Kata Pengantar.docx

  • Uploaded by: Rahil Zilfah
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Kata Pengantar.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,701
  • Pages: 35
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah SWT yang Maha Esa karena atas Ridha-Nya akhirnya kami dapat menyelesaikan makalah ini yang membahas mengenai Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan ITP (Idiopathic Trombositopenia Purpura). Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga serta sahabat beliau. Penyusun berterima kasih kepada seluruh pihak dan pembimbing yang terlibat dalam pembuatan makalah ini, baik secara langsung maupun tidak. Bila dalam penyampaian makalah ini ditemukan hal-hal yang tidak berkenan bagi pembaca, dengan segala kerendahan hati kami mohon maaf. Kritik dan saran dari pembaca sebagai koreksi sangat diharapkan. Semoga taufik, hidayat dan rahmat senantiasa menyertai kita semua menuju keridhaan Allah SWT. Amin ya Rabbal Alamin

Penyusun

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Trombositopenia merupakan kondisi dimana jumlah trombosit (bagian dari pembekuan darah) berkurang dari jumlah normalnya. Pada keadaan fisiologis normal, jumlah trombosit di dalam sirkulasi berkisar antara 150.000-450000/mm3, rata-rata berumur 7-10 hari kira-kira sepertiga dari jumlah trombosit di dalam sirkulasi darah mengalami penghancuran di dalam limpa oleh karena itu untuk mempertahankan jumlah trombosit supaya tetap normal, diproduksi 150.000-450000 sel trombosit per hari. Jika jumlah trombosit kurang dari 30.000/mL, bisa terjadi perdarahan abnormal meskipun biasanya gangguan baru timbul jika jumlah trombosit mencapai kurangdari 10.000/mL. Pada trombositopenia berat dapat mengakibatkan kematian akibat kehilangan darah atau perdarahan dalam organ-organ vital. Insiden untuk ITP adalah 50-100 juta kasus baru setiap tahun. Dengan anak melingkupi separuh daripada bilangan tersebut. Kejadian atau insiden Immune Trombositopenia Purpura diperkirakan lima kasus per 100.000 anak-anak dan kasus per 100.000 orang dewasa (Emedicine, 2008). Perawat diwajibkan untuk memahami dengan benar mengenai ITP agar dapat melakukan asuhan keperawatan yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Selain itu melakukan usaha pencegahan untuk terjadinya cedera. Sehingga dengan dibuatnya makalah ini sebagai mahasiswa diharapkan dapat memahami tinjauan teori dan konsep asuhan dasar keperawatan dari ITP.

1.2 Rumusan Masalah

1. Definisi ITP?

2. Bagaimana etiologi ITP? 3. Manifestasi klinik pada klien dengan ITP? 4. Patofisiologis Idiopatic Trombositopenia Purpura? 5. Bagaimana Penatalaksanaan Pada Klien dengan ITP? 6. Komplikasi pada klien dengan ITP? 7. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan pada klien dengan ITP?

1.3 Tujuan Penulisan 1. Menjelaskan dan Memahami Definisi ITP 2. Menjelaskan dan Memahami etiologi ITP 3. Menjelaskan dan Memahami Manifestasi klinik pada klien dengan ITP 4. Menjelaskan dan Memahami Patofisiologis ITP 5. Menjelaskan dan Memahami Penatalaksanaan ITP 6. Menjelaskan dan Memahami Komplikasi pada klien dengan ITP 7. Menjelaskan dan Memahami Konsep Dasar Asuhan Keperawatan pada klien dengan ITP

BAB II TINJAUAN TEORI

2.1 DEFINISI

ITP merupakan penyebab paling umum gangguan hemoragik dan penurunan jumlah trombosit dalam sirkulasi. (Kapita Selekta, 2008 : 1035) ITP adalah trombositopenia dengan penyebab proses imun (adanya antibodi terhadap trombosit). (Wiwik dan Sulistyo, 2008 : 129) ITP merupakan singkatan dari Idiopatik Trombositopenia Purpura. Idiopatik artinya penyebabnya tidak diketahui. Trombositopenia artinya berkurangnya jumlah trombosit dalam darah atau darah tidak mempunyai platelet yang cukup. Purpura artinya perdarahan kecil yang ada di dalam kulit, membrane mukosa atau permukaan serosa (Dorland, 2009 : ). Trombositopenia adalah suatu kekurangan trombosit, yang merupakan bagian dari pembekuan darah. ITP adalah jenis trombositopenia berat yang dapat mengancam kehidupan dengan jumlah trombosit < 10.000 mm3 yang ditandai dengan mudahnya timbul memar serta perdarahan subkutaneus yang multiple. Biasanya penderita menampakkan bercak-bercak kecil berwarnan ungu. Karena jumlah trombosit sangat rendah, maka pembentukan bekuan tidak memadai dan konstriksi pembuluh yang terlukan tidak adekuat. ITP adalah suatu keadaan perdarahan berupa petekie atau ekimosis di kulit maupun selaput lendir dan berbagai jaringan dengan penurunan jumlah trombosit karena sebab yang tidak diketahui. Purpura Trombositopenia Idiopatika adalah suatu kelainan yang didapat, yang ditandai oleh trombositopenia, purpura, dan etiologi yang tidak jelas. ITP adalah singkatan dari Idiopathic Thrombocytopenia Purpura. Idiopathic berarti tidak diketahui penyebabnya. Thrombocytopenia berarti darah yang tidak cukup memiliki keping darah (trombosit). Purpura berarti seseorang memiliki luka memar yang banyak (berlebihan). ITP adalah syndrome yang di dalamnya terdapat penurunan jumlah trombosit yang bersirkulasi dalam keadaan sum-sum normal. ITP adalah suatu keadaan perdarahan berupa petekie atau ekimosis di kulit / selaput lendir dan berbagai jaringan dengan penurunan jumlah trombosit karena sebab yang tidak diketahui. (ITP pada anak tersering terjadi pada umur 2 – 8 tahun), lebih sering terjadi pada wanita. (Kapita Selekta, 2008). ITP adalah salah satu gangguan perdarahan didapat yang paling umum terjadi. ITP adalah syndrome yang di dalamnya terdapat penurunan jumlah trombosit yang bersirkulasi dalam keadaan sumsum normal. Idiopatik trombositopenia purpura (ITP) merupakan suatu kelainan yang berupa gangguan autoimun yang mengakibatkan trombositopenia oleh karena adanya penghancuran trombosit secara dini dalam sistem retikuloendotel akibat adanya autoantibody terhadap

trombosit yang biasanya berasal dari Immunoglobulin Ig G. Adanya trombositopenia pada ITP ini akan megakibatkan gangguan pada sistem hemostasis karena trombosit bersama dengan sistem vaskular faktor koagulasi darah terlibat secara bersamaan dalam mempertahankan hemostasis normal. Klasifikasi ITP adalah sebagai berikut (Wiwik dan Sulistyo, 2008 : 130) : 1. Akut  Pada anak-anak dan dewasa muda  Riwayat infeksi virus 1-3 minggu sebelumnya  Gejala Pendarahan bersifat mendadak  Lama penyakit 2-6 minggu atau 6 bulan, jarang lebih dan remisi spontan pada 80% kasus  Tidak dijumpai kekambuhan berikutnya. 2. Kronik  Paling banyak terjadi pada wanita muda dan pertengahan  Jarang terdapat riwayat infeksi sebelumnya  Gejala pendarahan bersifat menyusup, pada wanita berupa menomethoragi  Trombositopenia berlangsung lebih dari 6 bulan setelah diagnosis  Jumlah trombosit tetap di bawah normal selama penyakit.  Jarang terjadi remisi spontan

Prognosis ITP sebagai berikut : -

Pada anak-anak 89% sembuh, 54% sembuh dalam 4-8 minggu, 2% Meninggal

-

Pada orang dewasa 64% sembuh, 30% penyakit kronik, 5% meninggal

-

Bila pasien tidak mengalami perdarahan dan memiliki jumlah trombosit diatas 20.000/μL, harus dipertimbangkan untuk tidak memberikan terapi karena banyak pasien trombositopenia kronik yang parah dapat hidup selama dua sampai tiga dekade.

2.2 ETIOLOGI Penyakit ini diduga melibatkan reaksi autoimun, dimana tubuh menghasilkan antibodi yang menyerang trombositnya sendiri. Dalam kondisi normal, antibodi adalah respons tubuh yang sehat terhadap bakteri atau virus yang masuk kedalam tubuh. Tetapi untuk penderita ITP, antibodinya bahkan menyerang sel-sel keping darah tubuhnya sendiri. Meskipun pembentukan trombosit sumsum tulang meningkat, persediaan trombosit yang ada tetap tidak dapat memenuhi kebutuhan tubuh. Pada sebagian besar kasus, diduga bahwa ITP disebabkan oleh sistem imun tubuh. Secara normal sistem imun membuat antibodi untuk melawan benda asing yang masuk ke dalam tubuh. Pada ITP, sistem imun melawan platelet dalam tubuh sendiri. Alasan sistem imun menyerang platelet dalam tubuh masih belum diketahui. ITP kemungkinan juga disebabkan oleh hipersplenisme, infeksi virus, intoksikasi makanan atau obat atau bahan kimia, pengaruh fisis (radiasi,

panas),

kekurangan

factor

pematangan

(misalnya

malnutrisi),

koagulasi

intravascular diseminata (KID) dan autoimun. Berdasarkan etiologi, ITP dibagi menjadi 2 yaitu primer (idiopatik) dan sekunder. Selain itu, ITP juga terjadi pada pengidap HIV. Sedangkan obat-obatan seperti heparin, minuman keras, quinidine, sulfonamides juga boleh menyebabkan Rombositopenia. Penyebab dari ITP kemungkinan dari (Kapita Selekta, 2008 : 1035) : 

Intoksikasi makanan atau obat (asetosal para amino salisilat (PAS). Fenil butazon,

diamokkina, sedormid).  Mungkin bersifat kongenital atau akuisita (didapat)  Penurunan produksi trombosit defektif didalam sumsum tulang  Peningkatan proses penghancuran trombosit diluar sumsum tulang yang disebabkan penyakit atau gangguan lain (seperti sirosis hati, koagulasi intravaskular, diseminata)  Sekuestrasi (hipersplenisme, hipotermia) atau kehilangan trombosit 

Kejadian berulang setelah infeksi virus, seperti virus epstein-barr atau mononukleosis

infeksius, virus demam berdarah.

2.3 MANIFESTASI KLINIK Pada purpura trombositopenik idiopatik yang akut, gejalanya dapat timbul secara mendadak. Sementara pada stadium kronis gejala akan timbul secara perlahan. Pendarahan biasanya terjadi

bila jumlah trombosit < 50. 000/ mm3, dan perdarahan spontan terjadi jika jumlah trombosit <10.000/mm3. Gejala klinis pada klien dengan ITP yaitu (Wiwik dan Sulistyo, 2008 : 131) : 

Ptekie, ekimosis, dan purpura

Peningkatan permeabilitas mengakibatkan keluarnya darah berupa petekie, purpura, dan ekimosis yang besar. Titik perdarahan yang dapat dilihat pada permukaan

kulit atau pada

potongan permukaan organ disebut petekie. Bercak perdarahan yang lebih besar

disebut

ekimosis dan keadaan yang ditandai dengan bercak-bercak perdarahan yang tersebar luas disebut purpura. 

Keletihan, kelemahan, demam dan anoreksia



Vesikel atau bulae yang bersifat hemoragik

Lepuhan kecil berisi cairan yang berdiameter kurang dari 0,5 cm. Sedangkan bulae merupakan lesi menonjol melingkar (> 0,5 cm) yang berisi cairan serosa di atas dermis. 

Epitaksis dan pendarahan gusi

Epitaksis terjadi sebagai gejala awal pada sepertiga dari penderita anak-anak. 

Menometroraghia

Bentuk campuran dari menoragia dan metroragia, menoragia merupakan perdarahan haid dalam jumlah yang melebihi 80 ml. Sedangkan metroragia yaitu terjadinya perdarahan berupa bercak bercak diluar siklus haid. 

Hematuri

kondisi di mana urin mengandung darah atau sel-sel darah merah. Keberadaan darah dalam urin biasanya akibat perdarahan di suatu tempat di sepanjang saluran kemih. Pendarahan traktus urinarius cukup jarang terjadi pada penderita ITP. 

Melena

Pengeluaran feses atau tinja yang berwarna hitam seperti akibat pendarahan pada saluran pencernaan. 

Pendarahan intrakranial (merupakan penyulit berat, terjadi 1% pada kasus)



Tidak ada limfadenopati

Limfadenopati merupakan proses penyakit yang menyerang satu atau beberapa kelenjar getah bening. 

Splenomegali ringan, pembesaran limfa dua kali ukuran normal

Merupakan bentuk patologi, pembesaran pada limpa terjadi karena adanya peningkatan jumlah sel fagosit dan jumlah sel darah. Limpa memiliki peranan penting dalam patogenesis pada ITP. Limpa merupakan tempat utama produksi antibodi antitrombosit dan destruksi trombosit yang dilapisi oleh Ig G.

Gejala berdasarkan klasifikasinya adalah sebagai berikut : 1. ITP akut : 

Perdarahan dapat didahului oleh infeksi, pemberian obat-obatan atau

menarche. 

Pada permulaan perdarahan sangat hebat selain terjadi trombositopenia rusaknya

megakariosit, juga terjadi perubahan pembuluh darah. 

Sering terjadi perdarahan GIT, tuba falopi dan peritoneum.



Kelenjar lymphe, lien dan hepar jarang membesar

2. ITP Kronis : 

Permulaan tidak dapat ditentukan, ada riwayat perdarahan menahun, menstruasi yang lama.



Jumlah trombosit 30.000-80.000/mm3.

2.4 (Wiwik Handayani, 2008)

Patofisiologis

2.5 PENATALAKSANAAN 1. Pengobatan Terapi untuk mengurangi proses imun sehingga mengurangi perusakan trombosit sebagai berikut : a.

ITP Akut



Ringan: observasi tanpa pengobatan akan sembuh spontan.



Bila setelah 2 minggu tanpa pengobatan jumlah trombosit belum naik, maka berikan

kortikosteroid. Terapi awal prednison dosis 0,5-1,2 mg/kgBB/hari selama 2 minggu. Respon terapi prednisone terjadi dalam 2 minggu dan pada umumnya terjadi dalam minngu pertama,bila respon baik dilanjutkan sampai satu bulan. 

Bila tidak berespon terhadap kortikosteroid, maka berikan immunoglobulin per IV.

Imunoglobulin intravena dosis 1g/kg/hr selama 2-3 hari berturut- turut digunakan bila terjadi pendarahan internal, saat AT (antibodi trombosit) <5000/ml meskipun telah mendapat terapi kortikosteroid dalam beberapa hari atau adanya purpura yang progresif. Bila keadaan gawat, maka diberikan transfuse suspensi trombosit.

b. ITP Kronis 

Kortikosteroid diberikan selama 5 bulan. Misal: prednisone 2 – 5 mg/kgBB/hari peroral. Bila tidak berespon terhadap kortikosteroid berikan immunoglobulin (IV).



Imunosupressan: 6 – merkaptopurin 2,5 – 5 mg/kgBB/hari peroral. -

Azatioprin 2 – 4 mg/kgBB/hari per oral.

-

Siklofosfamid 2 mg/kgBB/hari per oral. Jika dalam 3 bulan tidak memberi respon pada kortikosteroid (AT <30.000/μL) atau perlu

dosis pemeliharaan yang tinggi maka diperlukan:



Splenektomi

Indikasi:  Resisten terhadap pemberian kortikosteroid dan imunosupresif selama 3 bulan. -

Remisi spontan tidak terjadi dalam waktu 6 bulan pemberian kortikosteroid saja dengan gambaran klinis sedang sampai berat.

-

Penderita yang menunjukkan respon terhadap kortikosteroid namun perlu dosis tinggi untuk mempertahankan klinis yang baik tanpa perdarahan.

Kontra indikasi: Anak usia sebelum 2 tahun: fungsi limpa terhadap infeksi belum dapat diambil alih oleh alat tubuh yang lain (hati, kelenjar getah bening dan thymus)  Pemberian Ig anti G 70μg/kg  Terapi supportif, terapi untuk mengurangi pengaruh trombositopenia -

Pemberian androgen (danazol)

-

Pemberian high dose immunoglobulin (IgIV 1 mg/kg/hari selama 2

Hari berturut-turut) untuk menekan fungsi makrofag dan meningkatkan AT dengan cepat. -

Pemberian metil prednisolon jika pasien resisten terhadap

prednison -

Transfusi konsentrat trombosit hanya dipertimbangkan pada

penderita dengan risiko perdarahan akut.

2. Preventif Tindakan preventif ini untuk mencegah terjadinya komplikasi dan meningkatnya tingkat keparahan. - Membatasi gerakan fisik -

Mencegah pendarahan akibat trauma

-

Melindungi dari luka yang dapat menyebabkan memar atau pendarahan

-

Menghindari

obat



obatan

seperti

aspirin

dapat mempengaruhi platelet dan meningkatkan risiko pendarahan

atau

ibuprofen

yang

-

Menghindari obat penekan fungsi trombosit

-

Melakukan terapi yang benar untuk infeksi yang mungkin dapat berkembang

-

Konsultasi ke dokter jika ada beberapa gejala infeksi, seperti demam. Hal ini penting bagi

pasien dewasa dan anak-anak dengan ITP yang sudah tidak memiliki limfa.

2.6 KOMPLIKASI Komplikasi yang mungkin muncul antara lain : a. Reaksi transfusi Merupakan keadaan kegawatdaruratan hematologik, pada ITP dapat terjadi pendarahan mayor jika trombosit < 10.000/mm3. Dalam pemberian tranfusi memang harus dalam pengawasan ketat. Reaksi transfusi dapat mengakibatkan reaksi anafilaksis. Terjadi karena pemberian dara mengandung Ig A pada penderita tergolong defisiensi Ig A konginetal, yang telah mendapat sensitisasi terhadapa Ig A sebelumnya melalui tranfusi kehamilan. Reaksi dapat terjadi dalam bentuk urtikaria dan bronkospasme.

b. Relaps Merupakan kambuh berulang atau gagal dalam pengobatan, dan pada dewasa perlu dilakukan splenenektomi. Relaps dapat terjadi karena tidak berespon terhadap kortikostroid dan imunoglobulin IV.

c. Perdarahan susunan saraf pusat Misalnya pendarahan pada subdural, kurang dari 1% penderita yang mengalami ini dari kasus yang terkena.

d. Kematian Trombositopenia berat yang mengancam kehidupan ditemukan bila jumlah trombosit < 10.000/mm3.

BAB III KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian Data subjektif 1.

Identitas Klien

 Nama klien  Nomer RM  Umur ITP kronik umumnya terdapat pada orang dewasa dengan usia rata-rata 40-45 tahun.  Jenis kelamin Rasio antara perempuan dan laki-laki adalah 1:1 pada pasien ITP akut sedangkan pada ITP kronik adalah 2-3:1.  Status perkawinan  Pekerjaan  Agama  Alamat  Tanggal MRS  Diagnosa Medis Diagnosa medis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan penunjang, tidak bisa hanya dengan manifestasi klinik yang ada.  Tanggal MRS  Jam MRS  Tanggal Pengkajian  Jam Pengkajian

2. Riwayat Kesehatan a. Keluhan utama :



Ptekie Bintik-bintik kemerahan yang muncul akibat pendarahan dibawah kulit,

keluarnya darah dari pembuluh darah ke dermis, dan ruam tidak memucat bila ditekan. Nilai ptekie kurang dari 5 mm apabila memucat ketika ditekan. Sedangkan lebih dari 5 mm disebut purpura. Petekie ditemukan bila jumlah trombosit < 30.000/mm3. 

Ekimosis Darah yang terperangkap di jaringan bawah kulit dan gejala ini terjadi

mendadak pada penderita ITP. Ekimosis yang bertambah dan perdarahan yang lama akibat trauma ringan ditemukan pada jumlah < 50.000/mm3. 

Vesikel atau bulae yang bersifat hemoragik Lepuhan kecil berisi cairan yang berdiameter kurang dari 0,5 cm. Sedangkan

bulae merupakan lesi menonjol melingkar (> 0,5 cm) yang berisi cairan serosa di atas dermis. 

b. 

Perdarahan dibawah membran mukosa (saluran GI, kemih, genital, respirasi)

Riwayat penyakit sekarang Epitaksis

Sering disebut juga mimisan yaitu satu keadaan pendarahan dari hidung yang keluar melalui lubang hidung akibat adanya kelainan lokal pada rongga hidung ataupun karena kelainan yang terjadi di tempat lain dari tubuh. 

Menoragia

Periodik menstruasi yang terjadi pendarahan berat atau berkepanjangan (abnormal), periode inilah yang menyebabkan kehilangan banyak darah dan dapat juga disertai kram. 

Malaise

Keluhan utama dapat disertai malaise yaitu anoreksia, nafsu makan menurun dan kelelahan, dan kelemahan. Kelemahan dapat terjadi dengan atau tanpa disertai saat pendarahan terjadi akibat kekurangan suplai darah tidak seimbang dengan kebutuhan. 

Menometroraghia

Bentuk campuran dari menoragia dan metroragia, menoragia merupakan perdarahan haid dalam jumlah yang melebihi 80 ml. Sedangkan metroragia yaitu terjadinya perdarahan berupa bercak bercak diluar siklus haid.

c.

Riwayat penyakit dahulu Pada trombositopenia akuista, kemungkinan penggunaan satu atau beberapa obat

penyebab trombositopenia (heparin, kuinidin, kuinin, antibiotik yang mengandung sulfa, beberapa obat diabetes per-oral, garam emas, rifampin).

d.

Riwayat penyakit keluarga

ITP juga memiliki kecenderungan genetik pada kembar monozigot dan pada beberapa keluarga, serta telah diketahui adanya kecenderungan menghasilkan autoantibodi pada anggota keluarga yang sama.

3. Pola Fungsi Kesehatan a.

Pola persepsi terhadap kesehatan

Terjadi perubahan karena defisit perawatan diri akibat kelemahan, sehingga menimbulkan masalah kesehatan lain yang juga memerlukan perawatan yang serius akibat infeksi. b.

Pola nutrisi metabolisme

Penderita pada umumnya kehilangan nafsu makan, dan sering terjadi pendarahan pada saluran pencernaan.

c.

Pola eliminasi.

Pola ini biasanya terjadi perubahan pada eliminasi akut karena asupan nutrisi yang kurang sehingga penderita biasanya tidak bisa BAB secara normal. Terjadi melena dan hematuria adalah hal yang sering dihadapi klien. d.

Pola istirahat-tidur.

Gangguan kualitas tidur akibat perdarahan yang sering terjadi. e.

Pola aktivitas latihan

Penderita terjadi kelelahan umum dan kelemahan otot, kelelahan, nyeri akan mempengaruhi aktifitas pada penderita ITP. f.

Pola persepsi diri

Adanya kecemasan, menyangkal dari kondisi, ketakutan dan mudah terangsang, perasaan tidak berdaya dan tidak punya harapan untuk sembuh. g.

Pola kognitif perseptual

Perubahan status kesehatan dapat mempengaruhi kemampuan panca indra penglihatan dan pendengaran akibat dari efek samping obat pada saat dalam tahap penyembuhan. h.

Pola toleransi koping stress Adanya ketidakefektifan dalam mengatasi masalah individu dan keluarga pada

klien. i.

Pola reproduksi seksual

Pada umumnya terjadi penurunan fungsi seksualitas pada penderita ITP. j.

Pola hubungan peran

Terjadi keadaan yang sangat menggangu hubungan interpersonal karena klien dengan

ITP

dikenal sebagai penyakit yang menakutkan. k.

Pola nilai dan kepercayaan

Timbulnya distress spiritual pada diri penderita, bila terjadi serangan yang hebat atau penderita tampak kurang sehat.

Data Obyektif a.

Keadaan Umum Penderita dalam kelemahan, composmentis, apatis, stupor, somnolen, soporo coma dan coma. Penilaian GCS sangat penting untuk diperhatikan. Tanda vital : suhu meningkat, takikardi, takipnea, dyspnea, tekanan darah

sistolik meningkat dengan diastolik normal.

b.

Pemeriksaan Fisik (B1-B6)

 Breathing (B1) Inspeksi : Adanya dispnea, takipnea, sputum mengandung darah, terjadipendarahan spontan pada hidung

Palpasi :

Kemungkinan vokal vremitus menurun akibat kualitas pernapasan buruk karena pendarahan pada saluran respirasi Perkusi : Suara paru sonor atau pekak Auskultasi : Adanya suara napas tambahan whezing atau ronchi yang muncul akibat dari komplikasi gejala lain.  Blood (B2) Inspeksi : Adanya hipertensi, hemoraghi subkutan, hematoma dan Sianosis akral. Adanya ptekie atau ekimosis pada kulit, purpura.

Palpasi : Penghitungan frekuensi denyut nadi meliputi irama dan kualitas denyut nadi, denyut nadi perifer melemah, hampir tidak teraba. Takikardi, adanya petekie pada permukaan kulit. Palpitasi (sebagai bentuk takikardia kompensasi). Perkusi : Kemungkinan adanya pergeseran batas jantung Auskultasi : Bunyi jantung abnormal, tekanan darah terjadi peningkatan sistolik, namun normal pada diastolik. 

Brain (B3)

Inspeksi : Kesadaran biasanya compos mentis, sakit kepala, perubahan tingkat kesadaran, gelisah dan ketidakstabilan vasomotor. 

Bladder (B4)

Inspeksi : Adanya hematuria (kondisi di mana urin mengandung darah atau sel-sel darah merah. Keberadaan darah dalam urin biasanya akibat perdarahan di suatu tempat di sepanjang saluran kemih.

Palpasi : kemungkinan ada nyeri tekan pada kandung kemih karena distensi sebagai bentuk komplikasi



Bowel (B5)

Inspeksi : klien biasanya mengalami mual muntah penurunan nafsu makan, dan peningkatan lingkar abdomen akibat pembesaran limpa. Adanya hematemesis dan melena.

Palpasi : adakah nyeri tekan abdomen, splenomegali, pendarahan pada saluran cerna

Perkusi : Bunyi pekak deteksi adanya pendarahan pada daerah dalam abdomen

Auskultasi : Terdengar bising usus menurun (normal 5-12x/menit). 

Bone (B6)

Inspeksi : Kemungkinan adanya nyeri otot sendi dan punggung, aktivitas mandiri terhambat, atau mobilitas dibantu sebagian akibat kelemahan. Toleransi terhadap aktivitas sangat rendah.

Pemeriksaan Diagnostik (Wiwik dan Sulistyo, 2008 : 133) 

Pemeriksaan DL :

-

jumlah trombosit rendah hingga mencapai 100.000/ mm3 (normal 150.000-350.000 / mm3 )

-

Penurunan hemoglobin

-

Kadar trombopoietin tidak meningkat



Masa koagulasi untuk PT dan PTT memanjang



Foto toraks dan uji fungsi paru



Tes kerapuhan kapiler meningkat



Skrining antibodi



Aspirasi sumsum tulang, menunjukkan peningkatan jumlah megakariosit



Tes sensitif menunjukkan IgG antitrombosit pada permukaan trombosit atau dalam serum

3.2 Diagnosa Keperawatan

1.

Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang

diperlukan untuk suplai oksigen 2. Kerusakan intregritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi 3. Nyeri berhubungan dengan agen biologis (splenomegali) 4. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan intake nutrisi tidak adekuat 5. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik 6. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan meningkatnya kerentanan pendarahan 7.

Defisit pengetahuan mengenai kondisi dan pencegahan berhubungan dengan kurangnya

informasi 8. Ansietas berhubungan dengan defisit pengetahuan mengenai kondisi dan pencegahan

3.3 Rencana Keperawatan

1.

Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan

komponen seluler yang diperlukan untuk suplai oksigen a. Tujuan Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam menunjukkan perbaikan perfusi jaringan

b. Kriteria Hasil -

Tidak ada atau penurunan takipneu

-

Menunjukan TTV stabil

c. Intervensi 1)

Observasi secara berkala adanya dispnea, takipnea, adanya bunyi nafas tak normal atau menurun, terbatasnya ekspansi dinding dada.

Rasional ; Deteksi dan pengawasan terhadap proses perfusi jaringan. Takipnea dapat terjadi karena peningkatan kompensasi curah jantung. 2) Observasi perubahan pada tingkat kesadaran yang dapat terjadi secara tiba-tiba

Rasional : Hipoksia dapat mempengaruhi fungsi otak dan perubahan kesadaran. 3) Pantau adanya sianosis dan perubahan pada warna kulit termasuk membrane mukosa dan kuku. Rasional : Sianosis menunjukkan suplai oksigen pada jaringan sangat berkurang. 4) Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi Rasional: Meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk kebutuhan seluler. 5) Tingkatkan tirah baring atau batasi latihan fisik dan bantu aktifitas perawatan diri sesuai keperluan Rasional: Menurunkan konsumsi oksigen dalam metabolisme tubuh. 6) Berikan oksigen sesuai kebutuhan dan indikasi Rasional: Memenuhi kebutuhan oksigen dan mengoptimalkan suplai oksigen untuk metabolisme tubuh. 7) Kolaborasi : Pemberian Kortikosteroid, terapi awal prednison dosis 0,5-1,2 mg/kgBB/hari selama 2 minggu. Rasional : Untuk menekan respon kekebalan tubuh dan meningkatkan jumlah trombosit. 2.

Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan perubahan sirkulasi

a. Tujuan Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam menunjukkan perbaikan integritas kulit

b. Kriteria Hasil -

Integritas kulit baik dapat dipertahankan

-

Tidak ada lesi pada kulit

-

Klien dapat mengidentifikasi faktor risiko atau perilaku untuk mencegah cedera dermal

c. Intervensi 1) Bina hubungan saling percaya pada klien saat pemeriksaan Rasional : Meningkatkan kerjasama dalam pelayanan keperawatan 2) Observasi integritas kulit, catat perubahan pada turgor Rasional ; Kondisi kulit dipengaruhi oleh sirkulasi, nutrisi, dan imobilisasi. Jaringan dapat menjadi rapuh, mudah rusak dan terinfeksi. 2) Observasi kualitas petekie, ekimosis dan purpura yang muncul Rasional : Merupakan gejala dari adanya pendarahan dibawah permukaan kulit sebagai deteksi ITP 3) Pantau adanya sianosis dan perubahan pada warna kulit termasuk membrane mukosa dan kuku. Rasional : Sianosis menunjukkan suplai oksigen pada jaringan sangat berkurang. 4) Jelaskan gejala dari proses penyakit untuk mencegah ansietas Rasional : Manifestasi yang muncul secara mendadak dapat meningkatkan resiko ansietas pada klien dan cedera 5) Berikan kebersihan lingkungan dan tempat tidur klien yang kering dan hindari kelembapan Rasional : Media lembab dan kebersihan minimal merupakan media yang baik untuk pertumbuhan organisme patogenik, meningkatkan resiko infeksi. 6) Batasi aktivitas dan hindarkan dari benda-benda berbahaya dan tajam Rasional : Mencegah resiko cedera yang akan memperburuk integritas kulit dan pendarahan hebat. 7) Anjurkan dan bantu untuk sering mengubah posisi. Rasional : mencegah komplikasi dekubitus yang sangat dikhawatirkan pada penderita ITP 8) Programkan jad wal dan bantu untuk latihan rentang gerak aktif atau pasif secara bertahap sesuai indikasi Rasional : Meningkatkan sirkulasi jaringan dan mencegah statis

9) Kolaborasi Gunakan alat pelindung atau alas dengan bahan khusus, misalnya pada tempat tidur dengan sprei bahan lembut dan tidak panas. Rasional: Menghindari kerusakan kulit dengan mencegah dan menurunkan tekanan pada permukaan kulit. 10) Pantau integritas kulit secara berkala, petekie, ekimosis dan purpura Rasional : Penilaian terhadap intervensi yang dilakukan dan deteksi adanya komplikasi atau perburukan kondisi

3.

Nyeri berhubungan dengan agen biologis (splenomegali)

b. Tujuan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 60 menit nyeri berkurang dan terkontrol c. Kriteria Hasil -

TTV dalam batas normal

-

Nyeri hilang atau berkurang

-

Klien dapat mengontrol nyeri

-

Dapat mempraktekkan manajemen nyeri

a. Intervensi 1) Bina hubungan saling percaya dengan klien Rasional : Meningkatkan kerjasama selama proses keperawatan 2) Observasi keluhan nyeri, catat lokasi dan intensitas (skala 0-10). Catat faktor-faktor yang memperberat nyeri. Rasional : Membantu dalam menentukan kebutuhan manajemen nyeri dan keefektifan program.

3) Ajarkan teknik manajemen nyeri, dengan distraksi dan pengalihan perhatian Rasional : Kemampuan manajemen nyeri mampu mengurangi dan mengontrol rasa nyeri. 4) Tinggikan tempat tidur sesuai kebutuhan Rasional : Peninggian linen tempat tidur menurunkan tekanan pada daerah yang nyeri. 5) Anjurkan dan bantu untuk sering mengubah posisi. Rasional : mencegah komplikasi dekubitus yang sangat dikhawatirkan pada penderita ITP 6) Bantu untuk bergerak di tempat tidur, hindari gerakan yang menyentak. Rasional : Mencegah terjadinya kelelahan umum berkelanjutan dan kekakuan sendi sekitar daerah nyeri. 7) Kolaborasi Lakukan pemeriksaan laboratorium darah lengkap Rasional : Mengetahui jumlah trombosit penurunan kadar Hb dan leukosit terhadrap proses penyakit 8) Kolaborasi Lakukan uji antibodi trombosit dengan tes sensitif Rasional : Menunjukkan jumlah Ig G antitrombosit pada permukaan atau dalam serum. Mengetahui faktor penyebab splenomegali. 9) Kolaborasi Berikan obat-obatan analgesik sesuai indikasi dan advice dokter (misalnya : asetil salisilat) Rasional : Sebagai anti inflamasi dan pereda nyeri, meningkatkan mobilitas. 10) Kolaborasi Imunosupressan : Siklofosfamid (2 mg/kgBB/hari per oral) Rasional : Golongan obat agen imunosupresif, menekan sistem kekebalan alami tubuh 11) Pantau daerah nyeri pada lokasi splenomegali Rasional : Menentukan intervensi yang dilakukan, mengetahui kualitas pembesaran dan pembentukan neoantigen dengan proses perjalanan

penyakit. 12) Pantau kualitas nyeri terhadap perkembangan pengobatan Rasional : Deteksi dini adanya gangguan atau meningkatnya tingkat keparahan setelah pengobatan

4.

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake

nutrisi tidak adekuat a.

Tujuan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam nutrisi seimbang b.

Kriteria hasil

- Klien mengatakan nafsu makan meningkat. - Berat badan stabil - Klien terlihat dapat menghabiskan porsi makan yang di sediakan. c.

Intervensi

1) Dokumentasikan status nutrisi klien, catat turgor kulit,berat badan,saat ini dan tingkat kehilangan berat badan , integritas mukosa mulut, tonus perut riwayat nausea, vomitus atau diare.monitor intake output serta berat badan secara terjadwal. Rasional : Menjadi data fokus untuk menentukan rencana tindakan lanjutan setelah tindakan yang diberikan kepada klien. 2) Berikan perawatan mulut sebelum dan sesudah makan Rasional : Meningkatkan kenyamanan flora normal mulut , sehingga akan meningkatkan perasaan nafsu makan. Mencegah infeksi. 3) Anjurkan makanan sedikit tapi sering dengan diet tinggi kalori tinggi protein (TKTP). Rasional : Meningkatkan intake makanan dan nutrisi klien terutama kadar protein tinggi akan meningkatkan mekanisme tubuh dalam proses penyembuhan. 4) Anjurkan keluarga untuk membawa makanan dari rumah terutama yang di sukai oleh klien dan makan bersama klien jika tidak ada kontra indikasi. Rasional : Merangsang klien untuk bersedia meningkatkan intake makanan yang berfungsi sbg sumber energi bagi penyembuhan.

5) Anjurkan pada ahli gizi untuk menetukan untuk komposisi diet. Rasional : Menetukan kebutuhan nutrisi yang tepat bagi klien. 6) Programkan diet kaya vitamin K, dominasi menu sayur-sayuran hijau Rasional : Vitamin K berfungsi untuk membantu penggumpalan darah. 7) Hindarkan dari segala jenis makanan mengandung MSG Rasional : Menyebabkan memar-memar pada tubuh dan memperburuk gejala klien 8) Monitor pemeriksaan laboratorium misal BUN serum protein dan albumin. Rasional : Mengontrol keefektifan tindakan terutama dengan kadar protein darah. 9) Berikan vitamin sesuai indikasi Rasional : Meningkatkan komposisi tubuh dan nafsu makan klien.

5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik a.

Tujuan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama

1 x 24 jam klien menunjukkan toleransi

aktifitas b.

Kriteria hasil

-

Menunjukkan peningkatan toleransi aktivitas sesuai indikasi

-

TTV stabil saat beraktivitas

-

Kadar Hb dalam batas normal

c.

Intervensi

1) Bina hubungan saling percaya pada klien Rasional : Meningkatkan kerjasama selama proses keperawatan 2) Observasi kemampuan pasien untuk melakukan aktivitas normal, catat laporan kelemahan, keletihan. Rasional : Mengetahui tingkat intoleransi pasien, mempengaruhi pilihan intervensi dan program latihan. 2) Pantau TD, nadi, dan pernafasan saat sebelum, selama dan sesudah aktivitas

Rasional : manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk membawa jumlah oksigen ke jaringan. 3) Berikan lingkungan yang tenang dalam proses keperawatan Rasional : meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh. 4) Ajarkan dan bantu untuk sering mengubah posisi dengan perlahan tanpa gerakan menyentak Rasional : Mencegah komplikasi dekubitus yang akan memperburuk kondisi klien. Gerakan menyentak dapat memicu hipotensi postural. 5) Pantau adanya pusing dan penurunan kesadaran Rasional : hipotensi postural atau hipoksia serebral menyebabkan pusing, berdenyut dan peningkatan resiko cedera. 6) Kolaborasi pemeriksaan darah lengkap secara berkala Rasional : Mengetahui jumlah masing-masing komponen darah terutama hemoghlobin 7) Pantau kadar hemoghlobin secara teratur Rasional : Mengetahui kadar hemoghlobin klien yang berpengaruh pada aktivitas yang akan diprogramkan 8) Jadwalkan program latihan sesuai indikasi Rasional : Meragsang toleransi aktivitas dengan memberikan latihan secara bertahap 9) Pantau status nutrisi dan programkan diet kaya zat besi Rasional : Status nutrisi berpengaruh pada kemampuan klien toleransi aktifitas. Diet kaya zat besi membantu menstabilkan kadar hemoghlobin dalam darah

6.

Resiko tinggi cedera berhubungan dengan meningkatnya kerentanan pendarahan.

a.

Tujuan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam klien melakukan aktivitas dengan terhindar dari resiko cedera b.

Kriteria hasil

-

Klien terbebas dari cedera

-

Klien mampu memahami dan mempraktekkan cara atau metode untuk mencegah cedera

-

Klien dan keluarga mampu menjelaskan faktor resiko dari lingkungan atau perilaku

personal untuk menghindari cedera -

Mampu memodifikasi gaya hidup dengan aktivitas sederhana bebas resiko cedera

-

Mampu mengenali perubahan status yang ada

c.

Intervensi

1)

Kondisikan lingkungan yang aman dan tenang untuk pasien Rasional : Meminimalkan rangsangan dan menghindari ansietas yang dapat meningkatkan resiko cedera

2)

Identifikasi kebutuhan keamanan klien, sesuai dengan kondisi fisik dan fungsi kognitif pasien dan riwayat penyakit terdahulu pasien. Rasional : Adaptasi aktivitas klien menghindari gerak berlebihan dan mencegah komplikasi

3)

Memodifikasi lingkungan yang berbahaya dan jauhkan dari benda benda tajam Rasional : Menghidarkan terjadinya cedera kecil sampai berat yang akan menimbulkan pendarahan. Tetap dapat beraktivitas untuk memenuhi kebutuhan sesuai kemampuan kognitif tanpa terhambat oleh kondisi sekitar.

4)

Memasang side rail tempat tidur Rasional : Melindungi dari resiko jatuh ketika tidur atau gerakan tubuh yang tidak terkoordinasi apabila muncul tiba-tiba.

5)

Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih Rasional : Memelihara kenyamanan dengan keterbatasan aktivitas, sehingga kebersihannya tetap terjaga.

6)

Memberikan penerangan yang cukup dan menempatkan saklar lampu ditempat yang mudah dijangkau pasien. Rasional : Memudahkan untuk memenuhi penerangan sesuai kebutuhan dan enghindarkan dari resiko jatuh atau terkena benda tajam.

9)

Anjurkan dan diskusikan dengan keluarga untuk melakukan

pengawasan aktivitas pada klien Rasional : Membantu dalam pengawasan aktivitas pasien 10) Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga atau pengunjung adanya perubahan status kesehatan dan penyebab penyakit. Rasional : Pemahaman yang cukup bagi keluarga atas perubahan kesehatan pada penderita sangat penting, untuk meningkatkan kerja sama keluarga dengan perawat dalam proses penyembuhan.

3.4 Implementasi dan Evaluasi 1.

Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan

komponen seluler yang diperlukan untuk suplai oksigen Implementasi : -

Observasi secara berkala adanya dispnea, takipnea, bunyi nafas menurun

- Observasi perubahan tingkat kesadaran - Pantau adanya sianosis dan perubahan pada kulit, membran mukosa, kuku - Tinggikan posisi kepala sesuai toleransi - Tingkatkan tirah baring dan - Batasi aktivitas fisik dan bantu perawatan diri sesuai kebutuhan - Berikan oksigen sesuai indikasi - Kolaborasi kortikosteroid, prednison dosis 0,5-1,2 mg/kgBB/hari

Evaluasi : - TTV dalam batas normal - Tidak ada takipnea - Tidak ada sianosis - Klien kooperatif dalam proses perawatan - Klien tidak mengalami penurunan kesadaran

2.

Kerusakan intregritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi

Implementasi : -

Bina hubungan saling percaya

-

Observasi integritas kulit, catat perubahan turgor

-

Pantau kualitas petekie, ekimosis dan purpura

-

Pantau perubahan warna kulit termasuk membran mukosa dan kuku

-

Jelaskan proses dari gejala penyakit yang muncul

-

Berikan lingkungan yang bersih dan tidak lembab

-

Batasi aktivitas, hindarkan dari benda berbahaya

-

Kolaborasi gunakan alas atau alat pelindung dari bahan khusus, lembut, tidak panas

Evaluasi : -

Tidak ada luka atau lesi pada kulit

-

Integritas kulit baik dapat dipertahankan

-

Klien dapat mengidentifikasi faktor resiko atau perilaku untuk mencegah cedera dermal

-

Petekie atau ekimosis berkurang

-

Tidak terjadi perdarahan

3.

Nyeri berhubungan dengan cedera agen biologis (splenomegali)

Implementasi : -

Bina hubungan saling percaya dengan klien

-

Observasi keluhan nyeri, catat intensitas dan lokasi nyeri

-

Ajarkan manajemen nyeri dengan teknik distraksi dan pengalihan perhatian

-

Anjurkan dan bantu untuk sering mengubah posisi

-

Ajarkan dan bantu bergerak ditempat tidur tanpa gerakan menyentak

-

Kolaborasi lakukan pemeriksaan laboratorium darah lengkap

-

Kolaborasi uji antibodi trombosit dengan tes sensitif

-

Kolaborasi, pemberian immunosupresan : Siklofosfamid 2 mg/kgBB/hari per oral

-

Kolaborasi analgesik sesuai indikasi dan advice dokter

-

Pantau keluhan nyeri terhadap perkembangan pengobatan

Evaluasi : -

TTV dalam batas normal

-

Nyeri berkurang atau hilang

-

Klien dapat mengontrol nyeri

-

Klien dapat mempraktekkan manajemen nyeri

4.

Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan intake nutrisi tidak

adekuat Implementasi : -

Pantau status nutrisi dan BB klien

-

Monitor intake dan output

-

Perawatan mulut sebelum dan sesudah makan

-

Anjurkan dan programkan makan sedikit tapi sering

-

Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan diet

-

Programkan diet kaya vitamin K, dominasi menu sayuran hijau

-

Hindarkan makanan dengan MSG

-

Monitor pemeriksaan BUN serum protein dan albumin

Evaluasi : -

Nafsu makan klien meningkat

-

Tidak mengalami penurunan BB

-

Klien mengikuti diet yang diprogramkan

-

Klien menghabiskan porsi makan

5.

Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik dan perubahan

Nutrisi Implementasi :

-

Bina hubungan saling percaya

-

Observasi kemampuan klien untuk melakukan aktifitas normal, catat laporan kelemahan, keletihan saat beraktifitas

-

Pantau TD, nadi, dan pernafasan saat sebelum, selama dan sesudah aktivitas

-

Bantu untuk sering klien mengubah posisi dengan perlahan tanpa gerakan menyentak

-

Pantau adanya pusing dan penurunan kesadaran

-

Kolaborasi pemeriksaan darah lengkap

-

Pantau kadar Hb pada klien

-

Jadwalkan program latihan sesuai indikasi

-

Pantau status nutrisi dan programkan diet kaya zat besi

Evaluasi : -

TTV dalam batas normal saat sebelum, selama dan sesudah melakukan aktifitas

-

Kadar Hb stabil dan tidak mengalami penurunan

-

Klien mengalami peningkatan toleransi aktivitas sesuai indikasi

-

Klien melakukan program latihan yang dijadwalkan

6.

Resiko tinggi cedera berhubungan dengan meningkatnya kerentanan

Pendarahan Implementasi : -

Bina hubungan saling percaya pada klien

-

Kondisikan lingkungan yang aman dan tenang untuk klien

-

Identifikasikan kebutuhan keamanan klien, sesuai dengan kondisi fisik dan fungsi kognitif pasien dan riwayat penyakit terdahulu

-

Modifikasi lingkungan yang berbahaya dan jauhkan benda-benda tajam

-

Memasang side rail tempat tidur

-

Diskusikan dengan keluarga untuk melakukan pengawasan terhadap aktifitas klien

-

Berikan penerangan yang cukup dan menempatkan saklar lampu ditempat yang mudah dijangkau klien

-

Berikan penjelasan pada klien dan keluarga atau pengunjung adanya perubahan status kesehatan dan penyebab penyakit

Evaluasi : -

Klien terbebas dari cedera

-

Klien mampu memahami dan mempraktekkan cara atau metode untuk mencegah cedera

-

Klien dan keluarga mampu menjelaskan faktor resiko dari lingkungan atau perilaku personal untuk menghindari cedera

-

Mampu memodifikasi gaya hidup dengan aktivitas sederhana bebas resiko cedera

-

Memahami perubahan status kesehatan

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan ITP merupakan singkatan dari Idiopatik Trombositopenia Purpura. Idiopatik artinya penyebabnya tidak diketahui. Trombositopenia artinya berkurangnya jumlah trombosit dalam darah atau darah tidak mempunyai platelet yang cukup. Purpura artinya perdarahan kecil yang ada di dalam kulit. ITP diklasifikasikan menjadi menjadi akut dan kronik. ITP primer berrsifat idiopatik,sedangkan sekunder disebabkan oleh obat-obatan, infeksi virus atau hipersplenisme. Manifestasi klinisnya

adalah munculnya petekie, ekimosis, vesikel, purpura,kelemahan,

epistaksis atau pendarahan gusi.

Revised by STIKES BINA SEHAT PPNI MOJOKERTO 2014/2015

DAFTAR PUSTAKA

Dorland, W.A Newman. 2009. Kamus saku Kedokteran DORLAND.Edisi 28. Jakarta:EGC

Handayani, Wiwik, Sulistiyo A.B. 2008. Pada Klien dengan Gangguan System Hematologi. Jakarta : Salemba medika

Related Documents

Kata.
June 2020 64
Menghadapi Kata-kata Sukar
December 2019 65
Sebuah Kata Kata
May 2020 53
Kata Kata Sempro.docx
May 2020 50

More Documents from "Gallardio Taniago Tutuarima"