7. jelaskan diagnosis diferensial dan diagnosis sementara Jawab: Diagnosis diferensial: - Neuralgia trigeminal Neuralgia trigeminus idiopatik (Tic Douloureux) merupakan neuralgia dengan nyeri yang paroksismal dan berulang, dirasakan lebih sering di daerah sensibilitas cabang mandibularis (20%), cabang maksilaris (14%), atau cabang maksilaris dan mandibularis (36%), dan oftalmikus (36%), dan sama sekali tidak ada rasa nyeri di luar serangan Tanda: Pemeriksaan fisik menunjukkan sensasi wajah, kekuatan maseter, dan reflex kornea yang normal. Tidak ada hilangnya sensasi sensorik kecuali bila pemeriksaan di lakukan segera setelah serangan terjadi. Neuralgia trigeminus idiopatik (Tic Douloureux) merupakan neuralgia dengan nyeri yang paroksismal dan berulang, dirasakan lebih sering di daerah sensibilitas cabang mandibularis (20%), cabang maksilaris (14%), atau cabang maksilaris dan mandibularis (36%), dan oftalmikus (36%), dan sama sekali tidak ada rasa nyeri di luar serangan
-
Gejala: Nyeri wajah unilateral, terasa seperti tertusuk, dicetuskan dengan mengunyah atau aktivitas serupa atau daerah yang terlihat pada wajah. Sindrim pretrigeminal neuralgia: nyeri sinus atau sakit gigi yang berlangsung berjam-jam yang dicetuskan ketika menggerakkan rahang atau minum cairan. Karakteristik nyeri: berat, mendadak, dan menusuk. Jumlah serangan bervariasi dari < 1 x /hari hingga ratusan kali per hari. Diantara serangan biasanya tanpa gejala, tetapi bisa terdapat nyeri tumpul yang bertahan lama pada beberapa kasus. Pencetus dan zona nyeri: pasien biasanya menghindari menyentuh atau mencukur area pencetus. Mengunyah, berbicara, tersenyum, minum, bercukur, menyikat gigi, menghembus udara lewat hidung, atau menyentuh area pencetus dapat mmenyebabkan timbulnya rasa nyeri. Nyeri sering membangkitkan spasme otot pada wajah sisi yang terkena (tic dolourex) Neuralgia trigeminal juga umum timbul pada stadium lanjut sklerosis multiple. Ensefalitis Tanda & gejala: Pada ensefalitis lebih sering ditemui perubahan kesadarann (bingung, gangguan perilaku) atau penurunan tingkat kesadaran (letargi ringan hingga koma), dengan adanya tanda/gejala neurologis fokal atau difus. Pasien dapat mengalami disorientasi dan halusinasi sebagai akibat dari peningkatan tekanan intracranial. Gejala lainnya dapat berupa gangguan aksis hipotalamuspituitari, seperti disregulasi suhu, diabetes insipidus, atau SIADH. Infeksi di sumsum tulang belakang dan otak dapat menyebabkan inflamasi berbahaya. Peradangan ini dapat menghasilkan berbagai gejala seperti demam, sakit kepala, atau kebingungan dan dalam kasus yang ekstrim, dapat menyebabkan kerusakan otak, stroke, kejang, atau kematian.
Infeksi meninges, selaput otak dan sumsum tulang belakang, disebut meningitis dan radang otak yang disebut ensefalitis. Myelitis adalah infeksi sumsum tulang belakang. Ketika otak dan sumsum tulang belakang menjadi meradang, kondisi ini disebut encephalomyelitis. -
Tumor Otak Tumor otak bisa primer (50%) dan bisa sekunder (50%). Tumor primer bisa timbul dari jaringan otak, meninges, hipofisis, dan selaput mielin. Tumor sekunder bisa berasal dari hampir semua tumor di tubuh. Yang paling sering berasal dari tumor paru-paru pada pria dan tumor payudara pada perempuan. Diagnosis sementara: Abses otak (cereberal abses)
Abses otak adalah kumpulan nanah yang terbungkus oleh suatu kapsul dalam jaringan otak yang disebabkan karena infeksi bakteri atau jamur. Abses otak biasanya akibat komplikasi dari suatu infeksi, trauma atau tindak pembedahan. Keadaan-keadaan ini jarang terjadi, namun demikian insidens terjadinya abses otak sangat tinggi pada penderita yang mengalami gangguan kekebalan tubuh (seperti penderita HIV positif atau orang yang menerima transplantasi organ). Abses otak lebih menunjukan gejala-gejala lesi massa intracranial daripada proses infeksi. Gejala utamanya ialah nyeri kepala yang menetap, terasa tumpul., berdenyut, baik hemikranial maupun generalisata, serta bersifat progresif. Demam hanya muncul pada 50% kasus, dan kejang generalisata pada 15-35% pasie. Gejala lebih dominan ialah deficit neurologi (>60% kasus) berupa hemiparesis, afasia, atau defek lapang pandang. Deficit neurologi tersebut sangat bervariasi tergantung lokasi abses.
Sumber: Kapita skelekta kedokteran. Hal : 969-997 Daftar pustaka: Tanto, chris. Dkk. 2014. Kapita skelekta kedokteran (edisi IV). Jakarta: Media Aesculapius