Hilldocx

  • Uploaded by: Praba Arsyada
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Hilldocx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,569
  • Pages: 14
BAB II ISI 2.1.

Sejarah Kepemimpinan Kepemimpinan telah muncul bersamaan dengan dimulainya sejarah manusia,

yaitu sejak manusia menyadari pentingnya hidup berkelompok untuk mencapai tujuan bersama. Mereka membutuhkan seseorang atau beberapa orang yang mempunyai kelebihan-kelebihan daripada yang lain, terlepas dalam bentuk apa kelompok manusia tersebut dibentuk. Hal ini tidak dapat dipungkiri karena manusia selalu mempunyai keterbatasan dan kelebihan-kelebihan tertentu. kepemimpinan sebagai suatu kegiatan untuk mempengaruhi perilaku orang-orang agar bekerja bersama-sama menuju suatu tujuan tertentu yang mereka inginkan bersama. Berangkat dari kebutuhan bersama tersebut, terjadi kerjasama antar manusia dan mulai unsur-unsur kepemimpinan. Orang yang ditunjuk sebagai pemimpin dari kelompok tersebut ialah orang-orang yang paling kuat dan pemberani, sehingga ada aturan yang disepakati secara bersama-sama misalnya seorang pemimpin harus lahir dari keturunan bangsawan, sehat, kuat, berani, ulet, pandai, mempunyai pengaruh dan lain-lain. Hingga sampai sekarang seorang pemimpin harus memiliki syarat-syarat yang tidak ringan, karena pemimpin sebagai ujung tombak kelompok.

2.2.

Teori-teori Kepemimpinan 1. Teori Genetis a. Pada dasarnya pemimpin itu tidak dibuat melainkan lahir sebagai pemimpin, dan sudah ada sejak dia lahir. b. Memang sudah ditakdirkan jadi pemimpin. 2.

Toeri Sosial a. Seorang pemimpin harus ditetapkan dan dibentuk, dengan kata lain tidak lahir begitu saja. b. Setiap orang dapat menjadi pemimpin

3. Teori Ekologi

Teori ini menyatakan bahwa seorang akan sukses sebagai pemimpin jika sejak lahir sudah memiliki bakat kepemimpinan kemudian bakat itu dikembangkan melalui pengalaman dan usaha pendidikan, juga sesuai dengan tuntutan ekologinya/lingkungan. 2.3

Pengertian Kepemimpinan Kepemimpinan adalah kemampuan untuk memengaruhi pihak lain,

melalui komunikasi baik langsung maupun tidak langsung dengan maksud untuk menggerakkan orang-orang agar dengan penuh pengertian, kesadaran dan senang hati bersedia mengikuti kehendak pimpinan itu (Anagora 1992). Kepemimpinan diartikan sebagai proses mempengaruhi dan mengarahkan berbagai tugas yang berhubungan dengan aktivitas anggota kelompok. Kepemimpinan juga diartikan sebagai kemampuan mempengaruhi berbagai strategi dan tujuan, kemampuan mempengaruhi komitmen dan ketaatan terhadap tugas untuk mencapai tujuan bersama; dan kemampuan mempengaruhi kelompok agar mengidentifikasi, memelihara dan mengembangkan budaya organisasi. Sedangkan menurut Stoner kepemimpinan adalah aktivitas untuk mempengaruhi perilaku orang lain agar mereka mau diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu. Kepemimpinan diartikan sebagai kemampuan menggerakkan atau memotivasi sejumlah orang agar secara serentak melakukan kegiatan yang sama dan terarah pada pencapaian tujuannya. Kepemimpinan juga merupakan proses menggerakkan grup atau kelompok dalam arah yang sama tanpa paksaan. Dari pengertian tersebut, maka pemimpin pada hakikatnya merupakan seorang yang mempunyai kemampuan untuk menggerakkan orang lain sekaligus mampu mempengaruhi orang tersebut untuk melakukan sesuatu sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Pemimpin yang dimaksud dalam kajian ini adalah Bupati sebagai Kepala Daerah Lampung Selatan . Seorang pemimpin harus memiliki kemampuan

memimpin

secara

profesional

dengan

menggunakan

gaya

kepemimpinan yang menurutnya dipandang efektif dalam pcngelolaan organisasi atau unit kerja yang dipimpinnya. 2.4

Tipe-tipe Kepemimpinan

Menurut Kartini Kartono tipe-tipe kepemimpinan terabagi dalam: 1. Tipe Militeristik a. Meenuntutu didiplin yang tinggi b. Formalitas yang berlebihan c. Banyak menggunakan sistem perintah d. Kurang menerima saran dan kritik dari bawahan 2. Tipe Demokrasi Tipe demokrasi ini mengutamkan masalah kerja sama sehingga terdapat koordinasi pekerjaan dari semua bawahan. Kepemimpinan demokrasi menghadapi potensi sikap individu, mau mendengarkan saran dan kritik yang sifatnya membangun. Jadi pemimpin menitik beratkan pada aktifitas setiap anggota kelompok, sehingga semua unsure organisasi dilibatkan dalam akatifitas, yang dimulai penentuan tujuan,, pembuatan rencana keputusan, disiplin. 3. Tipe Kharismatik Tipe ini mempunyai daya tarik dan pembawaan yang luar biasa, sehingga mereka mempunyai pengikut yang jumlahnya besar. Kesetiaan dan kepatuhan pengikutnya timbul dari kepercayaan terhadap pemimpin itu. Pemimpin dianggap mempunyai kemampuan yang diperoleh dari kekuatan Yang Maha Kuasa. 4. Tipe Partenalistik a. Bersikap terlalu melindungi. b. Menganggap bawahannya belum dewasa. c. Jarang memberi kesempatan bawahan untuk mengambil keputusan. d. Selalu bersikap paling benar. 2.5

Pendekatan Kepemimpinan

1. Pendekatan Sifat.

Dalam pendekatan sifat timbul pemikiran bahwa pemimpin iti dilahirkan, pemimpin bukan dibuat. Pemikiran semacam itu dinamakan pemikiran “Hereditary” (turun temurun). Pendekatan secara turun temurun bahwa pemimpin dilahirkan bukan dibuat, pemimpin tidak dapat memperoleh kemampuan dengan belajar/latihan tetapi dari menerima warisan, sehingga menjamin kepemimpinan dalam garis turun temurun dilakukan antar anggota keluarga. Dengan demikian kekuasaan dan kesejahteraan dapat dilangsungkan pada generasi berikutnya yang termasuk dalam garis keturunan keluarga yang saat itu berkuasa. Kemudian timbul teori baru yaitu “Physical Characteristic Theory” (teori dari Fisik). Kemudian timbul lagibahwa pemimpin itu dapat diciptakan melalui latihan sehingga setiap orang mempunyai potensi untuk menjadi pemimpin. Para ahli umumnya memiliki pandangan perlunya seorang pemimpin mempunyai sifat-sifat yang baik. Pandangan semacam ini dinamakan pendekatan sifat. Adapun sifat-sifat yang baik yang harus dimiliki seorang pemimpin yaitu: a. Taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. b. Cerdik dan jujur. c. Sehas jasmani rohani. d. Pantang menyerah. 2. Pendekatan Perilaku. Pendekatan perilaku adalah keberhasilan dan kegagalan seorang pemimpin itu dilakukan oleh gaya bersikap dan bertindak pemimpin yang bersangkutan. Gaya bersikap dan bertindak akan tampak dari cara memberi perintah, memberi tugas, cara berkomunikasi, cara membuat keputusan, cara mendorong semangat kerja bawahan, cara menegakkan disiplin, cara pengawasan dan lain-lain. Bila dalam melakukan tindakan dengan cara lugas, keras, sepihak yang penting tugas selesai dengan baik, dan yang bersalah langsung dihukum, gaya kepemimpinan itu cenderung bergaya otoriter. Sebaliknya jika dalam melakukan kegiatan tersebut pemimpin dengan cara halus, simpatik, interaksi

timbal balik, menghargai pendapat dan lain-lalin. Maka gaya kepemimpinan ini bergaya kepemimpinan demokratis. Pandangan kllasik menganggap sikap pegawai itu pasif dalam arti enggan bekerja, malas, takut memikul tanggung jawab, bekerja berdasarkan perintah. Sebaliknya pandangan modern pegawai itu manusia yang memiliki perasaan, emosi, kehendak aktif dan tanggung jawab. Pandangan klasik menimbulkan gaya kepemimpinan otoriter sedangkan pandangan modern menimbulkan gaya kepemimpinan demokratis. Dari dua pandangan di atas menimbulkan gaya kepemimpinan yang berbeda. 3. Pendekatan Kontigensi Dalam pandangan ini dikenal dengan sebutan “One Best Way” (Satu yang terbaik), artinya untuk mengurus suatu organisasi dapat dilakukan dengan paralek tunggal untuk segala situasi. Padahal kenyataannya tiap-tiap organisasi memiliki cirri khusus bahkan organisasi yang sejenis akan menghadapi masalah berbeda lingkungan yang berbeda, pejabat dengan watak dan perilaku yang berbeda. Oleh karena itu tidak dapat dipimpin dengan perilaku tunggal untuk segala situasi. Situasi yang berbeda harus dihadapi dengan perilaku kepepimpinan yang berbeda. Fromont E. Kast mengatakan bahwa organisasi adalah suatu system yang terdiri dari sub sisteem dengan batas lingkungan supra system. Pandangan kontingensi menunjukkan pendekatan dalam organisasi adanya natar hubungan dalam sub system yang terdiri daari sub sistem maupun organisasi dengan lingkungannya. Kontingensi berpandangan bahwa azasazsa organisasi bersifat universal. Apabila dikaitkan dengan kepemimpinan maka dapat dikatakan bahwa tiap-tiap organisasi adalah unik dan tiap situsi harus dihadapi dengan gaya kepemimpinan tersendiri. 4. Pendekatan Terpadu Perpaduan dari berbagai teori kedalam pendekatan kepemimpinan situasional dengan maksud menunjukkan kesamaan dari pada perbedaan diantara teori-teori tersebut. Teori-teori yang dipadukan adalah:

a. Perpaduan teori motivasi 2 faktor teori tingkat kematangan bawahan, dengan pendekatan situasional. b. Perpaduan antar 4 sistem manajemen, teori tingkat kematangan bawahan dengan pendekatan situasional. c. Perpaduan antara teori x dan y, teori tingkat kematangan bawahan dengan kematangan situasional. d. Perpaduan antara pola perilaku A dan B, tori tingkat kematangan bawahan dengan pendekatan kepemimpinan situasional. e. Perpaduan antara 4 anggapan tentang orang, teori kematangan bawahan dengan kepemimpinan situasional. f. Perpaduan antara teori “Ego State”, teori tingkat kematangan bawahan dengan pendekatan kepemimpinan situasional. g. Perpaduan antara teori”Life Position” , teori tingkat kematangan bawahan dengan pendekatan kepemimpinan situasional. h. Perpaduan antara teori system control, teori tingkat kematangan bawahan dengan pendekatan kepemimpinan situasional. i. Perpaduan antara teori dasar daya, teori tingkat kamatangan bawahan dengan pendekatan kepemikmpinan situasional. j. Perpaduan antara teori “Parent effektiviness training”, teori tingkat kematangan bawahan dengan pendekatan kepemimpinan situasional k. Perpaduan antara teori pertumbuhan organisasi dengan pendekatan kepemimpinan situasional. l. Perpaduan antara teori pertumbuhan organisasi dengan pendekatan kepemimpinan situasional. m. Perpaduan antara teori proses pertumbuhan organisasi, teori tingkat kematangan

bawahan

dengan

pendekatan

kepemimpinan

situasional. n. Perpaduan antara teori siklus perubahan, teori tingkat kematangan bawahan dengan pendekatan kepemimpinan situasional. o. Perpaduan

antara

teori

modivikasi

perilaku,

teori

tingkat

kematangan bawahan dengan pendekatan kepemimpinan situasional

p. Perpaduan antara teori “Force field analysis”, teori tingkat kematangan bawahan dengan pendekatan kepemimpinan situasional 2.6

Fungsi Kepemimpinan Pemimpin dalam menjalankan tugas-tugas nya harus berpedoman dan

menerapkan pada fungsi-fungsi kepemimpinan. Menurut Hadari Nawawi (1995:74), fungsi kepemimpinan berhubungn langsung dengan situasi sosial dalam kehidupan kelompok masing-masing yang mengisyaratkan bahwa setiap pemimpin berada didalam, bukan berada diluar situasi itu. Pemimpin harus berusaha agar menjadi bagian didalam situasi sosial kelompok atau organisasinya. Fungsi kepemimpinan menurut Hadari Nawawi memiliki dua dimensi yaitu: 1. Dimensi yang berhubungan dengan tingkat kemampuan mengarahkan dalam tindakan atau aktifitas pemimpin, yang terlihat pada tanggapan orang-orang yang dipimpinya. 2. Dimensi yang berkenaan dengan tingkat dukungan atau keterlibatan orang-orang yang dipimpin dalam melaksnakan tugas-tugas pokok kelompok atau organisasi, yang dijabarkan dan dimanifestasikan melalui keputusan-keputusan dan kebijakan pemimpin. Menurut Hadari Nawawi, secara operasional dapat dibedakan lima fungsi pokok kepemimpinan, yaitu: 1. Fungsi Instruktif Pemimpin berfungsi sebagai komunikator yang menentukan apa (isi perintah), bagaimana (cara mengerjakan perintah), bilamana (waktu memulai, melaksanakan dan melaporkan hasilnya), dan dimana (tempat mengerjakan perintah) agar keputusan dapat diwujudkan secara efektif. Sehingga fungsi orang yang dipimpin hanyalah melaksanakan perintah. 2. Fungsi Konsultatif Pemimpin dapat menggunakan fungsi konsultatif sebagai komunikasi dua arah. Hal tersebut digunakan manakala pemimpin dalam usaha menetapkan keputusan yang memerlukan bahan pertimbangan dan berkonsultasi dengan orang-orang yang dipimpinnya.

3. Fungsi Partisipasi Dalam

menjaiankan

fungsi

partisipasi

pemimpin

berusaha

mengaktifkan orang-orang yang dipimpinnya, baik dalam pengambilan keputusan maupun dalam melaksanakannya. Setiap anggota kelompok memperoleh kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam melaksanakan kegiatan yang dijabarkan dari tugas-tugas pokok, sesuai dengan posisi masing-masing. 4. Fungsi Delegasi Dalam

menjalankan

fungsi

delegasi,

pemimpin

memberikan

pelimpahan wewenang membuay atau menetapkan keputusan. Fungsi delegasi sebenarnya adalah kepercayaan ssorang pemimpin kepada orang yang diberi kepercayaan untuk pelimpahan wewenang dengan melaksanakannya secara bertanggungjawab. Fungsi pendelegasian ini, harus diwujudkan karena kemajuan dan perkembangan kelompok tidak mungkin diwujudkan oleh seorang pemimpin seorang diri. 5. Funsi Pengendalian Fungsi pengendalian berasumsi bahwa kepemimpinan yang efektif harus mampu mengatur aktifitas anggotanya secara terarah dan dalam koordinasi yang efektif, sehingga memungkinkan tercapainya tujuan bersama secara maksimal. Dalam melaksanakan fungsi pengendalian, pemimpin dapat mewujudkan melalui kegiatan bimbingan, pengarahan, koordinasi, dan pengawasan. 2.6

Karakteristik Pemimpin Kepemimpinan

mungkin

hanya

terbentuk

dalam

suatu

lingkungan yang secara dinamis melibatkan hubungan di antara sejumlah orang. Kongkritnya, seorang hanya biasa mengklaim dirinya sebagai seorang pemimpin jika ia memiliki sejumlah pengikut. Selanjutnya antara para pemimpin dan pengikutnya terjalin ikatan emosional dan rasional menyangkut kesamaan nilai yang ingin disebar dan ditanam serta kesamaan tujuan yang ingin dicapai. Walupun dalam realitasnya sang pemimpinlah yang biasanya memperkenalkan atau bahkan merumuskan nilai dan tujuan. Dalam kepemimpinan ada

beberapa unsur dan karakter yang sangat menentukan untuk pencapaian tujuan suatu organisasi. Menurut Gibb dalam Salusu (2006:203), ada empat elemen utama dalam kepemimpinan yang saling berkaitan satu sama lain, yaitu Pemimpin yang menampilkan kepribadian pemimpin, Kelompok, Pengikut yang muncul dengan berbagai kebutuhannya, sikap serta masalah-masalahnya, dan situasi yang meliputi keadaan fisik dan tugas kelompok. Selanjutnya Blake dan Mounton dalam Salusu (2006:204205),

menawarkan

enam

elemen

yang

dianggapnya

dapat

menggambarkan efektifnya suatu kepemimpinan. Tiga elemen pertama berkaitan dengan bagaimana seorang pemimpin menggerakkan pengaruhnya terhadap dunia luar, yaitu Initiative, Inquiry dan Advokasi. Tiga elemen yang lainnya yaitu, Conflict Solving, Decision making, dan Criticque. Berhubungan dengan bagaimana memanfaatkan sumber daya yang tersedia dalam organisasi untuk dapat mencapai hasil yang benar. Adapun penjelasannya yaitu sebagai berikut : 1. Inisiatif Seorang pemimpin akan mengambil inisiatif apabila ia melakukan suatu aktivitas tertentu, memulai sesuatu yang baru atau menghentikan sesuatu yang dikerjakan. 2. Menyelidiki Pemimpin membutuhkan yang komprehensif mengenai bidang yang menjadi tanggung jawabnya. Oleh karena itu, ia perlu mempelajari latar belakang dari suatu masalah, prosedur-prosedur yang harus ditempuh, dan tentang orang-orang yang terlibat dalam pekerjaan yang dibidanginya. 3. Dukungan atau Dorongan Aspek memberi dorongan dan dukungan sangat penting bagi kepemimpinan seseorang karena sering timbul keraguan atau kesulitan mengambil keputusan di antar para eksekutif dalam oraganisasi atau karena adanya ide yang baik tetapi yang bersangkutan kurang mampu untuk mempertahankannya.

4. Memecahkan Masalah Apabila timbul masalah atu konflik dalam organisasi, maka sudah menjadi kewajiban pemimpin untuk menyelesaikannya. Ia perlu mencari sumber dari konflik tersebut, dan menyelesaikannya dengan musyawarah untuk mufakat. 2.7

Tokoh Kepemimpinan Dunia 1. Abraham Lincoln

Abraham Lincoln adalah presiden ke-16 AS yang lahir pada 12 Februari 1809, dan meninggal pada 15 April 1865. Abraham dianggap sebagai salah satu pemimpin terbaik sepanjang masa. Dia memimpin saat Amerika Serikat melewati perang saudara. Dia membawa AS terbebas dari perbudakan dan memperkuat pemerintah Nasional serta modernisasi perekonomian negara. 2. Mahatma Gandhi

Mohandas Gandhi adalah salah satu pemimpin berpengaruh India di bawah kekuasaan Inggris. Ia terkenal sebagai Bapak bangsa atau Bapu India. Mohandas Gandhi atau Mahatma Gadhi berlatih Ahinsa atau perjuangan non-kekerasan. Melalui pembangkangan sipil dan aksi boikot barang asing, Gandhi menunjukkan konsistensi perlawanan terhadap Inggris guna mencapai tujuan kemerdekaan India tanpa merugikan satu jiwa. 3. Mao Zedong

Mao diangkat sebagai pemimpin militer. Sikap Jepang yang dianggap brutal membuat banyak orang bergabung dengan Pasukan Merah. Di Agustus 1940, Mao memerintahkan Serangan Ratusan Resimen di mana 400.000 pasukan menyerang Jepang di lima provinsi secara simultan. Serangan itu terbukti sukses dengan 20.000 tentara Jepang terbunuh, gangguan pada jalur kereta, dan kehilangan tambang batu bara. Dengan berakhirnya Perang Dunia II melalui kekalahan Jepang di 1945, Mao berhasil

menanamkan

kendali

di

seluruh

China.

erang sipil kembali berlanjut dengan Kuomintang mendapat bantuan dari AS, sementara Soviet menyokong pasukan Mao. 21 Januari 1949, tentara Kuomintang menderita kekalahan besar menghadapi pasukan Mao, dan memaksa Chiang beserta pengikutnya pindah ke Formosa ( Taiwan). Pada 1 Oktober 1949, Mao mengumumkan berdirinya Republik Rakyat China, dan mengambil tempat tinggal di bangunan dekat Kota Terlarang, Zhongnanhai. Selama beberapa tahun ke depan, dia mengorganisir reformasi tanah, baik melalui cara persuasi maupun paksaan. Dia

mempromosikan status perempuan, menggandakan populasi warga terdidik, meningkatkan minat literasi, dan mengembangkan layanan kesehatan. 4. Soekarno

Menjelang persiapan Proklamasi kemerdekaan RI, Soekarno pun mulai mempersiapkan segalanya bersama para tokoh nasional. Setelah sudah BPUPKI selesai, terbentuklah Panitia Kecil yang beranggotakan 8 orang resmi dan Panitia Kecil yang beranggorakan sembilan orang dimana disebut Panitia Sembilan dan menghasilakan piagam yang dikenal dengan Piagam Jakarta dan juga PPKI. Soekarno dan Moh Hatta pun mendirikan Negara Indonesia yang berdasar Pancasila beserta UUD 1945. Menjelang pembacaan teks proklamasi, Presiden Soekarno menyatakan jika meski beberapa tokoh bekerja sama dengan pihak Jepang, namun sebetulnya rakyat Indonesia tetap mengandalkan kekuatannya sendiri dalam mengusahakan kemerdekaan. Dalam biografi Soekarno, disebutkan jika beliau amat aktif dalam usaha persiapan kemerdekaan misalnya dengan merumuskan Pancasila, UUD 1945 hingga dasar pemerintahan Indonesia hingga perumusan naskah proklamasi kemerdekaan juga. Beliau sempat juga dibujuk untuk bisa menyingkir ke Rengasdengklok sehingga ada peristiwa Rengasdengklok yang selalu disebutkan dalam sejarah bangsa Indonesia. Setelah pertemuannya dengan Marsekal Terauchi di Vietnam, maka terjadilah peristiwa Rengasdengklok di tanggal 16 Agustus 1945 dimana Soekarno dan Moh Hatta yang dibujuk pemuda menyingkir ke

asrama pasukan PETA di Rengasdengklok. Tokoh pemuda pembujuk Soekarno dan Moh Hatta diantaranya adalah Soekarni, Wikana, Singgih hingga Chairul Saleh. Pemuda ini menuntut Soekarno dan Moh Hatta untuk bisa segera memproklamasikan kemerdekaan RI lantaran Indonesia sedang terjadi kevakuman kekuasaan. Kevakuman kekuasaan ini sebetulnya terjadi lantaran Jepang sudah mengaku menyerah dan pasukan sekutu pun belum tiba. Meski begitu Soekarno dan Moh Hatta tetap menolak karenalasannya adalah masih menunggu kejelasan dari penyerahan Jepang ini. Alasan lain ini adalah karena Soekarno sedang menunggu tanggal tepat yaitu 17 Agustus 1945 dimana saat itu sedang bertepatan bulan Ramadhan dimana diyakini sebagai bulan turun wahyu untuk kaum muslim yaitu Al-Qur’an sehingga proklamasi pun tetap dilakukan di tanggal 17 Agustus 1945.

DAFTAR PUSTAKA Adam Ibrahim Andrawijaya, 1986, Perilaku Organisasi, Bandung : Sinar Baru. Kartini Kartono, 1983, Pemimpin dan Kepemimpinan, Jakarta : CV RAJAWALI Mar’at, 1980. Pemimpin dan kepemimpinan, Bandung : Ghalia Indonesia Onong Uchajana Effendy, 1981, Kepemimpinan dan Komunikasi, Bandung : Alumni Stephen R. Covey, 2001, Principle Centered Leadership, Jakarta: Binarupa Aksara. Sutarto, 1986, Dasar-dasar Kepemimpinan Administrasi, Yogyakarta : Gajah Mada University Press Winardi, 2000, Kepemimpinan Dalam Manajemen, Jakarta : PT Rineka Cipta

Related Documents

Hilldocx
October 2019 15

More Documents from "Praba Arsyada"

Hilldocx
October 2019 15
Judgment Me.docx
November 2019 20
50th Law Summary.docx
November 2019 15