BAB II TINJAUAN TEORI
A. Pengertian Pneumonia merupakan peradangan pada parenkim paru yang terjadi pada masa anak-anak dan sering terjadi pada masa bayi. Penyakit ini timbul sebagai penyakit primer dan dapat juga akibat penyakit komplikasi. (A. Aziz Alimul : 2006). Sedangkan menurut Elizabeth J. Corwin, Pneumonia adalah infeksi saluran nafas bagian bawah. Penyakit ini adalah infeksi akut jaringan paru oleh mikroorganisme. Selain itu, menurut wikipedia.com pneumonia adalah sebuah penyakit pada paruparu di mana pulmonary alveolus (alveoli) yang bertanggung jawab menyerap oksigen dari atmosfer menjadi "inflame" dan terisi oleh cairan. B. Jenis-jenis Pneumonia Pneumonia terbagi dalam berbagai jenis berdasarkan dengan penyebab, anatomik, dan berdasarkan asal penyakit ini didapat. Seperti berikut 1. Berdasarkan penyebab : a. Pneumonia Lipid b. Pneumonia Kimiawi c. Pneumonia karena extrinsik allergic alveolitis d. Pneumonia karena obat e. Pneumonia karena radiasi f. Pneumonia dengan penyebab tak jelas (Dasar-dasar ilmu penyakit paru, 2006) 2. Berdasarkan Anatomik : a. Pneumonia Lobaris Merupakan pneumonia yang terjadi pada seluruh atau satu bagian besar dari lobus paru dan bila kedua lobus terkena bisa dikatakan sebagai pneumonia lobaris. b. Pneumonia Interstisial Merupakan pneumonia yang dapat terjadi di dalam dinding alveolar. c. Bronchopneumonia Merupakan pneumonia yang terjadi pada ujung akhir bronkhiolus yang dapat tersumbat oleh eksudat mukopuren untuk membentuk bercak konsolidasi dalam lobus (A. Aziz Alimul Hidayat :2006) 3. Berdasarkan asal penyakit : a. Pneumonia komunitas atau community acquired pneumonia, adalah pneumonia yang didapat dari masyarakat. b. Pneumonia nosokomial atau hospitality acquired pneumonia yang berarti penyakit itu didapat saat pasien berada di rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan
C. Etiologi Pada masa sekarang terjadi perubahan pola mikroorganisme penyebab ISNBA (Infeksi Saluran Napas Bawah Akut) akibat adanya perubahan keadaan pasien seperti gangguan kekebalan dan penyakit kronik, polusi lingkungan, dan penggunaan antibiotik yang tidak tepat hingga menimbulkan perubahan karakteristik pada kuman. Etiologi pneumonia berbeda-beda pada berbagai tipe dari pneumonia, dan hal ini berdampak kepada obat yang akan di berikan. Mikroorganisme penyebab yang tersering adalah bakteri, yang jenisnya berbeda antar Negara, antara suatu daerah dengan daerah yang lain pada suatu Negara, maupun bakteri yang berasal dari lingkungan rumah sakit ataupun dari lingkungan luar. Karena itu perlu diketahui dengan baik pola kuman di suatu tempat.
Pneumonia yang disebabkan oleh infeksi antara lain : 1. Bakteri Agen penyebab pneumonia di bagi menjadi organisme gram-positif atau gramnegatif seperti : Steptococcus pneumoniae (pneumokokus), Streptococcus piogenes, Staphylococcus aureus, Klebsiela pneumoniae, Legionella, hemophilus influenzae. 2. Virus Influenzae virus, Parainfluenzae virus, Respiratory, Syncytial adenovirus, chickenpox (cacar air), Rhinovirus, Sitomegalovirus, Virus herves simpleks, Virus sinial pernapasan, hantavirus. 3. Fungi Aspergilus, Fikomisetes, Blastomises dermatitidis, histoplasma kapsulatum. (hhtp:/medicastore.com/med/subkategori_pyk.Php,2007) Selain disebabkan oleh infeksi, pneumonia juga bisa di sebabkan oleh bahan-bahan lain/non infeksi : 1. Pneumonia Lipid : Disebabkan karena aspirasi minyak mineral 2. Pneumonia Kimiawi : Inhalasi bahan-bahan organik dan anorganik atau uap kimia seperti berillium 3. Extrinsik allergic alveolitis : Inhalasi bahan debu yang mengandung alergen seperti spora aktinomisetes termofilik yang terdapat pada ampas debu di pabrik gula 4. Pneumonia karena obat : Nitofurantoin, busulfan, metotreksat 5. Pneumonia karena radiasi 6. Pneumonia dengan penyebab tak jelas. (Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru, 2006) Pada bayi dan anak-anak penyebab yang paling sering adalah: 1. virus sinsisial pernafasan 2. adenovirus 3. virus parainfluenza
4. virus influenza Adapun cara mikroorganisme itu sampai ke paru-paru bisa melalui: 1. Inhalasi (penghirupan) mikroorganisme dari udara yang tercemar 2. Aliran darah, dari infeksi di organ tubuh yang lain 3. Migrasi (perpindahan) organisme langsung dari infeksi di dekat paru-paru. D. Faktor Resiko faktor-faktor resiko terkena pneumonia, antara lain: Infeksi Saluran Nafas Atas (ISPA), usia lanjut, alkoholisme, rokok, kekurangan nutrisi, Umur dibawah 2 bulan, Jenis kelamin laki-laki , Gizi kurang, Berat badan lahir rendah, Tidak mendapat ASI memadai, Polusi udara, Kepadatan tempat tinggal, Imunisasi yang tidak memadai, Membedong bayi, efisiensi vitamin A dan penyakit kronik menahun. Selain faktor-faktor resiko diatas, faktor-faktor di bawah ini juga mempengaruhi resiko dari pneumonia : 1. Individu yang mengidap HIV 2. Individu yang terpajan ke aerosol dari air yang lama tergenang 3. Individu yang mengalami aspirasi isi lambung 4. Karena muntah air akibat tenggelam 5. Bahan yang teraspirasi
SETIAP MENIT 4 BAYI MENINGGAL KARENA PNEUMONIA Jangan remehkan batuk dan sesak napas pada anak. Bisa jadi itu merupakan gejala awal pneumonia atau radang paru-paru. Apalagi penyakit ini gemar menyerang kalangan bocah dan bisa menyebabkan kematian.
Beberapa waktu lalu muncul wabah SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome) yang menghebohkan dunia. Awalnya penyakit ini dianggap sebagai pneumonia misterius alias belum diketahui penyebabnya. "Memang ada kesamaan gejala antara kedua penyakit itu, namun setelah diteliti sekian lama ternyata tidak betul-betul sama," ungkap Dr. Suarman Abidin, Sp.A., dari RS AL Mintohardjo, Jakarta. Pada dasarnya pneumonia termasuk penyakit berbahaya. Di Indonesia diperkirakan ada 4 bayi yang meninggal setiap menit akibat pneumonia. Bahkan sampai tahun 1936, pneumonia merupakan penyakit yang paling mematikan di Amerika. APA PENYEBABNYA? Dalam paru-paru manusia terdapat banyak kantung-kantung udara. Pada kasus pneumonia, kantung-kantung udara tersebut terisi oleh cairan atau sel-sel radang (sel darah putih). "Akibatnya, yang bersangkutan akan kesulitan bernapas karena peredaran oksigen dalam paru-parunya tidak lancar," kata dokter yang akrab disapa Abidin ini. Berdasarkan penyebabnya, pneumonia secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu: * Aspirasi Pneumonia
Yaitu pneumonia yang terjadi bila ada cairan yang masuk ke paru-paru, biasanya karena tersedak. Pada bayi baru lahir, hal ini terjadi apabila ia tersedak air ketuban ibu. Setelah bayi berusia beberapa hari, aspirasi pneumonia juga bisa terjadi bila air susu yang diisapnya bukan masuk ke saluran cerna, melainkan ke saluran pernapasan. Pada kasus aspirasi pneumonia, orang tua harus berpacu dengan waktu. Begitu tersedak, bayi harus segera mendapat pertolongan. Bayi baru lahir yang terkena aspirasi pneumonia biasanya baru terdeteksi setelah berumur 6 jam karena sebelum 6 jam gambarannya belum jelas. * Pneumonia karena infeksi virus, bakteri, atau jamur Di Indonesia, pneumonia akibat infeksi biasanya disebabkan oleh virus atau bakteri. Jarang sekali yang disebabkan jamur. Bakteri yang menyerang biasanya dari jenis Streptococcus pneumoniae dan Haemophylus influenzae. Pneumonia yang disebabkan infeksi ini biasanya punya tenggang waktu 1-2 hari sebelum memperlihatkan gejala. Hari pertama panas, diikuti batuk, kemudian sesak napas. Tenggang waktu ini juga sangat tergantung pada keganasan kumannya. Kalau memang ganas, bisa jadi tidak sampai sehari anak yang terinfeksi sudah sesak napas. * Pneumonia akibat faktor lingkungan Dewasa ini polusi sudah menjadi keluhan di mana-mana. Asap rokok, asap mobil atau asap buangan pabrik, bisa menyebabkan sesak napas pada orang-orang tertentu, terutama mereka yang berbakat alergi. Biasanya ditandai dengan napas yang berbunyi (ngorok). Bila dibiarkan tanpa diobati, keluhan sesak napas seperti ini bisa berkembang menjadi bronkhitis. Bila kemudian juga tidak diobati tuntas, maka sangat mungkin akan menjadi pneumonia. WASPADAI GEJALANYA Ada beberapa gejala yang bisa diwaspadai bila seseorang terkena pneumonia. "Yang jelas adalah batuk dan napasnya sesak," ungkap Abidin. Aspirasi pneumonia memang tidak mengakibatkan suhu badan naik, tapi pneumonia yang disebabkan infeksi biasanya akan dibarengi peningkatan suhu tubuh. Sementara pada kasus-kasus yang parah, bukan cuma napas yang sesak, tapi minum pun akan terasa sulit. Adapun gejala yang nyata pada bayi biasanya berupa batuk, sesak, tak mau minum ASI, dan rewel. Bawalah segera anak dengan gejala-gejala itu ke dokter atau rumah sakit terdekat untuk mendapatkan pertolongan. Gejala lain yang perlu diwaspadai orang tua adalah penambahan frekuensi batas napas cepat anak. * Bayi umur 0- 28 hari (neonatus) atau 1 bulan Kecepatan napas bayi neonatus tidak boleh mencapai 60 kali tarikan atau lebih per menit. "Orang tua sebaiknya segera membawa si bayi ke dokter untuk dicari penyebabnya," saran Abidin. * 1 bulan 1 tahun Anak yang berumur lebih dari sebulan tapi masih belum setahun, batas kecepatan napasnya adalah 50-60 tarikan napas per menit. * > 1 tahun Di atas setahun, batas kecepatan napasnya adalah 40-50 tarikan per menit. Angka ini berbeda dari batas kecepatan napas untuk kalangan dewasa yaitu 20 tarikan napas per menit. "Lebih dari itu biasanya sudah sesak napas."
PERTOLONGAN DI RS Setiba di rumah sakit, bila kondisi mengharuskan, maka pasien yang bersangkutan akan diberi oksigen agar kelancaran napasnya terbantu. Pasien juga akan diinfus kalau sulit makan dan minum. Sedangkan untuk pengobatannya, penderita pneumonia akan mendapat antibiotik dan antiperadangan. Antibiotik diberikan lewat infus, bukan suntikan. Menurut Abidin, bila pneumonia sudah terdeteksi sejak awal, besar kemungkinan kesembuhannya bisa total. BISA MENULAR Pada dasarnya, pneumonia bisa menyerang siapa saja, dari bayi sampai orang tua. Penyakit ini disebabkan infeksi virus, bakteri, maupun jamur yang dapat menular melalui udara. Namun penularan penyakit ini relatif kecil selama kondisi tubuh orangorang di sekitar penderita memang bagus. Anak-anak dengan daya tahan tubuh yang kuat juga akan mampu melawan bibit pneumonia yang memapar tubuhnya.
YANG HARUS DIPANTANG
Bila anak yang terserang pneumonia mempunyai bakat algergi, ada beberapa hal yang disarankan Abidin untuk dipantang. * Makanan Makanan yang sebaiknya tidak dikonsumsi adalah es, cokelat, permen, kacang tanah, dan aneka makanan ringan. * Lingkungan Mereka yang berbakat alergi sebaiknya menghindari lingkungan yang menjadi pemicunya, seperti debu, bulu binatang maupun mainan, kapuk, asap, dan bau menyengat. Masalahnya, kemunculan alergi akan mempermudah masuknya virus, kuman, dan bakteri penyebab pneumonia.
PEMBERIAN VAKSIN
Setelah terkena pneumonia dan sembuh, bukan tidak mungkin yang bersangkutan akan terkena lagi. Itu karena tubuh tidak membentuk kekebalan sendiri untuk menahan virus, bakteri, atau jamur penyebab pneumonia. Kalaupun menginginkan kekebalan tubuh, Abidin menyarankan vaksinasi. "Tapi vaksinasi ini juga masih terbatas hanya untuk kuman jenis Haemophilus Influenza tipe B (HiB), sedangkan untuk jenis lainnya belum ada vaksinnya." Abidin menambahkan, mereka yang tinggal di negara 4 musim harus lebih waspada bila terkena pneumonia saat musim dingin. Saat itu tidak ada sinar matahari yang bisa membunuh bibit penyakit ini. "Kita harusnya bersyukur, karena Indonesia mendapat cukup sinar matahari. Dengan berjemur sebelum jam 8 pagi, sinar matahari dapat membunuh virus yang mungkin akan masuk ke dalam tubuh." Di negara maju, vaksin tersebut sudah wajib diberikan kepada bayi saat umurnya 2 bulan dan kepada anak maksimal di usia 5 tahun. Bila vaksinasi dilakukan setelah umur 2 bulan, maka si bayi harus disuntik 3 kali. Sedangkan bila vaksinasi dimulai di usia 6 bulan, ia cukup disuntik 2 kali. Sementara bila usianya sudah di atas setahun hanya perlu sekali suntik. Mengapa di bawah 2 tahun (15 bulan) menjadi penting? "Karena pneumonia paling banyak menyerang anak di bawah 2 tahun," ujar Abidin. Sementara di Indonesia, vaksinasi jenis ini belum diwajibkan. "Mungkin karena harganya relatif masih mahal," lanjutnya. Biaya yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan vaksin ini sekitar Rp 200.000 sampai Rp 225.000.
E. Patofisiologi Pneumonia dapat terjadi akibat menghirup bibit penyakit di udara, atau kuman di tenggorokan terisap masuk ke paru-paru. Penyebaran bisa juga melalui darah dari luka di tempat lain, misalnya di kulit. Jika melalui saluran napas, agen (bibit penyakit) yang masuk akan dilawan oleh berbagai sistem pertahanan tubuh manusia. Misalnya, dengan batuk-batuk, atau perlawanan oleh sel-sel pada lapisan lendir tenggorokan, hingga gerakan rambut-rambut halus (silia) untuk mengeluarkan mukus (lendir) tersebut keluar.
Di bawah ini merupakan bagan terjadinya pneumonia/ Bronkhopnneumonia Hmm ,, maaf seharusnya ada bagan disini tapi apa daya diriku belum bisa cara nguploadnya,, hhuww
E. Manifestasi Klinik/ Tanda dan Gejala Gejala penyakit pneumonia biasanya didahului infeksi saluran nafas atas akut selama beberapa hari. Selain didapatkan demam, menggigil, suhu tubuh meningkat dapat mencapai 40 derajat celsius, sesak nafas, nyeri dada, dan batuk dengan dahak kental, terkadang dapat berwarna merah karat (untuk streptococcus
pneumoniae), merah muda (untuk staphylococcus aureus), atau kehijauan dengan bau khas (untuk pseudomonas aeruginosa). Pada sebagian penderita juga ditemui gejala lain seperti nyeri perut, kurang nafsu makan, dan sakit kepala. Tanda dan Gejala berupa: 1. Batuk nonproduktif 2. Ingus (nasal discharge) 3. Suara napas lemah 4. Retraksi intercosta 5. Penggunaan otot bantu nafas 6. Demam 7. Krekels 8. Cyanosis 9. Leukositosis 10. Thorax photo menunjukkan infiltrasi melebar 11. Batuk 12. Sakit kepala 13. Kekakuan dan nyeri otot 14. Sesak nafas 15. Menggigil 16. Berkeringat 17. Lelah. Gejala lainnya yang mungkin ditemukan: 1. kulit yang lembab 2. mual dan muntah 3. kekakuan sendi. F. Komplikasi Komplikasi dari pneumonia adalah sebagai berikut : 1. Empisema 2. Gagal nafas 3. Perikarditis 4. Meningitis 5. Hipotensi 6. Delirium 7. Asidosis metabolik 8. Dehidrasi
G. Penatalaksanaan Medis Penatalaksanaan keperawatan pada klien dengan pneumonia adalah sebagai berikut : 1. Pertahankan suhu tubuh dalam batas normal melalui pemberian kompres.
2. Latihan bentuk efektif dan fisiotheraphy paru. 3. Pemberian oksigenasi (oksigen 1-2 liter/menit). 4. mempertahankan kebutuhan cairan (IVFD dektrose 10% : NaCl 0,9%). 5. pemberian nutrisi, apabila ringan tidak perlu diberikan antibiotik, tetapi apabila penyakit berat dapat dirawat inap, maka perlu pemberian antibiotik berdasarkan usia, keadaan umum, kemungkinan penyebab, seperti pemberian Ampisilin dan Kloramfenikol. 6. penatalaksanaan medis dengan cara pemberian pengobatan H. Pencegahan Menurut profesor Cissy, kunci pencegahan pneumonia yang penting menurut dia adalah pemberian air susu ibu (ASI) secara ekslusif, imunisasi, dan pemenuhan kebutuhan nutrisi anak, karena ASI mengandung nutrien, anti oksidan, hormon dan antibody yang dibutuhkan anak untuk tubuh, berkembang dan membangun sistem kekebalan tubuh. Menurut Profesor Sri Rejeki, mencegah kematian anak akibat pneumonia melalui 2 cara yakni mencegah perkembangan infeksi dan komplikasi pneumonia dengan penyakit lain seperti campak dan pertusis, lebih lanjut ia menjelaskan kematian akibat pneumonia bisa dikurangi dengan menerapkan upaya pencegahan sekaligus pengobatan. Selain 2 cara diatas, beliau juga mengatakan cara yang paling efektif untuk mencegah infeksi pneumokokus melalui pemberian vaksin pneumokokus konjugasi (PCV-7) kepada bayi. Pemberian ini pada bayi usia 4 bulan dari 6 bulan serrta diulang lagi pada usia 12-15 bulan agar melindungi anak dari infeksi pneumokokus. Menurut laporan unicef lebih dari 1 juta jiwa anak akan bisa diselamatkan bila intervensi pencegahan dan penanganan pneumonia diterapkan secara universal. Sekitar 600 ribu nyawa anak setiap tahunnya juga bisa diselamatkan melalui penanganan antibiotik yang biayanya sekitar 600 juta dolar AS. Dari berbagai pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa pneumonia dapat dicegah dengan cara-cara sebagai berikut : 1. Memberikan ASI ekslusif 2. Mencegah perkembangan infeksi 3. Mencegah komplikasi pneumonia dengan penyakit lain 4. Menggunakan penanganan antibiotik
1. Definisi Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Selain gambaran umum di atas, Pneumonia dapat dikenali berdasarkan pedoman tanda-
tanda klinis lainnya dan pemeriksaan penunjang (Rontgen, Laboratorium) (Wilson, 2006). Pada usia anak-anak, Pneumonia merupakan penyebab kematian terbesar terutama di negara berkembang termasuk Indonesia. Angka kematian Pneumonia pada balita di Indonesia diperkirakan mencapai 21 % (Unicef, 2006). Adapun angka kesakitan diperkirakan mencapai 250 hingga 299 per 1000 anak balita setiap tahunnya. Fakta yang sangat mencengangkan. Karenanya, kita patut mewaspadai setiap keluhan panas, batuk, sesak pada anak dengan memeriksakannya secara dini (Setiowulan, 2000). 2. Etiologi Sebagian besar penyebab Pneumonia adalah mikroorganisme (virus, bakteri). Dan sebagian kecil oleh penyebab lain seperti hidrokarbon (minyak tanah, bensin, atau sejenisnya) dan masuknya makanan, minuman, susu, isi lambung ke dalam saluran pernapasan (aspirasi). Berbagai penyebab Pneumonia tersebut dikelompokkan berdasarkan golongan umur, berat ringannya penyakit dan penyulit yang menyertainya (komplikasi). Mikroorganisme tersering sebagai penyebab Pneumonia adalah virus, terutama Respiratory Syncial Virus (RSV) yang mencapai 40%. Sedangkan golongan bakteri yang ikut berperan terutama Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus influenzae type b (Hib). Awalnya, mikroorganisme masuk melalui percikan ludah (droplet), kemudian terjadi penyebaran mikroorganisme dari saluran napas bagian atas ke jaringan (parenkim) paru dan sebagian kecil karena penyebaran melalui aliran darah (Setiowulan, 2000). Sedangkan dari sudut pandang sosial penyebab pneumonia menurut Depkes RI (2004) antara lain:
a. Status gizi bayi Status gizi adalah ukuran keberhasilan dalam pemenuhan nutrisi untuk anak yang diindikasikan oleh berat badan dan tinggi badan anak. Status gizi juga didefinisikan sebagai status kesehatan yang dihasilkan oleh keseimbangan antara kebutuhan dan masukan nutrient. Penelitian status gizi merupakan pengukuran yang didasarkan pada data antropometri serta biokimia dan riwayat diit (Beck. 2000 : 1). Klasifikasi status gizi pada bayi berdasarkan Kartu Menuju Sehat adalah : 1) Gizi Lebih 2) Gizi Baik 3) Gizi kurang 4) Gizi buruk b. Riwayat persalinan Riwayat persalinan yang mempengaruhi terjadinya pneumonia adalah ketuban pecah dini dan persalinan preterm (Setiowulan.2000). c. Kondisi sosial ekonomi orang tua Kemampuan orang tua dalam menyediakan lingkungan tumbuh yang sehat pada bayi juga sangat mempengaruhi terhadap terjadinya pneumonia. Klasifikasi kesejahteraan keluarga adalah : 1) Keluarga sejahtera yaitu keluarga yang dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan material yang layak, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan yang serasi, selaras. dan seimbang antar anggota, serta antara keluarga dengan masyarakat dan lingkungannya
2) Keluarga sejahtera I yaitu keluarga yang kondisi ekonominya baru bisa memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal, tetapi belum mampu memenuhi kebutuhan sosial psikologisnya. 3) Keluarga pra sejahtera yaitu keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya, belum mampu melaksanakan ibadah berdasarkan agamanya masingmasing, memenuhi kebutuhan makan minimal dua kali sehari, pakaian yang berbeda untuk di rumah, bekerja, sekolah, dan bepergian, memiliki rumah yang bagian lantainya bukan dari tanah, dan belum mampu untuk berobat di sarana kesehatan modern (BKKBN, 2002). d. Lingkungan tumbuh bayi Lingkunngan tumbuh bayi yang mempengaruhi terhadap terjadinya pneumonia adalah kondisi sirkulasi udara dirumah, adanya pencemaran udara di sekitar rumah dan lingkungan perumahan yang padat (www.infokes.com, 2006). e. Konsumsi ASI Jumlah konsumsi ASI bayi akan sangat mempengaruhi imunitas bayi, bayi yang diberi ASI secara eksklusif akan memiliki daya tahan tubuh yang lebih baik dibandingkan dengan bayi yang tidak diberi ASI secara eksklusif. 3. Klasifikasi Pneumonia Program Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi pneumonia sebagai berikut: a. Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada kedalam (chest indrawing). b. Pneumonia: ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat
c. Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai demam, tanpa tarikan dinding dada kedalam, tanpa napas cepat. Rinofaringitis, faringitis dan tonsilitis tergolong bukan pneumonia (Rasmailah, 2004). 4. Tanda dan Gejala Tanda-tanda
Pneumonia
sangat
bervariasi,
tergantung
golongan
umur,
mikroorganisme penyebab, kekebalan tubuh (imunologis) dan berat ringannya penyakit. Pada umumnya, diawali dengan panas, batuk, pilek, suara serak, nyeri tenggorokan. Selanjutnya panas makin tinggi, batuk makin hebat, pernapasan cepat (takipnea), tarikan otot rusuk (retraksi), sesak napas dan penderita menjadi kebiruan (sianosis). Adakalanya disertai tanda lain seperti nyeri kepala, nyeri perut dan muntah (pada anak di atas 5 tahun). Pada bayi (usia di bawah 1 tahun) tanda-tanda pnemonia tidak spesifik, tidak selalu ditemukan demam dan batuk. Selain tanda-tanda di atas, WHO telah menggunakan penghitungan frekuensi napas per menit berdasarkan golongan umur sebagai salah satu pedoman untuk memudahkan diagnosa Pneumonia, terutama di institusi pelayanan kesehatan dasar (Setiowulan, 2000). Tabel 2.1. Pedoman Perhitungan Frekuensi Napas (WHO) Umur Anak
Napas Normal
Takipnea (Napas cepat)
0 – 2 Bulan
30-50 per menit
sama atau > 60 x per menit
2-12 Bulan
25-40 per menit
sama atau > 50 x per menit
5. Penatalaksanaan Pengobatan ditujukan kepada pemberantasan mikroorganisme penyebabnya. Walaupun adakalanya tidak diperlukan antibiotika jika penyebabnya adalah virus, namun untuk daerah yang belum memiliki fasilitas biakan mikroorganisme akan menjadi
masalah tersendiri mengingat perjalanan penyakit berlangsung cepat, sedangkan di sisi lain ada kesulitan membedakan penyebab antara virus dan bakteri. Selain itu, masih dimungkinkan adanya keterlibatan infeksi sekunder oleh bakteri. Oleh karena itu, antibiotika diberikan jika penderita telah ditetapkan sebagai Pneumonia. Ini sejalan dengan kebijakan Depkes RI (sejak tahun 1995, melalui program Quality Assurance ) yang memberlakukan pedoman penatalaksaan Pneumonia bagi Puskesmas di seluruh Indonesia. Masalah lain dalam hal perawatan penderita Pneumonia adalah terbatasnya akses pelayanan karena faktor geografis. Lokasi yang berjauhan dan belum meratanya akses tranportasi tentu menyulitkan perawatan manakala penderita pneumonia memerlukan perawatan lanjutan (rujukan) (Setiowulan, 2000). Perawatan di rumah yang dapat dilakukan pada bayi atau anak yang menderita pneumonia antara lain : a. Mengatasi demam Untuk anak usia 2 bulan samapi 5 tahun demam diatasi dengan memberikan parasetamol atau dengan kompres, bayi dibawah 2 bulan dengan demam harus segera dirujuk. Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6 jam untuk waktu 2 hari. Cara pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan dosisnya, kemudian digerus dan diminumkan. Memberikan kompres, dengan menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak perlu air es). b. Mengatasi batuk Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional yaitu jeruk nipis ½ sendok teh dicampur dengan kecap atau madu ½ sendok teh , diberikan tiga kali sehari.
c. Pemberian makanan Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi berulang-ulang yaitu lebih sering dari biasanya, lebih-lebih jika muntah. Pemberian ASI pada bayi yang menyusu tetap diteruskan. d. Pemberian minuman Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan sebagainya) lebih banyak dari biasanya. Ini akan membantu mengencerkan dahak, kekurangan cairan akan menambah parah sakit yang diderita. e. Lain-lain Tidak dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu tebal dan rapat, lebih-lebih pada anak dengan demam. Jika pilek, bersihkan hidung yang berguna untuk mempercepat kesembuhan dan menghindari komplikasi yang lebih parah. Usahakan lingkungan tempat tinggal yang sehat yaitu yang berventilasi cukup dan tidak berasap. Apabila selama perawatan dirumah keadaan anak memburuk maka dianjurkan untuk membawa kedokter atau petugas kesehatan. Untuk penderita yang mendapat obat antibiotik, selain tindakan diatas usahakan agar obat yang diperoleh tersebut diberikan dengan benar selama 5 hari penuh. Dan untuk penderita yang mendapatkan antibiotik, usahakan agar setelah 2 hari anak dibawa kembali kepetugas kesehatan untuk pemeriksaan ulang (Rasmailah, 2004). 6. Pencegahan Mengingat Pneumonia adalah penyakit beresiko tinggi yang tanda awalnya sangat mirip dengan Flu, alangkah baiknya para orang tua tetap waspada dengan memperhatikan tips berikut :
a. Menghindarkan bayi (anak) dari paparan asap rokok, polusi udara dan tempat keramaian yang berpotensi penularan. b. Menghindarkan bayi (anak) dari kontak dengan penderita ISPA. c. Membiasakan pemberian ASI. d. Segera berobat jika mendapati anak kita mengalami panas, batuk, pilek. Terlebih jika disertai suara serak, sesak napas dan adanya tarikan pada otot diantara rusuk (retraksi). e. Periksakan kembali jika dalam 2 hari belum menampakkan perbaikan. Dan segera ke RS jika kondisi anak memburuk. f. Imunisasi Hib (untuk memberikan kekebalan terhadap Haemophilus influenzae, vaksin Pneumokokal Heptavalen (mencegah IPD= invasive pneumococcal diseases) dan vaksinasi influenzae pada anak resiko tinggi, terutama usia 6-23 bulan. Sayang vaksin ini belum dapat dinikmati oleh semua anak karena harganya yang cukup mahal. g. Menyediakan rumah sehat bagi bayi yang memenuhi persyaratan : 1) Memiliki luas ventilasi sebesar 12 – 20% dari luas lantai. 2) Tempat masuknya cahaya yang berupa jendela, pintu atau kaca sebesar 20%. 3) Terletak jauh dari sumber-sumber pencemaran, misalnya pabrik, tempat pembakaran dan tempat penampungan sampah sementara maupun akhir (Menkes, 1999). Apa saja gejala sesak pada bayi? Napasnya cepat, tampak tarikan pada sela tulang iga dan dada kala menarik napas (retraksi), ada bunyi seperti mendengkur atau merintih saat bayi mengeluarkan napas (grunting), lidah kebiruan pada suhu kamar (sianosis sentral), atau sesaat setelah lahir napas bayi 60 kali per menit atau lebih (tachypnea). Dampak dari sesak napas jelas tidak bisa dianggap remeh. Paru-parunya akan kekurangan oksigen, si kecil jadi rewel, nafsu minum dan makannya pun anjlok. Kalau sudah terjadi komplikasi pada fungsi paru, wajahnya akan tampak membiru. Dua saja dari sederet gejala tadi terjadi pada bayi, berarti si kecil sudah mengalami sesak napas yang harus segera ditangani. BERMACAM PENYEBAB Sebelum sampai pada penanganan, ketahui dulu macam-macam penyebab sesak napas pada bayi, di antaranya:
INFEKSI Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) bagian atas Sesak napas bisa disebabkan penyakit infeksi. Yang paling sering adalah flu. Penyakit ISPA atas bila tak kunjung sembuh akan merembet menjadi ISPA bagian bawah. Akibatnya bayi terancam mengalami bronkitis, radang paru ataupun asma. Gejalanya selain sesak napas, si kecil juga demam, sekeliling bibir biru (sianosis), proses bernapas cepat tapi lama-kelamaan melemah. Sebaiknya dibawa ke dokter agar penanganannya tepat. Sebagai upaya pertolongan, dokter umumnya akan melakukan pemeriksaan rontgen dan pemberian antibiotik bila karena infeksi. Dengan pengobatan, kebanyakan gangguan sesak napas bisa tertangani. Pneumonia Pneumonia atau radang paru ditandai dengan gejala awal sesak napas dan batuk. Kantongkantong udara (dalam paru) penderita pneumonia terisi cairan/sel-sel radang yang membuatnya kesulitan bernapas karena peredaran oksigen di paru tak lancar. Pneumonia secara umum dibagi 3, yaitu: 1. Aspirasi Pneumonia. Cairan masuk ke paru karena tersedak, misalnya air ketuban atau air susu ibu. 2. Pneumonia karena infeksi virus atau bakteri. Gejala muncul 1-2 hari setelah terinfeksi. Tapi bergantung pula pada keganasan virus atau bakteri tersebut. Gejala muncul mulai dari demam, batuk lalu sesak napas. 3. Pneumonia akibat faktor lingkungan. Polusi udara menyebabkan sesak napas, terutama bagi yang berbakat alergi. Bila tak diobati bisa mengakibatkan bronkitis. Selanjutnya, akan menjadi pneumonia. Sebaiknya segera bawa si kecil ke dokter agar bisa cepat mendapat pertolongan pertama. NON INFEKSI Tersedak makanan/susu Sesak napas bisa terjadi lantaran tersedak makanan atau susu. Misal, si kecil menangis padahal mulutnya sedang penuh makanan. Atau saat ia muntah, sisa muntahnya masih tertinggal di tenggorokan atau hidung. Nah, kala ia bernapas, sisa makanan itu malah masuk ke paru-paru dan akhirnya tersedak. Kondisi seperti ini yang tak segera diobati berisiko terjadi peradangan dalam paru-paru. Segeralah ke dokter bila hal itu terjadi agar bisa cepat tertangani. Tindakan rontgen biasanya akan dilakukan untuk mengetahui ada penyumbatan atau tidak. Selanjutnya, apabila dengan
pengobatan tak ada perbaikan, dapat dilakukan dengan bronkoskopi, yaitu mengambil cairan atau makanan yang menyumbat. Tersedak air ketuban Terjadi pada bayi baru lahir. Karena suatu hal, ketuban masuk ke paru-paru janin. Ketika lahir, bayi tersedak dan mengalami sesak napas. Bagian paru-parunya yang tersumbat pun tak bisa diisi udara. Karena udara tak bisa masuk terjadilah sesak napas. Untuk penanganan, perlu dilakukan penyedotan lendir dari mulut, hidung bahkan tenggorokan bayi secara intensif. Bila air ketubannya masih jernih dan hanya sedikit yang masuk paru-paru, tak perlu dilakukan pencucian paru. Sebaliknya, bila air ketuban banyak masuk, mesti disedot dari paru-paru. Apalagi kalau air ketuban tersebut telah berwarna hijau dan berbau maka paru-parunya perlu "dicuci" atau disedot dengan cara bronchialwash. Kondisi sesak napas yang parah (akibat paruparu pecah (pneumotoraks) umumnya akan ditindaklanjuti dengan pemberian alat bantu napas (ventilator). Lahir prematur Kelahiran prematur juga bisa menyebabkan sesak napas pada bayi. Bayi yang lahir prematur mengalami sesak napas lantaran organ paru-parunya belum matang/siap. Ibarat balon kempis, gelembung paru-paru tak bisa membuka jika oksigen tak bisa masuk. Jabang bayi pun tak bisa menangis dan bernapas. Kejadian yang disebut Respiratory Distress Syndrome (RDS) ini terjadi saat unit paru-paru yang terkecil tak membuka karena zat surfaktan tak mencukupi. Maka itu sebagai upaya antisipasi, bayi prematur mesti mendapatkan alat bantu napas. Wet Lung Syndrome Disebut juga Transient Tachypnea of the Newborn (TTN). Pada bayi yang dilahirkan secara normal, sebagian besar cairan dalam paru-paru terperas keluar karena dada janin mengalami kompresi oleh jalan lahir. Sementara, cairan sisanya dalam waktu singkat akan diserap ke dalam pembuluh darah kapiler dan pembuluh limfe paru-paru. Nah, pada bayi yang dilahirkan melalui proses sesar, dadanya tak mengalami kompresi oleh jalan lahir sehingga menghambat pengeluaran cairan dari paru. Tapi tak semua bayi sesar mengalami kendala ini. Ada beberapa faktor lain yang ikut memengaruhi, misal apakah ada kontraksi rahim sebelum sesar, serta bagaimana penanganan bayi baru lahir dan sebagainya. Janin yang mengalami gangguan oksigenisasi (hipoksia) atau ibu hamil yang mengalami polihidramnion (cairan ketuban berlebihan) pun dapat mengalami kelainan TTN. Selain sesak napas, umumnya, dada bayi yang mengalami TTN membusung. Karena itu, dokter akan menyuplai oksigen selama 2-3 hari. Biasanya gejala sesak napas berangsur tertanggulangi dalam 24 jam pertama dan dalam 72 jam gejala akan hilang. Penanganan yang terlambat (tidak tepat dan baik) berisiko merusak jaringan otak bayi lantaran kekurangan suplai oksigen. Kelainan pada jalan napas (trakea) Sesak napas akibat kelainan pada trakea terjadi 1-3 jam setelah bayi lahir. Kelainan ini berupa terhubungnya jalan napas dengan jalan makanan (esofagus). Dalam bahasa medis disebut trackeo
esophageal fistula. Akibatnya, cairan lambung masuk ke paru-paru. Untuk mengantisipasinya, akan dimasukkan selang ke jalan napas sehingga cairan lambung tak sampai mengganggu. Kalau perlu akan dilakukan operasi penyekatan saluran napas dan jalan makanan. Pembesaran kelenjar thymus Bayi dengan pembesaran kelenjar thymus, saat lahir masih dapat menangis kuat. Akan tetapi, napasnya terdengar seperti suara orang mengorok. Lama-kelamaan makin keras suaranya dan timbul batuk-batuk. Adanya pembesaran kelenjar thymus yang terletak di rongga atau di antara dua paru-paru akan menekan trakea. Trakea yang menyempit dan mengeluarkan lendir ini lantas membuat napas si kecil berbunyi grok-grok, keluar lendir dan batuk. Yang terbaik, segera bawa si kecil ke dokter. Obat-obatan akan diberikan untuk mengecilkan kelenjar thymus sehingga tak menekan trakea. Kelainan jantung atau paru-paru Sesak napas karena ada faktor bawaan biasanya muncul begitu bayi lahir atau 1-2 hari kemudian. Misal, akibat kelainan jantung. Dalam kasus ini, permasalahan utama adalah jantung dan pernapasan sulit merupakan efek selanjutnya. Segera konsultasikan ke dokter untuk dilakukan penanganan yang tepat, misalnya dengan cara operasi. Kelainan pembuluh darah Kelainan yang dimaksud yaitu, pembuluh darah jantung berbentuk cincin (double aortic arch) sehingga menekan jalan napas dan jalan makan. Begitu lahir napas bayi dengan gangguan ini terdengar seperti mendengkur atau berbunyi (stridor) yang semakin jelas terdengar kala ia menangis. Karena jalan makanan terganggu, bayi pun mengalami kelainan menelan dan maunya minum susu melulu (makanan padat/semi padat ditolaknya dan umumnya justru menyebabkan muntah karena teksturnya yang kasar). Dokter akan melakukan rontgen untuk memastikan gangguan ini. Selanjutnya, dilakukan operasi untuk memutus salah satu aorta yang kecil. Bila bukan karena kelenjar thymus yang membesar, akan dicari apakah ada bagian jalan makanan yang menyempit. Sindrom Aspirasi Mekonium Janin yang mengalami hipoksia (gangguan suplai oksigen) akan mengeluarkan mekonium yaitu kotoran dalam usus selama di kandungan. Nah, mekonium ini kemudian bercampur dengan air ketuban dan dapat masuk ke saluran napas atas. Ketuban tampak hijau tua. Begitu pula kulit janin. Bahayanya, mekonium mengandung enzim yang bisa merusak sel epitel di saluran napas bawah. Bila tak segera dibersihkan atau diisap keluar dengan baik, maka saat bayi aktif bernapas setelah lahir, mekonium itu akan tersedot masuk ke jaringan paru. Bayi pun mengalami sesak napas dengan dada membusung
Pneumonia sebenarnya bukan peyakit baru. Tahun 1936 pneumonia menjadi penyebab kematian nomor satu di Amerika. Penggunaan antibiotik, membuat penyakit ini bisa dikontrol beberapa tahun kemudian. Namun tahun 2000, kombinasi pneumonia dan influenza kembali merajalela. Di Indonesia, pneumonia merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah kardiovaskuler dan TBC. Faktor sosial ekonomi yang rendah mempertinggi angka kematian. Kasus pneumonia ditemukan paling banyak menyerang anak balita. Menurut laporan WHO, sekitar 800.000 hingga 1 juta anak meninggal dunia tiap tahun akibat pneumonia. Bahkan UNICEF dan WHO menyebutkan pneumonia sebagai penyebab kematian anak balita tertinggi, melebihi penyakitpenyakit lain seperti campak, malaria, serta AIDS. Pneumonia adalah infeksi yang menyebabkan paru-paru meradang. Kantong-kantong udara dalam paru yang disebut alveoli dipenuhi nanah dan cairan sehingga kemampuan menyerap oksigen menjadi kurang. Kekurangan oksigen membuat sel-sel tubuh tidak bisa bekerja. Karena inilah, selain penyebaran infeksi ke seluruh tubuh, penderita pneumonia bisa meninggal. Sebenarnya pneumonia bukanlah penyakit tunggal. Penyebabnya bisa bermacam-macam dan diketahui ada 30 sumber infeksi dengan sumber utama bakteri, virus, mikroplasma, jamur, berbagai senyawa kimia maupun partikel. Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Terjadinya pneumonia pada anak seringkali bersamaan dengan proses infeksi akut pada bronkus (biasa disebut bronchopneumonia). Gejala penyakit ini berupa napas cepat dan napas sesak, karena paru meradang secara mendadak. Batas napas cepat adalah frekuensi pernapasan sebanyak 50 kali per menit atau lebih pada anak usia 2 bulan sampai kurang dari 1 tahun, dan 40 kali per menit atau lebih pada anak usia 1 tahun sampai kurang dari 5 tahun. Pada anak dibawah usia 2 bulan, tidak dikenal diagnosis pneumonia. Pneumonia berat ditandai dengan adanya batuk atau (juga disertai) kesukaran bernapas, napas sesak atau penarikan dinding dada sebelah bawah ke dalam pada anak usia 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun. Pada kelompok usia ini dikenal juga pneumonia sangat berat dengan gejala batuk, kesukaran bernapas disertai gejala sianosis sentral dan tidak dapat minum. Sementara untuk anak dibawah 2 bulan, pneumonia berat ditandai dengan frekuensi pernapasan sebanyak 60 kali per menit atau lebih atau (juga disertai) penarikan kuat pada dinding dada sebelah bawah ke dalam. Menurut dokter spesialis paru dari RSIA Hermina Jatinegara, Dr. Bambang Supriyatno SpA(K), perbedaan mendasar antara pneumonia dengan TBC terletak pada jenis mikroorganisme yang menginfeksi. ”Pneumonia yang ada di masyarakat umumnya, disebabkan oleh bakteri, virus atau mikoplasma (bentuk peralihan antara bakteri dan virus ),” katanya. Bambang menyebutkan, bakteri yang umum adalah streptococcus Pneumoniae, Staphylococcus Aureus, Klebsiella Sp, Pseudomonas sp. Sedangkan, vIrus misalnya virus influensa. “Pada TBC, jenis mikroorganisme yang menginfeksinya adalah mikrobakterium tuberculosis,” sambungnya. Rentannya anak terkena penyakit pneumonia umumnya dikarenakan lemahnya atau belum sempurnanya sistem kekebalan tubuh balita. Oleh sebab itu, mikrorganisme atau kuman lebih mudah menembus pertahanan tubuh. Jenis bakteri pneumococcus atau pneumokok belakangan semakin populer seiring kian dikenalnya jenis penyakit Invasive Pneumococcal Disease (IPD). Selain pneumonia, yang termasuk IPD adalah radang selaput otak (meningitis) atau infeksi darah (bakteremia). “Pada pneumonia yang disebabkan oleh bakteri pneumokok, kerap menimbulkan komplikasi dan mengakibatkan penderita juga terkena meningitis atau bakteremia,” kata Bambang.
Dokter spesialis anak dari RSAB Harapan Kita, Dr. Attila Dewanti SpA menjelaskan bahwa bakteri pneumokok ini dapat masuk melalui infeksi pada daerah mulut dan tenggorokan, menembus jaringan mukosa lalu masuk ke pembuluh darah, mengikuti aliran darah sampai ke paru-paru dan selaput otak. “Akibatnya, timbul peradangan pada paru dan daerah selaput otak,” tambahnya. Gejala khususnya adalah demam, sesak napas, napas dan nadi cepat, dahak berwarna kehijauan atau seperti karet, serta gambaran hasil ronsen memperlihatkan kepadatan pada bagian paru. Kepadatan terjadi karena paru dipenuhi sel radang dan cairan yang sebenarnya merupakan reaksi tubuh untuk mematikan kuman. Tapi akibatnya fungsi paru terganggu, penderita mengalami kesulitan bernapas, karena tak tersisa ruang untuk oksigen. Namun, gejala awalnya yang tergolong sederhana seringkali membuat orangtua kurang waspada terhadap penyakit ini. “Orang tua sering datang terlambat membawa anaknya ke dokter. Karena gejala awal panas dan batuk, orang tua sering mengobati sendiri dirumah dengan obat biasa, bila sudah sesak baru dibawa ke dokter, ” jelas Atilla. Karenanya dokter spesialins bagian neurologi anak ini menyatakan sebaiknya bila anak sakit panas tinggi dan batuk, segeralah ke dokter untuk dicari tahu penyebabnya. Diagnosa dan Pengobatan Diagnosis pneumonia dilakukan dengan berbagai cara. Pertama dengan pemeriksaan fisik secara umum. Setelah itu ada pula pemeriksaan penunjuang seperti rontgen paru dan pemeriksaan darah. Penanganan pneumonia pun dapat dilakukan dengan beberapa cara. Umumnya pengobatan dengan pemberian antibiotik. “Penderita pneumonia dapat sembuh bila diberikan antibiotik yg sesuai dengan jenis kumannya, hanya saja perlu dosis tinggi dan waktu yg lama,” papar Atilla. Namun, bakteri Streptococcus pneumoniae mulai resisten atau kebal terhadap beberapa jenis antibiotik. Bahkan kawasan Asia dinyatakan sebagai hot zone, yakni daerah dengan tingkat resistensi tinggi untuk bakteri pneumokok. Oleh sebab itu apabila pneumonia yang dialami cukup parah, penanganannya juga dilakukan dengan cara opname. Dengan perawatan khusus di rumah sakit, pasien bisa mendapatkan istirahat dan pengobatan yang lebih intensif, atau bahkan terapi oksigen sebagai penunjang. Selain itu penderita pneumonia juga membutuhkan banyak cairan untuk mencegahnya dari dehidrasi. Cairan ini bisa diperoleh dengan cara banyak minum air putih maupun melalui infus. Untuk pneumonia oleh virus sampai saat ini belum ada panduan khusus, meski beberapa obat antivirus telah digunakan. Kebanyakan pasien juga bisa diobati dirumah. Biasanya dokter yang menangani pneumonia akan memilihkan obat sesuai pertimbangan masing-masing, setelah suhu pasien kembali normal, dokter akan menginstruksikan pengobatan lanjutan untuk mencegah kekambuhan. Soalnya, serangan berikutnya bisa lebih berat dibanding yang pertama. Selain antibiotika, pasien juga akan mendapat pengobatan tambahan berupa pengaturan pola makan dan oksigen untuk meningkatkan jumlah oksigen dalam darah. Pada beberapa kasus, Atilla menerangkan bahwa pneumonia yang sudah mengalami komplikasi tersebut bisa meninggalkan berbagai efek samping. “Anak dapat mengalami berbagai efek samping seperti gangguan kecerdasan, gangguan perkembangan motorik, gangguan pendengaran dan keterlambatan bicara,” paparnya. Walaupun demikian, Bambang tetap meyakinkan bahwa anak dengan pneumonia juga bisa sembuh total dan hidup dengan normal. Pencegahan
Penanggulangan penyakit Pnemonia menjadi fokus kegiatan program P2ISPA (Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut). Program ini mengupayakan agar istilah pneumonia lebih dikenal masyarakat, sehingga memudahkan kegiatan penyuluhan dan penyebaran informasi tentang penanggulangannya. Program P2ISPA mengklasifikasikan penderita kedalam 2 kelompok usia. Yaitu, usia dibawah 2 bulan (Pnemonia Berat dan Bukan Pnemonia) dan usia 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun. Klasifikasi Bukan-pnemonia mencakup kelompok balita penderita batuk yang tidak menunjukkan gejala peningkatan frekuensi nafas dan tidak menunjukkan adanya penarikan dinding dada bagian bawah ke dalam. Penyakit ISPA diluar pneumonia ini antara lain batuk-pilek biasa, pharyngitis, tonsilitis dan otitis. Ungkapan klasik bahwa “mencegah lebih baik daripada mengobati” benar-benar relevan dengan penyakit pneumonia ini. Mengingat pengobatannya yang semakin sulit, terutama terkait dengan meningkatkan resistensi bakteri pneumokokus, maka tindakan pencegahan sangatlah dianjurkan. Pencegahan penyakit IPD, termasuk pneumonia, dapat dilakukan dengan cara vaksinasi pneumokokus atau sering juga disebut sebagai vaksin IPD. Menurut Atilla yang juga bertugas di klinik khusus tumbuh kembang anak RSAB Harapan kita, peluang mencegah Pneumonia dengan vaksin IPD adalah sekitar 80-90%. Adapun mengenai waktu ideal pemberian vaksin IPD, menurut penjelasan Atilla adalah sebanyak 4 kali, yakni pada saat bayi berusia 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan dan diulang lagi pada usia 12 bulan. Atilla menguatkan bahwa vaksin itu aman dan dapat diberikan bersamaan dengan vaksin lain seperti Hib, MMR maupun Hepatitis B. Selain imunisasi, pencegahan pneumonia menurut Bambang adalah dengan menjaga keseimbangan nutrisi anak. “Selain itu, upayakan agar anak memiliki daya tahan tubuh yang baik, antara lain dengan cara cukup istirahat juga olahraga,” jelasnya. Pneumonia oleh Bakteri Pneumonia yang dipicu bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi sampai usia lanjut. Sebenarnya bakteri penyebab pneumonia yang paling umum adalah Streptococcus pneumoniae sudah ada di kerongkongan manusia sehat. Begitu pertahanan tubuh menurun oleh sakit, usia tua, atau malnutrisi, bakteri segera memperbanyak diri dan menyebabkan kerusakan. Seluruh jaringan paru dipenuhi cairan dan infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran darah. Pasien yang terinfeksi pneumonia akan panas tinggi, berkeringat, napas terengah-engah, dan denyut jantungnya meningkat cepat. Bibir dan kuku mungkin membiru karena tubuh kekurangan oksigen. Pada kasus yang eksterm, pasien akan mengigil, gigi bergemelutuk, sakit dada, dan kalau batuk mengeluarkan lendir berwarna hijau. Sebelum terlambat, penyakit ini masih bisa diobati. Bahkan untuk pencegahan vaksinnya pun sudah tersedia. Pneumonia oleh virus Setengah dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus. Saat ini makin banyak saja virus yang berhasil diidentifikasi. Meski virus-virus ini kebanyakan menyerang saluran pernapasan bagian atas-terutama pada anak-anak- gangguan ini bisa memicu pneumonia. Untunglah, sebagian besar pneumonia jenis ini tidak berat dan sembuh dalam waktu singkat.
Pneumonia Landia Setiawati, Makmuri M.S., Retno Asih S.
BATASAN Pneumonia dalah penyakit peradangan parenkim paru yang disebabkan oleh bermacam etiologi seperti bakteri, virus, mikoplasma, jamur atau bahan kimia/benda asing yang teraspirasi dengan akibat timbulnya ketidakseimbangan ventilasi dengan perfusi (ventilation perfusion mismatch). PATOFISIOLOGI Paru terlindung dari infeksi melalui beberapa mekanisme : filtrasi partikel di hidung, pencegahan aspirasi� dengan refleks epiglotis, ekspulsi benda asing melalui refleks batuk, pembersihan ke arah kranial oleh mukosilier, fagositosis kuman oleh makrofag alveolar, netralisasi kuman oleh substansi imun lokal dan drainase melalui sistem limfatik. Faktor predisposisi pneumonia : aspirasi, gangguan imun, septisemia, malnutrisi, campak, pertusis, penyakit jantung bawaan, gangguan neuromuskular, kontaminasi perinatal dan gangguan klirens mukus/sekresi seperti pada fibrosis kistik , benda asing atau disfungsi silier. Mikroorganisme mencapai paru melalui jalan nafas, aliran darah, aspirasi benda asing, transplasental atau selama persalinan pada neonatus. Umumnya pneumonia terjadi akibat inhalasi atau aspirasi mikroorganisme, sebagian kecil terjadi melalui aliran darah (hematogen). Secara klinis sulit membedakan pneumonia bakteri dan virus. Bronkopneumonia merupakan jenis pneumonia tersering pada bayi dan anak kecil. Pneumonia lobaris lebih sering ditemukan dengan meningkatnya umur. Pada pneumonia yang berat bisa terjadi hipoksemia, hiperkapnea, asidosis respiratorik, asidosis metabolik dan gagal nafas. DIAGNOSIS Anamnesis -
Gejala yang timbul biasanya mendadak tetapi dapat didahului dengan infeksi saluran nafas akut bagian atas. Gejalanya antara lain batuk, demam tinggi terus menerus, sesak, kebiruan disekitar mulut, menggigil (pada anak), kejang (pada bayi) dan nyeri dada. Biasanya anak lebih suka berbaring pada sisi yang sakit. Pada bayi muda sering menunjukkan gejala non spesifik seperti hipotermi, penurunanan kesadaran, kejang atau kembung sehingga sulit dibedakan dengan meningitis, sepsis atau ileus.
Pemeriksaan fisis -
Tanda yang mungkin ada adalah� suhu ≥ 390 C, dispnea : inspiratory effort ditandai dengan takipnea, retraksi (chest indrawing), nafas cuping hidung dan sianosis. Gerakan dinding toraks dapat berkurang pada daerah yang terkena, perkusi normal atau redup. Pada pemeriksaan auskultasi paru dapat terdengar �suara nafas �utama �melemah atau mengeras, suara nafas tambahan berupa ronki basah halus di lapangan paru yang terkena.
Pemeriksaan penunjang -
Pada pemeriksaan darah tepi dapat terjadi leukositosis dengan hitung jenis bergeser ke kiri.
-
Bila fasilitas memungkinkan pemeriksaan analisis gas darah menunjukkan keadaan hipoksemia (karena ventilation perfusion mismatch). Kadar PaCO2 dapat rendah, normal atau meningkat tergantung kelainannya. Dapat terjadi asidosis respiratorik, asidosis metabolik, dan gagal nafas.
-
Pemeriksaan kultur darah jarang memberikan hasil yang positif tetapi dapat membantu pada kasus yang tidak menunjukkan respon terhadap penanganan awal.
-
Pada foto dada terlihat infiltrat alveolar yang dapat ditemukan di seluruh lapangan paru. Luasnya kelainan pada gambaran radiologis biasanya sebanding dengan derajat klinis penyakitnya, kecuali pada infeksi mikoplasma yang gambaran radiologisnya lebih berat daripada keadaan klinisnya. Gambaran lain yang dapat dijumpai : o
Konsolidasi pada satu lobus atau lebih pada pneumonia lobaris
o
Penebalan pleura pada pleuritis
o
Komplikasi pneumonia seperti atelektasis, efusi pleura, pneumomediastinum, pneumotoraks, abses, pneumatokel
DIAGNOSIS BANDING PNEUMONIA Bronkiolitis Payah jantung Aspirasi benda asing Abses paru Khusus pada bayi : Meningitis Ileus �KOMPLIKASI -
Pleuritis
-
Efusi pleura/ empiema
-
Pneumotoraks
-
Piopneumotoraks
-
Abses paru
-
Gagal nafas
TATALAKSANA 1. Indikasi MRS : a.
Ada kesukaran nafas, toksis
b. Sianosis c.
Umur kurang 6 bulan
d. Ada penyulit, misalnya :muntah-muntah, dehidrasi, �empiema
e.
Diduga infeksi oleh Stafilokokus
f.
Imunokompromais
g.
Perawatan di rumah kurang baik
h.
Tidak respon� dengan pemberian antibiotika oral
2. Pemberian� oksigenasi : dapat diberikan oksigen nasal atau masker, monitor dengan pulse oxymetry. Bila ada tanda gagal nafas diberikan bantuan ventilasi mekanik. 3. Pemberian cairan dan kalori yang cukup (bila perlu cairan parenteral). Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu dan status hidrasi. 4. Bila sesak tidak terlalu hebat dapat dimulai diet enteral bertahap melalui selang nasogastrik. 5. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal 6. Koreksi kelainan asam basa atau elektrolit yang terjadi. 7. Pemilihan antibiotik� berdasarkan umur, keadaan umum penderita dan dugaan penyebab Evaluasi pengobatan dilakukan setiap 48-72 jam. Bila tidak ada perbaikan klinis dilakukan perubahan pemberian antibiotik sampai anak dinyatakan sembuh. Lama pemberian antibiotik tergantung : kemajuan klinis penderita, hasil laboratoris, foto toraks dan jenis kuman penyebab : Stafilokokus : perlu 6 minggu parenteral Haemophylus influenzae/Streptokokus pneumonia : cukup 10-14 hari Pada keadaan imunokompromais (gizi buruk, penyakit jantung bawaan, gangguan neuromuskular, keganasan, pengobatan kortikosteroid jangka panjang, fibrosis kistik, infeksi HIV), pemberian antibiotik harus segera dimulai saat tanda awal pneumonia didapatkan dengan pilihan antibiotik : sefalosporin generasi 3. Dapat dipertimbangkan juga pemberian : -
Kotrimoksasol pada Pneumonia Pneumokistik Karinii
-
Anti viral (Aziclovir , ganciclovir) pada pneumonia karena CMV
-
Anti jamur (amphotericin B, ketokenazol, flukonazol) pada pneumonia karena jamur
PNEUMONIA Pengertian Pnemonia Pnemonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Terjadinya pnemonia pada anak seringkali bersamaan dengan proses infeksi akut pada bronkus (biasa disebut bronchopneumonia). Gejala penyakit ini berupa napas cepat dan napas sesak, karena paru meradang secara mendadak. Batas napas cepat adalah frekuensi pernapasan sebanyak 50 kali per menit atau lebih pada anak usia 2 bulan sampai kurang dari 1 tahun, dan 40 kali permenit atau lebih pada anak usia 1 tahun sampai kurang dari 5 tahun. Pada anak dibawah usia 2 bulan, tidak dikenal diagnosis pnemonia. Pneumonia Berat ditandai dengan adanya batuk atau (juga disertai) kesukaran bernapas, napas sesak atau penarikan dinding dada sebelah bawah ke dalam (severe chest indrawing) pada anak usia 2 bulan sampai
kurang dari 5 tahun. Pada kelompok usia ini dikenal juga Pnemonia sangat berat, dengan gejala batuk, kesukaran bernapas disertai gejala sianosis sentral dan tidak dapat minum. Sementara untuk anak dibawah 2 bulan, pnemonia berat ditandai dengan frekuensi pernapasan sebanyak 60 kali permenit atau lebih atau (juga disertai) penarikan kuat pada dinding dada sebelah bawah ke dalam. Penanggulangan penyakit Pnemonia menjadi fokus kegiatan program P2ISPA (Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut). Program ini mengupayakan agar istilah Pnemonia lebih dikenal masyarakat, sehingga memudahkan kegiatan penyuluhan dan penyebaran informasi tentang penanggulangan Pnemonia. Program P2ISPA mengklasifikasikan penderita kedalam 2 kelompok usia: Usia dibawah 2 bulan (Pnemonia Berat dan Bukan Pnemonia) Usia 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun (2 bulan - Pnemonia, Pnemonia Berat dan Bukan Pnemonia ) Klasifikasi Bukan-pnemonia mencakup kelompok balita penderita batuk yang tidak menunjukkan gejala peningkatan frekuensi nafas dan tidak menunjukkan adanya penarikan dinding dada bagian bawah ke dalam. Penyakit ISPA diluar pnemonia ini antara lain: batuk-pilek biasa (common cold), pharyngitis, tonsilitis dan otitis. Pharyngitis, tonsilitis dan otitis, tidak termasuk penyakit yang tercakup dalam program ini. Pneumonia merupakan masalah kesehatan di dunia karena angka kematiannya tinggi, tidak saja dinegara berkembang, tapi juga di negara maju seperti AS, Kanada dan negara-negara Eropah. Di AS misalnya, terdapat dua juta sampai tiga juta kasus pneumonia per tahun dengan jumlah kematian rata-rata 45.000 orang. Di Indonesia, pneumonia merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah kardiovaskuler dan tuberkulosis. Faktor sosial ekonomi yang rendah mempertinggi angka kematian. Gejala Pneumonia adalah demam, sesak napas, napas dan nadi cepat, dahak berwarna kehijauan atau seperti karet, serta gambaran hasil ronsen memperlihatkan kepadatan pada bagian paru Kepadatan terjadi karena paru dipenuhi sel radang dan cairan yang sebenarnya merupakan reaksi tubuh untuk mematikan luman. Tapi akibatnya fungsi paru terganggu, penderita mengalami kesulitan bernapas, karena tak tersisa ruang untuk oksigen. Pneumonia yang ada di masyarakat umumnya, disebabkan oleh bakteri, virus atau mikoplasma ( bentuk peralihan antara bakteri dan virus ). Bakteri yang umum adalah streptococcus Pneumoniae, Staphylococcus Aureus, Klebsiella Sp, Pseudomonas sp,vIrus misalnya virus influensa. Mengobati Pneumonia Anda mengalami tanda-tanda penumonia ?, Jangan khawatir, kesempatan sembuh masih amat besar dengan syarat-syarat berikut ini; usia masih muda, dideteksi sejak dini, sistem kekebalan tubuh bekerja dengan baik, infeksi belum menyebar, dan tidak ada infeksi lain. Pengobatan awal biasanya adalah antibiotik, yang cukup manjur mengatasi penumonia oleh bakteri, mikoplasma dan beberapa kasus rickettsia. Untuk pneumonia oleh virus sampai saat ini belum ada panduan khusus, meski beberapa obat antivirus telah digunakan. Kebanyakan pasien juga bisa diobati dirumah. Biasanya dokter yang menangani peneumonia akan
memilihkan obat sesuai pertimbangan masing-masing, setelah suhu pasien kembali normal, dokter akan menginstruksikan pengobatan lanjutan untuk mencegah kekambuhan. Soalnya, seranganberikutnya bisa lebih berat dibanding yang pertama. Selain antibiotika, pasien juga akan mendapat pengobatan tambahan berupa pengaturan pola makan dan oksigen untuk meningkatkan jumlah oksigen dalam darah. Pada pasien yang berusia pertengahan, diperlukan istirahat lebih panjang untuk mengembvalikan kondisi tubuh. Namun, mereka yang sudah sembuh dari dari pneumonia mikoplasma akan letih lesu dalam waktu yang panjang. Secara rutin, pasien yang sudah sembuh dari pneumonia jangan dilarang kembali melakukan aktifitasnya. Namun mereka perlu diingatkan untuk tidak langsung melakukan yang berat-berat. Soalnya, istirahat cukup merupakan kunci untuk kembali sehat. Untuk menangani pernapasan akut parah ( Severe Acute Respiratory Syndrom/SARS) yang masih misterius, organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menganjurkan para petugas kesehatan untuk menerapkan Universal Precautions. Artinya, mereka harus mengenakan sarung tangan, masker, sepatu boot dan jas yang melindungi seluruh tubuh dari kontak langsung dengan penderita. Buat penderitanya juga dianjurkan untuk mengenakan masker dan pelindung lain sampai SARS-nya ditanggulangi. Pasien yang dicurigai atau kemungkinan besar terkena SARS harus diisolasi. Ruang perawatannya harus bertekanan rendah dengan pintu tertutup rapat, tidak sharing dengan pasien lain ( termasuk dengan pasien sindrom serupa ) dan punya fasilitas kamar mandi dan kloset sendiri. Semua peralatan yang digunakan sebaiknya sekali pakai dan ruangan dibersihkan dengan menggunakan desinfektans yang mengandung antibakteri, antivirus dan antijamur. Pasien sebaiknya dijaga tidak banyak bergerak. Pasien maupun para petugas kesehatan yang menangani dianjurkan untuk selalu mencuci tangan dengan sabun untuk menghindari penyebaran. Karena antibiotika berspekturm luas tidak menunjukkan efektifitas menangani SARS, WHO lebih menganjurkan untuk memanfaatkan suntikan intravena ribavirin dan steroid untuk menstabilkan kondisi pasien yang sudah kritis. Kenali Pneumonia biar tak Terlambat PNEUMONIA sebenarnya bukan peyakit baru. American Lung Association misalnya, menyebutkan hingga tahun 1936 pneumonia menjadi penyebab kematian nomor satu di Amerika. Penggunaan antibiotik, membuat penyakit ini bisa dikontrol beberapa tahun kemudian. Namun tahun 2000, kombinasi pneumonia dan influenza kembali merajalela dan menjadi penyebab kematian ketujuh di negara itu. Pneumonia adalah infeksi yang menyebabkan paru ? paru meradang. Kantung-kantung udara dalam paru yang disebut alveoli dipenuhi nanah dan cairan sehingga kemampuan menyerap oksigen menjadi kurang. Kekurangan oksigen membuat sel-sel tubuh tidak bisa bekerja. Gara ? gara inilah, selain penyebaran infeksi ke seluruh tubuh, penderita pneumonia bisa meninggal. Sebenarnya pneumonia bukanlah penyakit tunggal. Penyebabnya bisa bermacam-macam dan diketahui ada 30 sumber infeksi, dengan sumber utama bakteri, virus, mikroplasma, jamur, berbagai senyawa kimia maupun partikel.
Pneumonia Oleh Bakteri Pneumonia yang dipicu bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi sampai usia lanjut. Pencandu alkohol, pasien pasca-operasi, orang-orang dengan penyakit gangguan pernapasan, sedang terinfeksi virus atau menurun kekebalan tubuhnya, adalah yang paling berisiko. Sebenarnya bakteri penyebab pneumonia yang paling umum adalah Streptococcus pneumoniae sudah ada di kerongkongan manusia sehat. Begitu pertahanan tubuh menurun oleh sakit, usia tua, atau malnutrisi, bakteri segera memperbanyak diri dan menyebabkan kerusakan. Seluruh jaringan paru dipenuhi cairan dan infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran darah. Pasien yang terinfeksi pneumonia akan panas tinggi, berkeringat, napas terengah-engah, dan denyut jantungnya meningkat cepat. Bibir dan kuku mungkin membiru karena tubuh kekurangan oksigen. Pada kasus yang eksterm, pasien akan mengigil, gigi bergemelutuk, sakit dada, dan kalau batuk mengeluarkan lendir berwarna hijau. Sebelum terlambat, penyakit ini masih bisa diobati. Bahkan untuk pencegahan vaksinnya pun sudah tersedia. Pneumonia Oleh Virus Setengah dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus. Saat ini makin banyak saja virus yang berhasil diidentifikasi. Meski virus-virus ini kebanyakan menyerang saluran pernapasan bagian atas-terutama pada anak-anak- gangguan ini bisa memicu pneumonia. Untunglah, sebagian besar pneumonia jenis ini tidak berat dan sembuh dalam waktu singkat. Namun bila infeksi terjadi bersamaan dengan virus influensa, gangguan bisa berat dan kadang menyebabkan kematian, Virus yang menginfeksi paru akan berkembang biak walau tidak terlihat jaringan paru yang dipenuhi cairan. Gejala Pneumonia oleh virus sama saja dengan influensa, yaitu demam, batuk kering sakit kepala, ngilu diseluruh tubuh. Dan letih lesu, selama 12 ? 136 jam, napas menjadi sesak, batuk makin hebat dan menghasilkan sejumlah lendir. Demam tinggi kadang membuat bibir menjadi biru. Pneumonia Mikoplasma Pneumonia jenis ini berbeda gejala dan tanda-tanda fisiknya bila dibandingkan dengan pneumonia pada umumnya. Karena itu, pneumonia yang diduga disebabkan oleh virus yang belum ditemukan ini sering juga disebut pneumonia yang tidak tipikal ( Atypical Penumonia ). Pneumonia mikoplasma mulai diidentifikasi dalam perang dnia II. Mikoplasma adalah agen terkecil dialam bebas yang menyebabkan penyakit pada manusia. Mikoplasma tidak bisa diklasifikasikan sebagai virus maupun bakteri, meski memiliki karakteristik keduanya. Pneumonia yang dihasilkan biasanya berderajat ringan dan tersebar luas. Mikoplasma menyerang segala jenis usia. Tetapi paling sering pada anak pria remaja dan usia muda. Angka kematian sangat rendah, bahkan juga pada yang tidak diobati. Gejala yang paling sering adalah batuk berat, namun dengan sedikit lendir. Demam dan menggigil hanya muncul di awal, dan pada beberapa pasien bisa mual dan muntah. Rasa lemah baru hilang dalam waktu lama.
Pneumonia Jenis Lain Termasuk golongan ini adalah Pneumocystitis Carinii pnumonia ( PCP ) yang diduga disebabkan oleh jamur, PCP biasanya menjadi tanda awal serangan penyakit pada pengidap HIV/AIDS. PCP bisa diobati pada banyak kasus. Bisa saja penyakit ini muncul lagi beberapa bulan kemudian, namun pengobatan yang baik akan mencegah atau menundah kekambuhan. Pneumonia lain yang lebih jarang disebabkan oleh masuknya makanan, cairan , gas, debu maupun jamur. Rickettsia- juga masuk golongan antara virus dan bakteri-menyebabkan demam Rocky Mountain, demam Q, tipus, dan psittacosis. Penyakit-penyakit ini juga mengganggu fungsi Paru, namun pneumonia tuberkulosis alis TBC adalah infeksi paru paling berbahaya kecuali dioabati sejak dini.