MAKALAH ILMU KALAM ALIRAN AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH Disusun Oleh Kelompok 6 Ibnu Khatab Rahmani
Dosen Pembimbing : Najamul Wathan,M.pd
KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI TEUNGKU DIRUNDENG MEULABOH TAHUN AJARAN 2019/2020
1
KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga penulis berterima kasih kepada Bapak Najamul Wathan,M.Pd yang telah memberikan tugas ini kepada penulis. Makalah yang ada dihadapan pembaca ini memberikan penjelasan tentang Aliran Ahlussunnah wal Jama’ah. Penulis sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai Aliran Ahlussunnah wal Jama’ah. Penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, penulis berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah penulis buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun. Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya, sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi penulis sendiri maupun orang yang membacanya, sebelumnya penulis mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan.
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................ 2 DAFTAR ISI ...........................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................4 A. Latar Belakang Masalah ....................................................................4 B. Rumusan Masalah .............................................................................4 C. Tujuan Penulisan ...............................................................................4
BAB II PEMBAHASAN ......................................................................5 A. Pengertian Ahlussunnah wal Jama’ah ...............................................5 B. Asal Mula Munculnya Ahlussunnah wal Jama’ah ............................5 C. Doktrin-doktrin Ahlusunnah wal Jama’ah ........................................6
BAB III PENUTUP ...............................................................................11 A.Kesimpulan ........................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................12
3
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH Aqidah pada masa Nabi adalah aqidah paling bersih, yaitu aqidah islam yang sebenarnya, karena belum tercampur oleh kepentingan apapun selain hanya karena Allah SWT. Ini disebabkan karena Nabi adalah sebagai penafsir al-Qur’an satu-satunya, sehingga setiap sahabat yang membutuhkan penjelasan al-Qur’an yang berkaitan dengan keyakinan maka Nabi langsung menjelaskan maksudnya.Selain itu umat terbimbing langsung oleh Nabi,sehingga dalam memahami agama tidak terjadi perbedaan. Kemudian, aqidah pada masa sahabat masih sama dengan zaman Nabi , belum membentuk sebagai suatu disiplin ilmu tersendiri apalagi membentuk sebuah nama tertentu, maupun aliran-aliran pemikiran tertentu. Berbica ramasalah aliran pemikiran dalam Islam berarti berbicara tentang ilmu kalam. Kalam secara harfiah berarti “kata-kata”. Kaum teolog Islam berdebat dengan kata-kata
dalam mempertahankan pendapat dan
pemikirannya sehingga teolog disebut sebagai “mutakallim”, yaitu ahli debat yang pintar mengolah kata.
B. RUMUSAN MASALAH 1. Apa itu AhlussunnahwalJama’ah 2. Bagaimana riwayat asal mula munculnya AhlussunnahwalJama’ah? 3. Apa saja doktrin-doktrin AhlussunnahwalJama’ah?
C. TUJUAN 1. Untuk mengetahui pengertian Ahlussunnah wal Jama’ah. 2. Untuk mengetahui riwayat asal mula munculnya AhlussunnahwalJama’ah. 3. Untuk mengetahui apa-apa saja doktrin-doktrin AhlussunnahwalJama'ah
4
BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Ahlussunnah walJama’ah Kalimat Ahlussunnah walJama’ah, terdiri dari dua kata inti yaitu :Ahlussunnah yang artinya : ahli mengamalkan sunnah, penganut sunnah, atau pengikut sunnah. Dan walJama’ah yang artinya :dan jama’ah, maksudnya adalah jama’ah sahabat-sahabat Nabi Ahlussunnah adalah mereka yang mengikuti dengan konsisten semua jejak-langkah yang berasal dari Nabi Muhammad SAW. Dan membelanya1 Dari definisi diatas jelas, bahwa Ahlussunnah walJama’ah itu tidak hanya terdiri dari satu kelompok aliran, tapi ada beberapa sub-aliran, ada beberapa faksi di dalamnya. Dalam kajian ilmu kalam, istilah Ahlussunnah walJama’ah ini sudah banyak dipakai sejak masa sahabat, sampai generasi-generasi berikutnya. Sumber dari istilah tersebut oleh sebagian banyak para ahli diambil dari hadits Nabi SAW. Yang menerangkan akan terpecahnya umat Islam menjadi 73 golongan, antara lain hadits yang di riwayatkan oleh Ibnu Majahdan AtTurmudzi, yang artinya :2 “ Sesungguhnya Bani Israil terpecah menjadi 72 agama. Dan umat ku akan terpecah menjadi 73 golongan, semuanya akan binasa, kecual isatu. Para sahabat Nabi bertanya :Siapakah yang satu itu wahai Rasulullah?, Rasulullah menjawab : Yaitu orang-orang yang berpegang teguh padai’tiqadkudan yang berpegang teguh pada i’tiqad yang dipegangi oleh sahabat-sahabatku”3 B. Asal Mula munculnya Ahlussunnah walJama’ah Imam Abu Hasan al-Asy’ari (lahir di Bashrah, 260 H / 873 M, danwafat di Baghdad, 324 H / 935 M) ialah seorang ahli fiqhterkenal, pemukateolog Islam padamasanya.Menurutcatatansejarah, Abu
Hasan al-Asy’ari adalah
murid dari ayah tirinya yakni Syaikh Abu Ali Muhammad bin Abdil Wahab alJuba’I (seorang ulama besar Mu’tazilah), kemudian Abu Hasan alAsy’arikeluardaripahamgurunyaitukarenamenurutnyabanyakkeyakinan
1
yang
Zainuddin, IlmuTauhidLengkap, RinekaCipta, Jakarta, 1992, hlm. 59 Muhammad TholhahHasan, AhlussunnahwalJama’ah, Lantabora Press 2003, hlm 1 3 Zainuddin, IlmuTauhidLengkap, RinekaCipta Jakarta, 1992 hlm 58 2
5
tidakbenar. Kemudian beliau membangun paham sendiri yaitu Ahlussunnah walJama’ah. Paham Ahlussunnah walJama’ah juga sering disebut sebagai paham Asy’ariyah, karena dinishbatkan kepada Abu Hasan al-Asy’ari.Juga sering disebut sebagai paham Ahlussunnahsaja,
juga sering disebut sunni dan
pengikutnya disebut sunniyun.4 Seluruh ajaran Ahlussunnah walJama’ah yang disusun oleh Abu Hasan al-Asy’ari, di bukukan oleh beliau diantaranya terdapat dalam kitab yang beliau susun seperti :Al-Ibanah fi Ushuliddiniyyah, MaqalatulIslamiyyin, AlMujaz, dan lain-lain. C. Doktrin-doktrin AhlussunnahwalJama’ah a. Pahamnya Tentang Seorang Muslim dan Hal Dosa Golongan Ahlussunnah wal Jama’ah berpendapat bahwa suatu golongan dapat dianggap atau diakui sebagai muslim apabila memenuhi tiga syarat.5 1. Mengucapkan dua kalimat syahadat dengan lisannya 2. Ucapan itu diikuti kepercayaan dengan hatinya 3. Dan dibuktikan dengan amal yang nyata Adapun tentang dosa, Ahlussunnah wal Jama’ah berpendapat bahwa orang yang meninggalkan kewajiban dan mengerjakan dosa yang sampai ia mati belum bertaubat, maka orang ini dihukum sama dengan orang mu’min yang mengerjakan maksiat. Orang ini apabila ia tidak diampuni Allah ia masuk neraka, tetapi tidak abadi. Ia akan lepas dari siksa neraka setelah selesai menjalani hukuman neraka, tetapi ia juga akan merasakan nikmat karena imannya.6 Dari
uraian
tersebut
dapat
kita
bandingkan
bahwa
menurut
Ahlussunnah apa yang diperintahkan Tuhan itu baik dan apa yang dilarangnya itu buruk. Menurut mereka tidak ada kebaikan dan tidak pula ada kejahatan yang mutlak, karena itu hak istimewa-Nya b. Tentang Sifat-Sifat Allah SWT
4
Zainuddin, Ilmu tauhid lengkap Rineka Cipta, Jakarta, 1992, hlm 110 Zainuddin, Ilmu Tauhid Lengkap, Rineka Cipta, Jakarta, 1992, hlm 111 6 Yunan Yusuf, Corak Pemikiran Kalam Tafsir Al-Azhar, Perlamadani, Jakarta, 2003, hlm 123 5
6
Menurut Ahlussunnah Allah itu satu, unik, qadim dan wujud. Dia bukan substansi, bukan tubuh, bukan oksigen, tidak terbatasi oleh arah dan oleh ruang. Dia memiliki sifat-sifat seperti mengetahui, hidup, berkuasa, berkehendak, mendengar, melihat dan lain-lain. Menurutnya prinsip-prinsip bahwa Tuhan itu unik dan pada dasarnya berbeda dari sifat-sifat makhluk dan dengan doktrin “mukhalafah”, atau perbedaan mutlak. Berdasarkan doktrin ini, bila suatu sifat diaplikasikan kepada Tuhan, maka sifat tersebut mesti dipahami secara unik dan jangan dipahami seperti kita memahaminya terhadap makhluk. Karena doktrin “mukhalafah” inilah, Ahlussunnah berpendirian bahwa kita tidak boleh menyebutkan sifat Tuhan selain daripada yang termaktub secara jelas di dalam Al-Qur’an. Sifat-sifat Tuhan berbeda dari sifat makhluk, bukan dalam tingkatan tetapi dalam jenisnya yakni dalam segenap hakikatnya.7 Sedangkan bagi al-Baqillani apa yang disebut sifat Allah bukanlah sifat dalam arti tekstual, tetapi mengandung makna hal, sesuai dengan pendapat Abu Hasyim. Sedangkan Abu Huzail menjelaskan bahwa sifat yang dimaksud adalah zat atau esensi Tuhan. Menurutnya arti “Tuhan Mengetahui” ialah tuhan mengetahui dengan perantara pengetahuan, dan pengetahuan itu adalah Tuhan sendiri. Arti Tuhan mengetahui dengan esensinya, kata al-Jubba’i ialah untuk mengetahui, tuhan tidak berhajat kepada suatu sifat dalam bentuk pengetahuan atau keadaan mengetahui Menurut al-Ghazali, sifat-sifat Tuhan, berbeda dari esensi Tuhan, tetapi berwujud dalam esensi itu sendiri. Uraian-uraian ini juga membawa paham banyak yang kekal, dan untuk mengatasinya Ahlussunnah mengatakan bahwa sifat-sifat itu bukanlah Tuhan, tetapi tidak pula lain dari Tuhan Sedangkan menurut Hamka, “membahas sifat dan dzat manusia saja sangat sulit apalagi membahas sifat dan dzat Tuhan”. Oleh sebab itu, ia lebih menitikberatkan kajiannya kepada manfaat praktis apa yang bisa ditarik dari pembicaraan Tuhan dan sifat-sifat-Nya. Manfaat apa yang dapat diambil dari pendiskusian tentang Tuhan dan sifat-sifat-Nya untuk mempertinggi kualitas iman seseorang, dan pada gilirannya akan mempertinggi pula kualitas dan kuantitas amal sholehnya c.
Tentang Keadilan Allah SWT
7
Zainuddin, Ilmu Tauhid Lengkap, Rineka Cipta, Jakarta,1992 hlm 64
7
Mengenai konsep keadilan Allah SWT, pendapat Ahlussunnah bahwa Allah SWT pencipta segala perbuatan hamba-Nya. Dia berkehendak atas terjadinya segala perbuatan makhluk-Nya baik maupun buruk. Apabila seorang hamba bermaksud akan berbuat sesuatu, maka Allah menentukan apa yang dikerjakan oleh hamba tersebut, atas perbuatannya itu si hamba mempunyai kasab. Menurut Ahlussunnah, kasab ialah berbarengannya kemampuan si hamba dengan perbuatannya. Jadi hamba hanya punya kasab, sedangkan perbuatannya sendiri diciptakan Allah SWT Dalam uraian tersebut nampaklah bahwa aliran ini bersikap tengahtengah
antara
pendapat
Qadariah
dan
Jabariah.
Allah
menciptakan
kemamapuan dan kemauan si hamba yang keduanya berperan dalam berlangsungnya perbuatan, sehingga perbuatannya itu makhluk Allah. Jadi makhluk Allah itu ada yang tercipta tanpa perantara seperti batu, pohon-pohon dan sebagainya. Ada yang memakai perantara yaitu segala makhluk yang dihasilkan kerja manusia. Karena si hamba merupakan perantara itulah maka dia bertanggung jawab dan mendapat balasan baik atau buruk. Dengan demikian, maka Allah itu bersifat adil, yaitu memberi pahala kepada seorang hamba sesuai dengan apa yang diusahakannya.8 d. Tentang Janji dan Ancaman Menurut Mu’tazilah, barangsiapa yang mati dalam keadaan kafir atau melakukan dosa besar maka orang itu akan kekal dalam neraka, dan barangsiapa yang mati dalam keadaan beriman, dia pasti masuk surga untuk selama-lamanya. Kaum Mu’tazilah tidak menyebut adanya kemungkinan pengampunan Allah dan syafaat di hari kiamat Ahlussunnah tidak sepaham dengan Mu’tazilah mengenai al-Wa’d wa al-Wa’id tersebut. Menurut Ahlussunnah, tidak ada yang kekal dalam neraka, kecuali orang yang mati dalam keadaan kufur. Dan Allah berkuasa untuk mengampuni orang yang dikehendaki-Nya. Pengampunan itu masih ditambah dengan adanya syafa’at (pembelaan) dari Nabi dan para Rasul serta para Sholihin di hari kiamat Dasar pemikiran Ahlussunnah ialah bahwa Allah SWT itu pemilik mutlak atas semua makhluk-Nya. Dia berbuat apa saja yang dia kehendaki dan 8
Yunan Yusuf, Corak Pemikiran Kalam Tafsir Al-Azhar, Perlamadani, Jakarta, 2003, hlm 77
8
menghakimi segala sesuatu menurut kehendak-Nya. Andaikata Allah memasukkan makhluk-Nya ke dalam surga, hal itu bukanlah suatu ketidakadilan. Sebaliknya kalau Allah memasukkan semua makhluk-Nya ke dalam neraka, hal itu bukanlah suatu kedzaliman, sebab yang dinamakan dzalim itu ialah memperlakukan sesuatu yang bukan miliknya, atau meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya. Sedangkan Allah adalah pemilik mutlak atas segala sesuatu, sehingga tidak bisa digambarkan timbulnya kedzaliman daripada-Nya9 e.
Tentang Melihat Dzat Allah di Akhirat Dalam hal ini Ahlussunnah berbeda dari paham Mu’tazilah dan para
filosof dan sejalan dengan paham umat muslim ortodoks, yang menyatakan bahwa Allah itu dapat dilihat, tapi mereka tidak sepakat mengenai apakah Tuhan dapat ditunjukkan. Mereka menerima prinsip filsafat bahwa apa saja yang menempati ruang atau arah haruslah memiliki waktu, padahal Allah tidak tidak terikat dengan waktu. Pengakuan ini mengakibatkan mereka dihantui kerumitan, sebab bila Tuhan tidak “meruang atau mewaktu” dan sesuatu yang dapat dilihat, maka Tuhan tidak dapat dilihat, namun pendapat ini bertentangan dengan paham mereka bahwa Tuhan dapat dilihat. Jadi untuk mengatasi kesulitan ini, mereka menyatakan bahwa suatu benda biarpun benda itu tidak ada di depan orang yang melihatnya, mungkin saja untuk dilihat. Ini alasan yang lemah dan ganjil sekali, sebab sangat bertentangan dengan segenap prinsip optika Disamping itu, Ahlussunnah juga sependapat dengan kaum ortodoks, dan Ahlussunnah menegaskan bahwa ayat-ayat al-Qur’an dan hadits Nabi mengenai hal ini harus dipahami secara kiasan. Dengan pola pikir rasional, Ahlussunnah mengemukakan bahwa kata dan makna ayat dan hadits yang menerangkan tentang hal ini, menunjukkan bahwa kita jangan memahaminya secara harfiah dan menafsirkannya bahwa melihat Tuhan artinya “melihat tanda-tanda dan ganjaran-Nya atau mengetahui-Nya dengan hati” f.
Tentang perbuatan Manusia Ahlussunnah mengatakan bahwa manusia mempunyai kemampuan
yang berpengaruh atas segala perbuatannya dengan izin Allah SWT. Manusia
9
Zainuddin, Ilmu Tauhid Lengkap, Rineka Cipta, Jakarta, 1992 hlm 99
9
juga mempunyai pilihan ikhtiar, tapi manusia dipaksa atas pilihannya. Kemampuan manusia tidak berpengaruh secara asli atas amal perbuatannya, hanya seperti tangan yang lumpuh. Karena itu, maka manusia tidak bisa berbuat apa-apa jika tidak digariskan oleh izin dan kekuasaan Allah SWT. Dengan demikian, Ahlussunnah tidak mengakui adanya ikhtiar pada manusia, sesuai dengan firman Allah bahwa :”Dia menciptakan apa saja yang dikehendaki termasuk yang diciptakan-Nya dengan perantara perbuatan mereka”10 Sedangkan Hamka berpendapat bahwa manusia mempunyai kebebasan dalam berkehendak dan berbuat. Pilihan untuk menjadi kafir atau menjadi mukmin adalah berdasarkan pilihan bebas manusia itu sendiri, bukan ditentukan oleh Tuhan. Kebebasan berkehendak dan berbuat tersebut dimungkinkan dimiliki oleh manusia, karena kepada manusia diberikan potensi akal. Dengan akal inilah manusia menimbang mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang mendatangkan kemudlaratan dan mana yang mendatangkan kemanfaatan.
10
Yunan Yusuf, Corak Pemikiran Kalam Tafsir Al-Azhar, Perlamadani, Jakarta, 2003, hlm 190
10
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Ahlussunnah wal jama’ah mempunyai paham : 1) Yang dihukumkan orang islam ialah orang yang mempunyai kepercayaan hati, dibuktikan dalam bentuk perkataan dan amaliahnya; 2) Orang islam yang berbuat dosa besar dan sampai matinya belum bertaubat, maka diklaim sebagai mukmin yang melalukan maksiat. Hukumannya akan masuk neraka, tetapi mempunyai harapan besar masuk surga, walaupun sudah berabad-abad lamanya; 3) Semua perbuatan Allah mengadakan / meniadakan sesuatu itu kita tidak mengetahuinya, dan yang mengetahui hanyalah Allah sendiri. Semua umat islam di tanah air kita Indonesia ini adalah termasuk golongan ahlussunnah wal jama’ah, tak ada kecualinya, karena i’tiqad dan ibadahnya semua sesuai dengan ajaran Allah dan Rasul-Nya.
11
DAFTAR PUSTAKA
Shobirin. Ilmu Kalam. Penerbit CV. Dharma Bhakti, Jakarta, 2013. Nasution, Harun. Teologi Islam : Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. 2002. Sharif, M.M. Aliran-Aliran Filsafat Islam. Nuansa Cendikia, Bandung. 2004. Yusuf, Yunan. Corak Pemikiran Kalam Tafsir Al-Azhar. Perlamadani, Jakarta. 2003. Zainuddin. Ilmu Tauhid Lengkap. Rineka Cipta, Jakarta. 1992. Hasan, Muhammad Tholhah. Ahlussunnah wal Jama’ah Dalam Presepsi dan Tradisi NU. Lantabora Press, Jakarta, 2003. Kodir, Koko Abdul. Metodologi Studi Islam. Pustaka Setia, Bandung, 2014.
12