TUGAS KMB
MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN STROKE HEMORAGI DAN NON HEMORAGI
DISUSUN OLEH : KELOMPOK I ABDUL RAZAK OLII HAVID PIU LUKMAN USMAN RIDWAN SAMIDEN ANAK AGUNG PUTU DWI ARINI LAILUN PAKAYA NOVI A HASAN WIWIN POLAMOLO
RPL KELAS A POLTEKKES KEMENKES GORONTALO T.A 2018/2019
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan peredaran darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan di otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau kematian. Stroke masih merupakan masalah medis yang menjadi masalah kesakitan dan kematian nomor 2 di Eropa serta nomor 3 di Amerika Serikat. Sebanyak 10% penderita stroke mengalami kelemahan yang memerlukan perawatan. (Batticaca, 2008) Secara global, penyakit serebrovaskular (stroke) adalah penyebab utama kedua kematian. Ini adalah penyakit yang dominan terjadi pada pertengahan usia dan orang dewasa yang lebih tua. WHO memperkirakan bahwa pada tahun 2005, stroke menyumbang 5,7 juta kematian di seluruh dunia, setara dengan 9,9 % dari seluruh kematian. Lebih dari 85 % dari kematian ini akan terjadi pada orang yang hidup di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah dan sepertiga akan pada orang yang berusia kurang dari 70 tahun. Stroke disebabkan oleh gangguan suplai darah ke otak, biasanya karena pembuluh darah semburan atau diblokir oleh gumpalan darah. Ini memotong pasokan oksigen dan nutrisi, menyebabkan kerusakan pada jaringan otak. (Organization, 2015) Kalimantan Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia dengan penderita stroke cukup tinggi. Penderitanya melebihi prevalensi stroke di daerah perkotaan secara nasional. Singkawang merupakan kota di Kalimantan Barat dengan prevalensi stroke yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan penelitian di lima rumah sakit yang ada di Kota Singkawang menunjukkan, adanya peningkatan jumlah pasien stroke yang dirawat. Jumlah tersebut belum termasuk pasien stroke yang dirujuk dan dirawat di rumah sakit selain di Singkawang serta pasien yang berobat ke puskesmas. Jumlah kekambuhan stroke juga menunjukkan angka yang tinggi. (Hutapea, 2015) B. Tujuan untuk
mengetahui serta memahami
dilakukan pada klien dengan Stroke.
bagaimana Asuhan keperawatan yang baik
BAB II PEMBAHASAN A. Definisi Stroke adalah gangguan peredaran darah otak yang menyebabkan defisit neurologis mendadak sebagai akbat iskemia atau hemoragi sirkulasi saraf otak. (Mansjoer, 2007) Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan peredaran darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan di otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau kematian. (Batticaca, 2008) Stroke dapat juga diartikan sebagai gangguan fungsional otak yang bersifat: fokal dan atau global akut berlangsung antara 24 jam atau lebih disebabkan gangguan aliran darah otak tidak disebabkan karena tumor/infeksi Stroke dapat digolongkan sesuai dengan etiologi atau dasar perjalanan penyakit. Sesuai dengan perjalanan penyakit, stroke dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu : 1.
Serangan iskemik sepintas (TIA) : merupakan gangguan neurologis fokal yang
timbul mendadak dan menghilang dalam beberapa menit sampai beberapa jam. 2.
Progresif/inevolution (stroke yang sedang berkembang) : perjalanan stroke
berlangsung perlahan meskipun akut. Stoke dimana deficit neurologisnya terus bertambah berat. 3.
Stroke lengkap/completed : gangguan neurologis maksimal sejak awal serangan
dengan sedikit perbaikan. Stroke dimana deficit neurologisnya pada saat onset lebih berat, bisa kemudian membaik/menetap Klasifikasi berdasarkan patologi: 1.
Stroke hemoragi: stroke yang terjadi karena pembuluh darah di otak pecah sehingga
timbul iskhemik dan hipoksia di hilir. Penyebab stroke hemoragi antara lain: hipertensi, pecahnya aneurisma, malformasi arteri venosa, 2.
stroke non hemoragi: stroke yang disebabkan embolus dan thrombus.
B. Etiologi Penyebab stroke menurut (Arif, 2010): 1.
Thrombosis Cerebral
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya. Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan gejala neurologis memburuk pada 48 jam setelah trombosis. Beberapa keadaan di bawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak: a.
Aterosklerosis
Aterosklerosis merupakan suatu proses dimana terdapat suatu penebalan dan pengerasan arteri besar dan menengah seperti koronaria, basilar, aorta dan arteri iliaka (Hutapea, 2015). Aterosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah. Manifestasi klinis atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme berikut: Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi trombosis. Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan kepingan thrombus (embolus). Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan terjadi perdarahan. b.
Hyperkoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas/ hematokrit meningkat dapat melambatkan aliran darah serebral. c.
Arteritis(
d.
Emboli
radang
pada
arteri
)
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik. Beberapa keadaan dibawah ini dapat menimbulkan emboli: a. Katup-katup b. Myokard
jantung
yang
rusak
akibat
Rheumatik
Heart
Desease
(RHD). infark
c. Fibrilasi. Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan ventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu kosong sama sekali dengan mengeluarkan embolus-embolus
kecil.
d. Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya gumpalan-gumpalan pada endocardium. 2. Haemorhagi Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena atherosklerosis dan hypertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah kedalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark otak, oedema, dan mungkin herniasi otak. 3. Hipoksia Umum Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah: A.
Hipertensi
B.
Cardiac
C.
Cardiac output turun akibat aritmia
4.
Hipoksia Setempat
yang Pulmonary
parah. Arrest
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah: A.
Spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan subarachnoid.
B . Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.
C. Patofisiologi Setiap kondisi yang meyebabkan perubahan perfusi darah pada otak yang menyebabkan keadaan hipoksia. Hipoksia yang berlangsung lama dapat menyebakan iskemik otak. Iskemik yang terjadi dalam waktu yang singkat kurang dari 10-15 menit dapat menyebabkan defisit sementara dan bukan defisit permanen. Sedangkan iskemik yang terjadi dalam waktu lama dapat menyebabkan sel mati permanen dan mengakibatkan infark pada otak. Setiap defisit fokal permanen akan bergantung pada daerah otak mana yang terkena. Daerah otak yang terkena akan menggambarkan pembuluh darah otak yang
terkena. Pembuluh darah yang paling sering mengalami iskemik adalah arteri serebral tengah dan arteri karotis interna. Defisit fokal permanen dapat diketahui jika klien pertama kali mengalami iskemik otak total yang dapat teratasi. Jika aliran darah ke tiap bagian otak terhambat karena trombus atau emboli, maka mulai terjadi kekurangan suplai oksigen ke jaringan otak. Kekurangan okigen dalam satu menit dapat menunjukan gejala yang dapat pulih seperti kehilangan kesadaran. Sedangkan kekurangan oksigen dalam waktu yang lebih lama menyebabkan nekrosis mikroskopik neuron-neuron. Area yang mengalami nekrosis disebut infark. Gangguan peredaran darah otak akan menimbulkan gangguan pada metabolisme sel-sel neuron, dimana sel-sel neuron tidak mampu menyimpan glikogen sehingga kebutuhan metabolisme tergantung dari glukosa dan oksigen yang terdapat pada arteriarteri menuju otak. Perdarahan intrakranial termasuk perdarahan ke dalam ruang subaraknoid atau ke dalam jaringan otak sendiri. Hipertensi mengakibatkan timbulnya penebalan dan degeneratif pembuluh darah yang menyebabkan rupturnya arteri serebral sehingga perdarahan menyebar dengan cepat dan menimbulkan perubahan setempat serta iritasi pada pembuluh darah otak. Perdarahan biasanya berhenti karena pembentukan trombus oleh fibrin trombosit dan oleh tekanan jaringan. Setelah 3 minggu, darah mulai direabsorbsi. Ruptur ulangan merupakan resiko serius yang terjadi sekitar 7-10 hari setelah perdarahan pertama. Ruptur ulangan mengakibatkan terhentinya aliran darah kebagian tertentu, menimbulkan gegar otak dan kehilagan kesadaran, peningkatan tekanan cairan serebrospinal (CSS), dan menyebabkan gesekan otak (otak terbelah sepanjang serabut). Perdarahan mengisi ventrikel atau hematoma yang merusak jaringan otak. Perubahan sirkulasi CSS, obstruksi vena, adanya edema dapat meningkatkan tekanan intrakranial yang membahayakan jiwa dengan cepat. Peningkatan tekanan intrakranial yang tidak diobati mengakibatkan herniasi unkus atau serebellum. Disamping itu, terjadi bradikardia, hipertensi sistemik, dan gangguan pernafasan. Darah merupakan bagian yang merusak dan bila terjadi hemodialisa, darah dapat mengiritasi pembuluh darah, menigen, dan otak. Darah dan vasoaktif yang dilepas mendorong spasme arteri yang berakibat menurunnya perfusi serebral. Spasme serebri
atau vasospasme biasa terjadi pada hari ke-4 sampai ke-10 setelah terjadinya perdarahan dan menyebabkan vasokonstriksi arteri otak. Vasospasme merupakan kompikasi yang mengakibatkan terjadinya penurunan fokal neurologis, iskmik otak dan infark. (Batticaca, 2008)
D. Tanda dan Gejala Stoke menyebabkan defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adequat dan jumlah aliran darah kolateral. Stroke akan meninggalkan gejala sisa karena fungsi otak tidak akan membaik sepenuhnya. a.
Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (hemiparese atau hemiplegia)
b.
Lumpuh pada salah satu sisi wajah “Bell’s Palsy”
c.
Tonus otot lemah atau kaku
d.
Menurun atau hilangnya rasa
e.
Gangguan lapang pandang “Homonimus Hemianopsia”
f.
Gangguan bahasa (Disatria: kesulitan dalam membentuk kata; afhasia atau disfasia:
bicara defeksif/kehilangan bicara) g.
Gangguan persepsi
h.
Gangguan status mental
E. Manifestasi Klinis Gejala klinis yang timbul tergantung dari jenis stroke. 1.
Gejala klinis pada stroke hemoragik, berupa:
a.
Defisit neurologis mendadak,
b.
Kadang-kadang tidak terjadi penurunan kesadaran,
c.
Terjadi terutama pada usia >50 tahun,
d.
Gejala neurologis yang timbul tergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh
darah dan lokasinya. 2.
Gejala klinis pada stroke akut berupa:
a.
Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis) yang timbul
mendadak,
b.
Gangguan sensibilitas pada satu anggota badan (gangguan hemisensorik),
c.
Perubahan mendadak pada status mental (kesadaran menurun),
d.
Mulut mencong atau tidak simetris ketika menyeringai,
e.
Gangguan penglihatan,
f.
Gangguan daya ingat,
g.
Bicara pelo atau cadel,
h.
Mual dan muntah,
i.
Nyeri kepala hebat,
j.
Vertigo,
k.
Gangguan fungsi otak. (Smeltzer, 2002)
F. Pemeriksaan Diagnostik 1.
Angiografi serebral
Membantu menunjukkan penyebab stroke secara spesifik, misalnya pertahanan atau sumbatan arteri. 2.
Skan Tomografi Komputer (Computer Tomography scan – CT-scan)
Mengetahui adamya tekanan normal dan adanya trombosis, emboli serebral, dan tekanan intrakranial (TIK). Peningkatan TIK dan cairan yang mengandung darah menunjukan adanya perdarahan subarakhnoid dan perdarahan intrakranial. Kadar protein total meningkat, beberapa kasus trombosis disertai proses inflamasi. 3.
Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Menunjukan daerah infark, perdarahan, malformasi arteriovena (MAV). 4.
Ultrasonografi doppler (USG doppler)
Mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah sistem arteri karotis [aliran darah atau timbulnya plak]) dan arteriosklerosis. 5.
Elektroensefalogram (Electroencephalogram-EEG)
Mengidentifikasi masalah pada otak dan memperlihatkan daerah lesi yang spesifik. 6.
Sinar X tengkorak
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pienal daerah yang berlawanan dari massa yang meluas, klasifikasi karotis interna terdapat pada trombosis serebral; klasifikasi parsial dinding aneurisma ada perdarahan subarakhnoid. 7.
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dilakukan dengan cara memeriksakan darah rutin, gula darah, urine rutin, cairan serebrospinal, analisa gas darah (AGD), biokimia darah, dan elektrolit. (Batticaca, 2008)
G. Penatalaksanaan Medik Penatalaksaan medik pada klien dengan stroke meliputi: 1.
Non pembedahan a.
Terapi antikoagulan. Kontraindikasi pemberian terapi antikoagulan pada klien
dengan riwayat ulkus, eremia dan kegagalan hepar. Sodium heparin diberikan secara subkutan atau melalui IV drip. b.
Phenytonin (Dilantin) dapat digunakan untuk mencegah kejang.
c.
Enteris-coated,
misalnya
aspirin
dapat
digunakan
untuk
lebih
dulu
menghancurkan trombotik dan embolik. d.
Epsilon-aminocaproic acid (Amicar) dapat digunakan untuk menstabilkan
bekuan diatas anuarisma yang ruptur. e.
Calcium channel blocker (Nimodipine) dapat diberika untuk mengatasi
vasospasme pembuluh darah. 2.
Pembedahan a.
Karotid endarteretomi untuk mengangkat plaque atherosclerosis.
b.
Superior temporal arteri-middle serebra arteri anatomisis dengan melalui
daerah yang tersumbat dan menetapkan kembali aliran darah pada daerah yang dipengaruhi. (Mansjoer, 2007)
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian 1.
Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose medis. 2.
Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi. 3.
Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain. 4.
Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan. 5.
Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes militus.
Pengumpulan data:
A.
Aktivitas/istirahat
Klien akan mengalami kesulitan aktivitas akibat kelemahan, hilangnya rasa, paralisis, hemiplegi, mudah lelah, dan susah tidur.
B.
Sirkulasi
Adanya riwayat penyakit jantung, katup jantung, disritmia, CHF, polisitemia. Dan hipertensi arterial. C.
Integritas Ego.
Emosi labil, respon yang tak tepat, mudah marah, kesulitan untuk mengekspresikan diri. D.
Eliminasi
Perubahan kebiasaan Bab. dan Bak. Misalnya inkoontinentia urine, anuria, distensi kandung kemih, distensi abdomen, suara usus menghilang. E.
Makanan/caitan :
Nausea, vomiting, daya sensori hilang, di lidah, pipi, tenggorokan, dysfagia F.
Neuro Sensori
Pusing, sinkope, sakit kepala, perdarahan sub arachnoid, dan intrakranial. Kelemahan dengan berbagai tingkatan, gangguan penglihatan, kabur, dyspalopia, lapang pandang menyempit. Hilangnya daya sensori pada bagian yang berlawanan dibagian ekstremitas dan kadang-kadang pada sisi yang sama di muka. G.
Nyaman/nyeri
Sakit kepala, perubahan tingkah laku kelemahan, tegang pada otak/muka H.
Respirasi
Ketidakmampuan menelan, batuk, melindungi jalan nafas. Suara nafas, whezing, ronchi. I.
Keamanan
Sensorik motorik menurun atau hilang mudah terjadi injury. Perubahan persepsi dan orientasi Tidak mampu menelan sampai ketidakmampuan mengatur kebutuhan nutrisi. Tidak mampu mengambil keputusan. J.
Interaksi sosial
Gangguan dalam bicara, Ketidakmampuan berkomunikasi. (Santosa, 2007)
B. Diagnose Keperawatan 1.
Ketidakefektifan Perfusi jaringan serebral berhubungan dengan aliran darah ke otak
terhambat 2.
Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi ke otak
3.
Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler
4.
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kesadaran
C. Rencana Keperawatan No
Diagnosa
Tujuan (NOC)
Intervensi (NIC)
Implementasi Keperawatan
Keperawatan 1.
Ketidak efektifan Setelah Perfusi serebral
dilakukan
tindakan NIC :
jaringan keperawatan selama 3 x 24 jam, Intrakranial b.d diharapkan
suplai
aliran
darah (ICP)
aliran darah ke keotak lancar dengan kriteria hasil:
(Monitor
otak terhambat.
NOC :
intrakranial)
Circulation status
-
Tissue Prefusion : cerebral
kepada
Kriteria Hasil :
-
1. mendemonstrasikan
Berikan
Monitor
status perfusi
sirkulasi yang ditandai dengan :
1. Memantau adanya tandaPressure tanda
penurunan
perfusi
Monitoring serebral
:GCS,
memori,
tekanan bahasa respon 2.
pupil.
Mengobservasi
tanda-
informasi tanda vital (tiap jam sesuai keluarga kondisi pasien) tekanan 3. Memantau intake-output serebral cairan, balance tiap 24 jam
- Catat respon pasien 4. Mempertahankan posisi
-Tekanan systole dandiastole dalam terhadap Monitor
stimuli tirah
baring
pada
posisi
rentang yang diharapkan
-
-Tidak ada ortostatikhipertensi
intrakranial pasien dan tempat tidur 15-30 derajat
-Tidk ada tanda tanda peningkatan respon tekanan intrakranial (tidak lebih dari terhadap 15 mmHg)
-
2.
drainage
mendemonstrasikan
Monitor
tekanan anatomis atau posisi kepala
neurology 5.
aktivitas maneuver
cairan 6.
batuk,
Mempertahankan
ligkungan yang nyaman
- Monitor intake dan 7. Menghindari fleksi leher
- berkomunikasi dengan jelas dan output sesuai dengan kemampuan - menunjukkan
seperti
valsava
jumlah mengejang dan sebagainya.
kemampuan kognitif yang ditandai serebrospinal dengan:
Menghindari
cairan untuk
- Restrain pasien jika jugular perhatian, perlu
konsentrasi dan orientasi
-
Monitor
suhu
dan
- memproses informasi
angka
- membuat keputusan dengan benar
- Kolaborasi pemberian
WBC
mengurangi
resiko
3.
menunjukkan fungsi sensori antibiotik
motori cranial yang utuh : tingkat - Posisikan pasien pada kesadaran
mambaik,
tidak
gerakan gerakan involunter
ada posisi -
semifowler
Minimalkan
stimuli
dari lingkungan Terapi oksigen 1.
Bersihkan
jalan
nafas dari sekret 2.
Pertahankan
jalan
nafas tetap efektif 3.
Berikan
oksigen
sesuai intruksi 4.
Monitor
aliran
oksigen, kanul oksigen dan sistem humidifier 5.
Beri
kepada
penjelasan klien
pentingnya
tentang
pemberian
oksigen 6.
Observasi
tanda-
tanda hipo-ventilasi 7.
Monitor
respon
klien terhadap pemberian oksigen 8.
Anjurkan
untuk
tetap
klien memakai
oksigen selama aktifitas dan tidur 2
Kerusakan
Setelah
komunikasi
keperawatan selama 3 x 24 jam, untuk
verbal
b.d diharapkan
dilakukan
klien
tindakan 1.
mampu
Libatkan keluarga 1. Mengevaluasi sifat dan
untuk memahami
membantu beratnya afasia pasien, jika / berat
hindari
memberi
penurunan
berkomunikasi lagi dengan kriteria memahamkan informasi isyarat non verbal
sirkulasi ke otak
hasil:
dari / ke klien
- dapat menjawab pertanyaan yang 2. diajukan perawat
2. Melakukan komunikasi
Dengarkan
ucapan
setiap dengan wajar, bahasa jelas,
klien
dengan sederhana dan bila perlu
- dapat mengerti dan memahami penuh perhatian pesan-pesan melalui gambar - dapat
3.
diulang
Gunakan kata-kata 3.
Mendengarkan
mengekspresikan sederhana dan pendek tekun
perasaannya secara verbal maupun dalam nonverbal
pasien
mulai
komunikasi berbicara
dengan klien 4.
jika
dengan
4. Berdiri di dalam lapang
Dorong klien untuk pandang pasien pada saat
mengulang kata-kata 5.
bicara
Berikan arahan / 5. Melatih otot bicara secara
perintah yang sederhana optimal setiap interaksi dengan 6. klien 6.
keluarga
dalam melatih komunikasi Programkan
verbal pada pasien
speech-language teraphy 7.
Melibatkan
Lakukan
7. Mengkolaborasi dengan
speech- ahli terapi wicara
language teraphy setiap interaksi dengan klien 3
Kerusakan
-
joint Movement : Active
NIC :
mobilitas fisik b.d -
Mobility Level
Exercise
kerusakan
-
Self care : ADLs
ambulation
neurovaskuler
-
Transfer performance
-
Kriteria Hasil : -
tingkat
: kemampuan mobilisasi klien 2. Memantau kekuatan otot
Monitoring vital sign 3. Merubah posisi tiap 2 jan latihan 4. Memasang trochanter roll
Klien meningkat dalam aktivitas dan lihat respon pasien pada daerah yang lemah saat latihan
Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas
-
therapy
sebelm/sesudah
fisik -
Memantau
Memverbalisasikan
5. Melakukan ROM pasif
Konsultasikan dengan
terapi
atau aktif sesuai kemampuan fisik dan jika TTV stabil
perasaan tentang rencana ambulasi 6.
dalam meningkatkan kekuatan dan sesuai dengan kebutuhan
Melibatkan
keluarga
dalam memobilisasi klien
kemampuan berpindah -
-
Bantu klien untuk 7.
Memperagakan penggunaan alat menggunakan Bantu untuk mobilisasi (walker)
Mengkolaborasi:
tongkat fisioterapi
saat berjalan dan cegah 8. Melatih pasien dalam terhadap cedera -
pemenuhan
kebutuhan
Ajarkan pasien atau ADLs secara mandiri sesuai tenaga
kesehatan
lain kemapuan
tentang teknik ambulasi -
Kaji
kemampuan
pasien dalam mobilisasi -
Latih pasien dalam pemenuhan ADLs
kebutuhan
secara
mandiri
sesuai kemampuan -
Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan
bantu
penuhi
kebutuhan ADLs ps. -
Berikan alat Bantu jika klien memerlukan.
1.
Ajarkan
pasien
bagaimana
merubah
posisi
dan
berikan
bantuan jika diperlukan 4
Pola nafas tidak Setelah
dilakukan
tindakan
1.
Mengauskultasi
bunyi
efektif
perawatan selama 3 x 24 jam, NIC :
nafas
berhubungan
diharapkan pola nafas pasien efektif Airway Management
2.
dengan
dengan kriteria hasil :
penurunan
- Menujukkan jalan nafas paten ( guanakan teknik chin lift 3. Memberikan posisi semi
kesadaran
tidak merasa tercekik, irama nafas atau jaw thrust bila perlu
·
normal, frekuensi nafas normal,tidak · ada suara nafas tambahan
untuk
Mengukur
tanda-tanda
Buka jalan nafas, vital
Posisikan
fowler
pasien kebutuhan
sesuai
dengan (tidak
memaksimalkan bertentangan dgn masalah
- NOC :
ventilasi
v Respiratory status : Ventilation
·
v Respiratory
status
:
keperawatan lain)
Identifikasi pasien 4. Melakukan penghisapan
Airway perlunya
pemasangan lendir dan pasang OPA jika
patency
alat jalan nafas buatan
v Vital sign Status
·
Kriteria Hasil :
perlu
Pasang mayo bila 5.
-Mendemonstrasikan batuk efektif ·
Lakukan
mampu ·
dada
jika mayo 7. Mengatur intake cairan
Keluarkan
bernafas dengan mudah, tidak ada dengan pursed lips)
batuk
sekret untuk
yang ·
8. Memantau respirasi dan
Auskultasi
suara status O2
paten (klien tidak merasa tercekik, nafas, catat adanya suara 9. irama nafas, frekuensi pernafasan tambahan dalam rentang normal, tidak ada · suara nafas abnormal)
Lakukan
normal
(tekanan
darah,
suction 10. Memberikan pelembab udara kassa basah NaCl
Berikan
lembab
nadi, bronkodilator bila perlu
pernafasan
·
Berikan pelembab
udara Kassa basah NaCl Lembab ·
Atur intake untuk
cairan
mengoptimalkan
keseimbangan. ·
Monitor respirasi
dan status O2 Oxygen Therapy -
Bersihkan
mulut,
hidung dan secret trakea -
Pertahankan
Memberikan
bronkodilator bila diperlulan
pada mayo
Tanda Tanda vital dalam rentang ·
meoptimalkan
atau keseimbangan
suction
-Menunjukkan jalan nafas
fisioterapi
6. melakukan suction pada
ada sianosis dan dyspneu (mampu perlu sputum,
Melakukan
dada dan latihan nafas dalam
dan suara nafas yang bersih, tidak fisioterapi
mengeluarkan
kesadaran menurun
jalan
nafas yang paten -
Atur
peralatan
oksigenasi -
Monitor
aliran
oksigen -
Pertahankan
posisi
pasien -
Onservasi
adanya
tanda tanda hipoventilasi -
Monitor
adanya
kecemasan
pasien
terhadap oksigenasi
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan peredaran darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan di otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau kematian. Stroke masih merupakan masalah medis yang menjadi masalah kesakitan dan kematian nomor 2 di Eropa serta nomor 3 di Amerika Serikat. Sebanyak 10% penderita stroke mengalami kelemahan yang memerlukan perawatan. Pengkajian yang sangat diperhatikan dalam asuhan keperawatan stroke ini adalah pemeriksaan fisik 12 saraf kranial. Diagnosa yang dapat diangkat pada asuhan keperawatan pasien dengan stroke ini adalahGangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan tidak adekuatnya sirkulasi darah serebral, Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskular, Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan neuromuskular, Defisit pengetahuan: keluarga berhubungan dengan keterbatasan kognitif, Kerusakan komunikasi verbal behubungan dengan kerusakan neuromuskular, Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan trauma neurologis, Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan psikososial dan Resiko tinggi terhadap menelan behubungan dengan kerusakan neuromuskular. B. Saran Agar pengetahuan tentang “Askep pada Klien Stroke” dapat di pahami dan dimengerti oleh para pembaca sebaiknya makalah ini di pelajari dengan baik karena dengan mengetahui “Askep pada Klien Stroke” dapat menambah pengetahuan dan wawasan dalam ilmu medis. Karena dengan bertambah nya pengetahuan dan wawasan tersebut maka kita akan temotivasi lagi untuk belajar menjadi orang yang lebih baik dalam hal ilmu pengetahuan.
DAFTAR PUSTAKA
Arif, M. (2010). Pengkajian Keperawatan Pada Praktik Klinik. . Jakarta: Salemba Medika. Batticaca, F. B. (2008). Asuhan Keperawatan Dengan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika. Hutapea, R. (2015). Kalimantan Barat, Penderita Stroke Tertinggi. Depok: tersedia dalam www.sinarharapan.co/news/read/150513024/kalimantan-barat-penderita-stroke-tertinggi%20o (diunggah pada tanggal 13 Mei 2015 pukul 14:15 WIB, diakses pada tanggal 23 September 2018. Mansjoer, A. d. (2007). Kapita Selekta Kedokteran, Jilid Kedua. . Jakarta: Media Aesculapius FKUI. Organization, W. H. (2015). STEPwise approach to stroke surveillance. Geneva: tersedia dalam www.who.int/chp/steps/stroke/en/ (diakses pada tanggal 23 September 2018, pukul 19.31 WIB). Santosa, B. (2007). Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima Medika. Smeltzer, d. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2. alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih. Jakarta: EGC.