Hukum Sholat Ghaib Bismillahirrahmanirrahim Ustadz, bagaimana hukum sholat ghaib? Ada sebagian kaum muslimin membolehkan dengan dalil Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam pernah menshalati seorang wanita tua yang meninggal, tetapi khabar meninggalnya wanita itu didengar Rasulullah setelah beberapa hari kemudian. Mohon penjelasannya Ustadz? Jazakallahu kahiran abu abdillah —————————— Yang dimaksud shalat ghaib adalah menshalati jenazah yang berada di lokasi lain, bukan di hadapan orang-orang yang menshalatinya. Para ulama berselisih pendapat tentang siapa saja yang dibolehkan untuk dishalati jenazahnya dalam bentuk shalat ghaib. Di antara mereka ada yang berpendapat bolehnya shalat ghaib pada setiap yang meninggal baik yang telah dishalati secara langsung (bukan ghaib) maupun tidak, ada pula yang berpendapat bahwa shalat ghaib khusus bagi Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- dan tidak untuk yang lainnya. Dan adapula yang mengatakan dibolehkannya menshalati orang yang memiliki kedudukan yang terhormat dalam Islam. Dan yang rajih dalam masalah ini adalah disyari’atkannya menshalati jenazah seorang muslim yang tidak dishalati dalam bentuk shalat secara langsung di kampung tempat dia meninggal. Adapun bagi jenazah yang telah dishalati secara langsung maka tidak disyari’atkan melaksanakan shalat ghaib untuknya. Hal ini berdasarkan hadits yang di riwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari hadits Abu Hurairah – radhiyallaahu ‘anhu – bahwa Rasulullah – shallallaahu ‘alaihi wa sallam -mengumumkan kematian Najasyi (Raja negeri Habasyah) – rahimahullaahu ta’aalaa – pada hari beliau meninggal maka beliau keluar ke Mushalla (tanah lapang untuk tempat shalat) bersama para shahabat, lalu Rasulullah – shallallaahu ‘alaihi wa sallam – mengimami shalat bersama mereka dan beliau bertakbir empat kali. Hadits ini menunjukkan bahwa Rasulullah – shallallaahu ‘alaihi wa sallam – menshalati Najasyi disebabkan karena beliau tidak dishalati di negerinya dan beliau menyembunyikan ke-islamannya hingga wafat, dan Allah mengabarkan berita
meninggalnya pada Rasul-Nya – shallallaahu ‘alaihi wa sallam -. Dan telah banyak yang meninggal dari kalangan kaum muslimin di masa Rasulullah – shallallaahu ‘alaihi wa sallam – di berbagai daerah, namun tidak dinukilkan pelaksanaan shalat ghaib atas meninggalnya mereka. Kalaulah shalat ghaib disyari’atkan atas setiap yang meninggal tentunya beliau telah menshalati mereka. Demikian pula meninggalnya orang-orang yang terbaik setelah Rasullullah -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- seperti Abu Bakr Ash-Shiddiq, Umar bin Al Khathab, ‘Utsman dan ‘Ali -radhiyallaahu ‘anhum- namun tidak dinukilkan adanya pelaksanaan shalat ghaib terhadap kematian mereka. Dan ini merupakan pendapat Imam Ahmad dalam satu riwayat, sebagian ahli Tahqiq dari kalangan Syafi’iyyah dan dikuatkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan Syaikh Al Albani -rahimahumullaah ta’aalaa-. Wallaahu a’lam bish- shawaab. – Al-Ustadz Abu Karimah ‘Askari –