Kecerdasan.docx

  • Uploaded by: Wong Ling
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Kecerdasan.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,981
  • Pages: 9
TUGAS KEWIRAUSAHAAN TENTANG

KECERDASAN WIRAUSAHA

OLEH:

EBIT VISDA JUANDA

NIM:

17101129901014

PEMBIMBING: SANTI MAERTA .,M.PD AKADEMI TEKNIK ADIKARYA KERINCI (ATAK) JUSURAN TEKNIK SIPIL TAHUN AKADEMIK 2018/2019

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kecerdasan sering dipahami oleh masyarakat sebagai kemampuan seseorang dalam proses berfikir. Proses berfikir disini dilakukan untuk memperoleh pengetahuan yang lebih dalam. Pengetahuan yang diperoleh akan menjadi landasan mencapai kesuksesan. Banyak yang menganggap bahwa orang cerdas dalam intelektual akan sukses. Namun, kesuksesan seseorang tidak hanya ditentukan dari kecerdasan intelektual saja, melainkan adanya dukungan dari kecerdasan lain. Kecerdasan tersebut adalah kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual. Ketiga kecerdasan ini terdapat didalam diri setiap individu, dan akan berkembang jika dapat mengasahnya dengan baik. Dalam prakteknya, ketiga kecerdasan ini memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Berdasarkan pengetahuan yang penulis peroleh, kecerdasan tertinggi sebagai puncak kecerdasan adalah kecerdasan spiritual. Seseorang yang memiliki kecerdasan spiritual tinggi, akan mampu merealisasikan kemampuan yang dimiliki sesuai dengan norma susila. Maka dari itu, untuk mengetahui lebih dalam bagaimanakah pengertian masingmasing kecerdasan tersebut, akan dibahas dalam makalah ini.

1.2 Rumusan Masalah 1. 2. 3. 4.

Kecerdasan finalsial Kecerdasan adversity Kecerdasan emosi Kecerdasan spritual

BAB II PEMBAHASAN 2.1 KECERDASAN FINANSIAL kecerdasan Finansial adalah kecerdasan untuk mengelola sumber daya potensial menjadi kekayaan Riel, kemudian mengolah kekayaan menjadi kekayaan yang lebih banyak lagi. Kekayaan atau aset, jika dikelola dengan benar akan memberikan hasil atau income. Aset-aset tertentu memberikan hasil secara otomatis, tanpa pemiliknya perlu bekerja secara fisik. Salah satu sifat dari aset adalah sifatnya yang terus berakumulasi dari waktu ke waktu. Dan jika dikelola hasilnya akan memenuhi kebutuhan dan gaya hidup pemilik aset tersebut. Pada posisi ini, pemilik aset tersebut telah mencapai posisi bebas secara finansial. Kebebasan Finansial adalah situasi dimana seseorang mampu mendapatkan hasil investasinya dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dan gaya hidupnya, tanpa perlu bekerja secara fisik. 2.2 KECERDASAN ADVERSITY Adversity quotient adalah kecerdasan yang dimiliki seseorang untuk mengatasi kesulitan dan sanggup untuk bertahan hidup, dalam hal ini tidak mudah menyerah dalam menghadapi setiap kesulitan hidup. Adversity quotient berarti bisa juga disebut dengan ketahanan atau daya tahan seseorang ketika menghadapi masalah. Stein & Book (2004) menjelaskan bahwa ketahanan adalah kemampuan untuk menghadapi peristiwa yang tidak menyenangkan dan situasi yang penuh tekanan tanpa menjadi berantakan, dengan secara aktif dan pasif mengatasi kesulitan. Ketahanan ini berkaitan dengan kemampuan untuk tetap tenang dan sabar, serta kemampuan menghadapi kesulitan dengan kepala dingin, tanpa terbawa emosi. Orang yang tahan menghadapi kesulitan akan menghadapi, bukan menghindari, tidak menyerah pada rasa tidak berdaya atau putus asa. Harry (Hidayati, 2003) telah menemukan bahwa selain bahwa selain IQ (intelligence quotient) dan EQ (emotial quotient), memang ada unsur lain yang yang memiliki pengaruh besar dalam keberhasilan hidup atau karir seseorang yaitu AQ (adversity quotient). Adversity quotient yang dimaksudkan di sini adalah ketangguhan , ketenangan dalam menghadapi berbagai masalah dan dapat mencari alternatif solusi masalah. Penelitian yang saat ini berkembang dengan adanya fakta lain yakni semakin tinggi karir individu, maka semakin banyak masalah yang dihadapi, dan hal inilah yang mendorong para HRD (Human Resource Development) Supervisor mencari pegawai dengan nilai plus AQ (Adversity Quantity) artinya orang yang tangguh, tenang menghadapi berbagai masalah dan dapat mencari alternatif solusi masalah tersebut.

Adversity quotient berarti bisa juga disebut dengan ketahanan atau daya tahan seseorang ketika menghadapi masalah. Stein & Book (2004) menjelaskan bahwa ketahanan adalah kemampuan untuk menghadapi peristiwa yang tidak menyenangkan dan situasi yang penuh tekanan tanpa menjadi berantakan, dengan secara aktif dan pasif mengatasi kesulitan. Ketahanan ini berkaitan dengan kemampuan untuk tetap tenang dan sabar, serta kemampuan menghadapi kesulitan dengan kepala dingin, tanpa terbawa emosi. 2.3 Kecerdasan Emosional Pengertian Kecerdasan Emosional (Emotional Quotient /EQ). Pada tahun 1948, peneliti Amerika R.W. Leeper memperkenalkan gagasan tentang “pemikiran emosional”, yang diyakininya sebagai bagian dari pemikiran logis. Akan tetapi, hanya sebagian kecil psikolog atau pendidik yang melanjutkan pemikiran ini sampai 30 tahun. Kemudian pada tahun 1989, Howard Gardner dari Universitas Harvard menulis tentang kemungkinan adanya kecerdasan yang bermacam-macam, termasuk yang disebutkannya kemampuan dalam tubuh adalah kemampuan melakukan introspeksi dan kecerdasan pribadi. Selain itu, kecerdasan emosional banyak didefinisikan oleh para ahli yang berbeda-beda. Menurut Peter Salovy dan John Mayer (1990) dalam John W. Santrock (2010:146) kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk memonitor perasaan diri sendiri dan perasaan serta emosi orang lain, kemampuan untuk membedakannya, dan kemampuan untuk menggunakan informasi ini untuk memandu pemikiran dan tindakan dirinya. Konsep kecerdasan emosional menurut Daniel Goleman dengan hasil riset terbaru itu cukup lebih memberikan kesimpulan mengapa orang ber-IQ tinggi gagal dan orang berIQ rendah justru menjadi sukses. Goleman percaya bahwa untuk memprediksi kompetensi seseorang, IQ seperti yang diukur dengan tes kecerdasan ternyata tidak lebih penting dari kecerdasan emosional. Dengan hal demikian Daniel Goleman mempopulerkan kecerdasan lain yang menjadikan orang sukses tanpa IQ tinggi yaitu “Kecerdasan Emosional” (EQ). Goleman menyimpulkan bahwa setinggi-tingginya IQ manusia hanya menyumbangkan 20 persen dari faktor-faktor yang menentukan kesuksesan seseorang, sementara 80 persen diisi dengan kecerdasan-kecerdasan lain. Seperti yang dikatakan oleh Dr. Henry R. Meyer dalam bukunya yang berjudulEmotional Intelligence(Meyer:28) bahwa “Orang dengan IQ semata, tanpa kecerdasan emosional, adalah miskin. Bila seseorang sedang memanejemeni, bercinta, mengasuh atau mengawasi, kecerdasan emosional memberikan kepadanya ketajaman kompetitif.” Hal tersebut tentu jelas bahwa hanya memiliki kecerdasan intelektual saja yang tinggi, tanpa ada kecerdasan emosional akan mengubah segala hal yang baik menjadi buruk.

Kecerdasan emosional menyatukan emosi dan kecerdasan. Seorang anak yang memiliki kecerdasan intelektual yang tinggi, namun emosionalnya tidak terjaga, mereka akan menggunakan akal buruk kedalam hal-hal yang negatif. Contoh kasus, ketika mereka memiliki teman akrab namun ia tidak dapat mengendalikan emosional ketika bergaul, ia bisa saja melakukan tindakan yang merugikan, ia membolos, mengikuti gaya hidup anak sekarang yang tidak patut dilakukan. Untuk itu, kecerdasan emosional amat penting bagi anak didik. Dengan mereka memiliki kecerdasan emosional yang baik, maka mereka akan dapat menjaga perasaannya dengan berpikir baik, sehingga dapat memilah baik buruknya segala sesuatu. Selain Goleman mengutarakan pengertian kecerdasan, kemudian Goleman mengemukakan dari kutipan Salovey yang menempatkan kecerdasan pribadi Gardner dalam definisi dasar tentang kecerdasan emosional, terdapat lima unsur kemampuan utama yang membangun kecerdasan emosi. Kelima unsur tersebut adalah sebagai berikut: a.

Mengenali emosi diri(Knowing one’s emotions self awarenes)

Kemampuan ini merupakan dasar dari kecerdasan emosional, para ahli psikologi menyebutkan kesadaran diri sebagaimetamood, yakni kesadaran seseorang akan emosinya sendiri. Mengenali emosi diri sendiri merupakan suatu kemampuan untuk mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi. Selain itu, dengan mengenali emosi diri sendiri akan memiliki tolak ukur yang realistis atas kemampuan diri dan kepercayaan diri yang kuat. Kesadaran diri memungkinkan pikiran rasional memberikan informasi penting untuk menyingkirkan suasana hati yang tidak menyenangkan. Menurut Mayer kesadaran diri adalah waspada terhadap suasana hati maupun pikiran tentang suasana hati, bila kurang waspada maka individu menjadi mudah larut dalam aliran emosi dan dikuasai oleh emosi. Kesadaran diri memang belum menjamin penguasaan emosi, namun merupakan salah satu prasyarat penting untuk mengendalikan emosi sehingga individu mudah menguasai emosi. b.

Mengelola emosi(Managing Emotion)

Mengelola emosi merupakan kemampuan individu dalam menangani perasaan agar dapat terungkap dengan tepat atau selaras, sehingga tercapai keseimbangan dalam diri individu. Selain itu, mengelola emosi dapat diartikan sebagai upaya menangani emosi sendiri agar berdampak positif bagi pelaksanaan tugas, peka terhadap kata hati dan sanggup menunda kenikmatan sebelum tercapai suatu tujuan, serta mampu menetralisir tekanan emosi. Pengendalian emosi tidak hanya berarti meredam rasa tertekan atau menahan gejolak emosi, melainkan memahami suatu emosi yang dirasakan, termasuk emosi yang tidak menyenangkan. Menjaga agar emosi yang merisaukan tetap terkendali merupakan kunci menuju kesejahteraan emosi. c.

Memotivasi diri sendiri(Motivating oneself)

Motivasi merupakan suatu usaha diri untuk merubah hal yang baru menjadi tindakan positif untuk mencapai suatu tujuan nyata dan cita-cita. Peran memotivasi diri yang terdiri atas antusiasme dan keyakinan pada diri seseorang akan sangat produktif dan efektif dalam segala aktivitasnya. d.

Mengenali emosi orang lain (Regornizing Emotions In Other)

Kemampuan untuk mengenali emosi orang lain disebut juga empati. Artinya mampu merasakan apa yang dirasakan orang lain, mampu memahami perspektif mereka, menumbuhkan hubungan saling percaya dan menyelaraskan diri dengan orang banyak atau masyarakat. Empati dibangun berdasarkan kesadaran diri. Semakin terbuka kita kepada emosi diri sendiri, maka semakin terampil kita membaca perasaan orang lain. Emosi jarang diungkapkan melalui kata-kata, melainkan lebih sering diungkapkan melalui pesan nonverbal, seperti melalui suara, ekspresi wajah, gerak –gerik dan sebagainya. Kemampuan mengindra, memahami dan membaca perasaan atau emosi orang lain melalui pesan-pesan non verbal ini merupakan intisari dari empati. e.

Membina hubungan(Handling Relationships)

Kemampuan mengendalikan dan menangani emosi dengan baik ketika berhubungan dengan orang lain, cermat membaca situasi dan jaringan sosial serta bertindak bijaksana dalam membina hubungan antar manusia. Kemampuan sosial ini memungkinkan seseorang membentuk hubungan, untuk menggerakkan dan membina kedekatan hubungan, meyakinkan serta mempengaruhi untuk membuat orang lain merasa nyaman. Kemampuan sosial ini dapat diartikan sebagai kemampuan berkomunikasi dengan lingkungan. Keterampilan dalam berkomunikasi merupakan kemampuan dasar dalam keberhasilan membina hubungan. Individu sulit untuk mendapatkan apa yang diinginkannya dan sulit juga memahami keinginan serta kemauan orang lain. Orang-orang yang hebat dalam keterampilan membina hubungan ini akan sukses dalam bidang apapun. Orang berhasil dalam pergaulan karena mampu berkomunikasi dengan lancar pada orang lain. 2.4 KECERDASAN SPIRITUAL Pengertian Kecerdasan Spiritual (Spiritual Quotient / SQ) Setelah membahas kecerdasan emosional dan kecerdasan intelektual, terdapat kecerdasan yaitu kecerdasan spiritual. Kecerdasan Spiritual disebut juga sebagai Spiritual Quotien(SQ). Spiritual Quotien (SQ)merupakan temuan mutakhir secara ilmiah yang digagas oleh Dahar Zohar dan Ian Marshall masing –masing dari University dan Oxford University. Dalam bukunya yang sangat terkenal SQ: Spiritual Intelligence –The Ultimate Intelligence, Dahar Zohar dan Ian Marshall menjelaskan bahwa kecerdasan spiritual adalah “kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai, yaitu kecerdasan untuk menempatkan prilaku dan hidup kita

dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain”. Kecerdasan spiritual melibatkan kemampuan menghidupkan kebenaran yang paling dalam. Kecerdasan spiritual menjadi pengayatan hidup yang sejati. Artinya, mewujudkan hal yang baik, utuh dan bermanusiawi. Orang yang memiliki SQ yang tinggi memiliki ciri-ciri tertentu. Mereka adalah orang fleksibel. Tidak ada orang yang dapat mengubah paradigma yang mereka miliki tanpa fleksibel internal. Kecerdasan spiritual merupakan salah satu kecerdasan yang menjadi puncak kecerdasan atau menjadi kecerdasan tertinggi. Artinya, kecerdasan spiritual lebih tinggi daripada kecerdasan emosional dan kecerdasan intelektual. Seperti yang dikatakan oleh Zohar dan Marshall bahwa kecerdasan spiritual adalah landasan untuk menjalankan atau memfungsikan IQ dan EQ secara efektif. Terdapat alasan mengapa SQ lebih tinggi daripada EQ dan IQ terlihat dari argumen tentang kecerdasan spiritual. Enam argumen tersebut yaitu, Segi perenial SQ, Mind Body Soul, kesehatan spiritual, kedamaian spiritual, kebahagiaan spiritual dan kearifan spiritual. Terlihat jelas bahwa kecerdasan spiritual lebih tinggi, dan memfungsikan kecerdasan yang lain. Untuk melahirkan manusia yang memiliki SQ tinggi, dibutuhkan pendidikan yang tidak hanya memperhatikan pengembangan IQ melainkan pengembangan EQ dan SQ sekaligus.

BAB III PENUTUP 3.1 Simpulan Inteligensi merupakan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang dalam menjalankan kegiatan belajar dan kemampuan mengatasi masalah-masalah. Kecerdasan seseorang dapat dilihat dari beberapa faktor yaitu faktor pembawaan, kematangan, pembentukan, minat dan pembawaan yang khas, dan kebebasan. Inteligensi bukan hanya kemampuan analitis tinggi atau bersifat kognitif, namun inteligensi terdapat beberapa tiga jenis yaitu emosional inteligensi, intelektual inteligensi dan spiritual inteligensi. Emosional inteligensi diaktifkan oleh emosi, intelektual inteligensi dijalankan oleh nalar atau kognitif seseorang. Sedangkan spiritual inteligensi dijalankan oleh spiritual yang baik dari diri seseorang. Dari ketiga kecerdasan tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing dan saling berhubungan satu sama lain dalam aplikasi di kehidupan dan dunia pendidikan. 3.2 Saran Berdasarkan simpulan diatas, penulis memberikan saran kepada para pembaca bahwa kita perlu memiliki kecerdasan intelektual yang tinggi, namun kita perlu memperhatikan kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual kita. Kecerdasan spiritual menjadi landasan dalam mejalankan kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional. Dengan memiliki kecerdasan spiritual yang baik, maka sebagai seorang pelajar akan dapat mengembangkan kecerdasan lainya sesuai dengansila yang baik. DAFTAR PUSTAKA Dalyono.2010. Psikologi Pendidikan. Jakarta:Rineka Cipta. Desmita.2006.Psikologi Perkembangan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Goleman,Daniel.2000. Kecerdasan Emosional. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Umum. Islamudin,Haryu. 2012. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Belajar. R.Meyer,Henry.2011.Emotional Intelligence-Cara Humanis Memimpin Bisnis. Bandung: Nuansa. Santrock, John W. 2010. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Kencana. Steven S. Stein, dan Howard E. Book, Ledakan EQ:15 Prinsip Dasar Kecerdasan Emosional Sukidi.2004.Rahasia Sukses Hidup Bahagia.Kecerdasan Spiritual. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Umum.

More Documents from "Wong Ling"

Makalah_pdam.docx
December 2019 30
Modal Hgu3q.docx
April 2020 25
Alat Berat Duae.docx
April 2020 27
Makalah_kewirausahaan.docx
December 2019 25
Sumber Daya Manusia Ghf.docx
December 2019 36
Kecerdasan.docx
April 2020 24