MAKALAH FARMAKOLOGI II “PENYAKIT HORMON KELAMIN DAN ANTIDIABETIK ORAL”
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 1 A. QONITA AISYAH
16380001
AGUNG KURNIAWAN
16380004
ALBIRTO RIDHO
16380007
CHANDRA RIHAN GUSTAMA 16380018 IRA AMELIA
16380033
FAKULTAS KEDOKTERAN PRODI S1 FARMASI UNIVERSITAS MALAHAYATI BANDAR LAMPUNG 2017/2018
BAB I PENDAHULUAN A. Hormon Kelamin Hormon berasal dari bahasa Yunani yang berarti merangsang. Hormon yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin langsung disekresikan ke dalam darah karena tidak memiliki saluran sendiri. Hormon adalah melekul yang berfungsi di dalam tubuh sebagai sinyal kimia. Hormon dibebaskan sel-sel khusus yang disebut sel-sel endokrin karena sel-sel tersebut bersekresi ke arah dalam dan berbeda dari sel-sel eksokrin, yang bersekresi ke dalam rongga tubuh atau permukaan tubuh. Sistem kerja hormon berdasarkan mekanisme umpan balik. Artinya, kekurangan atau kelebihan hormon tertentu dapat mempengaruhi produksi hormon yang lain. Hal ini disebut homeostasis, yang berarti seimbang. Di dalam tubuh manusia terdapat tujuh kelenjar endokrin yang penting, yaitu hipotalamus, hipofisis, tiroid, paratiroid, kelenjar andrenal, pankreas, dan kelenjar gonad (ovarium atau testis). Hormon merupakan suatu zat yang dihasilkan oleh suatu bagian dalam tubuh. Organ yang berperan dalam sekresi hormon dinamakan kelenjar endokrin. Disebut demikian karena hormon yang disekresikan diedarkan ke seluruh tubuh oleh darah dan tanpa melewati saluran khusus. Di pihak lain, terdapat pula kelenjar eksokrin yang mengedarkan hasil sekresinya melalui saluran khusus. Hormon adalah zat aktif yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin, yang masuk ke dalam peredaran darah untuk mempengaruhi jaringan target secara spesifik. (UI.FK.FARMAKOLOGI DAN TERAPI.1995.JAKARTA) Jaringan yang dipengaruhi umumnya terletak jauh dari empat hormon tersebut dihasilkan, misalnya hormon pemacu folikel (FSH, follicle stimimulati ormone ) yang dihasilkan oleh kelenjar hipofisis anterior hanya merangsang jaringan tertentu di ovarium. Dalam hal hormon pertumbuahn lebih dari satu organ menjadi terget sebab hormon pertumbuahan mempengaruhi sebagai
jenis jaringan dalam badan. Jaringan target suatu hormon sangat spesifik karena sel-selnya mempunyai reseptor untuk hormon tersebut. Hormon mempunyai ciri – ciri sebagai berikut : 1. Diproduksi dan disekresikan ke dalam darah oleh sel kelenjar endokrin dalam jumlah sangat kecil 2. Diangkut oleh darah menuju ke sel/jaringan target 3. Mengadakan interaksi dengan reseptor khusus yang terdapat dalam sel target 4. Mempunyai pengaruh mengaktifkan enzim khusus 5. Mempunyai pengaruh tidak hanya terhadap satu sel target, tetapi dapat juga mempengaruhi beberapa sel target yang berlainan.
BAB II PEMBAHASAN
1. DEFINISI INFERTILITAS Infertilitas
adalah
kegagalan
dari
pasangan
suami-istri
untuk
mengalami kehamilan setelah melakukan hubungan seksual, tanpa kontrasepsi, selama
satu
tahun
(Sarwono,497).Infertilitas
(kamandulan)
adalah
ketidakmampuan atau penurunan kemampuan menghasilkan keturunan (Elizbeth, 639). Ketidaksuburan (infertil) adalah suatu kondisi dimana pasangan suami istri belum mampu memiliki anak walaupun telah melakukan hubungan seksual sebanyak 2 – 3 kali seminggu dalam kurun waktu 1 tahun dengan tanpa menggunakan alat kontrasepsi jenis apapun (Djuwantono,2008, hal: 1). Secara medis infertile dibagi menjadi dua jenis, yaitu: a. Infertile primer Berarti pasangan suami istri belum mampu dan belum pernah memiliki anak setelah satu tahun berhubungan seksual sebanyak 2 – 3 kali perminggu tanpa menggunakan alat kontrasepsi dalam bentuk apapun.
b.
Infertile sekunder Berarti pasangan suami istri telah atau pernah memiliki anak sebelumnya tetapi saat ini belum mampu memiliki anak lagi setelah satu tahun berhubungan seksual sebanyak 2 – 3 kali perminggu tanpa menggunakan
alat
atau
metode
kontrasepsi
jenis
apapun.
(Djuwantono,2008, hal: 2). Berdasarkan hal yang telah disebutkan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa pasangan suami istri dianggap infertile apabila memenuhi syarat-syarat berikut: a. Pasangan tersebut berkeinginan untuk memiliki anak. b. Selama satu tahun atau lebih berhubungan seksual, istri sebelum mendapatkan kehamilan.
c. Frekuensi hubungan seksual minimal 2 – 3 kali dalam setiap minggunya. d. Istri maupun suami tidak pernak menggunakan alat ataupun metode kontrasepsi, baik kondom, obat-obatan dan alat lain yang berfungsi untuk mencegah kehamilan. (Djuwantono,2008, hal: 3).
2. ETIOLOGI INFERTILITAS Sebanyak 60% – 70% pasangan yang telah menikah akan memiliki anak pada tahun pertama pernikahan mereka. Sebanyak 20% akan memiliki anak pada tahun ke-2 dari usia pernikahannya. Sebanyak 10% - 20% sisanya akan memiliki anak pada tahun ke-3 atau lebih atau tidak pernah memiliki anak. Walaupun pasangan suami istri dianggap infertile bukan tidak mungkin kondisi infertile sesungguhnya hanya dialami oleh sang suami atau sang istri. Hal tersebut dapat dipahami karena proses pembuahan yang berujung pada kehamilan dan lahirnya seorang manusia baru merupakan kerjasama antara suami dan istri. Kerjasama tersebut mengandung arti bahwa dua factor yang harus dipenuhi adalah: a. Suami memiliki system dan fungsi reproduksi yang sehat sehingga mampu menghasilkan dan menyalurkan sel kelamin pria (spermatozoa) kedalam organ reproduksi istri b. Istri memiliki system dan fungsi reproduksi yang sehat sehingga mampu menghasilkan
sel
kelamin
wanita
(sel
telur
atau
ovarium).
(Djuwantono,2008,2) Infertilitas tidak semata-mata terjadi kelainan pada wanita saja. Hasil penelitian membuktikan bahwa suami menyumbang 25-40% dari angka kejadian infertil, istri 40-55%, keduanya 10%, dan idiopatik 10%. Hal ini dapat menghapus anggapan bahwa infertilitas terjadi murni karena kesalahan dari pihak wanita/istri.
Berbagai gangguan yang memicu terjadinya infertilitas antara lain : a. Pada wanita ·
Gangguan organ reproduksi 1. Infeksi vagina sehingga meningkatkan keasaman vagina akan membunuh sperma dan pengkerutan vagina yang akan menghambat transportasi sperma ke vagina. 2. Kelainan pada serviks akibat defesiensi hormon esterogen yang mengganggu pengeluaran mukus serviks. Apabila mukus sedikit di serviks, perjalanan sperma ke dalam rahim terganggu. Selain itu, bekas operasi pada serviks yang menyisakan jaringan parut juga dapat menutup serviks sehingga sperma tidak dapat masuk ke rahim 3. Kelainan pada uterus, misalnya diakibatkan oleh malformasi uterus yang mengganggu pertumbuhan fetus, mioma uteri dan adhesi uterus yang
menyebabkan
terjadinya
gangguan
suplai
darah
untuk
perkembangan fetus dan akhirnya terjadi abortus berulang. 4. Kelainan tuba falopii akibat infeksi yang mengakibatkan adhesi tuba falopii dan terjadi obstruksi sehingga ovum dan sperma tidak dapat bertemu.
Gangguan ovulasi Gangguan ovulasi ini dapat terjadi karena ketidakseimbangan hormonal seperti adanya hambatan pada sekresi hormone FSH dan LH yang memiliki pengaruh besar terhadap ovulasi. Hambatan ini dapat terjadi karena adanya tumor cranial, stress, dan pengguna obat-obatan yang menyebabkan terjadinya disfungsi hiotalamus dan hipofise. Bila terjadi gangguan sekresi kedua hormone ini. Maka folikel mengalami hambatan untuk matang dan berakhir pada gangguan ovulasi. · Kegagalan implantasi Wanita dengan kadar progesteron yang rendah mengalami kegagalan dalam mempersiapkan endometrium untuk nidasi. Setelah terjadi pembuahan,
proses nidasi pada endometrium tidak berlangsung baik. Akibatnya fetus tidak dapat berkembang dan terjadilah abortus.
Endometriosis Faktor immunologis Apabila embrio memiliki antigen yang berbeda dari ibu, maka tubuh ibu memberikan reaksi sebagai respon terhadap benda asing. Reaksi ini dapat menyebabkan abortus spontan pada wanita hamil. · Faktor Lingkungan Paparan radiasi dalam dosis tinggi, asap rokok, gas ananstesi, zat kimia, dan pestisida dapat menyebabkan toxic pada seluruh bagian tubuh termasuk organ reproduksi yang akan mempengaruhi kesuburan.
b. Pada Pria Ada beberapa kelainan umum yang dapat menyebabkan infertilitas pada pria yaitu: ·
Abnormalitas sperma; morfologi, motilitas
·
Abnormalitas ejakulasi; ejakulasi rerograde, hipospadia
·
Abnormalitas ereksi
·
Abnormalitas cairan semen; perubahan pH dan perubahan komposisi kimiawi
·
Infeksi pada saluran genital yang meninggalkan jaringan parut sehingga terjadi penyempitan pada obstruksi pada saluran genital
·
3.
Lingkungan; Radiasi, obat-obatan anti kanker.
FAKTOR-FAKTOR INFERTILITAS YANG SERING DITEMUKAN Factor-faktor yang mempengaruhi infertilitas pasangan sangat tergantung pada keadaan local, populasi dan diinvestigasi dan prosedur rujukan. a. Faktor koitus pria Riwayat dari pasangan pria harus mencakup setiap kehamilan yang sebenarnya, setiap riwayat infeksi saluran genital, misalnya prostates,
pembedahan atau cidera pada genital pria atau daerah inguinal, dan setiap paparan terhadap timbel, cadmium,radiasi atau obat kematerapeutik. Kelebihan konsumsi alcohol atau rokok atau paparan yang luar biasa terhadap panas lingkungan harus dicari.
b. Faktor ovulasi Sebagian besar wanita dengan haid teratur (setiap 22 – 35hari) mengalami ovulasi, terutama kalau mereka mengalami miolimina prahaid (misalnya perubahan payudara, kembung, dan perubahan suasana hati).
c. Faktor serviks Selama beberapa hari sebelum ovulasi, serviks menghasilkan lender encer yang banyak yang bereksudasi keluar dari serviks untuk berkontak dengan ejakulat semen. Untuk menilai kualitasnya, pasien harus diperiksa selama fase menjelang pra ovulasi (hari ke-12 sampai 14 dari siklus 28 hari).
d. Faktor tuba-rahim Penyumbatan tuba dapat terjadi pada tiga lokasi: akhir fimbriae, pertengahan segmen, atau pada istmus kornu. Penyumbatan fimbriae sajauh ini adalah yang banyak ditemukan. Salpingitis yang sebelumnya dan penggunaan spiral adalah penyebab yang lazim, meskipun sekitar separohnya tidak berkaitan dengan riwayat semacam itu. Penyumbatan pertengahan segmen hamper selalu diakibatkan oleh sterilisasi tuba. Penyumbatan semacam itu, bila tak ada riwayat ini, menunjukan tuberculosis. Penyumbatan istmus kornu dapat bersifat bawaan atau akibat endometriosis, adenomiosis tuba atau infeksi sebelumnya. Pada 90% kasus, penyumbatan terletak pada istmus dekat tanduk (kornu) atau dapat melibatkan bagian dangkal dari lumen tuba didalam dinding organ.
e. Faktor peritoneum Laparoskopi dapat menengali patologi yang tak disangka-sangka sebelumnya pada 30 sampai 50% wanita dengan infertilitas yang tak dapat diterangkan. Endometriosis adalah penemuan yang paling lazim. Perlekatan perianeksa dapat ditemukan, yang dapat menjauhkan fimbriae dari permukaan ovarium atau menjebak oosit yang dilepaskan.(Cristina, 600-607)
4.
PENATALAKSANAAN INFERTILITAS A. Wanita · Pengetahuan tentang siklus menstruasi, gejala lendir serviks puncak dan waktu yang tepat untuk coital
·
Pemberian terapi obat, seperti 1. Stimulant ovulasi, baik untuk gangguan yang disebabkan oleh supresi hipotalamus, peningkatan kadar prolaktin, pemberian tsh . 2. Terapi penggantian hormon 3. Glukokortikoid jika terdapat hiperplasi adrenal 4. Penggunaan
antibiotika
yang
sesuai
untuk
pencegahan
dan
penatalaksanaan infeksi dini yang adekuat · GIFT ( gemete intrafallopian transfer ) ·
Laparatomi dan bedah mikro untuk memperbaiki tuba yang rusak secara luas
·
Bedah plastic misalnya penyatuan uterus bikonuate,
·
Pengangkatan tumor atau fibroid
·
Eliminasi vaginitis atau servisitis dengan antibiotika atau kemoterapi
B. Pada Pria ·
Penekanan produksi sperma untuk mengurangi jumlah antibodi autoimun, diharapkan kualitas sperma meningkat
·
Agen antimikroba
·
Testosterone Enantat dan Testosteron Spionat untuk stimulasi kejantanan
·
HCG secara i.m memperbaiki hipoganadisme
·
FSH dan HCG untuk menyelesaikan spermatogenesis
·
Bromokriptin, digunakan untuk mengobati tumor hipofisis atau hipotalamus
·
Klomifen dapat diberikan untuk mengatasi subfertilitas idiopatik
·
Perbaikan varikokel menghasilkan perbaikan kualitas sperma
·
Perubahan gaya hidup yang sederhana dan yang terkoreksi. Seperti, perbaikan nutrisi, tidak membiasakan penggunaan celana yang panas dan ketat
·
Perhatikan penggunaan lubrikans saat coital, jangan yang mengandung spermatisida.
5.
PENCEGAHAN INFERTILITAS a. Berbagai macam infeksi diketahui menyebabkan infertilitas terutama infeksi prostate, buah zakar, maupun saluran sperma. Karena itu, setiap infeksi didaerah tersebut harus ditangani serius (Steven RB,1985). b. Beberapa zat dapat meracuni sperma. Banyak penelitihan menunjukan pengaruh buruk rokok terhadap jumlah dan kualitas sperma (Steven RB,1985). c. Alcohol dalam jumlah banyak dihubungkan dengan rendahnya kadar hormone testosterone yang tentunya akan menganggu pertumbuhan sperma (Steven RB,1985). d. Berperilaku sehat (Dewhurst,1997).
6.
PATOFISIOLOGIS INFERTILITAS a. Pada Wanita Beberapa penyebab dari gangguan infertilitas dari wanita diantaranya gangguan
stimulasi
hipofisis
hipotalamus
yang
mengakibatkan
pembentukan FSH dan LH tidak adekuat sehingga terjadi gangguan dalam pembentukan folikel di ovarium. Penyebab lain yaitu radiasi dan toksik yng mengakibatkan gangguan pada ovulasi. Gangguan bentuk anatomi sistem reproduksi juga penyebab mayor dari infertilitas, diantaranya cidera
tuba dan perlekatan tuba sehingga ovum tidak dapat lewat dan tidak terjadi fertilisasi dari ovum dan sperma. Kelainan bentuk uterus menyebabkan hasil konsepsi tidak berkembang normal walapun sebelumnya terjadi fertilisasi. Abnormalitas
ovarium,
mempengaruhi
pembentukan
folikel.
Abnormalitas servik mempegaruhi proses pemasukan sperma. Faktor lain yang mempengaruhi infertilitas adalah aberasi genetik yang menyebabkan kromosom seks tidak lengkap sehingga organ genitalia tidak berkembang dengan
baik.
Beberapa
infeksi
menyebabkan
infertilitas
dengan
melibatkan reaksi imun sehingga terjadi gangguan interaksi sperma sehingga sperma tidak bisa bertahan, infeksi juga menyebebkan inflamasi berlanjut perlekatan yang pada akhirnya menimbulkan gangguan implantasi zigot yang berujung pada abortus.
b. Pada Pria Abnormalitas androgen dan testosteron diawali dengan disfungsi hipotalamus dan hipofisis yang mengakibatkan kelainan status fungsional testis. Gaya hidup memberikan peran yang besar dalam mempengaruhi infertilitas dinataranya merokok, penggunaan obat-obatan dan zat adiktif yang berdampak pada abnormalitas sperma dan penurunan libido. Konsumsi alkohol mempengaruhi masalah ereksi yang mengakibatkan berkurangnya pancaran sperma. Suhu disekitar areal testis juga mempengaruhi
abnormalitas
spermatogenesis.
Terjadinya
ejakulasi
retrograt misalnya akibat pembedahan sehingga menyebebkan sperma masuk ke vesika urinaria yang mengakibatkan komposisi sperma terganggu.
PENGGOLONGAN ANTIDIABETIK ORAL Berdasarkan mekanisme kerjanya, obat-obat hipoglikemik oral dapat dibagi menjadi 5 golongan, yaitu: 1. Golongan Sulfonilurea Bekerja dengan cara merangsang sekresi insulin di pankreas sehingga hanya efektif bila sel beta pankreas masih dapat berproduksi. Terdapat beberapa jenis sulfonilurea yang tidak terlalu berbeda dalam efektivitasnya. Perbedaan terletak pada farmakokinetik dan lama kerja. Termasuk dalam golongan ini adalah: Klorpropamid, Glikazid, Glibenklamid, Glipizid, Glikuidon, Glimepirid, Tolazalim dan Tolbutamid.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan obat golongan ini : 1. Golongan sulfonil urea cenderung meningkatkan berat badan. 2. Penggunaannya harus hati-hati pada pasien usia lanjut, gangguan fungsi hati dan ginjal. Klorpropamid dan glibenklamid tidak dianjurkan untuk pasien usia lanjut dan pasien insufisiensi ginjal. Pada pasien insufisiensi ginjal dapat digunakan glikuidon, gliklazid atau tolbutamid yang kerjanya singkat. 3. Wanita menyusui, porfiria dan ketoasidosis merupakan kontraindikasi bagi pemberian sulfonilurea. 4. Insulin kadang-kadang diperlukan bila timbul keadaan patologis tertentu seperti infark miokard, infeksi, koma dan trauma. Insulin juga diperlukan pada keadaan kehamilan. 5. Efek samping, umumnya ringan dan frekuensinya rendah diantaranya gejala saluran cerna dan sakit kepala. Gejala hematologik termasuk trombositopenia, agrunolositosis dan anemia aplastik dapat terjadi tetapi jarang sekali. Hipoglikemi dapat terjadi bila dosis tidak tepat atau diet terlalu ketat, juga pada gangguan fungsi hati/ginjal atau pada orang usia lanjut. Hipoglikemia sering ditimbulkan oleh ADO kerja lama.
6. Interaksi, banyak obat yang berinteraksi dengan sulfonilurea sehingga risiko terjadinya hipoglikemia dapat meningkat. 7. Dosis, sebaiknya dimulai dengan dosis lebih rendah dengan 1 kali pemberian, dosis dinaikkan sesuai dengan respons terhadap obat. 2. Golongan Biguanid Bekerja dengan cara menghambat glukoneogenesis dan meningkatkan penggunaan glukosa di jaringan. Termasuk dalam golongan ini adalah Metformin, Fenformin, Buformin. Efek samping yang sering terjadi (20% dari pemakai obat) adalah gangguan saluran cerna seperti anoreksia, mual, muntah, rasa tidak enak di abdomen dan diare.
3. Golongan analog Meglitinid Bekerja dengan cara mengikat reseptor sulfonilurea dan menutup ATPsensitive potassium chanel. Yang termasuk dalam golongan ini adalah Repaglinid.
4. Golongan Thiazolidindion Bekerja dengan cara meningkatkan sensitivitas jaringan perifer terhadap insulin. Berikatan dengan PPARγ (peroxisome proliferators activated receptorgamma) di otot, jaringan lemak, dan hati untuk menurunkan resistensi insulin. Golongan ini merupakan golongan baru dari ADO. Termasuk kedalam golongan ini adalah Pioglitazone, Rosiglitazone.
5. Golongan penghambat alphaglukosidase Yang termasuk dalam golongan ini adalah Akarbosa dan Miglitol yang bekerja
dengan
di/polisakarida
cara menjadi
menghambat
alphaglukosidase
monosakarida,
menghambat penyerapan karbohidrat.
sehingga
yang
mengubah
memperlambat
dan
Sediaan Obat Antidiabetik Oral 1. Sulfonilurea golongan I Klorpropamid (Diabenese) Indikasi
: NIDDM (non-insulin-dependent diabetes mellitus)
Kontra-indikasi
: diabetes juveil,NIDDM berat atau tidak stabil.Ketoasidosis,
pembedahan,
infeksi
berat, trauma, ggn fungsi hati, ginjal atau tiroid. Hamil. Bentuk sediaan & dosis
: tablet 100 mg ; tablet 250 mg dan pasien paruh baya 250 mg/hari, usia lebih tua 100125 mg/hari. Aturan pakai 3 x sehari bersama makanan.
Efek samping
: ikterus kolestatik, reaksi seperti disulfiram, mual, muntah, diare, anoreksia.
Resiko khusus
: pada penderita gangguan fungsi ginjal dan wanita menyusui.
2. Sulfonilurea golongan II Glipizid (Aldiab) Indikasi
: NIDDM
Kontra-indikasi
: DM ketoasidosis dengan atau tanpa koma, juvenile DM, gangguan fungsi ginjal, hati yang berat.
Bentuk sediaan & dosis
: tab 5 mg dan dosis awal 15-30 mg 1x /hari sebelum makan pagi, dosis ditambah 2,5-5 mg tergantung kadar gula darah.
Efek samping
: gangguan GI, hipoglikemik, reaksi alergi kulit
eritema,
urtikaria,
erupsi
pruritus,
makulopapular,
eksema,
porfiria,
fotosensitifitas. Reaksi seperti disulfiram. Reaksi
hematologik:
agranulositois,
leukopenia,
trombositopenia,
anemia
plastesik, anemia hemolitik, pansetopenia, pusing,
mengantuk,
Peningkatan
AST,
sakit
kepala.
LDH,
alkaline
phosphatese, BUN & kreatinin. Resiko khusus
: penderita hati, ginjal dan wanita hamil.
3. Glimepirid (Amadiab) Indikasi
: DM tipe II (NIDDM)
Kontra-indikasi
: DM tipe 1, diabetik ketoasidosis, prekoma atau koma diabetikum, hipersensitif terhadap glimepirid, hamil, laktasi.
Bentuk sediaan & dosis
: kapl 1 mg; 2 mg; 3 mg; 4 mg. Dosis 1 mg 1 x/hari dosis dinaikkan selama 1-2 minggu.
Efek samping
: hipoglikemik, ggn visual sementara, ggn GI,
kerusakan
hati.
Trombopenia,
leukopenia. Resiko khusus
: hipersensitif & gangguan fungsi hati.
4. Glibenclamide ( Prodiabet) Indikasi
: NIDDM
Kontra-indikasi
: IDDM, ketoasidosis, infeksi berat, stress, trauma, ggn ginjal, hati atau tiroid berat, porifia akut.
Bentuk sediaan & dosis
: tablet 5 mg. Dosis awal 2,5 mg/hari, ditingkatkan 2,5 mg.
Efek samping
: ikterus kolestasis, alergi dermatologi & reaksi hematologi, gangguan GI, sakit kepala, pusing, parestesia.
Resiko khusus
: usia lanjut & hipoglikemia.
Tabel 2.Penggolongan obat hipoglikemik oral Golongan Sulfonilurea
Contoh Senyawa Klorpropamid
Mekanisme Kerja Merangsang sekresi insulin di
Glibenklamida
kelenjar pankreas, sehingga hanya
Glipizida
efektif pada penderita diabetes
Glikazida
yang sel-sel β pankreasnya masih
Glimepirida
berfungsi dengan baik
Glikuidon Tolazalim Tolbutamid Biguanida
Metformin
Bekerja
langsung
Fenformin
(hepar),menghambat
Buformin
glukoneogenesis
pada
hati
hati
dan
di
meningkatkan
penggunaan
glukosa di jaringan. Meglitinid
Repaglinid
Bekerja dengan cara mengikat reseptor sulfonilurea dan menutup ATP-sensitive potassium chanel.
Tiazolidindion
Rosiglitazone
Meningkatkan
Pioglitazone
tubuh/sensitivitas terhadap insulin di
kepekaan
jaringan
dengan
perifer.Berikatan PPARγ(peroxisome
proliferators activated receptorgamma) di otot, jaringan lemak, dan
hati
untuk
menurunkan
resistensi insulin Penghambat
Akarbosa
Menghambat
enzim
Miglitol
alfaglukosidase yang mengubah
alfaglukosidase
kerja
enzim
di/polisakarida
menjadi
monosakarida,
sehingga
memperlambat absorpsi glukosa kedalam darah