Gap 3.docx

  • Uploaded by: asmarani harma
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Gap 3.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,033
  • Pages: 14
MAKALAH

GAP 3: Delivery Gap Gap Antara Spesifikasi Kualitas Jasa Dan Penyampaian Jasa

OLEH : Ika Shabrina

002910092018

Nurul Susanti

003910092018

Muh. Rizky Adipratama Yusuf

005910092018

Nur Saidah Sirajuddin

008710092018

Amirah Maritsa Syarifuddin

009910092018

Dosen : Dr.Andi Surahman Batara, SKM.,M.Kes

PROGRAM STUDI MAGISTER KESEHATAN UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA MAKASSAR 2019

KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah ini bisa selesai pada waktunya. Salam dan salawat selalu tercurah kepada junjungan kita baginda Rasulullah SAW, yang telah membawa manusia dari alam jahiliyah menuju alam yang berilmu seperti sekarang ini. Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah berkontribusi dengan memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan rapi. Makalah yang telah kami buat berjudul “Gap 3 : Delivery Gap” dimana delivery gap ini mengenai kesenjangan antara penerima layanan baik dalam hal jasa maupun produk. Makalah ini dapat hadir seperti sekarang ini tak lepas dari bantuan banyak pihak. Namun, kami menyadari bahwa makalah ini masih ada hal-hal yang belum sempurna dan luput dari perhatian kami. Baik itu dari bahasa yang digunakan maupun dari teknik penyajiannya. Oleh karena itu, dengan segala kekurangan dan kerendahan hati, kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca sekalian demi perbaikan makalah ini kedepannya. Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca. Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

Penyusun

Kelompok 3

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang B.

Gap analisys merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk mengevaluasi kinerja karyawan. Gap analisys atau analis kesenjangan juga merupakan salah satu langkah yang sangat penting dalam tahapan perencanaan maupun tahap evaluasi kerja. Metode ini merupakan salah satu metode yang paling umum digunakan dalam pengelolaan

manajemen

internal

suatu

lembaga.

Secara

harfiah

“gap”

mengidentifikasikan adanya suatu perbedaan (disparity) antara satu hal dengan hal lainnya.4 C.

Gap analisys sering digunakan di bidang manajemen dan menjadi salah satu alat yang digunakan untuk mengukur kualitas pelayanan (quality of service). Bahkan pendekatan ini paling sering digunakan di Amerika Serikat untuk memonitor kualitas pelayanan.4

D. E. GAP 3, Gap antara spesifikasi kualitas jasa serta penyampaian jasa (delivery gap). F. Gap ini berarti bahwa spesifikasi kualitas tidak terpenuhi oleh kinerja dalam proses produksi dan penyampaian jasa. Sejumlah penyebabnya antara lain : spesifikasi kualitas terlalu rumit atau terlalu kaku, para karyawan tidak menyepakati spesifikasi tersebut dan karenanya tidak memenuhinya, spesifikasi tidak sejalan dengan budaya korporat yang ada, manajemen operasi pelayanan yang buruk, kurang memadainya aktifitas internal marketing, serta teknologi dan sistem yang ada tidak memfasilitasi kinerja sesuai dengan spesifikasi. Kurang terlatihnya karyawan, beban kerja terlampau berlebihan, dan standar kinerja tidak dapat dipenuhi karyawan (terlalu tinggi atau tidak realistis) juga bisa menyebabkan tejadinya gap ini. Selain itu mungkin pula karyawan dihadapkan pada standar – standar yang saling bertentangan satu sama lain. Sebagai contoh, para karyawan SPBU diwajibkan untuk melayani pelanggan dengan jangka waktu yang cepat, tetapi di saat bersamaan, mereka juga harus tetap menjaga akurasi dan ketepatan jumlah pengisian serta melayani keluhan pelanggan.2

BAB II PEMBAHASAN

A. Kualitas 2.1.1 Pengertian Kualitas Kualitas merupakan salah satu kunci dalam memenangkan persaingan dengan pasar. Ketika perusahaan telah mampu menyediakan produk berkualitas maka telah membangun salah satu fondasi untuk menciptakan kepuasan pelanggan. Menurut Goetsh dan Davis yang dikutip oleh Arief (2007:117), bahwa kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Menurut Crosby yang dikutip oleh Yamit (2010:7), kualitas adalah sebagai nihil cacat, kesempurnaan dan kesesuaian terhadap persyaratan. Menurut Philip Kotler (2009:143) kualitas adalah totalitas fitur dan karakteristik produk atau jasa yang bergantung pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau tersirat. Hal ini jelas merupakan definisi yang berpusat pada pelanggan. Kita dapat mengatakan bahwa penjual telah menghantarkan kualitas ketika produk atau jasanya memenuhi atau melebihi ekspetasi pelanggan. Perusahaan yang mampu memuaskan sebagian besar kebutuhan pelanggannya sepanjang waktu disebut perusahaan berkualitas. Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kualitas merupakan suatu kondisi dasar yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan dalam memenuhi harapan sesuai terhadap spesifikasi yang ada bergantung pada kemampuan untuk menghasilkan kepuasan pelanggan.

2.1.2 Manfaat Kualitas Menurut Edvarsdsson dalam buku Tjiptono dan Chandra (2011:171), produktivitas biasanya selalu dikaitkan dengan kualitas dan profitabilitas. Meskipun demikian ketiga konsep tersebut memiliki penekanan yang berbeda-beda : 1) Produktivitas menekankan pemanfaatan (utilisasi) sumber daya, yang seringkali di ikuti dengan penekanan biaya dan rasionalisasi modal. Fokus utamanya terletak pada produksi/operasi. 2) Kualitas lebih menekankan aspek kepuasan pelanggan dan pendapatan. Fokus utamanya adalah customer utility.

3) Profitabilitas merupakan hasil dari hubungan antara penghasil (income), biaya dan modal yang digunakan

Perspektif tradisional seringkali hanya berfokus pada pencapaian produktivitas dan profitabilitas dengan mengabaikan aspek kualitas. Hal ini bisa mengancam survivabilitas jangka panjang perusahaan. Dalam konteks kompetisi global di era pasar bebas ini, setiap perusahaan harus bersaing dengan para pesaing lokal dan global. Peningkatan intensitas kompetisi menuntut setiap perusahaan untuk selalu memperhatikan dinamika kebutuhan, keinginan dan preferensi pelanggan serta berusaha memenuhinya dengan cara-cara yang lebih efektif dan efisien dibandingkan para pesaingnya. Kualitas berkaitan erat dengan kepuasan pelanggan. Kualitas memberikan dorongan khusus bagi para pelanggan untuk menjalin ikatan relasi saling menguntungkan dalam jangka panjang dengan perusahaan. Ikatan emosional semacam ini memungkinkan perusahaan untuk memahami dengan seksama harapan dan kebutuhan spesifik pelanggan. Selain itu, perusahaan juga dapat meningkatkan pangsa pasarnya melalui pemenuhan kualitas yang bersifat customer – driven yang akan memberikan keunggulan harga dan customer value. Customer value merupakan kombinasi dari manfaat dan pengorbanan yang terjadi apabila pelanggan menggunakan suatu barang atau jasa guna memenuhi kebutuhan tertentu. Jika kualitas yang dihasilkan superior dan pangsa pasar yang dimiliki besar, maka profitabilitasnya terjamin, adapun manfaat dari superior meliputi : 1) Loyalitas pelanggan lebih besar 2) Pangsa pasar lebih besar 3) Harga saham lebih tinggi 4) Harga jual produk / jasa lebih tinggi 5) Produktivitas lebih besar

B. JASA Pengertian Jasa Jasa mempunyai banyak arti, mulai dari pelayanan sampai jasa sebagai suatu produk. Kotler (2002:476) memberikan pengertian jasa sebagai setiap tindakan atau unjuk kerja yang ditawarkan oleh salah satu pihak kepada pihak lain dan tidak menyebabkan perpindahan kepemilikan apapun. Jasa dapat terikat dengan fisik produk yang dihasilkan, dapat pula tidak. Stanton (2002:486) mengemukakan bahwa jasa merupakan sesuatu yang tidak berwujud, yang dapat memberikan kepada konsumen karena dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan

sedangkan Zeithaml dan Bitner dalam Yazid (1999:2) mengemukakan bahwa jasa mencakup semua aktivitas ekonomi yang outputnya bukanlah produk atau instruksi fisik, yang secara umum konsumsi dan produksinya dilakukan pada waktu yang sama, dan nilai tambah yang diberikan dalam bentuk yang secara prinsip intangible bagi pembeli pertamanya. Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa jasa adalah bagian dari produk yang tidak berwujud, dapat memuaskan kebutuhan dan keinginan manusia melalui proses nilai tambah.1

Sistem Penyampaian Jasa Lovelock (2002 : 69), menyatakan bahwa sebagai suatu sistem, bisnis jasa terdiri atas sistem operasi jasa dan sistem penyampaian jasa. Sistem operasi jasa yang merupakan suatu sub sistem untuk memproses input dan membuat elemen-elemen jasa, dengan demikian sistem operasi jasa adalah bagian dari sistem jasa total. Bagian ini terdiri dari 2 bagian yaitu bagian yang langsung berhubungan dengan pelanggan sehingga tidak terlihat oleh pelanggan dan sering disebut back office. Bagian ini lebih banyak berfungsi sebagai pendukung bidang teknik. Sistem penyampaian jasa (service delivery system) adalah bagian dari sistem jasa total dimana pengolahan dari elemen-elemen jasa berpindah tempat dan hasil produknya diberikan kepada pelanggan. Sistem ini tidak hanya mencakup bagian yang tampak dari sistem operasi jasa tetapi juga meliputi hubungan dengan pelanggan. Yazid (1999:16) mengemukakan bahwa sistem penyampaian jasa mencakup kapan, dimana, dan bagaimana jasa disajikan pada konsumen, mencakup elemen-elemen yang dapat dilihat dari sistem operasi (peralatan pendukung dan personel), juga mencakup display kepada konsumen lain. Sistem penyampaian jasa berhubungan dengan bilamana, dimana dan bagaimana jasa diserahkan kepada pelanggan .1 Desain Sistem Penyampaian Jasa Desain sistem penyampaian jasa merupakan suatu proses diawali dengan menetapkan tujuan jasa sebagai langkah awal yang menjadi pedoman dalam identifikasi, evaluasi dan pemilihan alternatif. Tjiptono dan Chandra (2005:76-77) mengemukakan bahwa desain penyampaian jasa meliputi aspek lokasi fasilitas, tata letak fasilitas, desain pekerjaan, keterlibatan pelanggan, pemilihan peralatan dan manajemen kapasitas jasa. Mudie dan Cottam dalam Tjiptono dan Chandra (2005:82-83) mengemukakan keputusan desain penyampaian jasa mempertimbangkan faktor kontak pelanggan, bauran jasa, lokasi konsumsi jasa, desain fasilitas dan aksesori jasa, teknologi, karyawan, struktur organisasi, informasi, manajemen permintaan dan penawaran, prosedur dan pengendalian.1

Saluran Distribusi Jasa Keputusan sistem penyampaian jasa yang merupakan keputusan distribusi sebagai bauran pemasaran bertujuan untuk memilih saluran distribusi yang akan mengoptimalkan posisi dalam meraih keuntungan jangka panjang. Efektivitas saluran distribusi jasa tidak terlepas dari sistem penyampaian jasa yang diterapkan perusahaan.1 1) Availability merupakan suatu faktor yang berkaitan dengan ketersediaan ataupun kemudahan untuk memperoleh jasa, memperoleh sarana pendukung, menghubungi petugas serta segala sesuatu yang dibutuhkan konsumen dalam rangka mengkonsumsi jasa tersebut 2) Convenience merupakan kenyamanan yang diperoleh pelanggan pada saat mengkonsumsi jasa beserta pendukung lainnya 3) Attractiveness, merupakan faktor seberapa menariknya sistem penyampaian jasa yang disiapkan oleh pemasar, baik dukungan fisik yang ada maupun penampilan petugas pelayanan.

Selanjutnya Lovelock (2002 : 69) juga menyatakan bisnis jasa juga dapat dilihat sebagai suatu sistem yang meliputi bagian yang bisa dilihat oleh konsumen (front office) dan tidak bisa dilihat oleh konsumen (back office). Pada bagian front office terdapat dua subsistem yaitu physical support dan contact personnel. Physical Support berupa dukungan dan bukti fisik sedangkan contact personnel berupa hubungan dengan pelanggan melalui petugas pelayanan. Kedua subsistem dalam front office terkait satu sama lannya. Konsumen akan selalu membandingkan jasa yang diterimanya dengan jasa lain yang pernah diterimanya. Parasuramana, et al dalam Tjiptono (2008:26) mengemukakan bahwa dalam mengevaluasi jasa, konsumen menggunakan atribut yaitu : 1. Bukti langsung, meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai dan sarana komunikasi 2. Keandalan, kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat dan memuasakan 3. Daya tanggap, keinginan karyawan untuk membantu pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap 4. Jaminan, mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki karyawan 5. Empati, kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, perhatian pribadi dan memahami kebutuhan pelanggan.1

C. KUALITAS JASA Pelayanan yang unggul adalah suatu sikap atau cara karyawan dalam melayani pelanggan secara memuaskan (Elhaitammy dalam Tjiptono, 1996). Dalam hal ini terdapat empat unsur pokok dalam kualitas jasa (pelayanan), yaitu kecepatan, ketepatan, keramahan, dan kenyamanan. Keempat komponen tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh. Artinya jika salah satu dari empat unsur tersebut kurang atau tidak ada, maka kualitas pelayanan menjadi tidak unggul. Untuk itu, agar dicapai tingkat kualitas pelayanan yang unggu, setiap karyawan harus memiliki ketrampilan tertentu. Seperti berpenampilan yang baik dan sopan, bersikap ramah, bergairah kerja menguasai tugas dan pekerjaannya/bertindak profesional, mampu berkomunikasi dengan baik, dan seterusnya. Dengan demikian, baik tidaknya suatu jasa/pelayanan tergantung dari kualitas total dari suatu jasa yang diberikan. Menurut Gronroos (dalam Tjiptono, 1996), kualitas total surat jasa terdiri dari tiga komponen utama, yaitu : 1. Technical Quality, yaitu komponen yang berkaitan dengan kualitas keluaran (output) jasa yang diterima pelanggan. Technical Quality dapat diperinci menjadi: a. Search Quality, yaitu kualitas yang dapat dievaluasi oleh pelanggan sebelum membeli. Contoh: harga. b. Experience Quality, yaitu kualitas yang hanya dapat dievaluasi pelanggan setelah membeli atau mengkonsumsi jasa. Contoh: ketepatan waktu, kecepatan layanan, dan kerapian hasil. c. Credence Quality, yaitu kualitas yang sukar dievaluasi pelanggan meskipun telah mengkonsumsi suatu jasa. Contoh: kualitas saat operasi penyembuhan penyakit. 2. Functional Quality, yaitu komponen yang berkaitan dengan kualitas cara penyampaian suatu jasa. 3. Corporate Image, yaitu profil, reputasi, citra umum, dan daya tarik khusus suatu perusahaan.

Sementara itu, menurut hasil identifikasi Parasuraman, Zeithaml & Berry (1985) ada sepuluh faktor utama yang menentukan kualitas jasa, yaitu: 1. Reliability, mencakup dua hal pokok yaitu konsistensi kinerja (performance) dan kemampuan untuk dipercaya (dependabelity). Artinya perusahaan memberikan jasanya secara tepat semenjak saat pertama dan sesuai dengan janjinya (memnuhi janji). 2. Responsiveness, yaitu kemauan atau kesiapan para karyawan untuk memberikan jasa yang dibutuhkan pelanggan.

3. Competence, yaitu setiap orang memiliki ketrampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan agar dapat memberikan jasa/pelayanan tertentu. 4. Access, yaitu meliputi kemudahan untuk dihubungi dan ditemui. Ini mencakup lokasi fasilitas jasa yang mudah dijangkau, waktu menunggu yang tidak terlalu lama, saluran komunikasi yang mudah dihubungi. 5. Courtesy, yaitu meliputi sikap sopan santun, respek, perhatian, dan keramah-tamahan para contact personals. 6. Communication, yaitu memberikan informasi kepada pelanggan dalam bahasa yang dapat mereka pahami, serta selalu mendengarkan saran dan keluhan pelanggan. 7. Credibility, yaitu sifat jujur dan dapat dipercaya. Ini mencakup nama perusahaan, reputasi perusahaan, dan karakteristik pribadi para contact personnels. 8. Security, yaitu aman dari bahaya, risiko, atau keragu-raguan. Ini mencakup keamanan secara fisik, keamanan finansial, dan kerahasiaan. 9. Understanding/Knowing the customer, yaitu usaha untuk memahami kebutuhan peanggan. 10. Tangibles, yaitu bukti fisik dari jasa. Ini dapat berup fasilitas fisik, peralatan yang dipergunakan, atau representatif fisik dari jasa (contoh: kartu kredit).2

Pengukuran dan Penilaian Kualitas Jasa Pada hakikatnya pengukuran kualitas suatu jasa atau produk dapat diperoleh melalui pengukuran atas kepuasan pelanggannya yang ditunjukkan melalui variabel harapan dan kinerja yang dirasakan pelanggan atau perceived performance. (Fandy Tjiptono, 2001:46). Kotler (1997: 95) menjelaskan bahwa jasa dapat diperingkat menurut kepentingan pelanggan (costumer importance) dan kinerja perusahan (company performance). “Namun demikian kualitas jasa lebih sukar didefinisikan, dijabarkan, dan diukur bila dibandingkan dengan kualitas barang. Bila ukuran kualitas dan pengendalian telah lama ada untuk barangbarang berwujud (tangible goods), maka untuk jasaa berbagai upaya telah dan sedang dikembangkan untuk merumuskan ukuran-ukuran semacam itu” (Fandy Tjiptono, 2000:51). Selanjutnya, Parasuraman, et al., (1988:12) mendefinisikan penilaian kualitas jasa sebagai sikap yang berhubungan dengan keunggulan suatu jasa pelayanan, atau pertimbangan konsumen tentang keunggulan secara keseluruhan suatu perusahaan. Demikian pula Wyckof yang melihat keunggulan jasa pelayanan sebagai suatu tingkat kesempurnaan yang diharapkan

dan pengendalian atas kesempurnaan tersebut untuk memenuhi seperangkat keinginan dan kebutuhan pelanggan (Wyckof, dalam Lovelock, 1988:45). Berdasarkan pemahaman diatas dapatlah dikatakan, bahwa pengukuran dan penilaian kualitas jasa tidaklah berbeda, akan tetapi dalam pelaksanaannya agak sukar dibandingkan pada produk fisik. Pada dasarnya inti dari pengukuran dan penilaian kualitas terletak pada dua sisi, yaitu dari sudut pandang konsumen dalam hal ini harapannya, dan disatu sisi terletak pada sudut pandang manajemen perusahaan dalam hal ini kinerja atas kualitas jasa secara keseluruhan. Dengan kata lain, seperti yang dikemukakan oleh Parasuraman, et al. (1985:43) bahwa terdapat dua faktor utama yang mempengaruhi kualitas jasa, yaitu; jasa yang diharapkan (expected service) dan jasa yang dipersepsikan (perceived service). Sejalan dengan pendapat tersebut, menurut Rush, et al. (1996) dalam Fandy Tjiptono, (2000:51-52) bahwa: “Harapan pelanggan dapat berupa tiga tipe. Pertama, will expectation, yaitu tingkat kinerja yang diprediksi atau diperkirakan konsumen akan diterimanya, berdasarkan semua informasi yang diketahuinya. Kedua, should expectation, yaitu tingkat kinerja yang dianggap sudah sepantasnya diterima konsumen. Ketiga, ideal expectation, yaitu kinerja optimum atau terbaik yang diharapkan dapat diterima konsumen”. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Gronroos (1990) dalam Fandy Tjiptono, (2000:51-52) menyatakan bahwa persepsi pelanggan terhadap kualitas total suatu jasa terdiri atas dua dimensi utama. Dimensi pertama, yakni technical quality (outcome dimension) yang berkaitan dengan kualitas output jasa yang dipersepsikan pelanggan. Dan dimensi kedua, yaitu functional quality (process-related dimension) berkaitan dengan kualitas cara penyampaian jasa atau menyangkut proses transfer kualitas teknis, output atau hasil akhir jasa dari penyedia jasa kepada pelanggan. Untuk jelasnya dapat ditunjukkan pada Gambar 1.3

Dalam kebanyakan kasus, pelanggan dapat melihat dan mengetahui perusahaan, sumber daya, dan cara beroperasinya. Sebab itu, citra korporasi dan atau lokal (corporate and/or local image) merupakan faktor utama dalam industri jasa. Faktor tersebut dapat mempengaruhi persepsi terhadap kualitas melalui berbagai cara. Jika penyedia jasa memiliki citra positif di dalam benak pelanggan, kesalahan minor yang terjadi sangat mungkin dimaafkan. Apabila kesalahan kerap terjadi, maka citra positif tersebut akan rusak. Sebaliknya, jika citra organisasi sudah negatif terlebih dahulu, maka pengaruh atau efek dari setiap kesalahan yang dilakukannya kerapkali jauh lebih besar daripada bila citranya positif. Dalam kaitannya dengan persepsi terhadap kualitas, citra dapat dipandang sebagai filter.3

ANALISIS GAP Gap analisys merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk mengevaluasi kinerja karyawan. Gap analisys atau analis kesenjangan juga merupakan salah satu langkah yang sangat penting dalam tahapan perencanaan maupun tahap evaluasi kerja. Metode ini merupakan salah satu metode yang paling umum digunakan dalam pengelolaan manajemen internal suatu lembaga. Secara harfiah “gap” mengidentifikasikan adanya suatu perbedaan (disparity) antara satu hal dengan hal lainnya.4 Gap analisys sering digunakan di bidang manajemen dan menjadi salah satu alat yang digunakan untuk mengukur kualitas pelayanan (quality of service). Bahkan pendekatan ini paling sering digunakan di Amerika Serikat untuk memonitor kualitas pelayanan.4

GAP 3, Gap antara spesifikasi kualitas jasa serta penyampaian jasa (delivery gap). Gap ini berarti bahwa spesifikasi kualitas tidak terpenuhi oleh kinerja dalam proses produksi dan penyampaian jasa. Sejumlah penyebabnya antara lain : spesifikasi kualitas terlalu rumit atau terlalu kaku, para karyawan tidak menyepakati spesifikasi tersebut dan karenanya tidak memenuhinya, spesifikasi tidak sejalan dengan budaya korporat yang ada, manajemen operasi pelayanan yang buruk, kurang memadainya aktifitas internal marketing, serta teknologi dan sistem yang ada tidak memfasilitasi kinerja sesuai dengan spesifikasi. Kurang terlatihnya karyawan, beban kerja terlampau berlebihan, dan standar kinerja tidak dapat dipenuhi karyawan (terlalu tinggi atau tidak realistis) juga bisa menyebabkan tejadinya gap ini. Selain itu mungkin pula karyawan dihadapkan pada standar – standar yang saling bertentangan satu sama lain. Sebagai contoh, para karyawan SPBU diwajibkan untuk melayani pelanggan dengan

jangka waktu yang cepat, tetapi di saat bersamaan, mereka juga harus tetap menjaga akurasi dan ketepatan jumlah pengisian serta melayani keluhan pelanggan.2

Sumber: Parasuraman. (Journal of Marketing vol.49, Fall 1985)

Gambar 2.2 Extended Model of Service Quality

Orientasi Riset Pemassaran Komunikasi Ke Atas

Gap 1

Jenjang Manajemen Komitmen Manajemen Pada Kualitas Layanan Penetapan Tujuan

Gap 2 Standarisasi Tugas Persepsi Terhadap Bukti Fisik Kelayakan Kerja Sama Tim

Reliabilitas Gap 5

Kecocokan Karyawan-

Daya Tanggap (Kualitas Layanan)

Pekerjaan Jaminan Kecocokan TeknologiPekerjaan

Persepsi Terhadap Kendali

Empati

Gap 3

Sistem Pengawasan Penyeliaan Konflik Peran Ambiquitas Peran Komunikasi Horizontal Gap 4 Kecenderungan Untuk Menjanjikan Berlebihan

DAFTAR PUSTAKA

1. Ninin Non Ayu Salmah Analisis Sistem Penyampaian Jasa Pada Toko Buku Gramedia Dan Kharisma Palembang. Jurnal Ekonomi Dan Informasi Akuntansi (Jenius). 3(1). 2017 2. Dhidik Apriyanto. Pengukuran Kinerja Puskesmas Dalam Rangka Peningkatan Layanan Kesehatan Masyarakat. Jurnal Ilmu Sosial. 15(2). November 2016 | Hal. 121136. 3. Thomas Stefanus Kaihatu. Analisa Kesenjangan Kualitas Pelayanan Dan Kepuasan Konsumen Pengunjung Plaza Tunjungan Surabaya. Jurnal Manajemen Dan Kewirausahaan, 10 (1), Maret 2015: 66-83 4. Yoki Muchsam, Falahah, Galih Irianto Saputro. Penerapan Gap Analysis Pada Pengembangan Sistem Pendukung Keputusan Penilaian Kinerja Karyawan. Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2016. Yogyakarta, 17-18 Juni 2016

Related Documents

Gap
May 2020 27
Gap
November 2019 46
Communication Gap
May 2020 16
Gap Boys
November 2019 19
Gap 1
November 2019 20
Funding Gap
November 2019 59

More Documents from ""