Hdr.docx

  • Uploaded by: Efa Yuliana
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Hdr.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,944
  • Pages: 28
BAB l PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Di dalam hidup di masyarakat manusia harus dapat mengembangkan dan melaksanakan hubungan yang harmonis baik dengan individu lain maupun lingkungan sosialnya. Tapi dalam kenyataannya individu sering mengalami hambatan bahkan kegagalan yang menyebabkan individu tersebut sulit mempertahankan kestabilan dan identitas diri, sehingga konsep diri menjadi negatif. Jika individu sering mengalami kegagalan maka gangguan jiwa yang sering muncul adalah gangguan konsep diri misal harga diri rendah. Faktor psikososial merupakan faktor utama yang berpengaruh dalam kehidupan seseorang (anak, remaja, dan dewasa). Yang mana akan menyebabkan perubahan dalam kehidupan sehingga memaksakan untuk mengikuti dan mengadakan

adaptasi

untuk

menanggulangi

stressor

yang

timbul.

Ketidakmampuan menanggulangi stressor itulah yang akan memunculkan gangguan kejiwaan.Peristiwa traumatic, seperti kehilangan pekerjaan, harta benda, dan orang yang dicintai dapat meninggalkan dampak yang serius. Dampak kehilangan tersebut sangat mempengaruhi persepsi individu akan kemampuan dirinya sehingga mengganggu harga diri seseorang. Banyak dari individu-individu yang setelah mengalami suatu kejadian yang buruk dalam hidupnya, lalu akan berlanjut mengalami kehilangan kepercayaan dirinya. Dia merasa bahwa dirinya tidak dapat melakukan apa-apa lagi, semua yang telah dikerjakannya salah, merasa dirinya tidak berguna, dan masih banyak prasangka-prasangka negative seorang individu kepada dirinya sendiri. Untuk itu, dibutuhkan bantuan dan dukungan dari berbagai pihak agar rasa percaya diri dalam individu itu dapat muncul kembali. Termasuk bantuan dari seorang perawat. Perawat harus dapat menangani pasien yang mengalami diagnosis keperawatan harga diri rendah, baik menggunakan pendekatan secara individual maupun kelompok.

1

1.2 Rumusan Masalah 1.

Apa yang dimaksud dengan harga diri rendah?

2.

Apa saja etiologi dari harga diri rendah?

3.

Bagaimana proses terjadinya harga diri rendah?

4.

Bagaimana pohon masalah harga diri rendah?

5.

Apa tanda dan gejala harga diri rendah?

6.

Bagaimana Penatalaksanaan harga diri rendah?

7.

Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan harga diri rendah?

1.3 Tujuan Masalah 1.

Mengatahui definisi dari harga diri rendah.

2.

Mengatahui etiologi harga diri rendah.

3.

Mengatahui proses terjadinya harga diri rendah.

4.

Mengatahui pohon masalah harga diri rendah.

5.

Mengatahui tanda dan gejala harga diri rendah.

6.

Mengatahui penetalaksanaan harga diri rendah.

7.

Mengatahui asuhan keperawatan harga diri rendah.

2

BAB ll PEMBAHASAN

2.1 Definisi Harga diri rendah adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang di capai dengan menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal diri. (Stuart dan Sundeen, 1998 : 227).

Menurut Townsed (1998 : 189) harga diri rendah

merupakan evaluasi diri dari perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang negatif baik langsung maupun tidak langsung. Pendapat senada di ungkapkan oleh Carpenito, L.J (1998 : 352) bahwa harga diri rendah merupakan keadaan dimana individu mengalami evaluasi diri yang negatif mengenai diri atau kemampuan diri. Seseorang yang dikatakan mempunyai konsep diri negatif jika ia meyakini dan memandang bahwa dirinya lemah, tidak berdaya, tidak dapat berbuat apa – apa, tidak kompeten, gagal, malang, tidak menarik, tidak disukai dan kehilangan daya tarik terhadap hidup. Orang dengan konsep diri negatif akan cenderung bersikap pesimistik terhadap kehidupan dan kesempatan yang dihadapinya. Akan ada dua pihak yang bisa disalahkannya, entah itu menyalahkan diri sendiri (secara negatif) atau menyalahkan orang lain (Rini, J.F, 2002). Konsep diri terdiri atas komponen-komponen berikut ini : a.

Citra tubuh (Body Image) Citra tubuh (Body Image) adalah kumpulan dari sikap individu yang disadari dan tidak disadari terhadap tubuhnya. Termasuk persepsi masa lalu dan sekarang, serta perasaan tentang ukuran, fungsi, penampilan, dan potensi. Yang

secara

berkesinambungan

dimodifikasi

dengan

persepsi

dan

pengalaman yang baru (Stuart & Sundeen, 1998). b.

Ideal Diri (Self Ideal) Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia harus berperilaku sesuai dengan standar, aspirasi, tujuan atau nilai personal tertentu (Stuart & Sundeen, 1998). Sering juga disebut bahwa ideal diri sama dengan cita – cita, keinginan, harapan tentang diri sendiri.

3

c.

Identitas Diri (Self Identifity) Identitas adalah pengorganisasian prinsip dari kepribadian yang bertanggung jawab terhadap kesatuan, kesinambungan, konsistensi, dan keunikkan individu (Stuart & Sundeen, 1998). Pembentukan identitas dimulai pada masa bayi dan terus berlangsung sepanjang kehidupan tapi merupakan tugas utama pada masa remaja

d.

Peran Diri (Self Role) Serangkaian pola perilaku yang diharapkan oleh lingkungan sosial berhubungan dengan fungsi individu di berbagai kelompok sosial.Peran yang diterapkan adalah peran dimana seseorang tidak mempunyai pilihan. Peran yang diterima adalah peran yang terpilih atau dipilih oleh individu (Stuart & Sundeen, 1998).

e.

Harga Diri (Self Esteem) Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan menganalisa seberapa baik perilaku seseorang sesuai dengan ideal diri. Harga diri yang tinggi adalah perasaan yang berakar dalam penerimaan diri tanpa syarat, walaupun melakukan kesalahan, kekalahan, tetap merasa sebagai seorang yang penting dan berharga (Stuart & Sundeen, 1998).

2.2 Etiologi Harga diri rendah di sebabkan oleh karena adanya koping individu yang tidak efektif akibat adanya kooping individu yang tidak efektif akibat adanya umpan balik positif, kurangnya sistem pendukung kemunduran perkembangan ego, pengulangan umpan balik yang negatif , difungsi sistem keluarga serta terfiksasi pada tahap perkembangan awal (Townsend, M.C. 1998 : 366 ). Menurut carpenito, L.J (1998 : 82) koping individu tidak efektif adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami atau beresiko suatu ketidakmampuan dalam mengalami stressor internal atau lingkungan dengan adekuat karena ketidakuatan sumber-sumber (fisik, psikologi, prilaku, kognitif ). Sedangkan menurut townsend, M.C (1998 : 312) kooping individu tidak efektif merupakan kelainan

4

prilaku adaftif dan kemampuan memecahkan masalah seseorang dalam memenuhi tuntutan kehidupan dan peran. Dari pendapat-pendapat diatas dapat dibuat kesimpulan, individu yang mempunyai kooping individu tidak efektif akan menunjukan ketidakmampuan dalam menyesuaikan diri atau tidak dapat memecahkan masalah tuntutan hidup serta peran yang di hadapi. Adanya koping individu tidak efektif sering di tunjukan dengan perilaku (Carpenito, L.J, 1998 : 83); Townsend, M.C, 1998 : 313) sebagai berikut : a.

Mengungkapkan ketidakmampuan untuk mengatasi masalah atau menerima bantuan.

b.

Mengungkapkan perasaan khawatir dan cemas yang berkepanjangan.

c.

Mengungkapkan ketidakmampuan menjalankan peran.

Data Objektif : a.

Perubahan partisipasi dalam masyarakat.

b.

Peningkatan ketergantungan

c.

Memanipulasi orang lain di sekitarnya untuk tujuan-tujuan memenuhi keinginan sendiri.

d.

Menolak mengikuti aturan-aturan yang berlaku.

e.

Perilaku distruktif yang di arahkan pada diri sendiri dan orang lain.

f.

Memanipulasi verbal/perubahan dalam pola komunikasi.

g.

Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar.

h.

Penyalahgunaan obat terlarang.

2.3 Proses Terjadinya Harga Diri Rendah Harga diri rendah merupakan penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan menganalisa seberapa baik perilaku seseorang sesuai dengan ideal diri. Harga diri yang tinggi adalah perasaan yang berakar dalam penerimaan diri sendiri tanpa syarat, walaupun melakukan kesalahan,kekalahan, dan kegagalan, tetapi merasa sebagai seorang yang penting dan berharga. Gangguan harga diri rendah merupakan masalah bagi banyak orang dan diekspresikan melalui tingkat kecemasan yang sedang sampai berat.Umumnya

5

disertai oleh evalauasi diri yang negative membenci diri sendiri dan menolak diri sendiri. Gangguan harga diri atau harga diri rendah dapat terjadi secara : a.

Situasional Yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, missal harus dioperasi, kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja, dll. Pada pasien yang dirawat dapat terjadi harga diri rendah karena prifasi yang kurang diperhatikan : pemeriksaan fisik yang sembarangan, pemasangan alat yang tidak sopan, harapan akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai karena dirawat/sakit/penyakit, perlakuan petugas yang tidak menghargai.

b.

Kronik Yaitu perasaan negative terhadap diri telah berlangsung lama, yaitu sebelum sakit/dirawat. Pasien mempunyai cara berpikir yang negative. Kejadian sakit dan dirawat akan menambah persepsi negative terhadap dirinya. Kondisi ini mengakibatkan respons yang maladaptive, kondisi ini dapat ditemukan pada pasien gangguan fisik yang kronis atau pada pasien gangguan jiwa.

2.4 Pohon masalah Isolasi sosial menarik diri

Gangguan konsep diri : harga diri rendah

Tidak efektifnya koping individu Sumber : (Keliat, B.A : 18)

6

2.5 Tanda dan Gejala Harga Diri Rendah\ Menurut carpenito, L.J (1998 : 352); Keliat, BA (1994 : 200); perilaku yang berhubungan dengan harga diri rendah antara lain : a.

Mengkritik diri sendiri atau orang lain.

b.

Perasaan dirinya sangat penting yang berlebih-lebihan.

c.

Perasaan tidak mampu.

d.

Rasa bersalah.

e.

Sikap negatif pada diri sendiri.

f.

Sikap pesimis pada kehidupan.

g.

Keluhan sakit fisik.

h.

Pandangan hidup yang terpolarisasi.

i.

Menolak kemampuan diri sendiri.

j.

Pengurangan diri/mengejek diri sendiri.

k.

Perasaan cemas dan takut.

l.

Merasionalisasi penolakan/menjauh dari umpan balik positif.

m. Ketidakmampuan menentukan tujuan.

Data obyektif : a.

Produktifitas menurun.

b.

Perilaku distruktif pada diri sendiri.

c.

Prilaku distruktif pada orang lain.

d.

Penyalahgunaan zat.

e.

Menarik diri dari hubungan sosial.

f.

Ekspresi wajah malu dan rasa bersalah.

g.

Menunjukan tanda depresi (sukar tidur dan sukar makan).

h.

Tampak mudah tersinggung/mudah marah.

7

2.6 Penatalaksanaan Menurut hawari (2001), terapi pada gangguan jiwa skizofrenia dewasa ini sudah dikembangkan sehingga penderita tidak mengalami diskriminasi bahkan metodenya

lebih

manusiawi

daripada

masa

sebelumnya.

Terapi

yang

dimaksudmeliputi : a.

Psikofarmaka Adapun obat psikofarmaka yang ideal yaitu yang memenuhi syarat sebagai berikut: 1) Dosis rendah dengan efektifitas terapi dalam waktu yang cukup singkat 2) Tidak ada efek samping kalaupun ada relative kecil 3)

Dapat menghilangkan dalam waktu yang relative singkat, baik untuk gejala positif maupun gejala negative skizofrenia

4) Lebih cepat memulihkan fungsi kogbiti 5) Tidak menyebabkan kantuk 6)

Memperbaiki pola tidur

7) Tidak menyebabkan habituasi, adikasi dan dependensi 8) Tidak menyebabkan lemas otot. Berbagai jenis obat psikofarmaka yang beredar dipasaran yang hanya diperoleh

dengan resep dokter, dapat dibagi dalan 2 golongan yaitu

golongan generasi pertama (typical) dan golongan kedua (atypical).Obat yang termasuk golongan generasi pertama misalnya chlorpromazine HCL, Thoridazine HCL, dan Haloperidol. Obat yang termasuk generasi kedua misalnya : Risperidone, Olozapine, Quentiapine, Glanzapine, Zotatine, dan aripiprazole. b.

Psikoterapi Therapy kerja baik sekali untuk mendorong penderita bergaul lagi dengan orang lain, penderita lain, perawat dan dokter. Maksudnya supaya ia tidak mengasingkan diri lagi karena bila ia menarik diri ia dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik. Dianjurkan untuk mengadakan permainan atau latihan bersama. (Maramis,2005,hal.231).

8

c.

Therapy Kejang Listrik ( Electro Convulsive Therapy) ECT adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang granmall secara artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui elektrode yang dipasang satu atau dua temples. Therapi kejang listrik diberikan pada skizofrenia yang tidak mempan denga terapi neuroleptika oral atau injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5 joule/detik. (Maramis, 2005).

d.

Keperawatan Biasanya yang dilakukan yaitu Therapi modalitas/perilaku merupakan rencana pengobatan untuk skizofrrenia yang ditujukan pada kemampuan dan kekurangan klien.Teknik perilaku menggunakan latihan keterampilan sosial untuk meningkatkan kemampuan sosial.Kemampuan memenuhi diri sendiri dan latihan praktis dalam komunikasi interpersonal.Therapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana dan masalah dalam hubungan kehidupan yang nyata. (Kaplan dan Sadock,1998). Therapy aktivitas kelompok dibagi empat, yaitu therapy aktivitas kelompok stimulasi kognitif/persepsi, theerapy aktivitas kelompok stimulasi sensori, therapi aktivitas kelompok stimulasi realita dan therapy aktivitas kelompok sosialisasi (Keliat dan Akemat,2005,hal.13). Dari empat jenis therapy aktivitas kelompok diatas yang paling relevan dilakukan pada individu

dengan

gangguan

konsep diri

harga diri

rendah

adalah

therapyaktivitas kelompok stimulasi persepsi. Therapy aktivitas kelompok (TAK) stimulasi persepsi adalah therapy yang mengunakan aktivitas sebagai stimulasi dan terkait dengan pengalaman atau kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok, hasil diskusi kelompok dapat berupa kesepakatan persepsi atau alternatif penyelesaian masalah.(Keliat dan Akemat,2005).

9

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian Tanggal pengkajian : Ruangan

:

A. Identitas klien Biasanya meliputi nama klien ( idntitas ), umur, jenis, kelamin, agama, alamat lengkap, tanggal masuk, No. MR, penanggung jawab, keluarga yang bisa dihubungi. B. Alasan masuk Biasanya klien mengkritik diri sendiri, pearasaan tidak mampu, pandangan hidup pesimis, tidak menerima pujian, penurunan produktifitas, penolakan terhadap kemampuan diri, kurang memprhatikan perawatan diri, berpakaian tidak rapi, selera makan berkurang, tidak berani menatap lawan bicara, lebih banyak menunduk, bicara lambat dengan nada bicara lemah. C.

Factor predisposisi Biasanya penolakan orang tua yang tidak realistis, kegagalan berulang kali, kurang mempunyai tanggung jawab yang personal, ketergantungan pada orang lain, ideal diri yang tidak realistis.

D.

Pemeriksaan fisik Memeriksa tanda-tanda vital, tinggi badan, berat badan, dan tanyakan apakah ada keluhan fisik yang dirasakan klien.

E. Psikososial 1.

Genogram Genogram menggambarkan klien dengan keluarga, dilihat dari pola komunikasi, pengambilan keputusan dan pola asuh

2.

Konsep diri

3.

Gambaran diri Tanyakan persepsi klien terhadap tubuhnya, bagian tubuh yang disukai, reaksi klien terhadap bagian tubuh yang tidak disukai dan bagian yang disukai.

10

4.

Identitas diri Status dan posisi klien sebelum klien dirawat, kepuasan klien terhadap status dan posisinya, kepuasan klien sebagai laki-laki atau perempuan, keunikan yang dimiliki sesuai dengan jenis kelaminnya dan posisinya.

5.

Fungsi peran Tugas atau peran klien dalam keluarga / pekerjaan / kelompok masyarakat, kemampuan klien dalam melaksanakan fungsi atau perannya, perubahan yang terjadi saat klien sakit dan dirawat, bagaimana perasaan klien akibat perubahan tersebut.

6.

Ideal diri Harapan klien terhadap keadaan tubuh yang ideal, posisi, tugas, peran dalam keluarga, pekerjaan atau sekolah, harapan klien terhadap lingkungan, harapan klien terhadap penyakitnya, bagaimana jika kenyataan tidak sesuai dengan harapannya.

7.

Harga diri Hubungan klien dengan orang lain sesuai dengan kondisi, dampak pada klien dalam berhubungan dengan orang lain, harapan, identitas diri tidak sesuai harapan, fungsi peran tidak sesuai harapan, ideal diri tidak sesuai harapan, penilaian klien terhadap pandangan / penghargaan orang lain.

8.

Hubungan sosial

9.

Tanyakan orang yang paling berarti dalam hidup klien, tanyakan upaya yang biasa dilakukan bila ada masalah, tanyakan kelompok apa saja yang diikuti dalam masyarakat, keterlibatan atau peran serta dalam kegiatan kelompok / masyarakat, hambatan dalam berhubungan dengan orang lain, minat dalam berinteraksi dengan orang lain.

10. Spiritual Nilai dan keyakinan, kegiatan ibadah / menjalankan keyakinan, kepuasan dalam menjalankan keyakinan. 11. Status mental 1) Penampilan Melihat penampilan klien dari ujung rambut sampai ujung kaki apakah ada yang tidak rapih, penggunaan pakaian tidak sesuai, cara

11

berpakaian tidak seperti biasanya, kemampuan klien dalam berpakaian,

dampak

ketidakmampuan

berpenampilan

baik

/

berpakaian terhadap status psikologis klien. 2) Pembicaraan Amati pembicaraan klien apakah cepat, keras, terburu-buru, gagap, sering terhenti / bloking, apatis, lambat, membisu, menghindar, tidak mampu memulai pembicaraan. 3) Aktivitas motorik a.

Lesu, tegang, gelisah.

b.

Agitasi : gerakan motorik yang menunjukan kegelisahan

c.

Tik : gerakan-gerakan kecil otot muka yang tidak terkontrol

d.

Grimasem : gerakan otot muka yang berubah-ubah yang tidak terkontrol klien

e.

Tremor : jari-jari yang bergetar ketika klien menjulurkan tangan dan merentangkan jari-jari

f.

Kompulsif : kegiatan yang dilakukan berulang-ulang

4) Alam perasaan a.

Sedih, putus asa, gembira yang berlebihan

b.

Ketakutan : objek yang ditakuti sudah jelas

c.

Khawatir : objeknya belum jelas

5) Afek a.

Datar : tidak ada pe rubahan roman muka pada saat ada stimulus yang menyenangkan atau menyedihkan.

b.

Tumpul : hanya bereaksi bila ada stimulus emosi yang sangat kuat

c.

Labil : emosi klien cepat berubah-ubah

d.

Tidak sesuai : emosi bertentangan atau berlawanan dengan stimulus

6) Interaksi selama wawancara a.

Kooperatif : berespon dengan baik terhadap pewawancara

b.

Tidak

kooperatif

:

tidak

pewawancara dengan spontan

12

dapat

menjawab

pertanyaan

c.

Mudah tersinggung

d.

Bermusuhan

:

kata-kata

atau

pandangan

yang

tidak

bersahabat atautidak ramah e.

Kontak kurang : tidak mau menatap lawan bicara

f.

Curiga : menunjukan sikap atau peran tidak percaya kepada pewawancara atau orang lain.

g.

Persepsi

h.

Jenis-jenis halusinasi dan isi halusinasi, frekuensi gejala yang tampak pada saat klien berhalusinasi.

7) Proses pikir a.

Sirkumtansial : pembicaraan yang berbelit-belit tapi sampai pada tujuan

b.

Tangensial : pembicaraan yang berbelit-belit tapi tidak sampai pada tujuan

c.

Kehilangan asosiasi : pembicaraan tidak ada hubungan antara satu kalimat dengan kalimat lainnya

d.

Flight of ideas : pembicaraan yang meloncat dari satu topik ke topik yang lainnya.

e.

Bloking : pembicaraan terhenti tiba-tiba tanpa gangguan dari luar kemudian dilanjutkan kembali

f.

Perseferasi : kata-kata yang diulang berkali-kali

g.

Perbigerasi : kalimat yang diulang berkali-kali

8) Isi fikir a.

Obsesi : pikiran yang selalu muncul walaupun klien berusaha menghilangkannya.

b.

Phobia : ketakutan yang patologis / tidak logis terhadap objek / situasi tertentu.

c.

Hipokondria : keyakinan terhadap adanya gangguan organ tubuh yang sebenarnya tidak ada.

d.

Depersonalisasi : perasaan klien yang asing terhadap diri sendiri, orang lain dan lingkungan.

13

e.

Ide yang terkait : keyakinan klien terhadap kejadian yang terjadi dilingkungan yang bermakna yang terkait pada dirinya.

f.

Pikiran magis : keyakinan klien tentang kemampuannya melakukan hal-hal yang mustahil atau diluar kemampuannya.

9) Waham : a.

Agama : keyakinan klien terhadap suatu agama secara berlebihan dan diucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan

b.

Somatik : keyakinan klien terhadap tubuhnya dan diucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan keyakinan

c.

Kebesaran : keyakinan klien yang berlebihan terhadap kemampuannya dan diucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan

d.

Curiga : keyakinan klien bahwa ada seseorang yang berusaha merugikan, mencederai dirinya, diucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan

e.

Nihilistik : klien yakin bahwa dirinya sudah tidak ada didunia / meninggal yang dinyatakan secara berulang-ulang dan tidak sesuai dengan kenyataan

f.

Waham yang bizar 1) Sisip pikir : klien yakin ad aide pikiran orang lain yang disisipkan

didalam

pikirannya,

disampaikan

secara

berulang-ulang dan tidak sesuai dengan kenyataan 2) Siar pikir : klien yakin ada orang lain yang mengetahui apa yang

klien

pikirkan

menceritakannya

walaupun

kepada

orang,

klien

tidak

pernah

disampaikan

secara

berulang-ulang dan tidak sesuai kenyataan 3)

Kontrol pikir : klien yakin pikirannya dikontrol oleh kekuatan dari luar, disampaikan secara berulang-ulang dan tidak sesuai dengan kenyataan.

14

F. Tingkat kesadaran a.

Bingung : tampak bingung dan kacau ( perilaku yang tidak mengarah pada tujuan).

b.

Sedasi : mengatakan merasa melayang-layang antara sadar atau tidak sadar

c.

Stupor : gangguan motorik seperti kekakuan, gerakan yang diulangulang, anggota tubuh klien dalam sikap yang canggung dan dipertahankan

klien

tapi

klien

mengerti

semua

yang

terjadi

dilingkungannya d.

Orientasi : waktu, tempat dan orang

e.

Jelaskan apa yang dikatakan klien saat wawancara

f.

Memori 1) Gangguan mengingat jangka panjang : tidak dapat mengingat kejadian lebih dari 1 bulan. 2) Gangguan mengingat jangka pendek : tidak dapat mengingat kejadian dalam minggu terakhir. 3) Gangguan mengingat saat ini : tidak dapat mengingat kejadian yang baru saja terjadi. 4) Konfabulasi : pembicaraan tidak sesuai dengan kenyataan dengan memasukan cerita yang tidak benar untuk menutupi gangguan daya ingatnya. 5) Tingkat konsentrasi a.

Mudah beralih : perhatian mudah berganti dari satu objek ke objek lainnya.

b.

Tidak mampu berkonsentrasi : klien selalu minta agar pertanyaan diulang karena tidak menangkap apa

yang

ditanyakan atau tidak dapat menjelaskan kembali pembicaraan. c.

Tidak

mampu

berhitung

:

melakukan penambahan ataupengurangan yang nyata d.

Daya tilik diri

15

tidak pada

dapat

benda-benda

1

Mengingkari penyakit yang diderita : klien tidak menyadari gejala penyakit (perubahan fisik dan emosi) pada dirinya dan merasa tidak perlu minta pertolongan / klien menyangkal keadaan penyakitnya, klien tidak mau bercerita tentang penyakitnya

2

Menyalahkan hal-hal diluar dirinya : menyalahkan orang lain ataulingkungan

yang

menyebabkan

timbulnya

penyakit atau masalah sekarang 3

Kebutuhan persiapan pulang a.

Makan Tanyakan frekuensi, jumlah, variasi, macam dan cara makan, observasi kemampuan klien menyiapkan dan membersihkan alat makan.

b.

Buang Air Besar dan Buang Air Kecil Observasi kemampuan klien untuk Buang Air Besar (BAB)

dan

Buang

Air

Kecil

(BAK),

pergi

menggunakan WC atau membersihkan WC. c.

Mandi Observasi dan tanyakan tentang frekuensi, cara mandi, menyikat gigi, cuci rambut, gunting kuku, observasi kebersihan tubuh dan bau badan klien.

d.

Berpakaian Observasi kemampuan klien dalam mengambil, memilih

dan

mengenakan

pakaian,

observasi

penampilan dandanan klien. e.

Istirahat dan tidur Observasi dan tanyakan lama dan waktu tidur siang atau malam, persiapan sebelum tidur dan aktivitas sesudah tidur.

f.

Penggunaan obat Observasi penggunaan obat, frekuensi, jenis, dosis, waktu, dan cara pemberian.

16

g.

Pemeliharaan kesehatan Tanyakan kepada klien tentang bagaimana, kapan perawatan lanjut, siapa saja sistem pendukung yang dimiliki.

h.

Aktivitas di dalam rumah Tanyakan kemampuan klien dalam mengolah dan menyajikan makanan, merapikan rumah, mencuci pakaian sendiri, mengatur kebutuhan biaya seharihari.

i.

Aktivitas di luar rumah Tanyakan kemampuan klien dalam belanja untuk keperluan sehari-hari, aktivitas lain yang dilakukan di luar rumah.

j.

Pola dan mekanisme koping Data didapat melalui wawancara dengan klien atau keluarganya.

4

Aspek medis Tulis diagnosa medis yang telah diterapkan oleh Dokter, tuliskan obat-obatan klien saat ini, baik obat fisik, psikofarmaka dan terapi lain.

17

G. Data yang perlu dikaji. No. 1.

Masalah Keperawatan Masalah utama : Gangguan konsep

Data Subyektif 1. Mengungkapkan

Data Obyektif ingin 1. Merusak diri sendiri

diakui jati dirinya.

diri : harga diri 2. Mengungkapkan tidak ada 2. Merusak orang lain. rendah.

lagi yang peduli. 3. Mengungkapkan tidak bisa 3. Ekspresi malu. apa-apa. 4. Mengungkapkan

dirinya 4. Menarik

tidak berguna.

diri

dari

hubungan sosial.

5. Mengkritik diri sendiri.

5. Tampak

mudah

tersinggung. 6. Perasaan tidak mampu.

6. Tidak mau makan tidak mau tidur.

2.

Mk : Penyebab 1. Mengungkapkan tidak

efektifnya

koping individu.

1. Tampak

ketidakmampuan

dan

meminta bantuan orang

ketergantungan terhadap orang lain.

lain. 2. Mengungkapkan malu dan 2. Tampak sedih tidak tidak

bisa

di

ajak

melakukan sesuatu.

melakukan aktivitas yang

seharusnya

dapat di lakukan. 3. Mengungkapkan

tidak 3. wajah

berdaya dan tidak ingin

tampak

murung.

hidup lagi. 3.

Mk

:

isolasi menarik diri

akibat 1. Mengungkapkan sosial

enggan 1. Ekspresi

bicara dengan orang lain. 2. Klien mengatakan malu bertemu dan berhadapan

18

kosong

wajah tidak

ada

kontak mata ketika diajak berbicara.

dengan orang lain.

2. Suara

pelan

dan

tidak jeles. 3. Hanya jawaban

memberi singkat

(ya/tidak) 4. Menghindar

ketika

di dekati.

3.2 Diagnosa Keperawatan 1.

Isolasi sosial menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.

2.

Gangguan harga diri rendah berhubungan dengan tidak efektifnya kooping individu.

3.3 Intervensi keperawatan 1.

Diagnosa : Gangguan konsep diri : harga diri rendah berhubungan dengan gangguan citra tubuh A. Tujuan Umum (TUM) Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal. B.

Tujuan Khusus (TUK) a) TUK 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya 1) Kriteria evaluasi : a.

Ekspresi wajah bersahabat

b.

Menunjukkan rasa senang dan ada kontak mata

c.

Mau berjabat tangan dan mau menyebutkan nama

d.

Mau menjawab salam dan duduk berdampingan dengan perawat

e.

Mau mengutarakan masalah yang dihadapi

2) Intervensi : Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik : a.

Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal

b.

Perkenalkan diri dengan sopan

19

c.

Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukainya

d.

Jelaskan tujuan pertemuan

e.

Jujur dan menepati janji

f.

Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya

g.

Beri perhatian pada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien

b) TUK 2 : Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki. 1) Kriteria evaluasi : Klien mengidentifikasi kemampuan dan aspek yang dimiliki : a.

Kemampuan yang dimiliki klien

b.

Aspek positif keluarga

c.

Aspek positif keluarga yang dimiliki klien

2) Intervensi : a.

Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien. Rasional : Mendiskusikan tingkat kemampuan klien seperti menilai realitas, kontrol diri atau integritas ego diperlukan sebagai dasar asuhan keperawatan.

b.

Setiap bertemu dengan klien hindarkan dari memberi penilaian negatif Rasional : Reinforcement positif akan meningkatkan harga diri klien.

c.

Usahakan memberi pujian yang realistik Rasional : Pujian yang realistik tidak menyebabkan klien melakukan kegiatan hanya mendapatkan pujian.

c) TUK 3 : Klien dapat menilai kemampuan yang masih dapat digunakan selama sakit. 1) Kriteria evaluasi : Klien menilai kemampuan yang dapat digunakan.

20

2) Intervensi : a.

Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan selama sakit. Rasional

:

Keterbukaan

dan

pengertian

tentang

kemampuan yang dimiliki adalah prasarat untuk berubah. b.

Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat dilanjutkan penggunaannya. Rasional : Pengertian tentang kemampuan yang dimiliki klien

memotifasi

untuk

tetap

mempertahankan

kegunaannya. 2.

Diagnosa 2 : Isolasi sosial menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah. A. Tujuan Umum : Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal. B. Tujuan Khusus : a) Klien dapat membina hubungan saling percaya. 1) Kriteria evaluasi : a.

Ekspresi wajah bersahabat

b.

Ada kontak mata

c.

Mau berjabat tanganMau menyebutkan nama

d.

Mau duduk berdampingan dengan perawat

e.

Mau mengutarakan masalah yang dihadapi

2) Intervensi Bina hubungan saling percaya dengan menerapkan prinsip komunikasi terapeutik : a.

Sapa klien dengan ramah secara verbal dan nonverbal

b.

Perkenalkan diri dengan sopan

c.

Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien

d.

Jelaskan tujuan pertemuan

e.

Jujur dan menepati janji

f.

Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya

21

g.

Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien

b) Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki 1) Kriteria evaluasi : a.

Kemampuan yang dimiliki klien

b.

Aspek positif keluarga

c.

Aspek positif lingkungan yang dimiliki klien

2) Intervensi : a.

Klien dapat menilai kemampuan yang dapat

b.

Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki

c.

Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien, utamakan memberi pujian yang realistis

d.

Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang dimiliki

c) Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan. 1) Kriteria evaluasi : kemampuan yang dapat digunakan 2) Intervensi : a.

Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki

b.

Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke rumah

d) Klien dapat menetapkan / merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki 1) Kriteria evaluasi Klien dapat membuat rencana kegiatan harian 2) Intervensi : a. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan b. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien c. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan

22

e) Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan 1) Kriteria evaluasi : Klien melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuannya 2) intervensi :

f)

a.

Beri kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan

b.

Beri pujian atas keberhasilan klien

c.

Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah

Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada 1) Kriteria evaluasi : Kilen memanfaatkan sistem pendukung yang ada 2) Intervensi : a.

Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien.

b.

Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat.

c.

Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.

d.

Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga

3.4 Implementasi Implementasi adalah pelaksanaan perencanaan asuhan keperawatan oleh perawat dan klien. Petunjuk dalam implementasi : a.

Intervensi dilakukan sesuai dengan rencana.

b.

Keterampilam interpersonal, intelektual, tekhnikal dilakukan dengan cermat dan efisien dalam situasi yang tepat.

c.

Dokumentasi intrvensi dan respon klien.

(Keliat, Budi Anna. 1998 : 15) Dalam pelaksanaan implementasi, penulis menggunakan langkah-langkah komunikasi terapeutik yang terdiri dari : 1) Fase Pra Interaksi Pra interaksi dimulai sebelum kontak pertama dengan klien, perawat mengeksplorasi perasaan, fantasi dan ketakutannya sehingga kesadaran dan

23

kesiapan perawat

untuk

melakukan hubungan dengan klien dapat

dipertanggung jawabkan. 2) Fase Perkenalan Pada fase ini dimulai dengan pertemuan dengan klien, hal-hal yang perlu dikaji adalah alasan klien meminta pertolongan yang akan mempengaruhi terbinanya rasa percaya antara perawat dengan klien. 3) Fase Orientasi a.

Memberi salam terapeutik

b.

Mengevaluasi dan memvalidasi data subjektif dan objektif yang mendukung diagnosa keperawatan.

c.

Membuat kontrak untuk sebuah topik disertai waktu dan tempat dan serta mengingatkan kontrak sebelumnya.

4) Fase Kerja Fase kerja merupakan inti hubungan perawat dengan klien yang terkait dengan pelaksanaan perencanaan yang sudah ditentukan sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Pada fase ini perawat mengeksplorasi stressor yang tepat mendorong perkembangan kesadaran diri dengan menghubungkan persepsi, fikiran, perasaan dan perbuatan klien. 5) Fase Terminasi Fase terminasi merupakan fase yang amat sulit dan penting dari hubungan intim terapeutik yang sudah terbina dan berada dalam tingkat optimal. Fase terminasi terbagi menjadi : a.

Terminasi sementara Adalah terminasi akhir dari tiap pertemuan antara perawat dengan klien.

b.

Terminasi Akhir 1) Mengevaluasi respon klien setelah tindakan keperawatan. 2) Merencanakan tindak lanjut. 3) Mengeksplorasi perasaan klien.

24

3.5 Evaluasi Evaluasi adalah tindakan untuk mengidentifikasi sejauh mana tujuan dari perencanaan tercapai dan evaluasi itu sendiri dilakukan terus menerus melalui hubungan yang erat. Evaluasi dibagi menjadi dua macam yaitu : a.

Evaluasi formatif yaitu evaluasi yang dilakukan terus menerus untuk menilai hasil tindakan yang telah dilakukan.

b.

Sumatif yaitu evaluasi akhir yang ditujukan untuk menilai keberhasilan tujuan yang dilakukan. Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP, sebagai pola pikir : S

: Respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.

O

: Respon objektif klien terhadap tindakan yang telah dilaksanakan.

A

: Analisa ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan masalah tetap atau muncul masalah baru atau data yang kontradiktif dengan masalah yang ada.

P

: Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkakn hasil analisa pada respon klien. Rencana tindak lanjut berupa : 1) Rencana teruskan, bila masalah tidak berubah. 2) Rencana dimodifikasi, jika masalah tetap, semua tindakan sudah dijalankan tetapi hasil tidak memuaskan. 3) Rencana dibatalkan, jika ditemukan masalah baru dan bertolak belakang dengan masalah yang ada serta diagnosa lama dibatalkkan. 4) Rencana atau diagnosa selesai jika tujuan sudah tercapai dan diperlukan adalah memelihara dan mempertahankan kondisi baru. Pada evaluasi sangat diperlukan reinforcement untuk menguatkan perubhan yang positif. Klien dan keluarga juga dimotifasi untuk melakukan self-reinforsement.

25

Hasil yang diharapkan saat merawat klien dengan respon konsep diri mal adatif adalah klien akan mencapai tingkat aktualitas diri yang maksimal untuk menyadari potensi dirinya. Evaluasi keberhasilan pada klien dengan gangguan konsep diri : harga diri rendah . Pada akhir keperawatan diharapkan : a) Klien mampu : 1) Klien dapat mengidentifikasikan aspek positif klien, Keluarga dan kemampuan yang dimiliki klien. 2) Klien menilai kemampuan yang digunakan. 3) Klien membuat rencana kegiatan 4) Klien membuat rencana kegiatan 5) Klien melakukan sesuai kondisi sakit dan kemampuanya 6) Klien mampu memanfaatkan sistem pendukung yang ada di keluarga 7) Melakukan kegiatan hidup sehari – hari sesuai jadwal yang dibuat klien. 8) Meminta bantuan keluarga 9) Melakukan follow up secara teratur b) Keluarga mampu : 1) Mengidentifikasi terjadinya gangguan konsep diri : harga diri rendah kronis 2) Merawat klien di rumah dan mendukung kegiatan klien. 3) Menolong klien menggunakan obat dan follow up.

26

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi negative terhadap diri sendiri dan kemampuan diri. Berikut ini adalah tanda dan gejala harga diri rendah : a.

Mengkritik diri sendiri

b.

Perasaan tidak mampu

c.

Pandangan hidup yang pesimis

d.

Penurunan produktivitas

e.

Penolakan terhadap kemampuan diri Selain tanda dan gejala tersebut, kita dapat juga mengamati penampilan

seseorang dengan harga diri rendah yang tampak kurang memerhatikan perawatan diri, berpakaian tidak rapi, selera makan menurun, tidak berani menatap lawan bicara, lebih banyak menunduk, dan bicara lambat dengan nada suara lemah.

27

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.J, (1998) Buku Saku Diagnosa Keperawatan (terjemahan). Edisi 8, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. DEPKES RI, (1989) Pedoman Perawatan Psikiatrik, Ed 1, DEPKES RI, jakarta. Keliat, B.A, (1997). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Ed l, EGC Jakarta. Townsend, M.C, (1998). Buku Saku Diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan Psikiatri (terjemahan), Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

28

More Documents from "Efa Yuliana"

Hdr.docx
November 2019 21
Makalah Bu Ida.docx
October 2019 30
Kelompok 3.docx
November 2019 31
Popol_vuh.pdf
November 2019 60
Krida Bina Phbs.ppt
June 2020 24