DEPARTEMEN FARMASI KLINIK FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA PROGRAM BPP RUMAH SAKIT PERIODE 90
Hypertensive Heart Failure
1. Definisi Hypertensive Heart Failure didefinisikan sebagai ketidakmampuan jantung untuk menghasilkan cardiac output yang cukup untuk kebutuhan metabolik jaringan pada kondisi istirahat maupun beraktivitas yang merupakan akibat dari peningkatan tekanan darah secara persisten (Brunton, 2005). Hipertensi dapat mengakselerasi terjadinya atherosklerosis karena proses ini dipicu oleh tekanan yang berlebihan secara kronik dan berbagai rangsangan non hemodinamik seperti sistem adrenergik, RAAS, peningkatan sintesis dan sekresi endotelin I, penurunan produksi prostasiklin dan nitric oxide (NO) (Parker et al., 2008).
2. Epidemiologi Hipertensi diperkirakan telah menyebabkan 4,5% dari beban penyakit secara global, dan prevalensinya hampir sama besar di negara berkembang maupun di negara maju (Depkes RI, 2006). Hipertensi dapat menyebabkan gagal jantung pada sekitar 90 % pasien dan meningkatkan resiko gagal jantung sekitar dua sampai tiga kali. Gagal jantung merupakan masalah utama kesehatan di Amerika Serikat. Hampir 5 juta pasien di negara ini menderita gagal jantung. Penyakit ini menyebabkan sekitar 6,5 juta pasien dirawat di rumah sakit setiap tahun. Selama 10 tahun terakhir jumlah pasien masuk rumah sakit per tahunnya meningkat dari sekitar 550,000 sampai hampir 900,000 karena gagal jantung (ACC & AHA, 2001).
3. Klasifikasi JNC 7 mengklasifikasikan hipertensi seperti yang tercantum pada tabel 1 : Tabel 1. Klasifikasi hipertensi (Wells et al., 2009) Klasifikasi
Sistolik (mmHg)
Diastolik (mmHg)
Normal
< 120
dan < 80
Prehipertensi
120 – 139
atau 80 - 89
Stage I hipertensi
140 – 159
atau 90 - 99
Stage II hipertensi
≥ 160
atau ≥ 100 1
DEPARTEMEN FARMASI KLINIK FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA PROGRAM BPP RUMAH SAKIT PERIODE 90
4. Etiologi dan Patofisiologi a. Hipertensi Primer Lebih dari 90% pasien dengan hipertensi merupakan hipertensi primer (Saseen & Maclaughlin, 2008). Beberapa mekanisme yang mungkin berkontribusi untuk terjadinya hipertensi ini telah diidentifikasi, namun belum satupun teori yang tegas menyatakan patogenesis hipertensi primer tersebut. Beberapa faktor lain yang diduga berperan pada patogenesis hipertensi primer meliputi hipersensitivitas sistem saraf simpatis, sistem rennin angiotensin aldosteron, defek natriuresis, natrium dan kalsium intraselular, dan faktor-faktor pemburuk (Mc.Phee & Massie, 2006). b. Hipertensi Sekunder Hipertensi sekunder merupakan hipertensi yang sudah diketahui penyebabnya. Kurang dari 10% penderita hipertensi merupakan akibat dari penyakit komorbid atau obat-obat tertentu yang dapat meningkatkan tekanan darah (Saseen & Maclaughlin, 2008). Beberapa kondisi yang dapat diidentifikasi sebagai penyebab hipertensi yaitu: 1.
Sleep apnea
6. Penyakit tiroid dan paratiroid
2.
Penyakit ginjal kronik
7. Koartasio aorta
3.
Aldosteronisme primer
8. Pemberian
4.
Penyakit renovaskular
5.
Pheochromocytoma
steroid
kronis
dan
cushing’s
syndrome Drug induced atau drug related
(Mc.Phee & Massie, 2006).
5. Manifestasi Klinis Gejala utama dari gagal jantung adalah dyspnea dan lemah. Gejala paru lainnya antara lain orthopnea, paroxysmal nocturnal dyspnea, tachypnea, dan batuk. •
Beban cairan yang tinggi dapat menyebabkan penyumbatan pada paru dan edema perifer.
•
Gejala lain yang bersifat nonspesifik antara lain nocturia, hemoptysis, nyeri perut, anoreksia, mual, kembung, asites, nafsu makan menurun, perubahan status mental , peningkatan berat badan.
•
Dari pemeriksaan fisik didapatkan S3 gallop, kaki dan tangan dingin, takikardi, kardiomegali, edema paru (Wells et al., 2009)
2
DEPARTEMEN FARMASI KLINIK FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA PROGRAM BPP RUMAH SAKIT PERIODE 90
6. Komplikasi Komplikasi hipertensi disebabkan oleh peningkatan tekanan darah yang terjadi terusmenerus secara kronik. Hipertensi dapat mengakibatkan kerusakan organ target sehingga berkembang menjadi komplikasi. Organ primer yang biasanya mengalami kerusakan atau gangguan akibat hipertensi adalah mata, otak, jantung, ginjal dan pembuluh darah perifer (Mc.Phee et al., 2008). Komplikasi kardiovaskular Hipertensi diidentifikasi sebagai prekursor utama perkembangan hipertrofi ventrikel kiri, dimana hipertrofi ventrikel kiri merupakan adaptasi utama dari struktur jantung terhadap peningkatan beban tekanan darah. Dibandingkan dengan subjek yang normotensi, pasien dengan hipertensi ringan memiliki risiko hipertrofi ventrikel kiri dua sampai tiga kali lebih tinggi dan risiko ini meningkat dengan derajat hipertensi yang lebih berat (Meredith & Ostergren, 2006). Hipertrofi ventrikel kiri dapat mengakibatkan banyak komplikasi pada jantung seperti: gagal jantung kongestif, aritmia ventrikular, iskemia miokardial, dan kematian mendadak (Whittle, 2009). Hipertensi dapat mengakselerasi terjadinya atherosklerosis karena proses ini dipicu oleh tekanan yang berlebihan secara kronik dan berbagai rangsangan non hemodinamik seperti sistem adrenergik, RAAS, peningkatan sintesis dan sekresi endotelin I, penurunan produksi prostasiklin dan nitric oxide (NO). Selain itu, akselerasi atherogenesis ini terjadi karena diikuti oleh proliferasi sel-sel otot polos, infiltrasi lipid ke dalam endothelium pembuluh darah, dan akumulasi kalsium vaskular (Parker et al., 2008). Plak atherosklerosis yang terbentuk akibat pengaruh hipertensi dapat menurunkan laju aliran darah karena meningkatkan ketebalan dinding, menyempitkan lumen pembuluh darah, menurunkan elastisitas, dan meningkatkan kekakuan arteri sehingga dapat menyebabkan gangguan kardiovaskular seperti ischemic heart disease dan
infark miokard
(Whittle, 2009). Perubahan patologis yang terjadi akibat infark miokard dikarakterisasi dengan hilangnya fungsi kontraktil, aktivasi neuro-endokrin, dan remodeling ventrikel kiri. Proses ini akhirnya memicu perkembangan disfungsi ventrikel kiri, yang selanjutnya berkembang menjadi gagal jantung (Meredith & Ostergren, 2006).
3
DEPARTEMEN FARMASI KLINIK FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA PROGRAM BPP RUMAH SAKIT PERIODE 90
Gambar 1. The American College of Cardiology/American Heart Association heart failure (HF) staging system (Wells et al., 2009).
7. Penatalaksanaan Terapi Menurut rekomendasi dari JNC 7, target tekanan darah pada pasien hipertensi dengan DM adalah 130/80.
Terapi dengan ACEI sangat penting untuk mengontrol tekanan darah pada
pasien dengan DM. ACEI dapat digunakan sebagai agen tunggal atau kombinasi dengan diuretik thiazide. ADA merekomendasikan ACEI untuk pasien dengan DM yang berusia di atas 55 tahun yang berisko tinggi CVD (Chronic Vascular Disease), serta beta bloker untuk pasien dengan CAD (Coronary Arterial Disease). Beta bloker terutama senyawa yang selektif beta 1, mempunyai manfaat yang bagus untuk pasien dengan DM sebagai bagian dari multidrug terapi (kombinasi dengan obat lain), tetapi manfaat penggunaan secara tunggal masih belum jelas. Beta bloker diindikasikan pada pasien diabetes dengan IHD (Ischemic Heart Disease) tetapi kurang efektif dalam mencegah stroke bila dibandingkan dengan ARB (JNC 7, 2004). 4
DEPARTEMEN FARMASI KLINIK FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA PROGRAM BPP RUMAH SAKIT PERIODE 90
Berikut ini adalah algoritma terapi hipertensi Algoritma Terapi Hipertensi Modifikasi gaya hidup
Tidak tercapai tekanan darah yang diinginkan (<140/ 90 mmHg) Pilihan terapi pertama
Hipertensi tanpa komplikasi : Diuretik Beta bloker
Kondisi khusus DM tipe I dengan proteinuria : - ACE inhibitor Gagal Jantung : - ACE inhibitor - Diuretik Isolated Systolic Hypertension (geritari) - Diuretik lebih diutamakan - Long acting dihidropridin Ca antagonis Infark Miokard : - Beta Bloker - ACE inhibitor (dengan gangguan sistolik )
Tidak tercapai TD yang diinginkan Tidak ada respon atau terjadi ESO
Respon inadekuat tetapi ditoleransi dengan baik
Tidak Tercapai TD yang diinginkan
Lanjutkan penambahan obat dari kelas lain
Gambar 1. Algoritma Terapi Hipertensi (Brunton, 2005)
5
DEPARTEMEN FARMASI KLINIK FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA PROGRAM BPP RUMAH SAKIT PERIODE 90
8. Dokumen Asuhan Kefarmasian Patient Data Base 1. Identitas Pasien - Nama
: Ny. T
- Umur/BB
: 77 tahun 6 bulan
2. MRS
: 4 Mei 2010
3. Keluhan MRS
: Badan lemas, sesak ± 4 hari, kaki bengkak sejak 2 hari yang lalu
4. Diagnosa
: Hipetertensive Heart Failure
6. Riwayat Penyakit
: Diabetes Melitus, PJK, Hipertensi
7. Riwayat Obat
: Tidak tahu
8. Riwayat alergi
:-
9. Merokok/alkohol
:-
Catatan Perkembangan Pasien Tanggal 4 Mei ‘10
Problem / Kejadian - Pasien datang dengan keluhan Badan lemas, sesak ± 4 hari, kaki bengkak sejak 2 hari yang lalu - Kondisi klinis pasien antara lain :
Tindakan Klinisi Terapi yang diberikan ke pasien : - Ventolin nebul - Furosemid 2 x 2 amp
TD : 192/104, nadi : 115 kali/menit, RR : 34
- Spironolakton 25-0-0
kali/menit, edema tungkai
- Valsartan 1 x 80 mg
- Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium,
- ISDN 3 x 5 mg
dapat diketahui :
- Insulin actrapid 2 x 4 u
WBC : 11.800, GDA : 368, BUN: 19,5, SCr :
- Na bikarbonat 1 drip
1,5, pH: 7,189, HCO3- : 13,2, BE :- 15,4
dalam NS 500 cc
- Berdasarkan hasil foto torax diketahui adanya kardiomegali - Pasien didiagnosa Shortness on Breathing e.c. kardiomegali
6
DEPARTEMEN FARMASI KLINIK FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA PROGRAM BPP RUMAH SAKIT PERIODE 90
Tanggal 5 Mei’10
Problem / Kejadian - Kondisi klinis pasien : TD : 160/70, Nadi : 100, RR : 32 kali/menit, edema tungkai, sesak sudah mulai berkurang - Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium dapat diketahui : SGOT: 144, SGPT: 56, Asam urat : 11,8 - Dilakukan konsul ke dokter penyakit dalam. Jawaban konsul : - Pasien menderita DM komplikasi PJK + CHF (Chronic Heart Failure)
Tindakan Klinisi Terapi yang diberikan : - Furosemid 1 x 1 amp - Spironolakton 25-0-0 - Valsartan 1 x 80 mg - ISDN 3 x 5 mg - Insulin actrapid 2 x 4 u - Novomix (insulin aspart 30%
&
protaminated
insulin aspart 70%) 6 Mei’10
- Kondisi klinis pasien : TD: 120/80, nadi: 98, RR : 22 kali/menit, pasien masih mengalami edema tungkai, sesak sudah berkurang
Terapi yang diberikan : - Furosemid 1 x 1 amp - Spironolakton 25-0-0 - Valsartan 1 x 80 mg - ISDN 3 x 5 mg - Insulin actrapid 2 x 4 u - Novomix (insulin aspart 30%
&
protaminated
insulin aspart 70%) - Glucobay 3x 50 mg - Ferrous Sulfat - Sohobion
(Vit.B1,
B6,
B12) - Dobutamin
3
µg/kgBB/hari 7 Mei ‘10
- Kondisi klinis pasien : TD: 130/80, nadi: 109, RR : 33 kali/menit, edema tungkai masih ada, sesak sudah berkurang - Pasien mengeluhkan nyeri lambung - Pasien didiagnosa HHF ( Hypertensive Heart Failure )
Terapi yang diberikan : - Ranitidin 2x1 ampul - Antrain 1 ampul prn - Dobutamin
3
µg/kgBB/hari - Terapi lainnya tetap 7
DEPARTEMEN FARMASI KLINIK FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA PROGRAM BPP RUMAH SAKIT PERIODE 90
Tanggal 8 Mei ‘10
Problem / Kejadian - Kondisi klinis pasien :
Tindakan Klinisi Terapi yang diberikan :
TD: 130/80, nadi: 109, RR : 33 kali/menit, - Antrain dihentikan edema tungkai masih ada, sesak sudah - Terapi lainnya tetap berkurang 9 Mei ‘10
- Kondisi klinis pasien :
Terapi tetap
TD: 140/90, nadi:84, RR : 28 kali/menit, edema tungkai masih ada tetapi sudah berkurang, sesak sudah banyak berkurang 10 Mei ‘10
- Kondisi klinis pasien : TD: 130/70, Nadi :80, RR: 22 kali/menit
-
Furosemid
-
Glocobay
dapat diketahui :
-
Ferrous Slfat
BUN: 42,2, SCr : 1,2, GDP : 211, GD2PP : 238
-
Ranitidin
- Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium
11 Mei ‘10
Terapi yang diberikan :
Pasien KRS dengan kondisi klinis :
Terapi pada yang diberikan
Suhu 36°C, TD : 110/60, Nadi: 80 kali/menit, RR pada waktu KRS : : 20 kali/menit
- ISDN 3 x 5mg - Valsartan 80 mg-0-0 - Spironolakton 25 mg-0-0 - Furosemid 1-0-0 - Akarbosa 3 x 50 mg - Glikuidon 1-0-0 - Sohobion (Vit.B)
8
DEPARTEMEN FARMASI KLINIK FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA PROGRAM BPP RUMAH SAKIT PERIODE 90
9. Format Asuhan Kefarmasian DATA KLINIK
Data Klinik Suhu TD Nadi RR Edema tungkai Sesak
Tanggal 4/5 36 192/104 115 34 +
5/5 36 160/70 100 32 +
6/5 36 120 /80 98 22 +
+
+ berkurang
-
Pada waktu MRS TD pasien tinggi, kondisi ini termasuk dalam kategori hipertensi stage 2
-
Setelah pemberian valsartan dan diuretic, pada tanggal 6 Mei 2010 TD pasien mengalami penurunan hingga 120/80. Tekanan darah ini terlalu
+ berkurang
+ berkurang +
hipertensi dengan DM adalah 130/80 -
Pasien mengeluh sesak hal ini ditunjukkan dengan RR (respiration rate) pasien yang tinggi.
Data Klinik
Nyeri lambung
7/5 37 130 / 80 109 33 +
rendah karena menurut JNC 7 target tekanan darah pada pasien
Nyeri lambung
Suhu TD Nadi RR Edema tungkai Sesak
Komentar dan Alasan
Tanggal 8/5 36,7 150/90 109 28 +
9/5 36 140/90 84 28
+ berkurang +
+ berkurang
10/5 36 130/70 80 22
11/5 36 110/60 80 20
Pada pasien dengan gagal jantung, terjadi retensi cairan dengan manifestasi edema sehingga semakin memperberat kerja jantung.
9
DEPARTEMEN FARMASI KLINIK FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA PROGRAM BPP RUMAH SAKIT PERIODE 90
DATA LABORATORIUM Parameter Lab. WBC Hb PLT GDA GDP GD 2 PP BUN Kreatinin SGOT SGPT Albumin Globulin LDL Kolesterol total TG Asam urat Na+ K+ ClpCO2 pO2 pH HCO3BE
Nilai Normal (4,5-10,5)x103/uL (11-18) g/dl (150-450) K/ul (40-121) mg/dl (60-120) mg/dl (80 – 125) mg /dL (5-23 mg/dL) (0,5-1,2) mg/dl ( 5-38)1 U/L (11-60) 1U/L (4-5,9 )g/dL
4/5 11.800 9,9 395.000 368
300
Komentar dan Alasan 10/5 -
Pada waktu MRS GDA maupun GDP pasien sangat tinggi. Gula darah yang tidak terkontrol akan semakin meperberat aterosklerosis sehingga memperparah kondisi jantung koroner dan pasien mengalami asidosis. Asidosis ditunjukkan dengan adanya penurunan pH darah, HCO3-, dan BE.
-
Untuk mengatasi GDA dan GDP yang tinggi, pasien diberikan regulasi cepat insulin dengan actrapid 2x 4 u dan untuk mengatasi gula darah basal yang tinggi diberikan insulin intermediate acting.
-
Peningkatan SGOT yang hampir empat kali dari harga normal merupakan salah satu parameter adanya kerusakan sel jantung yang juga mengakibatkan peningkatan kadar asam urat dalam darah.
211 238
19,5 1,5 144 56 4 4 146 228
65-175 150-250 50-200 < 7 g/dl (136-145 ) mEq/L (3,8-5,0 )mEq/L (97-103) mEq/L (36- 44) mmHg (80-100) mmHg (7,35-7,45) (24-30) mEq/L
Tanggal 5/5
120 11,8 145 3,9 109 14,3 40 7,189 13,2 -15,4
Tanggal 5/5 dilakukan konsultasi kepada dokter spesialis penyakit dalam. Jawaban konsultasi : - Diet 1700 kalori -
Glucobay 3x50 mg
- Novomix inj. 16 - 0- 14
- Sohobion 1x1
- Ferrous Sulfat 3x1
- Captopril 10
DEPARTEMEN FARMASI KLINIK FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA PROGRAM BPP RUMAH SAKIT PERIODE 90
PROFIL TERAPI PASIEN No
Jenis Obat Nama Dagang /Generik
Regimen Dosis
Tanggal 4/5
5/5
6/5
7/5
8/5
9/5
10/5
11/5
√
1
Infus NS
2
Ventolin nebul
No.I
√
3
Furosemid
2 x 2 ampul
√
KRS √
√
√
√
√
√
(1- 0- 0) (1-0-0) ( 1- 1-0) (1-0-0) 4
Spironolakton
25 – 0 – 0
√
√
√
√
√
25-25-0 5
Valsartan
1 x 80 mg
√
√
√
√
√
6
ISDN
3 x 5 mg
√
√
√
√
√
7
Cardiject (Dobutamin)
3 µg
√
/kgBB/hari 8
Insulin actrapid 4 u
2x4u
9
Novomix 30
16 – 0 – 14
10
Glucobay (Akarbosa)
3 x 50 mg
11
Meylon (Na bikarbonat)
1 drip dalam
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
NS 500 ml 12
SF
3x1
√
√
√
√
13
Sohobion
1 x1
√
√
√
√
14
Ranitidin
2 x 1 ampul
√
√
√
15
Metamizole Na
1 ampul prn
√
√
Terapi pada yang diberikan pada waktu KRS : - ISDN 3 x 5mg - Valsartan 80 mg-0-0 - Spironolakton 25 mg-0-0 - Furosemid 1-0-0 - Akarbosa 3 x 50 mg - Glikuidon 1-0-0 Sohobion (Vit.B) 11
DEPARTEMEN FARMASI KLINIK FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA PROGRAM BPP RUMAH SAKIT PERIODE 90
Jenis obat Furosemid
Rute i.v.
Dosis 2 x 2 ampul
Indikasi obat Pemantauan Komentar dan Alasan pada pasien Kefarmasian Mengatasi edema Berat badan, kondisi Pada pasien gagal jantung dengan retensi cairan, penggunaan tungkai
edema kaki
diuretik sangat dianjurkan. Dosis yang diberikan 20-160 mg/hari (Wells et al., 2009)
Spironolakton
i.v.
25 – 0 – 0
Mengatasi
edema Berat badan, kondisi Spironolakton merupakan senyawa yang bekerja sebagai antagonis
tungkai,
edema kaki, TD
menurunkan TD Valsartan
p.o.
1 x 80 mg
Menurunkan
aldosteron. Dosis yang diberikan bila kadar K+ < 5.0 mEq/L, berikan 25 mg satu kali sehari (Khan, 2007).
TD
tekanan darah
Valsartan merupakan golongan obat yang secara spesifik mengeblok reseptor angiotensin II AT1 sehingga menyebabkan pengeblokan sistem renin-angiotensin aldosteron (Bruton, 2005).
ISDN
p.o.
3 x 5 mg
Anti angina
Gejala klinis nyeri ISDN bekerja dengan mensitmulasi intraselular CGMP yang dada sebelah kiri
menyebabkan relaksasi pembuluh darah arteri dan vena (DIH, 2009).
Cardiject (Dobutamin)
i.v.
3 µg /kgBB/hari
Meningkatkan TD
TD
Dobutamin bekerja dengan cara menstimulasi reseptor beta 1 adrenergik sehingga meningkatkan kontraktilitas jantung dan tekanan darah (DIH, 2009)
12
DEPARTEMEN FARMASI KLINIK FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA PROGRAM BPP RUMAH SAKIT PERIODE 90
Jenis obat Insulin
Rute i.v.
Dosis 2x4u
actrapid 4 u
Indikasi obat Pemantauan pada pasien Kefarmasian Mengatasi hiperglikemi GDA, GD2PP
Komentar dan Alasan Actrapid merupakan insulin rapid acting yang bekerja secara
akut
cepat mengatasi hiperglikemi pada GD2PP. Insulin harus diberikan selama 30 menit sebelum makan (Mc.Evoy, 2008).
Novomix 30
s.c.
16 - 0 -14
Mengatasi
hiperglikemi GDP
pada kondisi akut dan basal
Merupakan kombinasi antara insulin aspart (30%) dan insulin protaminated aspart (70%) (MIMS, 2009). Insulin aspart merupakan insulin rapid acting untuk mengatasi secara
cepat
kondisi
hiperglikemi.
Sedangkan
insulin
protaminated, merupakan insulin intermediate acting untuk mengatasi hiperglikemi pada kondisi basal (Mc.Evoy, 2008). Akarbosa
Meylon (Na bikarbonat)
p.o.
i.v.
3 x 50 mg
1 drip
Mencegah peningkatan
GD 2 PP
Mekanisme kerja dari akarbosa adalah menghambat enzim
kadar gula darah post
intestinal
prandial
mengurangi peningkatan kadar gula post prandial (Tatro, 2003)
Mengatasi asidosis
pH, HCO3-, BE
yang
mencerna
karbohidrat,
sehingga
dapat
Pasien mengalami asidosis dengan parameter laboratorium pH : HCO3- : 13,2; BE : -15,4, sehingga diberikan Na
dalam NS
7,189 ;
500 ml
bikarbonat
13
DEPARTEMEN FARMASI KLINIK FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA PROGRAM BPP RUMAH SAKIT PERIODE 90
Jenis obat SF
Rute p.o.
Dosis 3x1
Indikasi obat pada pasien Mencegah anemia
Pemantauan Kefarmasian Hb
Komentar dan Alasan Pada waktu MRS Hb pasien 9,9. Sebenarnya kondisi ini mendekati normal, akan tetapi untuk terapi suportif pasien diberikan suplemen Fe agar kondisi pasien tidak memburuk.
Sohobion
p.o
1 x1
(Vitamin B1, B6, B12)
Mencegah
neuropati Kondisi
perifer
klinis Vitamin B ini merupakan vitamin neurotropik untuk
nyeri tangan dan mencegah neuropati perifer mengingat pasien sudah kaki
Ranitidin
Metamizole Na
p.o.
p.o.
2 x 1 ampul
1 ampul prn
Mengatasi hiperasiditas
Mengatasi neyeri
Kondisi
berusia lanjut. klinis Ranitidin bekerja mengeblok reseptor H2 sehingga
nyeri lambung
menurunkan sekresi asam lambung (Tatro, 2003).
Keluhan nyeri
Pemberian metamizole ini kurang tepat, karena keluhan nyeri yang dirasakan pasien adalah nyeri akibat hipersekresi asam lambung.
14
DEPARTEMEN FARMASI KLINIK FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA PROGRAM BPP RUMAH SAKIT PERIODE 90
ASUHAN KEFARMASIAN Termasuk: 1. Masalah aktual & potensial terkait obat 2. Masalah obat jangka panjang OBAT Valsartan
3. Pemantauan efek obat 4. Kepatuhan penderita
5. Pemilihan obat 6. Penghentian obat
7. Efek samping obat 8. Interaksi obat
PROBLEM
TINDAKAN (USULAN PADA KLINISI, PERAWAT, PASIEN)
- Valsartan dapat meningkatkan BUN > 50%, ESO hipotensi, meningkatkan kadar K+ dalam darah > 20 %
- Selalu pantau kadar BUN dan kadar kalium darah.
- Valsartan dapat meningkatkan kadar diuretik hemat kalium (Spironolakton), makanan dapat menurunkan absorpsi valsartan sekitar 50 % (DIH, 2009)
- Bila terjadi hiperkalemi berikan terapi untuk uptake kalium (kalitake) atau Ca glukonas - Berikan penjelasan kepada pasien untuk meminum valsartan pada saat perut kosong ( 2 jam sebelum makan)
- Actrapid 4 u - Novomix
- Insulin potensial menyebabkan hipokalemi dan hipoglikemi (DIH, 2009).
- Lakukan pemantauan kadar kalium darah dan pantau terus ESO hipoglikemi (lemah, berkeringat dingin, berdebar). Jika tanda-tanda tersebut muncul hendaknya pasien dan keluarga waspada dan segera melaporkan pada perawat
ISDN
- Potensial menyebabkan ESO postural hipotensi, takikardi, Sarankan kepada pasien untuk berbaring saat meminum rebound hipertensi (DIH, 2009)
ISDN, jangan berganti posisi terlebih dahulu karena
dapat menyebabkan postural hipotensi (hipotensi karena pergantian posisi).
15
DEPARTEMEN FARMASI KLINIK FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA PROGRAM BPP RUMAH SAKIT PERIODE 90
OBAT
PROBLEM
- Furosemid
Furosemid
- Spironolakton
- Furosemid
TINDAKAN (USULAN PADA KLINISI, PERAWAT, PASIEN)
Pantau kadar kalium, tekanan darah, kadar asam urat potensial
menyebebabkan
ESO
hipokalemi, hipotensi akut, ototoksik, hiperglikemi, hiperuricemia, menurunkan GFR, meningkatkan BUN (DIH, 2009) Spironolakton: - Potensial menimbulkan ESO gangguan GI tract. (mual, muntah, anoreksia, diare), meningkatkan kadar BUN (DIH, 2009). -
Ada indikasi tidak diterapi.
Sarankan kepada dokter untuk memberikan allopurinol
Pasien mengalami hiperuricemia (kadar asam urat
3 x 100 mg
dalam darah : 11,8), tetapi tidak mendapatkan terapi.
-
Ada indikasi tidak diterapi.
Sarankan kepada dokter untuk memberikan antiplatelet
Pasien menderita HHF dan mempunyai riwayat aspirin dengan dosis 75 – 325 mg/hari (DIH, 2009) penyakit PJK sehingga perlu diberikan antiplatelet.
Metamizole Na
Ada terapi tetapi tidak ada indikasi
Sarankan kepada dokter untuk menghentikan pemakaian
Pemberian metamizole Na ini kurang tepat, karena metamizole Na keluhan nyeri yang dirasakan pasien adalah nyeri akibat hipersekresi asam lambung.
16
DEPARTEMEN FARMASI KLINIK FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA PROGRAM BPP RUMAH SAKIT PERIODE 90
Dobutamin
digunakan untuk meningkatkan tekanan darah bila Sarankan kepada dokter untuk menggunakan dobutamin bila tekanan sistolik antara 70 – 100 mmHg dan tidak ada TD sistolik 70-100 mmHg dan tidak ada tanda-tanda syok tanda – tanda syok (Norcross & Hermann, 2005)
17
DEPARTEMEN FARMASI KLINIK FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA PROGRAM BPP RUMAH SAKIT PERIODE 90
MONITORING No
Parameter
Tujuan monitoring
1
TD
Untuk memonitor keberhasilan terapi valsartan
2
GDP, GD2PP
Untuk memonitor keberhasilan terapi insulin, akarbosa
3
Kondisi klinis hipoglikemi Untuk memonitor ESO dari insulin (lemah, berkeringat dingin, berdebar)
4
Kadar K+
Untuk memonitor ESO dari valsartan, spironolakton, furosemid
5
BUN, kreatinin
Untuk memonitor ESO dari valsartan
Profil lipid
Untuk mengetahui adanya penyakit penyerta dislipidemia karena
(LDL, TG)
pasien mempunyai DM dan menentukan perlu tidaknya terapi farmakologi pada pasien ini.
6
Kondisi klinis sesak
Untuk memonitor keberhasilan terapi ventolin
7
Kondisi klinis edema
Untuk
memonitor
keberhasilan
terapi
furosemid
dan
spironolakton 8
Kondisi klinis nyeri
Untuk memantau keberhasilan terapi ranitidine
lambung
18
DEPARTEMEN FARMASI KLINIK FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA PROGRAM BPP RUMAH SAKIT PERIODE 90
KONSELING OBAT
Insulin
MASALAH Dapat menyebabkan efek hipoglikemi (DIH, 2009)
KONSELING samping Menjelaskan kepada pasien supaya tidak menunda waktu makan setelah pemberian insulin short acting dan menjelaskan tentang tanda-tanda hipoglikemi (lemah, berkeringat dingin, berdebar). Jika tanda-tanda tersebut muncul hendaknya pasien dan keluarga waspada dan segera melaporkan pada perawat.
Akarbosa
Mekanisme kerja dari akarbosa adalah Jelaskan kepada pasien aturan menghambat
enzim
intestinal
yang pakai
mencerna karbohidrat (Tatro, 2003)
akarbosa,
yaitu
diminum pada suapan pertama padasaat makan.
Valsartan
makanan dapat menurunkan absorpsi valsartan sekitar 50 % (DIH, 2009)
Jelaskan
kepada
pasien
valsartan diminum saat perut kosong atau 2 jam sebelum makan.
ISDN
- Potensial menyebabkan ESO postural Pada saat meminum ISDN hipotensi (DIH, 2009)
dalam kondisi berbaring dan
jangan berganti posisi terlebih dahulu
karena
menyebabkan karena
pergantian
dapat hipotensi posisi
tersebut. SF
Dapat mengiritasi lambung
Jelaskan kepada pasien SF diminum sesudah makan
19
DEPARTEMEN FARMASI KLINIK FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA PROGRAM BPP RUMAH SAKIT PERIODE 90
PEMBAHASAN
Ny. T ( 77 tahun 6 bulan ) datang dengan keluhan badan lemas, sesak sejak 4 hari yang lalu serta kaki bengkak sejak 4 hari yang lalu. Pasien memiliki riwayat penyakit diabetes mellitus, penyakit jantung koroner dan hipertensi. Pada waktu MRS tanggal 4 Mei 2010, pasien datang dengan kondisi yang buruk yaitu tekanan darah yang tinggi (192/104), gula darah yang tidak terkontrol (GDA 368 mg/dl), sangat sesak yang ditunjukkan dengan RR 34 kali/menit. Sesak napas serta edema merupakan manifestasi klinis dari gagal jantung (Wells et al., 2009). Selain itu pasien mengalami asidosis yang ditunjukkan dengan pH darah 7,189,
HCO3- : 13,2, BE : -15,4.
Berdasarkan hasil pemeriksaan foto torax dapat diketahui adanya kardiomegali. Pasien didiagnosa menderita SOB (Shortness on Breathing ) e.c. kardiomegali. Pada tanggal 7 Mei 2010 diagnosa berubah menjadi HHF (Hypertensive Heart Failure) Untuk mengatasi tekanan darah yang tinggi tersebut pasien diberikan terapi valsartan. Valsartan merupakan antihipertensi golongan Angitensine Receptor Blocker (ARB) yang bekerja secara spesifik mengeblok reseptor angiotensin II AT1 sehingga menyebabkan pengeblokan system renin-angiotensin aldosteron (Bruton, 2005). Selain itu untuk mengatasi edema, furosemid dengan dosis 2 x 20 mg diberikan. Untuk meningkatkan efektivitas sebagai diuretik, furosemid dikombinasikan dnegan spironolakton 25 mg/ hari. Selain itu spironolakton merupakan senyawa antagonia aldosteron yang juga berperan dalam menurunkan tekanan darah. Terapi lain yang diberikan untuk gagal jantung adalah ISDN yang bekerja sebagai vasodilator sehingga kerja jantung menjadi lebih ringan dan tekanan darah turun. Untuk mengatasi hiperglikemi, pasien diberikan regulasi cepat insulin yaitu dengan actrapid 2 x 4u.
Kemudian pada tanggal 5 Mei, berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan
kadar gula darah puasa yang tinggi yaitu 300 mg/dl sehingga diperlukan terapi insulin intermediate atau long acting sehingga diberikan novomix yang merupakan gabungan dar insulin aspart 30 % (rapid acting) dengan protaminated insulin 70 % (intermediate acting). Pada tanggal 6 Mei 2010 ditambahkan terapi antidiabet oral yaitu akarbosa. Dari kombinasi antara actrapid dan novomix,serta akarbosa menunjukkan respon terapi yang cukup bagus. Hal ini dapat dilihat dari
20
DEPARTEMEN FARMASI KLINIK FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA PROGRAM BPP RUMAH SAKIT PERIODE 90
kadar gula darah puasa dan gula darah 2 jam post prandial yang mengalami penurunan menjadi 211 mg/dl dan 238 mg/dl. Pada tanggal 6 Mei 2010 pasien mendapatkan terapi dobutamin. Pemberian dobutamin ini tidak tepat karena dobutamin digunakan untuk meningkatkan tekanan darah bila tekanan sistolik antara 70 – 100 mmHg dan tidak ada tanda – tanda syok (Norcross & Hermann, 2005). Sedangkan pada waktu itu tekanan darah pasien masih 120/80. DRP lain yang terjadi adalah pasien mempunyai Dm dan riwayat PJK sehingga besar kemungkinan pasien mengalami aterosklerosis. Akan tetapi pasien tidak mendapatkan terapi antiplatelet. Selain itu kadar asam urat pasien tinggi yaitu 11,8 g/dl dan tidak mendapatkan terapi untuk asam urat. Pasien KRS pada tanggal 11 Mei 2010, dengan kondisi yang sudah membaik yaitu tidak sesak, edema tungkai sudah banyak berkurang, serta tekanan darah 110/60. Akan tetapi kadar gula darah yang masih belum terkontrol yaitu GDP 211 mg/dl serta GD2PP 238 mg/dl dan diberikan obat antidiabet oral yaitu akarbosa serta glikuidon. Karena kadar gula darah masih di atas 200 mg/dl sebaiknya terapi insulin masih tetap diberikan.
21
DEPARTEMEN FARMASI KLINIK FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA PROGRAM BPP RUMAH SAKIT PERIODE 90
DAFTAR PUSTAKA
ACC, AHA. 2001. ACC/AHA Guidelines for the Evaluation and Management of Chronic Heart Failure in the Adult. USA : the American College of Cardiology and the American Heart Association, Inc. American Pharmacist Association, 2009. Drug Information Handbook 18th Edition, USA : Lexi-Comp Inc. Brunton, S.A., 2005. Hypertension. In : Taylor, R.B. (Ed). Taylor’s Cardiovascular Disease. USA : Springer JNC 7, 2004. The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. USA : US Departement of Health And Human Services Khan, M.G., 2005. Heart Failure in Heart Disease Diagnosis and Therapy Second Edition. New Jersey : Humana Press Mc.Phee, S.J., Lingappa, V.R., Ganong, W.F., 2006. Pathophysiology of Disease an Introduction to Clinical Medicine 5th Edition, USA : McGrawHill Companies Inc. McEvoy., 2008. AHFS Drug Information. USA: American Society of Health System Pharmacists, Inc McPhee, S.J., Massie, B.M., 2006. Systemic Hipertension. In: Tierney, L.M., McPhee, S. J., Papadakis, M.A. (Eds.). Current Medical Diagnosis & Treatment, 45th Edition. USA: McGraw-Hill Companies Inc. Meredith, P.A., Ostergren, J., 2006. From Hypertension to Heart Failure – Are There Better Primary Prevention Strategies?. J Renin Angiotensin Aldosterone System, Vol. 7, No. 2, pp. 64-73.
22
DEPARTEMEN FARMASI KLINIK FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA PROGRAM BPP RUMAH SAKIT PERIODE 90
Norcross, W.A., Hermann, D.D., 2005. Heart Failure. In : Taylor, R.B. (Ed). Taylor’s Cardiovascular Disease. USA : Springer Parker, R.B., Rodgers, J.O., Cavallari, L.H., 2008. Heart Failure. In: Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.R., Matzke, G.R., Wells, B.G., Posey, L.M. (Eds.). Pharmacotherapy A Pathophysiological Approach, 7th Edition. USA: McGraw-Hill Companies Inc. Saseen, J.J., Maclaughlin, E.J., 2008. Hypertension. In: Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.R., Matzke, G.R., Wells, B.G., Posey, L.M. (Eds.). Pharmacotherapy A Pathophysiological Approach, 7th Edition. USA: McGraw-Hill Companies Inc. Tatro, D.S. (Eds), 2003. A to Z Drug Facts. St. Louis Missouri: Facts and Comparisons A Wolters Kluwer Company. Wells, B.G., DiPiro, J.T. , Dipiro, C.V., Schwinghammer, T.L., 2009.
Heart Failure In
Pharmacotherapy Handbook 7th Edition, USA : Mc.Graw Hill Companies Inc. Whittle, J., 2009. Hypertension. In: Torre, D.M., Lamb, G.C., Ruiswyk, J.J.V., Schapira, R.M. (Eds.). Kochar's Clinical Medicine for Students, 5th Edition. Wisconsin: Lippincott Williams & Wilkins.
23