Hukum Perikatan Dan Perjanjian.docx

  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Hukum Perikatan Dan Perjanjian.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,475
  • Pages: 14
HUKUM PERIKATAN DAN PERJANJIAN HUKUM PERIKATAN a. Pengertian dan sifat hukum perikatan Perikatan dalam bahasa belanda disebut dengan istilah verbintenis yang merupakan terjemahan dari verbintenis atau verbiden yang artinya mengikat.1 Sifat hukum perikatan lebih luas dan abstrak, sehingga diperlukan perjanjian yang isinya mebuat perikatan diantara beberapa pihak. Setip peanjian memuat perikatan, tetapi tidak semua perikatan membuat perjanjian. Dengan demikian, perikatan bersifat umum melingkupi berbagai bentuk perjanjian, misalnya perjanjian utang piutang yang didalamnya ada ikatan diantara kedua belah pihak, yaitu pihak yang berutang dan yang mengutangkan.

b. Dasar Hukum Perikatan Sumber perikatan berdasarkan undang-undang : 1. Perikatan ( Pasal 1233 KUH Perdata ) : Perikatan, lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang. Perikatan ditujukan untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu. 2. Persetujuan ( Pasal 1313 KUH Perdata ) : Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih. 3. Undang-undang ( Pasal 1352 KUH Perdata ) : Perikatan yang lahir karena undang-undang timbul dari undang-undang atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang.

1

Firman Floranta Adonara, Aspek- Aspek Hukum Perikatan, Bandung :cv Mandar Maju,2014,hlm 2.

JENIS-JENIS PERIKATAN Jenis- jenis perikatan yang umumnya terdapat dalam masyarakat adalah sebagai berikut2 : 1. Perikatan Perdata: perikatan yang pemenuhan prestasinya dapat digugat di depan pengadilan 2. Perikatan wajar atau ilmiah: perikatan yang pemenuhan prestasinya tidak dapat di gugat di depan pengadilan. 3. Perikatan positif dan negatif : perkatan positif adalah perikatan yang isinya mewajibkan debitor untuk berbuat atau melakukan sesuatu. Perikatan negative adalah perikatan yang melarang orang berbuat sesuatau atau mewajibkan debitor membiarkan sesuatu berlangsung (perikatan untuk tidak berbuat sesuatu) 4. Perikatan yang dapat dibagi-bagi dan tidak dapat dibagi-bagi Perikatan yang dapat dibagi-bagi adalah perikatan yang prestasinya dapat dibagi-bagi. Sebaliknya perikatan yang tidak dapat dibagi-bagi adalah perikatan yang prestasinya tidak dapat dibagi-bagi. 5. Perikatan principal dan accesoir Perikatan principal adalah perikatan pokok. Sedangkan perikatan accesoir adalah perikatan tambahan. 6. Perikatan spesifik dan perikatan generic Perikatan spesifik adalah perikatan yang prestasinya ditentukan satu persatu atau terperinci. Sedangkan perikatan generic adalah perikatan perikatan yang prestasinya ditenyukan menurut jenisnya. 7. Perikatan alternative dan fakultatif Perikatan alternative

adalah perikatan yang mewajibkan debitor

melaksanakan satu dari 2 atau lebih prestasi yang dipilih. Sedangkan perikatan fakultatif adalah perikatan yang objeknya hanya berupa prestasi manakala debitor dapat menggantikan dengan prestasi lain. 8. Perikatan solider atau tanggung renteng

2

Firman Floranta Adonara, Aspek- Aspek Hukum Perikatan, Bandung :cv Mandar Maju,2014,hlm 1738

Adalah perikatan yang berdasarkan kehendak para pihak atau ketentuan undang-undang. 9. Perikatan dengan ancaman hukuman Adalah

perikatan

yang

menetapkan

debitor

menjadi

jaminan

pelaksanaan perikatannya dan dia diwajibakn melakukan sesuatu apabila perikatannya tidak terpenuhi. 10. Perikatan yang sederhana dan perikatan yang berlipat ganda Perikatan yang sederhana adalah perikatan yang prestasinya terdiri atas satu prestasi. Sedangkan perikatan yang berlipar ganda adalah perikatan yang terdiri atas beberapa prestasi. 11. Perikatan sepintas dan perikatan terus menerus Perikatan sepintas adalah perikatan yang pemenuhan prestasinya hanya dilakukan satu kali dalam waktu singkat. Sedangkan perikatan terusmenerus adalah perikatan yang pemenuhan prestasinya dilakukan berkelanjutan dalam waktu yang panjang 12. Perikatan murni Perikatan yang prestasinya dapat dipenuhi saat itu juga 13. Perikatan bersyarat dan perikatan dengan ketentuan waktu Perikatan bersyarat adalah perikatan yang digantungkan pada syarat tertentu. Perikatan dengan ketentuan waktu dibagi 2 yaitu berdasarkan ketentuan waktu yang menangguhkan dan ketentuan waktu yang menghapuskan. 14. Perikatan mana suka Dalam perikatan mana suka debitor dibebaskan jika ia menyerahkan salah satu dari 2 barang yang disebutkan dalam perjanjian tetapi ia tidak boleh memaksa kreditor untuk meneriama bagian barang satu dan yang lainnya. 15. Perikatan tanggung menanggung Dalam perikatan ini, pada salah satu pihak terdapat beberapa orang dan pada beberapa orang terdapat di pihak debitor, tiap- tiap debitor dapat dituntut untuk memenuhi seluruh utang. Pada pihak kreditor terdapat

pula beberapa orang dan tiap-tiap kreditor berhal menuntut pembayaran seluruh utang. 16. Perikatan yang lahir karena undang- undang Adalah perikatan yang lahir karena telah ditentukan dala undangundang. 17. Perikatan bebas Adalah perikatan yang tidak dapat dituntut pelaksanaannya dimuka pengadilan. 18. Perikatan yang lahir dari perjanjian

Prestasi, Wanprestasi, risiko dan keadaan memaksa

Prestasi Prestasi adalah sesuatu yang wajib dipenuhi oleh debitor dalam setiap perikatan. Dalam hukum perdata kewajiban memenuhi prestasi selalu disertai jaminan harta kekayaan debitor. Dalam pasal 1131 dan 1132 KUHperdata dinyatakan bahwa semua harta kekayaan debitor baik yang bergerak maupun yang tiak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang aka ada, menjadi jaminan pemenuhan utangnya terhadap kreditor3.

Bentuk-bentuk prestasi berdasarkan ketentuan pasal 1234 KUHPerdata adalah sebagai berikut : a. Memberikan sesuatu b. Berbuat sesuatu c. Tidak berbuat sesuatu Prestasi juga mempunyai beberapa sifat sebagai berikut : 1. Sesuatu yang sudah tertentu atau dapat di tentukan. 2. Sesuatu yang mungkin dilakukan oleh debitor, artinya perbuatan yang dilakukan oleh debitor sangat wajar dan mudah untuk dilakukan.

3

Firman Floranta Adonara, Aspek- Aspek Hukum Perikatan, Bandung :cv Mandar Maju,2014,hlm 58

3. Sesuatu yang diperbolehkan oleh undang-undang ketentuan kesusilaan, aturan agama, dan tidak bertentangan dengan ketertiban umum. 4. Sesuatu yang memberikan manfaat untuk kreditor 5. Terdiri atas satu atau lebih dari bentuk perbuatan.

Wanprestasi Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai dalam melaksanakan kewajiban sebagaimana yang di tentukan dalam perjanjian yang telah dibuat antara kreditor dengan debitor4 Wanprestasi atau kelalaian seorang debitur dapat berupa empat macam: a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya. b. Melaksanakan apa yang dijanjiakannya tapi tidak sebagaimana yang dijanjikan c. Melakukan apa yang dijanjikan tapi terlambat. d. Melakukan sesuatu yang didalam perjanjian tidak boleh dilakukannya Empat akibat dari wanprestasi adalah sebagai berikut5 : 1. Penuntutan pelaksanaan prestasi oleh kreditor 2. Pembayaran ganti rugi oleh debitor kepada kreditor. 3. Beban resiko beralih untuk kerugian debitor apabila halangan tersebut timbul setelah debitor wanprestasi kecuali bila ada kesengajaan atau kesalahan besar dari pihak kreditor. 4. Kreditor dapat membebaskan diri dari kewajiban memberikan kontra prestasi dalam timbale balik dengan dasar pasal 1266 KUHPerdata.

Hal-hal yang dapat di tuntut atas dasar wanprestasi yaitu a. Meminta pemenuhan prestasi saja dari debitor

4

Firman Floranta Adonara, Aspek- Aspek Hukum Perikatan, Bandung :cv Mandar Maju,2014,hlm 62

5

Firman Floranta Adonara, Aspek- Aspek Hukum Perikatan, Bandung :cv Mandar Maju,2014,hlm 63

b. Menuntut prestasi beserta ganti rugi kepada debitor c. Menuntut dan eminta ganti rugi hanya mungkin jika kerugian karena keterlambatan d. Menuntut pembatalan perjanjian e. Menuntut pembatalan perjanjian di sertai dengan ganti rugi yang berupa pembayaran denda.

Keadaan memaksa Seorang debitor yang dituduh lalai dan dituntut dengan hukum atas kelalaiannya, dapat membela diri dan mengajukan beberapa alasan untuk membebaskan diri dari hukuman tersebut diantaranya: a. Mengajukan tuntutan adanya kedaan memaksa (overmacht) b. Mengajukan bahwa si kreditur sendiri juga telah lalai (exceptio non adimpleti contractus) c. Mengajuka bahwa si kreditur telah melepaskan hak nya untuk menuntut ganti rugi (rechtsverwerking)6 Dengan melakukan pembelaan ini debitor berusaha menunjukkan bahwa tidak terlaksanya apa yang dijanjikan tesebut disebabkan oleh hal-hal yang sama sekali tidak dapat diduga, dan dia tidak dapt berbuat apa-apa terhadap peristiwa yang timbul di luar dugaan tadi. Dengan perkataan lain kelalaian dari debitor tersebut tidak disebabkan oleh kelalaian dari debitor tersebut sehingga debitoe tidak dapat dikatakan salah dan dijatuhi sanksi yang diancamkan atas kelalaian tersebut. Dasar hukum dari keadaan memaksa ini diatur dalam pasal 1224 dan 1225. Dua pasal ini terdapat dalam bagian yang mengatur tentang ganti rugi. Keadaan memaksa yaitu suatu keadaan yang dialami oleh debitor yang berada diluar kekuasaan dan kekuatannya. Sehingga tidak mampu melaksanakan prestasinya7.

6 7

Subekti,Hukum Perjanjian,Jakarta:PT Intermasa ,1979,hlm 55 Firman Floranta Adonara, Aspek- Aspek Hukum Perikatan, Bandung :cv Mandar Maju,2014,hlm 67

Tiga unsure untuk dapat dikatakan bahwa debitor berada di dalam keadaan memaksa yaitu : a. Tidak memenuhi prestasi b. Ada sebab yang terletak diluar kesalahan debitor c. Factor

penyebab

itu

tidak

di

duga

sebelumnya

dan

tidak

di

pertanggungjawabkan kepada debitor.

Hapusnya perikatan

Dalam

pasal

1381

KUHPerdata

disebutkan

peristiwa-peristiwa

yang

mengakibatkan hapusnya perikatan sebagai berikut

1. Karena pembayaran 2. Karena penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan 3. Karena pembaharuan utang 4. Karena perjumpaan utang atau kompensasi 5. Karena pencampuran utang 6. Karena pembebasan utang yang bersangkutan 7. Karena musnahnya barang yang terhutang 8. Karena kebatalan atau pembatalan 9. Karena berlakunya suatu syarat batal 10. Karena lewatnya waktu

HUKUM PERJANJIAN Dalam pasal 1313 KUHPerdata menyatakan bahwa suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih. Dari peristiwa ini timbullah suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan. Perjanjian tersebut menimbulkan perjanjian antara dua orang yang membuatnya.

Asas-asas Hukum Perjanjian8 a. Asas Personalia Asas ini dapat ditemukan di pasal 1315 KUHPerdata yang berbunyi “pada umumnya, tak seorangpun dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta di tetapkannya suatu janji selain untuk diri sendiri”. Ketentuan pasal tersebut menunjuk pada kewenangan bertindak dari seseorang yang membuat atau mengadakan perjanjian. Secara spesifik ketentuan ini menunjuk pada kewenangan bertindak sebagai individu pribadi, sebagai subjek hukum pribadi yang mandiri yang memiliki kewenangan bertindak untuk dan atas nama diri sendiri.

b. Asas Konsesnsualitas Asas konsensualitas menunjukan bahwa pada dasarnya suatu perjanjian yang dibuat secara lisan antara dua atau lebih orang telah mengikat, dan karenanya telah melahirkan kewajiban bagi salah satu atau lebih pihak dalam perjanjian tersebut. Segela setlah orang-orang tersebut mecapai kesepakatan atau consensus meskipun kesepakatan tersebut dicapai secara lisan semata-mata Ketentuan yang mengatur menganai konsesualitas ini dapat kita temui dalam rumusan pasal 1320 KUHPerdata yang berbunyi “untuk sah nya perjanjian-perjanjian diperlukan empat cara : 1. Kesepakatan yang mengikatkan dirinya 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan 3. Suatu pokok persoalan tertentu 4. Suatu sebab yang tidak terlarang Asas konsensualitas adalah ketentuan umum yang melahirkan perjanjian konsensuil. Sebagai pengecualian dikenallah perjanjian formil dan perjanjian riil

8

Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, perikatan yang lahir dari perjanjian, Jakarta:Rajawali Pers,2014,hlm 14-59

c. Asas kebebasan berkontrak Dasar hukumnya pada rumusan pasal 1320 KUHPerdata yang berbunyi “untuk sahnya perjanjian-perjanjian diperlukan empat syarat : 1. Kesepakatan mereka yang mengikat dirinya 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan 3. Suatu pokok-pokok persoalan tertentu 4. Suatu sebab yang tidak terlarang Dengan asas kebebasan berkontrak ini para pihak yang membuat dan mengadakan perjanjian diperbolehkan untuk menyusun dan membuat kesepakatan atau perjanjian yang melahirkan kewajiban apa saja, selam dan sepanjang prestasi yang wajib dilakukan tersebut bukanlah sesuatu yang terlarang. d. Perjanjian berlaku sebagai undang-undang (Pacta Sunt Servande) Asas yang diatur dalam pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata ini menyatakan bahwa : “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undangundang bagi mereka yang membuatnya” Jadi, perjanjian adalah sumber dari perikatan. Sebagai perikatan yang dibuat dengan sengaja, atas kehendak para pihak secara sukarela maka sesuatu yang telah di sepakati, di setujui oleh para pihak harus dilaksanakan oleh para pihak sebagai mana telah dikehendaki oleh mereka.

Bentuk Perjanjian Perjanjian yang dibuat dalam bentuk tertulis dibuat dalam bentuk akta. Bentuk akta dibagi dalam dua macam bentuk yaitu9 : 1. Akta Otentik 9

Firman Floranta Adonara, Aspek- Aspek Hukum Perikatan, Bandung :cv Mandar Maju,2014,hlm 8789

Akta otentik adalah suatu akta yang bentuknya ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat dimana akta dibuatnya (pasal 1868 KUHPerdata)

Keistimewaan akta otentik adalah merupakan suatu alat bukti yang sempurna artinya apabila seseorang mengajukan akta otentik sebagai bukti kepada hakim, maka hakim harus menerima atau menganggap yang tertulis di dalam akta merupakan peristiwa yang bersungguh-sungguh yang telah terjadi dan hakim tidak boleh memerintahkan perubahan pembuktian.

2. Akta Dibawah Tangan Adalah akta yang dibuat tidak oleh atau tanpa perantara seorang pejabat umum, melainkan dibuat dan ditandatangani sendiri oleh para pihak yang mengadakan perjanjian. Dalam hal apabila para pihak yang menandatangani surat perjanjjian tersebut mengakui dan tidak menyangkal tanda tangannya, tidak menyangkal isi dan apa yang tertulis dalam surat perjanjian tersebut maka

akta

dibawah

tangan

tersebut

mempunyai

kekuatan

pembuktian yang sama dengan suatu akta otentik. Pasal 1875 KUHPerdata menyatakan bahwa : “suatu tulisan dibawah tangan yang diakui oleh orang terhadap siapa tulisan itu hendak dipakai, atau yang dengan cara menurut undangundang dianggap sebagai diakui, memberikan terhadap orang-orang yang menandatanganinya serta para ahli warisnya dan orang-orang yang mendapat hak dari mereka, bukti yang sempurna seperti suatu akta otentik, dan demikian pula berlakulah ketentuan pasal 1871 untuk tulisan itu, yang dalam ayat (2) berbunyi : “jika paa yang termuat disitu sebagai suatu penuturan belaka tidak ada hubungannya langsung dengan pokok isi akta, maka itu hanya dapat berguna sebagai permulaan pembuktian dengan tulisan.

Berdasarkan uraian diatas maka dapat diketahui perbedaan antara akta autentik dengan akta dibawah tangan sebagai berikut :

Akta autentik (pasal 1868 KUHPerdata): a. Akta otentik dibuat dalam bentuk sesuai dengan yang di tentukan oleh undang-undang b. Harus dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang c. Mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna, terutama menganai waktu, tnggal pembuatan dan dasar hukumnya d. Kalau kebenarannya disangkal, maka si penyangkal harus membuktikan ketidak benarannya Akta dibawah tangan : a. Tidak terikat bentuk formal, melainkan bebas b. Dapat

dibuat

bebas

oleh

setiap

subjek

hukum

yang

berkepentingan c. Apabila diakui oleh penandatangan atau tidak disangkal, akta tersebut mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna, sama halnya seperti akta otentik d. Apabila kebenarannya disangkal, maka pihak yang mengajukan sebagai bukti yang harus membuktikan kebenarannya (dengan menggunakan bukti saksi-saksi) Syarat Sah Perjanjian Syarat sahnya perjanjian dapat kita temukan dalam ketentuan pasal 1320 KUHPerdata yang berbunyi: “Untuk sahnya perjanjian-perjanjian, diperlukan empat syarat: 1. Kesepakatan mereka yang mengikat dirinya 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan 3. Suatu pokok persoalan tertentu 4. Suatu sebab yang tidak terlalarang

Keempat unsure tersebut selanjutnya, dalam doktrin ilmu hukum yang berkembang digolongkan ke dalam: 1. Dua unsur pokok yang menyangkut subyek (pihak) yang mengadakan perjanjian (unsur subjektif), dan 2. Dua unsur pokok lainnya yang berhubungan langsung dengan obyek perjanjian (unsur obyektif)10

a. Syarat subyektif Seperti telah dikatakan diatas bahwa syarat subyektif sahnya perjanjian digantungkan pada 2 macam keadaan: 1. Terjadinya kesepakatan secara bebas diantara para pihak yang mengadakan atau melangsungkan perjanjian 2. Adanya kecakapan dari pihak-pihak yang berjanji b. Syarat obyektif Syarat obyektif sahnya perjanjian dapat ditemukan dalam: 1. pasal 1332 samapai dengan pasal 1334 KUHPerdata mengenai keharusan adanya suatu hal tertentu dalam perjanjian. 2. Pasal 1335 samapi dengan pasal 1337 KUHPerdata yang mengatur mengenai kewajiban adanya suatu sebab yang halal dalam setiap perjanjian yang dibuat oleh para pihak. Jenis Perjanjian Pasal 1319 KUHPerdata menyebutkan dua kelompok perjanjian, yaitu perjanjian yang (oleh undang-undang) diberikan nama-nama khusus yang disebut dengan perjanjian bernama dan yang dalam undangundang tidakdikenal dengan suatu nama tertentu yang disebut dengan perjanjian tak bernama. 1. Perjanjian Bernama

10

Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, perikatan yang lahir dari perjanjian, Jakarta:Rajawali Pers,2014,hlm 93

Nama- nama yang dimaksud adalah nama-nama yang diberikan oleh undang-undang

seperti:

jual

beli,sewa

menyewa,

perjanjian

pemborongan, perjanjian wesel, perjanjian asuransi, dll Disamping undang- undang menberikan nam sendiri, undang-undang juga menberikan pengaturan secara khusus atas pejanjian-perjanjian bernama. Perjanjan bernama tidak hanya terdapat pada KUHPerdata saja tetapi juga didalam KUHD bahkan didalam undang-undang yang tersendiri 2. Perjanjian Tak Bernama Perjanjian tak bernama adalah perjanjian yang belum mendapat pengaturannya secara khusus dalam undang-undang. Contohnya perjanjian sewa-beli dan kontrak sewa-menyewa.

DAFTAR PUSTAKA Satrio,J.1996.Hukum

Perikatan

Tentang

Hapusnya

Perikatan

Bagian

I.Bandung:PT Citra Aditya Abadi Subekti.1979.Hukum Perjanjian.Jakarta:PT Intermasa Muljadi,Kartini dan Gunawan Widjaja.2014.Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian.Jakarta:Rajawali Pers Adonara,Firman Floranta.2014.Aspek-Aspek Hukum Perikatan.Bandung:CV Mandar Maju

Related Documents