Iop

  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Iop as PDF for free.

More details

  • Words: 5,804
  • Pages: 37
BAB I PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Berbicara mengenai pemerintahan rasanya tidak lengkap jika tidak berbicara soal politik, dan berbicara politik akan erat kaitannya dengan kekuasaan. Bagaimana pemerintahan dapat dikatakan baik? Banyak orang memiliki penafsiran berbeda tentang bagaimana pemerintahan yang baik. Yang pasti pengertian tentang sebuah pemerintahan yang baik pastinya akan dipengaruhi oleh siapa-siapa saja aktor yang ada di dalamnya, juga posisi tawar masing-masing element yang ada di sekelilingnya. Mahasiswa sebagai salah satu element dalam kajian studi mata kuliah kekuatan-kekuatan politik di Indonesia bukanlah suatu hal yang tidak beralasan, karena mahasiswa adalah predikat yang amat “eksklusif”. Disebut eklsusif karena mahasiswa adalah sosok yang istimewa dipandang dari sudut apapun dan dari manapun serta mempunya cerita yang istimewa dari masa ke masa, baik di Negara maju maupun di Negara berkembang begitu juga halnya dengan mahasiswa di Indonesia. seperti halnya dalam buku yang berjudul Mahasiswa dan Gerakan Sosial karya Drs. Andik Matulessy, M.Si menjabarkan bahwasanya pemahaman mengaenai mahasiswa terdiri dari 2 pengertian yang saling komplementer, pertama, predikat “maha” yang berarti “besar” menempatkan mahasiswa pada posisi atau status social

1

yang tinggi, dalam arti memiliki kapasitas mental-sosial yang patut dibanggakan, yakni idealisme yang tinggi, kejujuran, keterbukaan, kreativitas, menolong yang lemah, berani dan berbagai predikat lain yang sulit dicapai oleh golongan yang lain; kedua, mahasiswa dianggap memiliki kapasitas kecerdasan/intelektual yang melebihi kelompok yang lain, yang ditunjukkan dengan kemampuannya untuk menganalisis persoalan, memecahkan persoalan penting dalam kehidupan sosialnya, melakukan kajian pada persoalan yang up-to date, mendalami ilmu, tampil dalam mimbar ilmiah, perdebatan akademik, dan sebagainya. Aktualisasi dari kedua fungsi tersebut ditampilkan dalam berbagai kegiatan, baik yang bernuansakan ilmiah-akademik, religius, hura-hura, lomba karya ilmiah, penyaluran hobby sampai dengan memunculkan dalam bentuk sebuah gerakan sosial atau lebih dikenal dengan unjuk rasa ataupun demo. Di Indonesia sendiri mahasiswa mempunyai peranan penting dalam mengubah sejarah kebangsaan dan perjalanan demokrasi. Catat saja bagaimana peranan mahasiswa mampu merubah wajah perpolitikan saat ini yaitu dengan Gerakan reformasinya. Jauh beberapa tahun kebelakang kita mengenal angkatan gerakan kemahsiswaan dengan segala momentum sejarah kebangsaan di tanah air. Setidaknya telah ada dua buah pergerakan besar mahasiswa yang telah mewarnai sejarah indonesia, yaitu pada tahun 1966 yang akhirnya berhasil menggulingkan pemerintahan Orde Lama sekaligus membidani lahirnya Orde Baru. Dikenal dengan istilah angkatan 66, gerakan ini awal kebangkitan gerakan mahasiswa secara nasional, dimana sebelumnya gerakan-gerakan mahasiswa masih bersifat

2

kedaerahan. Tokoh-tokoh mahasiswa saat itu adalah mereka yang sekarang berada pada lingkar kekuasaan dan pernah pada lingkar kekuasaan, siapa yang tak kenal dengan Akbar Tanjung dan Cosmas Batubara. Apalagi Sebut saja Akbar Tanjung yang pernah menjabat sebagai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat periode tahun 19992004. Angkatan 66 mengangkat isu Komunis sebagai bahaya laten Negara. Gerakan ini berhasil membangun kepercayaan masyarakat bahwasannya Komunis adalah musuh yang wajib diperangi bersama. Ditambah terjadinya perisistiwa Gerakan 30 september (G 30/S) yang mengakibatkan terbunuhnya 7 Jenderal Angkatan Darat semakin memperkuat kepercayaan masyarakat untuk mendukung mahasiswa menentang Komunis yang ditukangi oleh PKI (Partai Komunis Indonesia). Eksekutif pun

beralih

dan

berpihak

kepada

rakayat,

yaitu

dengan

dikeluarkannya

SUPERSEMAR (surat perintah sebelas maret) dari Presiden Sukarno kepada penerima mandat Mayor Jenderal Suharto. Peralihan ini menandai berakhirnya Orde Lama dan berpindah kepada Orde Baru. Angkatan 66 pun mendapat hadiah yaitu dengan banyaknya aktivis 66 yang duduk dalam kabibet pemerintahan Orde Baru. Kemudian tahun 1998 yang membuahkan kejatuhan rezim Orde Baru dan membukaaan gerbang era Reformasi yang diharapkan dapat menciptakan suatu tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih demokratis. Gerakan mahasiswa era sembilan puluhan mencapai puncak dengan tumbangnya Orde Baru dengan ditandai lengsernya Soeharto dari kursi kepresidenan, tepatnya pada tanggal 12 mei 1998. di diawali dengan terjadi krisis moneter di pertengahan tahun 1997. harga-harga kebutuhan melambung tinggi, daya beli masyarakat pun berkurang.

3

Mahasiswa pun mulai gerah dengan penguasa Orde Baru, tuntutan mundurnya Presiden Soeharto menjadi agenda nasional gerakan mahasiswa. Ibarat gayung bersambut, gerakan mahasiswa dengan agenda Reformasi nya mendapat simpati dan dukungan yang luar biasa dari rakyat. Mahasiswa kembali menjadi tumpuan rakyat dalam mengubah kondisi yang ada, kondisi dimana rakyat sudah bosan dengan pemerintahan yang terlalu lama 32 tahun, politisi diluar kekuasaan pun menjadi tumpul karena terlalu kuatnya lingkar kekuasaan, dan dikenal dengan sebutan jalur ABG (ABRI, Birokrat, dan Golkar). Simbol Rumah Rakyat yaitu Gedung DPR/MPR menjadi tujuan utama mahasiswa dari berbagai kota di Indonesia, seluruh komponen mahasiswa dengan berbagai atribut almamater dan kelompok semuanya tumpah ruah di Gedung Dewan ini, tercatat FKSMJ (Forum Komunikasi Senat Mahasiswa Jakarta), FORBES (Forum Bersama), KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) dan FORKOT (Forum Kota). Sungguh aneh dan luar biasa, elemen mahasiswa yang berbeda paham dan aliran dapat bersatu dengan satu tujuan : Turunkan Soeharto, yang dikemudian hari terealisir pada tanggal 12 mei 1998. Meskipun demikian Gerakan Mahasiswa tahun 1998 seolah seperti terputus dan mati begitu saja sehingga tidak ada perubahan yang signifikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara reformasi total belum tuntas dan aktivis angkatan 98 sudah melepas statusnya sebagai mahasiswa, serta mereka sudah tidak seidealis lagi ketika waktu masih menjadi mahasiswa di dalam menyikapi persolan bangsa, mereka sekarang sudah terjun kedalam dunia politik praktis dan tersebar di banyak partai pemilu 2004.

4

Dulu mereka menggugat Orde Baru, tapi sekarang duduk dan bergabung dalam lingkaran Orde Baru Jika diperbandingkan antara gerakan Mahasiswa tahun 1966 dengan gerakan Mahasiswa 1998 memiliki dasar kesamaan yaitu sebagai motor penggerak pembaharuan yang sama-sama bergerak atas kepedulian dan keberpihakan terhadap rakyat. Adapun perbandingan lainnya bisa dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 1. pergerakan mahasiswa di Indonesia

Visi

1966 1974 1978 1989 1998 2001 Nilai-nilai: Nilai-nilai: Nilai-nilai: Nilai-nilai: Nilai-nilai: Nilai-nilai: keadilan

keadilan

keadilan

keadilan

keadilan

keadilan

sosial,

sosial,

sosial,

sosial,

sosial,

sosial,

kebebasan, kebebasan, kebebasan, kebebasan, kebebasan, kebebasan, kemanusiaa kemanusiaa kemanusiaa kemanusiaa kemanusiaa kemanusiaa n,

n, demokrasin,

n,

n,

n,

demokrasi dan

demokrasi demokrasi demokrasi demokrasi

dan

dan

solidaritas

dan

dan

dan

solidaritas kepada

solidaritas solidaritas solidaritas solidaritas

kepada

rakyat

kepada

kepada

kepada

kepada

rakyat

tertindas

rakyat

rakyat

rakyat

rakyat

Strategi

tertindas Pimpinan

tertindas Pimpinan

tertindas Pimpinan

tertindas Pimpinan

tertindas Sasaran Pimpinan

5

Strategis Nasional

PembangunaNasional

Nasional

Nasional

Nasional

n

dan

dan

dan

perubahan perubahan perubahan struktural Jaringan

struktural Jaringan

Dewan

si

Mahasiswa Mahasiswa Solidaritas Mahasiswa Mahasiswa

Kurikuler

Dewan

struktural Komite

Organisa Ekstra

(KAMI dan

Mahasiswa, formal dan formal dan

Ormas

buruh, tani, non formal non formal

Pemuda)

dan kelas

(Forkot,

(BEM,

menengah FKSMJ dll) Forkot, FPPI, KAMMI Aliansi

Angkatan

strategis Darat

dll) Intelektual Intelektual Buruh, tani, Intelektual Intelektual politisi

politisi

intelektual, politisi

politisi

oposisi

oposisi

kelas

oposisi,

oposisi,

menengah kaum

kaum

miskin kota, miskin kota, kelas

kelas

menengah menengah, dan

profesional,

profesional buruh dan

6

Kondisi

Friksi tajam Friksi tajam Friksi

Friksi

tani Friksi tajam Friksi tajam

Politik

Soekarno, Jend.

politik

Soeharo

(Birokras AD dan PKISoemitro

politik

relatif kecil relatif kecil versus 14

i dan

dan Aspri

menteri,

Militer)

Soeharto

Jend.

Eksekutif Versus Legislatif Friksi

Wiranto "kecil" Versus Gusdur Letjen. Versus Prabowo. S. Megawati Versus Angkatan Kondisi

Inflasi

Ekonomi 600%

Darat Pertumbuha Pertumbuha Pertumbuha Depresiasi Depresiasi n relatif

n relatif

n rata-rata 708% dan sektoral

tinggi

tinggi

7%

Inflasi

165% dan

82,4%

Inflasi 9,4%

Pertumbuha Pertumbuha Korban

Mahasiswa Mhs luka-

n – 14% n 4-5% Mhs luka- Mhs luka- Mahasiswa Mhs luka-

5-7

luka

luka,

meninggal, sejumlah

luka

12 orag

luka, ribuan

meninggal, rakyat

7

rakyat

rakyat

ratusan

meninggal

sekitar satu meninggal

luka, 1500 karena

juta orang

rakyat

kerusuhan

meninggal SARA Penahanan Penahanan Penahanan Penahanan Belum ada

Aktivis

Tidak ada

dan

penahanan rata-rata 1-2 rata-rata 1 rata-rata 3-8 harian dan penahanan

Pemimpi dan n

tahun

tahun

pemecatan

tahun dan

denda

pemecatan

Mahasisw a Hasil

Soekarno

Soeharto

Soeharto

Soeharto

Soeharto

digulingkan tetap

tetap

tetap

dan Habibie

, PKI

berkuasa,

berkuasa,

berkuasa,

digulingkan

dibubarkan perbaikan

tidak ada

tidak ada

, agenda

kebijakan

perubahan perubahan reformasi

ekonomi

kebijakan

kebijakan

signifikan

signifikan

macet total

Perbedaan paling signifikan yang dirasakan ketika membandingkan gerakan mahasiswa tahun 1966 dengan gerakan mahasiswa tahun 1998 adalah, bahwa agenda reformasi yang madek tidak membuahkan suatu perubahan yang berarti karena mahasiswa 98 masih belum bisa merubah lewat dalam sistem seperti halnya mahasiswa angkatan 66 yang berhasil menempati beberapa pos-pos kabinet paska

8

gerakan sehingga fungsi idealis mahasiswa sebagai agent of change benar-benar bisa dirasa. Namun yang menjadi menarik justru paska pergerakan 98, mahasiswa terkesan sebagai masa bayaran yang patut dipertanyakan idealismenya

I.2. Perumusan Masalah Dari latar belakang di atas maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: •

bagaimanakah perbandingan gerakan mahasiswa tahun 1966 dengan gerakan mahasiswa tahun 1998 dengan mengacu pada hasil yang dicapai paska gerakan



bagaimana para aktifis dari tiap-tiap angkatan tersebut memandang dua gerkan besar tersebut dan gerkan mahasiswa kedepan.

I.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk memperbandingkan dua gerakan besar di Indonesia yaitu tahun 1966 dan 1998, juga untuk mengetahui aspek-aspek yang mempengaruhi gerakan tersebut mengacu pada hasil gerakan, serta mengetahui cara pandang aktifis-aktifis pada angkatan tersebut mengenai gerakan mahasiswa di Indonesia.

I.4. Manfaat Penelitian

9

a. Manfaat teoritis Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi wacana bagi perkembangan Ilmu Politik khususnya mengenai gerakan mahasiswa sebagai salah satu kekuatan politik di Indonesia. b. Manfaat Praktis Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi perluasan wacana mahasiswa tentang pergerakan serta menjadi informasi penting bagi penelitian lain yang serupa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Landasan Teoritik Teori merupakan serangkaian asumsi, konsep, data, definisi dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena social secara sistematis dengan cara merumuskan

10

menghubungkan antar konsep. Penelitian ini mengkaji sudi mengenai peranan pemuda dalam pembangunan Indonesia

II.2 Gerakan Sosial Studi tentang gerakan sosial banyak bersangkutpaut dengan disiplin sosiologi politik dan psikologi sosial, baik dari ulasan makro maupun mikro. Kaitan erat fenomena gerakan sosial dengan psikologi sosial nampak pertma kali dari publikasi Charles Makay yang berjudul Extraordinary Popular Delusions & The Madness of Crowds tahun 1841; kemudian karya Gustav Le Bon yang berjudul The Crowd, publikasi Le Bon ini membawa pengaruh besar meningkatkan perkembangan penelitian tentang perilaku kolektif, seperti Robert Park seorang Amerika yang studi di Jerman yang menulis disertai tentang perilaku individu dalam kerumunan tahun 1904; selanjutnya Park dan Ernest Burgess mengulas contagion theory dalam buku introduction to the Science of Sociology tahun 1921; Ralph Turner dan Lewis Killian yang memperkenalkan teori Emergent Norm Perspective dalam bukunya Collective Behaviour tahun 1957; Neil Smelser dengan teori The Value-Added dalam buku Theory of Collective Behavior tahun 1962; Clarck McPhail dengan teori SBI (symbolic interactionist/ behaviorist) atau Sociocybernetic yang menekankan bahwa perilaku kolektif adalah bentuk dari perilaku kelompok; Floyd Allport dengan teori Konvergen mengulas perilaku kolektif dalam buku Social Psychology tahun 1924; Neil Miller dan John Dollar dalam buku Social Learning and Imitation tahun 1941; pendekatan individual terhadap perilaku kolektif dimunculkan tahun 1988 oleh

11

Michaek Hogg dan Dominic Abrams dalam bukunya Social Identification : A Social Psychology of Intergroup Relations and Group Processes; William Kornhauser dengan teori Mass Society dalam buku The Politics of Mass Society tahun 1959 menyatakan bahwa gerakan sosial (social movement) sifatnya personal daripada politis, karena terkait dengan keinginan terbebas dari masalah perasaan terkekang/ terisolasi; Stoufer dengan teori deprivasi relatif tahun 1949 yang kemudian dikembangkan oleh Denton Morrison tahun 1971 dalam buku Some Notes toward Theory on Relative Deprivation, Social Movements and Social Change; Meyer Zald dan Roberta Ash dalam bukunya Social Movement Organizations memunculkan teori Resource Mobilization; serta Douglas Mc Adam dengan teori Political Process dalam buku terbitan tahun 1982 dengan judul Political Process and the Development of Black Insurgency 1930-1970. Di samping itu, menurut Cook et.al. (1995) banyak publikasi dari psikolog yang mengulas perilaku kolektif dan gerakan social dari sudut psikologi social, antara lain : Freud dengan bukunya Group Psychology & the Analysis of the Ego, yang terbit tahun 1921; Dollartd et.al. dengan bukunya Frustration and Aggression yang terbit tahun 1939; Adorno et.al. dengan buku The Authoritarian Personality yang terbit tahun 1950. Lebih jauh lagi Di Renzo (1990) dalam bukunya Human Social Behavior mengugkapkan berbagai jenis dari perilaku kolektif, antara lain: crowds, panic behavior, mass hysteria, behavior in desasters, rumor, publics, publics opinion, mass behavior, dan social movement. Sedangkan Locher (2002) dalam bukunya Collective

12

Behavior membedakan perilaku kolektif sebagai berikut: mass suicides, mob violence, riots, crazes, panics, fads, rumors, physical hysterias, millenarian groups, sightings, miracles dan social movements. Menurut John Lofland (2003) perilaku kolektif mencakup 4 jenis yang berbeda, yakni kerumunan (crowd), masa (mass), publik, dan gerakan sosial (social movement). Gerakan sosial dianggap memiliki keistimewaan dibanding perilaku kolektif yang lain, utamanya tentang pengorganisasian kelompok yang tidak kelihatan pada jenis perilaku kolektif yang lain. Pada dasarnya gerakan sosial mencakup beberapa konsep, yakni; orientasi tujuan pada perubahan (change-oriented goals), ada tingkatan tertentu dalam suatu organisasi (some degree of organization), tingkatan kontiunitas aktivitas yang sifatnya temporal, (some degree of temporal continuity); serta aksi kolektif di luar lembaga (aksi ke jalan) dan di dalam lembaga (lobi politik) (some extrainstitutional and institutional) (Cook et.al., 1995). Dari berbagai konsep di atas nampak sekali bahwa gerakan sosial mencakup pula adanya suatu organisasi tertentu yang lebih kompleks dan bertahan lama dibanding perilaku kolektif lain misalnya crowd. Sementara itu Locher (2002), menekankan bahwa gerakan sosial (social movement) memiliki karakteristik yang berbeda dengan perilaku kolektif yang lain, yakni: (1). Organized, perilaku para aktivis/ partisipan dalam gerakan sosial memiliki strategi tertentu, ada pemimpin yang membuat tugas-tugas tertentu pada anggotanya, ada kesadaran untuk mengarah pada sebuah tujuan ternentu; (2). Deliberate, artinya aktivis gerakan ada kesenjangan untuk ikut serta dalam gerakan sosial, dalam upaya

13

mencari publisitas maka sedikit banyaknya orang yang ikut serta akan sangat berperan, ada perencanaan yang disengaja untuk membesarkan bargaining power gerakan: (3). Enduring, artinya sebuah gerakan sosial bisa berjangka waktu lama bahkan ada yang dalam hitungan tahunan, seperti Green Peace, tergantung pada tujuan yang hendak dicapai dalam sebuah gerakan sosial. Lebih jelasnya dapat dilihat dari berbagai definisi dan pengertian dari gerakan sosial. Gerakan sosial dapat didefinisikan sebagai gerakan suatu organisasi atau sekelompok organisasi yang bermaksud mengadakan perubahan terhadap struktur sosial yang sudah ada sebelumnya (Orum, 1974; Stallings, 1973; Wiggins et.al., 1994; Cook et.al., 1995; Allen et.al., 1980). Sementara itu DiRenzo (1990) mendefinisikan gerakan sosial sebagai perilaku dari sebagian anggota masyarakat untuk mengoreksi kondisi yang hanya menimbulkan problem atau tidak menentu, serta memunculkan kehidupan baru yang lebih baik. DI sisi lain, Toch (dalam Kuppuswamy, 1979) mendefinisikan gerakan sosial sebagai suatu usaha sejumlah individu yang secara kolektif bertujuan untuk menyelesaikan problem yang muncul dalam suatu masyarakat. Searah dengan hal itu Blumer (dalam Allan et.al., 1980) mendefinisikan gerakan sosial sebagai kegiatan kolektif untuk memunculkan kehidupan baru. Sedangkan Gusfield (dalam Allen et.al., 1980) mengartikan gerakan sosial sebagai aktifitas dan kepercayaan masyarakat akan harapan adanya perubahan beberapa aspek dari kondisi sosial. Gerakan sosial yang dimaksudkan, berbeda dengan perilaku kolektif yang lain seperti crowd, karena gerakan sosial lebih terstruktur, mempunyai tujuan lebih jelas, serta mampu bertahan

14

lama sebagai fenomena sosial (DiRenzo, 1990; Wiggins et.al., 1994; Cook et.al., 1995). Sementara itu Zurcher & Snow (dalam Michener dan Delamater, 1999), mendefinisikan gerakan sosial sebagai aktivitas kolektif yang mengekspresikan tingkat kepedulian yang tinggi tentang beberapa isu tertentu. Kepedulian tersebut bisa dalam bentuk petisi, menyisihkan waktu dan uang, menceritakan pada keluarga atau teman, berpartisipasi dalam pawai atau demo, mengungkapkan ketidakpatuhan atau mengkampanyekan dukungan pada kandidat tertentu.

Secara lebih luas dapat dikatakan bahwa gerakan sosial mencakup dua istilah pokok, yakni: aksi dan kolektif. Aksi yang dilakukan bisa dibedakan menjadi 4 jenis (Wiggins et.al., 1994), yaitu: aksi sipil (Civil Actions), aksi protes (Protest Actions), aksi menghalang-halangi (Obstruction Actions), serta aksi kekerasan (Violent Actions) Sedangkan perilaku kolektif yang mengidikasikan bahwa aksi tersebut dilakukan oleh lebih dari satu orang, dibedakan menjadi 3 hal (Wiggins et.al., 1994): 1. Organisasi (Organizations): suatu gerakan sosial bisa berupa organisasi tunggal atau jaringan dari beberapa organisasi. Organisasi yang mempunyai tujuan utama mengadakan perubahan sosial ini disebut dengan organisasi gerakan sosial (Social Movement Organizations/ SMOs).

15

2. Kelompok dengan ciri-ciri tertentu (Identity Groups): gerakan sosial lebih didasarkan pada kategori yang sama/ sejenis, misalnya gerakan wanita/ feminist, homoseksual, kulit putih, kulit hitam, mahasiswa, atau pekerja. 3. Crowd: merupakan gerakan sosial dari beberapa orang yang berkumpul bersama pada suatu waktu yang terbatas untuk mempertanyakan / memprotes suatu topik tertentu. Perilaku individu yang berada dalam bentuk crowd ini sulit untuk diarahkan atau dikontrol.

Secara lebih rinci ada cara lain untuk mengklasifikasikan gerakan sosial, yakni berdasarkan tujuan atau cara tertentu yang digunakan, ada 4 tipe dari gerakan sosial (DiRenzo, 1990): 1. Gerakan Perubahan (Reform Movements): Gerakan perubahan dipusatkan pada perubahan bentuk tertentu dari masyarakat. Tujuan gerakan ini terbatas, yakni mengkoreksi ketidakadilan yang ada di masyarakat. Gerakan perubahan cenderung bekerja pada suatu sistem daripada melawan sistem. Contoh dari gerakan ini antara lain: Gerakan Sadar Lingkungan, Kelompok Gay, dan Feminis. 2. Gerakan Revolusioner (Revolutionairy Movement): Gerakan Revolusioner cenderung sebagai gerakan yang ingin mengadakan perubahan secara radikal pada nilai sosial, institusi, dan kegiatan. Gerakan revolusioner ini cenderung menggunakan kekerasan untuk mendapatkan suatu yang diinginkan. Banyak negara yang muncul akibat adanya gerakan ini,

16

antara lain: Perancis, Amerika Serikat, dan Uni Soviet. Berbagai contoh gerakan ini antara lain: Revolusi Cina Komunis untuk membentuk negara RRC tahun 1949; Revolusi Kuba tanggal 26 Juli 1950 oleh Fidel Castro untuk menumbangkan rejim Fulgencio Battista; Revolusi menggulingkan Shah Iran Reza Pahlevi oleh Ayatollah Khomeinin tahun 1979; dan revolusi yang terjadi di Nicaragua tahun 1980 yang dilakukan oleh Gerakan Nasional Sandinista untuk menjatuhkan kepemimpinan diktatorial Anastasio Somoza. 3. Gerakan Reaksioner Tujuan gerakan reaksioner adalah menghalangi perubahan yang akan terjadi atau mencegah perubahan yang berasal dari tempat lain. Gerakan ini kebanyakan muncul pada waktu perubahan sosial yang radikal terjadi. Selama itu banyak individu yang mengalami perasaan tidak menentu. Akibatnya mereka memelihara status quo atau kembali pada cara / jalan sebelumnya. Contoh gerakan ini adalah Klu Klux Klan yang tidak menginginkan hak sama antara kulit hitan dan putih; kampanye melawan Equal Right Amendment yang diperjuangkan kaum feminis; gerakan Life to Life yang ingin mencabut legalisasi aborsi; gerakan Moral Majority yang berjuang untuk kembali pada ajaran agama Kristen yang fundamental; serta gerakan anti nuklir (Green Peace). 4. Gerakan Ekspresif Gerakan ekspresif ini lebih ditunjukan pada individu daripada masyarakat. Berbeda dengan gerakan sosial lainnya, gerakan ekspresif ini berorientasi

17

pada perubahan psikologis. Gerakan ini mencari puas secara emosional dan kesejahteraan masyarakat yang mengarah pada pengembangan identitas atau gaya hidup yang baru. Individu yang bergabung dalam gerakan ini berharap menemukan jalan yang efektif sebagai kompensasi perasaan frustasi yang diakibatkan kondisi sosial yang menindas. Individu merubah hubungan atau reaksi pada masyarakat dengan mengadopsi filosofi kehidupan yang baru atau merevisi sistem kepercayaan dan nilai-nilai hidupnya. Contoh dari gerakan ini antara lain: gerakan Kebebasan Gay (Gay Liberation Movement) dan Gerakan Kebebasan Wanita (Women’s Liberation Movement).

Sementara itu Locher (2002) mengungkapkan berbagai jenis dari gerakan sosial, antara lain: 1. Alternative Social Movements Gerakan sosial ini menginginkan membuat perubahan pemikiran perilaku pada sekelompok orang pada masalah tertentu. Gerakan ini tidak mengancam pada stabilitas pada struktur sosial tertentu, namun hanya mengadakan perubahan pada masyarakat tertentu dengan cara-cara tertentu pula. Sebagai contoh DARE (Drug Abuse Resistance Education) Program dan SADA (Students Against Drugs and Alcohol) yang sasarannya mengarahkan kalangan muda Amerika untuk menjauhi narkoba. 2. Redemptive Social Movements

18

Gerakan ini menginginkan adanya perubahan yang lebih dramatis tetapi hanya dalam kehidupan dari kelompok tertentu. Tujuan dari gerakan ini adalah mengadakan perubahan / transformasi yang kelompok tertentu. Jadi targetnya pada kelompok yang spesifik dan terbatas. Contohnya adalah gerakan dari sekte tertentu yang bertujuan memberikan keselamatan tapi hanya kepada mereka yang masuk dalam kelompoknya. 3. Reformative Social Movements Gerakan ini menginginkan adanya perubahan pada komunitas atau masyarakat tetapi dengan cara-cara terbatas. Tujuan dari gerakan ini adalah merubah sikap masyarakat tentang topik atau pandangan tertentu. Gerakan reformasi sosial ini tidak ingin melawan atau mengganti pemerintahan, tapi ingin pemerintah merubah hal-hal tertentu yang tidak sesuai. Gerakan ini bisa bersifat progresif atau reaksioner. 4. Revolutionary Social Movements Gerakan ini menginginkan adanya perlawanan yang total terhadap pranata sosial sebelumnya dan mengganti dengan sistem yang baru. Tujuan gerakan adalah mengadakan perubahan total di masyarakat. Gerakan ini ingin melawan pemerintahan dan menggantinya dengan pemimpin yang baru. Biasanya akan muncul dinasti atau pemerintahan dengan paham baru ayng sangat berbeda sekali dengan pemerintahan/ kekuasaan sebelumnya.

19

Ryan (dalam DIRenzo, 1990) mengidentifikasikan 4 tingkatan dari gerakan sosial. Formulasi secara sederhana merupakan bentuk ideal untuk membantu menunjukkan dinamika dan proses dari gerakan sosial. Empat tingkatan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Incipient Stage: Pada situasi gerakan sosial haruslah ada tipe dari tekanan struktur atau sosial yang tidak memuaskan dialami oleh individu. Kondisi yang tidak menyenangkan dan tidak teraihnya kebutuhan bisa disebabkan oleh persoalan khusus, misalnya diskriminasi atau pengangguran. Kondisi ini mengarah pada situasi tidak nyaman (malaise), mengembangkan alienasi, masa menjadi gelisah dan mulai muncul keresahan. Hal inilah yang menjadi karakteristik yang khas yang memungkinkan munculnya atau kesiapan untuk melakukan gerakan sosial. 2. Popular Stage: Pada tingkatan selanjutnya berkembang sejumlah orang untuk saling mengenal dan membagi perasaan antara satu dengan yang lain. Identifikasi dengan gerakan akan meningkatkan secara cepat bila ondisi yang tidak menyenangkan

bertambah.

Pimpinan

atau

agitator

menjadi

pemicu

dramatisasi situasi dan meningkatkan jumlah pengikut gerakan. Aktifitas utama pada fase ini mencakup klarifikasi persoalan dan tujuan, serta memelihara aktifitas yang berbeda dari para anggota dengan memusatkan pada tujuan gerakan.

20

3. Organizational Stage: Pada fasi ini terjadi klarifikasi tujuan dan mobilisasi aksi. Kelompok formal dan organisasi yang lebih kompleks akan muncul. Selama periode ini muncul perilaku yang terstruktur, yakni: peran kepemimpinan teridentifikasikan secara

jelas;

pemimpin

formal

muncul;

tugas-tugas

dikembangkan;

kebijaksanaan khusus dan program kegiatan dibuat; tujuan terbentuk; dan strategi peningkatan mulai dilaksanakan. Akhirnya faksi/ golongan akan berkembang, tergantung pada ukuran gerakan, dasar perbedaan opini tentang persoalan dan metode resolusi. 4. Institutional Stage: Fase terakhir ini akan muncul bila gerakan yang penuh kesuksesan diintegrasikan dalam sejumlah struktur sosial dari masyarakat. Suatu saat situasi dikembangkan, sehingga gerakan sosial tidak lama lagi menjadi fenomena perilaku kolektif. Organisasi ini menjadi bagian dari organisasi sosial yang permanen dan lembaga yang terstruktur dari suatu masyarakat. Akhirnya muncullah lembaga tertentu yang mempunyai tendensi untuk ekspansi dan abadi. Kebanyakan gerakan sosial tidak sampai pada fase ini.

Untuk lebih jelasnya fase-fase tersebut di atas bisa menjelaskan dinamika munculnya gerakan mahasiswa sebagai berikut:

21

1. Pada awalnya sekelompok mahasiswa yang peduli akan perubahan kondisi sosial ke arah yang lebih baik, berkumpul untuk melakukan suatu gerakan memunculkan suatu isu sosial yang sedang hangat. 2. Kemudian dipilihlah seorang Koordinator Umum (kordum), yang bertugas untuk mengkookdinasikan seluruh kegiatan gerakan. Kordum dibantu oleh Sekretaris, Bendaharam Humas, dan Koordinator Lapangan (Korlap). Setelah terbentuk mulailah diadakan rapat (dengan memberi surat undangan bagi mereka yang dikenal atau diketahui afiliasi politik) untuk merancang kegiatan demo. Tugas Bendahara adalah mengumpulkan dana yang diperoleh dari pribadi-pribadi yang interes dengan kegiatan demo, termasuk dosen-dosen yang simpati, aktivis LSM, dan mahasiswa lain. Sedangkan Humas mempunyai tugas vital untuk menyebar luaskan pamflet, press release dan menghubungi bebagai pihak yang terkait dalam demo. Sedangkan tugas Korlap adalah memimpin lagsung (pelaksana operasional) kegiatan demo yang akan dilakukan, termasuk membatasi orang-orang yang boleh untuk memberikan pidato. Tugas Korlap hanya berlangsung sekali kegiatan demo. Korlap mempunyai anggota khusus yang mengurus berbagai bidang, antara lain: Tim Advokasi, yang mempunyai tugas untuk menyelesaikan persoalan para anggota demo yang tertangkap aparat kepolisian atau militer. Mereka bekerja sama dengan LBH tertentu; Tim Keamanan yang bertugas untuk menghindari terjadinya kekerasan dan provokasi negatif; Tim Lobying ke aparat, yang bertugas untuk meloby ke aparat agar bisa long march ke suatu

22

tempat tertentu; Tim yang menghitung jumlah aparat kepolisian dan militer; serta Tim dokumentasi untuk mendata identitas para pendemo. 3. Sebelum hari H dilakukan berbagai rapat dengan mengundang para aktivis. Kemudian menandai poster atau pamflet agar terjadi provokasi negatif serta sebagai bukti bila terjadi sesuatu dalam demo, dengan cara memberi nomor pada setiap pamflet. Hal tersebut untuk menghindari kejadian demonstrasi mereka disalahgunakan oleh oknum tertentu dengan membawa pamflet gelap. 4. Beberapa hari sebelum hari H disebarkan undangan untuk melakukan demo pada setiap orang. Penyebaran undangan dilakukan guna menambah maraknya demo, dengan harapan hadirnya aparat militer dan wartawan untuk meningkatkan pemunculan isu dan publisitas di media massa. 5. Pada waktu hari H, yang mempunyai tugas penting adalah Korlap untuk mengorganisasikan demo di lapangan agar tidak melenceng dari arah yang sudah digariskan. Misalnya menghadirkan diri untuk tidak melakukan tindakan brutal terhadap aparat keamanan, seperti melempar batu/ sepatu ke aparat. Tugas Korlap tersebut berhenti dalam satu kali demonstrasi, yang kemudian diganti lagi pada demo berikutnya. 6. Setelah kegiatan demo selesai, maka tugas dari Humas untuk membuat kronologi laporan yang menyangkut proses kegiatan demo. Pembuatan laporan ini kadang didramatisir sedemikian rupa untuk lebih meningkatkan penyebaran isu sosial. Laporan kemudian diserahkan pada berbagai media massa untuk ditayangkan esok harinya.

23

7. Kegiatan demonstrasi bertahan lama apabila tujuan gerakan belum tercapai. Namun demikian pada kenyataan di lapangan jarang ada gerakan mahasiswa yang melembaga dalam sebuah system dan diakui oleh sistem (perguruan tinggi). Selain itu semakin banyaknya tuntutan untuk segera menyelesaikan kuliah dan tugas perkuliahan yang sudah selesai (lulus) membuat aktivis gerakan mahasiswa hanya terhenti pada fase munculnya organisasi.

II.3. Mahasiswa Dalam bukunya yang berjudul Mahasiswa dan Gerakan Sosial Drs. Andik Matulessy, M.Si menjabarkan bahwasanya pemahaman mengaenai mahasiswa terdiri dari 2 pengertian yang saling komplementer, pertama, predikat “maha” yang berarti “besar” menempatkan mahasiswa pada posisi atau status social yang tinggi, dalam arti memiliki kapasitas mental-sosial yang patut dibanggakan, yakni idealisme yang tinggi, kejujuran, keterbukaan, kreativitas, menolong yang lemah, berani dan berbagai predikat lain yang sulit dicapai oleh golongan yang lain; kedua, mahasiswa dianggap memiliki kapasitas kecerdasan/intelektual yang melebihi kelompok yang lain, yang ditunjukkan dengan kemampuannya untuk menganalisis persoalan, memecahkan persoalan penting dalam kehidupansosialnya, melakukan kajian pada persoalan yang up-to date, mendalami ilmu, tampil dalam mimbar ilmiah, perdebatan akademik, dan sebagainya. Aktualisasi dari kedua fungsi tersebut ditampilkan dalam berbagai kegiatan, baik yang bernuansakan ilmiah-akademik, religius, hura-hura, lomba karya

24

ilmiah, penyaluran hobby sampai dengan memunculkan dalam bentuk sebuah gerakan social atau lebih dikenal dengan unjuk rasa ataupun demo. Adapun pengertian lain menyebutkan, mahasiswa adalah sekelompok angkatan umur dengan rata-rata umur 17 tahun-26 tahun yang telah menyelesaikan pendidikan di Sekolah Lanjutan Tingkat Atas dan meneruskannya ke Perguruan Tinggi

II.4 Kerangka Pemikiran Bagan 1. Kerangka Pemikiran

Hasil

Mahasiswa

Tujuan

Persepsi/ Idealisme

Gerakan Mahasiswa

Keterangan: Latar Belakang: Keadaan Nasional Latar belakang keadaan nasional Indonesia khususnya keadaan dalam negeri yang Indonesia kemudian selalu di respon oleh mahasiswa untuk kemudian dibenturkan pada tataran idealis mereka untuk mencapai hasil-hasil tertentu yng diaplikasikan mahasiswa melalui gerakan-gerakan sosial

25

BAB III METODE PENELITIAN

26

III.1. Sasaran Penelitian Sasaran peneitian ini adalah mantan aktivis mahasiswa yang terlibat dalam gerakan mahasiswa tahun 1966 dan mantan aktivis mahasiswa yang telibat dalam gerakan reformasi 1998.

III.2. Lokasi Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di propinsi DKI jakarta dengan memandang kedua eskalasi gerakan itu sebagian besar terjadi di Jakarta.

III.3. Fokus dan Sub Fokus Penelitian 1. Fokus Penelitian Salah satu fungsi mahasiswa sebagai agen of change di Indonesia telah terbukti dalam bidang politik terbukti dengan tumbangnya dua rezim besar Orde Lama yang jatuh pada tahun 1966 dan Orde baru pada tahun 1998. dari hal itu membuktikan bahwa mahasiswa adalah salah satu kekuatan politik yang begitu diperhitungkan. Oleh karena itu, penelitian ini akan memfokuskan pada penelitian tentang bagaimana perbandingan antara gerakan mahasiswa pada tahun 1966 dan gerakan mahasiswa pada tahun 1998.

2. Sub Fokus Penelitian

27

Sedangkan yang menjadi sub fokus dalam penelitian ini adalah apa saja sebenarnya faktor yang mempengaruhi kedua gerakan mahasiswa yang terjadi pada tahun 1966 dan gerakan mahasiswa yang tejadi pada tahun 1998 seerta bagaiman para aktifis tiap-angkatan memandang gerakan mahasiswa di Indonesia.

III.4. Metodelogi Penelitian Penelitian ini adalah sebuah penelitian kualitatif yang didasarkan pada fenomena, gejala, fakta, atau informasi sosial. Menurut Bogdan dan Taylor yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang dapat diamati. Pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara utuh (holistic), tidak mengisolasikan individu ke dalam variabel, tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari suatu keutuhan. (Moleong, 2000:3). Model penelitian ini bersifat deskriptif. Menurut Julia Brannen (1992), model penelitian deskriptif yaitu suatu model yang digunakan untuk menemukan pengetahuan yang seluas-luasnya terhadap obyek penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai gejala atau keadaan yang ada pada saat penelitian dilakukan. Penelitian ini memfokuskan pada bagaimana gerakan penumbangan kekuasaan pemerintahan yang dilakukan mahasiswa 1966 dan para mahasiswa pro reformasi tahun 1998 dapat terjadi. Dimana penelitian ini terfokus dalam hal membandingkan antara gerakan mahasiswa angkatan tahun 1966 dengan

28

gerakan yang dilakukan oleh mahasiswa pro reformasi tahun 1998 yang ditinjau dari tujuan gerakan itu sendiri.

III.5. Pendekatan Penelitian Dalam penelitian kualitatif ini, akan digunakan pendekatan yaitu pendekatan studi kasus sebagai pendekatan penelitian. Pendekatan studi kasus adalah suatu pendekatan penelitian yang cukup mapan dimana fokusnya diletakan pada sebuah kasus tertentu (kasus individu, kelompok, organisasi, dan sebagainya) dan memperhatikan dengan jeli konteksnya. Menurut Yin, pendekatan studi kasus dapat diartikan1 sebagai suatu metode atau strategi dalam penelitian kualitatif untuk mengkaji kasus tertentu. Studi kasus adalah suatu pendekatan untuk mempelajari, menerangkan atau menginterpretasikan suatu kasus (case) dalam konteks secara natural atau alamiah tanpa adanya intervensi dari pihak luar. Dilihat dari aspek pemilihan kasus, ada tiga macam objek studi kasus, yaitu : 1. Studi kasus intrinsik (Intrinsic Case Study) adalah suatu studi kasus yang dilakukan untuk memahami secara intrinsik mengenai fenomena keteraturan dan kekhususan dari suatu kasus bukan untuk alasan eksternal lainnya. 2. Studi kasus instrumental (Instrumental Case Study) adalah studi terhadap kasus untuk alasan eksternal, bukan karena ingin mengetahui hakekat kasus tersebut. Kasus hanya digunakan sebagai instrumen guna memahami hal lain diluar kasus. 1

29

3. Studi kasus kolektif (Collective Case Study) adalah studi yang dilakukan untuk menarik suatu kesimpulan atau generalisasi terhadap fenomena atau populasi dari kasus-kasus tersebut. Dengan kata lain, studi kasus ini untuk membentuk sebuah teori berdasarkan keteraturan dan persamaan yang di dapat dari setiap kasus yang diteliti. Dari ketiga macam objek studi kasus tersebut, penelitian ini menggunakan studi kasus intrinsik, karena penelitian dilakukan untuk memahami secara intrinsik mengenai fenomena keteraturan dan kekhususan dari suatu kasus, bukan untuk alasan eksternal lainnya. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan hanya untuk memahami perbandingan antara gerakan mahasiswa yang terjadi tahun 1966 dan

gerakan

mahasiswa pada tahun 1998 bukan untuk memahami hal yang lainnya. Menurut Mooney, model studi kasus dapat dibedakan menjadi empat model pengembangan yang terkait dengan model analisisnya, yaitu : 1. Studi kasus tunggal dengan single level analysis yaitu studi kasus yang menyoroti perilaku individu atau kelompok individu dengan satu masalah penting. 2. Studi kasus tunggal dengan multi level analysis yaitu studi kasus yang menyoroti perilaku individu atau kelompok individu dengan berbagai tingkatan masalah penting. 3. Studi kasus jamak dengan single level analysis yaitu studi kasus yang menyoroti perilaku kehidupan dari kelompok individu dengan satu masalah penting.

30

4. Studi kasus jamak dengan multi level analysis yaitu studi kasus yang menyoroti perilaku kehidupan dari kelompok individu dengan berbagai tingkatan masalah penting. Dari empat model studi kasus tersebut, maka penelitian ini akan meneliti kasus dengan studi kasus tunggal dengan single level analysis, karena dalam penelitian ini yang akan diteliti adalah perilaku kehidupan dari kelompok individu dengan satu tingkatan masalah penting dimana dalam penelitian ini akan menyoroti perbandingan gerakan mahasiswa yang terjadi pada tahun 1966 dan gerakan mahasiswa yang terjadi pada tahun 1998. III.6. Teknik Pengambilan Sampel Dalam penelitian ini akan menggunakan teknik purposive sampling yakni, sampel ditetapkan secara sengaja oleh peneliti. Dalam hubungan ini lazimnya didasarkan atas kriteria atau pertimbangan tertentu (Sanifah, 1995: 67). Berkaitan dengan aktivitas gerakan yang terjadi tahun 1966 dan gerakan reformasi 1998, maka informan yang dipilih adalah mantan aktivis mahasiswa angkatan 66 dan mantan aktivis pro reformasi tahun 1998 yang dijadikan sebagai sumber pengumpulan data dan pengetahuan permasalahan penelitian yang akan dikaji. Purposive sampling dengan bentuk Criterion-based ini memilih informan dapat berkembang sesuai dengan kebutuhan dan kemantapan peneliti dalam memperoleh data Disamping itu sebagai sumber data lanjutan guna mendapatkan informasi yang lebih utuh digunakan pula sampel tak acak (non-probability sampling), dimana sampel dipilih tidak menurut hukum-hukum probabilitas. Mengingat jumlah informan akan berkembang

31

hingga informasi yang dibutuhkan diperoleh, maka dalam penelitian ini juga digunakan teknik snowball sampling yakni, pemilihan sampel lain atas referensi dari informan yag sedang kita teliti guna mendapat data yang lebih lengkap dan bervariatif

III.7. Teknik Pengumpulan Data a. Wawancara mendalam (indepth interview) Merupakan proses menggali informasi secara mendalam, terbuka, dan bebas sesuai dengan masalah dan fokus penelitian dan diarahkan pada pusat penelitian. Dalam hal ini metode wawancara yang digunakan adalah wawancara secara mendalam dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya. b. Observasi Yaitu pengumpulan data dengan mengadakan pengamatan langsung pada lokasi penelitian mulai dari kegiatan pengumpulan data yang formal hingga kausal dan pencatatan yang sistematis terhadap gejala-gejala yang diteliti. c. Metode Dokumentasi Metode dokumentasi digunakan untuk mencari data yang relevan dan berhubungan dengan permasalahan yang diangkat. Pengumpulan data dapat bersumber dari arsip dan dokumen yang ada dapat berupa data dari arsip-arsip pribadi, dan dokumentasi.

32

III.8. Metode Analisis Data Metode analisis data merupakan kegiatan mengorganisasikan data ke dalam susunan-susunan tertentu di dalam rangka penginterpretasian data, kemudian ditabulasi, sesuai dengan susunan sajian data yang dibutuhkan untuk menjawab masing-masing masalah dan/atau hipotesis penelitian, dan juga melakukan penghitungan-penghitungan tertentu sesuai dengan jenis pengolahan statistik yang digunakan di masing-masing masalah dan/atau hipotesis penelitian, dan pada akhirnya diinterpretasikanatau disimpulkan, baik untuk masing-masing masalah atau hipotesis penelitian maupun untuk keseluruhan masalah yang diteliti. Penelitian ini sendiri akan menggunakan metode analisis data deskriptif kualitatif dengan menggunakan model analisis interaktif (interactive model of analysis). Menurut Miles dan Huberman ada tiga komponen yang benar-benar harus diperhatikan dalam melakukan metode analisis data deskriptif kualitatif dengan model analisis interaktif tersebut, yaitu. 1) Reduksi Data Reduksi data merupakan suatu langkah untuk memisahkan hal-hal yang penting dan tidak penting dari data-data yang terkumpul, sehingga nantinya data-data tersebut menjadi lebih fokus terhadap tujuan penelitian. 2) Sajian Data

33

Sajian data merupakan langkah yang dilakukan dengan membuat perencanaan kolom dalam bentuk matriks gambar (skema) dan tabel bagi data kualitatif dalam bentuk khususnya. 3) Penarikan Kesimpulan Penarikan kesimpulan merupakan langkah terakhir yang dilakukan setelah seluruh proses analisis data telah selesai dilakukan, sehingga akan diperoleh suatu kesimpulan yang tepat dari hasil penelitian yang dilakukan. Proses analisis interaktif (interactive model of analysis) ini dapat dilihat pada gambar sebagai berikut :

Bagan 2 : Model Analisis Interaktif (interactive model of analysis) Pengumpulan Data

Reduksi Data

Penyajian Data

Penarikan Kesimpulan

34

Sumber : Milles dan Huberman (1984) dalam Sutopo, 1988:34-37 III.9. Validitas Data Untuk memperoleh kebenaran, penelitian ini menggunakan teknik triangulasi. Menurut Patton, triangulasi data berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif (Moleong, 1990: 178). Triangulasi data dari penelitian ini diperoleh dengan meng-cross check informasi antara informan yang satu dengan informan yang lain. Adapun dari beberapa macam teknik triangulasi, maka pada penelitian ini yang akan digunakan adalah teknik triangulasi sumber. Triangulasi sumber adalah teknik yang digunakan dengan cara membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif.2 Triangulasi sumber ini dapat dilakukan dengan beberapa jalan, yaitu : a) Membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara b) Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi c) Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu

2

35

d) Membandingkan keadaan dan prespektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang, seperti rakyat biasa, orang yang berpendidikan menengah atau tinggi, orang berada, dan orang pemerintahan e) Membandingkan hasil wawancara dengan isi dokumen yang berkaitan. Dari kelima jalan dalam proses triangulasi sumber tersebut, maka pada penelitian ini akan digunakan jalan dengan membandingkan hasil wawancara dengan dokumen yang berkaitan.

36

37

Related Documents

Iop
November 2019 12
Oh Iop
June 2020 3
Apuntes Iop
June 2020 4
Iop Magazine Ad Specs
April 2020 4
Iop - Problema 3.pdf
April 2020 3
Proyecto De Iop Gy2.docx
November 2019 4