1. DIARE AKUT Anak dengan diare Anamnesis Riwayat pemberian makan anak sangat penting dalam melakukan tatalaksana anak dengan diare. Tanyakan juga hal-hal berikut: Diare - frekuensi buang air besar (BAB) anak - lamanya diare terjadi (berapa hari) - apakah ada darah dalam tinja - apakah ada muntah
Laporan setempat mengenai Kejadian Luar Biasa (KLB) kolera Pengobatan antibiotik yang baru diminum anak atau pengobatan lainnya Gejala invaginasi (tangisan keras dan kepucatan pada bayi). Pemeriksaan Fisik
Cari: Tanda-tanda dehidrasi ringan atau dehidrasi berat: - rewel atau gelisah - letargis/kesadaran berkurang - mata cekung - cubitan kulit perut kembalinya lambat atau sangat lambat - haus/minum dengan lahap, atau malas minum atau tidak bisa minum. Darah dalam tinja
Tanda invaginasi (massa intra-abdominal, tinja hanya lendir dan darah)
2. INTOLERANSI LAKTOSA Intoleransi laktosa adalah gangguan penyerapan laktosa yang disebabkan oleh karena defisiensi enzim laktosa dalam brush border usus halus. G. klinis : Laktosa yang tidak tercerna akan menumpuk di usus besar dan terfermentasi, menyebabkan gangguan pada usus seperti nyeri perut, keram, kembung dan bergas, serta diare, sekitar setengah jam sampai dua jam setelah mengkonsumsi produk laktosa. Gejala-gejala ini kadang-kadang disalahartikan sebagai gangguan saluran pencernaan. Beberapa bayi prematur mengalami intoleransi laktosa sementara karena memang ususnya belum mampu memproduksi laktase. Setelah bayi mulai membuat laktase, kondisi biasanya hilang. Pada bayi-bayi kecil, awitan penyakit ini biasanya terjadi secara akut dan ditandai dengan muntahmuntah serta diare seperti air. Baik pada bawaan maupun pada yang didapat penderita menunjukkan gejala yang sama, ditemukan diare yang sangat sering, cair, bulky, dan berbau asam, meteorismus, flatulens dan kolik abdomen. Akibat gejala tersebut pertumbuhan anak akan terlambat bahkan tidak jarang terjadi malnutrisi. Pemeriksaan : Pemeriksaan laboratorium: 1. Pengukuran pH tinja (pH < 6)
2. Penentuan kadar gula dalam tinja dengan tablet “Clinitest” Normal tidak terdapat gula dalam tinja.
3. Laktosa loading (tolerance) test Setelah pasien dipuasakan selama semalam diberi minum laktosa 2 g/kgBB. Dilakukan pengukuran kadar gula darah sebelum diberikan dan setiap 1/2 jam kemudian sehingga 2 jam lamanya. Positif jika didapatkan grafik yang mendatar selama 2 jam atau kenaikan kadar gula darah kurang dari 25 mg%. 4. Barium meal lactose Setelah penderita dipuasakan semalam, kemudian diberi minum larutan barium laktosa. Positif bila larutan barium lactose terlalu cepat keluar (1 jam) dan berarti sedikit yang diabsorbsi. 5. Biopsi Biopsi mukosa usus halus dan ditentukan kadar enzim laktose dalam mukosa tersebut. TERAPI : Diberikan susu rendah laktosa (LLM, Almiron, eiwit melk) atau Free lactose milk formula (sobee, Al 110) selama 2-3 bulan kemudian diganti kembali ke susu formula yang biasa. Pada intoleransi laktosa sementara, sebaiknya diberikan susu rendah laktosa selama 1 bulan sedangkan pada penderita dengan intoleransi laktose primer (jarang di Indonesia) diberikan susu bebas laktosa. Respon klinis terhadap pemberian diet bebas laktosa merupakan suatu alternatif untuk pemeriksaan tinja atau uji diagnostik spesifik. Pembatasan laktosa seharusnya menghasilkan penyembuhan cepat diarenya dalam 2-3 hari, jika ada defisiensi laktase. Harus bisa membedakan intoleransi laktosa dengan keadaan sensitif terhadap protein, gastroenteritis akut tidak memicu sensitivitas susu. Cukup beralasan bila susu sapi diganti dengan susu formula susu kedelai jika dicurigai intoleransi laktosa karena formula susu kedelai mengandung tepung rantai pendek atau sukrosa sebagai sumber gulanya. 3. DISENTRI A. BASILER G. klinis : Gejala yang timbul bervariasi; deveksi sedikit-sedikit dan dapat terus-menerus, sakit perut dengan rasa kolik, muntah-muntah, sakit kepala. Sifat kotoran mulanya sedikit sampai isi usus terkuras habis, selanjutnya pada keadaan ringan masih dapat mengeluarkan cairan, sedangkan keadaan berat tinja berlendir dan berwarna kemerahan, atau lendir yang bening dan berdarah, bersifat basa. Secara mikroskopik didapatkan sel-sel nanah, sel-sel darah putih/merah, sel makrofag yang besar, kadang-kadang dijumpai Entamoebae coli.
Pemeriksaan : Disentri basiler •keluhan nyeri abdomen bawah, dan diare •Pemeriksaan mikroskopik tinja menunjukkan adanya eritrosit dan leukosit PMN. •Untuk memastikan diagnosis dilakukan kultur dari bahan tinja segar atau hapus rektal. •Endoskopi : mukosa hemoragik yang terlepas dan ulserasi. Kadang tertutup eksudat. Sebagian besar lesi terdapat di bagian distal kolon dan secara progresif berkurang di segmen proksimal kolon •Px. Enzim immunoassay : mendeteksi toksik di tinja. Disentri amoba •Pemeriksaan tinja : tidak banyak mengandung leukosit tetapi banyak mengandung bakteri. •Diagnosis pasti baru dapat ditegakkan bila ditemukan amoeba (trofozoit). •Tinja berbau busuk, bercampur darah dan lendir. Pemeriksaan sigmoidoskopi dan kolonoskopi •didapatkan ulkus yang khas dengan tepi menonjol, tertutup eksudat kekuningan, mukosa usus antara ulkus-ulkus tampak normal - Foto rontgen kolon •pada kasus amoebiasis kronis, tampak ulkus disertai spasme otot. Pada ameboma nampak filling defect yang mirip karsinoma