Format Laporan.docx

  • Uploaded by: tio hermansyah
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Format Laporan.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,984
  • Pages: 27
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullah wabarrakatuh, Puji dan syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat dan karunia yang dilimpahkan-Nya, maka penyusun dapat menyelesaikan laporan praktikum FDM - 07 ini, meskipun masih terdapat banyak kekurangan. Praktikum sebagai sarana untuk membina kemampuan mahasiswa, sangat berarti bagi penyusun, selain karena praktikum Fenomena Dasar Mesin sebuah mata kuliah pada semester genap di jurusan teknik mesin ITENAS, juga karena dengan praktikum tersebutlah, sehingga penyusun dapat berfikir secara kreatif untuk menganalisa berbagai permasalahan mengenai Percobaan pada Sirip, serta menyusun laporan akhir. Dalam melakukan praktikum dan menyelesaikan laporan akhir ini, penyusun banyak dibantu oleh orang-orang disekitar penyusun, sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan akhir ini dengan baik. Atas bantuan dan segala macam dukungan dari berbagai pihak baik secara moral maupun spiritual, penyusun ucapkan terima kasih. Semoga penulisan Laporan FDM - 07 ini dapat berguna bagi kita semua.

Bandung, Februari 2018

Kelompok

18

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………….i DAFTAR ISI……………………………………………………………………...ii DAFTAR GAMBAR………………………………………………………….....iii DAFTAR TABEL……………………………………………………………......iv DAFTAR GRAFIK………………………………………………………………v

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tujuan Praktikum……………………………………….....………… 1.2. Teori Dasar………………………………………………..………….. 1.3. Instalasi Percobaan………………………………………………….. 1.4. Prosedur Percobaan …………………………………………………

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perpindahan Panas…………………………………………………… 2.1.1. Definisi……………………………………………………………... 2.1.2. Modus Perpindahan Panas………………………………… 2.1.3. Definisi Kalor beserta jenisnya……………………………. 2.1.4. Panas………………………………………………………………. 2.2. Sirip…………………………………………………………………… 2.2.1. Pengertian dan Fungsi……………………………………... 2.2.2. Macam – macam Sirip……………………………………... 2.3. Jenis Aliran…………………………………………………………....

2.4. Bilangan Non Dimensional…………………………………………... 2.4.1. Bilangan Reynold……………………………………........... 2.4.2. Bilangan Nusselt……………………………………………. 2.4.3. Bilangan Grashoff………………………………………….. 2.5. Boundary Layer………………………………………………………

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1. Data Pengamatan…………………………………………………….. 3.2. Pengolahan Data……………………………………………………… 3.3. Tabel Pengolahan Data…………………………………………......... 3.4. Grafik………………………………………………………………….

BAB IV ANALISA BAB V KESIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………….. LAMPIRAN…………………………………………………………………….....

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Instalasi pengujian………………………..………………..………… Gambar 1.1 Macam – macam sirip……………………………………………….. Gambar 1.2 Skema aliran dalam pipa…………………………………………….. Gambar 1.3 Rumus bilangan Reynolds ………………………………………….. Gambar 1.4 Rumus Bilangan Nusselt …………………………………………….. Gambar 1.5 Lapisan Batas Pada Plat ……………………………………………..

DAFTAR TABEL

DAFTAR GRAFIK

BAB I PENDAHULUAN 1.1

Tujuan Praktikum 1. Mengetahui fenomena istribusi temperatur pada sirip silinder horizontal. 2. Mengetahui sejauh mana keakuratan perhitungan dengan metode analiti dapat dicapai. 3. Mengetahui kinerja sirip sebagai alat pelepas panas.

1.2

Teori Dasar Pengujian yang akan dilkukanmeliputi 2 kasus sirip yang mugkin terjadi , yaitu : 1. Sirip mempunyai panjang tertentu dan melepaskn kalor dari ujungnya. 2. Ujung sirip diisolasi sehingga dt/dx=0 pada x=L Dengan perhitungan sistem konduksi – konveksi paa sirip akan diperoleh persmaan-persamaan penting berikut : 

Distribusi temperatur tanpa dimensi Kasus I untuk Batang I ℎ𝐿 𝑇𝑥 − 𝑇∞ cosh 𝑚 (𝐿 − 𝑋) + (𝑚𝑘) sinh 𝑚 (𝐿 − 𝑋) = ℎ𝐿 𝑇𝑠 − 𝑇∞ cosh 𝑚𝐿 + ( ) sinh 𝑚𝑙 𝑚𝑘 Keterangan : Tx

= Temperatur sirip pada jarak X dari dinding sirip

T∞

= temperatur udara sekitar

Ts

= temperatur dasar dinding

hL

= Koefisien konveksi pada permukaan ujung

k

= Koefisien konduksi bahan sirip

L

= Panjang sirip

X

= Jarak titik pengamatan ke dinding pendinginan

H

= Koefisien konveksi permukaan sirip

P

= Keliling sirip

A

= Luas penampang sirip

M

= √𝐾

ℎ𝑝 𝑏 .𝐴

Kasus II untuk Batang II 𝑇𝑥 − 𝑇∞ cosh 𝑚 (𝐿 − 𝑋) = 𝑇𝑠 − 𝑇∞ cosh(𝑚𝐿) 

Laju aliran panas dari sirip : Kasus I ℎ𝐿 ) 𝑐𝑜𝑠ℎ 𝑚𝐿 𝑚𝑘 𝑞 = √𝑃. ℎ. 𝐴. 𝑘 (𝑇𝑠 − 𝑇∞ ) ℎ𝐿 𝑐𝑜𝑠ℎ 𝑚𝐿 + ( ) 𝑠𝑖𝑛ℎ 𝑚𝐿 𝑚𝑘 𝑠𝑖𝑛ℎ 𝑚𝐿 + (

Kasus II 𝑞 = √𝑃. ℎ. 𝐴. 𝑘(𝑇𝑠 − 𝑇∞ ). tanh(𝑚𝐿) 

Menentukan koefisien perpindahan panas konveksi (h) 1. Konveksi bebas -

Temperatur film (Tf) 𝑇𝑓 = (𝑇𝑤 − 𝑇∞ )/2 Dimana :

-

T∞

= temperatur udara lingkungan

Tw

= temperatur rata-rata dinding sirip

Angka Grashof 𝐺𝑟 =

𝑔. 𝛽. (𝑇𝑤 − 𝑇∞ )𝑑 3 𝑣

Keterangan :

-

g

= Gaya gravitasi

β

= Koefisien muai volume = 𝑇

d

= Diameter sirip

v

= Viskositas kinematik (sifat fisik fluida)

1 𝑓

Angka Nuselt (Nu) Persamaan Morgan : 𝑁𝑢 = 𝐶. (𝐺𝑟. Pr)𝑚 Keterangan :

Pr

= Angka Prandtl (sifat fisik fluida)

Harga konstanta C tergantung charga Gr dan Pr, dapat dilihat pada buku teks perpindahan panas. Sifat dievaluasi pada temperatur film Persamaan Churcil dan Chu : 1

0,518(𝐺𝑟. 𝑃𝑟)4

𝑁𝑢 = 0,36 +

9 4

[1 + (0,559/𝑃𝑟)16 ]9 Untuk aliran laminar 10-16
Koefisien perpindahan panas konveksi (h) 𝐻 = 𝑁𝑢. 𝑘/𝑑 Dengan k = konduktivitas termal fluida

2. Konveksi paksa -

koefisien tahunan aliran (Cd) 𝐶𝑑 = 0,9716 + 1,35. 10−3 ∆𝑃𝑛 Keterangan ∆Pn

= beda tekanan anatara udara lingkungan dengan

tekanna udara statik di leher nosel (dalam mm H2O) -

massa jenis udara 𝜌𝑜 = Keterangan : R

-

𝑃𝑜 𝑘𝑔 [ ] 𝑅. 𝑇𝑜 𝑚3

= 287 Nm/kg.K

Po

= Tekanan udara lingkungan [N/m2]

To

= Temperatur udara lingkungan [K]

kecepatan aliran udara di nosel (Vn) 1

2. ∆𝑃𝑛 2 𝑉𝑛 = 𝐶𝑑 [ ] 𝜌𝑜 Dengan ∆Pn dalam N/m2 -

kecepatan aliran udara di ruang uji (V) 𝑉=

𝐴𝑛 𝑉𝑛 𝐴𝑟𝑢

= Luas penampang nosel = 0,1662.10-

Ketarangan : An 2

m2 Aru

= Luas penampang ruang uji =

0,100264 m2 -

bilangan reynold (Re) 𝑅𝑒 =

-

𝑉𝐿 𝑣

bilangan nuselt (Nu) Persamaan Hilpert : 𝑁𝑢 = 𝐶. 𝑅𝑒 𝑛 . 𝑃𝑟 1/3 Dengan konstanta C dan n Re

C

N

0,4-4

0,989

0,330

4-40

0,911

0,380

40-4000

0,683

0,466

4000-40000

0,193

0,618

Sifat dievaluasi pada temperatur film Persamaan Rckert da Drake : 𝑁𝑢 = (0,43 + 0,50 𝑅𝑒 0,5 )𝑃𝑟 0,38 Untuk 1
1

5 4 0,62𝑅𝑒 2 𝑅𝑒 3 𝑅𝑒 8 ]5 𝑁𝑢 = 0,3 + [1 + [ ] 0,4 23 34 282.000 [1 + [ 𝑃𝑟 ] ]

Untuk 102 0,2 Sifat dievaluasi pada temperatur film Persamaan Whitakker :

2

𝑁𝑢 = (0,4𝑅𝑒 0,5 + 0,06𝑅𝑒 3 ) 𝑝𝑟 0,4 [

𝜇∞ 1 ]4 𝜇𝑤

Untuk 40
1.3. INSTALASI PENGUJIAN Pada pengujian ini digunakan perangkat sebagai berikut: Spesimen uji Bahan

: Kuningan

Diameter

: 6,25 mm

Panjang

: 32 cm dan 33 cm

Jarak titik pengamatan

:

Gambar 1 instalasi pengujian Sumber : Modul panduan praktikum fenomena dasar mesin

Alat ukur temperatur Untuk mengetahui temperatur sirip digunakan termokopel tipe K, kemudian termokopel ini dihubungkan dengan termometer termokopel (Omega DP 460) dengan perantaraan terminal selector. Perangkat pembangkit aliran udara Komponen dari perangkat ini dapat dilihat pada gambar. Untuk menghitung kecepatan aliran udara digunakan alat mikromanometer, yaitu untuk mengetahui beda tekanan antara udara luar (lingkungan) dengan tekanan statik udara di leher nosel. Heater Untuk memanaskan dasar sirip, heater ini dihubungkan dengan perantara dimmer ke sumber tegangan agar panas yang dihasilkan heater untuk memanaskan sirip dapat diatur. Pengukuran parameter udara lingkungan Temperatur diukur dengan termometer alkohol sedangkan tekanan ruangan diukur dengan barometer. 1.4. PROSEDUR PENGUJIAN A. Kondisi Konveksi Bebeas 1. Hubungkan heater dan termometer – termokopel ke sumber tegangan. 2. Atur besar masukan daya pada heater, hingga temperatur dasar sirip mencapai temperatur stedi 1000C (gunakan dimmer). 3. Catat semua temperatur pada sirip (gunakan selector untuk memindahkan pengamatan titik uji) 4. Catat temperatur dan tekanan udara lingkungan. B. Kondisi Konveksi Paksa 1. Tutup dengan rapat ruang uji 2. Jalankan fan 3. Lakukan kembali langkah 2, 3, dan 4 pada kondisi konveksi bebas 4. Atur dan catat harga yang ditunjukkan micrometer 5. Ulangi pengujian untuk kecepatan skala yang berbeda

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perpindahan Panas

2.1.1 Definisi Perpindahan panas dapat didefinisikan sebagai berpindahnya energi dari satu daerah ke daerah lainnya sebagai akibat dari beda temperatur antara daerah-daerah tersebut. Ada tiga macam mekanisme perpindahan panas yang berbeda yaitu perpindahan panas secara konduksi, radiasi dan konveksi. Perpindahan panas secara konduksi pada banyak materi dapat digambarkan sebagai hasil tumbukan molekul-molekul. Sementara satu ujung benda dipanaskan, molekul-molekul di tempat itu bergerak lebih cepat. Sementara bertumbukan dengan tetangga mereka yang bergerak lebih lambat, molekul-molekul yang bergerak lebih cepat memindahkan sebagian energi ke molekul-molekul lain, yang lajunya kemudian bertambah. Molekul-molekul ini selanjutnya juga memindahkan sebagian energi mereka ke molekul-molekul lain sepanjang benda tersebut 2.1.2 Modus Perpindahan Panas 1. Konduksi Konduksi adalah perpindahan panas melalui zat padat yang tidak ikut mengalami perpindahan. Artinya, perpindahan kalor pada suatu zat tersebut tidak disertai dengan perpindahan partikel-partikelnya. 2. Konveksi Konveksi adalah perpindahan panas melalui aliran yang zat perantaranya ikut berpindah. Jika partikel berpindah dan mengakibatkan kalor merambat, terjadilah konveksi. Konveksi terjadi pada zat cair dan gas (udara/angin) 3. Radiasi Perpindahan kalor tanpa zat perantara merupakan radiasi. Radiasi adalah perpindahan panas tanpa zat perantara. Radiasi biasanya disertai cahaya 2.1.3 Definisi Kalor Beserta Jenisnya Kalor Adalah Suatu Energi Yang Mudah Diterima Dan Mudah Sekali Dilepaskan Sehingga Dapat Mengubah Temperatur Zat Tersebut

Menjadi Naik Atau Turun. Kalor Juga Bisa Berpindah Dari Satu Zat Ke Zat Yang Lain Melalui Medium Atau Perantara. Misalkan, Dua Buah Zat Yang Memiliki Temperatur Berbeda Dicampurkan Pada Sebuah Wadah. Maka Temperatur Kedua Benda Tersebut Akan Menjadi Sama 1. Kalor Pembentukan (∆Hf) Kalor pembentukan adalah kalor yang menghasilkan atau diperlukan untuk pembentukan 1 mol senyawa dari unsur-unsurnya (unsur yang berupa gas ditulis dengan rumus molekulnya) Contoh : O2, H2, Cl2, Br2 2. Kalor Penguraian (∆Hd) Kalor penguraian adalah kalor yang dihasilkan atau diperlukan untuk menguraikan 1 mol senyawa menjadi unsur-unsurnya. 3. Kalor Pembakaran (∆Hc) Kalor yang dihasilkan atau diperlukan untuk membakar 1 mol zat (unsur /senyawa) 4. Kalor Netralisasi (∆Hn) Kalor netralisasi adalah kalor yang dihasilkan atau diperlukan untuk membentuk 1 mol H2O dari reaksi antara asam dan basa. Kalor netralisasi termasuk reaksi eksoterm karena pada reaksi ini terjadi kenaikan suhu. 5. Kalor Pelarutan (∆Hs) Kalor pelarutan adalah kalor yang dihasilkan atau diperlukan untuk melarutkan 1 mol zat padat menjadi larutan.

2.1.4 Panas

Panas adalah energi yang berpindah akibat perbedaan suhu. Panas bergerak dari daerah bersuhu tinggi ke daerah bersuhu rendah. Setiap benda memiliki energi dalam yang berhubungan dengan gerak acak dari atomatom atau molekul penyusunnya. Energi dalam ini directly proporsional terhadap suhu benda. Ketika dua benda dengan suhu berbeda bergandengan, mereka akan bertukar energi sampai suhu kedua benda tersebut seimbang. 2.2 Sirip Sirip adalah suatu permukaan yang digunakan untuk menghasilkan gaya angkat dan gaya dorong atau untuk mengendalikan arah sewaktu meluncur di air, udara, atau fluida lain. 2.2.1 Pengertian dan Fungsi Sirip adalah sebuah alat untuk membantu proses pendinginan, sehingga waktu yang dicapai pun lebih singkat dan cepat. Fungsi sirip adalah untuk mempercepat laju pelepasan kalor. 2.2.2 Macam – macam Sirip Bentuk sirip dapat dibedakan dalam dua jenis, yaitu sarang labah (cellular) dan tubular. Sedangkan sirip – sirip pendingin lebih dikenal dengan nama tipe sirip plat dan tipe sirip zigzag. Kontruksi radiator yang dipakai bentuk turbular dengan sirip zigzag yang paling banyak dipakai pada kendaraan sekarang.

Gambar 1.1 macam macam sirip Sumber : http:// www.bestinnovativesource.com

(a) sirip longitudinal (memanjang) dengan profil siku-empat. (b) tabung silinder dengan sirip berprofil siku-empat. (c) sirip longitudinal dengan profil trapezoida. (d) sirip longitudinal dengan profil parabola. (e) tabung silinder dengan sirip radial berprofil siku-empat. (f) tabung silinder dengan sirip radial berprofil kerucut terpotong. (g) duri berbentuk silinder (h) duri berbentuk kerucut terpotong. (i) duri berbentuk parabola.

2.3 Jenis Aliran 2.3.1 Aliran laminar dan aliran turbulen Ditinjau dari jenis aliran,dapat diklasifikasikan menjadi aliran laminar dan aliran turbulen. Aliran fliuida dikatakan laminar jika lapisan

fluida bergerak dengan kecepatan yang sama dan dengan lintasan partikel yang tidak memotong atau menyilang, atau dapat dikatakan bahwa aliran laminar di tandai dengan tidak adanya ketidak beraturan atau fluktuasi di dalam aliran fluida. Karena aliran fluida pada aliran laminar bergerak dalam lintasan yang sama tetap maka aliran laminar dapat diamati. Partikel fluida pada aliran laminar jarang dijumpai dalam praktek hidrolika. Sedangkan aliran dikatakan turbulen, jika gerakan fluida tidak lagi tenang dan tunak (berlapis atau laminar) melainkan menjadi bergolak dan bergejolak (bergolak atau turbulen). Pada aliran turbulen partikel fluida tidak membuat fluktuasi tertentu dan tidak memperlihatkan pola gerakan yang dapat diamati. Aliran turbulen hampir dapat dijumpai pada praktek hidrolika. Dan diantara aliran laminar dan turbulen terdapat daerah yang dikenal dengan daerah transisi aliran fluida

Gambar 1.2 Skema Aliran Dalam Pipa https://muhnabil.wordpress.com/2012/06/26/definisi-fluida-danjenis-jenis-aliran-fluida/

Untuk menganalisa kedua jenis aliran ini diberikan parameter tak berdimensi yang dikenal dengan nama bilangan Reynolds (Giles. V, 1984) sebagai berikut: Re = ρ . D . v / μ Dimana :

Re

= Bilangan Reynolds

r m

= massa jenis (kg/m3) = viskositas dinamis (N.s/m2)

D

= Diameter (m)

v

= kecepatan aliran (m/s)

Transisi dari aliran laminar dan aliran turbulen karena diatas bilangan Reynolds yang tertentu aliran laminar menjadi tidak stabil, jika suatu gangguan kecil diberikan pada aliran, pengaruh aliran ini semakin besar dengan bertambahnya waktu. Suatu aliran dikatakan stabil bila gangguan–gangguan diredam. Ternyata bahwa dibawah bilangan Reynolds yang tertentu aliran pipa yang laminar bersifat stabil untuk tiap gangguan yang kecil. Karena transisi terganting pada gangguan-gangguan yang dapat berasal dari luar atau karena kekasaran permukaan pipa,transisi tersebut dapat terjadi dalam selang bilangan Reynolds. Dan telah diketahui bahwa aliran laminar pada kondisi dimana bilangan Reynolds lebih kecil dari 2000 (>2000) dan turbulen jika bilangan Reynolds lebih besar 4000 (>4000). Dan jika bilangan Reynolds berada diantara 2000 dan 4000 adalah merupakan daerah transisi.

2.3.2 Aliran Steady dan Aliran Uniform Aliran disebut steady (tenang) apabila aliran semua tempat disepanjang lintasan aliran tidak berubah menurut waktu. Sedangkan aliran Uniform dapat diartikan sebagai suatu keadaan aliran yang tidak berubah diseluruh ruang. Kedua defenisi ini sering dipakai pada keadaan aliran turbulen dan biasanya dianggap aliran steady yang berarti aliran steady rata-rata.Demikian pula aliran uniform berarti uniform rata-rata.

2.4. Bilangan Non Dimensional 2.4.1 Bilangan Reynold Dalam mekanika fluida, bilangan Reynolds adalah rasio antara gaya inersia (vsρ) terhadap gaya viskos (μ/L) yang mengkuantifikasikan hubungan kedua gaya tersebut dengan suatu kondisi aliran tertentu. Bilangan ini digunakan untuk mengidentikasikan jenis aliran yang berbeda, misalnya laminar , turbulen atau transisi. Namanya diambil dari Osborne Reynolds (1842–1912) yang mengusulkannya pada tahun 1883. Bilangan Reynold merupakan salah satu bilangan tak berdimensi yang paling penting dalam mekanika fluida dan digunakan, seperti halnya dengan bilangan tak berdimensi lain, untuk memberikan kriteria untuk menentukan dynamic similitude. Jika dua pola aliran yang mirip secara geometris, mungkin pada fluida yang berbeda dan laju alir yang berbeda pula, memiliki nilai bilangan tak berdimensi yang relevan, keduanya disebut memiliki kemiripan dinamis. Rumus bilangan Reynolds umumnya adalah sebagai berikut:

Gambar 1.3 Rumus bilangan Reynolds http://turmudikemiri.blogspot.com/2016/01/bilangan-reynoldsreynolds-number-dan.html

Dimana: Re–bilangan renolds U – kecepatan fluida, d – diameter pipa, μ – viskositas absolut fluida dinamis, ν – viskositas kinematik fluida: ν = μ / ρ, ρ – kerapatan (densitas) fluida. Misalnya pada aliran dalam pipa, panjang karakteristik adalah diameter pipa, jika penampang pipa bulat, atau diameter hidraulik, untuk penampang tak bulat. Dilihat dari kecepatan aliran, dapat diasumsikan/dikategorikan sbb: -

Aliran laminar bila aliran tersebut mempunyai bilangan Re kurang dari 2000,

-

Aliran transisi berada pada pada bilangan Re (2000 - 4000 )biasa juga disebut sebagai bilangan Reynolds kritis, sedangkan

-

Aliran turbulen mempunyai bilangan Re lebih dari 4000.

2.4.2 Bilangan Nusselt Bilangan Nusselt adalah rasio pindah panas konveksi dan konduksi normal terhadap batas dalam kasus pindah panas pada permukaan fluida; bilangan Nusselt adalah satuan tak berdimensi yang dinamai menggunakan nama Wilhelm Nusselt. Komponen konduktif diukur di bawah kondisi yang sama dengan konveksi dengan kondisi fluida stagnan atau tidak bergerak. Aliran panas konduksi dan konveksi sifatnya sejajar satu sama lainnya dan terhadap permukaan normal terhadap bidang batas, sehingga di mana:

Gambar 1.4 Rumus Bilangan Nusselt http://dioersaputra.blogspot.com/2013/11/bilangan-reynoldsbilangan-nusselt.html

L = panjang karakteristik kf = konduktivitas termal fluida h = koefisien pindah panas konvektif Pemilihan panjang karakteristik harus searah dengan ketebalan dari lapisan batas. Contoh dari panjang karakteristik misalnya diameter terluar dari silinder pada aliran yang mengalir di luar silinder, tegak lurus terhadap aksis silinder. Selain itu, panjang papan vertikal terhadap konveksi alami yang bergerak ke atas dan diameter bola yang berada di dalam aliran konveksi juga merupakan panjang karakteristik. Untuk bangun yang lebih rumit, panjang karakteristik bisa dihitung dengan membagi volume terhadap luas permukaannya.

Untuk konveksi bebas, rataan bilangan Nusselt dinyatakan sebagai fungsi dari bilangan Rayleigh dan bilangan Prandtl. Dan untuk konveksi paksa, rataan bilangan Nusselt adalah fungsi daribilangan Reynolds dan bilangan Prandtl. Hubungan empiris untuk berbagai geometri terkait konveksi menggunakan bialangan Nusselt didapatkan melalui eksperimen. Pindah massa terkait dengan bilangan Nusselt adalah bilangan Sherwood.

2.4.3

Bilangan Grashoff Bilangan Grashof adalah perbandingan gaya-apung terhadap gaya fiskos. Bilangan grashof termasuk termasuk bilangan tak berdimensi. Bilangan grashof menunjukkan gaya angkat yang terjadi pada zat cair 𝐺𝑟 = 𝑔𝛽∆𝑇𝐷3 /𝑣 2 Keterangan :

2.5

Gr

= bilangan grashoff

β

= koefisien suhu pemuaian volume (1/F)

g

= percepatan gravitasi (ft/s2)

D

= Diameter pipa (ft)

∆T

= perbedaan temperatur (F)

v

= viskositas kinematik (ft2/s)

Boundary Layer Lapisan batas (Boundary Layer) didefiniskan sebagai daerah aliran yang

tipis di dekat permukaan dimana aliran diperlambat oleh pengaruh gesekan antara permukaan dengan aliran. Misal jika ada sebuah aliran di atas plat, semakin jauh

aliran tersebut akan terbentuk daerah diaman gaya viskos makin meningkat.gaya viskos biasanya diterangkan dengan tegangan geser antara lapisan-lapisan fluida. Lapisan batas terbagi menjadi tiga daerah yakni lapisan batas laminar, daerah transisi dan lapisan batas turbulen.lapisan batas pada plat dapat digambaikan seperti pada Gambar 2.5.1. Pada permulaan, pembukan lapisan batas itu laminar, tetapi pada suatu jarak kritis bergantung dari medan aliran dan sifat-sifat fluida, gangguan-gangguan kecil kecil pada aliran itu membesar dan mulailah terjadi proses transisi hingga aliran menjadi turbulen. Aliran turbulen ini fluida bergerak ke segala arah.

Gambar 1.5 Lapisan Batas Pada Plat Sumber : Principles of Heat Transfer By Kreith 7 Ed.pdf

BAB III PEMBAHASAN

DAFTAR PUSTAKA Amin,

Epik.

2015.

Proses

Pengefraisan.

Diunduh

dari

http://epickamind27.blogspot.co.id (diakses tanggal 12 Maret 2018). April,

Ika.

2014.

Mesin

Sekrap.

Diunduh

dari

http://ikaapriliaayu.blogspot.co.id (diakses tanggal 12 Maret 2018). Dian, Apolonarius. 2013. Prinsip Kerja Mesin Frais. Diunduh dari http://apolonariusdian88.blogspot.co.id (diakses tanggal 12 Maret 2018). Gian. 2016. Macam-Macam Roda Gigi dan Fungsinya. Diunduh dari https://mechanical-engineering19.blogspot.co.id (diakses tanggal 12 Maret 2018). Kristo.

2014.

Macam-Macam

Proses

Mesin

Frais.

Diunduh

dari

http://machiningtool.blogspot.co.id (diaksess tanggal 12 Maret 2018). Nasution,

Harisyah.

2014.

Mesin

Frais.

Diunduh

dari

http://harisyahptm.blogspot.co.id (diakses tanggal 12 Maret 2018). Nurcahyo.

2014.

Klasifikasi

Proses

Frais.

Diunduh

dari

http://ncahyoo.blogspot.co.id (diakses tanggal 12 Maret 2018). Pusat Lingkaran. 2016. Jenis-Jenis Pisau Frais. Diunduh dari http://pusatlingkaran.blogspot.co.id (diakses tanggal 12 Maret 2018). Tim Asisten. 2018. Panduan Praktikum Proses Karya Manufaktur. Bandung: ITENAS.

LAMPIRAN

Related Documents

Format
October 2019 65
Format
July 2020 39
Format
May 2020 46
Format
November 2019 63
Format
November 2019 67
Format
June 2020 40

More Documents from ""

Format Laporan.docx
June 2020 7
Tugas Magang 1.docx
December 2019 25
Apd.docx
May 2020 20
Soal Sakti Remed Farma.docx
December 2019 33
Cover.doc
June 2020 12