Indahnya Cinta Karena Allah

  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Indahnya Cinta Karena Allah as PDF for free.

More details

  • Words: 6,494
  • Pages: 10
Indahnya Cinta karena Allah Publikasi 22/07/2002 10:47 WIB eramuslim - Sesungguhnya dalam Islam, cinta dan keimanan adalah ibarat dua sisi mata uang. Antara yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Cinta tidak dapat digambarkan tanpa iman. Dan iman pun tidak dapat dibayangkan tanpa cinta. Dengan cinta dan keimanan inilah hati setiap mukmin yang satu dengan lainnya terikat kuat. Bila mukmin yang satu sakit, maka mukmin yang lain pun merasakan hal yang sama. Karenanya, tak berlebihan bila seorang ulama Mesir yang telah syahid, Al Ustadz Imam Hasan Al-Banna mengatakan bahwa dengan dua sayap inilah Islam diterbangkan setinggi-tingginya ke langit kemuliaan. Bagaimana tidak, jikalau dengan iman dan cinta, persatuan ummat akan terbentuk dan permasalah pun akan terpecahkan. "Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka adalah penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh mengerjakan yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan sholat, menunaikan zakat, dan mereka ta’at kepada Allah dan Rosul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah. Sesungguhnya Alloh Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (Qs. At Taubah : 71). Hal itu juga tidak lain karena orang mukmin itu laksana sebuah bangunan. Bagian yang satu akan mengokohkan bagian yang lain. Sebaliknya, jika bagian yang satu hancur, maka yang lain pun akan merasakan kehancurannya. Karena itu, hadits Rasulullah saw juga menegaskan: "Gambaran orang-orang beriman dalam hal saling mencintai, saling mengasihi, dan saling berempat di antara sesama mereka adalah laksana satu tubuh, jika ada sebagian dari anggota tubuh yang sakit, maka seluruh anggota tubuh akan ikut merintih, merasakan demam, dan tak bisa tidur." Sejarah Islam telah menggoreskan pena emasnya, betapa para generasi pendahulu kita mempunyai kehidupan yang sangat mulia dan jarang kita temui dalam kehidupan kita saat ini. Mereka selalu saling tolong menolong, sepenanggungan dalam suka dan duka, mempunyai rasa empati yang tinggi, dan selalu mengutamakan kepentingan saudara seimannya daripada kepentingannya sendiri (itsar). Abu Bakar as Shiddiq, misalnya, beliau rela menginfaqkan seluruh hartanya demi kejayaan Islam. Ketika Rasulullah saw menanyakan pada beliau, "Harta apakah yang kamu tinggalkan untuk anak-anakmu?" Beliau menjawab, "Saya tinggalkan Allah dan Rasul-Nya untuk mereka." Karena kedermawanan dan keikhlasan Abu Bakar inilah, maka Rasulullah saw bersabda: "Tidak ada harta seorang pun yang memberikan manfaat kepadaku melebihi harta Abu bakar." Kaum Anshor pun tak kalah tingginya memiliki sifat itsar. Dalam sebuah kisah disebutkan bahwa suatu hari kaum Anshor datang menemui Rasulullah saw mengutarakan pendapatnya, "Wahai Rosulullah bagilah menjadi dua tanah yang kami miliki untuk kami dan saudara kami muhajirin". Rasulullah menjawab, "Jangan lakukan itu, tapi cukupilah kebutuhan mereka dan bagilah hasil panen kepada mereka. Sesungguhnya tanah ini adalah milik kalian". Maka kaum Ansor berkata, "kami ridho atas keputusan engkau wahai Rasulullah." Dalam kisah lain juga disebutkan bahwa suatu ketika Rasulullah saw menawarkan kepada para sahabat, siapakah di antara mereka yang bersedia menjamu tamu Rasulullah saw, maka salah seorang dari kaum Anshor berdiri dan menyatakan kesediaannya. Padahal, ketika ia pergi enemui keluarganya, teryata istrinya mengatakan bahwa mereka tidak mempunyai makanan, kecuali untuk anak-anaknya. Maka, orang Anshor ini mengatakan kepada istrinya, "Kalau begitu, bila anak-anak hendak makan malam, tidurkanlah mereka. Dan kemarilah kamu, matikan lampu, tidak apa-apa kita tidak makan pada malam ini." Pagi-pagi sekali, ketika orang Anshor ini datang kepada Rasululloh saw, bersabdalah beliau, "Allah kagum atas perbuatan si fulan dan fulanah." Maka Alloh swt berfirman: "Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshor) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung." (Qs.Al Hasyr :9). Akhlaq mulia kaum Anshor dalam mengutamakan kepentingan kaum muhajirin tidak hanya sampai di situ. Dalam hadits disebutkan bahwa kaum Anshor berkata kepada kaum Muhajirin agar mereka memilih salah satu dari dua istrinya yang mereka senangi. Kemudian kaum Anshor akan menceraikan istri tersebut lalu menikahkannya dengan istri yang telah diceraikannya itu. Sifat itsar juga melahirkan refleks-refleks yang tidak dibuat-buat, tapi murni dari hati yang salim (bersih). dalam satu peperangan dikisahkan, seorang mukmin terkena pukulan pedang musuh di tengkuknya. Ia tidak berteriak atau

mengaduh karena sakit, tapi ia langsung jatuh tersungkur dan pada akhirnya syahidnya menjemputkan . Tetapi yang menakjubkan ketika mukmin itu terpukul pedang tersebut, justru mukmin lain yang melihatnya lah yang mengaduh kesakitan dan merasakan perihnya ketajaman pedang menembus tubuhnya, seakan-akan pukulan itu mengenai dirinya. Dan ucapan yang terlontar dari mulut mukmin yang mengaduh tersebut adalah, "Saudaraku, engkau mendahuluiku menuju surga!" Ucapan itu merupakan refleksi kebahagiaan dari seorang mukmin melihat indahnya ‘masa depan’ yang akan dialami oleh mukmin lainnya. Kisah lain yang tak kalah mengesankan indahnya ukhuwah adalah suatu ketika sepasukan dari kaum muslimin keluar untuk berperang. Posisi antara pasukan kaum muslimin dengan musuh terbatasi oleh sebuah sungai. Kedua pasukan tersebut saling berhadapan. Komandan pasukan muslim berkata, "Bagaimana pendapat kalian menghadapi musuh-musuh kalian, sementara mereka bisa memperoleh perbekalan dan air tanpa harus susah payah? Bagaimana pendapat kalian?" Salah seorang dari mereka kemudian menjawab, "Kita seberangi saja sungai ini, lalu kita perangi mereka di tempat mereka berada." Mereka pun akhirnya menceburkan diri bersama kuda-kuda mereka melintasi sungai agar dapat bertempur dengan musuh. Di depan mereka terlihat pasukan musuh sudah siap siaga untuk menghunuskan pedang mereka. Tiba-tiba, salah seorang di antara pasukan kaum muslimin ada yang berteriak, "Qab (Kantung air bejana yang terbuat dari kayu) –ku……… Qab-ku…jatuh ke air". Sang komandan pun berkata, "Carilah dulu Qab milik saudara kalian yang hilang". Mereka pun sibuk mencarinya. Sementara, pasukan musuh sedang menanti mereka dan kematian pun mengitari kepala mereka. Ketika komandan pasukan musuh itu melihat perilaku pasukan muslim, ia berkata, "Apa-apaan mereka itu?" Bawahannya menjawab, "Salah seorang dari mereka kehilangan Qab-nya, dan mereka pun sibuk mencarinya." Komandan ini pun berkata, "Jika karena masalah Qab saja mereka sudah seperti itu, lalu bagaimana jika kalian membunuh salah seorang saja dari mereka? Pasukan.......! Berdamai sajalah dengan mareka sesuai dengan apa yang mereka inginkan!" Subhanallah, demikianlah sejarah kaum salaf telah memperlihatkan kepada kita bahwa kumpulan manusia itu seluruhnya adalah laksana satu tubuh, melakukan aktivitas yang satu, serta merasakan perasaan yang sama, walau pun dalam kondisi yang teramat sulit. Dan Betapa 'pancaran ukhuwah' saja telah mampu mengalahkan musuh dan memenangkan kaum mukminin, sekaligus menaklukkan kota itu. Itulah buah dari persaudaraan dan kesatuan yang diajarkan oleh Rasulullah saw. Kemesraan ukhuwah seperti itu tidaklah terbentuk begitu saja, sikap takaful (saling membantu) yang mereka lakukan terbentuk karena ada proses lain yang sebelumnya mereka jalin. Kemesraan ukhuwah tersebut mereka mulai melalui proses ta’aruf atau saling mengenal. Dari mulai fisik, karakter, kadar keseriusan taqarruf (kedekatan) pada Allah, kesenangannya, latar belakang keluarga, dan sebagainya. Ta’aruf yang baik akan meminimalisir kekeringan dan keretakan hubungan sesama muslim. Ia juga dapat membuat hati menjadi lembut serta mampu melenyapkan bibit perpecahan. Bila wilayah ta’aruf telah terbentang, maka akan tumbuh sifat tafahum (saling memahami). Sikap tafahum akan menjaga kesegaran dalam berukhuwah. Karena, ketika keterpautan hati telah terjalin maka timbul sikap saling toleransi, dan saling kompromi pada hal-hal yang mubah (boleh) sehingga akan membuat hubungan satu sama lain menjadi lebih harmonis. Puncak tafahum adalah ketika seorang mukmin dengan mukmin lainnya dapat berbicara dan berpikir dengan pola yang sama. Setelah dua proses itu berjalan barulah terbentuk sikap takaful yang darinya lahir sifat itsar, puncak amal ukhuwah Islamiyah. Sungguh, kemesraan 'pancaran ukhuwah' yang telah dicontohkan oleh generasi dahulu adalah ukhuwah Islamiyah yang tak lapuk oleh waktu dan musim. Ia akan panjang usia dan kekal hingga hari akhirat kelak. Oleh karenanya, patutlah kita bercermin pada generasi awal Islam dan para salafussalih dalam berukhuwah. Dengan demikian, 'pancaran ukhuwah' yang demikian tingginya dimiliki oleh mereka, tidaklah sekedar menjadi kisah yang sering kita dengar dan kita baca, tetapi juga menjadi bagian dari hidup kita, Insya Allah. "Di sekitar Arsy ada menara-menara dari cahaya. Di dalamnya ada orang-orang yang pakaiannya dari cahaya dan wajah-wajah mereka bercahaya. Mereka bukan para Nabi dan syuhada’, tetapi para Nabi dan Syuhada’ iri pada mereka. "Ketika ditanya oleh para sahabat, Rosulullah saw menjawab, "Mereka adalah orang-orang yang saling mencintai karena Allah, saling bersahabat karena Allah, dan saling kunjung karena Allah". (HR. Tirmidzi). Wallahu’alam bishshowaab. (Nurul Huriah Astuti, Schleidener Strasse 58 52076 Aachen, Germany, e-mail: [email protected])

Pilih: Ta’aruf atau Pacaran …. Publikasi 16/08/2002 16:09 WIB eramuslim - Dikalangan tertentu pacaran tidak dikenal, pun mereka tahu tetapi cenderung menghindari karena menganggap gaya itu tidak lagi mutlak dilakukan pada masa pranikah. Selain dinilai tidak sesuai dengan norma agama -ini terbukti dari pengalaman sepanjang sejarah keberadaan manusia bahwa pacaran cenderung kelewat batas bahkan tidak sedikit yang amoral- juga berkembangnya pemikiran bahwa satu kesia-siaan saja berjalan bersama orang yang belum tentu 100 % menjadi pasangannya. Ya, bagaimana mungkin bisa meyakinkan bahwa orang yang saat ini berjalan bersamanya memiliki komitmen untuk tetap ‘setia’ sampai ke jenjang pernikahan, la wong sudah sekian tahun berpacaran ternyata wacananya hanya sebatas curhat-curhatan dan take n give yang tak berdasar, tidak meningkat pada satu tindakan gentle, menikah! Atau setidaknya mengajukan surat lamaran ke orangtua si gadis. Berbagai dalih dan argumentasi pun meluncur untuk mengkamuflasekan ketidakgentle-annya itu, yang kemudian semua orang pun tahu itu cuma lips service dari orang yang tidak benar-benar dewasa alias childish. Kedewasaan, ukurannya tidak terwakili hanya oleh umurnya yang diatas seperempat abad misalnya, tetapi juga pada sikap diri, attitude yang tertampilkan dalam kesehariannya. Dalam dunia pekerjaan, sikap dewasa dapat dilihat dari profesionalisme kerja, termasuk didalamnya kedisplinan. Dalam hubungan interelasi, bijaksana, proporsional dalam bersikap dan berbicara bisa jadi satu parameter kedewasaan. Nah yang menjadi masalahnya kemudian, tidak sedikit orang yang seharusnya bersikap dewasa justru memamerkan sifat kekanakkan saat berkesempatan bersama pasangannya, sikap yang dipraktekkan secara tidak proporsional dari ungkapan kasih sayang dan pengorbanan. Orang terlihat dewasa mungkin hanya dari fisiknya saja, namun sisi lainnya seringkali luput dari perhatian. Padahal kedewasaan jelas meliputi beberapa aspek yang sekiranya patut diperhatikan dalam memilih pasangan yang kelak dinominasikan untuk menjadi pasangan hidup. Dewasa secara fisik, dimana organ-organ reproduksi telah berfungsi secara optimal yang ditandai dengan produksi sperma yang baik pada pria dan produksi sel telur yang memadai pada wanita. Selain perkembangan sel-sel otot tubuh menandakan –sekaligus membedakan- pria dan wanita. Dewasa secara psikologis, yang ditandai dengan kemampuan untuk menyelesaikan masalah dan konflik-konflik yang terjadi dalam kehidupan, serta mampu menjalani hubungan interdependensi. Ini penting untuk diperhatikan dalam rangka mencapai tujuan-tujuan bersama dalam pernikahan. Dewasa secara sosial-ekonomi ditampakkan dalam kemampuan seseorang untuk membiayai kebutuhan hidup yang layak sebagai suami-istri. Tentu hal ini terkait dengan adanya pekerjaan yang jelas serta penghasilan yang tetap, serta kesadaran akan meningkatnya biaya kehidupan dari waktu ke waktu seiring dengan bertambahnya anggota keluarga kelak. Berdasarkan aspek kedewasaan diatas, maka wajarlah jika disatu sisi justru ada orang yang enggan berpacaran. Seperti diuraikan sebelumnya, bahwa pacaran selain tidak diajarkan dalam agama Islam karena melanggar norma yang digariskan, juga dianggap ‘buang-buang waktu’, ‘wujud ketidakgentle-an’, ‘aktifitas sia-sia’ dan lain-lain. Namun sekedar diketahui, bahwa diluar itu ada sebagian yang memang benar-benar takut untuk mencintai, dicintai dan bahkan takut jatuh cinta. Dalam psikologi, orang-orang ini mungkin dianggap terkena sindrom fear of intimacy, satu kondisi yang disebabkan oleh ketakutan yang teramat sangat untuk menerima resiko kenyataan di kemudian hari. Seperti ditulis astaga.com, menurut psikolog Robert W Firestone dan Joyce Catlett, fear of intimacy ini adalah salah satu perwujudan dari pertahanan psikologis, yang lebih merupakan cermin dari pikiran dan sikap negatif atas hal-hal yang dilihat dan dipelajarinya waktu kecil. Maka kemudian, Islam mengenal ‘pacaran’ dalam kemasan yang berbeda. Ustadz Ihsan Arlansyah Tanjung, konsultan keluarga sakinah di situs eramuslim sering mengatakan bahwa pacaran akronim dari ‘pakai cara nikah’. Ya, Islam hanya mengajarkan bentuk-bentuk curahan kasih sayang dan cinta itu setelah melalui satu proses sakral yakni pernikahan. Sementara proses pranikah yang dilakukan untuk saling mengenal antara calon pria dan wanita biasa disebut proses ta’aruf (perkenalan). Yang penting dari ta’aruf adalah saling mengenal antara kedua belah pihak, saling memberitahu keadaan keluarga masing-masing, saling memberi tahu harapan dan prinsip hidup, saling mengungkapkan apa yang disukai dan tidak disukai, dan seterusnya. Kaidah-kaidah yang perlu dijaga dalam proses ini antar lain nondefensif, tidak bereaksi berlebihan pada feedback negatif, serta terbuka untuk mencoba pengalaman-pengalaman baru, Jujur, tidak curang, berbohong dan punya sense of integrity yang kuat, Menghormati batas-batas, prioritas dan tujuan calon pasangan yang menyangkut diri mereka maupun tidak, Pengertian, empati, dan tidak mengubah pasangannya sedemikian rupa serta tidak mengontrol, manipulatif, apalagi mengancam pasangan dalam bentuk apa pun. Dalam tahap ini anda dan dia bisa saling mengukur diri apakah cocok satu sama lain atau tidak. Masing-masing pihak masih harus sama-sama membuka options/kemungkinan batal atau jadi. Maka umumnya dilakukan tanpa terlebih dahulu melibatkan orangtua agar tidak menimbulkan kesan ‘harga jadi’ dan tidak ada lagi proses tawar menawar, sehingga jika pun gagal/batal tidak ada konsekuensi apa-apa. Karena jika sudah sampai menemui orangtua

berarti secara samar maupun terang-terangan seorang pria sudah menunjukkan niat untuk memperistri si wanita. Yang perlu jadi ingatan, seringkali pasangan-pasangan itu terjebak dalam aktifitas pacaran yang terbungkus sampul ta’aruf. Apa namanya bukan pacaran kalau ada rutinitas kunjungan yang melegitimasi silaturahmi dengan embelembel ‘ingin lebih kenal’. Jika sudah mantap atas pilihan masing-masing barulah kemudian melibatkan orang tua dalam proses selanjutnya, lamaran (khitbah). Untuk khitbah tak ada aturan yang kaku, yang penting dalam masa penjajagan keduanya berkenalan dan saling mengungkap apa yang disukai dan tidak disukai, saling mengungkap apa visi misi dalam pernikahan dan seterusnya. Tentunya khitbah harus tetap mengikuti aturan pergaulan Islami, tak berkhalwat, tak mengumbar pandangan, tak menimbulkan zina mata, hati (apalagi badan), tak membicarakan hal-hal yang termasuk kejahatan dan sebagainya. Yang perlu disadari, khitbah mirip jual beli, dalam masa tawar menawar bisa jadi, bisa juga batal. Pembatalannya harus tetap sopan menurut aturan Islami, tidak menyakiti hati dengan kata-kata yang kasar, tidak membicarakan aib yang sempat diketahui dalam khitbah kepada orang lain. Namun sebagaimana jual beli harus ada prinsip kedua belah pihak ridho. Khitbah baru bisa berlanjut ke pernikahan jika kedua pihak ridho, jika salah satu membatalkan proses tawar menawar maka pernikahan tak akan jadi. Kalaupun dibatalkan (meski mungkin menyakitkan), harus ada alasan yang kuat untuk salah satu pihak membatalkan rencana nikah yang sudah matang. Sebab Islam melarang ummatnya saling menyakiti tanpa alasan. Jadi jika ada yang ragu (dengan alasan yang benar) sebelum menikah, sebaiknya membatalkan sebelum terlanjur. Adapun jarak antara khitbah dan akad nikah, tidak ada aturan yang menjelaskan harus berapa lama, tentu dalam hal ini masing-masing pihak bisa mengukurnya sendiri. Satu hari bisa jadi sudah deadline bagi pria-wanita yang sudah sedemikian menggebunya hingga khawatir terjerumus kepada dosa zina. Namun jika bisa merasa ‘aman’ dengan menunda beberapa waktu tidak masalah. Jadi, jika segalanya sudah terencana dengan matang dan baik, seperti kata seorang bijak, jika berani menyelam ke dasar laut, mengapa terus bermain di kubangan, kalau siap berperang mengapa cuma bermimpi menjadi pahlawan … Wallahu a’lam bishshowaab (Abinya Hufha)

Wanita: Antara Idealisme, Emansipasi dan Karir Publikasi 12/03/2002 07:25 WIB eramuslim - Salah satu masalah yang tidak pernah tuntas didiskusikan adalah wanita, ia menjadi isu sosial yang menarik sejak zaman dahulu, sekarang dan masa yang akan datang. Masalah itu tetap tidak akan tuntas, karena wanita telah diperlakukan dan memperlakukan dirinya tidak sesuai dengan fitrah mereka, wanita di hinakan, dipuja dan tuntutan kesetaraan disegala bidang yang sering dikenal dengan istilah emansipasi dan karirisasi tidak pernah menemukan titik temu dengan hukum Allah. Beragam Pandangan Tentang Wanita Dalam sejarah perjalanan umat manusia, sikap ambivalen terhadap posisi wanita tidak pernah berakhir. Hal ini merupakan provokasi dari kaum sekular, pemahaman salah dari agama -agama ghairul islam (non Islam) filsafat serta kepentingan politik. Di salah satu pihak mereka sangat menghinakan wanita dengan mengatakan sabar yang terpaksa, angin yang jahat, maut, neraka jahim, ular berbisa, dan api tidaklah lebih berbahaya dari pada wanita, hal ini merupakan pandangan agama Hindu terhadap wanita. Wanita dianggap makhluk yang berbahaya melebihi ular berbisa. Agama Yahudi tidak memberikan tempat terhomat kepada wanita, dalam pandangan agama ini wanita tidak mempunyai hak kepemilikan, hak waris, makhluk yang terkutuk. Selanjutnya agama Kristen tidak kalah memandang hina terhadap wanita, seperti yang dikatakan pendeta Paus Tertulianus, “Wanita merupakan pintu gerbang syeitan, masuk ke dalam diri laki-laki untuk merusak tatanan Ilahy dan mengotori wajah Tuhan yang ada pada laki-laki.” Sedangkan Paus Sustam mengatakan, “Wanita secara otomatis membawa kejahatan, malapetaka yang mempunyai daya tarik, bencana terhadap keluarga dan rumah tangga, kekasih yang merusak serta malapetaka yang menimbulkan kebingunggan.” Rata-rata agama non Islam tersebut hanya memandang wanita sebagai seonggok jasad yang siap menghancurkan laki-laki, mereka tidak menghormati wanita, padahal mereka lahir dari rahim para wanita, benar-benar aneh!!!.

Di sisi lain wanita sangat didewakan, disanjung dan dipuja, namun hanya sebatas pemuasan dahaga dan nafsu seksual kaum laki-laki saja. Walaupun mendapatkan kedudukan “terhormat” dan kebebasan atas hak asasinya, namun tetap saja wanita mengalami kesengsaraan, karena wanita dihormati hanya sebatas kemolekan tubuh dan masalah seksual belaka, yang pada akhirnya meraka tetap beranggapan wanita hanyalah sebagai sampah, habis manis sepah dibuang. Lain halnya dalam pandangan agama Islam, laki-laki dan perempuan mempunyai kedudukan yang sama. Keduanya mendapat pahala yang sama di sisi Allah sesuai dengan tingkatan iman dan amal yang mereka lakukan, hal ini dikatakan Allah dalam surat Al-Mukmin ayat 40, “Barang siapa yang beramal sholeh baik laki-laki maupun perempuan sedangkan mereka beriman, maka mereka akan masuk surga dengan tiada terhingga.” Islam menjunjung tinggi derajat wanita, ia ditempatkan pada posisi yang sangat terhormat di dunia ini, tidak ada yang boleh menghinakannya karena dalam hadis telah dikatakan “Syurga itu terletak di bawah telapak kaki ibu” (HR. Ahmad), Bahkan Rasul mengatakan wanita itu lebih berharga dari keindahan seluruh isi alam ini, “Dunia ini adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita sholehah.” (HR. Muslim). Untuk menjaga kesucian serta ketinggian derajat dan martabat kaum wanita, maka dalam kehidupan sehari-hari Islam memberikan tuntunan dengan ketentuan hukum syariat yang akan memberikan batasan dan perlindungan bagi kehidupan wanita, semuanya itu untuk kebaikan wanita, agar tidak menyimpang dari apa yang telah digariskan Allah terhadap dirinya, semuanya merupakan bukti bahwa Allah itu Ar-Rahman dan Ar-Rahim terhadap seluruh hambahamba-Nya. Propaganda Emansipasi dan Karirisasi Gerakan emansipasi tumbuh sejak awal abad XX. Anehnya propaganda gerakan ini justru munculnya dari laki-laki dan hanya terdapat sedikit saja wanita. Awalnya emansipasi hanyalah seruan kepada pemerintah untuk memperhatikan kesempatan pendidikan akademis bagi wanita. Seruan ini cukup mendapat simpati karena aktivitasnya mengarah kepada peningkatan kecerdasan, keleluasaan generasi baru yang lebih cakap dan berkualitas. Namun seiring perkembangan zaman mereka tidak saja menyerukan pentingnya mendapatkan pendidikan, tapi dengan berkedok emansipasi mereka mulai meneriakkan persamaan derajat, kebebasan, peningkatan karier di segala bidang (karirisasi). Terjadilah gerakan besar-besaran untuk mendapatkan kesempatan agar bisa tampil di luar, bekerja dan melakukan aktivitas apa saja layaknya laki-laki. Dengan alasan wanita yang tinggal di rumah adalah wanita yang terpasung eksistensi dirinya, tidak menunjang usaha produktivitas, wanita secara intelektual sama dengan laki-laki, dengan hanya menjadi ibu rumah tangga dianggap wanita kehilangan partisipasi dalam masyarakat. Mereka meneriakkan emansipasi dan karirisasi. Karena bagi mereka apa yang dikerjakan laki-laki dapat pula dikerjakan oleh perempuan. Mereka menyamakan segala hal antara laki-laki dan perempuan, padahal kita tidak dapat menutup mata ada hal-hal mendasar -mungkin mereka lupa- tidak akan mungkin dapat disamai. Wanita karier, begitu kita sering mendengar istilah ini. Disebut wanita karier karena dalam sehari-hari mereka berjejel di lapangan kerja yang seharusnya menjadi pekerjaan laki-laki. Ciri-ciri wanita karier ini menurut seorang penulis di Inggris adalah, mereka tidak suka berumah tangga, tidak suka berfungsi sebagai ibu, emosinya berbeda dengan wanita non karier, dan biasanya menjadi wanita melankolis. Disadari ataupun tidak, timbul dilema baru dalam dirinya dan kemelut berkepanjangan di dalam masyarakat. Mereka harus bekerja banting tulang untuk mencari nafkah yang seharusnya merupakan tugas laki-laki. Laki-laki menjadi kehilangan kesempatan pekerjaan karena diserobot wanita karier, hal ini menimbulkan masalah psikologis tersendiri bagi laki-laki. Informasi mengenai gerakan emansipasi dan karirisasi mendapatkan porsi publikasi politis dan bisnis secara besarbesaran. Oleh karena itu bagi mereka yang dicurigai menghalangi gerakan emansipasi disebut sebagai diskriminasi gender. Biasanya agama sering dijadikan kambing hitam sebagai media yang menghalangi gerakan tersebut, bahkan ada yang berani menghujat agama Islam merupakan agama yang mengekang kemajuan wanita. Dan anehnya mereka yang mengaku muslim tidak sedikit yang menunjukkan perlawanan terhadap aturan syariat yang di buat Allah. Aneh memang, padahal sudah jelas-jelas tanpa Islam, wanita tidak akan pernah maju, dulu, sekarang dan masa yang akan datang. Bisa dibandingkan bagaimana Islam menempatkan wanita pada posisi yang sangat terhormat, sedangkan agama lain, apa yang ia katakan terhadap perempuan, mereka hanya menganggap perempuan sebagai keranjang sampah, hina dan menyesatkan. Seharusnya kita jujur, tanpa kedatangan Islam wanita tidak akan pernah seperti sekarang. Lalu masihkan kita berani mengatakan Islam menyebabkan wanita-wanita terbelakang? Sungguh pemikiran bodoh yang tidak memiliki dasar sama sekali. Wanita Bekerja, Why Not? Nyonya Jane Martan Seasih Duta Besar Gresia untuk PBB mengatakan “Melahirkan adalah fungsi utama seorang wanita, wanitalah yang menangani pendidikan anak-anaknya.” Memang sudah fitrahnya wanita memiliki empat keistimewaan yang tidak dimiliki laki-laki, haid, hamil, melahirkan, menyusui. Kempat fungsi ini mempengaruhi

sifat dan tingkah laku wanita dalam masyarakat. Fungsi ini tidak akan bisa digantikan oleh laki-laki, namun ada pekerjaan laki-laki sekarang yang banyak digantikan oleh wanita, yaitu mencari nafkah. Dalam perspektif Islam wanita tidak dibebani mencani nafkah, baik untuk dirinya sendiri apalagi untuk orang lain, yang bertanggung jawab adalah ayahnya jika ia belum berkeluarga, suaminya jika ia telah berkeluarga, saudara lakilaki dan pamannya jika ayah dan suaminya tidak ada. Dispensasi ini akan memberikan peluang kepada wanita untuk dapat mendidik anak-anaknya, mengurus suaminya, sehingga dapat dilindungi dari pelecehan atau penistaan. Namun wanita bekerja dan mendapatkan penghasilan untuk membantu meringankan beban keluarga bukanlah sesuatu yang haram. Pada prinsipnya Islam mengarahkan kaum wanita supaya dalam bekerja harus mengutamakan tugas fitrahnya, yaitu mengurus rumah tangga dan mendidik anak-anaknya agar kelak dapat dipersiapkan menjadi penerus risalah yang dibawa Rasul. Ia tidak melanggar fitrah dan syariat yang telah ditetapkan, hendaklah ia tetap menjaga kehormatan keluarga, sehingga tidak muncul peluang bagi kerusakan moral dan tersebarnya fitnah terhadap wanita di tengah masyarakat. Adapun pekerjaan yang dilakukan itu hendaknya memenuhi syarat-syarat berikut, pekerjaan yang dilakukan benarbenar membutuhkan penanganan dan sesuai fitrah wanita, misalnya dokter kandungan, perawat, guru, dosen. Dalam pelaksanaanya, tidak bercampur baur dengan laki-laki. Jam kerja yang dilakukan tidak melebihi kewajiban pokoknya mengurus keluarga. Syarat lainya adalah adanya persetujuan dari ayah, suami atau saudara laki-laki yang bertanggungjawab terhadap wanita tersebut. Dengan memperhatikan aturan tersebut, wanita tetap dapat menjaga jati dirinya sebagai hamba Allah yang shalihah. Ia tidak akan melanggar syariat dan fitrah dirinya. Ia akan tetap menjaga harkat dan matrabat diri dan keluarganya, sehingga kemampuan dan ilmu yang ada pada dirinya dapat bermanfaat untuk orang lain, ia pun dapat membantu meringankan beban keluarga tanpa harus mengorbankan harga dirinya. ([email protected])

Tiga Tipe Perempuan: Yang Mana Tipe Anda? Publikasi 10/05/2002 10:02 WIB eramuslim - Islam tentu sangat memperhatikan kaum perempuan, dimana hal tersebut tidak berlaku dalam ajaran-ajaran sebelum kedatangan Islam. Posisi perempuan begitu penting (dipentingkan) sehingga sering terdengar suatu ungkapan bahwa tegaknya suatu negara (kelompok) sangat tergantung dengan perilaku perempuan dalam kelompok tersebut. Mungkin ada yang menganggap ini berlebihan, meski tidak bisa dipungkiri bahwa peran perempuan sangat berdekatan dengan kesuksesan dan juga kegagalan! Dalam ajaran Islam, laki-laki dan perempuan tidak dibedakan peranannya dalam kehidupan bermasyarakat dan beragama. Keduanya memiliki kesempatan yang sama dalam berusaha berbuat yang terbaik bagi diri, keluarga dan masyarakatnya. Jelasnya, Alqur'an tidak membedakan perlakuan terhadap laki-laki dan perempuan. Beberapa ayat menjelaskan hal tersebut: "Barangsiapa yang melakukan kebaikan, baik laki-laki maupun perempuan sedangkan ia mukmin, mereka akan masuk surga ..." (QS. 4:124, 40:40) "Barangsiapa beramal saleh, baik laki-laki maupun perempuan, sedangkan ia mukmin, kami hidupkan dia dalam kehidupan yang baik ..." (QS. 16:97) "Aku tidak menyia-nyiakan amal orang yang beriman diantara kamu, baik laki-laki maupun perempuan ..." (QS. 3:195) "Tidaklah boleh bagi mukmin laki-laki dan perempuan merasa keberatan bila Allah telah memutuskan sesuatu perkara ..." (QS. 33:36) "Orang-orang beriman laki-laki dan perempuan satu sama lain saling melindungi. Mereka sama-sama menyuruh kebaikan dan melarang kemungkaran, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, mentaati Allah dan Rasul-Nya. Allah menyayangi mereka ..." (QS. 9:71) Begitu gamblangnya Al Qur'an memperhatikan makhluk perempuan, selain ayat-ayat diatas yang menunjukkan tidak adanya diskriminasi antara laki-laki dan perempuan dalam hubungannya dengan pekerjaan, amal dan tindakan, Al Qur'an juga memberikan kepada kita penjelasan tentang beberapa tipologi perempuan, dimana bisa dikatakan, bahwa apa yang pernah terjadi pada masa lalu dan diabadikan dalam Al Qur'an agar menjadi pelajaran bagi kaum mukminin yang perempuan khususnya dan laki-laki pada umumnya. Karena, sekali lagi, masalah yang berhubungan dengan perempuan yang terjadi di muka bumi ini, hampir selalu terkait dengan kaum laki-laki.

Oleh karena itu, menjadi penting untuk memperhatikan beberapa tipe perempuan yang pernah diterangkan Allah dalam Al Qur'an. Dimana Al Qur'an secara khusus membicarakan jenis-jenis perempuan berdasarkan amalnya. Untuk jenis perempuan ideal yang patut diteladani, seringkali Al Qur'an menyebut nama jelas. Namun untuk melukiskan perempuan "buruk" Al Qur'an tidak menyebut nama secara langsung. Tipe pertama adalah type wanita saleh yang diwakili oleh Maryam. Nama Maryam disebut beberapa kali dalam ayat-Nya selain juga menjadi salah satu nama Surat dalam Al Qur'an. Ia adalah type perempuan saleh yang menjaga kesucian dirinya, mengisi waktunya dengan pengabdian yang tulus kepada Rabb-nya. Karena kesalehahannya itulah ia mendapat kehormatan menjadi ibu dari kekasih Allah, Isa alaihi salam, tokoh terkemuka di dunia dan akhirat (QS. 3:45). "Dan Maryam putra Imran, yang menjaga kesucian kehormatannya. Kami tiupkan roh Kami dan ia membenarkan kalimah Tuhan-Nya dan kitab-kitab-Nya dan ia termasuk orang yang taat" (QS. 66:16). Maryam adalah tipe perempuan saleh. Kehormatannya terletak dalam kesucian, bukan dalam kecantikan. Tentu masih banyak deretan nama-nama perempuan saleh baik yang tersebut dalam hadits-hadits Nabi maupun dalam sejarah. Al Qur'an juga menerangkan tipe-tipe perempuan pejuang untuk menjadi contoh bagi para muslimah. Tipe yang kedua ini dicontohkan dengan sempurna oleh Asiyah binti Mazahim, istri Fir'aun yang hidup dibawah kekuasaan suami yang melambangkan kezaliman. Asiyah dengan teguh memberontak, melawan dan mempertahankan keyakinannya apapun resiko yang diterimanya. Semuanya ia lakukan karena ia memilih rumah di Surga, yang diperoleh dengan perjuangan menegakkan kebenaran, ketimbang istana di dunia, yang dapat dinikmatinya bila ia bekerja sama dengan kezaliman. "Dan Allah menjadikan teladan bagi orang-orang yang beriman perempuan Fir'aun, ketika ia berdo'a: Tuhanku, bangunkan bagiku rumah di surga. Selamatkan aku dari Fir'aun dan perbuatannya. Selamatkan aku dari kaum yang zalim." (QS. 66:11). Al Qur'an memuji perempuan yang membangkang kepada suami yang zalim. Pada saat yang sama Al Qur'an juga mengecam perempuan yang menentang suami yang memperjuangkan kebenaran, seperti istri Nabi Nuh alaihi salam dan istri Nabi Luth alihi salam. Dalam kaitannya dengan hal ini, Al Qur'an juga menambahkan satu contoh perempuan yang mendukung kezaliman suaminya (sebagai contoh lawan dari Asiyah) yakni, istri Abu Lahab. Selain Asiyah, ada pula contoh-contoh perempuan pejuang meski suami-suami mereka bukanlah orang-orang zalim, melainkan para pejuang kebenaran. Khadijah binti Khuwailid, Aisyah binti Abu Bakar, Nusaibah binti Ka'ab, adalah contoh nama-nama yang bersama suami mereka bahu-membahu memperjuangkan agama Allah. Tipe ketiga yang dijelaskan dalam Al Qur'an adalah tipe perempuan penggoda. Jelas untuk yang satu ini diwakili oleh Zulaikha penggoda Nabi Allah Yusuf alaihi salam. Dalam kisah Zulaikha menggoda Yusuf inilah, Al Qur'an menunjukkan kepandaian perempuan dalam melakukan makar dan tipuan. Manakah tipe anda dari ketiga tipe tersebut? Wallahu a'lam bishshowaab (Bayu Gautama/dari buku: Meraih Cinta Ilahi, Jalaluddin Rakhmat)

Pilih Mana: Prestasi Atau Eksploitasi Publikasi 03/04/2002 14:00 WIB eramuslim - “Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mu’min, lakilaki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang khusu’, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut nama Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar”. (QS. Al-Azhab. 35) Seorang ibu yang baru saja melahirkan tampak sedikit kecewa dengan kabar yang baru saja ia diterima dari seorang suster yang membantu persalinannya. Suster mengatakan bahwa anaknya yang keempat ini ternyata perempuan lagi. “Perempuan?” kening si ibu mengkerut. “Coba dicek lagi suster, mungkin suster salah lihat, sebab hasil USG beberapa bulan lalu, terlihat dalam kandungan saya anak saya laki-laki!” desak si ibu yang masih tampak lemah. “Benar Bu, anak Ibu perempuan, tidak mungkin salah apa lagi tertukar, karena hanya Ibu saja yang melahirkan hari ini di sini. Sama saja antara laki-laki dan perempuan Bu. Yang penting bagaimana Ibu mendidiknya kelak menjadi anak yang sholeh. Di mata Allah, laki-laki dan perempuan memiliki derajat yang sama.” Ujar suster bijaksana, namun si ibu masih tampak kecewa, hal itu terlihat jelas dari raut wajahnya.

Disebuah pusat perbelanjaan seorang perempuan cantik dengan pakaian ketat berdiri di pintu masuk menawarkan rokok pada setiap laki-laki yang ia temui. Tidak sedikit dari laki-laki yang ditemuinya itu bukannya membeli rokok yang ditawarkan, namun hanya menikmati keindahan tubuh dan wajah cantik yang memang disengaja dibuka oleh para perempuan cantik tersebut, bahkan tak jarang ada yang sengaja mencolak-colek. Mereka bisa apa? resiko pekerjaan, paling begitu jawab mereka , kasihan …. Lain lagi kejadian di sebuah Program Pascasarjana sebuah Perguruan Tinggi Negeri terkemuka. Seorang perempuan yang masih sangat muda duduk diantara wisudawan menunggu giliran mendapatkan ijazah dari Rektornya. Kecerdasan dan kepintarannya mengantarkannya memiliki kesempatan melanjutkan studi ke tingkat Pascasarjana dengan beasiswa yang ia dapatkan melalui persaingan yang tidak semua orang dapat memenangkannya. Orang tua dan sanak keluarganya pun kagum dengan prestasinya. Gambaran kejadian pertama menunjukkan betapa dalam masyarakat yang sudah sangat moderen ini masih saja ada keluarga yang keberatan dengan kelahiran anak perempuan. Seolah-olah perempuan hanya akan memberatkan beban keluarga saja. Padahal setiap jiwa itu sudah Allah tentukan rezekinya. Kejadian kedua tidak kalah menyedihkannya, keberadaan perempuan hanya dijadikan pelengkap berhasilnya sebuah produk dipasaran. Namun kita masih memiliki harapan, dibalik forum diskusi dan seminar tentang perempuan, dibalik eksploitasi terhadap fisik perempuan masih ada perempuan muslimah istiqomah mempertahankan dan menunjukan identitas serta jati dirinya, bahwa perempuan itu juga bisa berprestasi, sama halnya dengan laki-laki. Perempuan bukan penyebab kemiskinan dan perempuan itu bukan merupakan sekedar pelengkap, apalagi penyedap. Dalam pandangan Allah, laki-laki dan perempuan memiliki derajat yang sama. Allah menyediakan bagi keduanya ampunan dan pahala yang besar. Namun tidak sedikit yang masih menganggap remeh perempuan, padahal setelah kedatangan Rasulullah, Islam mengangkat derajat kaum perempuan ke tempat yang sangat terhormat sebagai anak, istri, ibu dan anggota masyarakat. Tidak sedikit yang memuja-muja maupun yang mencela perempuan, bahkan perempuan disebut-sebut sebagai sumber kehancuran maupun kesuksesan para pemuka dunia, sehingga muncul ucapan “dibalik kesuksesan orangorang besar ada perempuan”, atau bila seorang pemuka mengalami kehancuran, maka yang muncul adalah ucapan “selidikilah perempuannya”. Laki-Laki Dan Perempuan Berasal Dari Sumber Yang Sama. “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptalan kamu dari seorang diri, dan darinya Allah menciptakan istrinya, dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu” (QS.4:1) Perempuan adalah penyempurna kekurangan yang ada pada diri laki-laki, begitu juga sebaliknya, laki-laki diciptakan untuk menyempurnakan kekurangan perempuan, sehingga Allah menjadikan keduanya berpasangpasangan, agar keduanya merasa tentram dan dapat berbagi. Sehingga tidak ada yang berhak merasa dirinya lebih baik dari yang lainya. Laki-laki dan perempuan berasal dari sumber yang sama, keduanya di mata Allah memiliki darajat yang sama, namun sangat disayangkan masih banyak pandangan negatif terhadap keberadaan perempuan. Mereka menganggap perempuan hanya memiliki sedikit kecakapan, perempuan hanya dijadikan untuk memuaskan dahaga seksual, kehormatanya dapat dimiliki dengan memberinya sejumlah harta, dapat ditalak kapan saja, bahkan lebih tragis lagi, perempuan dianggap sandal jepit yang dapat dipakai dan dilepas kapan saja. Pandangan jahiliyah ini masih berkembang di tengah masyarakat, mereka memingit para perempuan dirumah, tidak boleh keluar dengan alasan apapun termasuk untuk belajar dan bekerja. Padahal mencari ilmu adalah hak dan kewajiban laki-laki dan perempuan. Bahkan istri Nabi tidak hanya belajar, tapi beliau juga mengajarkan ilmu-ilmu fiqh dan periwayatan hadis disamping ahli dalam menciptakan syair, sastra dan ilmu bahasa lainnya. Rasulullah mengatakan “Janganlah kamu melarang hamba-hamba Allah yang perempuan untuk mendatangi masjid-masjid Allah” (Hadis Riwayat Muslim). Dibalik itu, tidak sedikit perempuan dieksploitasi dan mengeksploitasi dirinya sendiri. Kita lihat saja iklan-iklan yang sebenarnya tidak ada hubungannya dengan perempuan, menampilkan perempuan yang membuka aurat, yang ditonjolkan bukan kualitas produknya melainkan justru sisi sensual perempuan yang menjadi bintang iklan produk itu. Hal ini diakui oleh mantan pragawati terkenal yang kini mendapat hidayah dari Allah. Betapa pekerjaannya dulu sebagai peragawati hanya bermanfaat untuk kepentingan pemilik bisnis fashion dan benar-benar menjauhkan ia dari Allah karena setiap saat bergelimangan maksiat. Dengan mengenakan busana muslimah, ia kini benar-benar merasa

menjadi perempuan terhormat. Pandangan Barat dan kaum feminisme sekarang ini yang memandang perempuan muslimah dikebiri hak dan kewajibanya sangatlah tidak beralasan. Lupakah kita pada sejarah bahwa sebelum kedatangan Islam, setiap keluarga malu jika melahirkan anak perempuan. Mereka tidak segan-segan membunuh bayi perempuan mereka, karena mereka beranggapan memiliki anak perempuan merupakan aib. Tapi setelah kedatangan Islam, semuanya erbalik, bahkan Islam menempatkan perempuan pada posisi yang sangat terhormat. Tidak dapat kita pungkiri bahwa laki-laki dan perempuan itu adalah sama (meski secara fisik berbeda). Mereka berasal dari sumber yang sama, derajat mereka sama di sisi Allah, mereka memiliki peluang yang sama untuk maju, tumbuh dan berkembang. Jika persamaan ini yang dikumandangkan kaum feminisme dan Barat, sungguh mereka sanggat ketinggalan kereta sekali. Karena persamaan dalam kondisi ini telah menjadi jaminan Al-Quran. Namun perlu dingat, ada perbedaan mendasar yang tidak mungkin bisa dipaksakan sama. Perempuan bisa mendapatkan pendidikan tinggai layaknya laki-laki, perempuan bisa mencari nafkah sebagaimana halnya laki-laki, perempuan bisa menjadi kepala rumah tangga jika suaminya meniggal. Namun ada tiga hal penting yang tidak akan pernah mungkin dilakukan laki-laki yaitu mengandung, melahirkan dan menyusui. Realita ini harus diakui sebagai kodrat dan fitrah. Allah telah mengangkat derajat kaum perempuan, Allah telah memuliakan kaum perempuan. Syurga terletak di bawah kaki ibu, Rasul pun mengatakan orang yang pertama yang harus dihormati itu adalah perempuan yaitu ibu, bahkan perempuan sholehah nilainya jauh melebihi keindahan seluruh isi alam semesta ini. Untuk itu, eksploitasi fisik terhadap keberadaan perempuan adalah sebuah kesalahan besar, namun anehnya tidak banyak perempuan yang menyadarinya, bahkan mereka beranggapan hal itu merupakan aktualisasi diri dan prestasi tersendiri dalam ehidupan mereka, aneh kan! Eksploitasi Terhadap Perempuan Telingga kita mungkin sudah kebal mendengar cerita klasik tentang eksploitasi fisik perempuan. Dengan alasan dapat meningkatkan devisa negara, pemerintah tanpa malu sedikitpun melegalkan ribuan tenaga kerja perempuan meninggalkan keluarga, anak dan suaminya untuk menjual tenaga sebagai pembantu rumah tangga ke luar negri. Mata kita juga mungkin sudah bosan melihat di media televisi, perempuan tanpa malu bahkan bangga memamerkan tubuhnya, beradegan mesra dengan orang yang bukan mahramnya, berlenggak-lenggok di atas cat walk, berpose seronok di majalah porno. Bahkan hati kita mungkin sudah keras, ini terbukti kita tak mampu berbuat apa-apa atas dilokalisasikannya sebuah daerah untuk transaksi memuaskan nafsu si hidung belang, dimana perempuan di sana adalah konsumsi utama mereka. Allah menciptakan perempuan dengan keindahan fisik dan kelembutan tutur kata. Makanya tidak heran dikatakan perempuan itu adalah perhiasan dunia. Keindahan fisik ini menjadi komoditas bagi mereka yang hanya mementingkan diri sendiri. Mereka tidak segan-segan menjadikan fisik perempuan sebagai barang dagangan yang mudah untuk diperjualbelikan, sebagaimana banyak kasus yang terjadi sekarang. Jika kita berjalan-jalan di pasar Induk Jakarta Timur, maka akan kita temui banyak sekali perempuan-perempuan yang bekerja mengangkat barang yang seharusnya bukan merupakan pekerjaan mereka. Pada pasar yang ramai di malam hari itu akan kita temui perempuan-perempuan setengah baya yang tetap terjaga menunggu pikulan. Padahal pada malam hari yang dingin itu alangkah lebih baik bila ia berada di rumah menemani anak-anaknya belajar atau istirahat. Kita mungkin masih ingat tragedi Kartini, tenaga kerja Indonesia yang hamil di luar nikah di Arab Saudi. Malang sekali nasibnya, dia menjual tenaga ke luar negeri, bukan Real yang di dapat tapi hukuman mati yang harus ia hadapi. Tidak saja siksaan fisik yang dialami perempuan yang tereksploitasi fisiknya tapi juga harga diri dan kehormatan sering mereka pertaruhkan untuk sekedar dapat menyambung hidup, benar-benar tidak adil! Perempuan-Perempuan Berprestasi Jika kita membalik lembaran sejarah, kita akan mendapati tauladan perempuan-perampuan terhormat dan berprestasi, serta memberikan kontribusi terhadap zaman ini. Mereka telah membuktikan perannya sebagai perempuan, sehingga mereka menjadi suri tauladan, tidak hanya pada zamanya saja tapi juga hingga akhir zaman ia tetap ditauladani. Ummul mukminin, Khadijah binti Khuwaylid, istri pertama Rasulullah telah membuktikan prestasinya, tidak saja di mata manusia, tapi juga di mata Allah. Ia tidak saja sebagai istri, tapi ia adalah seorang pengusaha perempuan yang

paling suskses pada zamannya. Ia adalah perempuan terhormat, lagi kaya raya. Ia perempuan pertama yang mengimani Rasul di saat yang lain mengingkari, ia yang membela perjuangan Rasul disaat yang lain memusuhi. Kesuksesan bisnisnya digunakannya untuk perjuangan dakwah Rasurullah. Tidak terhitung berapa pengorbanan harta yang telah dikeluarkan Khadijah untuk perjuangan Islam dan kaum muslimin. Khadijah telah membuktikan perannya sebagai istri yang membantu perjuangan suaminya untuk mendapatkan ridho dari Allah SWT. Dalam bidang pendidikan perempuan yang paling antusias menuntut ilmu adalah Aisyah, istri yang paling dicintai Rasulullah. Ingatannya kuat, dari beliau para sahabat banyak belajar hadis dan hukum Islam lainnya. Ia adalah seorang perempuan yang sangat pemberani dalam perang hingga Allah, Rasul dan para sahabat memberikan kemuliaan kepada beliau. Dalam sejarah Indonesia tercatat seorang pahlawan perempuan yang prestasinya terus terukhir sepanjang zaman, ialah Cut Nyak Dien, perempuan Aceh yang mengobarkan semangat jihat membela tanah air. Disamping memimpin perang, beliau tidak lupa mengajarkan baca tulis Al-quran kepada masyarakat. Sebuah sikap yang sulit dicari tandingannya pada zaman sekarang ini. Pada abad 20 yang baru saja kita tinggalkan, kita mengenal sosok perempuan cerdas dan memiliki komitmen kuat terhadap perjuangan Islam. Ia adalah Zainab Al-Ghazali. Perjuangannya menegakkan kalimatullah di bawah pemimpin tirani tidak menggentarkannya meski berhadapan dengan binatang buas dalam penjara pengap yang menjadi hari-harinya semasa dia dipenjara. Namun perjuangannya tidak pernah surut walaupun pecutan dan tamparan menjadi selimutnya di penjara. Dan masih banyak lagi nama-nama indah terukir di sepanjang masa karena prestasi yang ditorehkan dalam bidangnya masing-masing. Pentingnya Kesadaran Yang Tinggi Dalam zaman yang penuh fitnah ini, dimana setiap saat perempuan mudah saja tergelincir kepada jurang kemaksiatan-jika tidak dieksploitasi, mereka yang justru mengeksploitasi dirinya- maka perlu kesadaran yang tinggi bagi perempuan agar terhindar dari segala bahaya. Kesadaran yang tinggi akan mengantarkan kita kepada kepahaman akan iman dan hakikat Islam. Sebagai konsekwensinya kita akan berbuat untuk mencapai prestasi dan ridha Allah, kita akan memperbaiki diri dan tingkah laku kita sesuai dengan tuntutan dan syariat Allah, kita akan mendidik jiwa dan perasaan kita agar jangan sampai terpengaruh oleh rayuan dan kemilau dunia yang menyesakkan. Kesadaran yang tinggi itu disertai dengan pemahaman kita terhadap hakekat dan kodrat kita sebagai perempuan. Kesadaran yang tinggi merupakan keistimewaan yang tumbuh sejalan dengan pertumbuhan iman dan kemantapan aqidah sejalan dengan kesadaran hati seseorang akan adanya kiamat dan hari penghisab-an yang akan menunggu setiap saat. Kesadaran yang tinggi itu akan mampu memberikan sebuah benteng bagi keselamatan diri, aqidah dan jasad. Dan kesadaran itu akan terefleksi dalam akhlak, pergaulan dan keistiqomahan dalam menghindari lingkungan yang tidak baik, serta senantiasa menjadi penebar kebaikan dan mampu menanggulangi berbagai penyakit yang muncul dalam masyarakat. Perhiasan Dunia Sebaik-baik perhiasan dunia adalah perempuan sholehah. Ia adalah harapan agama, yang diharapkan dapat melahirkan generasi rabbani. Perhiasan itu tidak mudah didapat, harganya terlalu mahal, dan menjaganya pun tidaklah mudah. Setiap abdi Allah ingin mendapatkannya, namun tidak semua bisa memilikinya. Ia memberikan kesejukan dikala hati gersang, ia menyegarkan pandangan di kala mata suram. Perhiasan dunia itu, dalam kehidupannya menampakkan kemuliaan dirinya. Bagaikan sekumtum mawar yang sedang mekar, harumnya tergambar dari pribadinya yang santun. Tunduk pandangannya, tegas bicaranya. Sedikitpun tidak ada keraguan jika meninggalkannya di rumah. Ia menjaga harta suaminya, mendidik anak-anaknya dan senantiasa menjaga kehormatan diri dan suaminya. Dalam kehidupan sehari-hari ia senantiasa diselimuti prestasi. Ia senantiasa bekerja keras untuk meraihnya. Dia tahu mana kegiatan yang di sukai Rabb-nya, untuk itu ia tidak pernah putus asa. Ia senantiasa menjaga kesucian dirinya. Tidak mudah mengeksploitasi diri dan kehormatannya, apa lagi hanya sekedar menggodanya. (Yesi Elsandra) Sumber: Kebebasan wanita (Abdullah Halim Abu Syuqqah), Juru dakwah muslimah (M. Hasan Buraighisy)

Related Documents