INFORMALISASI AWALIL RIZKY KETENAGAKERJAAN NASYITH MAJIDI
This Analysis Brief is part of the BRIGHT Indonesia research brief series. It present policy‐oriented summaries of individual published, peer review documents or of body of published work. BRIGHT Indonesia is a private institute devoted to independent & non‐ partisan economic research. We provide high quality research analysis and recommendations for decision makers on the full range of challenges facing and increasingly interdependent world. Our innovative policy solutions to inform the public discussions.
www.brightindonesia.com © 2009 BRIGHT Indonesia . All rights reserved. No part of this publication may be used or reproduced in any manner whatsoever without permission in writing from BRIGHT Indonesia except in the case of brief quotations embodied in critical articles and reviews. Cover: Anton & Berty
Hari ini, 5 Januari 2008, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan data ketenagakerjaan untuk kondisi Agustus 2008. Disebutkan antara lain : angkatan kerja sebanyak 111,95 juta orang, yang bekerja sebanyak 102,55 juta orang, pengangguran terbuka sebanyak 9,39 juta orang atau sekitar 8,39 %, serta setengah pengangguran sebanyak 31,09 juta orang atau sekitar 27,77 %.
IKHTISAR •
Angka dan jumlah pengangguran terbuka hanya mengalami sedikit perbaikan selama empat tahun pemerintahan SBY. Angka pengangguran pada Agustus 2008 adalah 8,39 % (9,39 juta orang), sedangkan pada Agustus 2004 adalah 9,90 % (10,25 juta orang).
•
Selama periode itu tercipta lapangan kerja baru sebanyak 8,83 juta, hanya sedikit diatas pertambahan angkatan kerja sebanyak 7,98 juta orang.
•
Dalam periode yang sama, terjadi penambahan jumlah setengah pengangguran sebanyak 3,14 juta orang (dari 27,95 menjadi 31,09 juta orang) dan prosentasenya terhadap angkatan kerja, meningkat dari 26,88 % menjadi 27,77 %.
•
Pemerintahan SBY kurang berhasil menciptakan lapangan kerja baru di sektor formal yang banyak diinginkan oleh para pencari kerja dan para pekerja informal (yang sebagian cukup besarnya berstatus setengah penganggur).
•
Sektor pertanian dan sektor jasa kembali menjadi tumpuan para pekerja, meskipun sektor industri juga mengalami kenaikan. Sedangkan sektor yang mengalami peningkatan jumlah pekerja tertinggi adalah sektor jasa kemasyarakatan dan sektor perdagangan, padahal keduanya cenderung didominasi oleh kegiatan informal.
•
Terdapat kecenderungan meningkatnya jumlah pengangguran terdidik, yakni para penganggur yang memiliki latar belakang lulusan perguruan tinggi (Sarjana dan Diploma). Gejala ini memperkuat indikasi semakin kuatnya proses informalisasi ketenagakerjaan, karena mereka kurang bersedia menjadi pekerja informal.
•
Adanya pelemahan kaitan antara pertumbuhan ekonomi dengan angka pengangguran di Indonesia.
Pengangguran Terbuka
A
ngka pengangguran terbuka mengalami sedikit penurunan dibandingkan kondisi bulan februari 2008 yang sebesar 8,46%, dan juga lebih rendah daripada kondisi setahun lalu, yakni 9,11% pada Agustus 2007. Jika dilihat dari jumlah orang yang menganggur, maka terdapat penurunan sebanyak 616 ribu orang (10,11 menjadi 9,13 juta orang) selama periode setahun.
Angka pengangguran terbuka tersebut kembali menegaskan tidak adanya perbaikan yang berarti dalam penanganganan masalahnya selama empat tahun pemerintahan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY). Jumlah pengangguran pada Agustus 2004 (dua bulan sebelum pelantikan Presiden) adalah sebanyak 10,25 juta orang atau sebesar 9,90%. Selama periode Pemerintahan SBY tercipta lapangan kerja baru sebanyak 8,83 juta orang (dari 93,72 juta menjadi 102,55 juta). Sementara angkatan kerja bertambah sebanyak 7,98 juta orang (dari 103,97 juta menjadi 111,95 juta). Dengan kata lain, lapangan kerja baru yang tersedia hanya sedikit diatas laju pertumbuhan angkatan kerja.
Tabel 1: Pengangguran terbuka 2004‐2008
2004
Angkatan kerja (juta)
2005
2006
2007
2008
103,97
105,86
106,40
109,94
111,95
Jumlah Penganggur (juta)
10,25
11,90
10,93
10,01
9,39
Angka pengangguran (%)
9,90
11,20
10,28
9,11
8,39
Catatan: kondisi Agustus untuk masing‐masing tahun, kecuali Nopember 2005 Sumber: BPS
Prestasi itu masih jauh dari target yang ditetapkan sendiri pada awal periode pemerintahan, yang ingin menekan angka pengangguran menjadi 5,1 % pada tahun 2009. Dengan waktu setahun yang tersisa dan kondisi perekonomian terkini, maka target tersebut terbilang mustahil akan dapat dicapai.
Setengah Pengangguran Pada Agustus 2008, ada 31,09 juta orang setengah pengangguran atau 27,77 %. Terdiri dari setengah penganggur terpaksa sebanyak 14,92 juta orang dan setengah penganggur sukarela sebanyak 16,17 juta orang. Sebagai catatan, setengah pengangguran adalah bagian dari angkatan kerja yang bekerja di bawah jam kerja normal (kurang dari 35 jam seminggu). Setengah pengangguran dibagi menjadi setengah penganggur terpaksa dan setengah penganggur sukarela. Setengah penganggur terpaksa adalah mereka yang bekerja dibawah jam kerja normal dan masih mencari pekerjaan atau masih bersedia
menerima pekerjaan lain. Setengah penganggur sukarela adalah mereka yang bekerja di bawah jam kerja normal tetapi tidak mencari pekerjaan atau tidak bersedia menerima pekerjaan lain, misalnya tenaga ahli yang gajinya sangat besar. Angka setengah pengangguran selama empat tahun pemerintahan SBY bisa dikatakan mengalami perkembangan yang lebih buruk daripada pengangguran terbuka. Angka setengah pengangguran pada Agustus 2004 (dua bulan sebelum pelantikan Presiden) adalah sebanyak 27,95 juta orang atau sebesar 26,88 %. Artinya, selama periode itu, terjadi penambahan jumlah setengah pengangguran sebanyak 3,14 juta orang dan prosentasenya meningkat menjadi 27,77 % dari angkatan kerja. Jika dicermati lebih jauh, maka jumlah setengah pengangguran yang terpaksa juga mengalami perkembangan yang tidak menggembirakan. Dari 13,42 juta orang pada Agustus 2004 menjadi 14,92 juta orang pada Agustus 2008. Mereka memang dianggap telah bekerja, namun sebenarnya masih mencari dan berharap akan pekerjaan lainnya yang lebih baik.
Tabel 2: Setengah Pengangguran, 2004‐2008 Setengah Pengangguran ‐ Terpaksa ‐ Sukarela Angka setengah pengangguran (%)
2004 27,95 13,42 14,53 26,88
2005
2006
28,90 13,57 15,00 27,30
29,10 13,77 15,33 27,35
2007 30,37 14,90 15,47 27,62
2008 31,09 14,92 16,17 27,77
Catatan: kondisi Agustus untuk masing‐masing tahun, kecuali Nopember 2005 Sumber: BPS
Status Pekerjaan Dari 102,55 juta orang yang bekerja pada periode Agustus 2008, BPS juga mengelompokkan mereka menurut tujuh status pekerjaan utama. Berusaha sendiri sebanyak 20,92 juta orang (20,4%). Berusaha dibantu buruh tidak tetap 21,77 juta orang (21,23%). Berusaha dibantu buruh tetap sebanyak 3,02 juta orang (2,94%). Buruh/Karyawan 28,18 juta orang (27,48%). Pekerja bebas di pertanian sebanyak 5,99 juta orang (5,84%). Pekerja bebas di Non pertanian sebanyak 5,29 juta orang (5,16%). Pekerja keluarga/tidak dibayar sebanyak 17,38 juta orang (16,95%). BPS juga mengumumkan keadaan ketenagakerjaan yang menggolongkan kegiatan bekerja menjadi formal dan informal, yang secara kasar didefinisikan berdasarkan status pekerjaan. Dari tujuh kategori status pekerjaan utama, pekerja formal mencakup kategori berusaha dengan dibantu buruh tetap dan kategori buruh/karyawan. Jika melihat status pekerjaan berdasarkan klasifikasi formal dan informal, maka pada Agustus 2008 sekitar 31,20 juta orang (30,42%) bekerja pada kegiatan formal dan 71,35 juta orang (69,58 %) bekerja pada kegiatan informal.
Sebagai catatan, BPS mendefinisikan Berusaha dibantu dengan buruh tetap adalah mereka yang bekerja sebagai orang yang berusaha atas risiko sendiri dan dalam usahanya mempekerjakan paling sedikit satu orang buruh tetap. Buruh tetap adalah buruh/karyawan yang bekerja pada orang lain atau instansi/kantor/perusahaan dengan menerima upah atau gaji secara tetap, baik ada kegiatan maupun tidak. Buruh/Karyawan/Pekerja dibayar adalah mereka yang bekerja pada orang lain atau instansi/kantor/perusahaan dengan menerima upah/gaji baik berupa uang maupun barang.
Tabel 3: Pekerja formal dan informal, 2004‐2008
2004
2005
2006
2007
Jumlah yg Bekerja (juta) Pekerja Formal (juta) Prosentase Pekerja Informal (juta) Prosentase
93,72 28,43 30,33 65,30 69,67
93,96 28,88 30,73 65,08 69,27
95.46 29,67 31,29 65,79 68,71
99,93 30,93 30,95 69,00 69,05
2008 102,55 31,20 30,42 71,35 69,58
Catatan: kondisi Agustus untuk masing‐masing tahun, kecuali Nopember 2005 Sumber: BPS
Jika melihat komposisi antara pekerja formal dan informal, maka tampak tidak adanya perbaikan yang berarti selama empat tahun pemerintahan SBY, meski sempat ada sedikit perbaikan dalam dua tahun pertama (lihat tabel 3). Jumlah pekerja formal pada Agustus 2004 adalah sebanyak 28,43 juta orang atau sebesar 30,33%, sedangkan pekerja informal adalah sebanyak 65,30 juta orang atau sebesar 69,67% dari mereka yang bekerja. Dengan kata lain, pemerintahan SBY kurang berhasil menciptakan lapangan kerja baru di sektor formal yang banyak diinginkan oleh para pencari kerja dan para pekerja informal (yang sebagian cukup besarnya berstatus setengah penganggur).
Lapangan Pekerjaan Proses informalisasi ketenagakerjaan di Indonesia dilihat dari status pekerjaan tampaknya didukung pula oleh data penyebaran pekerja berdasar lapangan pekerjaan. Sekalipun tidak sepenuhnya bisa diartikan bahwa mereka yang bekerja di sektor industri pengolahan adalah formal, sedangkan yang di sektor jasa‐jasa (masyarakat) adalan informal. Pada Agustus 2008, mereka yang bekerja tersebar menurut lapangan pekerjaan berikut: sektor pertanian sebanyak 41,33 juta orang (40,30%), sektor industri sebanyak 12,55 juta orang (12,24%), sektor konstruksi sebanyak 5,44 juta orang (5,30%), sektor perdagangan sebanyak 21,22 juta orang (20,69%), sektor Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi sebanyak 6,18 juta orang (6,03%), sektor Keuangan
sebanyak 1,46 juta orang (1,42%), Jasa Kemasyarakatan sebanyak 13,10 juta orang (12,77%), Sektor lainnya sebanyak 1,27 juta orang (1,24%).
Tabel 4: Lapangan Kerja, 2004‐2008 (juta) Sektor Pertanian Industri Konstruksi Perdagangan Transportasi Keuangan Jasa Kemasyarakatan Sektor lainnya
2004
2005
40,61 11,07 4,54 19,12 5,48 1,12 10,51 1,27
2006
41,31 11,93 4,56 17,91 5,65 1,14 10,33 1,10
2007
40,136 41,206 11,89 12,37 4,70 5,25 19,21 20,55 5,66 5,96 1,35 1,40 11,36 12,02 1,15 1,17
2008 41,33 12,55 5,44 21,22 6,18 1,46 13.10 1,27
Catatan: kondisi Agustus untuk masing‐masing tahun, kecuali Nopember 2005 Sumber: BPS
Tabel 4 memperlihatkan perkembangan penyebaran pekerja berdasar sektor atau lapangan kerja yang utama. Tampak bahwa sektor pertanian dan sektor jasa kembali menjadi tumpuan para pekerja, meskipun industri juga mengalami kenaikan. Sektor yang mengalami peningkatan jumlah pekerja tertinggi selama periode Agustus 2004 sampai dengan Agustus 2008 adalah sektor jasa kemasyarakatan naik 2,59 juta orang dan sektor perdagangan naik 2,1 juta orang. Kedua sektor itu bisa dikatakan penuh dengan pekerja informal.
Pengangguran Menurut Pendidikan Berdasarkan tingkat pendidikannya, pengangguran per Agustus 2008 masih didominasi oleh lulusan SMA, yaitu sebanyak 3,80 juta orang, dikuti oleh SD kebawah sebanyak 2,65 juta orang, lulusan SMP sebanyak 1,97 juta orang, Sarjana sebanyak 0,60 juta orang, dan lulusan diploma sebanyak 0,36 ribu orang. Hal lain yang menarik untuk dicermati belakangan ini adalah kecenderungan meningkatnya jumlah pengangguran terdidik, yakni para penganggur yang memiliki latar belakang lulusan perguruan tinggi (Sarjana dan Diploma). Gejala ini pun memperkuat indikasi semakin kuatnya proses informalisasi ketenagakerjaan. Para penganggur terdidik yang meningkat bisa saja ditafsirkan karena mereka kurang bersedia menjadi pekerja informal.
Tabel 5: Pengangguran Menurut Pendidikan, 2004‐2008 Tingkat Pendidikan SD Kebawah SLTP SLTA Akademi/Diploma Universitas Jumlah
2004 3,28 2,69 3,69 0,24 0,35 10,25
2005 3,67 3,15 5,11 0,31 0,39 12,63
2006 3,37 2,73 4,16 0,28 0,39 10,93
2007 2,71 2,26 4,07 0,40 0,57 10,01
2008 2,65 1,97 3,80 0,36 0,60 9,39
Catatan: kondisi Agustus untuk masing‐masing tahun, kecuali Nopember 2005 Sumber: BPS,diolah
Kaitan antara Pertumbuhan Ekonomi dengan Pengangguran Hal lain yang juga menarik untuk dicermati dan kerap menjadi isyu kontroversial adalah hubungan antara angka pertumbuhan ekonomi dengan angka pengangguran. Korelasi negatif antara keduanya diakui secara luas dalam teori ekonomi. Artinya, peningkatan laju pertumbuhan ekonomi akan menambah terciptanya lapangan kerja baru atau mengurangi angka pengangguran. Pemerintahan SBY sendiri kerap menekankan arti pentingnya memelihara pertumbuhan ekonomi Indonesia yang antara lain didasari teori yang demikian. Yang kemudian menjadi masalah adalah bagaimana fakta empirisnya dalam dinamika perekonomian. Jika memang sesuai dengan penalaran teoritis tersebut, maka masih perlu dicermati seberapa besar kecenderungan korelasinya. Untuk data yang terpublikasi luas di Indonesia, kita bisa membandingkan dengan sedikit penyesuaian. Sebagai contoh, data ketenagakerjaan periode Agustus 2007 sampai dengan Agustus 2008 dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi tahun 2008. Tabel 6 memperlihatkan data selama periode pemerintahan SBY. Tampak tidak ada ”rumus” yang pasti, melihat perbedaan korelasi yang begitu besar pada setiap tahunnya (lihat tabel 6). Sebagai contoh, pada tahun 2008 bisa dikatakan bahwa setiap 1 % pertumbuhan ekonomi periode itu (yang diestimasi sebesar 6,0%) telah menyerap tenaga kerja sekitar 437 ribu orang. Sedangkan pada tahun 2007 bisa dikatakan bahwa setiap 1 % pertumbuhan ekonomi periode itu telah menyerap tenaga kerja sekitar 700 ribu orang. Sementara pada tahun‐tahun lainnya adalah: 273 ribu orang (2006) dan 42 ribu orang (2005).
Tabel 6: Pertumbuhan Ekonomi dan Penciptaan Lapangan Kerja Baru
2005
Pertumbuhan ekonomi (%) Lapangan kerja baru (ribu) Lapangan kerja per 1 % pertumbuhan (ribu) Tidak termasuk Setengah Pengangguran (ribu) Per 1 persen pertumbuhan (ribu)
Lapangan kerja formal (ribu) Per 1 persen pertumbuhan (ribu)
2006
2007
2008
5,6 5,48 6,32 6,0 236 198 4.473 2.620 42 273 708 437 ‐718 1.299 3.204 1.900 ‐128 237 506 317 451 80
795 1.254 270 145 198 45
Sumber: BPS, diolah Pertumbuhan ekonomi 2008 adalah estimasi BRIGHT indonesia
Interpretasi atas angka korelasi yang demikian mengundang kontroversi. Selama ini, banyak ekonom menganggap angka korelasi rata‐ratanya di kisaran 250‐300 ribu, terutama jika berdasar perhitungan kurun waktu yang lebih panjang. Lebih khusus lagi, berdasar pencermatan atas dinamika perekonomian pada periode sebelum krisis 1997/98. Sebagian pihak mengkritik, dan bahkan menyampaikan kecurigaannya atas data statistik pengangguran yang tersedia di Indonesia. Kecurigaan adanya konspirasi barangkali sedikit berlebihan atau setidaknya tidak mudaj dibuktikan. Yang jelas, ada banyak kelemahan dalam konsep dan metode perhitungan soal ketenagakerjaan. Sebagai contoh, soal besarnya penciptaan lapangan kerja antara Agustus 2007 sampai dengan Februari 2008 dijelaskan oleh BPS bahwa yang terjadi adalah penyerapan yang sangat besar oleh sektor informal. Dengan informasi demikian, kita bisa saja mengatakan adanya pelemahan kaitan antara pertumbuhan ekonomi dengan angka pengangguran di Indonesia. Hal ini terindikasi pula dari kecenderungan sektor‐sektor yang tumbuh pesat dilihat dalam kontribusinya terhadap PDB memberi sumbangan yang tidak secepat itu terhadap penyerapan tenaga kerja. Meskipun demikian, hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan penciptaan lapangan kerja tampaknya lebih bisa dijelaskan jika data yang dipakai adalah pertambahan lapangan kerja yang tergolong kegiatan formal. Terutama sekali jika memakai data untuk rentang waktu (time series) yang cukup panjang. Sementara itu, kaitan antara pertumbuhan ekonomi dengan penciptaan lapangan kerja untuk bekerja penuh (tidak termasuk setengah pengangguran) masih memerlukan pencermatan lebih lanjut. Jika dilihat sepintas dari data empat tahun pada tabel 6, maka korelasinya masih kurang kuat.