REKONTRUKSI KEBERISLAMAN MENUJU RAHMATAL LIL ALAMIN Islam sebagai agama yang rahmatal lilalamin rahmat bagi seluruh alam yang; universal, agung, monotheisms, inklusive, pluralis, melindungi dan memerdekakan yang lemah dan sangat mendorong pada kemajuan dan kemoderenan: innovative ternyata belum dapat diwujudkan oleh kaum moslem Indonesia yang terbesar di seluruh jagad raya. Karena yang terjadi justru sebaliknya. Kita sedang gonjang-ganjing seperti the sickman pada jaman akhir keruntuhan Turki ottoman; ekonomi lemah dengan semakin meningkatnya angka kemiskinan; menguatnya kesenjangan sosial; degradasi moral didindikasikan dengan semakin meningkatnya pemuda kita yang tejerumus narkoba, rendahnya penghormatan kepada orangtua, bahkan meningkatnya vidio pelecehan sexual yang menurut penelitian 90% diproduksi oleh kalangan pelajar dan mahasiswa; kualitas pendidikan yang rendah karena system pendidikan nasional yang tak jelas arahnya, rendahnya minat baca, nilai indek SDM kita yang dibawah Vietnam, rendahnya supremasi hukum, ketidakdisiplinan dalam kehidupan seperti budaya jam karet, rendahnya budaya antri, meningkatnya kecelakaan lalulintas; korupsi dan pemimpin yang tidak suritauladan. Pertanyaannya kenapa ini terjadi? Adakah ada hubungannya dengan sikap keislaman kita (keagamaan)?. Kenapa islam yang superlative itu tidak bisa kita terapkan untuk keterbaikan islam sebagai rahmatal lilalamin. Teringat ketika disebuah mushola seorang imam yang memberi kultum menjelang solat fitir, ia tidak membahas keutamaan solat tarawih dan puasa seperti yang imam sebelumnya bahas. Ia mengungkapkan sebuah ayat “tidak dijadikan jin dan manusia kecuali untuk beribadah”. Lalu ia menjelaskan bahwa menurut sebuah kitab, yang dimaksud ibadah itu setidaknya ada 4 hal. Hubungan dengan Allah qablum minallah, hubungan dengan manusia qablum minannas, hubungan dengan Allah dan manusia, dan hubungan manusia dengan manusia. Justru yang menarik pada penjelasannya pada poin yang ketiga dan keempat. Bahwa sebagai muslim kita ternyata mempunyai tanggungjawab sosial. Ia contohkan hubungan ketiga yaitu zakat, sodakoh, dan tangguangjawab sosial. Ia mengatakan bahwa kita harus bertanggungjawab terhadap lingkungan sekitar kita adalah sebagai sebuah ibadah. Dan yang terakir ia memperhatikan hubungan manusia dengan manusia muamalah, apakah kita sudah berlaku proporsional terhadap semua jenis ibadah itu yang ia tekankan. Ibadah sosial dalam hal ini bagaimana sikap keberagamaan kita mampu mewarnai prilaku dan kesensitifan kita terhadap perubahan sosial kemasyarakatan yang sedang berlangsung. Sejauh mana rasa empati kita tedahap sesama yang sedang membutuhkan uluran tangan. Hal ini sebenarnya telah ditegaskan dalam islam dengan konsep zakatnya. Sebagai upaya untuk mengurangi kesenjangan ekonomi, melindungi yang lemah dan mewujudkan kebersamaan, inilah wujud dari rahmatal lilalamin islam. Ibadah sosial juga bisa berarti kepedulian kita terhadap perubahan kemasyarakatan. Perubahan yang selalu harus di jiwai dengan api islam bukan dengan simbol-simbol belaka. Ini juga menyangkut kesiapan kita terhadap pengaruh globalisasi. Apakah generasi kita sudah siap dengan globalisasi yang tidak bisa kita hindari ini. Karena fakta terakir justru banyak dari generasi kita yang menjadi korban; terjerumus pada narkoba, konsumerisme, kegagapan teknologi – gaptek - yang berakibat fatal karena mereka justru salah menggunakan teknologi seperti pada kasus vidio dan gambar terlarang, “uforia kedirian” pemahaman diri yang keliru dan kekeliruan mencontoh sang idola.
Dari dua hal yang sangat merusak mentalitas bangsa kita yaitu narkoba dan pergaulan bebas yang urget untuk kita perhatikan. Indonesia sekarang ini sudah bukan lagi menjadi negara transit narkoba, tetapi negara produsen narkoba. Dalam beberapa tayangan kita ketahui banyak pabrik narkoba yang tidak hanya di kota besar saja bahkan telah beralih ke daerah. Ternyata narkoba telah merambah sampai anak-anak usia sekolah dasar tidak hanya para profesional dan mahasiswa saja. Sebagai moslem yang baik tentunya kita akan selalu memperhatikan diri kita dan anak-anak kita agar tidak terjebak dalam narkoba. Perhatian yang serius terhadap pergaulan remaja sekarang ini sangatlah diperlukan. Bukan berarti kita membatasi ruang kemerdekaannya, tetapi kita memantau dan memberi informasi yang benar agar proses pencarian jatidiri - self recognition -mereka tidak salah arah. Pembahasan-pembahasan perencanan karier, seputar bagaimana hubungan dengan lawan jenis, pacaran yang sehat, dan reproduksi manusia adalah hal yang penting dan tidak tabu lagi agar mereka mempunyai pemahaman yang benar. Hingga mereka tidak terjebak pada pola-pola hubungan tentative yang mementingkan kesenangan sementara, tetapi mereka akan tumbuh sikap kedewasaan dan tangungjawab. Mereka semakin mengerti pentingnya mengenal sesama sebagai upanya menguatkan komitment mereka, toleransi, kesetaraan gender –gender equality, dan akan mencegah pelecehan terhadap perempuan dan anak-anak. Hal diatas sangat penting karena menurut Sony penulis dan ativis kampanye “jangan bugil didepan kamera”. Menurut risetnya pada tahun 2006 lebih dari 500 vidio porno lokal telah diproduksi dan 90% pelakunya adalah pelajar dan mahasiswa bahkan ada yang masih sekolah menengah pertama. Ia manambahkan bahwa ini telah pada tahap komersialisasi dan kriminalitas. Atau kasus yang telah menghebohkan masyarakat dan pemerintah Indamayu mungkin akan terjadi didekat kita juga kalau kita tidak siap-siap mencegahnya. Pemahaman terhadap hal-hal seperti ini sangat diperlukan oleh remaja, agar mereka tahu dampak-akibatnya dan tidak akan terjebak didalamnya. Padahal sebagai moslem hal ini sangat dan telah jelas diungkapkan dalam agama, kita dilarang mendekatinya dan hukuman berat terhadap pelakunya. Namun karena lemahnya pemahaman dan ketidaksiapan terhadap perubahan sosial maka banyak remaja kita yang tejebak “salah” dalam bersikap. Indoktrinasi keagamaan perlu disesuaikan dengan perubahan jaman. Doktrin-doktrin harus diarahkan pada pemahaman rasional terhadap keberagamaan dan sikap kritis terhadapnya. Mereka harus mengenal dan mampu memanfaatkan teknologi untuk kemajuan bangsa ini, berani untuk kritis terhadap diri sendiri atau hal-hal lama yang tidak sesuai dengan kebenaran dan rasionalitas. Jadi keberagamaan ini tidak akan terjebak pada simbol-simbol dan ritual-ritual belaka, tetapi implementative dari apa yang disebut denga jiwa islam, yang oleh Bung Karno, funding father bangsa kita, “kita harus menangkap api islam bukan abunya” dalam buku Dibawah Bendera Revolusi, ia menginginkan umat islam indonesia yang progressive, liberal, maju, toleransi seperti kultur bangsa ini sebagai pengejawantahan islam yang rahmatal lilalamin. Ibadah sosial sebagai bentuk ibadah kita kepada Allah yang menyangkut hubungan dengan sesama manusia merupakan hal yang wajib kita laksanakan. Empati dan kepekaan sosial merupakan esensinya. Dan dikatakan dalam kitab bahwa orang yang lalai dalam solatnya dan orang yang mendustakan agama yaitu orang yang menghardik anak yatim, tidak memberi makan orang miskin, yang enggan menolong dan berbuat riya’. Kita dikatakan mendustakan agama dan solat kita tidak berguna jika kita
mementingkan diri sendiri (riya) tidak peka terhadap perubahan sosial dan empati yang rendah. Perhatian kita terhadap kelangsungan peradaban bangsa ini merupakan ibadah wajib jika tidak kita bisa termasuk orang yang mendustakan agama. Dan sebagai individu kita wajib mempersiapkan diri kita ( belajar sungguh-sungguh, bersemangat dan etos kerja yang tinggi) sebagai bentuk ibadah wajib disamping ibadah ritual. Bentuk ibadah yang terakir yang berkaitan hubungan manusia dengan manusia merupaka hal yang penting. Bagaimana kita menepati janji misalnya, merupakan indikasi kejujuran yang dalam islam hukumnya wajib. Dalam dunia bisnis misalnya kejujuran, pelayanan, inovasi merupakan hal yang menjadi pokok dan wajib, padahal itu merupakan ajaran agama. Bagaimana kita hidup bermasyarakat, bertetangga, dalam sekolah atau yang lainnya. Sikap toleransi, saling menghormati pendapat orang lain, dan tidak mengkafirkan orang yang tidak sepaham atau tidak sealiran dengan kita, sikap tasamuh, saling membantu, kerja keras, hemat, sederhana, selalu belajar, merupakan esensi islam yang harus mewarnai setiap tindakan dan sikap sebagai seorang moslem. Masalah bangsa sekarang ini sebenarnya masih bisa diatasi, bila kita mau mengadakan rekontruksi terhadaap sikap keberagamaan kita. Tinggalkan tradisi-tradisi lama yang sudah usang dan tidak up to date kita bangun pemahaman dan semangat baru yang konstruktive, innovative, inklusive sehingga islam sebagai rahmatal lilalamin ini dapat kita wujudkan dan bangsa ini akan segera bangkit kembali mengejar ketertingalan kita dari bangsa-bangsa yang lain. Budaya korupsi akan segera diberantas habis, pengrusakan alam harus segera dihentikan, dan pendidikan dan penguasaan teknologi syarat mutlak yaang harus diutamakan. Tidak ada terlambat untuk membangun karakter bangsa ini dengan jiwa dan api islam seperti yang diimpikan oleh bung Karno. Dengan pemahaman keislaman yang lengkap maka sikap kita akan mencerminkan keislaman – kemusliman- yang sesungguhnya dan kita semoga tidak termasuk orang yang mendustakan agama. Dengan pemahaman agama yang benar kita tidak terjebak pada simbol-simbol keislaman yang tampaknya suci luarnya tetapi kering spiritualitasnya. Pada ramadhan ini semoga kita semakin mendapat petunjuk, dipertemukan dengan kebenaran, dan semakin paham dengan keislaman, kita serta kita mendapat berkah dan ampunan di bula suci yang penuh rahmat dan diskon ini. Wallahu a’lam bissowaf. *redaksi moksa