Kecerdasan Aspirasi

  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Kecerdasan Aspirasi as PDF for free.

More details

  • Words: 26,730
  • Pages: 79
Resep Istimewa Filed under: Kecerdasan Spiritual, Kecerdasan Emosi, Kecerdasan Aspirasi, Kiat, Cara Kaya, Topik Personal, Cara Bahagia Bagaimana membuat sesuatu yang istimewa? Dengan meyakininya. Inilah resep rahasia mie istimewa keluarga Po dalam Kungfu Panda. Tidak ada bumbu rahasia. Tidak ada teknik rahasia. Keyakinan bahwa sesuatu itu istimewa akan membuatnya menjadi benar istimewa. Kabarnya begitu pula kisah awal Coca Cola, resep istimewa yang awalnya adalah paten obat (namun sering diceritakan bermula dengan sebuah kuali ajaib!). Resepnya mungkin memang unik, tapi belum tentu istimewa karena banyak juga resep unik lainnya. Yang membuat Coca Cola istimewa adalah keyakinan pemiliknya, yaitu Candler yang membeli resep tersebut dari penemunya. Mc Donald’s juga merupakan sistem penjualan yang unik. Namun baru menjadi istimewa ketika Ray Kroc meyakininya sebagai barang istimewa. Apakah kita belum menghasilkan karya istimewa? Boleh jadi kita merasa bahwa diri kita ini biasa saja, pekerjaan kita mengemban misi biasa saja, juga mungkin masih menganggap ilmu kita belum cukup, masih biasa saja. Mulai sekarang saatnya kita meyakini bahwa diri kita ini istimewa, pekerjaan kita mengemban misi istimewa, juga bahwa ilmu kita sudah cukup istimewa. Saatnya kita mulai membuat sesuatu yang istimewa.

June 22, 2008 Ketika doa tak kunjung terkabul Sering kita merasa lelah dalam berdoa, rasanya apa yang kita pinta tak kunjung dikabulkan. Sebenarnya di dalam Qur’an, Allah sudah menjanjikan bahwa setiap doa akan dikabulkan. Hanya saja kta tidak tahu, dalam bentuk apa wujud terbaik dari terkabulnya doa kita, dan juga kapan doa itu dikabulkan. Ketika merasa lelah berdoa, saya mengingat dua kisah. Yang pertama, kisah Tsa’labah. Dia seorang miskin yang minta kepada Rasulullah saw untuk dido’akan agar manjadi kaya (di sini ada pelajaran bahwa minta di do’akan orang lain adalah boleh, juga bahwa bisa jadi do’a sekelompok orang lebih makbul karena suatu kondisi istimewa tertentu). Rasulullah sempat menolak dua kali. Karena Tsa’labah terus mendesak, akhirnya pada permintaan ke tiga dia di do’akan. Bukan Rasulullah yang menjadikan Tsa’labah kaya, tapi beliau hanya turut mendo’akan. Alkisah, ternak kambing

Tsa’labah mendadak berkembang biak dengan sangat cepat (pelajaran berikutnya: uang tidak turun dari langit, jadi tetap ada usaha, dalam hal ini Tsa’labah punya bibit modal kaya yaitu ternak kambing). Tsa’labah kemudian menjadi kaya. Saking banyaknya ternak dia, maka dia menggembala hingga keluar kota. Akibatnya dia sering terlambat sholat Jum’at, bahkan akhirnya tidak sholat Jum’at. Seingat saya, kisah Tsa’labah berakhir menyedihkan. Kalau tidak salah, dimulai saat Tsa’labah tidak membayar zakat (?) yang menyebabkan Rasulullah tidak mau menemui Tsa’labah hingga wafatnya Rasulullah. Kemudian Abu Bakar dan Umar sebagai khalifah berikutnya juga tidak mau menerima zakat dari Tsa’labah. Akhirnya Tsa’labah mati merana di masa Umar. Boleh jadi yang kamu ngotot inginkan memang berpotensi besar menyeret ke dalam kehancuran, karena tidak sesuai dengan karakter dan keadaan seseorang (pelajaran: boleh jadi sesuatu belum dikabulkan karena kita sendiri belum siap untuk menerima hal itu). Demikian pelajaran dari kisah Tsa’labah. Kisah kedua, lebih mengagumkan. Inilah kisah Ayyub a.s. seorang rasul. Dia seorang kaya yang sangat bersyukur kepada Tuhannya. Kemudian dia diuji dengan kehancuran fisik. Ayyub adalah seorang kaya dermawan yang shaleh. Dikisahkan bahwa Allah menguji Ayyub dengan kehilangan semua miliknya, terutama harga diri yang direndahkan serendah-rendahnya. Rumahnya roboh, anak-anaknya mati. Ayyub diuji dengan penyakit kulit yang menjijikkan hingga tubuhnya berbau busuk. Hartanya ludes untuk pengobatan. Istri-istrinya minta cerai. Hanya satu istrinya yang masih setia, Siti Rahmah. Ayyub diusir oleh penduduk hingga menyepi di luar desa. Hanya Siti Rahmah saja yang setia mengirimkan bekal untuk Ayyub. (pelajaran : bahkan kehancuran sesorang pun bisa merupakan bukti kecintaan Allah pada hambanya, sesuatu yang mungkin sangat membingungkan secara logika manusia) Yang mengagumkan, Ayyub berdo’a tak putus-putus hingga 17 tahun! Lalu Allah berkenan mencabut ujian untuk Ayyub. Dengan air yang memancar di dekat saung tempatnya beribadah, penyakit kulit Ayyub sirna. (pelajaran berikutnya: semua tabib yang hebat hanyalah perantara yang tidak bisa memberikan obat buat Ayyub. Ternyata Allah menurunkan obat untuk Ayyub hanya berbentuk air yang memancar dekat tempatnya berdo’a.) Kisah-kisah tersebut nyata telah terjadi di masa lampau. Bukan kisah fiktif, bukan dongeng, namun benar-benar kisah nyata. Masih banyak kisah lain yang memberikan berbagai contoh tentang bagaimana do’a, wujud terkabulnya do’a, dan baik buruk suatu permintaan. Kalau merasa do’a tak kunjung terkabul, sudah berapa lamakah Anda berdo’a? Sudah 17 tahun? Strategi meningkatkan kualitas

Bagaimana meningkatkan kualitas hidup kita? Kebanyakan orang sangat bersemangat meningkatkan suatu hal (misalnya kesehatan, ibadah, penghasilan, ilmu, dsb) dengan serta merta. Dalam jangka pendek hasilnya mulai terlihat, namun tak berlangsung lama. Beberapa saat kemudian menjadi loyo dan kembali kepada keadaan semula. Dalam industri manufaktur telah diteliti bahwa cara terbaik meningkatkan kualitas adalah dengan membuat kondisi menjadi stabil terlebih dahulu. Misalnya ingin mengurangi cacat produk, maka hal pertama yang dilakukan adalah membuat agar jumlah cacat dari waktu ke waktu menjadi stabil terlebih dahulu. Misalnya, cacat produksi terkadang 2 persen, lalu di lain waktu 10 persen, kemudian 3 persen, dst. Ini adalah kondisi tidak stabil. Maka dicari terlebih dahulu kondisi kestabilan, misalnya stabil cacat 10 persen! Walau cacatnya cukup banyak, asalkan sudah stabil di angka tersebut berarti proses produksi sudah stabil. Bila proses produksi sudah stabil (berlangsung tetap, konsisten, bisa dikontrol), barulah dilakukan peningkatan kualitas misalnya cacat dikurangi hingga 8 persen. Jadi strategi peningkatan kualitas dimulai dari melakukan stabilisasi, yang berarti adalah membuat proses menjadi terkontrol. Bagaimana cara meningkatkan kualitas hidup kita. Gunakan strategi yang sama : stabilkan dulu, baru tingkatkan. Misalnya kita ingin meningkatkan kualitas ibadah, shalat misalnya. Biasanya kita rajin di bulan Ramadhan, lalu mendadak loyo sesaat setelah Lebaran. Ini karena belum mencapai kondisi stabil. Bagaimana cara menstabilkan? Beribadahlah secara sederhana, secukupnya, namun konsisten! Itulah yang disebut stabil. Misalnya mula-mula shalat lima waktu dengan teratur, secukupnya. Yang penting teratur dulu. Setelah kondisi tersebut berjalan lama, barulah mulai ditambah, misalnya shalat dhuha, atau shalat sunnat setelah shalat wajib. Lakukan secara sederhana hingga menjadi terbiasa, barulah tambah shalat tahajud, misalnya, dan seterusnya. Menurut penelitian, kabarnya sesuatu akan menjadi kebiasaan setelah dikerjakan minimal 6 MINGGU (1,5 bulan) lamanya. Jadi, prinsip menstabilkan kondisi adalah melakukan PENGULANGAN hingga paling tidak 6 minggu secara berturut-turut. Awalnya biasanya berat, karena setiap hal pada dasarnya lembam, susah berubah. Namun setelah kita mencapai kondisi stabil, biasanya lebih mudah bertahan, karena kita berada dalam kelembaman baru. Mereka yang sudah biasa shalat 5 waktu, pasti merasa gelisah bila luput shalat. Mereka yang sudah biasa tahajud, pasti merasa tak nyaman ketika luput tahajud. Demikian pula dengan kesehatan, cara terbaik adalah melakukan olahraga yang disukai (mulai dari yang ringan dan gembira) selama 6 minggu berturut-turut. Setelah menjadi kebiasaan, semuanya akan berjalan ringan.

Bagaimana dengan keuangan? Sama saja. Kalau saat ini keuangan terasa sulit, mungkin karena ada pola belanja yang tidak teratur. Anggaran bulanan berubahubah secara mendadak karena keinginan sesaat (impuls buying). Ada tawaran anu, langsung beli. Ada iming-iming diskon, langsung borong, dsb. Maka langkah awal adalah menstabilkan. Misalnya membuat pola belanja yang teratur melalui alokasi anggaran (budgeting) Bagaimana kalau ternyata masih tekor juga? Bila ‘sudah teratur’ tekornya, berarti sudah mulai bisa dikontrol! Artinya secara jelas bisa dievaluasi berapa pengeluaran untuk ini dan itu. Dari evaluasi itu barulah ditingkatkan kualitas pengelolaan keuangan, misalnya dengan mengutamakan pengeluaran pada kebutuhan dasar. Pelan namun pasti selanjutnya kebiasaan jajan dikurangi, kemudian alokasi menabung ditingkatkan, dan seterusnya pengeluaran dikelola menjadi semakin baik. Intinya : stabilkan dulu, baru tingkatkan. Hal ini berlaku pada semua bidang kehidupan. Rekreasi Filed under: Konsep, Kecerdasan Aspirasi, Kiat, Topik Personal, Cara Bahagia Merasa kecapekan? Sama. Merasa kekurangan waktu? Sama juga. Letih, gelisah, seperti ada beban berat di kepala? Sama. Sebulan ini irama hidup saya guncang karena bolak-balik ke Jakarta. Bagi yang sudah terbiasa jauh dari keluarga mungkin ini bukan masalah. Saya tidak terbiasa, makanya jadi masalah. Dan karena banyak hal tidak bisa saya kerjakan (misalnya menemani anak menunggu jemputan sekolah, duduk-duduk ngobrol dengan dosen lain, nge-blog dengan santai, dsb yang sudah rutin sebelumnya), maka saya menjadi letih. Kelelahan fisik bisa diatasi dengan tidur nyenyak (olahraga dikit, push-up push-up, lalu tidur). Kelelahan pikiran, nah ini yang perlu ekstra pemulihannya. Kebanyakan keletihan diakibatkan beban pikiran. Saya perlu berwisata. Kebanyakan orang berwisata untuk mengembalikan kesegaran pikiran. Setiap hari libur, tempat wisata penuh dengan orang-orang yang ingin menghilangkan kepenatan. Anehnya, setelah liburan penatnya tidak hilang! Apa yang salah? Mari kita definisikan kembali rekreasi. Re-kreasi artinya penciptaan kembali. Apa yang di rekreasi? Diri kita! Dan ini berarti adalah fisik, jiwa, dan ruh. Apakah ketika kita berwisata ketiga hal yaitu fisik, jiwa, dan ruh kita mendapatkan energi baru? Jangan-jangan karena macet menuju tempat wisata justru membuat

fisik kita makin ambruk. Jangan-jangan karena membawa beban pikiran pekerjaan kita, maka wisata kita hanya menghadirkan fisik bersama keluarga, namun tanpa hadirnya hati kita. Jangan-jangan karena cara kita bersenang-senang saat wisata, justru ruh kita makin layu. Akibatnya setelah wisata semua makin penat dan letih. Banyak orang menganggap saat senggang sebagai saat berwisata, atau beristirahat. Sesungguhnya saat senggang adalah saat kita menjadi diri kita (karena sebelumnya kita menjadi manusia yang disuruh-suruh keadaan). Siapa diri kita sesungguhnya? Ialah diri yang kita rumuskan dalam tujuan-tujuan kita. Coba evaluasi tujuan diri Anda dalam 7 bidang kehidupan berikut ini: Spiritual Cinta Mental Fisik Karir Finansial Sosial Sebenarnya yang menyebabkan keletihan berkepanjangan adalah karena ada tujuan di salah satu bidang tersebut yang terus-menerus diabaikan. Saat berwisata dengan keluarga, mungkin tujuan ‘cinta’ yang mendasarinya (Anda ingin keluarga yang saling mencintai). Jadi wisata tersebut hanya meraih satu bidang saja. Kalau Anda kreatif, mungkin bisa menggabungkan cinta dengan fisik, misalnya berenang dengan anak-anak. Fisik bugar, kebersamaan dapat. Saat senggang yang kita punyai semestinya untuk meraih lebih banyak bidang kehidupan. Saat saya gelisah, seringkali sembuh dengan banyak mengaji, membaca kitab suci. Ini juga bentuk rekreasi (spiritual). Kegiatan kecil seperti mengantar bayi berkeliling dengan sepeda roda tiga juga merupakan rekreasi (cinta). Ketika saya main-main membuat produk baru, inipun rekreasi (karir). Pergi belanja buku bersama anak adalah rekreasi (cinta), dan membaca buku adalah rekreasi pula (mental). Ketika Anda mengurus keuangan dengan budgeting atau baca buku kiat menambah penghasilan, itupun rekreasi (finansial). Kita penat karena kurang rekreasi. Lebih tepatnya karena kita sering hanya rekreasi pada sebagian kecil bidang kehidupan kita. Yuk kita berekreasi lebih menyeluruh! (Ini lebih himbauan pada diri sendiri yang sedang mengalami kekacauan ritme kehidupan. Hehe )

Main-main hasilnya bukan main Filed under: Kecerdasan Emosi, Kecerdasan Aspirasi, Kiat, Cara Kaya, Topik Personal, Cara Bahagia “Nggak perlu terlalu serius ikut trainingnya…, main-main saja tapii hasilnyaa… bukan maeen.. !!” Kata Ibu Rini sambil tersenyum. Sebagai pimpinan di bagian SDM Bank BTN Pusat beliau memberi sambutan sebelum acara training dimulai. Jum’at pagi itu saya dan Pak Agus Nggermanto menjadi instruktur pelatihan. Bukan pelatihan SEPIA, tapi COBIT yaitu suatu standar untuk Teknologi Informasi (IT). Pelatihan kami berlangsung dengan suasana gembira seperti pesan Ibu Rini tadi. Santai tapi serius. Serius tapi santai. Dan tentu saja… main-main tapi hasilnya bukan main! Bagi saya dan Pak Agus, jargon “main-main hasilnya bukan main” adalah jargon yang bukan main-main. Ini konsep dengan filosofis tinggi. Tahukah Anda bahwa banyak hal besar dimulai dengan main-main? Jerry Yang hanya main-main saja saat mengumpulkan link-link terkait pemain basket NBA, tak dinyana jadi perusahaan besar Yahoo! Larry Page juga hanya main-main saat membuat Page Rank yang kemudian menjadi algoritma rahasia search engine Google. Steve Wozniak sekedar main-main saja membuat komputer rakitan pribadi yang kemudian diberi merek Apple oleh temannya, Steve Jobs. Microsoft pun dimulai dari penawaran main-main jasa program Basic untuk komputer Altair oleh Bill Gates yang baru berusia 17 tahun (Bill Gates dan Paul Allen bahkan belum melihat komputer Altair ketika membuat program demo Basic!). Demikian pula ketika Bell menciptakan telpon. Dia main-main saja dengan ide menjual musik lewat kabel listrik (tak disangka akan menjadi penemu telpon dan mendirikan AT&T. Alexander Graham Bell hanyalah seorang guru bahasa isyarat bagi siswa tuna rungu). Setelah jadi milyuner, Bell juga main-main bikin pesawat terbang. Perusahaan pesawat itu masih ada hingga kini dengan nama Bell Labs yang biasa membuat pesawat super canggih untuk militer. Ternyata “main-main” adalah resepnya orang sukses. Tentu saja ini bukanlah ‘mainmain’ yang berkonotasi ‘tanpa tanggung jawab’ (ini jenis main-main yang salah), melainkan ‘main-main’ yang berarti ‘melakukan sesuatu dengan kegembiraan bermain’ (ini jenis main-main yang benar!). Melakukan sesuatu dengan ‘menikmati permainan’. Inilah resep orang sukses : main-main yang berpeluang memberi hasil bukan main! Kapan kita bisa bekerja dengan main-main (yang benar)? Yaitu saat kita mengerjakan sesuatu yang kita sukai. Saat kita punya ‘passion’ terhadapnya. Saat kita punya sesuatu ’spiritual’ dalam apa yang kita kerjakan itu (spiritual tidak selalu agama/religi loh. Spiritual adalah yang membuat kita punya spirit/semangat). Jadi kalau Anda mengerjakan sesuatu yang Anda punya ‘passion’, maka Anda akan

merasakan kegembiraan ‘main-main’. Sebaliknya jika Anda tidak merasakan kegembiraan ‘main-main’ dalam pekerjaan Anda, berarti Anda sedang mengerjakan sesuatu yang bukan ‘passion’ Anda. Dalam Strategi Landak yang digagas Jim Collins di buku Good to Great, passion menjadi ciri di bidang apa Anda bisa menjadi hebat. Kalau Anda punya passion dalam suatu hal, lalu didukung talenta bisa menjadi salah satu yang terbaik di bidang itu, kemudian ada yang mau membayar apa yang Anda lakukan dengan passion tersebut, maka disitulah cikal bakal terjadinya ‘main-main hasilnya bukan main!’. Nah, sudah ketemu belum kerjaan main-main yang hasilnya bukan main bagi Anda? Kalau belum, mulailah memasukkan ‘main-main’ dalam pekerjaan Anda sekarang. Pastilah nanti hasilnya akan menjadi bukan main! Semakin baik Filed under: Kecerdasan Emosi, Kecerdasan Aspirasi, Kiat, Topik Personal, Cara Bahagia Dialog 1: “Apa kabar?” “Baik.” Ini dialog standar kalau dua orang bertegur sapa. Dialog 2: “Apa kabar?” “Dahsyat!” (Sambil mengacungkan kepalan tangan.) Antusias. Itulah perasaan yang muncul dalam diri kita dengan menjawab, “Dahsyat!” Sayangnya jawaban ini kurang praktis diterapkan sehari-hari. Biasanya jawaban ini ada di kelas pelatihan motivasi. Dialog 3: “Apa kabar?” “Semakin baik.” Jawaban ini bagi saya terasa lebih nyaman. “Semakin baik” bernuansa positif dan jujur. Positif karena menimbulkan senyum (cobalah). Dan juga jujur, karena selalu ada yang semakin baik dari sebelumnya. Yang tadinya baik, lalu meningkat, berarti semakin baik. Yang tadinya sakit, lalu berkurang sakitnya, itu juga semakin baik (kalau kita sakit, lalu menjawab ‘baik’ atau ‘dahsyat’ tentu ada suara kecil yang

protes bahwa jawaban kita tidak jujur. Kalau kita sakit lalu menjawab ’semakin baik’, masih selaras dengan keadaan sebenarnya, karena sakit yang berkurang. Jawaban itu juga berlaku sebagai do’a.) Setiap hari ada saja hal yang menjadi ’semakin baik’. Mungkin penyelesaian pekerjaan kita, mungkin hubungan kita dengan pasangan, mungkin kesehatan kita, mungkin keuangan kita, mungkin ibadah kita, apa saja bisa menjadi semakin baik dari sebelumnya. Yang tadinya sholat sekali sehari, lalu menjadi 2 kali sehari, ini semakin baik. Yang tadinya sholat di akhir waktu lalu menjadi di awal waktu, ini juga semakin baik. Yang tadinya merasa uang selalu tak cukup sehingga ngomel-ngomel, lalu menjadi lebih bersyukur karena masih punya uang walau sedikit, ini juga semakin baik. Jawaban ‘baik’ dan ‘dahsyat’ adalah jawaban kondisi saat itu (yang boleh jadi berbeda jauh dengan realita, sehingga ada suara kecil yang protes). Sedangkan jawaban ’semakin baik’ adalah jawaban proses yang sedang dialami. Jawaban ini lebih selaras dengan keadaan sebenarnya. Penambahan kata ’semakin’ ternyata membuat perbedaan besar bagi perasaan kita. Sama halnya perbedaan besar antara pernyataan ‘Aku kaya’ dengan ‘Aku sedang dalam proses menjadi kaya’. Jawaban terakhir lebih jujur sekaligus positif sehingga menimbulkan perasaan menyenangkan yang selaras di hati. Mari langsung kita praktekkan. “Hai, apa kabar?” (Anda jawab: ….) Tiga kata sakti untuk meneguhkan aspirasi Filed under: Kecerdasan Aspirasi, Kiat, Cara Kaya, Cara Bahagia Anda pernah dengar bahwa apa yang kita inginkan dapat kita tarik melalui pikiran? Yang pernah baca tentang kekuatan kehendak, hukum ketertarikan, mestakung (semesta mendukung), goal setting, juga kekuatan do’a yang tulus, pasti sudah tahu hal ini. Masalahnya, mengapa yang sudah kita inginkan itu tak kunjung datang? Kabarnya kita sering menggagalkan cita-cita kita sendiri melalui pengingkaran atas apa yang kita inginkan itu. ‘Inner voice’nya meragukan, bahkan mentertawakan cita-cita itu. Misalnya ucapkan, “Saya kaya. Saya hidup berkelimpahan.” Mungkin ada suara kecil yang mengatakan, “Bohong. Kamu dusta. Kamu miskin.” Suara ini jelas menjegal kekayaan untuk datang kepada kita. Suara negatif itu muncul karena kita merasa tak selaras dengan apa yang kita ucapkan.

Mari gunakan 3 kata sakti untuk meneguhkan aspirasi. Kata itu adalah: ’saya sudah memutuskan’, ‘meskipun awalnya’, dan ’sedang dalam proses’. Mari kita lihat contoh ekspresi keinginan berikut ini. “Saya kaya. Saya berkelimpahan.” Coba ucapkan kalimat tersebut. Apakah perasaan Anda nyaman? Mungkin tidak nyaman, karena Anda memang belum kaya. Coba yang lain lagi. “Saya ingin menjadi kaya, tetapi saya ini karyawan rendahan. Mana mungkin saya menjadi kaya?” Coba ucapkan kalimat tersebut. Terasa bukan rasa pesimisnya? Tapi kali ini perasaan Anda membenarkan. Sayang sekali, walaupun serasa benar, kalimat macam inilah yang menarik segala kesusahan Anda. Mari kita koreksi kalimat tersebut menjadi POSITIF dan BENAR. “Saya SUDAH MEMUTUSKAN untuk menjadi kaya. Saat ini SAYA SEDANG DALAM PROSES menjadi kaya.” Coba ucapkan kalimat itu. Kali ini perasaan Anda sangat nyaman, karena Anda bicara kebenaran. Bukankah Anda boleh memutuskan menjadi kaya? (ya!) Bukankah Anda boleh saja dalam proses menjadi kaya? (Ya, boleh sekali!) Lalu mungkin masih ada suara negatif dari jiwa kerdil kita. “Tapi kan saya cuma karyawan rendahan?” Patahkan dengan kalimat berikut. “Saya SUDAH MEMUTUSKAN untuk menjadi kaya. Saya yakin bisa menjadi kaya, MESKIPUN AWALNYA saya karyawan rendahan. Saat ini ribuan orang seperti saya SUDAH MEMUTUSKAN hal yang sama. Saat ini puluhan ribu orang seperti saya juga SEDANG DALAM PROSES menjadi kaya. Saat ini, bahkan, jutaan orang seperti saya SUDAH menjadi kaya. KALAU MEREKA BISA, PASTI SAYA JUGA BISA!” Tanyakan pada diri Anda, adakah di dunia ini seseorang yang sebelumnya adalah karyawan rendahan, namun kemudian berhasil menjadi milyuner? Anda tentu yakin, pasti ada! Berarti, apapun kondisi awal kita, pasti sudah ada orang dengan kondisi awal yang sama sudah berhasil menjadi milyuner. Pasti. Saya sendiri seorang guru. Saya sangat yakin bisa menjadi milyuner. Contohnya bukan sekedar ada, bahkan jutaan guru di dunia ini telah mencapai kelimpahan milyuner, melalui berbagai cara. Pikiran kita adalah pencipta kehidupan kita. Mulailah hari ini juga untuk memutuskan dan meneguhkan aspirasi yang akan Anda raih dalam hidup ini.

Beberapa buku yang sedang populer mengenai hal ini misalnya Mestakung (semesta mendukung) nya Yohannes Surya, The Secret, dan Law of Attraction. Saya mengingatkan diri saya sendiri, bahwa bukan semesta yang mendukung, tapi Allah swt memberikan karunianya melalui keteraturan alam semesta. Salah satu keteraturan itu adalah bahwa gelombang pikiran kita akan menarik yang kita pikirkan itu ke arah kita. Dan keteraturan ini bersifat ilmiah serta pasti. Inilah hukum alam yang telah diciptakan Allah swt. Saya tekankan hal ini karena bahasan tentang Tuhan tidak dijelaskan dengan tegas dalam buku-buku hukum ketertarikan. Pembaca perlu jeli melihat bahwa Sang Maha Pencipta berada di balik semua keajaiban tersebut. Memilih tanah karir Filed under: Konsep, Kecerdasan Emosi, Kecerdasan Aspirasi, Profil, Cara Kaya, Topik Personal Film The Pursuit of Happyness diangkat dari kisah nyata Chris Gardner. Sebagai anak dari keluarga miskin yang tak sempat mengenal ayahnya, hidup Gardner tidaklah mudah. Yang menjadi ciri kesamaan Gardner dengan kebanyakan orang sukses adalah kegigihannya. Salah satu episode menarik dari kehidupan Gardner adalah awal tahun 80-an saat ia mengalami masa paling sulit dalam hidupnya, yaitu ketika bangkrut dan diusir dari apartemen. Istrinya, pergi meninggalkannya untuk bekerja di tempat yang jauh. Gardner ngotot meminta anak lelakinya untuk ikut dengannya. Dia punya trauma masa kecil, yaitu tidak mengenal siapa ayahnya, trauma yang tak ingin dialami oleh anak lelakinya. Gardner yang bangkrut terpaksa hidup di penampungan bersama anaknya. Dia merasakan betapa pedihnya kehidupan para tunawisma. Kelak kemudian hari, setelah Gardner menjadi milyuner, salah satu kegiatan filantropis yang dilakukannya adalah memberikan tempat berlindung bagi para tunawisma. Titik balik kehidupan dimulai ketika ia berjumpa seseorang yang naik mobil mewah Ferrari. Gardner yang saat itu bekerja keras dan gigih untuk memasarkan mesin scanner tulang yang sulit laku, ingin sekali tahu mengapa orang tersebut hidup nyaman. Orang tersebut menjawab bahwa dia bekerja sebagai pialang saham di perusahaan investasi. Gardner yang pedih dengan nasibnya, ingin mencoba peluang baru bekerja di dunia investasi, walaupun dia tidak punya pengalaman apapun di bidang keuangan.

Melalui usaha keras, Gardner diterima sebagai salah satu dari 20 kandidat yang diberi kesempatan magang di sebuah perusahaan investasi Dean Witter Reynolds. Hanya yang paling top yang akan diterima. Setelah enam bulan melalui masa pelatihan dan ujian yang cukup sulit, Gardner berhasil tampil gemilang dan diterima bekerja di perusahaan tersebut. Kisah Gardner yang lebih lengkap dapat Anda temukan dengan mudah. Satu kesimpulan yang menarik setelah melihat film itu adalah pentingnya memilih usaha yang memang punya prospek cukup baik untuk menghasilkan uang. Ini bukan masalah kerja keras, juga bukan masalah kerja cerdas. Semula Gardner bekerja keras sebagai sales alat scanner tulang yang mahal sekali dan belum populer. Penjualan alat tersebut lambat. Ketika dia kemudian beralih menjual produk investasi yang ditawarkan kepada orang-orang kaya, ternyata hasilnya jauh berbeda. Menjualnya sama-sama susah, namun hasilnya bagai bumi dengan langit. Gardner berhasil menggaet puluhan klien untuk berinvestasi dengan perusahaan tempatnya bekerja. Penghargaan bagi prestasi ini cukup tinggi. Sekitar 6 tahun kemudian yaitu tahun 1987 ia mendirikan firma investasi sendiri, yang diberi nama Gardner Rich. Firma ini sukses besar. Pada tahun 2006 dia menjual sebagian kecil saham firmanya dengan nilai jutaan dolar. Kisah di film mungkin sedikit berbeda dengan kisah nyata. Namun secara garis besar, kepedihan masa sulit Gardner memang merupakan pengalaman yang ia tulis dalam autobiografi yang terbit 2006. Kisah Gardner membuat saya merenung, terutama mengingat kehidupan orangorang yang saya kenal. Benarkah mereka belum kaya karena kurang kerja keras? Benarkah belum berhasil karena kurang pintar? Salah satu jawabannya adalah karena mereka bekerja di bidang yang memang sedikit uangnya. Bukan karena perusahaannya tidak menghargai hasil kerja, namun memang tidak punya cukup uang untuk menghargai hasil kerja keras itu. Gardner yang berpindah dari menjual mesin scanner tulang menjadi pialang investasi, ibarat berpindah dari tanah tandus ke tanah yang subur. Kerja kerasnya sama, hasilnya berbeda. Hmmm… kira-kira tanah saya subur nggak ya? Main saja yang bagus, lihat skor sekali-sekali Filed under: Kecerdasan Aspirasi, Kiat, Topik Personal, Cara Bahagia Kalau kita mengendarai motor atau mobil, kemana mata kita menuju? Tentu ke jalan di depan kita. Sekali-sekali lihat speedometer. Kalau kita main futsal, kemana mata kita menuju? Tentu ke pergerakan bola. Sekali-sekali lihat papan skor. Kalau dalam

hidup ini, kemana perhatian kita menuju? Nah, yang ini lain orang mungkin lain jawabannya. Ada yang perhatiannya tersita dengan pekerjaannya. Ada yang sepanjang hari, 7 hari seminggu, hanya mengeluhkan mengapa tidak juga berhasil meraih mimpimimpinya. Tentu saja Anda bisa tebak jawaban bijaknya : ya tengah-tengahlah, fokus ke pekerjaan dan juga mengevaluasi hasil pencapaian. Mari jujur pada diri sendiri? Kapan terakhir Anda melihat skor permainan? Lupa. Atau mungkin belum pernah. Kalau kita tidak melihat skor permainan, bagaimana kita tahu bahwa strategi bermain kita sudah bagus? Jangan-jangan skor kita buruk terus. Sebaliknya, jangan sering-sering lihat skor. Nanti Anda dag-dig-dug terus, meratap, atau stress karena skor yang buruk (bisa juga takabur dan puas diri karena skor yang indah!). Skor selalu bersifat sementara. Dia menjadi final saat permainan usai (artinya, nanti saat kita mati). Skor akan naik, juga akan turun. Kita menggunakan skor untuk melihat apakah cara kita bermain masih cukup baik. Skor yang makin baik artinya cara main kita makin baik pula (mestinya begitu). Merujuk Brian Tracy, ada 7 bidang kehidupan yang perlu kita evaluasi skor nya, yaitu : 1. Spiritual : bagaimana kita sebagai makhluk Tuhan (ibadah langsung, ibadah tak langsung, dll) 2. Personal : bagaimana kita tumbuh sebagai individu (intelektual, interest, dll) 3. Cinta : bagaimana kita mencintai dan dicintai (orang tua, pasangan, anak, dll) 4. Kesehatan : bagaimana kesehatan fisik dan jiwa kita 5. Finansial : bagaimana keuangan dan daya beli kita 6. Karir : bagaimana aktualisasi prestasi kita 7. Sosial : bagaimana interaksi dengan manusia dan makhluk lain Biasanya sih, orang hanya perhatian pada masalah skor keuangan dan karir. Hal lainnya lupa dievaluasi skor nya. Bagaimana skor hubungan cinta kita dengan pasangan? Bagaimana skor kehidupan sosial kita? Bagaimana dengan kesehatan? Cobalah diberi skor 1 – 10. Yang skor nya rendah tentu perlu perhatian. Memang menurut Brian Tracy, skor finansial yang kacau akan berpengaruh besar terhadap skor lainnya. Bila skor nya sudah diketahui. Mari sejenak abaikan skornya, dan mulai fokus kembali kepada permainan. Bermain dengan sungguh-sungguh, tentu dengan strategi baru yang lebih bagus. Kalau kita fokus untuk bermain dengan sungguhsungguh dan bagus, skor nya akan mengikuti dengan sendirinya. Jadi, setelah meninjau gaji kita yang tak juga naik (hehe), mari bikin rencana baru, lalu mainkan

dengan sungguh-sungguh. Lupakan sejenak keprihatinan akan gaji yang tak juga naik itu. Main saja yang bagus, dengan strategi baru. Nanti, setelah sekian lama main, kita lihat kembali skor nya. Kalau mainnya bagus, harapannya bisa lebih banyak gol. Skornya pun naik. Lah, gimana kalau setelah main bagus skor nya tetap rendah? Jangan-jangan salah main, main gaya futsal padahal sedang permainan basket? Aku terlahir 500 gr dan buta Filed under: Kecerdasan Spiritual, Kecerdasan Emosi, Kecerdasan Aspirasi, Profil, Topik Personal, Topik Pendidikan, Cara Bahagia Demikian judul buku terbitan Elex Media yang dipinjam anakku dari gurunya. Ini buku kisah nyata Miyuki Inoue, yang terlahir prematur hanya 0,5 kg dan harus di inkubator sangat lama hingga akhirnya buta karena pengaruh oksigen berlebihan. Ibunya dengan menangis berjanji untuk membesarkannya dan mencintai sepenuhnya. Dan janji itu ia buktikan dengan mengasuh anaknya melalui caranya sendiri. Miyuki dididik dengan sangat-sangat keras, hingga ia menyebut ibunya “Ibu setan” karena kalau Miyuki tidak patuh pasti dipukul oleh ibunya. Melalui kegigihan untuk belajar bertahun-tahun (dengan dorongan keras dari ibunya yang berkemauan kuat dan cerewet), akhirnya Miyuki berhasil meraih banyak prestasi. Salah satunya adalah menjadi juara lomba menulis cerpen tingkat nasional Jepang. Miyuki juga bisa menyelesaikan SMA, berpidato, bahkan bersepeda! (ingat, Miyuki buta) Istri saya pun menangis terharu membaca kisah Miyuki. Kalau kita merasa sebagai orang termalang di dunia (dengan persoalan-persoalan kita, yang biasanya masalah cinta), ingatlah Miyuki yang berprestasi dengan kebutaannya itu. Kebetulan beberapa waktu lalu anak saya malas belajar di rumah. Kami memberi kewajiban baginya untuk belajar 15 menit, apa saja, di antara pukul 18.30 hingga 19.00. Karena dia baru saja membaca kisah Miyuki, saya mencuri kesempatan untuk bilang kepadanya, “Kalau orang tua menyuruh anaknya belajar sungguhsungguh, itu bukan karena jahat, tapi karena betapa cintanya orang tua ke anak. Orang tua ingin sang anak jadi mandiri, sehingga dia menjadi mampu kelak di saat orang tuanya sudah meninggal.” Begitulah pula yang dikatakan ibu Miyuki, mengapa dia begitu kerasnya terhadap anaknya, hingga cuek saja disebut ibu yang kejam oleh tetangga-tetangganya. Ia bilang, kalau Miyuki tidak kuat, lalu siapa yang

akan merawatnya kalau ibunya meninggal? Cita-cita ibunya sederhana, ia ingin Miyuki segera menemukan pasangan hidupnya dan berkeluarga. Anak saya mengerti apa yang saya sampaikan. Di catatan dia tentang buku itu, anakku menulis … Miyuki hebat! Prestasi Miyuki : 1984 Pada tanggal 21 Agustus aku lahir di Kota Kurume propinsi Fukuoka. 1988 masuk TK Megumi. 1991 Masuk SLB Fukuoka program SD. 1997 Masuk SLB Fukuoka program SMP. Menjadi anggota OSIS waktu kelas satu dan dua SMP. Memenangkan lomba mengarang antar sekolah dengan judul pidato Air Mata Ibu. Memenangkan lomba mengarang tingkat propinsi dengan cerpen berjudul Air Mata Ibu. 1998 Memenangkan lomba mengarang tingkat Kyushu dengan cerpen berjudul Air Mata Ibu. 1999 Memenangkan lomba mengarang Nasional Kanpo dengan cerpen berjudul Diriku dalam Genggaman. Cerpennya yang berjudul Ikatan dimuat dalam antologi cerpen bertema HAM, hak Asasiku. Memenangkan lomba debat nasional. 2000 Menerima penghargaan pendidikan kebudayaan Fukuoka pada bulan Februari. Masuk SLB Fukuoka program Sekolah Menengah Atas pada bulan April. Autobiografi berjudul Aku Terlahir 500 gr dan Buta, diterbitkan pada bulan Juli. 2001 Autobiografi berjudul Aku Bisa Naik Sepeda diterbitkan. 2002 Autobiografi berjudul Usiaku 17 Tahun dan Sehat diterbitkan. 2003 Lulus dari SLB Fukuoka program SMA pada bulan maret masuk SLB Fukuoka program Akademi Keperawatan. Sekarang sedang mendalami bidang keperawatan dan pemijatan. Puzzle kehidupan dan lari marathon Filed under: Kecerdasan Emosi, Kecerdasan Aspirasi, Topik Personal, Cara Bahagia

Apa sih bedanya lomba lari 100 meter dengan marathon? Garis finish-nya. Garis finis lomba lari 100 meter kelihatan di mata. Garis finis marathon hanya bisa dilihat dengan pikiran, karena berada 40 kilometer dari titik awal. …. Seorang teman saya menceritakan kejadian berikut ini kepada saya. Pada suatu malam, anak perempuannya yang berumur delapan tahun berusaha keras mengerjakan jigsaw puzzle. Dia sudah mengerjakannya berjam-jam tetapi tidak berhasil. Akhirnya, waktu tidurnya sudah lewat. Teman saya berkata kepada anaknya, “Nak, kenapa kamu tidak menyerah saja? Ayah rasa kamu tidak akan menyelesaikannya malam ini. Kerjakanlah lagi besok.” Anaknya memandang dengan tatapan aneh di matanya, “Tapi ayah, kenapa aku harus menyerah? Semua kepingnya ada di sini. Aku hanya harus menyatukannya!” Demikian cerita dari Azim Premji yang dikutip dari bukunya Haris Priyatna yang berjudul Azim Premji, “Bill Gates” Muslim dari India (terbitan Mizania 2007). Hidup ini bagaikan puzzle. Semua kepingnya sudah ada, tinggal kita satukan. Tuhan Yang Maha Adil tentu sudah menyiapkan semua keping itu bagi setiap makhluk-Nya, sesuai tantangannya masing-masing. Tugas setiap kita mencari tahu kira-kira apa bentuk akhir puzzle kita (misi kita) dan kemudian mulai menyusunnya. Mungkin bentuk akhir puzzle kita bisa beberapa macam (kita diberi kesepatan memilih), ada yang mudah menyusunnya, ada pula yang sulit. Kalau kita berada pada jalur yang tepat (dengan bakat dan kesempatan yang diberikan) maka membuat puzzlenya menjadi mudah. Si anak perempuan itu benar, mengapa kita harus menyerah? Toh semua kepingnya sudah ada? Si ayah pun benar, walau kepingnya sudah tersedia, tetap ada hak tubuh dan jiwa kita untuk berhenti sejenak, tidur. …. Apa sih bedanya lomba lari 100 meter dengan marathon? Garis finish-nya. Hidup ini juga bagaikan lari marathon. Garis finishnya tak tampak, kita hanya bisa melihanya melalui pikiran. Kita yang membayangkan garis finisnya, kira-kira dimana, bagaimana bentuknya, kemudian mulai berlari pelan-pelan. Tak perlu ngotot ngebut, karena ini bukan lari 100 meter. Larilah dengan irama, agar kuat menempuh berkilo-kilo meter perjalanan. Lari marathon ini memerlukan iman yang lebih kuat, karena garis finishnya tak kelihatan itu. Kita menempuh marathon kehidupan dengan garis finish menyusun lengkap kepingkeping puzzle kehidupan. Garis finish itu hanya dapat dilihat melalui pikiran, yaitu pikiran Anda. Dan Anda bebas untuk memilih bentuk akhirnya Kapan menyerah

Filed under: Konsep, Kecerdasan Power, Kecerdasan Aspirasi, Kiat, Topik Personal Keran air di dapur bocor. Lalu diganti. Agar cukup panjang ke tengah wastafel, penjual keran menyarankan penyambungan pipa, kira-kira 5 cm. Saya nurut saja. Ternyata, jebol. Air tumpah ruah di dapur. Maka diputuskan membuang kembali sambungan pendek itu. Sulit ternyata, karena ulir penyambung dari pipa plastik itu rusak di bagian kunci pas yang kalah kuat bertemu dengan kunci pas dari besi. Satu jam berusaha memperbaiki keran, saya putuskan menyerah. Waktu saya lebih penting buat mengerjakan hal lain. Urusan keran, serahkan ke tukang. Maka dipanggilah tukang, sambungan dibongkar paksa oleh dia (dengan dipecah-pecah), dan beres. Bayar 10 ribu, beres juga. Everybody is happy. Jalanan macet. Antrian panjang ini menyisakan tanda tanya panjang. Sudah satu jam dalam guyuran hujan. Ada apa? Lajur sebelah kiri saya tampak lebih lancar. Maunya sih tertib, bertahan pada jalur mobil yang sekarang. Tapi? Lalu saya putuskan pindah jalur ke kiri. Sedikit lebih cepat daripada kanan. Dan sampailah ke tempat penyebab kemacetan. Ternyata ada bagian jalan yang banjir, karena selokan yang meluap. Di bagian itu mobil tiga jalur berubah menjadi dua (mungkin satu) jalur. Kenapa sih mobil-mobil (yang lebih bagus daripada mobil saya) itu takut dengan air? Saya perhatikan banjir tidaklah terlalu dalam. Maka saya trabas saja banjir itu, dan selamat juga (memang tidak dalam, kenapa pada menghindari ya?). Mereka yang masih antri di jalur kanan tampaknya akan masih lama menderita dalam antrian karena hal konyol ini. Kapan pindah jalur? Dalam hidup ini kita sering menghadapi dilema untuk memilih antara gigih bertekun-tekun, atau banting setir pindah jalur kehidupan. Sesungguhnya seorang pengayuh becak yang bertekun-tekun mengayuh lebih keras dan lebih jauh, belum tentu nasibnya menjadi lebih baik. Kerja keras tidak cukup. Terkadang terus gigih juga berakhir menyesatkan. Kapan kita sebaiknya menyerah? Ini sekedar prinsip sederhana. SEGERALAH MENYERAH bila METODE Anda GAGAL. Namun TERUSLAH GIGIH MEMEGANG TUJUAN. Kita harus segera menyerah bila metode yang kita lakukan menunjukkan tandatanda kegagalan. Saat jalur macet, maka mungkin memang jalur tersebut (metode tersebut) menghadapi masalah (ada mobil mogok, lubang di jalan, banjir, pasar kaget). Jadi, jangan ragu untuk pindah jalur. Tapi kita tetap gigih memegang tujuan (yaitu kemana Anda akan pergi dengan mobil itu). Tujuan harus gigih dipertahankan, metode harus fleksibel. Terus ngotot dengan tujuan, segera menyerah dengan metode (yang gagal). Beberapa hal yang perlu diperhatikan : 1. Tujuan yang jelas (kita harus gigih memperjuangkannya)

2. Jangka waktu evaluasi (Jangan cepat menyerah dalam waktu pendek, jangan juga kukuh bertahan padahal jelas-jelas gagal. Berikan waktu yang cukup. Intuisi Anda bisa membimbing untuk hal itu.) 3. Terbuka terhadap metode alternatif. Metode bukanlah tujuan, dia hanya alat, jadi jangan terlalu ngotot menggunakan satu metode. Banyak jalan ke Roma. Pada kasus keran air, tujuannya adalah keran air yang tidak bocor. Metodenya adalah dikerjakan sendiri. Setelah satu jam dikerjakan (lama waktu evaluasi) dan muncul masalah baru (sambungan yang rusak), maka sebaiknya menyerah dengan metode yang sedang dijalankan. Ganti metode lain (panggil tukang). Pada kasus kemacetan, pulang ke rumah adalah tujuan. Memilih jalur kanan adalah metode. Ketika metode menunjukkan kegagalan (sudah satu jam dalam antrian), maka segeralah pindah metode lain (jalur kiri yang lebih lancar). Dalam kehidupan ini kita semua memilih jalur masing-masing. Bila Anda tak puas dengan kondisi sekarang, siapkah mental Anda untuk berpindah jalur? Janganjangan jalur yang sekarang Anda tempuh memang macet di depan Saya kerja lebih keras kok dibayar lebih sedikit? (Bagian 2) Filed under: Konsep, Kecerdasan Spiritual, Kecerdasan Emosi, Kecerdasan Power, Kecerdasan Intelektual, Kecerdasan Aspirasi, Kiat, Cara Kaya, Topik Personal “Tapi si Boss nggak pernah kerja kok dapetnya paling tinggi?” Begitu tanya Adi ke Budi tentang kegiatan Mr. Cedi, boss mereka. Setelah paham arti kerja efektif, efisien, dan produktif, kini Adi berguru kepada Budi agar bisa menikmati hidup yang lebih hidup. “Ya, beda lah. Boss kan kerjanya lobbying. Ketawa-ketiwi maen golf, tapi begitu deal, dapetnya gede. Kalau boss nggak dapet deal, kita juga nggak ada kerjaan,” jelas Budi. “Kerjaan Boss itu punya nilai ekonomis tinggi. Mungkin 10 kali lipat nilai ekonomis kerjaan kita. Makanya walau kerja sedikit, bayarannya gede.” Nilai produk Setiap hasil produksi mempunyai suatu nilai. Nilai tersebut ada 2 macam : nilai ekonomis dan nilai spiritual. Nilai ekonomis (economic value) diukur dari seberapa tinggi orang lain mau membeli produk itu, atau dalam bahasa lain seberapa besar kontribusi profit ke perusahaan. Dengan ukuran nilai ekonomis inilah gaji kita ditentukan. Tentu saja penilaiannya sangat subyektif tergantung perusahaan. Sedangkan nilai spiritual adalah nilai yang penting bagi spirit/batin kita. Banyak kegiatan yang bernilai spiritual, kita melakukannya tanpa tujuan dibayar uang. Cinta, senang, kasih, damai, dan perasaan sejenisnya merupakan nilai spiritual dari

suatu kegiatan produksi. Tentu saja yang ini tidak ada kaitannya dengan besar gaji kita. “Contoh nyatanya, kamu kan suka ngisi blog kan Di? Kamu senang melakukannya padahal tidak ada yang mau bayar tulisan kamu. Itu namanya produksi dengan nilai spiritual tinggi, namun nilai ekonomisnya nol. Malahan negatif karena kamu bayar buat beli domain. Hehe…,” kata Budi menjelaskan. “Hehe, jangan gitu dong. Hidup kan musti ada enjoy nya…,” timpal Adi. “Nah, masih ada satu lagi komponen yang mempengaruhi gaji kita. Tepatnya penghasilan kita. Yaitu yang disebut ‘ketahanan berproduksi’,” kata Budi. Ketahanan produksi Ketahanan berproduksi adalah kemampuan mengolah sumber daya input. Semakin tinggi ketahanan produksi berarti semakin mampu mengolah lebih banyak input. Input bisa berupa material, uang, kemampuan, dan terutama waktu, sebagai sumberdaya yang paling terbatas. Bila digabungkan dengan produktifitas maka menghasilkan kapasitas produksi. Misalkan pekerja A dengan daya produksi (produktifitas) 2 kendi/ kg. Dalam sehari dia bisa mengolah 100 kg/hari (ketahanan produksi). Maka kapasitas produksi dia adalah 200 kendi/hari. Pekerja B dengan daya produksi 2,4 kendi/kg ternyata hanya bisa mengolah 50 kg bahan/hari. Dia memang mudah capek. Maka kapasitas dia adalah 120 kendi/hari. Jadi kapasitas produksi pekerja A lebih tinggi daripada pekerja B, walaupun daya produksi A lebih rendah dibanding B. “Nah, kamu itu punya keunggulan ketahanan produksi dibanding aku, Di. Kamu bisa tahan kerja sampai 10-12 jam, sementara aku biasanya cuma tahan 5 jam kerja,” jelas Budi kepada Adi. “Kalau kamu bisa memanfaatkan keunggulanmu itu, penghasilanmu bisa jadi lebih besar daripadaku. Tentu saja kalau produk kita punya nilai ekonomis sama.” Adi dan Budi tertawa bersama. Karena sangat produktif, Budi cukup menggunakan 2 jam kerja sehari. Sisa 3 jam lainnya digunakan untuk mengerjakan proyek lain. Jadi Budi bisa memegang 2 proyek sekaligus. Ketika sepi proyek, Budi menggunakan waktunya untuk membantu bisnis istri berjualan baju. Total produksi Budi dalam 5 jam cukup banyak. Adi punya produktifitas separuh dari Budi. Namun Adi bisa bekerja lebih panjang. Adi juga dapat memegang 2 proyek konsultasi sekaligus, walaupun terpaksa pulang lebih malam. Bagi Adi yang rajin, kerja dalam waktu panjang terasa biasa saja. Jadi rumus lengkap penghasilan adalah :

Penghasilan = ketahanan_berproduksi x efisiensi x efektifitas x nilai ekonomis Rumus ini penting untuk melihat peluang dimana kita bisa meningkatkan penghasilan. Kenapa kerja keras sering tak berguna Rajin bekerja dan kebiasaan kerja keras sebenarnya erat berkaitan dengan ketahanan produksi. Bila daya produksi dan nilai ekonomis produk nya rendah, maka rajin dan kerja keras tidak banyak akan sebanding dengan penghasilan. Adi mengandalkan ketahanan produksi untuk meningkatkan total produksi. Budi mengandalkan daya produksi (produktifitas) untuk menghasilkan total produksi setara Adi. Keduanya berpenghasilan sama karena nilai ekonomis produk mereka sama. Sementara itu Mr. Cedi, boss mereka, menghasilkan total produksi yang lebih rendah, namun karena nilai ekonomis produk Mr.Cedi berkali lipat lebih tinggi, maka pendapatan Mr. Cedi tetap lebih besar, di atas Adi dan Budi. Bagaimana dengan Anda? Komponen mana yang berperan terbesar bagi penghasilan Anda? Apakah bisa penghasilan Anda meningkat dengan mengubah salah satu komponen penghasilan tersebut? Dalam konsep SEPIA, rumus gaji tersebut bisa didekati dengan cara berikut : 1. Efektif – IQ, makin pintar makin bisa mencari solusi yang tepat sasaran 2. Efisien – PQ, makin cerdik makin bisa mengelola sumberdaya 3. Ketahanan Produksi – EQ, rajin dan ulet ada gunanya 4. Nilai Ekonomis – AQ, kemampuan membayangkan apa yang menjadi keinginan orang lain akan membantu menciptakan output yang bernilai jual 5. Nilai spiritual – SQ, nilai spiritual membuat Anda hidup lebih bahagia

Yah, begitulah kira-kira Terkenal atau ternama? Filed under: Kecerdasan Aspirasi, Topik Personal, Cara Bahagia “Woo, itu artinya kamu ini pingin terkenal Rul…, “ ujar Rudi teman saya sambil tertawa. Sekitar 15 tahun lalu saat mahasiswa saya pernah bilang bahwa idola saya saat itu adalah Emha. “Pingin jadi seperti Emha,” kata saya. Jadilah Rudi berkesimpulan seperti itu. Tapi saya merasa tidak pingin jadi terkenal. Saya menyukai privacy, dan sangat risih dengan publisitas. Bukan keterkenalan Emha yang saya maksud. Sesuatu yang lain, entah apa itu. Kini saya paham, saya memang tidak ingin terkenal, tapi –mungkin- ingin ternama. Apa bedanya? Menjadi terkenal itu gampang. Tulis saja novel Ayat-Ayat Setan seperti Salman Rushdie yang menjelekkan Nabi Muhammad saw, pasti Anda langsung terkenal. Anda iklan besar-besaran di koran, bisa jadi terkenal walaupun hanya sejenak. Artis bikin heboh dengan kehidupan pribadinya, juga jadi terkenal. Bila Anda berani aneh sedikit, Anda punya peluang yang cukup untuk bisa menjadi terkenal. Namun menjadi ternama tidaklah mudah. Ternama berarti mempunyai reputasi baik, mempunyai prestasi yang bermanfaat, dan berkonotasi positif. Ternama berkaitan dengan prestasi. Ternama berarti memiliki nama baik. Banyak sekali artis film yang dikenal, namun hanya sedikit yang ternama dengan meraih Piala Citra. Banyak yang ternama, tapi tidak terkenal. Sebaliknya, banyak yang terkenal,

namun tidak ternama. Hitler terkenal, namun tidak ternama. Norman Borlaug kurang terkenal, namun lebih ternama. Ibrahim, bapak para nabi, bahkan berdo’a kepada Allah swt agar menjadi orang ternama. Asy-Syu’araa’ (26):83-85 “Ya Tuhanku, berikanlah kepadaku hikmah dan masukkanlah aku ke dalam golongan orang-orang yang saleh, dan jadikanlah aku BUAH TUTUR YANG BAIK bagi orang-orang kemudian, dan jadikanlah aku termasuk orang-orang yang mempusakai surga yang penuh keni’matan,…” Ternama berarti menjadi buah tutur yang baik. Sudah semestinya kita semua ingin menjadi manusia yang ternama, terkenal maupun tidak, karena menjadi ternama itu dianjurkan. Suatu ketika di depan para mahasiswa baru ITB tingkat pertama, saya diminta memberi pesan singkat. Waktu itu terpikir sebuah pesan sederhana : “Bikinlah sejarah yang indah!” Yang saya maksud adalah, jadikan hidup kita menjadi buah tutur yang baik bagi orang-orang kemudian seperti yang dipanjatkan dalam do’a Nabi Ibrahim. Mudahmudahan kita semua bisa mencapainya. Amin. Kitty Hawk, kisah mimpi 10 tahun Filed under: Konsep, Kecerdasan Aspirasi, Profil, Topik Personal Kitty Hawk adalah nama tempat lahirnya pesawat terbang bermesin pertama bernama ‘The Flyer’ buatan Wright bersaudara yang berhasil terbang sejauh kira-kira 40 meter (lebih tepatnya Kitty Hawk adalah nama daerah tempat percobaan pesawat tersebut dilakukan di North Carolina). The Flyer ini bukanlah pesawat terbang pertama buatan manusia. Sebelumnya sudah populer pesawat balon udara Zeppelin. The Flyer menjadi terkenal karena merupakan pesawat terbang pertama yang dapat dikendalikan menggunakan bidang kendali yang kini disebut aileron. Saya sering menjadikan Wright Brothers ini sebagai contoh orang-orang dengan kecerdasan aspirasi tinggi. Tahukah Anda bahwa mereka belajar otodidak untuk membuat pesawat terbang? Tahukah Anda bahwa mereka sebenarnya adalah pembuat sepeda? Dan tahukah Anda bahwa mereka gigih memperjuangkan mimpi membuat pesawat terbang hingga berhasil setelah 10 tahun? Dan kisah keuletan Wright bersaudara ini ternyata lebih hebat dari yang saya bayangkan. Mereka melakukan eksperimen sendiri untuk membuat profil sayap

pesawat (membuat wind tunnel sendiri, dan menemukan koreksi persamaat gaya angkat yang lebih baik, sehingga bisa membuat sayap lebih bagus dari yang sebelumnya ada). Mereka mendesain baling-baling. Ketika mereka gagal menemukan mesin yang cukup ringan di pasaran, maka mereka pun mendesain mesin pesawat mereka sendiri dengan hasil mesin yang ringan namun dengan tenaga lebih kuat! Mereka mendesain konstruksi pesawat. Dan mereka menciptakan bidang kendali pesawat terbang yang pertama kalinya. Bentuk The Flyer tampak sangat aneh dengan bidang kendali (kini disebut elevator) yang menjulur ke depan. Saat ini kita lebih mengenal pesawat dengan bidang kendali pada ekor. The Flyer memiliki bidang kendali di depan pesawat yang sekarang lazim disebut dengan canard. Jadi sekilas tampak seperti pesawat dengan ekor di depan. Tentu saja butuh kejeniusan untuk membuat pesawat terbang seperti Wright Brothers ini. Yang patut pula kita kagumi adalah kegigihan selama 10 tahun untuk merealisasikan sebuah mimpi. Selama 10 tahun di bawah cemoohan banyak orang, mereka tekun dan beriman dengan yakin bahwa mimpinya bisa terwujud. (Seratus tahun kemudian temuan mereka mengantarkan jutaan orang terbang ke seluruh penjuru dunia, termasuk juga mengantar para jamaah muslim pergi berhaji.) Bisakah kita memegang mimpi hingga 10 tahun ke depan? Berapa lama Anda gigih membela mimpi Anda? Dua tahun? Satu bulan saja? (Kalau tiap bulan mimpi kita terus berganti, pantas saja kita tak kunjung menuai sukses…. )

American brothers Wilbur, left, and Orville Wright invented the first practical airplane. Creative tinkerers from a young age, they built a printing press and worked on bicycles before turning their attention toward flight. Beginning with kites

and then gliders, they achieved the first powered flight in 1903. “Wilbur and Orville Wright.”Microsoft® Encarta® Encyclopedia 2001. update : nama yang benar dari pesawat Wright adalah The Flyer, bukan Kitty Hawk. Nama Kitty Hawk kemudian dipakai kapal induk USS Kitty Hawk dan pesawat Curtis P-40 Kitty Hawk yang digunakan pada perang dunia II. Jadi selama ini saya sendiri keliru mengira nama pesawat terbang pertama Tumbuh Filed under: Kecerdasan Aspirasi, Kiat, Topik Personal, Cara Bahagia Mengapa bunga plastik tetap tak bisa seindah bunga asli? Mengapa kita senang melihat anak kecil padahal mungkin cukup merepotkan untuk mengurusnya? Tumbuh. Itulah jawabannya. Kita menyukai sesuatu yang tumbuh. Kita menyukai sesuatu yang baru setiap hari. Kita menyukai variasi. Kita juga menyukai sedikit ketidakpastian yang menyebabkan kita memiliki harapan surprise. Kalau kita tidak menemukan hal yang baru, maka kita mulai mengalami kebosanan. Bahkan andaipun kita memiliki sesuatu yang sangat indah pada mulanya, dia tak akan lagi menjadi indah kalau nilainya tidak tumbuh. Semua hal yang menarik mempunyai sisi yang tumbuh. Lukisan antik pun juga tumbuh. Tumbuh nilai keantikannya karena waktu. Bagi sebagian orang keantikan adalah hal yang sangat bernilai. Bagi orang lain mungkin keantikan kurang bernilai. Sewaktu istri saya masih kerja dahulu, kami biasa berbincang-bincang di dalam mobil saat saya mengantar istri ke kantor. Kami menjadi dekat, baik hati maupun pikiran. Sekarang, saat istri lebih banyak bersama anak di rumah, saya merasakan hal ada yang kurang. Itulah perbincangan di dalam mobil. Maka kami selalu menyempatkan berbincang-bincang bersama, entah di meja makan, atau di ruang keluarga saat anak-anak sudah tidur. Menurut saya, kesulitan dalam berkeluarga bukanlah saat kekurangan uang, tapi saat kita dan pasangan tidak memiliki tujuan yang sama. Kebanyakan rumah tangga yang mengalami masalah keluarga bukanlah dikarenakan kekurangan uang, tapi karena kedua pasangan tak lagi memiliki tujuan yang sama. Bisa jadi tujuan mereka tidak berseberangan, hanya saja tidak satu tujuan. Masing-masing memiliki tujuan yang berbeda, dan saling tidak mendukung. Inilah awal berkurangnya keharmonisan rumah tangga. Saat awal berkeluarga tujuan pengikat bisa saja memiliki rumah sendiri. Saat sudah ada anak-anak tujuannya adalah membesarkan anak menjadi seorang yang shaleh dan sukses. Saat menjadi makin tua mungkin tujuan sudah berubah lagi. Selama pasangan tetap memiliki ‘tujuan bersama’, maka hubungan keduanya masih bisa terus tumbuh. Sebaliknya, bila masing-masing telah mengejar tujuan yang berbeda, maka hubungan dapat menjadi renggang.

Pekerjaan kita sama saja. Kalaupun awalnya menarik maka kian lama pasti kian tak menarik bila tak lagi Anda rasakan hal yang tumbuh darinya. Mungkin tumbuh itu berupa kenaikan pangkat dan gaji, mungkin Anda mulai menikmati ilmu dan kegiatan yang Anda lakukan, mungkin pula yang Anda hargai adalah variasi seperti misalnya perjalanan tugas ke berbagai tempat yang baru. Selama terus Anda merasakan sesuatu yang tumbuh pada nilai yang Anda hargai tinggi, selama itu pula pekerjaan akan menyenangkan. Setiap dari kita tentu memiliki cita-cita. Bila Anda setuju untuk meraih cita-cita sekaligus memiliki hubungan yang baik dengan orang yang Anda sayangi, maka usahakanlah agar cita-cita kita dengan pasangan mempunyai titik temu. Pasangan yang harmonis biasanya memiliki cita-cita bersama, yang juga dilakukan bersama secara sinergis. Mungkin mereka bekerjasama dalam kegiatan bisnis, atau berkegiatan bersama dalam acara sosial, atau suami dan istri bersinergi dalam pekerjaan kantor suami (yang paling sering adalah istri aktif di kegiatan sosial kantor suami). Apapun bentuknya, tujuan yang sama bisa mendekatkan hati dan pikiran. Bila satu tujuan telah dicapai, tumbuhkan tujuan bersama lainnya. Kuncinya adalah sering berbincang-bincang dengan pasangan. Kita akan mengalami kebosanan bila sesuatu tidak tumbuh, termasuk dalam hal pekerjaan, pernikahan, bahkan kehidupan. Apa hal yang penting dari pekerjaan Anda? Apa hal yang penting dalam pernikahan Anda? Apa hal yang penting dalam kehidupan Anda? Pastikan hal tersebut terus tumbuh. Bank Kaum Miskin (1) Filed under: Kecerdasan Spiritual, Kecerdasan Power, Kecerdasan Aspirasi, Profil, Cara Bahagia “Siapa nama ibu?” saya bertanya. “Sufiya Begum.” “Umur ibu?” “Duapuluh satu.” Saya tidak menggunakan pena dan buku catatan karena akan membuatnya takut. Nantinya, saya hanya mengizinkan mahasiswa saya membuat catatan pada kunjungan-kunjungan berikutnya. “Apakah bambu ini milik ibu?” tanya saya. “Ya.” “Bagaimana ibu mendapatkannya?” “Saya membelinya.” “Berapa harga bambunya?”

“Lima taka.” Saat itu , jumlah ini setara AS$22 sen. “Apakah ibu punya uang lima taka?” “Tidak, saya pinjam bambunya dari paikar.” “Perantara? Bagaimana caranya?” “Saya harus menjual kembali bangku bambu saya pada mereka untuk membayar pinjaman saya.” “Ibu jual seharga berapa satu bangkunya?” “Lima taka lima puluh poysha.” “Jadi untungnya lima puluh poysha?” Dia mengangguk. Keuntungan itu hanya 2 sen. “Bisakah ibu pinjam uang dari rentenir dan membeli sendiri bahan bakunya?” “Ya, tapi rentenir akan meminta banyak. Orang yang berurusan dengan mereka hanya akan bertambah miskin.” “Berapa bunga yang diminta rentenir?” “Tergantung. Kadang-kadang mereka minta sepuluh persen per minggu. Tetapi, seorang tetangga saya membayar sepuluh persen per hari.” “Dan hanya segitu yang ibu peroleh dari membuat bangku bambu yang indah ini, lima puluh poysha?” “Ya.” Sufiya tidak ingin membuang waktu lagi hanya untuk berbincang-bincang. Saya lihat ia bersiap kerja lagi. Tangan coklatnya yang mungil menjalin bilah-bilah bambu setiap hari, selama berbulan-bulan dan bertahun-tahun. Inilah kehidupannya. Dia duduk di atas tanah liat yang keras dengan bertelanjang kaki. Jari-jarinya kurus, dan kuku-kukunya hitam kena kotoran. Bagaimana anak-anaknya bisa memutus lingkaran kemiskinan yang dialaminya? Bagaimana mereka bisa bersekolah ketika upah yang diperoleh Sufiya hanya cukup untuk makannya sendiri, jangankan menaungi keluarganya dan menyediakan mereka pakaian yang layak? Tampaknya sangat sulit dibayangkan bahwa suatu saat bayinya akan bisa keluar dari kesengsaraan ini. Sufiya Begum mendapat 2 sen sehari. Kenyataan ini mengejutkan saya. Di ruang kuliah saya berteori mengenai jumlah miliaran dolar, tapi di sini, di hadapan mata saya, masalah hidup mati ditentukan oleh sejumlah recehan. Saya mencoba memandang masalah Sufiya dari sudut pandangnya sendiri. Dia menderita karena ongkos bambu seharga 5 taka. Dia tidak punya uang untuk

membeli bahan baku. Akibatnya, dia bisa bertahan hanya dalam lingkaran setan: meminjam dari pedagang dan menjual kembali ke mereka. Hidupnya bagaikan budak belian. Pedagang memastikan bahwa dia membayar Sufiya harga yang sekedar cukup untuk menutup ongkos bahan baku dan membuatnya hidup. Dia tidak bisa membebaskan hidupnya dari hubungan eksploitatif dengan si pedagang. Untuk bertahan hidup, dia perlu tetap bekerja melalui pedagang itu. Esok harinya saya telpon Maimuna Begum, mahasiswi yang mengumpulkan data untuk saya, dan memintanya membantu saya membuat daftar warga Jobra seperti Sufiya yang bergantung pada para pedagang. Dalam satu minggu daftarnya siap. Ada 42 orang tercantum di situ, dengan keseluruhan pinjaman sebesar 856 taka (kurang dari AS$27). “Ya Tuhan, ya Tuhan. Seluruh derita semua keluarga itu hanya karena tidak ada uang dua puluh tujuh dolar!” seru saya. Maimuna berdiri tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Kami berdua muak oleh semua kenyataan ini. Akal sehat saya tidak akan membiarkan masalah ini berlangsung terus. Saya ingin membantu 42 orang pekerja keras ini, yang sehat dan tidak cacat. Orang-orang seperti Sufiya miskin bukan karena bodoh dan malas. Mereka bekerja sepanjang hari, menggarap pekerjaan fisik yang rumit. Mereka miskin karena lembagalembaga finansial di negeri ini tidak membantu mereka memperluas basis ekonominya. Tidak ada struktur finansial formal yang tersedia untuk melayani kebutuhan kredit kaum miskin. Pasar kredit ini, oleh karena keterbatasan lembaga– lembaga formal, telah diambil alih oleh rentenir lokal. Seandainya saya bisa meminjamkan begitu saja AS$27 pada penduduk Jobra, mereka akan bisa menjual produk-produknya kepada siapapun. Mereka kemudian akan memperoleh keuntungan setinggi mungkin atas pekerjaannya dan tidak akan dibelenggu oleh praktik-praktik riba para pedagang dan rentenir. Semuanya begitu mudah. Saya serahkan AS$27 pada Maimunah dan berkata,”Ini, pinjamkan uang ini pada 42 orang di daftar kita. Mereka bisa membayar utangutangnya pada para pedagang dan menjual produk-produknya dengan harga yang baik.” “Kapan mereka harus membayarmu kembali?” dia bertanya. “Kapan saja mereka bisa,” ujar saya. “Kapan saja waktu yang paling pas buat mereka menjual produk-produknya. Mereka tidak perlu membayar bunga. Saya tidak sedang berbisnis uang.” Maimuna pergi sambil kebingungan dengan perubahan yang terjadi. [ Tahun 1976 Profesor Muhammad Yunus, dekan Fakultas Ekonomi Chittagong University Bangladesh, mengunjungi kaum paling miskin di desa Jobra dekat kampusnya. Pertemuannya dengan perajin bangku bambu yang sangat miskin

menjadi awal perjalanan panjang berdirinya Grameen Bank. Pada tahun 2006 Grameen Bank memberi kredit ke hampir 7 juta orang miskin di 73.000 desa Bangladesh, 97 persen di antaranya perempuan. Kredit perumahannya telah membangun 640.000 rumah. Kumulatif kredit mencapai AS$6 miliar. Tingkat pengembalian 99 persen. Deposito dan dana milik sendiri mencapai 143 persen dari seluruh pinjaman berjalan. Dan menurut survei internal Grameen, sebanyak 58 persen peminjam telah terangkat dari garis kemiskinan. Kini Grameen juga mengurus kredit ke 85.000 pengemis, 5.000 diantaranya sudah tidak lagi mengemis. Juga 30.000 beasiswa anak miskin, yang menjadikan anak-anak orang miskin itu bisa keluar dari jerat kemiskinan. Banyak dari anak-anak itu yang akhirnya menjadi dokter, insinyur, dosen, dan profesi lainnya. Yang paling menarik, sebanyak 94% saham Grameen Bank dimiliki oleh peminjamnya sendiri.) Bersambung… Skill-Trust-Network : menghimpun energi eksitasi lompatan kuantum penghasilan Filed under: Konsep, Kecerdasan Power, Kecerdasan Aspirasi, Kiat, Cara Kaya Dulunya dia satpam. Sekarang seorang pengusaha hiasan ukiran. Suatu ketika dia menghadap ke atasannya. Pamit mau keluar. Padahal sebagai satpam di salah satu perusahaan Medco Group tentulah sebuah pekerjaan yang lumayan baik. Ternyata dia mau lebih serius menekuni gerai toko kerajinannya. Yang saya dengar, dia punya bakat mendesain barang-barang ukiran hias seperti bebek ukir dan semacamnya. Sambil lalu ketika melakukan jaga malam dia sering membuat corat-coret desain yang kemudian ia realisasikan sebagai hiasan ukir. Ternyata produknya laku. Saking lakunya hingga akhirnya dia bisa buka gerai toko barang seni. Kabarnya ketika pamit dari perusahaan tempatnya bekerja, dia punya gerai toko di Plaza Indonesia dan satu lagi di daerah Kemang. Dulunya satpam, sekarang desainer. Pak Braja, rekan saya, juga dulunya satpam di sebuah bimbingan belajar. Sambil lalu dia belajar komputer dan mencoba-coba desain grafis dengan Photoshop. Ternyata dia cukup berbakat. Teman-temannya dapat melihat bahwa hasil karyanya punya sentuhan seni cukup tinggi. Akhirnya dia bekerja full di perusahaan baru sebagai desainer grafis utama. Dulunya pembantu tukang batu, lalu broker tanah. Waktu saya membangun rumah, ada seorang tukang batu yang rajin dengan pembantunya yang malas. Begitulah kata kakak saya yang lebih lama

mengamatinya. Kalau kami ada, si pembantu itu tampak rajin, kalau kami menghilang, menguap pula semangat dia. Memang tampaknya kerja dia cukup lambat, padahal si tukang batunya cukup rajin. Beberapa waktu kemudian saya dengar dia mendapat peruntungan baru. Dia membeli sebidang tanah di sebelah makam Cina dekat situ. Tak disangka, tanahnya laku dijual kembali dengan harga sangat mahal. Berubahlah nasib dia dari seorang pembantu tukang batu menjadi broker tanah. Saya tak mendengar lagi kabar dia berikutnya setelah itu. Dulunya karyawan hotel, sekarang pemilik bisnis rental mobil. “Saya kerja tujuh tahun hasilnya cuma sepeda motor,” cerita Pak Asep dalam perjalanan mengantar saya ke Bandara Soekarno-Hatta Cengkareng. Dia bercerita tentang keputusannya untuk keluar kemudian bisnis rental mobil bagi tamu hotel. Tentu saja ada sedikit modal uang untuk memulai, dan banyak modal pergaulan serta keberanian. “Dengan begini saya bisa beli rumah, nyicil mobil, dan lainnya…,” cerita Pak Asep lagi. Rumahnya di Cibubur dia sewakan ke orang lain. Dia sendiri tinggal di daerah belakang Hotel Indonesia, sebuah rumah kecil dengan 4 kamar kos. “Saya beli tanahnya 1 juta per meter, murah Mas, orangnya sedang butuh. Baru saja saya beli sudah ada yang nawar 2,5 juta per meter. Tidak saya jual, malah saya bangun…,” ujarnya sambil tersenyum. “Berapa harga sewa per kamarnya Pak,” tanya saya. “Murah Mas, 500 ribu sebulan. Yah, banyaknya karyawan toko yang menyewa…,” jawab Pak Asep. Bener Pak, hasilnya lumayan, kata saya dalam hati. Jalan hidup orang memang berbeda-beda. Bisakah kita sedikit mengambil pelajaran dari pengalaman hidup orang lain itu? Menghimpun energi untuk melompat Dalam tulisan sebelumnya tentang kulit-kulit orbit penghasilan dijelaskan bahwa penghasilan seseorang itu biasanya relatif konstan pada kisaran tertentu. Penghasilannya bisa berubah drastis ketika dia mampu melompat ke kulit orbit berikutnya. Idenya seperti teori atom dari Niels Bohr. Bagaimana seseorang bisa melompat dari kulit energi satu ke kulit energi lainnya? Mari kita coba dekati dengan sebuah model yang sederhana yaitu : Skill - Trust – Network (STN). Saya mengamati bahwa uang mengalir di atas 3 pilar STN itu. Bila Anda punya skill (keahlian) yang bagus, disertai trust (kepercayaan) atas kresdibilitas pribadi Anda, kemudian punya network luas, maka uang akan datang. Memiliki ketiganya sangatlah bagus. Bila hanya mempunyai salah satunya, maka perlu melengkapi hal lainnya melalui sinergi dengan orang lain. Mari kita bahas lebih mendalam. Skill

Cara pertama seseorang dapat berpindah ke domain penghasilan yang lebih tinggi adalah dengan menghimpun keahlian yang dibutuhkan suatu peluang tertentu. Dalam kisah beberapa satpam di atas, mereka mampu berpindah domain karena menemukan dan menguasai skill baru sehingga masuk ke wilayah pekerjaan baru. Apakah selalu harus mempunyai kemampuan yang terkait secara dekat dengan bisnis perusahaan tempat kita ingin bekerja? Tentu saja tidak. Di perusahaan minyak bukan hanya ahli perminyakan yang dibutuhkan, tapi juga akuntan, psikolog, ekonom, dan lainnya. Yang menyebabkan seseorang dihargai skill nya adalah kemampuan memberikan ‘kontribusi unik yang berharga’ bagi perusahaan. Ibaratnya kalau Anda jual makanan pun akan laris bila mampu memberikan ‘pengalaman rasa unik yang berharga’ kepada pelanggan. Salah satu kiat yang bisa ditempuh adalah menjadi ‘si picak di kalangan orang buta’, yaitu ketika Anda punya kemampuan komplemen yang dibutuhkan orang lain. Dengan demikian kontribusi ke perusahaan menjadi cukup berarti untuk dibayar mahal. Jadi cara pertama menghimpun energi eksitasi untuk berpindah ke orbit penghasilan yang lebih tinggi adalah dengan menguasai keahlian yang diperlukan di bidang yang berani membayar mahal jasa yang kita miliki. Trust Kepercayaan menjadi penentu apakah sebuah proyek/permintaan ditawarkan kepada Anda atau tidak. Kita tahu bahwa kepercayaan adalah dasar utama bisnis. Seseorang yang meminta jasa kita sebenarnya sedang mempertaruhkan reputasi dia sendiri dengan menyandarkannya kepada hasil pekerjaan kita. Kalau hasil kita baik, maka dia ikut terangkat. Kalau hasil kita buruk, maka dia ikut kena getahnya. Karena itu meningkatkan reputasi kita sebagai orang terpercaya (yang bisa mengemban amanat dengan baik) merupakan hal kunci dalam bisnis. Saya sudah bertemu dengan berbagai macam orang dalam bisnis. Yang mau menang sendiri, yang mengerjakan tugas asal-asalan, yang menunda-nunda bayar hutang, yang berani mengorbankan miliknya untuk melunasi hutang, hingga yang melarikan modal usaha. Pada akhirnya dalam jangka panjang, mereka yang mempunyai integritas tingi dalam menepati janji adalah mereka yang akan tetap eksis dalam bisnis. Kita akan selalu ingat siapa yang membaiki kita, juga siapa yang meyakiti kita. Siapa yang berbagi bahagia, dan siapa yang bikin sakit hati. Salah satu cara saya mendeteksi integritas seseorang adalah dengan memperhatikan seberapa tinggi seseorang itu menepati janji pertemuan. Kalau dia janji ketemu jam 10, lalu hingga lewat jam 10 tidak muncul, kemudian jam 11 minta maaf atas keteledorannya, maka itulah ciri orang yang suka khianat. Apakah mereka yang terlambat adalah orang yang tak layak dipercaya? Tentu saja tidak demikian. Terkadang kita sendiri terlambat datang ke pertemuan. Yang membedakan antara orang dengan integritas tinggi dan rendah adalah kapan seseorang ‘memberitahukan akan terlambat’. Kalau dia memberitahukan

kemungkinan terlambat sebelum jadwal pertemuan, maka dia masih orang terpercaya. Kalau dia memberitahukan (dan minta maaf) setelah lewat jadwal pertemuan, itulah ciri orang yang tidak terpercaya. Perbedaan kecil antara pemberitahuan sebelum dan sesudah jadwal yang disepakati tersebut menunjukkan perbedaan besar dalam integritas seseorang. Yang memberitahu sebelum jadwal menunjukkan penghormatan akan waktu dan kepentingan orang lain, sedangkan pemberitahuan setelah jadwal menunjukkan sifat meremehkan waktu dan kepentingan orang lain. Sejauh ini (dari pengalaman beberapa kali), resep mengamati ketepatan janji tersebut cukup akurat. Kalau kira-kira seseorang itu diragukan integritasnya, lebih baik tidak usah berbisnis dengan dia (nanti sakit hati). Network Peluang muncul dari network Anda. Kalau network Anda terbatas, begitu pula peluang Anda akan terbatas. Kesempatan datang dari orang lain. Terutama orang lain yang mengenal reputasi Anda. Ketika orang lain tersebut memerlukan sesuatu, dan dia tahu itu ada di diri Anda, lalu dia percaya pada Anda, maka dia akan kontak Anda. Kalau kita hubungkan teori penghasilan dalam bentuk kulit orbit elektron yang berlapis-lapis, maka untuk naik ke orbit berikutnya Anda perlu mengenal dengan orang-orang dari domain kulit orbit tersebut. Kalau Anda ingin bisnis milyaran, maka kenalan Anda pun seharusnya di lingkup kegiatan dengan transaksi milyaran. Kalau Anda jualan tahu goreng di pojok perumahan, maka omzetnya juga kelas perumahan. Kalau Anda jualan tahu ke kantin-kantin di dekat perusahaanperusahaan besar, sangat berpeluang omzetnya mengikut naik ke kelas yang lebih tinggi. Kesempatan unik Bagaimana STN ini berperan pada lompatan penghasilan Anda berikutnya? Network memberikan peluang baru buat Anda. Trust menjadikan peluang itu jatuh ke Anda. Sedangkan Skill memastikan peluang tersebut dapat dikerjakan dengan baik. Ibarat main bola, pemain profesional terus bergerak mencari posisi yang bagus. Suatu ketika dia akan berada pada posisi yang istimewa, gabungan peluang – kepercayaan - dan kemampuan, yang memungkinkan dia mencetak gol indah. Anda bisa melatih skill Anda hingga taraf yang lebih tinggi, atau Anda bisa mencari dan menguasai skill baru. Trust dibangun dengan lebih sering silaturahmi, menunjukkan hasil kerja yang selalu baik, menjadi orang yang selalu bisa dipercaya, dan tampil membuka diri agar orang lain makin kenal dengan Anda. Sedangkan network bisa terus dibangun melalui kemauan berkenalan dengan lebih banyak orang di lebih banyak bidang, seperti yang biasa dilakukan orang-orang yang beruntung.

Manapun yang Anda tempuh diantara STN ini akan membuka peluang baru bagi nasib Anda. Pada suatu ketika, kombinasi STN ini akan memunculkan kesempatan unik dimana tiba-tiba Anda bisa melompat ke kelas penghasilan lebih tinggi. Semoga. Pemimpin dan manajemen harapan Filed under: Konsep, Kecerdasan Aspirasi, Topik Personal, Cara Bahagia Tempat Pendaftaran Calon Prajurit TNI Begitu bunyi spanduk di pinggir jalan menuju tol Baros Cimahi. Banyak anak muda sedang duduk di lapangan, tampaknya sedang mengikuti proses seleksi. Ada yang pingin jadi tentara, ada yang ngotot pingin jadi pegawai negeri sipil (PNS), ada yang pingin jadi pegawai bank, ada yang pingin jadi pramugari, ada yang ngebet ingin jadi artis dan berharap lolos Indonesian Idol, ada yang memilih masuk perusahaan multinasional, ada juga yang memilih kerja di ITB misalnya, walaupun antrian menjadi dosen sekarang semakin panjang dan makin tak pasti. Apa sih yang membuat mereka itu mau bertahan dengan kondisinya sekarang, yang seringkali perjuangannya tampak (dan mungkin memang) tidak enak? Harapan. Semua punya harapan untuk mencapai cita-cita dengan jalan yang dipilihnya. Semua punya keyakinan masing-masing bahwa jalan yang dipilih tersebut akan mampu membawanya meraih cita-cita tersebut. Manajemen Harapan Apa sih yang membuat seseorang menempuh sesaknya bis di pagi dan sore hari? Apa sih yang menyebabkan orang bertahan dengan menempuh pendidikan sekolah yang panjang dan melelahkan? Apa sih yang membuat seseorang mampu bertahan dalam mengarungi kehidupan ini? Harapan. Bagaimana kalau ternyata harapan itu tak juga terwujud? Bagaimana bila semua yang dilakukan itu akhirnya sia-sia? Bagaimana kalau keindahan di ujung perjalanan yang diidamkan ternyata tak seindah yang dibayangkan? Dan itu sering terjadi. Sering apa yang kita harapkan tak terjadi seperti yang kita inginkan. Itulah pentingnya manajemen harapan. Sebuah perusahaan tiba-tiba kehilangan suasana kerja yang bergairah. Apakah bisnis sedang lesu? Terkadang situasi bisnis justru sedang marak, namun perusahaan tersebut sering kalah dalam kompetisi. Akibatnya kegagalan berulangulang yang dialami perusahaan itu telah membuat karyawan kehilangan harapan. Tampaknya perusahaan mau bangkrut nih, pikir mereka. Moral bekerja pun merosot tajam.

Di sinilah peran pemimpin dibutuhkan. Apa sih salah satu tugas pemimpin itu? Memberikan dorongan motivasi. Caranya? Ceritakanlah sebuah harapan. Ceritakan bahwa kondisi yang sekarang ini bisa berubah. Banyak orang lain mengalami hal yang sama, dan banyak yang ternyata bisa meraih perubahan. Seringkali sang pemimpin itupun sudah kehilangan harapan. Kalau terjadi seperti ini memang keadaan menjadi semakin sulit. Di perempatan jalan, seringkali saya memilih membeli makanan dari pedagang asongan daripada memberi uang kepada pengemis. Bukan berarti mengemis itu salah (situasinya cukup kompleks sehingga saya merasa tak layak untuk menghakimi), namun memberi kesan bahwa mengemis itu lebih mudah sukses daripada berjualan tentu bukan hal yang bijaksana. Saya membeli koran, kerupuk, atau kacang, untuk memberikan harapan kepada penjualnya bahwa jalan yang ia tempuh tersebut bisa memberikan hasil. Berkali-kali saya mencoba usaha. Lebih sering gagal daripada berhasil. Namun saya akan terus mencoba dan mencobanya. Mengapa? Untuk terus memberikan harapan baru. Dengan berusaha, terciptalah sebuah peluang untuk berhasil. Walaupun peluang itu kecil, harapan yang muncul akan memberikan energi motivasi baru. Berdiam diri jelas tidak membuka peluang baru, dengan demikian harapan hanya akan tetap atau malahan menyusut. Ada juga manajemen harapan yang sudah baku di perusahaan, yaitu kenaikan karir dan gaji. Sebenarnya dengan sebuah jalur karir yang jelas akan memberikan harapan baru tiap kali seseorang naik karir. Ada target baru, ada harapan baru akan hasil yang lebih baik. Itulah mengapa perusahaan tanpa perencanaan karir (career plan) akan mengalami kesulitan dalam memotivasi karyawan. Biasanya diganti dengan rencana kenaikan penghasilan, baik gaji maupun bonus. Salah satu hal penting dalam manajemen harapan adalah merumuskan multi tujuan untuk sebuah aktivitas. Misalnya, tujuan bekerja di sebuah perusahaan adalah untuk mendapat penghasilan yang cukup besar, sekaligus untuk meniti jenjang karir, sekaligus untuk bisa keliling dunia, sekaligus juga untuk ibadah, dll. Dengan membuat multi tujuan ini kita akan lebih berpeluang meraih sukses dan terjaga dari frustasi karena kegagalan. Sebagian tujuan mungkin gagal, sebagian yang lain bisa tercapai. Seorang pemimpin harus bisa memberikan harapan kepada anak buahnya. Kita semua ini pun sebenarnya adalah pemimpin, baik untuk diri kita sendiri, keluarga, maupun orang yang menggantungkan nasibnya kepada kita. Kita semua ini perlu terus menciptakan harapan. Paling tidak, untuk diri kita sendiri. Rumah pertama, benteng terakhir Filed under: Kecerdasan Intelektual, Kecerdasan Aspirasi, Kiat, Cara Kaya

George Samuel Clason jelas layak didengar. Dia seorang milyuner, pengusaha pembuatan peta, yang di tahun 1926 menulis buku ‘The Richest Man in Babylon’, sebuah buku keuangan yang disampaikan dengan gaya cerita. Ini buku investasi klasik yang Anda semua layak baca (buku terjemah Indonesia ada di Gramedia). Kisah pemuda Babylon dalam cerita itu memuat ilmu-ilmu keuangan utama agar seseorang mempunyai kehidupan yang baik dan sejahtera. Salah satunya nasehat tentang pentingnya memiliki rumah sendiri. Rumah pertama. Saya menyebutnya ‘benteng terakhir ketika semua rencana gagal’. Di luar semangat menggebu untuk berinvestasi, rumah pertama adalah sebuah target wajib bagi setiap keluarga. Kesalahan umum yang terjadi atas rumah pertama ini adalah, menargetkan rumah pertama yang begitu indahnya, sehingga akhirnya mengganggu keuangan keluarga. Padahal (dalam pengalaman pribadi), rumah tinggal kita itu ada kemungkinan besar nanti bisa pindah, entah karena mampu beli lagi yang lebih besar, lokasi lebih baik, atau karena pindah untuk kepentingan pekerjaan. Rumah yang disebutkan Clason dalam bukunya itu tidak digambarkan besar dan keren, tapi sebuah rumah tinggal ‘dimana istri gembira karena bisa menghiasnya’. Sebuah rumah yang memberikan fungsi perlindungan bagi keluarga, memberikan rasa aman, dan menjadikan istri benar-benar menjadi ‘tuan rumah di rumah sendiri’. Tidak ada penggambaran Clason bahwa rumah itu harus besar, apalagi mewah. Beberapa teman tentu saja memilih strategi untuk memutar uang sebagai modal kerja. “Nanti dari hasil bisnis, uangnya buat beli rumah,” demikian kira-kira strateginya. Tentu saja tidak perlu kita pertentangkan antara uang dipakai untuk modal bisnis atau beli rumah. Keduanya perlu. Namun yang jelas, suatu ketika memang setiap keluarga akan perlu membeli rumah. Efek psikologis dengan punya rumah sendiri akan memberikan ketentraman luar biasa bagi sang suami maupun istri yang penting bagi keharmonisan keluarga. Perlu ditekankan bahwa RUMAH PERTAMA TIDAK HARUS DITEMPATI SENDIRI. Kesalahan yang umum terjadi adalah pikiran bahwa rumah pertama tersebut kemudian akan mengunci aktivitas kita karena harus kita tempati sendiri. Terkadang lokasi rumah pertama ini sangat tidak favorit. Jauh dari tempat kerja, kendaraan sulit, lingkungan belum berkembang. Kita tidak perlu terjebak pikiran bahwa harus tinggal di rumah yang kita beli itu. Kita bisa membeli sebuah rumah, lalu menyewakannya secara murah kepada orang lain, dan kemudian kita tinggal di kontrakan yang dekat dengan tempat kerja. Solusi seperti ini seringkali jauh lebih ekonomis daripada tinggal di rumah sendiri. ”Lalu buat apa dong beli rumah kalau

tidak ditempati?” mungkin terlintas pikiran seperti itu. Fungsi utama rumah pertama tersebut adalah ’benteng terakhir ketika semua rencana mengalami kegagalan’. Dia itu ibarat rencana terburuk/darurat (contingency plan), yang tidak harus kita pakai sekarang. Andai suatu ketika semua rencana gagal, kita punya tempat untuk kembali pulang. Tujuan utama membeli rumah pertama adalah meraih ketentraman psikologis. RISHA ”Beli buku ini Mas, siapa tahu bermanfaat,” kata istri saya sambil menyodorkan buku berjudul Membangun RISHA tulisan Arief Sabaruddin yang diterbitkan Griya Kreasi. Buku seharga Rp 37.000,- itu bercerita tentang RISHA, Rumah Instan Sederhana Sehat. Satu minggu sebelum musibah tsunami di Aceh, tepatnya 20 Desember 2004, Departemen Pekerjaan Umum beserta Kementrian Negara Perumahan Rakyat telah meluncurkan produk RISHA. Ini adalah rumah jenis ’knock-down’ yang bisa dirakit hanya dalam 1 hari dan bisa dirakit hanya oleh 3 orang saja. Alhamdulillah, RISHA ini telah banyak menolong pembangunan kembali rumah di Aceh yang hancur akibat tsunami. Konsep rumah seperti RISHA ini sebenarnya sudah lama populer di luar negeri, namun tentu saja tidak dirancang untuk situasi di Indonesia yang berdaya beli rendah. Konsep RISHA persis seperti mainan LEGO, walaupun terdiri atas beberapa komponen yang seragam namun bisa disusun menjadi berbagai bentuk kreasi. Komponen yang digunakan dalam sistem Risha relatif ringan. Komponen struktural Panel 1 berukuran 1,20 x 30 sentimeter dan memiliki berat kurang dari 50 kilogram. Rumah RISHA ini juga bisa dibangun secara horizontal maupun vertikal. Konsep rumah siap pasang ini sekarang makin populer. Yang menarik perhatian dari RISHA adalah harganya. ”Cuma 14 juta untuk tipe 21,” kata istri saya. ”Ah, masa?” sahut saya takjub. Di tengah biaya membangun rumah yang mencapai Rp 1 juta /m2, tentunya biaya RISHA ini cukup hemat. (Yang benar ternyata cuma 10,5 juta untuk tipe 21 di Bandung. Artinya hanya sekitar 500 ribu/m2) Kalkulasi sementara dalam benak saya, dengan membeli lahan 60 m2 senilai 12 juta, maka total biaya sekitar 22,5 juta untuk sebuah rumah pertama. (Kalau tanahnya beli rame-rame di kampung, mungkin bisa lebih murah lagi.) RISHA juga membuka peluang usaha baru di daerah. Komponen RISHA ringan dan dapat diproduksi oleh masyarakat dalam bentuk industri rumah dan UKM (haloo Pak Agus Syarif Jambi, mungkin ini bisa menjadi proyek UKM pemberdayaan masyarakat baru…). Untuk komponen struktur memakai beton bertulang yang dicetak di atas cetakan baja. “Pembuatan cetak baja relatif mudah dengan menggunakan baja

profil kanal 10,” ujar Arief Sabaruddin, peneliti muda dari Puslitbang Permukiman DPU. Saya ingat Muhammad Yunus dari Grameen Bank, Bangladesh. Tokoh peraih Nobel Perdamaian 2006 ini mengingatkan kita bahwa bantuan 300 dolar saja (dengan pengembalian 10 tahun!) sudah bisa memberikan rumah bagi masyarakat miskin. Dengan memiliki rumah itu pemiliknya menjadi lebih sehat secara mental, lebih produktif, dan terbukti dari yang dialami Grameen, modal pinjaman itu bisa kembali lancar. Yah, terkadang kita lupa bahwa 1000 rupiah di tangan kita yang dipakai untuk pipis di toilet, bisa menjadi menu bergizi sayur dan ikan bagi sebuah keluarga tak punya. Under estimate Filed under: Kecerdasan Aspirasi, Cara Kaya “We greatly overestimate what we can accomplish in one year. But we greatly underestimate what we can accomplish in five years.” - Peter Drucker Profesor Yohanes Surya PhD, bapak tim Olimpiade Fisika Indonesia, menyebutnya Mestakung, Semesta Mendukung. Yaitu, bila kita bersungguh-sungguh menginginkan sesuatu, maka alam semesta secara ajaib akan menyediakan kesempatan yang dibutuhkan. Ini seperti kecerdasan Aspirasi dalam SEPIA. Prof. Yohanes Surya pun punya keinginan kuat agar Indonesia bisa tampil dalam ajang bergengsi Olimpiade Fisika Internasional (International Physics Olympiad, IPhO). Banyak yang meremehkan, bahkan tidak menganggap penting ajang tersebut. Namun beliau bersikukuh mewujudkannya. Kini kita bisa ikut bangga dengan prestasi tim Olimpiade Fisika bimbingan beliau yang sering meraih medali emas. Oliver dan Wilbur Wright dengan gigih memegang mimpinya sekitar 10 tahun untuk bisa mewujudkan sebuah pesawat terbang pertama yang bisa dikendalikan. Mereka berdua adalah pembuat sepeda yang punya mimpi gila bikin pesawat terbang. Tentu saja orang sekampung banyak yang skeptis dan sangsi apakah mereka akan berhasil. Dan, ternyata mereka berhasil. Dengan kontribusi ilmu hasil karyanya itu sekarang orang-orang bisa mudah bepergian untuk jalan-jalan, bisnis, silaturahmi. Bahkan orang Islam pun bisa naik haji dengan lebih mudah. Subhanallah. Bisakah kita memegang mimpi dalam jangka panjang seperti halnya Prof. Yohanes Surya? Bisakah kita selama 10 tahun gigih mewujudkan mimpi seperti halnya Wright Brothers?

Sebagai lulusan Teknik Penerbangan salah satu hero saya adalah Wright Brothers itu. Biarpun tidak punya latar belakang aeronautika sama sekali, mereka berani memiliki mimpi yang ‘mustahil’. Tentu saja mimpi itu dibarengi dengan langkah perwujudan yang disertai ketekunan. Hero saya yang lain tentu sudah Anda kenal dengan baik : Google. Bagi saya kisah tentang Google terasa lebih nyata dibandingkan kisah berdirinya Microsoft dan Apple. Ketika Google dimulai sepuluh tahun lalu, saat itu saya hampir lulus kuliah (dan tidak punya mimpi). Sepuluh tahun kemudian Google sudah mengukir sejarah, dan saya baru membuat mimpi. Riwayat perjalanan Google seperti menjadi bukti pernyataan Peter F. Drucker tentang under estimate dengan hasil setelah 5 tahun. Di tahun-tahun awal Google tidak mampu menghasilkan uang. Setelah kira-kira 7 tahun, barulah dia menemukan cara mendapatkan uang dari layanan search engine. Sekarang pendapatan Google sekitar 3 milyar dolar per kuarter dengan keuntungan 1 milyar dolar (sekitar 27 trilyun dalam 3 bulan, dengan keuntungan bersih 9 trilyun, artinya tiap bulan dia untung 3 trilyun!). Memang kita sering over estimate dengan hasil 1 tahun, maksudnya planning kita sering lebih optimis dibandingkan realisasi, dan karena hasil tahun pertama yang buruk sering kita menjadi tidak optimis (under estimate) dengan apa yang bisa kita raih dalam 5 tahun. Padahal 10 tahun lalu Google dimulai dengan iseng-iseng saja dengan komputer rakitan yang casingnya dibuat dengan mainan Lego. (Melihat foto komputer Google ini bikin saya kembali semangat untuk ‘create something’. Diperkirakan kini Google menggunakan lebih dari 400.000 komputer paralel.) Bagaimana dengan Anda? Masihkan memegang mimpi dengan gigih?

Page dan Brin di awal Google Meningkatkan keberuntungan

Filed under: Kecerdasan Power, Kecerdasan Aspirasi, Kiat, Topik Personal Bill Gates dari Microsoft beruntung, IBM tidak menyadari betapa hebatnya masa depan komputer pribadi. Karena itu IBM setuju untuk membayar jasa pembuatan sistem operasi MS-DOS sebesar 1 juta dolar, sementara Bill Gates boleh tetap menjualnya ke pihak lain. Sepuluh tahun kemudian Bill Gates menjadi orang terkaya di dunia. Steve Jobs dari Apple juga beruntung. Para petinggi Xerox tidak tahu bahwa benda bernama ‘mouse’ dan GUI (Graphical User Interface) yang dibuat oleh para jenius Xerox adalah harta karun tak ternilai yang terpendam. Xerox dengan ringan hati memberikannya kepada Apple keberuntungan jutaan dolar dengan lahirnya Macintosh yang menggunakan mouse tersebut. Demikian pula disampaikan John Beck penulis DoCoMo, Japan’s Wireless Tsunami bahwa menurut para pendiri DoCoMo mereka bisa sukses karena keberuntungan. DoCoMo beruntung karena punya pemimpin visioner Keiji Tachikawa, presiden perusahaan yang tidak sabaran Kouji Ohboshi, anak buah yang punya daya kreasi meluap Keiichi Enoki, juga talenta tinggi Mari Matsunaga. Dalam satu kondisi yang unik mereka mampu melejitkan DoCoMo dari divisi telepon di dalam mobil yang merugi, menjadi perusahaan telpon seluler yang paling berhasil berjualan data melalui layanan i-mode dan FOMA (yang hingga sekarang masih gagal ditiru perusahaan lain di dunia). Bagaimana mereka bisa beruntung? Mengapa perusahaan seluler sejenis DoCoMO di Amerika maupun Eropa gagal mengambil keuntungan serupa padahal mengeluarkan biaya investasi yang juga sama besar? Jawabnya, kata John Beck, adalah keberuntungan. It’s about luck. DoCoMo beruntung internet belum populer di masyarakat Jepang waktu itu. Beruntung pula sedang terjadi krisis ekonomi sehingga perbankan sangat antusias menyambut sistem pembayaran melalui imode. Beruntung juga belum ada standard. Beruntung memilih c-HTML dan bukan WAP sebagai format i-mode. Juga beruntung dengan adanya kartun Bandai di Jepang. Dan inilah dia, Bandai lah nyawa tak disangka dari i-mode. Sebelumnya para ahli strategi bisnis i-mode menembak sasaran para profesional yang memerlukan layanan perbankan. Layanan ini disambut antusias, namun tidak banyak. Yang justru populer adalah hal remeh yang sebelumnya tak disangka : ringtone dan screensaver. Dan para ahli strategi bisnis DoCoMo segera menerima kenyataan, layanan ideal dan keren buat para profesional itu bukanlah penggerak utama. Justru layanan kelas rakyat yang kurang keren bernama ringtone dan screensaver itu. Lalu Bandai datang dengan tak disangka, mereka punya produk mainan semacam berjudul WonderSwan yang merupakan networking game dan bisa dimainkan lewat internet. WonderSwan inilah killer application seperti halnya spreadsheet VisiCalc di jaman awal munculnya PC. Sejak saat itu Bandai menjadi terdekat i-mode DoCoMo.

Andai DoCoMo lahir di Indonesia, mungkinkah i-mode melejit seperti itu? Andai dia lahir di Eropa, mungkinkah dia bertemu Bandai? Andai dia di Amerika, mungkinkah orang peduli untuk mengakses internet lewat layar supermini di ponsel (sementara sudah terbiasa dengan layar lebar di komputer)? It’s about luck. Dan ini yang menarik, keberuntungan menempel pada orang! Semua kondisi menguntungkan itu ada di Jepang, tapi kenapa DoCoMo yang berhasil memanfaatkannya? Karena orang-orang yang memegang posisi kunci di DoCoMo mampu segera mengenali peluang keberuntungan itu. Setiap hari kita semua bertemu peluang. Orang yang hari ini Anda temui mungkin membawa peluang. Bis yang Anda tumpangi, juga membawa peluang. Beras mahal yang terjadi saat ini, juga membawa peluang. Semua kejadian random (yang sebenarnya tidak random karena ada ketentuan takdir Tuhan) menciptakan banyak peluang. Orang-orang tertentu ternyata lebih mampu menarik keuntungan dari peluang itu. Inilah si orang-orang beruntung. Survey yang dilakukan Jencks dan kawan-kawan dari Educational Policy Research at Harvard di awal tahun 1970 menunjukkan bahwa hanya 12 hingga 15 persen saja orang yang lebih inferior dibanding orang lain. Umumnya setara. Maka, kalau Anda sekarang bekerja, sadarilah bahwa banyak orang yang setara dengan Anda dan tidak seberuntung Anda. Ada faktor ‘luck’ yang menyebabkan Anda diterima, lainnya tidak. Banyak kenyataan, bila ada dua lulusan perguruan tinggi yang samasama hebat, yang satu beruntung mendapat tempat kerja yang nyaman, gaji besar, dan penuh dukungan terhadap kebebasan berkreasi, sementara satu yang lainnya mendapat tempat kerja yang sulit, atasan yang sinis, bergaji kecil pula. Padahal mereka itu relatif setara, bahkan bisa jadi orang kedua tadi lebih pintar, lebih tekun, dan lebih hebat. Sayangnya orang ini kurang beruntung! Meningkatkan keberuntungan Sekeping uang tergeletak di jalan. Donald Bebek melewati jalan itu. Dia tidak tahu ada uang tergeletak di jalan. Si Untung Bebek melewati jalan yang sama. Tepat dua langkah sebelum uang tersebut dia tak sengaja melihat ke bawah. “Nemu uang!” kata si Untung. Uang yang sama, di jalan yang sama, dengan kondisi yang relatif sama. Dan si Untung yang beruntung. (Donald juga masih beruntung, dia punya pacar yang cantik dan baik bernama Desi bebek. Mungkin si Desi ini yang paling tidak beruntung. Haha) Orang dengan jenis si Untung ini mungkin memiliki kemampuan seperti halnya Panji, si pawang ular, yang bisa mendeteksi keberadaan seekor ular dari jarak jauh. Namun saya yakin juga dia punya karakter yang menjadikannya beruntung (salah satunya adalah sikapnya yang optimis dan gembira sehingga membuat segalanya tampak menguntungkan, dan jadilah keberuntungan datang betulan kepada dia). Saya percaya bahwa kita bisa meningkatkan keberuntungan. Dengan kecerdasan aspirasi, kita menjadi peka terhadap semua hal yang membantu terwujudnya

impian kita. Dengan kecerdasan spiritual kita yakin bahwa kejadian yang tampak random itu sebenarnya bukanlah random (Tuhan Maha Mengatur), sehingga kita yakin bahwa do’a menjadi penting untuk menarik ‘keberuntungan’, sedekah menjadi penting untuk menarik keberuntungan, berbuat baik juga menjadi penting untuk menarik keberuntungan, dan sebagainya. Dengan kecerdasan power kita menjadi peka terhadap peluang yang bisa dimanfaatkan. Dengan kecerdasan emosi, kita jadi mau untuk menindaklanjuti peluang yang terbuka. Dan kreatifitas daya cipta kecerdasan intelektual membuat kita mampu mengatasi problemproblem yang muncul. Keberuntungan itu seperti bermain sepakbola. Kita punya tujuan yang jelas, yaitu mencetak gol. Lalu sebagai pemain kita harus terus bergerak mencari posisi yang menguntungkan. Suatu ketika bola –mungkin- akan lewat di depan kita (ini namanya keberuntungan!). Kita tendang, dan… belum gol. Lalu kita berlari-lari lagi mencari posisi, dan menyiasati gerakan lawan. Lalu bola melintas lagi di depan kita. Kita tendang, dan… gol! Jika kita punya cita-cita (aspirasi), punya semangat dan keyakinan (spiritual), punya ketabahan (emosi), punya siasat (power), dan punya kemampuan menendang ala David Beckham (intelektual), maka kondisi lapangan dan permainan saat itu bisa mendatangkan keberuntungan bagi kita. (Selanjutnya kenapa Beckham lebih laris sebagai bintang iklan dibandingkan Figo, dsb, yah itulah keberuntungan dari Yang di Atas, yang ini sih belum bisa dimodelkan.) Dan DoCoMo beruntung memiliki orang-orang yang bisa menarik keberuntungan datang kepadanya. It’s about luck. Cita-cita tinggi tanpa frustasi Filed under: Kecerdasan Spiritual, Kecerdasan Aspirasi, Kiat, Topik Personal, Cara Bahagia

Prestasi yang tinggi selalu diawali cita-cita yang tinggi. Charles Kattering “Kalau cita-citanya terlalu tinggi, kemudian tidak tercapai, kan jadi frustasi dong….” Bercita-cita memang menyimpan dilema. Kalau cita-citanya rendah, biasanya pencapaian juga rendah. Kalau cita-cita tinggi, paling tidak hasilnya di tengah-tengah. Kalau cita-cita rendah, lalu hasilnya tinggi, itu namanya beruntung. Sayangnya, kebanyakan diri kita bukanlah orang yang sering beruntung seperti Si Untung, temannya Donald bebek. Kita mungkin lebih mirip si Donald. Memang citra-cita yang tinggi beresiko mengalami frustasi. Manusia menjadi kecewa bila antara harapan dengan kenyataan ternyata tidak sesuai. Bahkan andaipun kenyataan itu bernilai lebih

tinggi dari harapan, tetap bisa mengalami kekecewaan. Ibarat kita di tengah padang pasir yang terik, kemudian kita kehabisan bekal minum, tentulah saat itu sangat mengharapkan untuk mendapatkan air. Jika saat itu pula kita mendapatkan sebuah batu permata yang bernilai sangat tinggi, tentulah kita tetap akan kecewa karena temuan itu tidak sesuai dengan harapan saat itu. Batu permata itu tak berguna juga akhirnya andai kita mati kehausan. Jadi setiap harapan, cita-cita, menyimpan potensi kekecewaan. Kalau begitu, apakah sebaiknya kita mengurangi cita-cita kita agar tak jadi kecewa? Tentu saja jawabnya adalah sebuah ‘jalan tengah’. Kita wajib bercita-cita setinggi langit (hei, siapa tahu cita-cita tersebut tercapai, seperti yang dialami John Goddard yang meraih 109 dari banyak cita-citanya), dan di sisi lain kita juga mengembangkan kiat bersiap menghadapi kemungkinan kegagalan meraih cita-cita itu. Beginilah kiatnya : jadikan sebuah cita-cita mempunyai multi tujuan. Maksudnya adalah, setiap kali kita mempunyai cita-cita, maka kita menempelkan terhadapnya beberapa alasan sekaligus kenapa kita menginginkannya. Misalnya, seorang anak SMA yang ingin ikut ujian masuk perguruan tinggi untuk masuk jurusan Teknik Elektro ITB misalnya, tentu akan menjadi kecewa bila ternyata dia gagal meraihnya. Sering terjadi karena gagal seleksi masuk tersebut, seorang anak SMA menjadi sedih luar biasa, bahkan menjadi frustasi dengan hidupnya. Kiat yang harus dilakukan oleh anak tersebut (termasuk oleh orang tua dan gurunya) adalah memberikan alasan yang lebih banyak kenapa anak tersebut ikut ujian seleksi masuk perguruan tinggi. Misalnya, tujuan ikut ujian seleksi masuk adalah : •

Ingin kuliah di Teknik Elektro ITB, agar masa depan menjadi cerah.

Kenyataan : gagal! Maka ia gagal 100%. Lalu kita ubah dengan kiat multi tujuan, sehingga ikut seleksi masuk memiliki tujuan sebagai berikut : 1. Ingin kuliah di Teknik Elektro ITB, agar masa depan menjadi cerah. 2. Berusaha untuk mengusahakan masa depan yang lebih baik adalah ibadah. 3. Belajar keras juga akan menyenangkan hati orang tua, karena menunjukkan sikap bersungguh-sungguh dan menghargai dorongan orang tua selama ini. Ini juga ibadah. 4. Ingin tahu sejauh mana kemampuan diri, dengan menguji diri melalui seleksi masuk perguruan tinggi. 5. Menikmati permainan, tampaknya ujian ini seperti permainan dimana selain kemampuan juga dituntut strategi. Ini sangat menantang dan mengasyikkan.

6. Bisa belajar bareng teman-teman, dan terutama menjadi lebih dekat dengan ‘si doi’, teman yang selam ini ditaksir diam-diam. Misalnya seperti itu, jadi daripada hanya 1 alasan kini menjadi 6 alasan. Nah, bila alasan pertama yaitu masuk Teknik Elektro ternyata gagal, maka masih banyak yang bisa dicapai, yaitu pahala ibadah, restu orang tua, tahu posisi kemampuan diri, sudah ikut menikmati permainan, juga jadi punya pacar (karena ternyata ‘si doi’ gagal juga, senasib!). Nah, artinya hanya gagal 1 dari 6 tujuan, alias hanya gagal 17%. Nah, itu baru namanya cerdas! Jadi kalau Anda punya cita-cita yang tinggi (rumah yang bagus, karir yang oke, naik haji, dsb) ingat-ingatlah untuk menambahkan sebanyak mungkin alasan kenapa kita ingin mencapainya. Sehingga walau cita-citanya tinggi namun anti kena depresi, jadi kita selalu bisa gembira! “….. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS: 2 - Al Baqarah : 216) Hero Filed under: Kecerdasan Aspirasi, Topik Personal “Kalau Ade mimpinya apa dalam hidup ini, bikin perusahaan yang besar , atau apa…?” tanya saya kepada Ade. Dia seorang pemuda yang sangat bersemangat dan punya keinginan kuat untuk maju. “Apa ya…., mungkin itu Pak, bikin perusahaan yang besar…,” jawabnya sambil masih berpikir. Kita semua perlu mimpi yang besar dalam hidup ini. Suatu karya yang ingin kita wariskan. Bukan agar kita jadi terkenal dan kaya (toh kita akan segera mati dan dilupakan orang, yang kenal kita pun akan segera mati juga), namun agar dalam hidup yang singkat ini mampu menjadi bermanfaat bagi orang lain. “Kalau cita-cita kita jelas, maka kita akan mudah menemukan pahlawan kita, ‘hero’ kita…,” jelas saya padanya kenapa muncul pertanyaan tadi. Hero. Setiap orang memerlukan pahlawan dalam hidupnya. Setiap orang juga bebas memilih pahlawannya. Pahlawan tersebut adalah model ideal seseorang untuk menjadi seperti apa dirinya nanti. Ada yang mengidolakan artis, ustadz, pengusaha, ilmuwan, maupun tetangganya, orang tuanya, gurunya, bahkan tokoh fiksi. Kita berusaha melihat diri kita ada dalam diri pahlawan tersebut, dan sebaliknya sang pahlawan tersebut ada dalam diri kita. Ada yang hero-nya sudah mati, ada yang masih hidup. Ada yang hero nya bertahan lama, ada yang cuma sekejap (seringkali untuk hero yang masih hidup, ada sisi-sisi negatif yang bisa menyebabkan kekecewaan pemujanya, sedangkan untuk hero yang sudah meninggal, kita lebih

toleran terhadap sisi-sisi negatif itu). Ada hero yang nyata, ada yang fiksi (saya sendiri pernah mengidolakan Spiderman dan Batman, sedangkan anak sekarang mengidolakan Harry Potter). Apa yang kita lihat dalam diri hero tersebut? Diri kita sendiri yang kita mimpikan. Dan hero kita itu adalah model pembelajaran bagaimana kita bisa mencapai citacita yang kita idamkan itu. Kalau kita punya mimpi menjadi pengusaha real estate yang sukses, mungkin akan kita temukan hero itu (sebagian) ada pada Donald Trump. Kalau kita ini ingin menjadi penemu, maka hero kita mungkin adalah Thomas Alva Edison. Kalau ingin jadi artis terkenal, mungkin heronya -untuk anak remaja sekarang- adalah Peter Pan dan Samsons. Kalau kita ingin buka restoran, hero kita adalah Ray Kroc pendiri Mc Donalds atau Kolonel Sanders pendiri KFC. Kalau kita tahu apa cita-cita besar kita dalam hidup ini, maka kita akan mudah menemukan hero kita. Sebaliknya, andai kita masih ragu dengan apa cita-cita kita, maka kita bisa lacak cita-cita itu dari hero-hero yang kini kita idolakan. Cita-cita dapat menciptakan hero-hero, sedangkan hero-hero dapat menumbuhkan cita-cita. Pak Budi Rahardjo, kolega saya, punya hero bernama Steve Jobs, yang kebetulan juga hero saya. Kata beliau, Steve Jobs ini membawa semangat spiritual dalam membuat produk-produk bermutu tinggi seperti komputer Apple dan pemutar musik iPod. Kalau membuat sesuatu selalu dengan cita rasa dan standard tinggi, dan dibarengi semangat spiritual. Misalnya suatu ketika, dia memotivasi seorang anak buahnya untuk membuat ‘booting’ komputer Apple lebih cepat 1 detik. “Buat apa?” tanya anak buah itu. “Bayangkan,” kata Steve Jobs,” kalau ada sejuta komputer Apple, maka akan ada sejuta detik yang kita hemat.” Kisah ini disampaikan oleh anak buah itu, yang sangat terkesan dengan visi bos-nya tersebut. Ini juga tampaknya cita-cita Pak Budi, membuat sesuatu yang bermutu dan bercita rasa tinggi, sekaligus spiritual. Saya juga menjadikan Steve Jobs salah satu hero, apalagi setelah menyimak sambutannya di wisuda Stanford dua tahun lalu, yang memotivasi para wisudawan untuk menemukan jalan terbaiknya masing-masing. Dan masih banyak hero saya yang lain, KH Ahmad Dahlan yang kabarnya pernah menjual piring hanya untuk membiayai pengajian (dan pengajian itu kemudian menjelma menjadi organisasi Muhammadiyah yang kegiatan amalnya luar biasa). Matsushita yang mendirikan Matsushita Electric (dan kini memiliki pegawai ratusan ribu orang), Edison (yang membuat dunia terang benderang), Gandhi (yang membuktikan dahsyatnya kekuatan keyakinan), Rasulullah Muhammad saw (hero paling utama bagi muslim), Mother Theresa (karena keberanian beliau mengambil penderita TBC dari jalanan Calcutta, di saat orang lain menyingkir jijik), Romo Mangun (yang menggagas sekolah gratis Mangunan, dan membuat jaringan pipa air di daerah kering Gunung Kidul. Sebelumnya saya pernah ‘sangat-sangat’ membenci beliau karena sentimen agama, sampai akhirnya sadar, saya juga harus punya karya sebaik beliau), Hamka (buku sederhana beliau berjudul ‘Tasawuf Modern’, membuka cara pandang saya tentang siapa itu sufi, selain itu betapa beliau saat dihukum penjara justru bisa menghasilkan tafsir Al Azhar yang bagus sekali), dan

juga guru-guru saya seperti misalnya almarhum Pak Mudji Rahardjo (yang mengajar kimia dengan cara humoris dan inspiratif). (Oke, Anda bertanya kok nggak ada yang artis? Dengan bangga kami masukkan Vivaldi (yang membina musik anak para pelacur), Iwan Fals (yang berani mengkritik keras lewat lagu), juga Haddad Alwi (yang mempopulerkan kembali shalawat). Akhir-akhir ini tampaknya Dik Doank (dengan sekolah sepakbola gratis Jurank Doank-nya) layak masuk daftar. Masih banyak yang lain kok, nanti daftarnya terlalu panjang.) Mereka dari latar belakang yang bermacam-macam. Apa sih kesamaan mereka? Inspiratif! Ya, seseorang (atau sesuatu) menjadi hero kita karena menyulut api inspirasi dalam diri kita. Mereka itu inspiratif. Mereka semua itu diam-diam berkontribusi membentuk diri generasi berikutnya untuk melanjutkan karya bagi umat manusia sepanjang zaman. Jadi, siapakah hero Anda? Bagaimana hero itu mempengaruhi cita-cita Anda? Memimpikan perusahaan 10 ribu karyawan Filed under: Konsep, Kecerdasan Power, Kecerdasan Aspirasi, Aktifitas “Bapak itu berdosa loh…,” celetuk Pandu, sobat dekat saya dalam kegiatan berinvestasi. “Loh, memangnya kenapa, Ndu?” tanya saya keheranan. “Iya. Bapak itu sudah memperkenalkan SEPIA. Mungkin di ujung dunia sana ada orang yang tercerahkan, yang terbuka pemikirannya karena SEPIA itu. Kalau kemudian tidak dilanjutkan, wah bisa kecewa mereka…,” ujarnya dengan muka serius. “Yah, maksud saya itu sekedar memulai. Siapa tahu kemudian ada yang bisa melanjutkan…,” sahut saya membela diri… dengan ragu-ragu. Dan itulah yang terjadi. SEPIA yang sudah dirumuskan 5 tahun lalu (sejak hebohnya SQ oleh Danah Zohar), hingga kini masih berjalan tertatih-tatih. Hidup enggan, mati tak mau. Bukunya masih beredar sangat terbatas, susah dicari. Di toko buku Gramedia Bandung pun, judulnya salah ketik menjadi “5 kecrdasan utama” (bahkan tulisan ‘kecerdasan’ pun salah ketik menjadi ‘kecrdasan’ kurang huruf ‘e’), akibatnya banyak kenalan yang bilang, “Bukunya nggak ada tuh Pak di Gramedia…, ” dan ketika saya coba sendiri tanya ke bagian informasi, “Ada buku SEPIA?”, dijawab petugas,” Ada nih pak, … novel ya..” Novel? Dan begitulah perjalanan buku SEPIA. Berjalan dengan tertatih-tatih. Setelah cetakan pertama habis di pasaran, buku itu tidak dicetak ulang hingga lebih setahun lamanya, sehingga walau sempat menjadi salah satu buku best seller di Gramedia tahun 2003, waktu itu judulnya masih SEPIA Kecerdasan Milyuner, tetap saja banyak yang tidak tahu. Celakanya, uang hasil penjualan buku tersebut

sebagian besar gagal tagih karena menggunakan distribusi pertemanan yang masih amatir. Yah, SEPIA masihlah kegiatan sambil lalu. Toh, tidak ada yang menuntut…. Awal tahun 2005 dulu, Ananta, sahabat di Garuda Maintenance Facilities (GMF) yang sekarang sudah pindah kerja ke Kuwait, juga berkomentar persis seperti Pandu, “Kamu itu bertanggung jawab ngelanjutin ini loh…,” kira-kira begitulah komentar dia, “Jangan memulai sesuatu, lalu ditinggal….” Maka kemudian hiduplah situs SepiaSun.com ini sebagai ganti buku yang tak kunjung dicetak lagi waktu itu. === Suatu ketika dalam perjalanan menengok properti milik kami (saya dan Pandu) di sebuah wilayah kawasan industri Bandung, saya melewati pabrik coklat Ceres. Kebetulan sedang jam dimana ratusan karyawannya baru keluar dari pabrik. Subhanallah, hebat sekali, pikir saya. Tiba-tiba muncul dalam hati ini sebuah keinginan, bahwa kelak, suatu hari, saya bisa mendirikan pabrik dengan 10 ribu karyawan. Matsushita saja bisa mendirikan Matsushita Electric yang hebat dengan produk Panasonic. Padahal beliau tidak sekolah formal. Matsushita Electric yang besar itu dimulai hanya dari keinginannya membuat fitting lampu. “Semestinya saya juga bisa,” batin saya. Masak sih? === Jambi, Sabtu, 6 Januari 2007. “Masyarakat bawah, pengusaha UKM, itu sebenarnya secara spiritual sudah bagus. Spiritual dalam arti yang luas ya, seperti kejujuran mereka, ketabahan, dan sebagainya. Justru yang saya lihat kurang adalah apa yang disampaikan model SEPIA itu, yaitu kecerdasan Power dan kecerdasan Aspirasi. Mereka itu tidak punya jaringan dan tidak punya visi…,” kata Pak Agus Syarief. Artinya, kalau hanya sisi spiritual (SQ) yang dibangun, juga emosional (EQ) dan intelektual (IQ), belum akan menjawab permasalahan. Karena pada dasarnya teman-teman UKM (Usaha kecil dan Menengah) itu sudah memiliki ketrampilan, semangat, dan kejujuran. Yang paling kurang dari mereka adalah strategi dan aspirasi (visi) mereka. Kami sedang duduk bersama makan siang, setelah sebelumnya selesai menyelenggarakan seminar SEPIA untuk para mahasiswa dan guru (yang hadir hampir 200 orang, yang jelas aulanya penuh). Malam sebelumnya kami selenggarakan seminar Financial Happiness untuk undangan terbatas (yang hadir sekitar 20 orang). Ini sudah prestasi, mengingat undangannya hanya model ‘gerilya’. Pak Agus itu tipe orang yang ‘walk the talk’, melakukan apa yang dia ucapkan. Walau hanya kenal melalui internet, beliau bilang melihat suatu hal unik pada SEPIA ini yang bisa diterapkan untuk pemberdayaan masyarakat. Memang sembari menjadi dosen ekonomi di Universitas Jambi, aktifitas beliau yang riil adalah membina para pengusaha UKM di wilayah Jambi.

“Itulah kenapa SEPIA ini menurut saya cocok sekali untuk disosialisasikan,” ujar Pak Agus lebih lanjut, “karena ada kecerdasan Power dan Aspirasi itu.” (Oo… begitu, batin saya.) “Dan saya mengingatkan lagi kepada Pak Khairul, tahun 2010 itu sudah dekat loh, kan visi Pak Khairul di tahun itu SEPIA ini bisa menjadi model yang tersebar di seluruh Indonesia…,” ujarnya lagi. (Wah, Pak Agus ini lebih serius daripada saya ternyata, batin saya lagi.) Lalu beliau bercerita bahwa mengundang saya ke Jambi bukan tanpa cobaan. Berat, katanya. Ada saja yang skeptis bahkan berprasangka yang kurang baik dengan kegiatan kami ini. “Bahkan sempat dikatakan buku ini‘aliran sesat’. Kalau memang SQ, mana ayatayatnya? Saya jawab, memang ayatnya tidak ditulis, tapi keseluruhan buku itu sudah menggambarkan hal itu. Lihat saja bagian terakhir halaman penutup. Ada ayatnya di situ,” cerita beliau. “Yah, kita melakukan apa pun pasti ada saja yang mengkritik,” ujarnya. Kami tertawa bersama. (seringkali memang orang terjebak mengidentikkan SQ dengan agama, bukannya perilaku orang yang beragama) Saya sudah sering membawakan SEPIA di luar Jawa. Namun kegiatan kali ini menjadi istimewa karena perkenalan kami betul-betul hanya melalui internet! (Biasanya kegiatan luar kota lainnya dimulai dari kenal lewat buku atau kegiatan lain.) Walaupun ini adalah kejadian ke dua setelah sebelumnya rekan-rekan dari PT Inti Optotama Jakarta juga mengundang hanya dengan kenal lewat internet, namun waktu itu SEPIA dibawakan khusus bagian SQ (kecerdasan spiritual) saja. Lalu pikiran saya melayang mengingat kembali cita-cita sebuah perusahaan dengan 10 ribu karyawan. Bukankah perusahaan itu tidak perlu berwujud pabrik besar dengan 10 ribu karyawan? Bukankah bisa saja berwujud 1000 kantor kecil di 1000 kota dengan 10 karyawan, atau bisa juga 2000 kantor kecil dengan 5 karyawan? Tujuan usaha itu juga bukan untuk mencetak laba yang besar, cukup bisa ‘sustain’ saja sudah hebat (itu artinya ada 10 ribu keluarga bisa mendapat nafkah). Potensinya banyak, misalnya Bimbingan Belajar metode SEPIA, Career Day untuk SMA metode SEPIA (biasanya untuk menghadapi SPMB), penerimaan mahasiswa baru dan wisuda di universitas (untuk pembekalan kiat kuliah dan kiat bekerja), konsultasi keuangan keluarga metode SEPIA (mengatasi masalah kesejahteraan finansial), jualan poster-poster 5 kecerdasan SEPIA, pemberdayaan UKM metode SEPIA (terutama asesmen titik lemah perusahaan), buku kumpulan pengalaman inspiratif ‘Chicken Soup for Soul’ gaya SEPIA (sarana berbagi pengalaman), peningkatan mutu SDM perusahaan metode SEPIA (terutama meningkatkan PQ dan AQ, dua hal yang sering luput), program persiapan pensiun metode SEPIA (biar pesangon tidak menguap karena salah investasi), dll. Kekuatan metode SEPIA sesungguhnya ada pada pendekatan sinergi komprehensif dari 5 kecerdasan, dan tidak mengunggulkan sebagian kecerdasan atas kecerdasan yang lain (sekarang kan trend-nya sedang mengunggulkan SQ tuh! Padahal dalam realita hidup, menjadi

baik dan shaleh saja sangat jauh dari cukup untuk meraih sukses.). Semua visi itu bisa terwujud melalui kerjasama dengan ribuan lembaga seperti Lembaga Manajemen Terapan (LMT) ‘Success’ yang dipimpin Pak Agus di Jambi. Kerjasama dengan LMT Success ini bisa menjadi model awal. “Dan dari 10 karyawan itu mimpi saya ada 1 orang cacat yang dilibatkan. Kalau dia cacat kaki, bukankah masih bisa mengerjakan tugas di komputer seperti mendesain brosur misalnya? Kalau dia tuna rungu, bisa mengerjakan sesuatu yang memerlukan ketekunan. Mereka yang cacat itu terbatas sekali kesempatan kerjanya,” demikian saya ungkapkan kepada Pak Agus, setengah meminta persetujuan beliau. Sebuah mimpi, katanya harus ditulis. Ketika mimpi itu ditulis, ia bisa menginspirasi diri sendiri, bahkan juga orang lain. Dan ketika sebuah mimpi telah menginspirasi, ia berpotensi mewujud, seringkali hampir dengan sendirinya. “If you can dream it, you can do it. Always remember that this whole thing was started with a dream and a mouse.” Disney, yang menjelaskan bahwa seluruh perusahaan Walt Disney yang besar itu dimulai dari sebuah mimpi dan gambar tikus Mickey Mouse.

Suasana seminar

Mahasiswa Ekonomi Universitas Jambi (Tulisan tersebut adalah catatan perjalanan ke Jambi. Ditulis sekedar untuk kenangan. Terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Pak Agus Syarief yang memberikan dorongan agar SEPIA ini terus dikembangkan. Saya tahu, Bapak defisit dalam kegiatan ini karena berani mengundang ‘bukan orang terkenal’. Hehe. Dan Bapak tempuh resiko itu. Terimakasih Pak Agus! Semoga menjadi amal jariyah buat Bapak. Amin. Saya tahu juga bahwa bapak ‘tidak suka publisitas’, sehingga mungkin tulisan ini kurang nyaman buat Bapak. Yah, anggap saja ini sekedar catatan perjalanan yang tidak banyak orang akan membacanya. Thank’s juga buat Pandu dan Ananta yang mengingatkan ‘dosa’nya memulai sesuatu tanpa menuntaskan. Semoga menjadi amal jariyah pula bagi kalian. Amin.) NB : Peserta seminar kemarin sangat antusias. Wah, kalau komentar dari peserta bisa ditampilkan, pasti juga bagus. Bagaimana nih Pak Agus? Hidup mengalir dengan multi skenario Filed under: Kecerdasan Power, Kecerdasan Aspirasi, Topik Personal “Aku sih hidup mengalir saja… ,” demikian celetuk seorang teman. “Ya.. kalau mengalir tanpa terkendali itu namanya HANYUT…,” tukas saya menimpali teman tersebut. Kebanyakan orang hidup mengalir mengikuti irama jaman. Kebanyakan orang pula bertanyatanya kenapa hidupnya tak juga maju? Suatu ketika, dalam sebuah pelatihan tentang analisis kompetitor di PT Telkom, kami membahas tentang pentingnya Scenario

Planning bagi sebuah perusahaan. Diskusi tersebut sangat seru dan intens, mengingat selama ini seringkali hanya ada satu perencanaan tunggal yang menjadi target perusahaan di awal tahun. “Scenario Planning bukan ditujukan untuk meramalkan masa depan. Tujuan sesungguhnya adalah untuk mengantisipasi berbagai keadaan yang mungkin terjadi…,” demikian kami jelaskan kepada peserta, mengutip pendapat Michael Porter dalam bukunya Competitive Advantage, mengenai kegunaan scenario planning. Mengantisipasi, itu adalah sikap yang lebih tepat daripada sekedar ‘meramalkan’ masa depan. Bila meramalkan, maka kita membuat perkiraan hal apa yang paling mungkin terjadi. Sedangkan mengantisipasi berarti membuat berbagai gambaran kemungkinan yang bisa terjadi, kemudian mengambil strategi untuk bersiap terhadap semua yang mungkin terjadi tersebut. Dan itulah tujuan utama scenario planning. Scenario Planning sendiri mulai populer di tahu 70-an ketika terjadi krisis harga minyak dunia yang tiba-tiba melambung tinggi. Saat itu bukan tidak ada minyak, tapi harga minyak melambung karena krisis politik di Timur Tengah. Shell, adalah perusahaan minyak yang telah menerapkan scenario planning. Di awal tahun 70-an, Shell membuat berbagai skenario yang mungkin terjadi, salah satunya adalah melambungnya harga minyak dunia, suatu kondisi yang jauh dari ramalan kebanyakan para ahli ekonomi saat itu. Dan ternyata kejadiannya adalah sesuatu yang berbeda dari kebanyakan ramalan, harga minyak melambung menyebabkan kelesuan ekonomi dunia. Shell, yang sudah menyiapkan diri dengan berbagai skenario tersebut mampu memanfaatkan keadaan, sehingga melejit menjadi 3 besar dunia. Perusahaan lain yang beruntung dalam kondisi krisis minyak saat itu adalah perusahaan-perusahaan mobil Jepang yang sukses memasarkan mobil ukuran kecil bagi pasar Amerika (salah satunya adalah Honda Civic berukuran kecil, yang tadinya dipandang skeptis akan dibeli orang Amerika). Hidup mengalir? Itulah yang terjadi pada sebagian besar orang (dan sering berakhir menyedihkan). Sebenarnya mereka bukan tanpa rencana, namun rencana mereka tak sesuai dengan kenyataan. Jadilah mereka terhanyut oleh kehidupan. Misalnya seorang mahasiswa, biasanya dia sudah membayangkan (punya cita-cita/mimpi) bahwa nanti setelah lulus dia akan bekerja di suatu tempat dengan gaji besar, menikah dengan idamannya dan punya anak, dan begini, dan begitu seterusnya. Apa yang terjadi? Kebanyakan mimpinya tak juga terwujud. Setiap hari masih naik angkutan yang sama, pergi dan pulang pada jadwal yang sama, dan merasakan hidupnya yang sama, tak juga maju-maju. Lebih celaka lagi sering kondisi berubah mendadak menyebabkan semua rencana kacau balau dan akhirnya hanya bisa pasrah menjalani hidup. Itulah contoh kebanyakan hidup yang mengalir. “Ya kalau mengalirnya ke laut, kalau mengalirnya ke comberan… ?” gurau saya kepada teman. Maksudnya adalah, ya kalau dalam hidup ini –yang kita mengalir di

dalamnya- ternyata betul membawa kita ke kondisi yang sesuai harapan dan mimpi kita (kerja keras, naik jabatan dan naik gaji, anak-anak tumbuh cerdas, keluarga bahagia, bisa haji dan keliling eropa, dll) tentu kita senang. Bagaimana kalau sebaliknya? Sikut-sikutan di kantor, krisis ekonomi lagi, sekolah makin mahal, PHK, dll. Tentu hidup yang mengalir itu akan berakhir di comberan. Ini namanya tragedi. Yang betul adalah hidup mengalir dengan terkendali. Ibaratnya kita sedang main arung jeram menyusuri sungai, maka kalau kita menggunakan perahu karet yang baik, dengan dayung untuk kendali, bahkan dengan helm dan jaket pelampung, tentunya jauh lebih terkendali dibandingkan kita terjun ke sungai tanpa perahu karet, tanpa dayung, tanpa jaket pelampung. Menyiapkan diri dengan rakit, dayung, dan jaket pelampung itulah sikap seorang yang hidup dengan kendali. Kita tidak mampu mengendalikan arus sungai, namun kita selalu mampu mampu untuk mengambil sikap mengendalikan perahu kita. Nah, kembali ke pelatihan analisa kompetitor di Telkom tadi, kesimpulan kami adalah sangat penting bagi perusahaan untuk menyiapkan multi skenario, bukan sekedar skenario tunggal. Dengan adanya multi skenario itu dapat dirancang strategi yang adaptif dan mampu mengatasi apapun skenario yang akhirnya terjadi. Berpegang hanya pada skenario tunggal menjadi sangat riskan mengingat perubahan politik, ekonomi, maupun teknologi di masa global ini bisa terjadi dengan sangat cepat. Tiba-tiba terpikir dalam benak saya, bagaimana dengan skenario untuk diri kita sendiri? Apakah kita sudah punya multi skenario untuk masa depan? Bagaimana kalau karir kita tak berjalan mulus seperti yang kita bayangkan? Bagaimana kalau kondisi berkembang ke arah yang berlawanan dengan apa yang kita harapkan? Apakah kita sudah siap? Bagaimana dengan tahun 2007 ini? Apakah ramalan mereka yang optimis itu benar terjadi (bahwa ekonomi Indonesia akan membaik, karena kondisi makro 2006 katanya sih baik)? Atau justru ramalan mereka yang pesimis lah yang terjadi (banyak bencana, krisis ekonomi global, ekonomi riil yang stagnan, banyak PHK)? Ah, mudah saja. Kita ambil saja semua ramalan itu menjadi multi skenario. Ada skenario positif optimis, dan ada yang negatif pesimis. Kemudian ambil beberapa strategi yang bisa mengantisipasi semua kemungkinan itu. Jadi apa multi skenario Anda? Apa yang Anda rencanakan andai ekonomi membaik dan bisnis Anda juga ikut melejit? Bagaimana pula kalau ekonomi membaik, sayangnya bisnis Anda tidak termasuk yang beruntung menikmatinya, apa strategi Anda? Bagaimana pula kalau kondisi memburuk, peluang apa yang akan muncul dan bisa Anda manfaatkan? Bagaimana kalau kondisi memburuk dan bisnis Anda pun memburuk, apa persiapan (jaga-jaga/tabungan) yang sudah Anda lakukan? Bagaimana pula skenario hidup masa depan Anda, apakah sudah punya beberapa pandangan (atau hanya skenario tunggal yang –maunya- bagus-bagus dan sukses saja)? Bagaimana kalau karir melejit, dan bagaimana pula kalau karir ternyata

anjlok? Bagaimana kalau kesehatan selalu bagus, bagaimana pula bila terjadi musibah? (Bahkan bagaimana kalau semua mimpi indah itu kandas karena ternyata kita mati muda, misalnya, sudahkah kita siap?) Skenario planning tampaknya layak kita terapkan buat kita sendiri, bukan hanya untuk perusahaan kita. Tentunya biar kita menjadi lebih bijak dan penuh kendali saat ikut mengalir dalam kehidupan ini. === What is scenario planning? ‘‘An internally consistent view of what the future might turn out to be—not a forecast, but one possible future outcome.’’ Porter, M. Competitive Advantage Scenarios provide alternative views of the future. They identify some significant events, main actors and their motivations, and they convey how the world functions. Building and using scenarios can help us explore what the future might look like and the likely changes of living in it. Shell.com Norman Borlaug, pemberi makan dunia Filed under: Kecerdasan Intelektual, Kecerdasan Aspirasi, Profil Siapa manusia yang paling berjasa di abad ke-20? Kita bisa menjawabnya dengan menyebut sederetan pemimpin besar seperti Roosevelt dan Churchill, atau ilmuwan besar seperti Einstein dan industrialis raksasa seperti Henry Ford. Selain nama-nama besar ini, Norman Borlaug patut menjadi favorit. Akan tetapi, siapa kini yang mengenal Norman Borlaug? Siapa yang tahu bahwa pada tahun 1970 ia mendapat Hadiah Nobel untuk Perdamaian atas jasanya memberi makan kepada jutaan manusia, mencegah kelaparan massal, dan karena itu memungkinkan perdamaian yang lebih abadi? Siapa yang masih ingat bahwa di tahun 1960-an ia mengawali revolusi hijau, sebuah peningkatan produktivitas pertanian yang dahsyat dan mempengaruhi perkembangan banyak negara, termasuk negara kita? ….. “Saya juga tidak kenal,” demikian batin saya, menjawab pertanyaan Rizal Mallarangeng yang meresensi buku The Man Who Fed The World karya Leon Hesser di Kompas minggu 22 Oktober lalu. Saya tidak kenal siapa Norman Borlaug. Guruguru saya juga tidak mengenalkannya. Tapi saya kenal karya Norman ini : IRRI (International Rice Research Institute) di Filipina yang terkenal dengan padi IR36

dan IR64 waktu saya sekolah menengah dulu. Guru-guru saya juga mungkin tidak tahu bahwa ada tokoh yang berjasa besar mengantar swasembada beras Indonesia tahun 1984, walaupun tidak secara langsung. Ya ini orangnya, Norman Borlaug. Norman lahir 1914 dari keluarga petani miskin di Cresco, Iowa. Di keluarganya, dia adalah generasi pertama yang bisa mencapai pendidikan tinggi dengan masuk University of Minnesota. Suatu kali dia mendengarkan ceramah Prof. EC Stakman, Ketua Jurusan Patologi Tanaman yang mengubah arah hidupnya. Borlaug bertekad untuk menjadi ahli pertanian dan belajar di bawah bimbingan Profesor Stakman. Setelah menyelesaikan studi doktor, Borlaug menerima tawaran Prof Stakman untuk membantu pengembangan pertanian di Meksiko yang saat itu sedang mengalami krisis pangan. Program ini sepenuhnya dibiayai oleh The Rockefeller Foundation. Selama 20 tahun Norman Bourlag tinggal di Meksiko, melakukan riset dan pengembangan tanaman gandum. Dari hari ke hari, dengan ketekunan luar biasa, ia dan tim yang dipimpinnya menyilang dan mempelajari pertumbuhan ribuan varietas gandum untuk mencari bibit-bibit baru dengan sifat yang lebih tahan hama dan lebih produktif. Pada intinya, terobosan Norman Borlaug terletak pada beberapa hal. Ia menemukan metode yang lebih efektif untuk melakukan persilangan verietas dalam jumlah yang massal serta menyempurnakan metode ’shuttle-breeding’. Tak kalah penting adalah temuan bibit gandum dengan batang yang jauh lebih pendek, yang merupakan penyilangan dari bibit berasal dari Jepang, Norin-10. Dengan batang lebih pendek, varietas ini menghasilkan bulir lebih banyak serta lebih tahan terhadap terpaan angin, juga lebih responsif terhadap aplikasi pupuk. Dengan metode baru dan varietas unggul itulah Norman Borlaug memulai revolusi hijau. Pada akhir 50-an Meksiko sudah terlepas dari ancaman kelaparan dan mencapai tahap swasembada pangan. Kebetulan pada masa itu juga terjadi krisis pangan di wilayah India dan Pakistan. Suasana dunia pada 1960-an memang agak kelabu. The Population Bomb, buku populer yang ditulis Paul Ehrlich pada periode itu memaparkan bahwa krisis pangan di India hanyalah bagian dari masalah yang lebih besar: dunia tidak mampu lagi menanggung jumlah penduduk dunia yang terus membengkak, sehingga secara alamiah puluhan bahkan ratusan juta jiwa akan terkena seleksi alam (artinya, mati kelaparan). Norman Borlaug tidak larut dalam pesimisme semacam itu. Bersama MS Swaminathan, salah seorang penasihat Menteri Pertanian India, Norman membuat revolusi hijau di India. Ribuan ton bibit baru dari Meksiko disebarkan secara luas. Selain itu Borlaug juga berhasil membujuk pemerintahan India agar mengubah kebijakan pertanian dengan penyesuaian harga gandum petani, menyebarkan pupuk lebih agresif, serta memperluas jaringan kredit petani.

Dengan semua itu India berhasil melepaskan diri dari jepitan nasib buruk. Pada awal 70-an negeri kedua terpadat di dunia itu berhasil mencapai swasembada pangan. Bahkan India tak pernah lagi krisis pangan walaupun penduduknya meningkat dua kali lipat dari 450 juta menjadi hampir satu milliar jiwa pada periode itu. Pakistan juga mencapai swasembada pangan, lebih dulu daripada India yaitu di tahun 1968. Setelah berhasil di India dan Pakistan, revolusi hijau merambah ke berbagai negara lain, dan tidak hanya dengan tanaman gandum. Dengan contoh keberhasilan di Meksiko, The Rockefeller Foundagtion dan The Ford Foundation berinisiatif mendirikan IRRI di Los banos Filipina. Itulah lembaga yang turut membantu Indonesia sempat mengeyam swasembada pangan di pertengahan 80-an. Penduduk dunia sekarang telah melebihi 5 milyar orang. Diperkirakan akan mencapai 10 milyar di tahun 2050. Akankah terjadi revolusi hijau berikutnya? Ataukah sebagian dari kita akan mengalami seleski alam dan terhempas karena kelaparan? Kini, melihat banyaknya sawah yang berubah menjadi lahan pemukiman, paceklik karena kemarau yang panjang, harga gabah yang buruk sekali dan sebaliknya pupuk yang mahal, petani yang terbelit hutang, dan gelombang protes terhadap impor beras Vietnam, rasanya saya ingin sekali figur Norman Borlaug ini hadir kembali di Indonesia. Seperti disampaikan Rizal Mallarangeng, direktur eksekutif Freedom Institute di Jakarta yang menulis resensi tersebut, Norman Borlaug patut menjadi tokoh favorit abad 20. Saya setuju sekali, dan kini Norman Borlaug menjadi salah satu tokoh inspriratif dalam hidup saya. Toyoda : Setiap orang perlu mengambil proyek besar dalam hidupnya Filed under: Kecerdasan Aspirasi, Profil, Topik Personal Sebagai seorang bocah, Sakichi Toyoda belajar ilmu pertukangan kayu dari ayahnya. Toyoda kecil adalah seorang anak yang cerdas dan kreatif. Saat itu industri tenun adalah industri yang paling berkembang di tanah kelahirannya, wilayah pertanian di pinggiran Nagoya, Jepang. Toyoda muda dengan ilmu pertukangan kayu yang diwarisi dari ayahnya, pada tahun 1894 membuat sebuah mesin tenun yang lebih murah namun bekerja lebih baik daripada mesin yang sudah ada. Toyoda sangat puas dengan mesin tenunnya. Namun dia melihat neneknya, ibunya, juga wanita-wanita lain masih harus bekerja keras untuk memintal dan menenun. Toyoda ingin membuat mereka terbebas dari kerja keras itu. Maka dia kemudian menciptakan mesin tenun yang ditenagai mesin. Saat itu adalah jaman dimana seorang pencipta harus mengerjakan semuanya sendiri. Karena kurangnya sumber tenaga untuk penggerak mesin, maka Toyoda belajar lebih dahulu tentang mesin uap, membeli mesin uap bekas, dan mencoba berkali-kali secara trial error hingga berhasil. Toyoda kemudian mendirikan Toyoda Automatic Loom Works pada tahun 1926, yang kemudian menjadi cikal bakal konglomerasi Toyoda.

Toyoda sangat terinspirasi oleh buku Self Help karya penulis Inggris Samuel Smiles yang terbit 1859. Buku itu menjelaskan bahwa revolusi industri tumbuh karena kerja keras, disiplin, dan penyempurnaan diri. Buku itu dilengkapi dengan kisah James Watt dan mesin uapnya. Buku itu juga menjelaskan bahwa seorang pemimpin harus mengetahui sendiri fakta-fakta di lapangan, yang kemudian diadopsi Toyoda menjadi filosofi Genchi Genbutsu (lihat sendiri untuk memahami situasi - go and see for yourself to thoroughly understand the situation). Karena sangat terinspirasi oleh buku itu, maka Sakichi Toyoda menyimpan buku itu dalam koleksinya yang hingga kini masih dapat dilihat di museumnya. Sakichi punya anak lelaki bernama Kiichiro Toyoda, seorang anak yang kerempeng dan sakit-sakitan. Banyak orang menganggap bahwa Kiichiro Toyoda tidak punya fisik yang mendukung untuk menjadi pemimpin yang baik. Tapi sang ayah tidak setuju dengan pandangan itu. Ia memberi tugas anaknya untuk belajar membuat mobil. Awal tujuannya bukan untuk mengembangkan bisnis. Tujuannya adalah memberi kesempatan anaknya itu untuk melakukan sesuatu yang besar dalam hidupnya! Dia ingin anaknya mempunyai kesempatan membuat kontribusi kepada umat manusia, sama halnya dengan kesempatan istimewa yang dia alami dalam memberi kontribusi melalui mesin tenun. Toyoda berkata kepada anaknya: Setiap orang perlu mengambil proyek besar paling tidak sekali dalam hidupnya. Saya mendedikasikan hampir seluruh hidup saya untuk menciptakan jenis mesin tenun yang baru. Sekarang saatnya giliranmu. Kamu harus berusaha sungguhsungguh untuk menyelesaikan sesuatu yang akan memberi manfaat bagi masyarakat. Kiichiro kemudian dikirim untuk sekolah di Tokyo Imperial University, mengambil jurusan teknik mesin dengan fokus pada teknologi mesin. Mengikuti jejak ayahnya, Kiichiro juga selalu melakukan belajar melalui praktek (learning by doing). Dalam membuat mesin bagian tersulit adalah mengecor blok mesin. Kiichiro melakukannya sendiri dengan membuat mesin kecil, terus menerus hingga berhasil. Usaha Kiichiro akhirnya menjadi Toyota Automotive Company, salah satu perusahaan mobil terbaik di dunia. Setiap orang perlu mengambil minimal satu proyek besar dalam hidupnya, demikian pesan Sakichi Toyoda, bapak pendiri dari perusahaan Toyota. Pesan ini sangat inspiratif, saya sangat setuju. Kadang-kadang hal ini saya sampaikan secara bergurau kepada mahasiswa saya, “Kalau hidup ini hanya dijalani dengan biasabiasa saja, maka kita ini ibarat cuma dimanfaatkan oleh DNA buat numpang lewat. Maksudnya, kita hidup, berkeluarga, punya anak, lalu mati. Berarti hidup kita kan cuma buat meneruskan DNA kita kepada generasi berikutnya? Karena itu kita perlu punya mimpi yang besar dan membuat kontribusi yang positif dalam hidup ini.” Demikian pula setiap kita perlu mengambil minimal satu proyek besar dalam hidup kita untuk diselesaikan. Proyek itu ditujukan untuk membuat kontribusi bagi masyarakat. Entah itu menemukan sesuatu, menciptakan produk, atau membuat

sistem dan organisasi. Apa saja yang menjadi bakat terbaik Anda, bisa Anda wujudkan menjadi sumbangan yang bermanfaat bagi umat manusia. Seperti halnya proyek SEPIA ini, yang walaupun hanya menambahkan ‘judul’ baru Kecerdasan Power dan Kecerdasan Aspirasi, saya tujukan untuk menjadi salah satu proyek besar seumur hidup guna memberi kontribusi bagi umat manusia. Anda tentu juga sudah punya ‘ a lifetime project‘, bukan? Menciptakan kemewahan untuk diri sendiri Filed under: Kecerdasan Aspirasi, Kiat, Cara Bahagia Delapan Delapan Delapan Delapan

lebih sepuluh : berangkat menuju kolam dua puluh : masuk dan bayar empat ribu dua lima : nyemplung lima puluh : bilas dan pulang

Mewah. Ya, itu bagi saya. Mungkin nggak buat Anda? Eitt, tunggu dulu kawan. Selasa pagi jam delapan lebih, matahari pada posisi 30 derajat di timur, air kolam yang bening karena baru dikuras sehari sebelumnya, suasana sepi (seakan kolam ini hanya diciptakan untukku). Berenang sendirian di Selasa pagi. Yang paling saya suka saat berenang sendirian adalah mengamati bayang-bayang tubuh kita sendiri yang memantul di dasar kolam. Ketika tangan menyibak air, maka tampak bayang-bayang gerakan tangan dengan ujung yang berpendar-pendar karena sinar matahari. Nuansanya sangat meditatif, sambil berenang perlahan-lahan, pendar-pendar cahaya matahari di dasar kolam itu sungguh menentramkan. Bagi saya itu mewah. Bagi saya itu kemewahan. “Jadi besok ketemu jam berapa?” tanya temanku sehari sebelumnya. “Siang aja ya, pagi aku mau berenang dulu…” jawabku. “Waah, kamu ini sebenarnya yang paling kaya… masih bisa santai-santai…” ujarnya sambil tertawa. Kemewahan. Banyak orang menyangka sesuatu yang mewah itu pasti mahal. Kebetulan, saya tidak sependapat. Apa sih mewah itu? Bagus? Berkilau? Mahal? Porsche? Caviar? Bagi saya, sesuatu itu menjadi mewah ’saat orang normal susah meraihnya’. Adzan pun bisa menjadi kemewahan, seperti yang dialami profesor saya ketika di Amerika, juga yang saya rasakan saat sempat tinggal sebentar di Jepang dulu. Bagi saya sebuah kegiatan rutin pagi hari berupa anak cium tangan saat mau pergi sekolah, dan saya melihatnya naik mobil jemputan adalah suatu kemewahan. Karena saya tahu, banyak orang tua yang terpaksa pergi sebelum jam 6 pagi dan pulang setelah jam 9 malam, luput dengan keindahan momen-momen seperti itu.

Bagi saya sekeping rujak dan es krim kunyah yang diiringi diskusi seru dengan anak dan istri juga merupakan kemewahan. Karena saya tahu banyak orang tua sekarang terpaksa cuti panjang dan mengeluarkan banyak biaya hanya untuk menikmati kebersamaan dengan keluarga (itupun masih sambil bawa laptop dan diganggu dering handphone). Bagi anak saya, kemewahan tampaknya muncul saat kami jalan-jalan ke Gramedia dan dia bisa beli kisah Lima Sekawan karya Enid Blyton dari jatah uang saku bulanannya. Bagi istri saya kemewahan itu adalah… bisa tidur nyenyak! (ya, bagi seorang ibu dengan bayi usia 3,5 bulan jelas tidur nyenyak itu sebuah kemewahan) Dan saya masih terus menikmati berenang di kolam bersih, pada hari Selasa pagi, dengan tiket empat ribu rupiah. Sendirian. Saya merasa mewah. Mungkin karena komentar teman saya, Pandu ‘Sang Anomali’, “Banyak orang pada jam itu harus bekerja loh pak, jadi itu jelas mewah sekali pak….” (sebagai tambahan kemewahan, setelah berenang, pulang, lalu tidur pulas hingga jam 12, hehe) Yuk kita ciptakan kemewahan bagi diri kita sendiri. Saya yakin kita semua punya kondisi unik yang memungkinkan untuk menciptakan kemewahan-kemewahan kecil sendiri. Pilih aja yang murah, yang meriah, yang membuat kita merasa berbeda, dan membuat kita bersyukur diberi secicip kondisi beda itu…. Jadi, apa nih kemewahan menurut Anda? Peresmian Kecerdasan Power dan Kecerdasan Aspirasi Filed under: Konsep, Kecerdasan Power, Kecerdasan Aspirasi, Kiat Seth Godin memang cerdas. Buat menyumbang yayasan diabetes dia mengajak 32 penulis beken untuk membuat buku rame-rame, diberi judul Big Moo. Walhasil, saya terpikat untuk beli buku terjemah Indonesianya, karena banyak penulisnya yang saya kenal (maksudnya saya kenal dia, dia nggak kenal saya). Satu tulisan yang menarik adalah tentang Isaac Newton. Orang jenius ini dikenal sebagai peletak dasar hukum-hukum fisika kinematik. Orang mengenalnya dengan hukum gravitasi, padahal itu hanya secuil karya dia. Karya paling hebat sebenarnya adalah ilmu Kalkulus, yang dia bikin sebagai alat buat menghitung gerak benda. Anehnya, orang ini paling dikenal karena hukum Gravitasi. Mengapa? Karena Newton lah yang memberi nama gaya ini! Plus dibungkus cerita dia duduk di bawah pohon apel lalu kepalanya kejatuhan buah apel. Haha. (Katanya sih cerita sesungguhnya seperti ini : newton duduk di bawah pohon apel, lalu melihat buah apel yang bergantungan ternyata besarnya sama dengan bulan di kejauhan. Dari situlah muncul ilham tentang kekuatan gaya tarik yang bergantung terhadap jarak antara dua benda. Cerita inipun kabarnya masih salah! Ada yang bilang dia melihat apel jatuh saat jalan-jalan di kebunnya, ada juga yang bilang dia melihatnya dari jendela. Yang jelas, legenda Newton tersebar gara-gara cerita apel ini.)

Terinspirasi dari cerita tersebut, dengan ini saya juga (kembali) meresmikan dua kecerdasan baru : 1. Kecerdasan Power : yaitu kemampuan seseorang dalam mengenali dan mengelola kekuatan di sekelilingnya 2. Kecerdasan Aspirasi : yaitu kemampuan seseorang dalam mengenali dan mengelola keinginannya. Saya sering memberi pengantar buat dua kecerdasan tadi sebagai berikut. “Pernahkah Anda lihat orang yang baik (SQ), pintar (IQ), rajin (EQ), tapi usahanya selalu gagal? Sebaliknya, pernahkah Anda lihat orang yang jahat, males-malesan, bodoh, tapi justru jadi anggota DPR?” (hehe, just kidding, berhubung wakil rakyat adalah sosok yang paling tepat buat menggambarkan Kecerdasan Power ini! Kalau Anda anggota DPR jangan tersinggung ya…). Itu karena sukses lebih banyak ditentukan oleh Kecerdasan Power! “Orang yang cuma bermodal baik dan tekun, namun TIDAK PUNYA ASPIRASI, itu ibarat kerbau. Mau jalan kemana terserah kepada tuannya. Orang yang bermodal pintar dan tekun, namun TIDAK PUNYA ASPIRASI, itu ibarat robot. Serba bisa, tapi tetap ikut kemauan tuannya.” Orang-orang yang sukses ternyata punya mimpi sendiri, dan seringkali mimpi mereka adalah mimpi yang besar! Mereka memiliki Kecerdasan Aspirasi. Maksudnya, tak peduli sehebat apapun Anda, kalau nggak punya tujuan ya nggak akan menghasilkan apa-apa. Dan kalau Anda tidak punya tujuan sendiri, maka orang lain lah yang akan membuatkan tujuan buat Anda (alias Anda dimanfaatkan saja). Demikian, dengan ini PQ dan AQ secara resmi telah diresmikan (kembali). Hehe. Pesan dari air : kekuatan kehendak Filed under: Konsep, Kecerdasan Spiritual, Kecerdasan Aspirasi, Cara Bahagia “Masak sih cuman ditempeli tulisan”, tanya saya hampir tak percaya. “Ya memang begitu info di bukunya”, jawab Pak Agus Nggermanto, rekan saya. “Kalau doa, musik, ucapan, sih saya percaya… karena ada frekuensi gelombang yang bisa mempengaruhi benda. Tapi kalau cuman tulisan, masak bisa, emangnya airnya bisa baca…”, kata saya masih tak percaya. Tapi begitulah hasil penelitian Masaru Emoto. Beberapa buah air dalam tabung suling dijadikan percobaan ditempeli tulisan. Tabung pertama dijadikan tabung kontrol, artinya tidak ditempeli tulisan apapun. Tabung kedua diberi tulisan Love and Appreciation (cinta dan penghargaan), dan tabung nomor tiga ditempel tulisan

Thank You (terimakasih), tabung berikutnya ditempeli umpatan You Make Me Sick, I Will Kill You (kamu bikin saya muak, saya akan membunuhmu), lalu tabung berikutnya ditempeli nama Adolph Hitler, dan Mother Theresa. Semua tabung tersebut dibiarkan semalaman, kemudian keesokan harinya diambil setetes air, didinginkan, lalu kristal airnya di foto melalui mikroskop. Hasilnya luar biasa! Air yang yang diberi tulisan baik-baik ternyata tumbuh kristalnya dengan indah. Sedangkan air yang ditempeli tulisan buruk mengalami kekacauan pada kristalnya. Benarkah si air bisa membaca tulisan yang ditempel di tabung tersebut? Tentu saja tidak. Emoto meyakini bahwa energi pikiran kitalah yang mempengaruhi air tersebut. Ketika kita menuliskan sesuatu, maka tulisan itupun menggerakkan energi pikiran, energi kehendak, atau mungkin energi batin kita. Energi inilah yang mempengaruhi air. Eksperimen tersebut semakin meyakinkan saya bahwa doa-doa yang kita ucapkan, amal-amal yang kita lakukan sehingga membuat hati kita tentram, dan semua petunjuk untuk berbuat baik yang dianjurkan agama, mempunyai efek maha dahsyat bagi kesehatan kita. Kita tahu bahwa otak kita berisi air hingga 75%, jantung 75%, paru-paru 86%, darah kita hingga 83% air, dan secara keseluruhan tubuh kita mengandung air sebanyak 55% untuk bobot wanita dewasa, dan 60% untuk bobot pria dewasa. Jelas, apapun yang kita lakukan akan mempengaruhi energi kehendak kita, dan secara langsung akan berakibat pada fisik kita. Subhanallah…. Itulah kenapa saya berusaha menghindari sinetron yang isinya orang-orang saling marah. Demikian pula menghindari lagu dengan syair yang sedih-sedih dan frustasi. Sebaliknya saya menjadi kian mantap untuk sering-sering menyatakan kepada istriku, “I love you, dik… so much.” Contoh dari situs wellnessgoods.com

Love and Appreciation

You Make Me Sick, I Will Kill You Merdeka dan Beriman Filed under: Konsep, Kecerdasan Spiritual, Kecerdasan Aspirasi, Cara Bahagia Menjadi merdeka sifatnya wajib, karena itu bagian dari beriman. Kalau Anda miskin dan karena miskin itu Anda jadi berkurang amalannya, maka bersungguh-sungguh untuk kaya adalah jihad (perjuangan) dalam rangka beriman. Sebaliknya, kalau Anda kaya, lalu karena kaya itu hidup Anda menjadi terikat dengan nikmat dunia, maka perjuangan Anda melepaskan diri dari keterikatan hawa nafsu dengan berusaha menjadi zuhud, adalah juga perjuangan dalam rangka beriman. Kaya maupun miskin bisa sama buruknya maupun sama baiknya. Yang kaya dan buruk contohnya adalah Qorun. Yang kaya dan baik contohnya adalah Sulaiman. Kalau Anda menjadi miskin dan lalu menjadi ‘terjajah’ oleh manusia lain, maka Anda wajib memerdekakan diri. Kalau Anda menjadi kaya, lalu ‘terjajah’ juga oleh kekuasaan di tangan Anda itu sendiri sehingga melanggar perintah Allah, maka Anda juga wajib memerdekakan diri dari akibat kekayaan Anda itu. Jadi menjadi merdeka itu wajib, kaya dan miskin itu pilihan. Itulah makna kalimat Laa ilaaha illa Allah. Tiada tuhan selain Allah. Artinya kita hanya boleh takluk (tidak merdeka) terhadap Allah. Kepada hal lainnya, yaitu makhluk-makhluk Allah, kita wajib merdeka. Kalau sekarang Anda sedang tidak merdeka dengan perintah-perintah bos Anda sehingga terpaksa melanggar perintah Allah, maka Anda wajib memerdekakan diri dengan berusaha mandiri, melepaskan ketergantungan diri terhadap bos Anda. Setiap usaha Anda untuk merdeka itu menjadi jihad yang bernilai ibadah kepada Allah. Kalau sekarang karena tidak punya uang maka Anda menjadi sulit untuk mengobati anak Anda yang sakit atau membiayai bersekolah, maka berusaha menjadi punya uang menjadi jihad. Kalau Anda masih bodoh, dan karena bodoh itu menjadi sering tertipu, tidak bisa bekerja, dan menjadi tergantung pada orang lain, maka belajar agar pintar adalah sebuah perjuangan di jalan Allah, jihad fii sabiilillah.

Kalau Anda masih suka marah, menggerutu, dan mengomel, maka perjuangan Anda untuk menjadi sabar adalah juga jihad di jalan Allah. Kalau Anda masih sering kecewa karena hal-hal dunia, maka belajar menjadi tabah dan sabar adalah juga jihad di jalan Allah. Berjuang untuk merdeka adalah wujud dari beriman. Begitu indahnya Islam, sehingga setiap usaha kita memerdekakan diri dari sesuatu yang membuat kita bergantung kepada selain Allah akan menjadi amal ibadah. Karena itulah, mari kita syukuri kemerdekaan yang telah dikaruniakan kepada bangsa ini, kepada kita semua. Marilah kita syukuri kemerdekaan bangsa ini yang telah diperjuangkan oleh para pendahulu kita dengan dasar iman. Marilah kita isi dengan perjuangan lain yang membuat kita semua semakin merdeka dari hal-hal selain Tuhan. Semoga semua perjuangan itu menjadi amal ibadah yang memberikan sukses baik di dunia maupun akhirat kelak. Amin. Mempertahankan (bahkan meningkatkan) motivasi diri Filed under: Kecerdasan Spiritual, Kecerdasan Aspirasi, Kiat, Topik Personal Film Children of Heaven adalah salah satu film yang mengesankan saya. Film dari Iran ini bercerita tentang kakak beradik dari keluarga miskin, Ali dan Zahra, yang berusaha memecahkan masalah mereka bersama : sepatu si adik hilang, mereka takut bilang ke orang tua, lalu mereka bergantian pakai sepatu si kakak untuk pergi ke sekolah. Berhari-hari mereka terpaksa berlari-lari demi bisa bergantian sepatu tepat waktu agar tidak terlambat sampai sekolah. Ada banyak masalah karena hal itu, Zahra yang malu dengan sepatu gembel buruk rupa milik Ali, sepatu hanyut di selokan, Ali yang dimarahi pengawas sekolah karena datang terlambat, dan lain-lain masalah. Pemecahan masalah muncul ketika ada lomba lari anak-anak yang berhadiah sepatu untuk juara ke-tiga. Ali akhirnya lolos boleh ikut lomba tersebut mewakili sekolahnya. Diam-diam Ali mengincar juara ke-tiga demi hadiah sepatu. Tak disangka dia menjadi juara satu. Ali justru menangis, karena gagal mendapat hadiah sepatu! Film ini diputar untuk memberi pengertian tentang motivasi kepada sekelompok siswa SMP di Yayasan Pupuk Kaltim Bontang. Pertanyaan yang diajukan kepada adik-adik tersebut : “Mengapa Ali ingin menjadi juara ke-3?” Mereka menjawab, “Ingin dapat hadiah sepatu.” “Apa yang membuat Ali menjadi sangat bersemangat bahkan ngotot untuk meraih hadiah sepatu dalam lomba lari tersebut?” Adik-adik remaja itu diam. Saya jawab, “Karena dia membela adiknya.”

Cuplikan kisah film itu menunjukkan dua hal penting : 1. seseorang bisa merancang strategi kalau sudah jelas apa yang ia tuju (dalam hal ini Ali berstrategi menjadi juara 3 demi hadiah sepatu). Apa yang dia tuju itu adalah ‘visi’. 2. Seseorang akan membuat’visi’ dan bersemangat kuat untuk meraih ‘visi’ itu kalau dia mempunyai SESUATU YANG DI’BELA’ (dalam kisah itu Ali membela adik yang sangat disayangnya, karena itu ‘energi’ semangat dia melejit tinggi jauh melampaui peserta lomba lainnya). Seringkali kita merasa kehilangan semangat, atau turun semangat dalam bekerja, belajar, maupun berusaha. Sumber utama penurunan tersebut karena kita tidak sunguuh-sungguh membela sesuatu. Orang yang bekerja dengan kesadaran sedang ‘membela’ keluarganya (istri dan anak), pasti lebih bermotivasi dibandingkan yang sekedar bekerja untuk mengisi waktu. Siswa yang belajar dengan kesadaran sedang membela masa depan diri dia sendiri, tentu lebih bermotivasi dibandingkan yang cuma sekedar mengikuti kelaziman bersekolah. Dalam buku Quantum Learning, awal dari pembelajaran yang berhasil adalah sebuah pertanyaan, yaitu AMBAK : Apa Manfaatnya ini BAgi Ku? Sebenarnya esensi dari hal itu adalah mencari relevansi dari apa yang akan dilakukan (belajar misalnya) dengan kepentingan ‘membela sesuatu’(dalam hal ini adalah diri sendiri). Jadi resep tetap bersemangat adalah : ‘bela’lah sesuatu. Dan yang terutama adalah bela dirimu sendiri, untuk dunia maupun akhirat! Cara Kaya 6 : Bercita-cita Menjadi Investor Filed under: Konsep, Kecerdasan Aspirasi, Cara Kaya Menjadi investor? Bukankah cita-cita yang umum adalah menjadi dokter, menjadi pilot, menjadi insinyur, atau menjadi artis? Ya, itulah cita-citanya orang yang tidak kaya (atau yang orang tuanya tidak punya ilmu menjadi kaya). Ini tidak bermaksud menghina, ini hanya sekedar menunjukkan perbedaan orang yang kaya dengan yang tidak kaya (kelas menengah atau miskin) dalam mendidik anaknya. Didikan orang tua (yang tahu caranya) kaya adalah : jadilah investor, baru kemudian apa pun profesi yang kamu inginkan! Setelah jeda yang sangat lama, saya kembali membuka buku Kiyosaki berjudul Guide to Investing. Ini satu di antara 3 buku Kiyosaki yang menjadi favorit saya. Buku yang lain adalah Retire Young Retire Rich, dan Cashflow Quadrant. Ya, Anda benar, saya menjadikan Kiyosaki sebagai salah satu guru saya. Virtual tentu saja. Buku Guide to Investing ini cukup padat isinya dan saya tidak bermaksud menulis ulang isi buku ini (silahkan baca sendiri). Satu hal yang menarik untuk dikaji adalah

esensi dari semua kegiatan yang Anda lakukan untuk menjadi kaya adalah ‘muara akhirnya’ yaitu : menjadi investor. Anda boleh menjadi seorang karyawan (E:employee), sebagai seorang pekerja mandiri (S : self employee), atau menjadi bisnisman (B : businesss owner). Anda bebas memilih menjadi apa pun, atau sebaliknya tidak menjadi satu pun dari karyawan, pekerja mandiri, atau bisnisman itu. Namun Anda wajib menjadi investor (I : investor). Inilah satu-satunya jalan menjadi kaya. Nah, karena kita dilahirkan dengan kondisi berbeda-beda, maka tidak semua orang langsung bisa terjun total sebagai investor. Kita perlu belajar dulu, perlu pengalaman dulu, dan perlu modal dulu. Itulah kenapa kita semua memerlukan profesi E, S, B, sebagai jembatan menuju profesi ultima yaitu sebagai I (investor). Kalau begitu kita perlu segera terjun ke pasar saham dong? Atau ikut MLM (kata orang MLM)? Atau jual beli rumah? Salah. Langkah pertama adalah mengenal apa itu investasi. Dan jauh dari yang dibayangkan kebanyakan orang, investasi itu bukan main saham, bukan jual beli rumah, bukan juga rame-rame ikut MLM. Itu semua cuma disebut ‘kendaraan investasi’. Investasi menurut Rich Dad nya Kiyosaki adalah : sebuah rencana! Investor Lesson #4 : Investing is a plan, not a product or procedure. Investing is a very personal plan. (Guide to Investing. Kiyosaki) Saya kutipkan percakapan Kiyosaki dengan ‘ayah kaya’ nya sebagai berikut : Dalam salah satu pelajaran saya (Kiyosaki - red.) mengenai investasi, ia (ayah kaya - red.) bertanya, “Tahukan kamu mengapa ada begitu banyak tipe mobil dan truk yang berlainan?” Saya memikirkan pertanyaan itu sebentar, lalu menjawab, “Aku rasa karena ada begitu banyak tipe orang yang berlainan dan mereka mempunyai kebutuhankebutuhan yang berbeda. Seorang lajang mungkin tidak membutuhkan station wagon besar berkursi sembilan, tapi suatu keluarga dengan lima anak mungkin membutuhkan itu. Dan seorang petani akan memilih truk pickup daripada mobil sport dua kursi.” “Tepat,” sahut ayah kaya. “Dan itu sebabnya produk-produk investasi sering disebut ‘kendaraan investasi’.” “Mengapa istilahnya ‘kendaraan’?” tanya saya lagi. “Sebab tugas semua kendaraan adalah membawamu dari titik A ke titik B!” jawab ayah kaya. “Suatu kendaraan investasi hanya membawamu dari titik finansial sekarang ke titik finansial yang kamu inginkan, entah kapan di masa mendatang.”

“Dan itu sebabnya investasi itu adalah rencana,” sahut saya sambil mengangguk pelan. Saya mulai paham. “Investasi itu seperti merencanakan suatu perjalanan, misalnya dari Hawaii ke New York. Jelas, kamu tahu bahwa untuk awal perjalananmu sepeda atau mobil tidak akan memadai. Kamu perlu kapal laut atau pesawat terbang untuk menyeberangi laut,” kata ayah kaya. “Dan sekali saya mendarat, saya bisa berjalan, mengendarai sepeda, atau bermobil, naik kereta api, bus, atau terbang ke New York,” tambah saya. “Semuanya kendaraan yang berbeda.” Ayah kaya mengangguk. “Dan yang satu tidak lantas berarti lebih baik dari yang lain. Jika kamu punya banyak waktu dan betul-betul ingin melihat negeri ini, maka berjalan kaki atau naik sepeda akan menjadi yang terbaik. Tetapi jika kamu perlu berada di New York besok, jelas bahwa terbang adalah satu-satunya pilihan terbaik bagimu jika kamu ingin tiba tepat waktu.” “Jadi banyak orang mengarahkan fokus pada suatu produk, misalnya saham, dan kemudian suatu prosedur, misalnya trading (jual-beli), tetapi sebetulnya mereka tidak mempunyai rencana. Itukan yang hendak Bapak katakan?” tanya saya. Ayah kaya mengangguk. “Kebanyakan orang berusaha meraup uang dengan apa yang mereka anggap investasi. tetapi trading bukanlah investasi.” “Kalau bukan investasi, lalu apa?” tanya saya. “Trading adalah trading,” sahut ayah kaya. “Dan trading adalah suatu prosedur atau teknik. Orang yang memperdagangkan saham tidak berbeda dengan orang yang beli rumah, memperbaikinya, lalu menjualnya kembali dengan keuntungan lebih tinggi. Satu orang dagang saham, orang lain dagang rumah. Itu tetap trading. Dan trading adalah suatu profesi. Tetapi trading bukanlah apa yang aku sebut investasi.” “Dan bagi Bapak, investasi adalah suatu rencana, rencana untuk membawa Bapak dari posisi sekarang ini ke posisi yang Bapak inginkan,” sahut saya sambil berusaha keras memahami batasan-batasan ayah kaya. Ayah kaya mengangguk dan berkata, “Aku tahu ini agak dipaksakan dan terasa detil. Aku ingin melakukan yang terbaik untuk mengurangi kebingungan di seputar subyek investasi. Setiap hari aku bertemu dengan orang-orang yang mengira mereka sedang berinvestasi, padahal secara finansial mereka tidak beranjak kemana-mana. Mereka ibarat mendorong sebuah gerobak berputar-putar.”

Ketika membaca buku Guide to Investing saya sebenarnya tidak paham tentang ‘investasi adalah rencana’. Saya baru paham setelah membaca buku Retire Young Retire Rich yang menjelaskan konsep Wealth Ratio (WR).

Investasi adalah sebuah rencana maksudnya begini: dengan rencana tersebut Anda menggunakan berbagai kendaraan investasi untuk bisa berpindah dari miskin (WR=0) menjadi bebas finansial (WR=1) dan terus berkembang menjadi berkelimpahan (WR>1). Tentunya Anda masih ingat tentang konsep WR ini di tulisan sebelumnya. Jadi, apapun yang sekarang sedang Anda kerjakan di kantor atau bisnis, Anda ‘tidak akan pernah menjadi kaya’ kecuali Anda mulai membuat rencana, kemudian berlatih menggunakan kendaraan investasi, dan selanjutnya menggunakan ilmu dan uang yang Anda peroleh itu untuk diubah menjadi sumber pasif income hingga WR>1. Eh, ngomong-ngomong, bolehkan saya tidak memilih jadi investor? Ya boleh saja. Paling-paling Anda gagal jadi kaya (yang berarti terus menjadi budak masalah finansial). Kan menjadi kaya juga sebuah pilihan…. Linus Torvalds : Memberi sedikit untuk mengambil banyak Filed under: Konsep, Kecerdasan Power, Kecerdasan Aspirasi, Profil Kalau 1+1=2 itu disebut kerja bersama. Kalau 1+1=3 bahkan lebih, baru itu disebut kerjasama. Linus Torvalds tentu saja tak menyangka bahwa proyek hobinya bakal disambut antusias oleh banyak orang. Dia sendiri malu untuk menyebut karyanya itu sebagai Linux (Linus Minix) dan akan memberinya nama Freax (Free Unix), tapi kawannya tidak suka nama Freax sehingga tetap memberinya nama Linux. Tak disangka banyak orang suka dengan gagasan Linus untuk mengembangkan “kernel”, jantung dari sistem operasi komputer. Kernel adalah sebuah program yang mengatur input output dan manajemen memori di komputer (yah, mungkin penjelasan ini kurang tepat). Lebih tepatnya kernel adalah program untuk mengontrol disk dan sistem file, multitasking, load-balancing, networking, dan security. Tapi kernel cuma bagian dari operating sistem. Linux kernel ditambah komponen lain dari proyek open source GNU barulah menjadi Linux operating system. Karya Linus sendiri akhirnya hanya menjadi 2% dari kernel yang dikembangkan. Namun Linus diakui untuk menjadi pengarah akhir dari pengembangan kernel. Semua penyempurnaan kernel diputuskan oleh Linus, dan dia memang seorang programmer yang sangat piawai dalam tugasnya tersebut. Apa yang menarik dari fenomena Linux? Sebenarnya linux menjadi puncak dari gerakan open source yaitu GNU Project yang dicetuskan Richard Stallman. Ini adalah proyek membuat sistem operasi komputer termasuk aplikasinya yang tidak

dimonopoli penciptanya. Konsep open source bukanlah konsep membuat perangkat gratis, tapi membuat perangkat yang ilmunya dibagikan secara terbuka. Kekuatan utama yang diklaim oleh kelompok open source adalah deteksi cacat yang cepat dan penyempurnaan yang dilakukan banyak talenta. Dengan cara ini hampir mustahil ada yang curang menyisipkan “back door” tanpa diketahui pakar lainnya. Itulah mengapa saat ini Linux dianggap sistem operasi yang paling tahan banting dari segi keamanan untuk kelas server. Kelompok yang bukan open source (seperti Microsoft) meragukan konsistensi dan kualitas dari pengembangan software tersebut karena didasarkan pada kesukarelaan sehingga bergantung pada keinginan para relawan. GNU Project dan Linux sebagai simbol utamanya saat ini merupakan contoh dahsyat kerja kolaboratif tingkat dunia. Sangat menarik bagaimana para programmer bisa saling menyesuaikan diri untuk menciptakan produk bersama bagi kepentingan bersama. Mereka tinggal berjauhan, awalnya saling tak kenal, bahkan bisa dikatakan hanya bertemu lewat internet, dan disatukan hanya oleh idealisme yang sama. Saat ini gerakan GNU/Linux (istilah yang tepat untuk kernel Linux yang dibungkus komponen sistem operasi dari GNU) telah menghasilkan aplikasi handal seperti MySQL sebagai database, dan OpenOffice sebagai aplikasi menulis dan spreadsheet. Pesan utama dari gerakan open source ini : semua orang dengan talentanya masing-masing dapat memberi sedikit kontribusi ke komunitas, setelah itu silahkan ambil sebanyak-banyaknya manfaat dari produk yang dihasilkan bersama itu. Beri sedikit, ambil banyak! Wouw, konsep yang sangat indah! Walaupun Linux bersifat gratis, orang tetap bisa membuat bisnis di sekitarnya, yaitu ketika memberikan jasa layanan instalasi dan perawatan software. Jasa pembundel ini disebut distro (software distributor). Yang terkenal di antaranya Red Hat, Suse, Mandrake, hingga yang sekarang didukung oleh Mark Shuttleworth, seorang milyuner yg dulunya pendiri Thawte, untuk disebarluaskan secara gratis yaitu Ubuntu. Saya mencatat beberapa hal yang menarik dari keberhasailan gerakan Linux ini : 1. produknya memungkinkan kerja kolaboratif lintas benua karena berbentuk software yang dijembatani internet 2. produknya dapat diambil manfaatnya (dikloning/copy) dengan mudah tanpa mengurangi sedikitpun sumbernya (ya, ini software) 3. disiplin yang muncul dari kesamaan idealisme. Jelas ini muncul dari orangorang terbaik yang mau bekerja volunteer.

Hal semacam Linux, yang bukan software namun mempunyai ciri-ciri yang mirip adalah informasi. Ini dapat kita lihat pada ‘mahakarya’ yang merupakan model keberhasilan kerja kolaboratif lainnya yaitu Wikipedia, rujukan ensiklopedi paling populer di internet. Tentu saja internet ini sendiri juga hasil kerja kolaboratif yang sukses. Menjadi Egois untuk menjadi bahagia Filed under: Kecerdasan Spiritual, Kecerdasan Aspirasi, Topik Personal, Cara Bahagia Irv dan Maryann sudah menikah 10 tahun. Irv sangat mencintai Maryann, baginya keinginan terkuat adalah membuat Maryann bahagia, sebab bila Mary bahagia Irv juga merasa bahagia. Dari pandangan orang luar, Irv adalah pasangan ideal. Dari hal memberi rumah, merencanakan liburan akhir pekan, hingga menonton film, Irv selalu memperhatikan opini Mary dan memastikan bahwa keinginan Mary terpenuhi. Terkadang karena kurang informasi, Irv menebak keinginan Mary. Irv selalu berusaha menyenangkan Maryann. Anehnya Mary justru merasa frustasi. Irv dan Mary kemudian menghadiri workshop menjadi bahagia. Pada sesi menuliskan ‘daftar mimpi’(dream list), Irv dengan mudah dapat menulis daftar yang panjang. Setelah dibandingkan dengan daftar mimpi Maryann, mereka berdua terkejut, isinya nyaris sama. Mereka saling berpandangan dan menyadari sesuatu yang telah terjadi : semua daftar mimpi Irv adalah sesuatu yang disukai Maryann. Inilah masalahnya, Irv tidak tahu mana yang merupakan keinginan murninya, mana yang keinginan istrinya. Ternyata hal ini bermula sejak masa kecil Irv. Dia meyakini bahwa tugas utama dia adalah menyenangkan ibunya. Karena itu Irv kecil menjadi sangat pandai merasakan keinginan ibunya, tapi tidak untuk keinginannya sendiri. Itulah sebabnya bila Maryann menanyakan keinginan Irv sendiri, Irv tak mampu menjawabnya. Sejak menyadari hal itu Irv mulai menanyakan kepada dirinya sendiri, apa yang benar-benar ia inginkan? Irv berusaha membuat daftar mimpi dia sendiri. Hal tersulit adalah menghilangkan ide orang lain. Dia terus menanyakan kepada dirinya sendiri, “Apa yang sungguh-sungguh saya inginkan? Keinginan saya. Hanya keinginan saya.” Selama workshop beberapa hari, Irv memfokuskan perhatiannya untuk menyingkap apa yang benar-benar membuatnya senang dan bahagia. Akhirnya setelah dia membuat dream listnya dan membagikannya ke Maryann, Irv merasa menjadi lebih orisinil daripada sebelumnya. Irv merasa menjadi dirinya sendiri. Beberapa bulan kemudian penyelenggara workshop tersebut, Rick Foster, bertemu dengan Irv dan Maryann. Mengejutkan, ternyata Maryann menyukai pribadi Irv yang baru. Mary tidak lagi menemui pasangan yang selalu menurut kepadanya. Mary merasa senang mengenal Irv yang lebih asli.

Moril dari cerita di atas adalah kita perlu menjadi diri sendiri. Kita perlu untuk juga melayani diri sendiri. Hidup dengan senantiasa berfokus kepada orang lain adalah hidup yang tidak seimbang. Bukankah salah satu misi kita adalah memenuhi peran kita secara pribadi kepada diri sendiri? Rick Foster, penulis buku How We Choose to be Happy, menamakan hal ini adalah Centrality, suatu sikap berfokus kepada apa yang kita inginkan dan bukan melayani apa yang diinginkan orang lain. Secara tidak sadar sering kita terlalu memperhatikan keinginan orang lain. Mungkin karena terlalu cinta kepada pasangan. Mungkin juga karena terlalu takut kepada atasan atau senior. Akibatnya kita menjadi peka kebutuhan orang lain namun tumpul terhadap kebutuhan diri sendiri. Untuk hidup seimbang, menjadi ‘egois’ ternyata juga penting. Siapa lagi yang harus bertanggungjawab memikirkan diri kita, kalau bukan kita sendiri? Mengenal orang lain adalah bijaksana, mengenal diri sendiri adalah pencerahan. Lao Tsu Solusi kreatif terkadang sangat sederhana Filed under: Kecerdasan Intelektual, Kecerdasan Aspirasi, Topik Personal “One Day can change your life. Yes, even one moment can change your life. You just never know when that day or moment will come.” M. Fry Ini kisah perjuangan mewujudkan mimpi yang berlangsung 14 tahun. Mike Fry masih ingat ketika dia menuliskan banyak sekali mimpinya, maka Goal #118 selalu membuatnya bersemangat. Ia ingin mewujudkan mimpi no 118 itu : mempunyai paten atas suatu temuan. Perjuangan Mike Fry selama 14 tahun merupakan perjalanan yang penuh derita dengan kebangkrutan dan skeptisme. Namun dia berhasil melewati itu semua dengan kegigihan mempertahankan mimpinya. Keberhasilan dia mulai nampak setelah mengikuti anjuran untuk mendatangi suatu pameran. Suatu kejadian kebetulan (yang mungkin bukan kebetulan) mempertemukan dia dengan orang yang tepat, seorang ahli mainan yang memberi kunci bertemu dengan desainer mainan. Ide bertahun-tahun yang gagal mendadak berhasil dengan solusi sangat sederhana : mengubah bentuk bantal menjadi beruang Teddy. Kisah nyata penemu boneka Always Together Bear ini menarik untuk dikaji dalam dua hal : 1. aspirasi yang kuat membantu kita menemukan kesempatan yang tepat (perhatikan kisah dia mengahrapkan teman duduk di bis) 2. solusi kreatif terkadang sangat sederhana, yaitu “plussing” - menambah sedikit dari yang sudah ada (perhatikan bagaimana bantal ‘dimasukkan’ ke boneka beruang)

Cara kaya 3 : Lompatan Kuantum Kekayaan Filed under: Kecerdasan Aspirasi, Kiat, Cara Kaya, Topik Personal Istilah lompatan kuantum digunakan untuk menggambarkan suatu perubahan drastis, peningkatan tiba-tiba, atau sesuatu yang revolusioner. Istilah ini bermula dari kejadian lompatan elektron yang berpindah dari suatu orbit ke orbit yang lebih tinggi secara tiba-tiba setelah mendapat tambahan energi, misalnya energi dari penyinaran pada fenomena fotoelektrik. Lompatan kuantum kekayaan tentu saja maksudnya adalah peningkatan kekayaan seseorang secara drastis. Kapan itu terjadi? Kalau kita kembali kaji konsep Wealth Ratio (WR) maka titik lompatan akan terjadi ketika seseorang berhasil meraih WR=1. (untuk WR, lihat kembali artikel Cara Kaya 2)

Lompatan Kuantum kekayaan Pada ilustrasi gambar, titik A adalah titik saat WR=1. Sebelum mencapai titik A, kekayaan tumbuh dengan sangat perlahan, namun setelah melewati titik A terjadi peningkatan secara drastis. Ini ibarat persamaat kuadrat dalam matematika. Di bawah (sebelum) angka satu, nilai kuadrat terasa sangat kecil, namun di atas (setelah) angka satu, nilai kuadrat tiba-tiba menunjukkan jumlah yang meningkat drastis.

Titik A menjadi lompatan kuantum karena merupakan perubahan dari status terikat secara finansial menjadi merdeka finansial. Berapa lama kira-kira untuk mencapai titik A (dalam gambar adalah posisi waktu X)? Menurut Robert Kiyosaki, perjalanan meraih titik A ini bisa mencapai 10 - 20 tahun! Itu yang dia alami. Setelah itu, mendadak dalam waktu yang lebih pendek (sekitar 5 tahun) WR dia meningkat drastis dari sekitar 1 menjadi 12! Sebuah survey yang dilakukan terhadap orang super kaya di Amerika menunjukkan bahwa rata-rata mereka hanya menghabiskan 7% dari pendapatan mereka untuk dikonsumsi. Kebanyakan pendapatan mereka adalah pasif dari investasi. Artinya sebanyak 83% pendapatan mereka masih bersisa, sehingga bisa diputar lagi sebagai investasi. Kalau kita hitung kembali, berarti orang super kaya mempunyai WR=15! Bayangkan kecepatan pertumbuhan kekayaan bila setiap bulan Anda punya sisa pendapatan sebesar 14 kali lipat biaya hidup sehari-hari. Mau dikemanakan uang ini? Investasi lagi, makin kaya lagi! Saya belum mencapai titik A. Namun simulasi suasana dan perasaan di titik A itu dapat saya rasakan ketika bermain game Cashflow 101 buatan Kiyosaki (ah lagilagi..). Permainan ini seperti monopoli, namun dengan kasus-kasus investasi. Dimainkan 2-6 orang. Awalnya kami bermain hingga hampir 3 jam berusaha keluar dari Rat Race. Lalu tiba-tiba kondisi pasar berubah, mendadak passive income melonjak sehingga WR lebih dari 1. Kemudian permainan menjadi sangat cepat dan sangat menyenangkan, karena uang (mainan) mengalir terus tanpa henti. Itu cuma permainan. Andai kejadian sesungguhnya, tentu lebih dahsyat… Yang tak kalah penting adalah titik B, yaitu saat pertama kali WR pecah dari angka nol. Ini adalah saat seseorang mulai perjalanan mengubah kekayaan mereka menjadi sumber passive income. Kalau tidak dimulai dengan langkah pertama ini, mustahil untuk langkah berikutnya. Karena itu titik B adalah titik lompatan dari seseorang yang cuek menjadi seseorang yang peduli akan kemerdekaan sumber finansialnya. Perhatikan, bukan sekedar sumber finansial tapi kemerdekaan finansial. Dalam kehidupan nyata, saya mulai bertindak untuk merealisasikan WR=1, titik lompat kuantum itu. Tidak mudah memang. Tapi saya tetap yakin dengan visi itu. Saya cuma berpikir, saya yang begitu antusias untuk hal ini saja merasa banyak tantangan dan hambatan, bagaimana dengan mereka yang tidak punya visi sama sekali? Apakah mereka bisa sadar dan lolos dari permainan rat race kehidupan * ? Tentu memerlukan keteguhan dan ketangguhan untuk meraih titik lompat kuantum A. Tetaplah yakin. Alam telah mengajarkan bagaimana semua hal besar memerlukan kesabaran dan keyakinan. Mengutip Stephen Covey dalam bukunya First Thing First, Covey menceritakan fenomena ajaib bambu Cina. Ini adalah sejenis bambu yang unik. Saat tumbuh tunas, maka selama 4 tahun tunas tersebut tidak banyak berubah (hanya sebuah benjolan dengan pucuk yang nongol kecil di tanah). Lalu tiba-tiba, pada tahun ke 5 benjolan tersebut tumbuh sangat pesat, demikian

pesat, hingga mencapai tinggi 80 feet (lebih dari 25 meter) hanya dalam waktu 1 tahun! Awalnya akan lambat, begitu mencapai titik lompat kuantum semuanya berubah menjadi sangat cepat. * rat race (balapan tikus) kehidupan : istilah untuk orang yang terjebak pada rutinitas sehari-hari karena tidak mampu merdeka finansial. Penghasilannya terus bertambah, namun selalu habis sehingga tingkat kemerdekaannya tidak berubah. Ibarat tikus yang main lari-lari dalam roda yang berputar, makin cepat lari, makin berputar kencang roda mainan itu, namun si tikus tidak pernah beranjak kemanapun. Sama halnya seperti lari statis di atas treadmill di pusat kebugaran. Anda lari makin kencang, tapi tidak pernah beranjak kemanapun. Sukses yang Menyenangkan dan Sukses yang Membahagiakan Filed under: Kecerdasan Spiritual, Kecerdasan Aspirasi, Kiat, Topik Personal, Cara Bahagia Ada dua jenis sukses, yang menyenangkan dan yang membahagiakan. Dimanakah bedanya? Beda di sebabnya. Sukses yang menyenangkan dikarenakan sukses MEMILIKI sesuatu. Sukses yang membahagiakan dikarenakan sukses MENUNAIKAN sesuatu. Sukses yang menyenangkan misalnya meraih gelar, memiliki mobil, atau punya anak yang lucu. Dengannya kita merasa senang dan gembira. Sedangkan sukses yang membahagiakan misalnya mampu menyekolahkan anak, mampu menolong orang sakit, atau mampu menyelesaikan tugas yang kritis dan penting. Dengannya kita merasa puas dan bahagia. Ibaratnya orang ikut lomba naik sepeda. Ketika sampai di tempat tujuan, peserta mendapat hadiah. Hadiah itu membuat senang. Sedangkan mampu menyelesaikan tugas bersepeda hingga finish menimbulkan perasaan berdaya yang membahagiakan. Tak heran ada orang yang mengatakan sukses adalah suatu perjalanan. Yang dimaksud tentunya adalah sukses jenis yang menunaikan misi. Mari kita ilustrasikan lagi dengan kejadian umum, misalnya seorang pemuda mahasiswa yang lulus kuliah dan menjadi sarjana. Apakah dia senang atau bahagia? Pemuda tersebut merasa senang karena sukses meraih gelar sarjana (sifat: memiliki gelar). Pemuda tersebut bahagia karena menyenangkan hati orang tuanya (sifat: menunaikan tugas sebagai anak yang berbakti). Dia juga merasa puas hati karena merasa punya masa depan lebih baik (sifat: memunaikan tugas untuk menyiapkan masa depan bagi dirinya). Ilustrasi lain. Misalnya seseorang membeli mobil baru. Dia senang karena memiliki mobil sehingga dia dapat menggunakannya untuk bepergian dengan mudah. Bila

dia sudah berkeluarga maka dia bahagia karena dapat bertindak (menunaikan tugas) sebagai suami atau ayah yang baik, dengan menyediakan transportasi yang mudah untuk keluarganya. Kalau dia belum berkeluarga, dia bahagia karena mampu (menunaikan tugas) meningkatkan kemudahan dalam pergi bekerja bagi dirinya sendiri, misalnya. Bila kita perhatikan maka jenis sukses yang menyenangkan berfokus pada memiliki wujud dari pencapaian, misalnya benda, status, jabatan, dsb. Sedangkan jenis sukses yang membahagiakan adalah sukses yang berfokus pada menunaikan tugas atau misi. Dalam hal ini orang tersebut mengemban suatu peran, misalnya peran sebagai seorang anak, seorang suami, seorang ayah, seorang karyawan, seorang pribadi yang mengemban misi untuk diri sendiri, atau orang lain, atau keluarga, atau untuk alam semesta. Belum tentu dia merasa senang dalam meraih sukses itu (mungkin dengan kepedihan, kepayahan, kehilangan uang, bahkan luka, dsb), namun dia dapat merasa bahagia. Jadi sebuah sukses mampu memberikan rasa senang dan rasa bahagia sekaligus. Senang dikarenakan memiliki sesuatu, sedangkan bahagia dikarenakan menunaikan sesuatu. Oleh sebab itu dalam menjalani kegiatan sehari-hari, seseorang selain bercita-cita untuk memiliki sesuatu (harta, kedudukan, gelar, dsb) maka sebaiknya dia perlu merumuskan suatu misi untuk banyak peran yang dia pilih (sebagai karyawan, kepala keluarga, pribadi yang terus memperbaiki diri, dsb). Misalnya seorang karyawan PLN, dia bekerja keras dengan cita-cita naik karir lebih tinggi, selain itu juga menyadari bahwa tugasnya adalah memberikan layanan listrik kepada banyak orang yang memerlukan (ada orang yang sakit, ada yang belajar, ada yang bekerja, dsb). Dia senang bila karirnya semakin tinggi. Selain itu dia juga bahagia kalau tugasnya terselesaikan dengan baik, terlepas apakah karirnya naik atau tidak. Karir erat kaitannya dengan visi (kecerdasan aspirasi), sedangkan menyediakan listrik erat kaitannya dengan misi (kecerdasan spiritual). Bila Anda ingin senang dan bahagia sekaligus, maka peluang itu ada bila visi Anda juga memiliki misi (aspirasi yang bernilai spiritual). Senang muncul karena mewujudkan visi, dan bahagia muncul karena menunaikan misi. Kapan Anda merasa sukses? Filed under: Konsep, Kecerdasan Spiritual, Kecerdasan Aspirasi, Topik Personal Anda pernah merasa sukses? Kapan Anda merasa sukses? Saya merasa sering sukses. Sukses sekolah, artinya naik kelas walau belum tentu juara kelas. Sukses menikah, sukses jalanjalan wisata, sukses makan, bahkan sukses menambah berat badan. Jadi apa itu sukses? Sukses adalah berhasil meraih apa yang kita inginkan. Kalau sesuatu itu tidak kita inginkan, maka belum

layak disebut sukses. Misalnya Anda inginnya roti, dapatnya intan. Ya mungkin tidak sukses, karena misalnya Anda terdampar di pulau terpencil di tengah samudera, Anda butuh roti bukan intan. Jadi ada sesuatu yang diinginkan dan ada suatu pencapaian. Lalu mengapa orang masih sibuk mencari sukses? Training-training sukses bertebaran, seminar sukses diselenggarakan, dan buku-buku tentang sukses terus ditulis? Pertama, karena setiap manusia secara fitrahnya akan terus mempunyai keinginan. Keinginan adalah sesuatu yang wajar, baik, bahkan dianjurkan. Saat keinginan belum tercapai maka seseorang memang belum sukses. Alasan kedua adalah karena tidak tahu. Boleh jadi seseorang sebenarnya sudah sering sukses, namun dia tidak tahu bahwa sesuatu yang telah dicapainya itu sesungguhnya amat bernilai. Dia merasa tidak sukses karena menganggap bahwa yang dia dapat tidaklah bernilai. Justru orang lainlah yang melihat dia sudah sukses. Jadi, sebab pertama adalah karena belum mencapai sesuatu, sebab kedua adalah karena tidak tahu bahwa sesuatu yang telah dicapai sebenarnya bernilai. Kita menginginkan sesuatu karena menurut kita sesuatu itu bernilai (valuable). Yang luput dari sebagian besar orang adalah bahwa sukses yang dikejar semestinya seimbang dalam berbagai bidang karena ada banyak hal bernilai dalam kehidupan ini. Brian Tracy, seorang pakar pengembangan diri, dalam bukunya Focal Point merumuskan 7 bidang yang bernilai bagi manusia, yaitu : 1.Bisnis dan karir 2.Keluarga 3.Uang dan investasi 4.Kesehatan 5.Pengembangan Diri 6.Sosial 7.Spiritual Jika kita perhatikan maka dimensi pribadi, orang terdekat, umat manusia, dan alam semesta bisa tercakup dalam 7 bidang tersebut. Misalnya dalam bidang keluarga, seseorang dapat memiliki banyak peran. Misalnya seorang yang lelaki yang sudah berkeluarga, maka peran dia adalah seorang suami, sekaligus ayah, sekaligus anak (apabila orang tuanya masih ada). Maka dia semestinya menjadi suami yang baik, ayah yang baik, sekaligus anak yang baik (dengan terus berbakti dan sering menyapa orang tuanya). Akan menjadi pincang kalau dia menjadi suami yang baik ke istrinya, tapi kasar kepada anak, dan lupa pula melayani orang tuanya. Yang paling sering terjadi adalah orang menganggap sukses hanya ada di karir dan uang. Sehingga sering terjadi karirnya memang sukses, uangnya banyak, namun keluarganya berantakan, istrinya selingkuh, anaknya narkoba. Dia sendiripun badannya sakit-sakitan karena kerja keras tanpa istirahat yang cukup. Ujung akhirnya hanyalah tragedi dimana sesorang kehilangan kebahagiaan. Ini dikarenakan salah memandang sukses secara parsial. Stephen Covey, penulis 7

Habits of Highly Effective People, menyatakan bahwa orang yang sukses di karir namun gagal dalam berkeluarga, patut dipertanyakan karakternya. Mungkin dia tidak tulus di dunia karir, karena menurut Covey karakter seseorang akan dibawa ke bidang apapun yang dijalaninya. Sukses harus seimbang di berbagai bidang. Karena itulah berhasil menikmati makan pun bisa disebut sukses dari sudut pandang kesehatan fisik dan jiwa (kecuali kegiatan makan tidak Anda pandang bernilai, sehingga tidak diinginkan). Berapa banyak orang yang tidak mampu makan karena menderita sakit di tenggorokan, lalu akhirnya harus pakai selang ke lambung? Kesehatan sangatlah mahal nilainya, karena itu menjadi sehat adalah suatu sukses yang luar biasa. Selain itu berapa banyak pula orang berkelimpahan makanan namun tidak menikmatinya? Karena pikirannya terlalu sibuk dengan banyak hal maka dia lupa menikmati kelezatan makanan itu. Jika demikian maka orang tersebut gagal menikmati makan. Mungkin Anda berpikir bahwa makan bukan sesuatu yang bernilai, tapi ada lho orang yang belum tentu hari ini bisa makan kenyang. Kapan Anda merasa sukses? Setiap saat kita bisa merasa dan menikmati sukses, baik yang besar maupun yang kecil. Memberi selamat kepada diri sendiri atas apa yang sudah dicapai merupakan perwujudan rasa syukur. Hal ini menanamkan kepada alam bawah sadar bahwa kita adalah insan yang sukses. Dengan sering memberi selamat kepada diri sendiri, kita menjadi semakin percaya diri dan lebih bahagia. Lebih jauh bila kita tinjau secara spiritual, maka sukses sejati adalah terpenuhinya tugas kita sebagai manusia. Apa tugas kita sebagai manusia, saya kembalikan kepada diri masing-masing. Kabarnya, intuisi kita mampu mengenali tugas unik yang kita emban di dunia ini. Anda tentu yang bisa merasakannya sendiri. Bagi saya pribadi, sukses bisa disimpulkan menjadi satu hal : khusnul khotimah (akhir yang baik). Artinya kita kembali kepada-Nya dalam keadaan yang terbaik sebagai manusia. Ide topik : Fian. Konosuke Matsushita. Andai tak dicoba …. Filed under: Kecerdasan Aspirasi, Profil, Topik Personal

Tahun 2001 saya mendapat kesempatan untuk mengunjungi sejumlah perusahaan terkemuka Jepang di bidang teknologi. Program dengan sponsor JICA ini salah satunya mengunjungi Matsushita Electric Japan di Osaka. Saya tidak kenal siapa Matsushita, sampai penerjemah yang kebetulan duduk di samping saya menjelaskan bahwa Matsushita adalah produsen barang elektronik bermerek Panasonic. Ah, kalau itu saya kenal! Di pabrik Matsushita kami disuguhi berbagai produk paling baru seperti HDTV, home theatre, film 3D, hingga ponsel WCDMA ber MP3 yang sangat jernih bunyi musiknya (ini tahun 2001, saat ponsel Nokia yang kubawa masih berlayar hijau!). Jelas sangat mengesankan. Namun masih ada yang lebih mengesankan, yaitu saat kami mengunjungi museum Matsushita. Bagi rekan serombongan mungkin museum ini tak terlalu mengesankan, sebaliknya bagi saya justru sangat mengesankan. Museum ini menceritakan kisah awal Matsushita membangun perusahaannya. Perusahaan yang kini hampir seabad berdiri (dimulai 1917 saat usia masih 22 tahun) ternyata dimulai dari membuat fitting lampu! (Hal ini semakin meyakinkan diri saya bahwa sesuatu yang besar awalnya dimulai dari sesuatu yang kecil!) Salah satu kisah lain yang mengesankan adalah saat dia bertahan tidak mem-PHK karyawan sewaktu resesi ekonomi melanda Jepang. Untuk menghemat biaya, Matsushita memberlakukan kerja setengah hari dengan gaji tetap tidak dipotong. Tujuannya adalah membatasi overhead saat permintaan barang menurun, sambil berusaha keras menjual persediaan di gudang. Kisah ini sangat berkesan di hati saya, karena menunjukkan sikap Matsushita yang humanis dan sungguh bijaksana. Pulang dari kunjungan tersebut, Matsushita langsung menjadi salah satu hero saya (dan menjadi inspirasi bagi saya untuk memulai beberapa usaha). Suatu ketika saya mendapatkan buku berjudul “Matsushita Konosuke : Pegawai Toko Sepeda yang Menjadi Raja Elektrik Jepang” terbitan Grasindo, cetakan kedua 2004. Saya sudah tahu bahwa Matsushita tidak pernah sekolah formal dan berasal dari keluarga miskin. Setelah membaca buku itu baru jelas bahwa dia sebenarnya berasal dari keluarga tuan tanah, namun ayahnya bangkrut saat spekulasi bisnis beras yang membuat keluarganya jatuh miskin. Matsushita kecil kemudian bekerja di toko sepeda, lalu pindah ke perusahaan instalasi listrik. Pernah dia mengambil kelas teknik malam hari, tapi tidak tamat. Dari buku itu saya baru tahu bahwa ketika Matsushita mulai merintis perusahaannya sendiri, ternyata produk fitting lampu buatannya itu… gagal! Namun bisnis gagal tersebut mengantarnya mendapat bisnis lain yang kemudian menjadi cikal perusahaan besar Matsushita Electric. Inilah kisah kegagalan Konosuke Matsushita yang saya cuplikkan dari buku tersebut. … Matsushita keluar dari perusahaan intsalasi listrik tempat dia sudah bekerja selama 7 tahun. Alasannya, jabatan sebagai petugas pemeriksa yang bergaji besar dengan

pekerjaan ringan justru membuatnya merasa bosan. Rekan-rekannya merasa aneh dengan sikap Matsushita itu. Kemudian bersama 2 rekan, yaitu Hayashi dan Morita, serta 1 adik ipar yaitu Toshio, Konosuke Matsushita membuat pabrik fitting lampu pada bulan Juni 1917. Ternyata mereka belum tahu dari bahan apa adonan hitam untuk fitting tersebut. “Mungkin adonan itu terdiri dari aspal yang dicampur bubuk batu dan asbes,” pikir mereka. Setelah dicoba ternyata gagal. Maka mereka berkeliling bertanya ke pabrik lain untuk mencari tahu adonan hitam bahan fitting tersebut. Tentu saja ditolak! Diamdiam Konosuke dan Hayashi memungut pecahan adonan yang sudah mengeras dan menelitinya sendiri. Tapi semuanya itu sia-sia. Tak lama setelah itu mereka mengetahui ada seorang kenalan Hayashi yang dulu melakukan penelitian tentang adonan hitam tersebut. Teman itu ternyata sudah tak berminat lagi membuat adonan hitam, maka dia mengajarkan semua yang pernah ditelitinya kepada Konosuke dan Hayashi. Semuanya itu membuat keduanya merasa terbang ke awan karena gembira. Pada pertengahan Oktober tahun itu sedikit demi sedikit fitting lampu bisa diselesaikan. Sayang sekali, ketika berusaha menjual fitting tersebut ke pedagang pengecer ternyata harganya tidak bagus. Untuk 100 buah fitting lampu hanya dihargai tidak lebih dari 10 yen. Belum lagi penolakan dari banyak pedagang karena pabrik Konosuke masih baru. Setelah 10 hari menawarkan dan kurang berhasil maka pada akhir bulan Oktober kedua rekan Konosuke undur diri dari bisnis tersebut. Bulan November tiba, Konosuke terus membuat fitting lampu dengan modal yang terus menipis. Konosuke mulai ragu. Bulan Desember pun tiba. Tetapi Konosuke belum tahu barang elektronik apa yang sebaiknya dibuatnya. “Mungkin sebaiknya aku balik lagi bekerja di Perusahaan Listrik Osaka. Tapi… nggak enak juga minta tolongnya,” pikirnya diam-diam demi kebaikan Mumeno, istrinya. Pada suatu hari Konosuke didatangi oleh seorang pegawai perusahaan alat listrik. Orang itu meminta tolong kepada Konosuke, katanya, “Kami ingin Bapak membuat tatakan kipas angin dari adonan hitam bahan pembuat fitting.” “Tatakan kipas angin? Apa itu?” tanya Konosuke. Kemudian orang tersebut menceritakan tentang dudukan kipas angin tempat menaruh tombol-tombol. Dia mengeluarkan barang contoh, sebuah benda bulat dengan diameter 10 senti, tebalnya 1 senti, dan berlubang di tengahnya. Selain itu ada kira-kira 10 lubang kecil lainnya di beberapa tempat. “Seperti Bapak lihat, tatakan ini kurang baik. Karena terbuat dari porselen jadi mudah pecah. Untuk itu pabrik kipas angin Kawakita Denki ingin mencoba menggantinya dengan tatakan yang terbuat dari bahan pembuat fitting lampu. Kira-kira bagaimana Pak, apa Bapak bersedia membuatnya?”

“Kira-kira berapa banyak?” tanya Konosuke. “Untuk percobaan, tahun ini sekitar 1000 buah. Kalau hasilnya baik, tahun depan dan tahun-tahun berikutnya bisa 20-30 ribu buah,” jawabnya lagi. Jadi, 20-30 ribu buah pertahun? Mendengar itu Konosuke langsung menyanggupi tawaran itu. Konosuke gembira sekali. Bulan Desember tahun itu Konosuke berhasil memenuhi pesanan 1000 tatakan dengan bayaran 160 yen. Hitung-hitung untungnya adalah 80 yen. Berbeda dengan fitting lampu, tatakan itu tidak memerlukan bahan logam, sehingga biaya produksinya lebih rendah. Pesanan tatakan kipas angin itu terus datang tanpa henti, sehingga keuntungan yang didapat Konosuke pun semakin banyak. Selanjutnya Konosuke mulai membuat ‘attachment plug’ yang digunakan untuk memasang lampu dengan mengambil listrik dari lampu lain. Kemudian Konosuke membuat fitting 2 lampu yang bagus, bahkan mendapat paten dari kreasi tersebut. Lalu fitting 3 lampu. Kemudian bikin lampu sepeda, lalu radio, dan seterusnya menjadi perusahaan pembuat barang elektronik dan peralatan listrik yang sukses. … Get the point? Bagaimana hasil akhirnya kalau Konosuke tidak belajar membuat fitting lampu? Siapkah dia dengan pesanan tatakan kipas angin itu? Mungkinkah pesanan tatakan itu datang ke dia? Memang manusia hanya bisa berusaha sebaikbaiknya, Tuhan akan menjawab dengan cara-Nya yang halus, sering dengan kesempatan dari arah yang tak disangka. Konosuke Matsushita. Andai tak dicoba membuat fitting lampu …. A frail, sickly bicycle apprentice who survived unspeakable childhood tragedy, Konosuke Matsushita lacked formal education, wealth, charisma, connections and even a special talent. Yet, early hardships produced hidden strengths which opened Konosuke Matsushita’s mind to the collective wisdom of others. The author reveals how a lifelong thirst for learning fueled the passion that led this humble, shy 5-foot-5-inch humanitarian idealist to pioneer management practices and advance his philosophy that the mission of a manufacturer is to relieve poverty and create wealth, not only for shareholders, but for society. Excerpt from the book entitled “MATSUSHITA LEADERSHIP” by Dr. John P. Kotter, Professor of Leadership at the Harvard Business School. Manusia Seratus Cita-Cita Filed under: Kecerdasan Aspirasi, Profil, Topik Personal “To dare is to do, to fear is to fail.” Goddard

John Goddard kecil yang baru berusia 15 tahun punya banyak mimpi. Ia ingin keliling dunia. Maka dia tuliskan semua mimpinya itu menjadi 127 daftar cita-cita. Daftar mimpi Goddard meliputi pengembaraan ke seluruh penjuru bumi. Mulai dari menyelam di dasar laut, hingga naik puncak gunung bersalju. MUlai dari lokasi wisata eksotis hingga suku di pedalaman. Goddard kecil dari keluarga miskin, karena itu mimpimimpi tersebut serasa mustahil akan tercapai. Akankah tercapai? Luar biasa! Menginjak usia 74 tahun, Goddard telah mencapai 109 mimpinya, yang bagi kebanyakan orang mustahil. Berikut ini sebagian pengalaman dia : mendaki puncak Matterhorn di Swiss saat badai, juga mendaki Kilimanjaro, Fiji, Ararat, Grand Tetons, juga Bromo di jawa Timur menelusuri rute Marco Polo dari Eropa hingga Cina orang pertama yang menyelesaikan penelusuran sungai Nil sejauh 4200 mil dalam 10 bulan menggunakan kayak selamat dari beberapa kecelakaan pesawat terbang, gempa bumi, dan menghadapi 38 kali kejadian yang hampir menewaskannya seperti serangan usus buntu di tempat yang jauhnya 200 mil dari fasilitas kesehatan terdekat, bahkan pernah digigit ular rattle dan - untung- masih hidup hidup bersama 260 suku yang berbeda dari suku pemburu di Papua Nugini, pigmi di Afrika tengah, juga dengan kaum hippies menjelajah 120 negara, terbang dengan 47 jenis pesawat berbeda, menyelam di gugus karang di Florida, Great Barrier Reef di Australia, di Laut Merah, dan sebagainya selain petualangan juga terdapat cita-cita intelektual seperti membaca hasil karya Shakespeare, Plato, Aristotle, Dickens, Thoreau, Rousseau, Conrad, Hemingway, Twain, Burroughs, Talmage, Tolstoi, Longfellow, Keats, Poe, Bacon, Whittier, dan Emerson, juga memahami karya komponis seperti Bach, Beethoven, Debussy, Ibert, Mendelssohn, Lalo, Liszt, Rimski-Korsakov, Respighi, Rachmaninoff, Paganini, Stravinsky, Toch, Tschaikosvsky, Verdi selain itu juga belajar menerbangkan pesawat, menggunakan sepedamotor, traktor, surfboard, senapan, pistol, kano, mikroskop, sepakbola, basket, panah, lariat dan boomerang Tampaknya cita-cita yang paling dahsyat adalah terbang ke bulan! Inilah daftar cita-cita Goddard. Aspirasi Goddard menuntun dia untuk mendalami antropologi dan psikologi. Dia lulus dari University of Southern California dalam bidang-bidang tersebut. Perjalanan Goddard dipublikasikan dalam berbagai majalah bergengsi seperti Life,

National Geographic Magazine, Reader’s Digest, dan juga muncul dalam Chicken Soup for the Soul. Kalau Goddard bisa, masak kita tidak? Kompetisi yang Selalu Menang Filed under: Kecerdasan Aspirasi, Kiat, Topik Personal, Cara Bahagia Dunia tanpa persaingan ibarat dunia satu warna. Tidak ada keindahan, tidak ada antusiasme. Bayangkan lomba lari tanpa juara dan hadiah. Bayangkan pula sekolah tanpa juara kelas. Persaingan penting karena memberikan gairah untuk berusaha. Sayangnya persaingan dengan nilai yang salah menjadi hal yang merugikan. Orang berlomba untuk mengalahkan orang lain. Lebih buruk lagi hal itu semata untuk mengejar kepuasan dan keterkenalan pribadi. Persaingan menjadikan sikut-menyikut dan saling menjegal menjadi suatu keumuman. Ini diakibatkan mental serba berkekurangan (scarcity mentality) dimana seseorang meyakini bahwa hal-hal di dunia ini serba terbatas, sehingga harus bersaing keras untuk mendapatkannya. Ibaratnya hanya ada satu piring makanan dengan seratus orang kelaparan, maka semua harus berebut untuk mendapatkan. Lawan dari mental berkekurangan adalah mental berkelimpahan (abundance mentality). Ini adalah keyakinan bahwa alam ini serba berlimpah, sehingga kita bisa terus berbagi. Ibarat setiap orang mampu menciptakan sepiring makanan, maka walau terdapat ribuan orang pun kita tak perlu berebut. Lalu bagaimana agar kita senantiasa semangat bersaing, menjadi kompetitif, namun di waktu yang sama selalu terjaga untuk bermental berkelimpahan? Jawabnya sederhana : bersainglah dengan diri Anda sendiri. Bersaing dengan diri sendiri artinya menganggap prestasi yang lalu dari diri Anda adalah sesuatu yang harus Anda lampaui, harus Anda kalahkan. Apa konsekuensi dari bertanding dengan diri sendiri? Anda selalu menang. Bayangan yang manapun yang menang, berarti Anda yang menang. Tentu saja dalam bersaing kita menuju sesuatu yang lebih baik dan lebih unggul. Artinya bukan suatu kompetisi bila Anda menjadi semakin buruk dibanding Anda sebelumnya. Anda mengenal konsep ISO, standar untuk kualitas dalam industri? Konsep ISO bisa dijelaskan dengan sederhana : Tulis apa yang Anda lakukan. Dan. Lakukan apa yang Anda tulis. Inilah konsep inti dari bertanding dengan diri sendiri. Dalam konsep ISO, suatu kualitas produk dan proses dari suatu perusahaan tahun ini harus lebih baik, atau minimal sama dengan tahun lalu. Artinya bila tahun sebelumnya mendapat nilai 2, tidak apa-apa, namun tahun berikutnya harus minimal tetap mendapat 2 atau meningkat lebih tinggi, misalnya 3. Tahun berikutnya nilai harus meningkat lagi atau

minimal sama dengan 3. Dapat dibayangkan bahwa semakin lama perusahaan tersebut akan semakin baik. Bagi umat muslim, petunjuk dari Rasulullah Muhammad saw sangatlah relevan. Seseorang yang menjalani hari ini lebih buruk di bandingkan hari kemarin, maka ia adalah orang yang merugi. Bila hari ini ia jalani sama dengan hari sebelumnya, maka ia termasuk orang yang tertipu. Dan bila hari ini ia jalani dengan lebih baik dari hari sebelumnya, maka ia adalah orang yang beruntung. Nikmatilah persaingan, dan terutama bersainglah dengan diri Anda yang kemarin. Punya Buku Sendiri Gitu Loh! Filed under: Kecerdasan Spiritual, Kecerdasan Aspirasi Dulu aku berpikir, menulis buku itu pasti susah sekali deh. Lebih susah dari membaca. Tapi sekarang tidak lagi. Yang penting kita mau menulis dan rajin membaca semua. Lalu apa ya yang harus ditulis? Banyak. Apa saja juga bisa. Yang terlihat maupun yang tak terlihat. Yang terasa maupun yang tak terasa. Aku menulis semua yang menggetarkan hatiku.Nah ia menjadi abadi karena ditulis. Aku bayangkan, kalau aku meninggal nanti, orang-orang masa depan, masih bisa membaca apa yang kupikirkan. Meski bukuku sudah jadi buku kuno dan berdebu di perpustakaan ha ha ha. Menulis juga membuatku lega. Aku bisa menyampaikan perjuangan kecilku. Aku ini anak kecil yang belum punya kekuatan. Untuk protes, siapa yang dengar? Untuk memperbaiki, apa bisa? Makanya aku menulis. Bukan hal yang besar, tapi yang getar. Aku selalu menemukannya dari mata ketiga itu, hati “Lama membaca buku, tidakkah terrpikir untuk melanjutkan sebuah perjuangan kecil?” kata Bundaku suatu hari. “Buku adalah perasaan dan pikiranmu. Kamu biarkan dunia membuka dan menyingkap perjuangan kecilmu di dalamnya.” (bunda, aku suka kalimat ini!) Dan …bismillah, aku pun menulis! Ketika buku bukuku terbit aku pun bersorak: alhamdulillah, punya buku sendiri gitu loh! Anak Kecil Pencipta Alat Keselamatan Udara Filed under: Kecerdasan Power, Kecerdasan Intelektual, Kecerdasan Aspirasi Daryn Murray, anak kecil umur 12 tahun menciptakan alat pembantu keselamatan udara. Anak pramuka dari Inggris ini terinspirasi setelah melihat di TV kejadian musibah jatuhnya pesawat supersonic Concorde di dekat Paris pada tahun 2000,

saat itu ia baru berusia 7 tahun. Pesawat Concorde jatuh setelah terbakar - diduga roda robek terkena serpihan logam di landasan yang kemudian merambat mengenai bagian lain - saat lepas landas dari bandara. Sekilas idenya sederhana. Namun ternyata orang dewasa tidak memperhatikan betapa bermanfaatnya ide tersebut. Idenya adalah sebuah mobil remote control yang membawa kamera berjalan pada suatu jalur khusus di sepanjang sisi landasan. Kamera pada mobil-mobilan tersebut dapat mendeteksi serpihan hingga sekecil kacang. Daryn Murray’s Aircraft Debris Protector, demikian sebutan alat itu, bila mencurigai adanya serpihan berbahaya di jalur landasan segera mengirim sinyal bahaya kepada pesawat yang akan menggunakan landasan tersebut. Direktur Teknik The British Airport Authority (BAA) , Colin Crichton, menyatakan bahwa ide ini layak dikembangkan untuk meningkatkan keselamatan penerbangan. Penerapan ide Daryn juga sangat mudah mengingat biaya pembuatan alat ini sangat murah. Prototipe model buatan Daryn hanya menghabiskan biaya 100 poundsterling. Daryn yang masih kecil cukup jeli memanfaatkan mainan remote control untuk digunakan sebagai alat bantu pemindaian, lebih jauh lagi dia pun cukup terampil mewujudkan gagasannya itu. Kecerdasan anak kecil memang patut diperhitungkan. Hebat.

Related Documents

Kecerdasan Aspirasi
October 2019 20
Nilai2 Aspirasi
May 2020 13
Aspirasi Pneumonia
May 2020 14
9 Kecerdasan
May 2020 20
Kecerdasan Sosial
November 2019 32
Kecerdasan Buatan
May 2020 21