TELAAH JURNAL 1 SISTEM KARDIOVASKULER HUBUNGAN LIFE STYLE DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI PADA USIA DEWASA (20-44 TAHUN) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PUUWATU KOTA KENDARI TAHUN 2017 Oleh Siti Fatmawati, Drs. H. Junaid, Karma Ibrahim VOL.2 .NO.6/ MEI 2017; ISSN 250-73
A. LATAR BELAKANG Hipertensi merupakan faktor resiko utama untuk terjadinya penyakit kardiovaskular.
Apabila tidak ditangani
dengan
baik,
hipertensi
dapat
menyebabkan stroke, infark miokard, gagal jantung, demensia, gagal ginjal, dan gangguan pengelihatan. World Health Organization (WHO) memperkirakan hipertensi menyebabkan 9,4 juta kematian dan mencakup 7% dari beban penyakit di dunia.Kondisi ini dapat menjadi beban baik dari segi finansial, karena berkurangnya produktivitas sumber daya manusia akibat komplikasi penyakit ini, maupun dari segi sistem kesehatan. Bedasarkan data WHO pada tahun 2014 terdapat sekitar 600 juta penderita hipertensi di seluruh dunia. Prevalensi tertinggi terjadi di wilayah Afrika yaitu sebesar 30%. Prevalensi terendah terdapat di wilayah Amerika sebesar 18%. Secara umum, laki-laki memiliki prevalensi hipertensi yang lebih tinggi dibandingkan wanita Indonesia
dewasa
ini
sedang
dihadapkan
pada
terjadinya
transisi
epidemiologi, transisi demografi dan transisi teknologi, yang mengakibatkan terjadinya perubahan pola penyakit dari penyakit infeksi menjadi penyakit tidak menular (non communicable diseases). Hipertensi sebagai salah satu penyakit tidak menular, dewasa ini menjadi masalah yang besar dan serius, karena prevalensi penyakit hipertensi yang tinggi dan cenderung meningkat. Hipertensi sering kali tidak menunjukkan gejala sehingga menjadi pembunuh diam-diam (the silent killer of death) dan menjadi penyebab utama timbulnya penyakit jantung, stroke dan ginjal. Tujuan penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui faktor
1
perilaku yang berhubungan dengan kasus hipertensi pada usia dewasa (20-44 tahun) di Wilayah kerja Puskesmas Puuwatu,
B. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional study, Pendekatan ini dimaksudkan untuk mengetahui faktor perilaku yang berhubungan dengan kasus hipertensi pada usia dewasa (20-44 tahun) di Wilayah kerja Puskesmas Puuwatu, dimana variabel independen dan variabel dependen diamati pada waktu yang bersamaan7. Populasi dalam penelitian adalah pasien usia dewasa (20-44 tahun) yang datangmemeriksakan kesehatan dan tercatat pada buku registrasi di Puskesmas Puuwatu Kota Kendari pada tahun 2016 (januari-september) yaitu sebanyak 419 orang. Penentuan sampel dalam penelitian ini adalah sebagian dari pasien usia dewasa (20-44 tahun) yang datang memeriksakan kesehatan ke Puskesmas Puuwatu, yang diambil dengan menggunakan tehnikpengambilan sampel secara acak sederhana (Simple random sampling) sehingga didapatkan sampel sebanyak 58 orang tang didasarkan pada kriteria tertentu yaitu masyarakat (usia dewasa 20-44 tahun) yang tinggal menetap disekitar Wilayah Kerja Puskesmas Puuwatu, bersedia untuk mengikuti proses penelitian, memiliki kemampuan berkomunikasi dengan baik dan tidak mengalami keterbatasan fisik yang bisa mengganggu proses wawancara. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh langsung dari responden dengan kuesioner dan hasil pemeriksaan tekanan darah. Data sekunder diperoleh dari Dinas KesehatanProvinsi, Dinas Kesehatan Kota, dan Puskesmas Puuwatu.
2
C. HASIL PENELITIAN a. Hubungan kebiasaan merokok dengan kejadian hipertensi Hasil uji statistik dengan menggunakan uji Chi- Square pada tingkat kepercayaan 95% atau a = 0,05 didapatkan ρValue>a sehingga tidak terdapat hubungan antara kebiasaan merokok dengan kejadian penyakit hipertensi pada usia deawasa (20-44 tahun) di Wilayah Kerja Puskesmas Puuwatu Kota Kendari. b. Hubungan kebiasaan minum kopi dengan kejadian penyakit hipertensi Variabel ini diuji dengan menggunakan uji chi square pada tingkat kepercayaan 95% atau a = 0,05 didapatkan ρValue
a sehingga tidak terdapat hubungan antara pola makan dengan kejadian hipertensi pada usia dewasa (20-44 tahun) di Wilayah Kerja Puskesmas Puuwatu Kota Kendari. d. Hubungan kualitas tidur dengan kejadian penyakit hipertensi Hasil uji statistik dengan menggunakan uji Chi- Square pada tingkat kepercayaan 95% atau a = 0,05 didapatkan ρValue>a sehingga tidak terdapat hubungan antara kualitas tidur dengan kejadian penyakit hipertensi pada usia deawasa (20-44 tahun) di Wilayah Kerja Puskesmas Puuwatu Kota Kendari. e. Hubungan aktifitas fisik dengan kejadian penyakit hipertensi Hubungan aktifitas fisik dengan kejadian hipertensi sig (0,293) > α (0,05) dinyatakan bahwa tidak ada hubungan antara aktifitas fisik dengan kejadian hipertensi pada usia dewasa di Wilayah Kerja Puskesmas Puuwatu Kota Kendari.
3
D. ANALISIS JURNAL a. Hubungan kebiasaan merokok dengan kejadian hipertensi Tidak terdapat hubungan antara kebiasaan merokok dengan kejadian penyakit hipertensi pada usia deawasa (20-44 tahun) di Wilayah Kerja Puskesmas Puuwatu Kota Kendari. Merokok merupakan masalah yang terus berkembang dan belum dapat ditemukan solusinya di Indonesia sampai saat ini. Menurut data WHO tahun 2011, pada tahun 2007 Indonesia menempati posisi ke-5 dengan jumlah perokok terbanyak di dunia. Merokok dapat menyebabkan hipertensi akibat zat-zat kimia yang terkandung di dalam tembakau yang dapat merusak lapisan dalam dinding arteri, sehingga arteri lebih rentan terjadi penumpukan plak (arterosklerosis). Hal ini terutama disebabkan oleh nikotin yang dapat merangsang saraf simpatis sehingga memacu kerja jantung lebih keras dan menyebabkan penyempitan pembuluh darah, serta peran karbonmonoksida yang dapat menggantikan oksigen dalam darah dan memaksa jantung memenuhi kebutuhan oksigen tubuh. Faktor yang dapat mempengaruhi kejadian hipertensi yaitu a) Faktor Keturunan, beberapa peneliti meyakini bahwa 30-60% kasus hipertensi diturunkan secara genetik. Hal ini sering dihubungkan dengan kemampuan seseorang untuk mengeluarkan natrium dari tubuhnya (salt sensitivity). b) Usia, hipertensi umumnya berkembang pada usia 35-65 tahun. Hal ini terutama akibat elastisitas pembuluh darah yang berkurang. c) Jenis Kelamin, hipertensi terjadi umumnya lebih tinggi pada laki-laki. d) Ras, kejadian hipertensi pada orang kulit hitam lebih tinggi dibandingkan orang kulit putih. e) Kelebihan berat badan, sebesar 75% kasus hipertensi di Amerika berhubungan dengan obesitas. Hal ini dipengaruhi oleh peningkatan curah jantung dan aktivitas saraf simpatis pada orang dengan berat badan berlebih.
4
f) Resistensi Insulin. Peningkatan gula darah pada penderita resistensi insulin akan menyebabkan kerusakan organ, sehingga dapat terjadi aterosklerosis
dan penyakit
ginjal
yang dapat
menyebabkan
peningkatan tekanan darah. g) Merokok, akibat zat-zat kimia yang terkandung dalam tembakau, dapat terjadi kerusakan pembuluh darah. Tiap rokok mengandung kurang lebih 4000 bahan kimia, dan hampir 200 diantaranya beracun dan 43 jenis yang dapat menyebabkan kanker bagi tubuh h) Asupan Natrium-Kalium, peningkatan kadar natrium dan penurunan kadar kalium dapat meningkatkan cairan darah yang nantinya akan menyebabkan peningkatan tekanan darah..
b. Hubungan kebiasaan minum kopi dengan kejadian penyakit hipertensi. Terdapat hubungan antara kebiasaan minum kopi dengan kejadian hipertensi pada usia dewasa (20-44 tahun) di Wilayah Kerja Puskesmas Puuwatu Kota Kendari. Faktor asupan yang masih banyak menimbulkan perdebatan dalam kejadian hipertensi adalah kopi. Minat orang terhadap konsumsi kopi semakin meningkat karena konsumsi kopi dipercaya dapat meningkatkan kebugaran tubuh serta minat terhadap aroma dan rasa. Terdapat beberapa penelitian yang mengatakan bahwa kopi dapat menyebabkan hipertensi akibat adanya kandungan kafein dalam kopi yang memiliki efek antagonis kompetitif reseptor adenosin. Kafein tidak hanya ditemukan dalam kopi tetapi dapat ditemukan dalam minuman ringan, cokelat, teh, dan minuman berenergi. Efek kafein dalam tubuh dipengaruhi baik dari faktor internal maupun eksternal dari individu. Penelitian lain mengatakan bahwa kopi tidak menimbulkan dampak yang berarti terhadap kejadian hipertensi, akibat adanya kandungan dalam kopi salah satunya polifenol yang merupakan senyawa antioksidan yang berperan dalam proteksi untuk kardiovaskular..
5
Dikutip dari National Public Radio, sebuah studi terbitan Mayo Clinic Proceedings menunjukkan bahwa konsumsi kopi lebih dari 28 cangkir per minggu — rata-rata 4 cangkir setiap hari — adalah porsi yang berlebihan, setidaknya bagi Anda yang berusia kurang dari 55 tahun (dengan faktor yang membatasi adalah merokok).
c. Hubungan pola makan dengan kejadian penyakit hipertensi Tidak terdapat hubungan antara pola makan dengan kejadian hipertensi pada usia dewasa (20-44 tahun) di Wilayah Kerja Puskesmas Puuwatu Kota Kendari. Gaya hidup merupakan faktor penting yang mempengaruhi kehidupan masyarakat. Gaya hidup yang tidak sehat dapat menjadi penyebab terjadinya hipertensi misalnya aktivitas fisik dan stres (Puspitorini dalam Sount dkk. 2014). Pola makan yang salah merupakan salahsatu faktor resiko yang meningkatkan penyakit hipertensi. Faktor makanan modern sebagai penyumbang utama terjadinya hipertensi. Kelebihan asupan lemak mengakibatkan kadar lemak dalam tubuh meningkat, terutama kolesterol yang menyebabkan kenaikan berat badan sehingga volume darah mengalami peningkatan tekanan yang lebih besar . Kelebihan asupan natrium akan meningkatkan ekstraseluler menyebabkan volume darah yang berdampak pada timbulnya hipertensi (Sutanto, 2010). Kurangnya mengkonsumsi sumber makanan yang mengandung kalium mengakibatkan jumlah natrium menumpuk dan akan meningkatkan resiko hipertensi darah yang berdampak pada timbulnya hipertensi(Sutanto, 2010). Kurangnya mengkonsumsi sumber makanan yang mengandung kalium
mengakibatkan
jumlah
natrium
menumpuk
dan
akan
meningkatkan resiko hipertensi (Junaedi dkk. 2013) Kebutuhan tubuh akan natrium telah banyak diteliti oleh ilmuwan yang bergerak di bidang gizi dan kesehatan. Kita memerlukan minimum 200-500 miligram natrium setiap hari untuk menjaga kadar garam dalam
6
darah tetap normal, yaitu 0,9 persen dari volume darah di dalam tubuh.
d. Hubungan kualitas tidur dengan kejadian penyakit hipertensi Tidak terdapat hubungan antara kualitas tidur dengan kejadian penyakit hipertensi pada usia deawasa (20-44 tahun) di Wilayah Kerja Puskesmas Puuwatu Kota Kendari. Kurang tidur bekrepanjangan dapat mengganggu kesehatan fisik dan psikis. Dari segi fisik, kurang tidur akan menyebabkan muka pucat, mata sembab, badan lemas, dan daya tahan tubuh menurun sehingga mudah terserang penyakit. Sedangkan dari segi psikis, kurang tidur akan menyebabkab timbulnya perubahan suasana kejiwaan, sehingga penderita akan
menjadi
lesu,
lamban
menghadapi
rangsangan
dan
sulit
berkonsentrasi. Kurang tidur dapat merujuk ke kualitas tidur yang buruk. Tidur yang kurang dapat membawa kepada perkembangan hipertensi yaitu dengan cara meningkatkan aktivitas simpatis, meningkatkan stresor fisik dan psikis, dan meningkatkan retensi garam (Gangwisch et al.,). Di dalam penelitiannya, Javaheri et al, menyatakan bahwa data mengenai hubungan antara peningkatan tekanan darah karena kualitas tidur yang buruk pada orang dewasa sudah banyak, kualitas tidur adalah salah satu faktor yang sangat penting dalam mempertahankan kesehatan selain life style, efisiensi tidur yang rendah diketahui dapat berisiko terhadap terjadinya hipertensi, optimalisasi jam tidur dapat membantu untuk mencegah terjadinya hipertensi. Memantau kualitas dan kuantitas tidur sebagai upaya meningkatkan kesehatan masyarakat sangat penting dilakukan.
e. Hubungan aktifitas fisik dengan kejadian penyakit hipertensi Tidak ada hubungan antara aktifitas fisik dengan kejadian hipertensi pada usia dewasa di Wilayah Kerja Puskesmas Puuwatu Kota Kendari
7
Kurangnya
aktivitas
fisik
meningkatkan
resiko
menderita
hipertensi. Orang yang tidak aktif cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi sehingga otot jantungnya harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi, makin besar dan sering otot jantung memompa, maka makin besar tekanan yang dibebankan pada arteri sehingga tekanan darah akan meningkat (Anggara & Prayitno, 2013). Pentingnya berolaraga dan bergerak badan sejak kecil demi terbentuknya otot-otot jantung yang lebih tangguh. Jantung yang tangguh tetap kuat memompa darah kendati menghadapi rintangan pipa pembuluh darah yang sudah tidak utuh lagi. Jantung yang terlati sejak usia muda ototnya lebih tebal dan kuat dibanding yang tidak terlatih
8