GURU FISIKA YANG JUGA GURU LES PRIVAT Oleh Rudy Hilkya – Dulunya Guru Les sekarang Tidak Laris :lol:
Fisika identik dengan mata pelajaran yang banyak sekali hafalan rumus, saking banyaknya sampai-sampai ada yang mempublikasikan bahwa belajar Fisika tidak perlu rumus sama sekali. Menurut saya itu adalah isu yang menyesatkan dan pembodohan terselubung. Selama ini – tidak ada buku fisika yang serius tanpa dimasukkan rumus-rumus atau kalimat matematika tersebut. Nah, kaitannya lagi – karena ini mata pelajaran serius dan prestisius, karena sangat diperlukan sebagai mata pelajaran pokok di perguruan tinggi atau jenjang selanjutnya – mulai menjamurlah lembaga-lembaga pendidikan yang menawarkan pola pengajaran Fisika yang disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik – tidak hanya lembaga-lembaga tapi juga beralih kepada para pribadi-pribadi guru yang notabene tenaga pendidik langsung sebagai kerja sampingan yang kemudian menjadi komersialisasi dan mendapat sebutan “kompetensinya”. Jika tidak banyak – maka mulailah jari-jemari dan cakar-cakar doktrinasi bekerja – guna mencuci otak calon konsumen untuk terikat dan kepincut dengan janji-janji layanan tersebut. Sekarang yang saya soroti adalah guru fisika sebagai pribadi apalagi yang sudah lulus sertifikasi (namun belum menerima Tunjangan Profesi – sebagaimana penulis) menjalani pekerjaan sampingan ini sebagai upaya mencari penghasilan tambahan. Tentunya, mendapat sorotan adanya kegiatan bisnis yang komersial dan cenderung aprioritif kepada beberapa individu peserta didik – terlebih kepada mereka yang tidak mampu membayar uang les privat. Walaupun tersembunyi, namun saya sebutkan tarif yang sangat murah untuk menarik minat para pembelajar muda ini. Lama-kelamaan, praktik ini makin kurang disenangi dan tidak disukai (apakah ini hanya untuk saya ?) – karena jumlah peserta yang datang dengan motif sendiri semakin berkurang dan jumlah per hari dari semula 4 x sehari hanya didatangi maksimal 10 orang siswa dalam 1 x per hari saja – sebuah pengurangan yang sangat drastis semenjak saya dinyatakan LULUS SERTIFIKASI (tapi masih
belum menerima tunjangan profesi sebagaimana janji UU Sisdiknas sebab belum selesai diproses LPMP Kalimantan Tengah hingga awal maret 2009 ini). Kemungkinan hal ini terjadi karena semakin menjamurnya lembaga bimbingan belajar yang menjanjikan “upah” kepada tentor yang berpengalaman (notabene adalah guru-guru mata pelajaran yang di-UN-kan pada sekolah-sekolah favorit dengan biaya Rp 30 ribu/ jam) - apalagi promosi komersial ini sudah menginjak halaman sekolah-sekolah. Shame ! Jika dibandingkan 1 x sehari x 10 orang x Rp 15.000 = 150.000 per hari (itu pendapatan sampingan pekerjaan ini secara pribadi) dengan 1 jam = Rp 30 ribu – dengan sehari bekerja 3 x 1 jam x Rp 30.000 = Rp 90.000 Sebuah perbedaan yang tidak terlalu jauh … sebab sustainability yang tinggi dengan bekerja sebagai karyawan dibandingkan bekerja sendiri – dan tentunya bekerja sebagai karyawan memiliki kerja sama dibandingkan bekerja sendiri yang selalu dianggap MUSUH BERSAMA oleh orang lain … Tapi yang saya kecewa, ada beberapa guru yang menyambi bekerja di lembaga pendidikan juga menjanjikan soal-soal ujian yang ternyata dikeluarkan saat ulangan atau saat ujian semester – sayang kepada yang tidak mengikuti les atau yang tidak dapat membayar kegiatan privat lainnya. Apalagi saat uji coba menghadapi Ujian Nasional maupun Ujian Sekolah - ….. ini sudah rahasia umum ya ? Saran penengah : sebaiknya sekolah lah yang mengelola segala upaya privatisasi pembelajaran ini dengan pembagian proporsional yang wajar – misal : untuk pengelola 20%, untuk tenaga pengajar 75% dan untuk guru lain yang tidak mengajar diberikan kontribusi 5% Namun jika memang guru yang sudah disertifikasi tidak boleh melakukan hal di atas – apakah itu ada rambu-rambu yang mengawasinya selain rambu-rambu moral si tenaga pendidik itu sendiri ?