Kaitan Perbedaan Kelas Lereng Lahan Terhadap Faktor Erodibilitas Tanah dan Batas Toleransi Erosi Relationship between Slope Classess and Soil Erodibility (K) & Tolerable Soil Loss (T) Factors Oleh : Beny Harjadi Ringkasan Pentingnya penanganan lahan kritis di Indonesia yang tersebar pada 39 DAS prioritas, meminta penanganan sesegera mungkin. Untuk itu pengetahuan tentang erosi sangat diperlukan, yang meliputi penetapan nilai faktor K (Erodibililas Lahan) atau kepekaan tanah terhadap erosi dan nilai T atau ambang batas erosi yang diperbolehkan (Toleransi Erosi). Dengan demikian data tentang nilai K dan nilai T pada beberapa kelas lereng yang tersebar di Sub DAS Keduang sangat diperlukan untuk menduga sebelum menghitung besarnya erosi yang sebenarnya terjadi. Sehingga dengan mengetahui sedini mungkin, maka upaya pencegahan dengan menanggulangi erosi yang akan terjadi dapat segera dikerjakan baik yang berupa teknis sipil maupun teknis vegetatif. Dari metode perhitungan nilai K (Wischmeier, 1971) dan nilai T yang dikemukakan oleh Hammer (1981), Achlil (1982), serta Wood dan Dent (1983), sangat membantu penetapan kriteria lahan kritis dengan melihat kemudahan tanah tererosi (K) dan ambang batas erosi yang diperbolehkan (T). Hasil pengumpulan data yang diperoleh selama survai di Sub DAS Keduang yang memiliki luas 42.644 ha (Harjadi, 1993), dapat disimpulkan bahwa nilai K terendah pada kelas lereng A (datar) yang termasuk kelerengan 0-4% dan nilai K tertinggi pada kelas lereng I (terjal) yang memiliki kelas lereng diatas 85%. Dari data yang tersebar di seluruh Sub DAS sebanyak 72 titik sampel, nilai T sangat bervariasi dan tidak terkait langsung dengan kelas lereng lahan. Dalam hal ini nilai T lebih dekat dipengaruhi oleh faktor jenis tanah dan penggunaan lahan. Sedangkan metode yang lebih efektif dan cocok untuk diterapkan di Indonesia adalah metode Achlil (1982), karena telah memasukkan faktor utama erodibilitas tanah (K) pada rumus perhitungannya.
KATA KUNCI : Batas erosi, Toleransi Erosi, Tapan, Wader, Prediksi, Regresi
I. PENDAHULUAN Penekanan penanganan lahan kritis di Indonesia yang tersebar di 39 DAS prioritas berupa kegiatan reboisasi dan rehabilitasi lahan secara intensif. Khususnya pada lahan yang curam dengan kelerengan diatas 35%, pada daerah yang penduduknya miskin masih diusahakan tanaman budidaya tanaman pertanian karena kondisi masyarakat yang lapar lahan. Disamping itu juga pada daerah yang tidak bisa diusahakan sama sekali dan diberokan terlalu lama maka akan berakibat tanah menjadi tandus yang ditandai dengan berbagai batuan yang muncul ke permukaan. Begitu juga terjadinya erosi pada tingkat berat dengan jenis erosi parit atau erosi jurang merupakan tanda kekritisan suatu lahan. Pembagian kelas lereng yang telah dimodifikasi untuk kebutuhan di Indonesia oleh tim dari New Zealand untuk keperluan pemetaan Inventarisasi Sumber Daya Lahan (Fletcher, 1990), dimaksudkan untuk memberikan kriteria pemanfaatan kelas lereng dalam rangka mengoptimalkan penggunaan lahan. Misalnya lahan datar diperuntukkan bagi persawahan, lahan miring untuk agroforestri, lahan curam untuk kawasan hutan, dan lahan terjal untuk kawasan lindung. Pemanfaatan lahan tersebut disamping mengoptimalkan produktivitas lahan juga untuk menjaga konservasi tanah dengan teknik penanaman searah kontur. Kelas lereng yang berbeda akan berbeda pula tingkat erodibililas lahan atau faktor K (Harjadi, 1992). Begitu juga kelas lereng tersebut juga berakibat perubahan nilai T atau batas toleransi erosi. Dalam studi ini dicobakan dengan beberapa metode perhitungan nilai T yang dikemukakan oleh Hammer (1981), Achlil (1982), serta Wood dan Dent (1983). Dari ketiga metode tersebut pada prinsipnya sama hanya ada sedikit pengembangan, misalnya untuk Achlil ditambahkan faktor K sebagai kunci utama, sedangkan Wood dan Dent dengan menambahkan faktor laju pembentukan tanah. Dengan memperhatikan permasalahan tersebut diatas, maka dalam studi ini dimaksudkan untuk menghitung nilai K (erodibilitas lahan) dan nilai T (toleransi erosi) pada berbagai kelas lereng. Sedangkan tujuannya meliputi : Ψ Melihat hubungan antara kelas lereng dengan nilai K, Ψ Melihat hubungan antara kelas lereng dengan nilai T, Ψ Melihat efektifitas ketiga metode perhitungan toleransi erosi.
II. BAHAN DAN METODE A. Bahan dan Alat Bahan dan alat yang diperlukan dalam studi ini, antara lain berupa : ♣ Dokumentasi (foto udara, peta topografi, peta adaminstrasi, dan lain-lain), ♣ Perlengkapan lapangan (Clipboard, alat-alat tulis, blanko, stereoskop saku), ♣ Peralatan kantor (stereoskop cermin, lampu duduk, komputer, dll). B. Metode 1. Metode Pengambilan Sampel Pengambilan sampel di Sub DAS Keduang yang memiliki luas 42.644 ha diwakili dengan pengamatan pada 72 titik sampel yang menyebar antara lain : 18 titik pada
penggunaan lahan sawah, 24 titik pada lahan tegal, 20 titik pada lahan pekarangan, dan 10 titik pada lahan hutan. Seluruh data yang terkumpul yang mewakili semua kelas lereng diambil hasil perhitungan rata-rata untuk nilai K dan nilai T. 2. Metode Perhitungan Nilai K Metode perhitungan faktor nilai erodibilitas lahan dengan memperhatikan 4 faktor utama yang berpengaruh langsung terhadap kepekaan tanah akan erosi yang terjadi di suatu lahan. Keempat faktor tersebut antara lain : ♠ Tekstur, yang merupakan perbandingan ketiga fraksi partikel tanah yang dapat dikelompokkan menjadi 12 kelas tekstur dari pasir (paling kasar) sampai liat (paling halus). ♠ Bahan Organik, yang ditetapkan dalam prosentase kandungan bahan organik dari reaksi pembuihan dengan larutan H2O2 10%, dan dikelompokkan menjadi 4 kelas, yaitu dari kategori kelas sangat rendah (0) sampai kelas tinggi (4). ♠ Struktur, dengan mengamati tipe dan kelas struktur maka dapat dikategorikan menjadi 4 kelas yaitu dari kelas 1 (struktur granuler halus sekali berdiameter < 1 mm) sampai kelas 4 (struktur kubus, pipih atau masif yang berdiameter > 10 mm). ♠ Permeabilitas Tanah, dengan mengamati kecepatan permeabilitas pada lapisan olah dan lapisan tanah dibawahnya dengan satuan mm/jam, yang dikelaskan dari kelas cepat (1) sampai lambat sekali (6). Dari data keempat parameter tersebut diatas yang merupakan faktor utama yang berpengaruh terhadap nilai K, selanjutnya dilakukan perhitungan dengan rumus atau dengan menggunakan nomograf. 3. Metode Perhitungan Nilai T Perhitungan nilai T menggunakan tiga metode yang dikemukakan oleh :
Hammer (1981) EqD T = ⎯⎯⎯ RL Achlil (1982) T = 4 + 1,266 (10 D - K - 2) Wood dan Dent (1983) (EqD - Dmin) T = ⎯⎯⎯⎯⎯ + LPT RL
Dimana : T : toleransi erosi (mm/th) EqD : faktor kedalaman tanah x kedalaman efektif tanah RL : Resource Life (300 dan 400 tahun) D K Dmin LPT
: : : :
kealaman tanah (m) erodibilitas tanah kedalaman minimum tanah laju pembentukan tanah (ton/joule)
III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Nilai K Dari kedelapan kelas lereng yang terdiri dari kelas lereng A sampai kelas lereng I disajikan pada tabel 1. Tabel 1. Nilai Erodibilitas Tanah pada bermacam-macam Variasi Kelas Lereng di Sub DAS Keduang. Table 1. Soil Erodibility on Several Slope Classes in Keduang Sub Watershed. Kelas Lereng % Lereng Kriteria Nilai K A 0 - 4 datar 0,20 B 4 - 8 agak miring 0,31 C 8 - 15 miring 0,38 D 15 - 25 sangat miring 0,36 E 25 - 35 agak curam 0,35 F 35 - 45 curam 0,39 G 45 - 65 sangat curam 0,33 H 65 - 85 amat sangat curam 0,37 I > 85 terjal 0,46 2. Nilai T Dengan menggunakan ketiga metode yang dikemukakan oleh Hammer,Achlil, serta Wood dan Dent didapatkan nilai T yang disajikan pada tabel 2 berikut ini. Tabel 2. Nilai Toleransi Erosi pada Berbagai Kelas Kelerengan dengan Menggunakan Ketiga Metode Perhitungan. Table 2. Tolerance Soil Loss on Several Slope Classess with Three Methods. Nilai T (mm/th) Hammer Achlil Wood & Dent Wood & Dent Kelas Lereng Hammer 300 tahun 400 tahun 300 tahun 400 tahun A 1,00 0,75 0,42 0,88 0,80 B 3,26 2,45 1,15 2,06 1,69 C 1,98 1,49 0,72 1,39 1,18 D 2,53 1,90 0,93 1,59 1,33 E 1,60 1,20 0,64 0,99 0,88 F 1,30 0,98 0,50 0,96 0,86 G 2,11 1,58 0,51 1,80 1,49 H 2,46 1,85 0,89 2,26 1,83 I 2,34 1,76 0,84 2,39 1,93
B. Pembahasan 1. Nilai K (Erodibilitas Tanah) Dari tabel 1 dan grafik 1 ditampilkan bahwa semakin curam suatu lereng maka akan semakin tinggi nilai K. Misalnya kelas lereng A yang dikategorikan datar memiliki nilai K terendah, sebaliknya kelas lereng I yang termasuk terjal memiliki nilai K yang tertinggi. Hal tersebut mencerminkan bahwa dengan semakin miring suatu lahan maka kepekaan tanah akan erosi semakin tinggi pula, dengan kata lain tanah akan mudah tererosi. Lebih jauh dari grafik 1 dapat disimpulkan bahwa dari sembilan kelas lereng yang ada dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok besar, yaitu : Kelompok I meliputi kelas lereng datar (A) sampai miring (C), Kelompok II meliputi kelas lereng sangat miring (D) sampai curam (F), Kelompok III meliputi kelas lereng sangat curam (G) sampai terjal (I). Dalam hal ini kelompok kelas tersebut berkaitan erat dengan penggunaan lahan yang ada, yaitu untuk Kelompok lereng I biasanya diusahakan untuk budidaya tanaman pertanian, Kelompok lereng II diperuntukkan bagi agroforestre, dan Kelompok lereng III untuk kawasan hutan. 2. Nilai T (Toleransi Erosi) Nilai T sangat bervariasi sekali dan tidak ada kecenderungan yang sama dengan semakin curamnya kelas lereng. Sehingga dalam hal ini kelas lereng tidak berpengaruh langsung terhadap nilai T yang diperhitungkan, karena nilai T lebih banyak dipengaruhi oleh jenis tanah dan penggunaan lahan yang ada pada saat itu. Dari grafik 2 lebih mudah diamati pada satuan Kelompok Lereng yang memiliki kecenderungan yang hampir sama, yaitu nilai T tertinggi dicapai pada kelas ditengah pada setiap satuan Kelompok Lereng (kelas lereng B dan H). Hal tersebut tidak berlaku pada Kelompok Lereng II yang memiliki kecenderungan nilai T yang semakin menurun dengan semakin tingginya kelas lereng, berurutan dari yang tertinggi untuk kelas lereng D, E, dan F. 3. Metode Perhitungan Nilai T Dari ketiga metode dengan 5 cara perhitungan yaitu masing-masing yang dikemukakan oleh Hammer (H.300 dan H.400), Wood dan Dent (WD.300 dan WD.400), serta Achlil, tidak menampakkan hasil yang nyata. Dengan demikian salah satu metode dari metode yang telah ada dapat dipakai untuk menghitung nilai toleransi erosi dengan hasil perhitungan yang tidak berbeda jauh. Dari grafik 3 nampak bahwa kelima cara perhitungan memiliki kecenderungan yang sama. Namun dari nilai T yang terendah dari hasil perhitungan dengan metode Achlil dapat dipertimbangkan untuk pengembangannya di Indonesia, karena metode Achlil memasukkan faktor utama yang mempengaruhi kondisi masing-masing tanah yang dinamakan dengan faktor K (erodibilitas tanah). Sehingga dimanapun lokasi survai diadakan, maka kemungkinkan besar nilai T nya akan sesuai dengan kondisi setempat, karena faktor jenis tanah dengan tingkat kepekaan terhadap erosi masing-masing tanah yang telah dimasukkan kedalam rumus Achlil tersebut.
IV. KESIMPULAN ω Dari sembilan kelas lereng dapat dikelompokkan menjadi tiga Kelompok Lereng yang sesuai dengan Kelas penggunaan lahan dan nilai faktor K, yaitu : Kelompok I (budidaya tanaman pertanian), Kelompok II (agroforestre), dan Kelompok III (kawasan hutan). Nilai K akan semakin meningkat dengan semakin curamnya lereng. ω Nilai T bervariasi pada kesembilan lereng dari kelas A (datar), B (agak miring), C (miring), D (sangat miring), E (agak curam), F (curam), G (sangat curam), H (amat sangat curam), sampai I (terjal), karena nilai tersebut lebih banyak dipengaruhi oleh jenis tanah dan penggunaan lahan setempat. ω Metode yang paling efektif dan perlu dikembangkan di Sub DAS lain di Indonesia dari ketiga metode Hammer, Achlil, serta Wood dan Dent adalah yang dikemukakan oleh Achlil, karena faktor jenis tanah dengan kepekaannya terhadap erosi yang telah dimasukkan kedalam formula sebagai faktor utama perhitungan, sehingga lebih sesuai dengan kondisi lahan dimanapun.
V. DAFTAR PUSTAKA Achlil, K., 1982. Kriteria Lahan Kritis Dalam Rangka Program PHTA. Dep. Tan., DirJen Hut., Dir. reb & Rehab., Proyek P3DAS, Solo. Fletcher, J.R. dan R.G. Gibb, 1990. Land resource Survey Handbook for Soil Conservation Planning in Indonesia. Project report No.1, Scientific Report No. 11; Indonesia-New Zealand resource Mapping Project, BTPDAS Surakarta. Hammer, W.I., 1981. Second Soil Conservation Consultant Report. AGOF/INS/78/006. Tech. Note No. 10. Centre for Soil Research, Bogor, Indonesia. Harjadi, B., 1993. Survai Pendahuluan Inventarisasi Sumber Daya Lahan di Sub DAS Keduang. Proyek PTPDAS, BTPDAS Surakarta. Wischmeier, W.H. and D.D., Smith, 1971. Predicting Rainfall erosion Losses a Guide to Conservation Planning. US Departement of Agriculture, Agriculture Handbook No. 537, p58. Wood, S.R. dan F.J. Dent, 1983. Lecs A Land Evaluation Computer System Methodology. AGOF/INS/78/006, Manual 5. version 1, Ministry of Agr. GOI/UNDP and FAO.
BIODATA BENY HARJADI Data Diri : Nama : Ir. Beny Harjadi, MSc. Tempat/Tanggal Lahir: Surakarta, 17 Maret 1961 NIP/Karpeg : 19610317.199002.1.001/ E.896711 NPWP : 58.678.096.7-532.000 Pangkat/Golongan : Pembina / IVb Jabatan : Peneliti Madya Riwayat Pendidikan : TK : TK Aisyiyah Premulung, Surakarta (1967) SD : SD Negeri 94 Premulung, Surakarta (1973) SMP : SMP Negeri IX Jegon Pajang, Surakarta (1976) SMA : SMA Muhammadiyah I, Surakarta (1980) S1 : IPB (Institut Pertanian Bogor), Jurusan Tanah/Fak.Pertanian,BOGOR (1987) Kursus LRI (Land Resources Inventory) kerjasama dengan New Zealand selama 9 bulan untuk Inventarisasi Sumber Daya Lahan (1992), INDONESIA-NEW ZEALAND S2 : ENGREF (École Nationale du Génie Rural, des Eaux et des Forêst), Jurusan Penginderaan Jauh Satelit/ Fak.Kehutanan, Montpellier, PERANCIS (1996) PGD : Post Graduate Diplome Penginderaan Jauh, di IIRS (Indian Institute of Remote Sensing) di danai dari CSSTEAP (Centre for Space Science & Technology Education in Asia and The Pasific) Affiliated to the United Nations (UN/PBB : Perserikatan Bangsa-Bangsa), Dehradun – INDIA (2005). Riwayat Pekerjaan : 1. Staf Balai Teknologi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS), Surakarta (1989). 2. Ajun Peneliti Madya Bidang Konservasi Tanah dan Air pada BTPDAS-WIB (Balai Teknologi Pengelolaan DAS – Wilayah Indonesia Bagian Barat), 1998. 3. Peneliti Muda Bidang Konservasi Tanah dan Air pada BTPDAS-WIB (Balai Teknologi Pengelolaan DAS – Wilayah Indonesia Bagian Barat), 2001. 4. Peneliti Madya Bidang Konservasi Tanah dan Air pada BP2TPDAS-IBB (Balai Litbang Teknologi Pengelolaan DAS - Indonesia Bagian Barat), 2005. 5. Peneliti Madya Bidang Pedologi dan Penginderaan Jauh pada BPK (Balai Penelitian Kehutanan) Solo, 2006 Riwayat Organisasi : 1. Menwa Mahawarman, Jawa Barat (1980 – 1985) 2. HMI (Himpunan Mahasiswa Islam), (1980 – 1983) 3. Ketua ROHIS BP2TPDAS-IBB, 2 periode (2000-2006) Penghargaan : 1. Satya Lancana Karya Satya 10 tahun, No. 064/TK/Tahun 2004 Alamat Penulis : 1. Kantor : BPK SOLO, d/a Jl.Ahmad Yani Pabelan, Po.Box.295, Surakarta. Jawa Tengah, Telp/Fax : 0271–716709, 715969. E-mail:
[email protected] 2. Rumah : Perumahan Joho Baru, Jl.Gemak II, Blok T.10, Rt 04/ Rw VIII, Kel.Joho, Sukoharjo, Jawa Tengah. Telp : 0271- 591268. HP : 081.22686657 E-mail :
[email protected]