Implikasi Multi-dimensional dari Kebijakan Telematika Indonesia*) Oleh: Mas Wigrantoro Roes Setiyadi Country Advocate, GIPI Indonesia
Pengantar Peradaban dunia pada masa ini dicirikan dengan fenomena pertumbuhan Internet dan globalisasi di hampir semua bidang kehidupan, dari sains dan teknologi, mainan anak - anak hingga tatanan rambut orang dewasa. Salah satu pendorongnya adalah kemajuan teknologi yang berhasil membuahkan integrasi teknologi telekomunikasi, informasi dan multimedia. Ketika mereka masih berkembang sendiri - sendiri dampak yang dihasilkan belum sebesar sekarang, namun ketika telekomunikasi telah memperkaya teknologi informasi, keduanya menghasilkan jenis - jenis pelayanan baru yang sebelumnya tidak pernah terwujud. Pelayanan - pelayanan baru ini pada hakekatnya bertujuan memenuhi kebutuhan informasi yang disajikan dalam berbagai bentuk. Karena manusia menerbitkan dan menerima informasi menggunakan inderanya (mata, hidung, telinga, dan mulut), maka pelayanan inipun berupaya menyajikan informasi dalam kombinasi bentuk gambar, grafik, text, dan suara. Oleh karenanya penggunaan berbagai media sebagai data masukan atau informasi keluaran dari kombinasi alat telekomunikasi dan komputasi menjadi suatu keniscayaan. Fenomena inilah yang kemudian disebut sebagai konvergensi teknologi telekomunikasi, informasi, dan multimedia. Kemajuan dan perkembangan teknologi, khususnya telekomunikasi, multimedia dan teknologi informasi (telematika) pada akhirnya merubah tatanan organisasi dan hubungan sosial kemasyarakatan. Hal ini tidak dapat dihindari, karena fleksibilitas dan kemampuan telematika untuk memasuki berbagai aspek kehidupan manusia. Bagi sebagian orang, telematika telah membuktikan perannya sebagai alat bantu yang memudahkan aktivitas kehidupan, sekaligus membantu meningkatkan produktivitas. Mereka yang sudah dapat menikmati manfaat telematika, terbukti mengalami peningkatan kekuatan ekonomi dan menjadi kelompok masyarakat yang relatif makmur, sebaliknya mereka yang belum memperoleh kesempatan pada umumnya berpenghasilan *)
Makalah dipresentasikan dalam Seminar Dies Natalis Fisipol Universitas Gajah Mada Ke-46, tanggal 19 september 2001, di Jogjakarta. Page 1 of 23
rendah dan bahkan di beberapa negara hidup dalam kemiskinan. Fenomena seperti ini makin menguatkan hipotesa the winner takes all yang kurang lebih menyiratkan makna bahwa yang kaya semakin kaya, sementara yang miskin tetap saja miskin. Internet sebagai perwujudan konvergensi telah menyebar ke seluruh penjuru dunia pada empat dekade terakhir ini, terutama di negara - negara yang memiliki kemampuan menyerap tekonologi, dan oleh karenanya di negara negara kaya kemudian terbentuk suatu kelompok yang disebut masyarakat informasi (Fukuyama, 2000). Transisi karakter ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat cenderung berjalan lebih cepat ketika Internet
melengkapi
kemampuannya
untuk
memfasilitasi
perdagangan menjadi lebih efisien dan kompetitif.
aktivitas
bisnis
dan
Perubahan ini makin nyata,
sebagaimana dikatakan Fukuyama "A society build around information tends to produce more of the two things people value most in modern democracy: freedom and equality". Menyikapi kondisi yang demikian, banyak negara yang sedang berusaha keras menyiapkan kerangka kebijakan bagi pembangunan telematika agar dapat mengatasi fenomena kesenjangan digital (digital divide). Meski yang terlihat di permukaan adalah masih sedikitnya penggunaan telematika bagi sebagian penduduk di belahan bumi ini, namun akar permasalahan dari digital divide ini sangat kompleks, karena tidak saja menyangkut pengembangan dan penggunaan teknologi, namun juga adanya masalah ketidak-mampuan ekonomi, masalah sosio-kultural, serta sistem politik di masing masing negara. Ada beberapa kesamaan di antara negara - negara di Asia Pasifik dalam menyikapi fenomena digital divide ini, khususnya menyangkut strategi dan prioritas kebijakan pembangunan bidang telematika. Di sisi lain, struktur fisik Internet yang cenderung menjadi substitusi bagi sarana telekomunikasi konvensional, menjadikannya sulit bagi pemerintah dan anggota masyarakat lain untuk melakukan upaya pengendalian dan atau sensor. Dapat dimengerti bila kemudian muncul kekhawatiran dari sementara pihak bahwa penggunaan Internet akan lebih banyak menimbulkan mudharat dari pada manfaat. Beberapa pemimpin pemerintahan negara di Asia bahkan telah menyuarakan kekhawatirannya bahwa keterbukaan Internet dapat merusak moralitas dan identitas budaya masyarakat. Namun demikian di tengah retorika dan kontroversi, beberapa negara di Asia sudah mulai Page 2 of 23
menyediakan kebijakan yang dimaksudkan untuk mendukung penyebar-luasan Internet, dengan suatu keyakinan bahwa Internet akan membawa manfaat yang lebih besar dan membantu meningkatkan daya saing ekonomi bila dikelola dengan benar (Hongladarom, 2000). Antusiasme dalam mengadopsi Internet pada gilirannya mengundang pertanyaan sejauh mana ia dapat berpengaruh pada semua aspek kehidupan dan bagaimana sebaiknya kebijakan publik yang memadai perlu disediakan agar pengaruh ekonomi, sosial dan budaya terhadap masyarakat penggunanya memberikan manfaat dari pada mudharat. Dalam makalah ini penulis mengetengahkan observasi pengaruh multidimensional meliputi aspek ekonomi, sosial, budaya, dan pertahanan keamanan sehubungan dengan kebijakan telematika yang pernah ada di Indonesia. Analisa kebijakan menggunakan pendekatan kualitatif berdasarkan teori dan kaidah yang banyak diaplikasikan di berbagai negara. Pada beberapa kasus penggunaan istilah Internet, Telematika, dan Teknologi Informasi sering dipakai secara bergantian untuk mengacu pada maksud yang sama, meskipun ketiganya masing - masing memiliki definisi yang berbeda. Pada beberapa bagian dalam makalah ini, penulis mengajukan rekomendasi yang diharapkan dapat digunakan oleh pemerintah, organisasi sosial , atau sektor bisinis sebagai pertimbangan dalam membuat kebijakan strategi atau aktivitas lain yeng berhubungan dengan pemanfaatan telematika.
Sasaran Umum Kebijakan Telematika Evolusi Telematika akan terus terjadi dengan atau tanpa kebijakan nasional di bidang telematika yang dinyatakan dengan sistematis, jelas, dan komprehensif. Namun demikian kebijakan yang tidak koherent akan mendorong terjadinya pembangunan infrastruktur dan penggunaan sumber daya secara tidak efisien dan tidak efektif. Guna mencegah terjadinya pemborosan sumber daya, dibuatlah petunjuk sasaran yang biasanya dipakai oleh negara -negara berkembang dalam menyusun kebijakan. Pada umumnya ada tiga sasaran utama kebijakan pemerintah di bidang telematika (Koh How Eng, 1999): pertama, tercapainya pertumbuhan ekonomi dan daya saing (economic growth and competitiveness). Kedua, tercapainya peningkatan kualitas hidup (quality of life) masyarakat, dan ketiga, tercapainya stabilitas pertahanan dan Page 3 of 23
ketahanan nasional yang kokoh dan tak tergoyahkan dari gangguan internal maupun eksternal. Hubungan antara telematika, pertumbuhan ekonomi, daya saing, kualitas kehidupan dan stabilitas pertahanan keamanan nasional dapat digambarkan dalam diagram 1 di bawah. Telematika
Pertumbuhan Ekonomi
Kualitas Hidup
Demokratisasi
Investasi
Stabilitas Hankamnas Diagram 1: Siklus pengaruh kebijakan telematika
Karena fleksibilitas telematika yang mampu menjadi alat peningkatan efisiensi dan produktivitas bagi semua sektor ekonomi, kebijakan telematika pada gilirannya akan memfasilitasi tercapainya pertumbuhan ekonomi. Selanjutnya, pertumbuhan ekonomi akan berperan sebagai salah satu syarat bagi tercapainya peningkatan kualitas hidup. Beberapa parameter lain yang menunjukan kesejahteraan atau kualitas hidup misalnya tingkat kesehatan masyarakat, pelayanan publik, infrastruktur ekonomi, perlindungan lingkungan, pendidikan, kesehatan spiritual, serta kebebasan mengeluarkan dan memperoleh informasi. Masyarakat yang ekonomi, phisik dan nonphisik-nya sehat, pada gilirannya akan menghendaki kebebasan berpolitik dalam lingkungan yang demokratis. Ketiga kondisi pertama: kesehatan ekonomi, kualitas hidup, dan lingkungan yang demokratis mendukung terciptanya negara yang memiliki stabilitas pertahanan dan keamanan nasional. Hal ini dapat dimengerti karena pada umumnya di negara yang memiliki kondisi ideal seperti ini masyarakatnya cenderung
hidup dengan penuh
tanggung jawab dan berupaya menjaga keberhasilan yang telah dicapai agar bangunan sosial yang terbangun tidak runtuh diterjang berbagai krisis. Sebaliknya, sistem pertahanan dan keamanan yang baik akan memberi kontribusi bagi meningkatnya investasi, pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kualitas hidup.
Page 4 of 23
Ketiga sasaran tersebut di atas dapat dicapai apabila pemerintah dan masyarakat dalam kebijakan publik di bidang telematika yang dibuatnya mencakup strategi dan implementasi di tingkat operasional dapat melakukan hal - hal sebagai berikut: a. Meningkatkan manfaat dari teknologi informasi, b. Membantu masyarakat dan organisasi untuk menyesuaikan perkembangan terbaru dan memberikan perangkat serta model untuk merespon secara rasional tantangan yang muncul seiring dengan perkembangan Telematika, c. Memfasilitasi tersedianya infrastruktur komunikasai dan informasi yang terjangkau oleh segenap anggota masayarakat, d. Meningkatkan kualitas pelayanan dan produk - produk telematika, e. Mendorong inovasi dalam pembangunan dan penggunaan teknologi, f. Mendorong terjadinya penyebar-luasan informasi, transparansi,dan akuntabilitas serta mengurangi birokrasi intra dan antar organisasi g. Identifikasi prioritas dalam pembangunan telematika h. Memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk lebih mudah mengakses informasi i. Menyediakan sumber daya telematika bagi institusi pendidikan dan pemerintahan j. Mendukung konsep belajar seumur hidup k. Melatih individu dan organisasi agar memiliki pengetahuan dan ketrampilan di bidang telematika
Elemen - elemen Kebijakan Telematika Kebijakan nasional di bidang telematika yang komprehensif biasanya memuat segala permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan sektor telematika dan sekaligus menetapkan strategi pemecahannya. Kebijakan yang baik juga dilengkapi dengan rencana aksi dan petunjuk pelaksanaan yang berisi program dan milestone yang hendak dicapai, skedul pelaksanaan, penanggung jawab, serta anggaran yang dibutuhkan. Beberapa elemen yang pada umumnya dibahas dalam kebijakan telematika: 1. Pembangunan Infrastruktur Telematika •
Infrastruktur telekomunikasi
•
Interkoneksi, Universal Service Obligation/Universal Access, Perijinan,
dan Tarif Page 5 of 23
2.
•
Interoperasi sistem informasi
•
Peningkatan pelayanan publik
•
Penghematan biaya transaksi
•
Electronic Commerce
•
Pengembangan standar teknologi
Pengembangan pengetahuan dan ketrampian (skills) •
Penelitian dan pengembangan
•
Pendidikan dan pelatihan di bidang telematika
3. Legislasi dan kebijakan •
Difusi teknologi informasi
•
Pengembangan industri telematika
•
Kebijakan perdagangan untuk produk - produk dan jasa telematika
•
Kebijakan Perpajakan pada transaksi elektronik
•
Perlindungan hak atas kekayaan intelektual
•
Privasi atas data pribadi
•
Perlindungan terhadap keberagaman budaya dan bahasa
•
Perlindungan dari konten yang olegal dan merusak tatanan sosial
•
Adposi standar
4. Koordinasi dan pengembangan institusi •
Struktur institusi regulator
•
Koordinasi dalam pengembangan kbijakan telematika nasional
•
Kerjasama internasional
5. Akses Telematika •
Akses kepada infrastruktur
•
Akses kepada informasi
6. Pemantauan Kinerja Telematika •
Pemantauan penggunaan telematika
•
Pengukuran pengaruh telematika
Page 6 of 23
Realitas versus Ideal Bila kita perhatikan, kebijakan yang baru saja diterbitkan oleh pemerintah seringkali menjadi tidak sesuai dengan realita yang sedang terjadi di masyarakat. Hal ini menjadi wajar karena pada umumnya proses pembuatan kebijakan memerlukan waktu yang relatif lama, sementara perubahan teknologi berlangsung begitu cepatnya, sehingga ketika proses pembuatan kebijakan telah selesai, implementasi di lapangan menjadi tidak sesuai lagi dengan kenyataan yang ada. Penyebab lain dari selalu terjadinya kebijakan yang ketinggalan dibandingkan dengan realita di masyarakat adalah kekurang-mampuan aparat pemerintah baik di tingkat pusat maupun instansi pelaksana dalam mengelola pembangunan dan penggunaan telematika. Tabel 1: Perbandingan situasi realitas versus ideal dalam pembangunan telematika Feature Development objectives
Ideal design System goals are based on well-defined programme or business needs.
Reality Most initiated applications are never used because their development is not completed or because they are not suitable for their intended purposes or are too difficult to put into operation.
Management and staff are ill-informed and All participants in the project agree about poorly trained in how to use ICT effectively. how the system will serve the needs of They do not have mechanisms to keep themselves users. up to date with the evolution of technology.
ICT project management
Staff are unable to articulate their needs. ICT personnel have no time to relate to organizational The system objectives are reasonable given goals and study how business is being conducted. the resources available. Management has no practical measurement indicators to optimize ICT spending and personnel. Consequently, it is difficult to set The system objectives have the support of meaningful and realistic objectives for ICT elected officials and top management. development. Overambitious goals are set The objectives include performance compared with available resources. Application measures and a post-implementation development is started before the availability of evaluation. requisite support resources is confirmed. In inter-agency projects, the substantive goals of participating organizations can overlap or conflict, even when the organizations are engaged in a joint project. All participants are treated as equals and Individuals and organizations resist changes. have a substantial stake in the project's success. Page 7 of 23
All participants understand the project management process and the roles and responsibilities of all the players.
Project goals are often comprehensive, but budgets to achieve them are usually underestimated.
Available financial resources are invested New projects are started with too little advance where they are most needed. information, weak leadership support, inadequate user participation, too little funding, and lessthan-comprehensive training and orientation. Many projects take considerably longer than Information about project status is shared originally planned. frequently. Especially in government projects, the roles of The participants engage in joint problem collaborating parties in project planning and identification and problem-solving. management can conflict with their (simultaneous) oversight and regulatory roles, Collectively, the project team has the skills and become a source of difficulty in working needed to carry out a successful system relationships. project. ___________________ Source: Derived from "Tying a Sensible Knot: A Practical Guide to State-Local Information Systems", Center for Technology in Government, State University of New York at Albany (1999).
Kebijakan telematika perlu mengenali permasalahan - permasalahan seperti tersebut di atas dan sekaligus menawarkan solusinya. Pengembangan aplikasi seyogyanya didasarkan pada metodologi pengembangan yang baik, yang telah terbukti berfungsi dengan baik di negara - negara lain, realistis dan objektif. Namun demikian ukuran keberhasilan kebijakan telematika tetap saja ditentukan pada tahap implementasi yang disesuaikan dengan kondisi nyata di lapangan. Objektif dan substansi kebijakan telematika di berbagai negara di Asia Pasifik memiliki kesamaan dan perbedaan dalam konteks internasional, nasional maupun lokal. Perbandingan fitur dasar dan hubungannya dengan berbagai tingkat pelaksana kebijakan telematika disajikan dalam tabel 2 di bawah. Tabel 2. Hubungan antara kebijakan - kebijakan pada level organisasi, nasional dan internasional Feature
Creator
Method of
Organizational policies
National-level policies
International policies Intergovernmental bodies Government, government agencies, organizations, international Chief executives and chief government agency coordinating business alliances, large information officers. national and/or government-wide hardware and software ICT development. manufacturers, multinational corporations. Various methods in use, some Typically initiated by governments, Working groups, international Page 8 of 23
triggered by models of other meetings, research and leading to explicit articulated countries. A drafting agency is development by large hardware policies, others to ad hoc sets creation selected and a draft is circulated for and software manufacturers, of instructions or to related comments among the rest of the standards development by insertions in sectoral policies. government agencies. international organizations. Some developed countries are Concentrate on policies that are starting to have comprehensive required in international national ICT policies, including transactions. Do not effectively Highly variable, from nonComprenational information infrastructure address several areas, including existent to very hensiveness policies and government-wide impact on social development, comprehensive. policies. However, many developing access to information and countries have no articulated effectiveness of technology national ICT policies. transfer. To provide all citizens with equitable access to information and To support organizational information technologies. To ensure that all countries can business goals by improving To ensure that ICT is part of benefit from information and Main operational efficiency and national education programmes. communication technologies. objectives exchange of information. To improve efficiency and To develop and promote To maintain and improve transparency of civil service. international technology competitiveness. To address national ICT issues, such standards. as those arising from national languages. Resistance to change, especially when technology Difficulty in making them pragmatic Main problems threatens conventional and meaningful. Enormous variation in country in creating structures. Setting of the balance between conditions. such policies Difficulty in deciding who is national policy and sectoral policies responsible for policy in which ICT plays a role. development. Direct observance of international Indirect link. Mainly through agreements and standards as Links to global adoption of international ICT applicable to country commitments. policies standards and observance of Global policies and standards trading agreements. provide material for setting components of national policies. Enterprises may be restricted International standards are by national laws and promoted at national level. Links to Models and experiences of other regulations, or may benefit National policies may address national countries are useful in creating from national development international issues and identify policies national policies. incentives, education participating agencies in programmes, and so on. international cooperation. Models and experiences of Links to others, especially business Adoption of national standards at Adoption of international enterprise associates, are useful in the enterprise level. standards at enterprise level. policies creation of policies. Lack of international Lack of systematic approaches to mechanisms that could ICT development in developing Main Inadequate enterprise level effectively help in the diffusion countries. deficiencies in adjustments necessitated by of ICT in developing countries. current policies ICT development. Lack of international laws and Lack of understanding of the impact mechanisms to control of ICT on society. undesirable aspects of ICT use. Role of Mostly indirect, through Being independent from ICT A central role in international intergovernme effects on national and global- vendors, an advisory role in ICT standard setting, in coordinating Page 9 of 23
ntal organizations in improvement
development in central government, in various government sectors and agencies.
level policies. Direct advisory role in respect of counterpart government International support for good agency policies. governance usually includes ICT components.
rules and regulations.
Faktor - faktor yang mempengaruhi kebijakan nasional telematika Kondisi politik dan model pemerintahan suatu negara biasanya mempengaruhi proses perumusan kebijakan telematika. Di negara - negara yang otoriter, peran pemerintah dalam merumuskan kebijakan telematika biasanya besar sekali. Lebih lanjut, tidak hanya pada tahap perumusan saja, tetapi juga ketika tahap implementasi, fokus kebijakan dan aktor pelaksananya biasanya terpusat pada instansi dan pejabat pemerintah. Meskipun disebutkan ada peran swasta biasanya hanya sebagai pelengkap dan sepanjang swasta menurut petunjuk pemerintah. Sebaliknya di negara - negara yang lebih demokratis, dalam proses penyusunan dan implementasi kebijakan pemerintah lebih banyak mengajak swasta untuk terlibat secara langsung. Pada umumnya pentingnya kebijakan telematika disadari oleh pimpinan politik tertinggi di negara -negara berkembang, dan beberapa di antaranya malahan memelopori pembangunan kebijakan telematika. Namun demikian, efektivitas
dan keberhasilan
kebijakan telematika di suatu negara tidak menjadi jaminan keberhasilan bila kebijakan yang sama diterapkan di negara lain sebagaimana adanya. Perbedaaan ekonomi, politik, dan sosio-kultural menjadi hal - hal penting yang harus diperhatikan ketika merumuskan kebijakan telematika yang menggunakan referensi dari negara lain. Berikut adalah beberapa aspek yang perlu menjadi pertimbangan ketika merumuskan kebijakan telematika: 1.
Infrastruktur Telematika, berbagai studi dan bukti empiris menunjukkan bahwa rendahnya kuantitas dan kualitas infrastruktur menjadi problem utama dalam pembangunan dan penyebar-luasan telematika di negara - negara berkembang. Yang tergolong infrastruktur telematika adalah infrastruktur telekomunikasi, Internet, dan komputer. Kebijakan nasional telematika seharusnya memberi penekanan pada upaya mengatasi kelangkaan infrastruktur telematika ini. Peran pemerintah dalam Page 10 of 23
menyediakan infrastruktur telekomunikasi haruslah pada posisi terdepan, terutama dalam menyediakan sarana telekomunikasi di daerah - daearah yang secara ekonomis kurang potensial. Pada level taktis operasional, kebijakan guna meningkatkan kuantitas dan kualitas infrastruktur dapat berupa insentif dan penyertaan modal pemerintah kepada swasta yang bersedia membangun di daerah - daerah rural dan remote. 2.
Produk dan pelayanan Telematika, komputer sebagai alat utama dalam telematika di beberapa negara masih tergolong sebagai barang mahal, bahkan di Indonesia digolongkan sebagai bawang mewah dan oleh karenanya perlu dikenakan pajak barang mewah. Mahalnya harga komputer beserta peralatan pendukungnya (peripherals) disadari atau tidak menjadi faktor penghambat dalam penyebar-luasan telematika. Penyediaan komputer dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat luas merupakan kebijakan tepat dalam mengatasi mahalnya harga komputer. Edukasi kepada masyarakat bahwa untuk dapat menikmati telematika tidak harus menggunakan komputer yang canggih perlu ditingkatkan. Kebijakan - kebijakan lain yang banyak dilakukan oleh negara berkembang untuk mengatasi masalah ini seperti misalnya pengurangan pajak impor untuk produk - produk telematika, dan mendukung terbentuknya kewiraswastaan di kalangan muda.
3.
Monopoli Telekomunikasi, negara - negara berkembang di Asia Pasifik hingga saat ini masih dihadapkan pada eksistensi monopoli penyelenggaraan telekomunikasi yang dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara. Namun demikian ada beberapa di antaranya yang sudah mulai merestrukturisasi pasar telekomunikasinya dengan secara bertahap melepas hegemoni monopoli dan menuju liberalisasi pasar yang memungkinkan pelaku lain untuk masuk menjadi pelaku bisnis di bidang telekomunikasi. Monopoli, bagaimanapun menimbulkan distorsi pasar akibat ketidakefisienan dalam pengelolaannya. Sebagai akibatnya masyarakat pengguna jasa telekomunikasi
yang
selalu
dirugikan.
Bersamaan
dengan
proses
menuju
pemerintahan yang demokratis, liberalisasi di sektor telekomunikasi tidak dapat dihindari. Manfaat dari liberalisasi adalah kompetisi yang pada gilirannya akan memberikan harga dan kualitas yang lebih murah dan lebih baik bagi konsumen.
Page 11 of 23
Kebijakan nasional telematika perlu mendukung proses liberalisasi sektor telekomunikasi. 4.
Keberagaman kesiapan instansi pemerintah dalam mengimplementasikan telematika, pada umumnya, instansi pemerintah di negara - negara berkembang justru kurang memahami dan selalu terlambat dalam menggunakan telematika sebagai bagian dari strategi pelayanan publik. Jika hal ini terjadi, menjadi tidak aneh bila terjadi kebijakan yang dihasilkan jauh dari kenyataan yang ada di masyarakat. Agar kebijakan telematika dapat berjalan dengan baik, pemerintah perlu memberi contoh sebagai pengguna telematika dengan membangun proyek - proyek percontohan di bidang aplikasi pelayanan publik. Selain itu, penyelenggaraan program pelatihan dan penyegaran bagi personel juga merupakan kebijakan operasional yang dimaksudkan untuk mengatasi masalah keberagaman pemahaman terhadap telematika.
5.
Gaya dan Struktur Manajemen tidak kondusif, majoritas penyebab kegagalan kebijakan telematika disebabkan oleh rendahnya kualitas perencanaan dan pengelolaan, bukan disebabkan oleh kurangnya sumber daya atau kesalahan pemilihan teknologi. Program - program pembangunan sektor telematika seringkali harus berhadapan dengan hirarki dan struktur organisasi yang tidak kondusif dan mudah menerima inovasi. Kebijakan nasional telematika seyogyanya menekankan pentingnya keterlibatan pejabat senior pemerintah dan swasta terkait dalam pengembangan telematika dan mendorong mereka memiliki tanggung jawab dalam pembangunan telematika di instansi masing - masing.
6.
Terbatasnya anggaran, permasalahan yang juga sering dihadapi oleh negara - negara berkembang dalam pembangunan telematika adalah terbatasnya anggaran pemerintah yang cenderung semakin kecil. Keterbatasan ini menyebabkan mereka tidak mampu menyediakan teknologi yang tepat bagi pengembangan telematika. Untuk mengatasi masalah ini, di samping diperlukan kesediaan pemerintah memperbasar alokasi anggaran, kebijakan telematika juga harus mampu memberi arah dan petunujuk bagi pengunaan teknologi telematika yang tepat guna.
7.
Rendahnya teledensity dan penetrasi Internet, infrastruktur telekomunikasi dan Internet merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Teledensity yang rendah tidak menunjang upaya penyebar-luasan Internet, lebih jauh, Page 12 of 23
rendahnya penetrasi Internet menghambat laju pertumbuhan electronic-commerce, egovernment, dan semua yang tergolong dalam aktivitas the new economy. 8.
Minimnya sumber daya manusia yang menguasai telematika, hambatan utama lain yang dihadapi negara - negara berkembang khususnya di Asia Pasifik adalah masih langkanya sumber daya manusia yang mumpuni di bidang telematika, tidak saja di bidang keteknikan, tetapi juga yang memahami aspek sosio-teknologi yang selalu berjalan beriringan dengan pengembangan teknologi itu sendiri. Di lingkungan swasta hal ini tidak begitu terasa, karena orang lebih suka bekerja di swasta dengan penghasilan yang relatif lebih besar. Tidak demikian halnya di instansi pemerintah, di mana penghasilan pegawai pemerintah selalu lebih rendah dari pegawai swasta, sebagai akibatnya tingkat penyerapan teknologi telematika di lingkungan pemerintah juga selalu lebih rendah dari swasta. Kebijakan nasional telematika harus memberi perhatian kepada sumber daya manusia yang bekerja di lingkungan pemerintah agar mereka dapat bekerja secara profesional dan menghasilkan karya - karya yang berkualitas.
Kebijakan Telematika di Indonesia Komputer pertama kali masuk ke Indonesia pada awal tahun 1970-an. Sejak masa itu hingga pertengahan tahun 1997 boleh dikatakan tidak ada kebijakan pada tingkat nasional yang dapat dijadikan acuan bagi pengembangan teknologi informasi. Pada tahun 1993/94 pernah terbit Instruksi Presiden yang mengharuskan instansi pemerintah untuk menggunakan Personal Komputer produk dalam negeri. Inpres ini menjadi kurang bermanfaat ketika harga komputer branded turun mendekati komputer hasil rakitan dalam negeri. Sebelum itu, pada pertengahan dekade 80-an hingga awal 1990-an, pernah ada wacana perlunya kebijakan yang mengatur standar profesi bagi karyawan/ti di instansi pemerintah yang bekerja di Bagian Pengolahan Data Elektronik atau Pusat Data dan Informasi. Beberapa departemen berhasil menelorkan kebijakan yang menetapkan jenjang kepangkatan fungsional seperti programmer, sistem analist, dan lain - lain dan kepada mereka yang menyandang kepangkatan fungsional ini diberikan hak - hak
Page 13 of 23
tertentu. Tetapi upaya ini tidak berkelanjutan, karena tidak semua departemen memiliki peerhatian yang sama terhadap masalah ini. Dari pendekatan institusional, pernah berdiri Badan Koordinasi Otomatisasi Administrasi Negara (Bakotan) yang menjadi cikal bakal konsep Nusantara 21. Tugas utama Bakotan pada waktu itu adalah menjadi institusi yang mengkordinasikan semua upaya peningkatan kualitas pelayanan administrasi negara melalui penggunaan teknologi informasi. Bakotan dihapuskan ketika ternyata lembaga ini dinilai tidak mampu mengemban tugas yang diberikan kepadanya. Kebijakan yang secara khusus mengatur telematika di Indonesia baru muncul sejak tahun 1997 ketika terbit Keputusan Presiden Nomor 30 tentang pembentukan Tim Koordinasi Telematika Indonesia (TKTI). Mengikuti perkembangan politik, TKTI Soeharto ini ikut berevolusi ketika negara ini dipimpin oleh Presiden Habibie. Ketika itu Presiden Habibie mengeluarkan Keppres guna membentuk TKTI dan memperbaharui mandat yang diberikan kepada tim kerja. Di masa Presiden GusDur diperbaharui (lagi) dengan Kepres Nomor 50/2000 yang menunjuk Wakil Presiden sebagai Ketua TKTI dengan anggota semua menteri baik yang memimpin departemen ataupun menteri negara. Prestasi yang dihasilkan oleh TKTI selama masa GusDur adalah berhasil menyusun Kerangka Kebijakan Pengembangan dan Pendayagunaan Teknologi Telematika di Indonesia, yang dikukuhkan sebagai bagian dari Instruksi Presiden Nomor 6/2001. Menyusul Inpres ini, pemerintah berserta wakil sektor swasta bersama - sama menusun Daftar Rencana Aksi (Action Plan) yang terdiri dari 75 item kegiatan. Latar belakang terbitnya Inpres 6/2001 adalah sebagai wujud kepedulian dan komitmen akan pentingnya kebijaksanaan pemerintah di bidang Telematika serta dalam rangka mempecepat pengembangan, pembangunan dan pendaya-gunaan Telematika Indonesia. Kebijakan ini berisikan arahan untuk dijadikan sebagai acuan dan landasan pemerintah, sektor swasta, dunia usaha, dan masyarakat dalam pengembangan dan pendayagunaan Telematika di Indonesia yang meliputi: •
Teknologi
Telematika
untuk
mempersatukan
bangsa
dan
memberdayakan
masyarakat; •
Teknologi Telematika dalam masyarakat dan untuk masyarakat;
•
Pengembangan infrastruktur nasional; Page 14 of 23
•
Peran sektor swasta dan iklim usaha;
•
Peningkatan kapasitas dan teknologi Telematika;
•
Pengembangan E-Government atau Government On-line; dan
•
Peningkatan dan penguatan Tim Koordinasi Telematika Indonesia (TKTI). Di lain pihak, sejak masih era kepemimpinan Soeharto, pembahasan perubahan
Undang - Undang Nomor 3/89 tentang telekomunikasi terus berlangsung, dan akhirnya berhasil pada masa pemerintahan Presiden Habibie, menjadi Undang - Undang Nomor 36/1999 tentang Telekomunikasi yang mulai berlaku sejak 8 September 1999. UU ini memiliki semangat untuk mengakhiri monopoli penyelenggaraan telekomunikasi yang dilaksanakan oleh PT. Telkom dan PT. Indosat. Selain itu, pada UU 36/1999 ini juga menetapkan struktur pasar yang baru bagi penyelenggaraan telekomunikasi. Sektor swasta yang dalam penetapan kebijakan di masa lalu tidak pernah diberi peluang, dalam UU 36/99 diberi kesempatan seluas - luasnya untuk terlibat dalam penetapan kebijakan yang disalurkan melalui Lembaga Mandiri. Sejalan dengan liberalisasi telekomunikasi, UU 36/1999 juga telah menyinggung perlunya dibentuk Badan Regulasi Independen yang berperan sebagai regulator sementara depertemen lebih difungsikan sebagai penetap kebijakan saja. Peraturan pelaksanaan yang mengacu pada UU 36/1999 yang sudah terbit antara lain: Peraturan Pemerintah Nomor 52/2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi, dan PP Nomor 53/2000 tentang Frekuensi dan Orbit Satelit. Beberapa Keputusan Menteri (Kepmen) Perhubungan juga terbit guna melengkapi peraturan di atasnya yang sudah terbit sebelumnya. Selain instansi yang mengatur perencanaan, penyediaan, dan penggunaan infrastruktur telematika, pada awal tahun 2001 Departemen Kehakiman dan HAM, mengeluarkan Keputusan Menteri yang mengatur tentang pelayanan legalisasi Badan Hukum melalui Sistim Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum). Keputusan ini dapat dianggap sebagai teladan kepemimpinan dalam membangun pelayanan publik melalui media elektronik. Meski sempat muncul pertanyaan yang menyoal komitmen Presiden GusDur terhadap
pembangunan
telematika,
namun
Presiden
GusDur
setidaknya
telah
menunjukkan perhatiannya terhadap dunia telematika. Selain Inpres 6/2001, beliau juga Page 15 of 23
menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 1/2001 tentang penggunaan lahan bekas lapangan terbang Kemayoran sebagai wilayah pengembangan telematika, dan Instruksi Presiden Nomor 2/2001 tentang penggunaan bahasa Indonesia untuk program - program komputer. Sayangnya, realisasi Inpres 1/2001 belum mendapat sambutan baik dari pemerintah sendiri maupun sektor swasta. Walau sempat terjadi perdebatan di beberapa mailing list tentang perlu - tidaknya mem-bahasa-Indonesia-kan program - program komputer, pada akhirnya komunitas telematika menyadari bahwa diminta atau tidak oleh pemerintah, pihak penyedia konten sangat berkepentingan untuk menyajikan informasi kepada publik Indonesia dalam bahasa Indonesia. Hal ini tidak menutup kesempatan dari beberapa upaya yang sedang dilakukan oleh para pakar telematika untuk membuat progam kompilasi dalam bahsa Indonesia. Di Bappenas, sejak tahun 1997 hingga sekarang ada beberapa proyek di bidang teknologi informasi yang sudah dan atau sedang dikerjakan menggunakan dana pinjaman dari World Bank, antara lain: pembuatan National Information Technology Frameworks (NITF), Technical Asistance Training Program (TATP) suatu program pelatihan bagi usaha kecil menengah untuk mendaya-gunakan penggunaan teknologi informasi bagi menunjang bisnisnya, Inventarisasi Ketanggapan dan Pengembangan Kerangka Hukum Electronic Commerce, Pengembangan Strategi Pembangunan Industri Perangkat Lunak Nasional, dan Pengembangan Indonesia Country Gateway - suatu portal yang diharapkan menjadi kumpulan bagi portal - portal lain yang memuat segala informasi tentang Indonesia. Di bidang pelayanan publik, di bebeberapa daerah tingkat dua (kabupaten/kota) telah menyediakan kebijakan untuk membangun aplikasi E-Government. Pembangunan E-Government ini merupakan salah satu bentuk komitmen pemerintah dalam upaya mengantisipasi perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terjadi saat ini serta untuk mempercepat pengembangan pembangunan Telematika Indonesia di masa mendatang, khususnya pemanfaatan teknologi informasi guna mendukung penyelenggaraan sektor pemerintahan dan pelayanan publik.1
1
Sambutan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Selaku Ketua Pelaksana Harian Tim Koordinasi Telematika Indonesia, pada acara peresmian workshop e-government Asia Pacific Telecom 2001, Tanggal 16 Mei 2001, di Jakarta. Page 16 of 23
Khusus untuk pengembangan Government On-line, pemerintah melalui Inpres 6/2001 berpendapat bahwa aplikasi E-government yang diterapkan di seluruh organisasi pemerintah, baik di pusat maupun daerah terutama instansi yang memberikan pelayanan kepada masyarakat, tidak semata ditujukan untuk memberikan pelayanan informasi saja, namun akan lebih bermanfaat apabila dikembangkan untuk memberikan pelayanan interaktif,
sehingga
melalui
Internet
masyarakat
dapat
mengakses
berbagai
penyelenggaraan pelayanan. Dalam konteks ini, E-Government diharapkan menjadi perangkat untuk mewujudkan Good Governance. Sejauh ini, untuk mewujudkan E-Government for good governance difokuskan pada: a. Pelayanan publik dan masyarakat secara online seperti pengurusan KTP, Passpor, SIM, STNK, SIUP, dll. b. Transparency dan Akuntabilitas seperti regulasi yang melibatkan masyarakat.
Permasalahan di sekitar kebijakan telematika Meski terhitung sudah banyak kebijakan di bidang telematika yang dibuat pemerintah, namun kita dapat merasakan betapa lambatnya laju pembangunan sektor ini. Dari pengamatan sementara ini, ada beberapa penyebab lambatnya pembangunan telematika di Indonesia: pertama, belum ada kepemimpinan nasional telematika (eleadership) yang dapat dijadikan panutan bagi aparat pemerintah maupun masyarakat luas dalam menetapkan gol dan strategi pembangunan telematika. Kepemimpinan nasional di bidang telematika sangat penting sebagaimana dicontohkan oleh Perdana Menteri Malaysia Dr. Mahathir Muhammad, yang telah memberikan visi dan misi bagi pembangunan Malaysia untuk mencapai Knowledge Economy melalui penyediaan sarana dan prasarana InfoComm. Demikian pula dicontohkan oleh Presiden Bill Clinton ketika mencanangkan penggunaan electronic commerce bagi mempermudah transaksi ekonomi. Kedua, belum tersedia kebijakan pada setiap jenjang pemerintahan yang dapat menjadi petunjuk operasional. Hal ini menjadi wajar karena karakter budaya Indonesia yang paternalistik sehingga ketika terjadi kekosongan e-leadership, birokrat pemerintah di bawahnya tidak termotivasi untuk membangun dan menyediakan perangkat kebijakan yang memfasilitasi pembangunan telematika. Page 17 of 23
Ketiga, tidak tersedianya anggaran pembangunan yang mencukupi untuk dialokasikan di sektor telematika. Hingga saat ini telekomunikasi dibedakan dari infrastruktur ekonomi lainnya seperti jalan raya, pelabuhan, dan lapangan terbang. Hal ini dapat terlihat dari indikator Belanja Pemerintah di bidang telematika yang menunjukkan bahwa: [1] sejak tahun 1985 pemerintah tidak lagi mengalokasikan anggaran untuk membangun
infrastruktur
telekomunikasi.
Pembangunan
sarana
dan
prasarana
telekomunikasi sepenuhnya diserahkan kepada Badan Penyelenggara yang diberi hak monopoli; PT. Telkom untuk penyelanggaraan telekomunikasi sambungan lokal dan jarak jauh (SLJJ), Indosat untuk penyelengaraan telekomunikasi internasional (SLI). [2] rata - rata anggaran untuk sektor perhubungan selama masa orde baru sebesar 5.4% dari total belanja APBN. Belanja perangkat teknologi informasi dimasukkan dalam pos - pos lain, komputer dan perangkat pendukungnya dikelompokkan sebagai sarana penunjang aktivitas proyek atau operasional kantor. Keempat, kurangnya kemampuan dan kesediaan koordinasi antar-instansi pemerintah sehingga menimbulkan duplikasi pekerjaan dan aplikasi yang tidak efisien. Duplikasi ini banyak terjadi karena tata kerja pemerintah yang berpola pada pendekatan proyek. Banyak proyek yang memiliki derajat kesamaan hasil dan seharusnya dapat dikerjakan oleh satu instansi, namun pada kenyataannya dikerjakan juga oleh instansi lain meski masih dalam naungan satu departemen. Kelima, masih kurangnya apresiasi terhadap profesi di bidang telematika sehingga banyak pegawai pemerintah yang memiliki kemampuan namun tidak menerapkan kemampuannya tersebut secara optimal. Hal ini diperparah dengan masih rendahnya perlakuan dan penghargaan kepada karya intelektual, sehingga lengkaplah alasan bagi hilangnya motivasi membangun telematika di negeri ini.
Page 18 of 23
Dampak kebijakan telematika Dalam memahami dampak kebijakan, perlu dibandingkan antara tujuan kebijakan dan keluaran yang dihasilkan setelah kebijakan tersebut diimplementasikan. Ada beberapa model analisa yang lazim digunakan untuk melihat implikasi dari suatu kebijakan yang telah dijalankan beberapa waktu tertentu. Untuk memahami dampak kebijakan secara komprehensif, idealnya dilakukan suatu penelitian
kuantitatif dan
kualitatif agar kita bisa menilai apakah suatu kebijakan berhasil atau gagal. Keterbatasan waktu yang ada menyebabkan penulis hanya mengunakan analisa normatif saja untuk menilai implikasi dari kebijakan telematika yang pernah ada. Implikasi Ekonomi Sebelum adanya rentetan kebijakan di bidang telematika, kontribusi sektor telematika terhadap GNP rata - rata antara 3-5%. Kebijakan telematika yang muncul bersamaan dengan krisis ekonomi belum mampu meningkatkan kontribusi sektor ini terhadap GNP. Hal ini disebabkan beberapa hal: pertama, masih melekatnya berbagai kendala sebagaimana diuraikan di muka; kedua, substansi kebijakan belum mendorong peningkatan aktivitas bisnis di bidang telematika. Dengan demikian, meskipun secara kuantitatif - selama periode 1997 - 2001 makin banyak perusahaan di bidang telematika khususnya electronic commerce namun secara agregat output yang dihasilkan belum memberikan kontribusi yang signifikan bagi perekonomian. Hingga tahun 1995 pertumbuhan jumlah pemakai telepon (teledensity) tidak mengalami kenaikan yang luar biasa. Penambahan cukup besar baru terjadi setelah pemerintah mengeluarkan kebijakan Kerja Sama Operasi (KSO) antara PT. Telkom dengan beberapa mitra domestik dan luar negeri untuk mengelola wilayah - wilayah pelayanan tertentu sesuai kesepakatan. Pada dua tahun pertama terjadi penambahan satuan sambungan terpasang sebanyak 2 juta sehingga sekarang teledensity Indonesia menjadi 3%. Penambahan ini terhenti akibat krisis dan konflik antara PT. Telkom dengan salah satu mitranya sehingga pelanggan dan calon pelanggan di wilayah Jawa Barat menjadi tidak terlayani dengan baik. Masih rendahnya teledensity dan penetrasi Internet di satu sisi menciptakan peluang yang sangat besar bagi investor untuk masuk ke pelayanan telekomunikasi. Page 19 of 23
Namun di sisi lain hal ini menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil saja masyarakat Indonesia yang sudah memiliki akses ke Internet. Implikasi Sosial Implikasi sosial dilihat dari seberapa jauh kebijakan telematika berpengaruh terhadap perubahan: kualitas pendidikan, angka kemiskinan, kesehatan masyarakat, kriminalitas, dan partisipasi masyarakat dalam aktivitas sosial. Dalam beberapa kasus, kebijakan di tingkat departemen dapat dirasakan manfaatnya dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan, Departemen Pendidikan Nasional misalnya, dapat dikatakan sukses dalam programnya untuk meng-Internet-kan sekolah - sekolah menengah kejuruan. Namun demikian keberhasilan ini belum diikuti oleh Direktorat lain di departemen yang sama atau Departemen lain yang memiliki tanggung jawab untuk membangun dan memperbaikan kualitas kehidupan melalui pendidikan. Dari pengamatan sementara, penulis menyimpulkan bahwa belum ada hubungan yang kuat antara kebijakan di bidang telematika dengan pengurangan angka kemiskinan. Hal ini dapat dimengerti karena rakyat miskin belum memiliki daya beli atau daya jangkau untuk memiliki dan menggunakan telematika. Sementara ini baru golongan menengah ke atas saja yang dapat menikmati manfaat telematika secara langsung bagi peningkatan kesejahteraan. Upaya penggunaan bersama sumber daya (resource sharing) dalam wujud warung telekomunikasi dan atau warung Internet merupakan satu alternatif bagi mendekati golongan miskin ini agar mereka mulai akrab dengan telematika. Hal yang hampir sama terjadi pada aspek kesehatan masyarakat, belum terbukti bahwa telematika telah memberikan kontribusi signifikan bagi peningkatan kesehatan masyarakat, yang sifatnya phisik dan nonphisik. Aplikasi telematika yang mendukung upaya peningkatan kesehatan jasmani seperti telehealth belum banyak tersedia di Indonesia. Demikian pula untuk kesehatan rokhani, meski dalam kebijakan sudah dicantumkan perlunya membangun kesehatan spiritual, namun aplikasi yang mendukung kebijakan ini belum banyak tersedia. Tetapi karena pengguna telematika juga masih relatif sedikit, dampak negatif dari Internet seperti penyimpangan perilaku sosial, misalnya, masih tergolong sedikit. Page 20 of 23
Bentuk kriminalitas baru yang menggunakan modus operandi telematika belum sebanyak kejahatan konvensional. Meski demikian kecenderungan kejahatan di dunia maya (cyber crime) cenderung meningkat. Yang perlu diwaspadai, kualitas kejahatan juga makin meningkat, sehingga menimbulkan tantangan baru bagi aparat penegak hukum untuk mencari solusi dan pencegahan bagi terjadinya kejahatan di bidang telematika yang memiliki dampak sosial ekonomi besar sekali. Ketiadaan perangkat hukum yang mengatur dunia cyber sudah dirasakan menjadi kendala bagi pencegahan dan penyidikan kasus - kasus kriminal di bidang telematika. Implikasi Budaya Agak sulit untuk mengukur dampak kebijakan telematika yang mempengaruhi budaya bangsa. Jika dilihat dalam skala kecil, kelompok masyarakat tertentu yang sudah menggunakan telematika, pengaruh kebijakan terhadap terhadap budaya dapat mudah dikenali. Pada kelompok profesional misalnya, sejak adanya fasilitas email, orang lebih suka berkomunikasi dengan e-mail dari pada menggunakan surat tertulis biasa yang dikirim melalui pos. Demikian juga, sejak diberlakukannya kebijakan membuka operator telepon selular, kita melihat hampir semua eksekutif atau para karyawan di kota metropolitan selalu membawa handphone kemana mereka pergi. Sekarang bahkan banyak yang membawa handphone lebih dari satu. Sebaliknya pada masyarakat yang tinggal di kota kecil atau bahkan pedesaan, proses perubahan budaya berjalan sangat pelan dan dalam jangka panjang cenderung tidak dapat dirasakan bila sudah ada pengaruhnya. Implikasi Pertahanan dan Keamanan Bila kita melihat ke belakang, ketika Internet muncul sebagai solusi bagi kebutuhan sistem pertahanan dan keamanan di Amerika Serikat, dan melihat betapa banyak pemerintah yang terlambat mengadopsi Internet, kita bisa menyatakan bahwa terjadi suatu ironi mana kala pemerintah mengeluarkan berbagai peraturan yang menghalangi penyebar-luasan penggunaan Internet, dengan alasan pertahanan dan keamanan. Di satu sisi, bila tidak diatur dengan seksama, penggunaan telematika dapat membahayakan eksistensi suatu negara, terutama bila telematika diguakan oleh pihak Page 21 of 23
yang tidak memiliki nurani. Sebaliknya pengaturan yang berlebihan akan mengurangi manfaat telematika dan pada gilirannya justru menimbulkan rangsangan - rangsangan bagi pihak tertentu untuk melanggarnya. Dari model pendekatan seperti ini, Indonesia pada saat ini dapat dikatakan belum memiliki kebijakan di bidang telematika yang berhubungan dengan sistem pertahanan dan keamanan. Untungnya, belum ada kejadian yang mengindikasikan gangguan pertahanan dan keamanan yang muncul dari penggunaan telematika. Simpulan Kebijakan telematika yang meliputi sektor telekomunikasi, informasi, dan multimedia pada akhirnya sangat diperlukan bagi tumbuh-kembangnya telematika, sehingga dapat membantu baginya untuk berperan sebagai fasilitator pembangunan nasional di semua sektor. Walaupun ada nilai - nilai dan ketentuan universal yang menjadi ciri dari kebijakan telematika, namun dalam membangun kebijakan ini perlu mempertimbangkan faktor kondisi yang terdapat pada sistem pemerintahan dan masyarakat yang hendak menjadi subjek dan objek dari kebijakan tersebut. Secara umum, kebijakan telematika bertujuan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi, tercapainya daya saing, peningkatan kualitas hidup, dan terjaganya sistem pertahanan dan keamanan suatu negara. Bila tujuan ini dapat dijabarkan dalam langkah langkah strategis diharapkan telematika dapat menjadi sarana bagi terwujudnya negara yang demokratis. Untuk itu identifikasi kendala dalam pembuatan dan implementasi kebijakan perlu menjadi bagian dari proses pembuatan kebijakan. Hal ini juga dimaksudkan agar pembuat kebijakan dan masyarakat dapat memahami bahwa selalu ada gap antara kondisi ideal yang kita inginkan dengan kenyataan yang ada meski sudah ada kebijakan yang mengatur untuk membantu mencapai kondisi ideal. Kebijakan telematika yang pernah ada di Indonesia, secara umum belum mampu menjadi pendorong bagi perubahan kondisi ekonomi, sosial, budaya dan pertahanan keamanan. Dari satu sisi hal ini cukup memprihatinkan, namun bila kita beripikr positip, kondisi ini memberi peluang dan tantangan yang lebih besar bagi pemerintah sekarang umumnya dan instansi yang mengurusi telematika khususnya untuk dapat membangun
Page 22 of 23
kebijakan - kebijakan yang berdampak besar bagi tercapainya keadilan, kemakmuran dan kesejahteraan Indonesia.*****
Page 23 of 23