. Apabila menghadapi penderita dengan kejang lama, pemeriksaan yang intensif perlu dilakukan, yaitu pemeriksaan pungsi lumbal, darah lengkap, misalnya gula darah, kalium, magnesium, kalsium, natrium, nitrogen, dan faal hati. PROGNOSIS(8)(9) 1. Kematian

Dengan penanganan kejang yang cepat dan tepat, prognosa biasanya baik, tidak sampai terjadi kematian. Dalam penelitian ditemukan angka kematian KDS 0,46 % s/d 0,74 %. 27

2. Terulangnya Kejang

Kemungkinan terjadinya ulangan kejang kurang lebih 25 s/d 50 % pada 6 bulan pertama dari serangan pertama. 3. Epilepsi

Angka kejadian Epilepsi ditemukan 2,9 % dari KDS dan 97 % dari kejang demam kompleks. Resiko menjadi Epilepsi yang akan dihadapi oleh seorang anak sesudah menderita KDS tergantung kepada faktor : a.

riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga

b.

kelainan dalam perkembangan atau kelainan sebelum anak menderita KDS

c.

kejang berlangsung lama atau kejang fokal.

Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor di atas, maka kemungkinan mengalami serangan kejang tanpa demam adalah 13 %, dibanding bila hanya didapat satu atau tidak sama sekali faktor di atas. 4. Hemiparesis

Biasanya terjadi pada penderita yang mengalami kejang lama (berlangsung lebih dari setengah jam) baik kejang yang bersifat umum maupun kejang fokal. Kejang fokal yang terjadi sesuai dengan kelumpuhannya. Mula-mula kelumpuhan bersifat flacid, sesudah 2 minggu timbul keadaan spastisitas. Diperkirakan + 0,2 % KDS mengalami hemiparese sesudah kejang lama. 5. Retardasi Mental

Ditemuan dari 431 penderita dengan KDS tidak mengalami kelainan IQ, sedang kejang demam pada anak yang sebelumnya mengalami gangguan perkembangan atau kelainan neurologik ditemukan IQ yang lebih rendah. Apabila kejang demam diikuti dengan terulangnya kejang tanpa demam, kemungkinan menjadi retardasi mental adalah 5x lebih besar.

DAFTAR PUSTAKA

1. Behrman dkk, (e.d Bahasa Indonesia), Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15, EGC,

2000. Hal 2059-2067.

28

2. Rudolph AM. Febrile Seizures. Rudoplh Pediatrics. Edisi ke-20. Appleton dan

Lange, 2002. 3. Pusponegoro. D. Hardiono dkk. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta, 2006. 4. Mary Rudolf, Malcolm Levene. Pediatric and Child Health. Edisi ke-2.

Blackwell pulblishing, 2006. Hal 72-90. 5. Price, Sylvia, Anderson. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. EGC, Jakarta 2006. 6. Mardjono Mahar, dkk. Neurologi Klinis Dasar, PT. Dian Rakyat. Jakrta, 2006. 7. Pediatrica, Buku Saku Anak, edisi 1, Tosca Enterprise. UGM Jogjakarta, 2005. 8. Febrile Seizures Fact Sheets: National Institutes of Neurology and Stroke

Diunduh pada tanggal 20 October 2009. Didapatkan dari: www.ninds.nih.gov/disorders/febrile_seizures/detail_febrile_seizures.htm 9. Febrile Seizures: Causes, Symptoms, Diagnosis and Treatment. Diunduh pada

tanggal 20 October 2009. Didapatkan dari: www.medicinenet.com/febrile_seizures/article.htm 10.Seizures types. Diunduh pada tanggal 20 October 2009. Didapatkan dari www.2betrhealth.com/SeizureTypes.html

29

Related Documents

Kejang Demam Kompleks
June 2020 7
Kejang Demam
August 2019 53
Kejang Demam
October 2019 58
Kejang Demam
June 2020 27