BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Obat adalah suatu bahan atau paduan bahan-bahan yang dimaksudkan untuk digunakan dalam menetapkan diagnosis, mencegah, mengurangkan, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan badaniah dan rohaniah pada manusia atau hewan untuk memperelok atau memperindah badan atau bagian badan manusia (Anief, Moh, 2008:13). Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau bersamasama dalam suatu organisasi untuk memelihara daa meningkatkan kesehatan, mencegah, dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan, baik perorangan, keluarga, kelompok ataupun masyarakat. Pelayanan kesehatan meliputi pelayanan kefarmasian yang merupakan bagian dari sistem kefarmasian pelayanan kesehatan termasuk didalamnya pelayanan kefarmasian di rumah sakit merupakan unit pelaksanaan teknik dinas kesehatan kabupaten ataupun kota (Kemenkes, 2016). Pelayanan kefarmasian adalah salah satu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi, untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Peraturan menteri mulai berlaku bagi rumah sakit, penyelenggaraan pelayanan kefarmasian secara terbatas dilakukan oleh tenaga kefarmasian atau tenaga kesehatan lainnya ditugaskan oleh kepala dinas kesehiatan kabupaten atau kota. Pelayanan kefarmasian secara terbatas meliputi:
1
2
1. Pengelolaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai 2. Pelayanan resep berupa peracikan obat, penyerahan obat, dan pemberian informasi obat (Kemenkes, 2016). Pelayan informasi obat yang kurang diberikan oleh petugas farmasi disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: sumber daya manusia (SDM) yang kurang memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk penyampaian informasi obat kepada pasien, dan keramahan petugas, kepedulian petugas atas keluhan pasien, dan ketelitian petugas fasilitas pelayanan kefarmasian pada saat bekerja sehingga menyebabkan tingkat pelayanan informasi obat belum mencapai sasaran yang baik (Depkes RI, 2008:6). Salah satu penelitian yang telah dilakukan Linda Suryandari(2005), informasi obat untuk pasien di apotek kota Surakarta, diperoleh kesimpulan petugas apotek sudah berkualitas dalam memberikan informasi resep dan obat yang meliputi kejelasan cara pakai obat, penjelasan tentang efek samping obat, kotra indikasi, kegunaan obat, harapan jika diminum teratur, informasi obat kepada ibu hamil dan menyusui, cara obat bagi bayi dan anak, etiket yang mudah dibaca, cara menyimpan obat, informasi yang sesuai dengan kebutuhan pemakai dan petugas apotek bersedia memberi informasi obat terhadap konsumen disaat membutuhkannya, serta memberi penjelasan bahwa obat yang diberikan sudah benar. Berdasarkan survei awal penulis secara pengamatan langsung di RSUD Dr.Fauziah Bireuen Kabupaten Bireuen berupa kegiatan pemberian obat oleh petugas sewaktu obat diserahkan kepada pasien, petugas hanya memberikan penyampaian berapa kali sehari obat tersebut diminum, dan untuk lainnya petugas hanya memberikan informasi obat jika pasien bertanya.
3
Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul βTINJAUAN PEMBERIAN INFORMASI OBAT DI RSUD DR.FAUZIAH BIREUEN KABUPATEN BIREUENβ. 1.2 PERUMUSAN MASALAH Adapun tujuan yang dicapai melalui penelitian ini adalah bagaimana pemberian informasi obat di RSUD Dr. Fauziah Bireuen Kabupaten Bireuen. 1.3 TUJUAN PENELITIAN Adapun tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah untuk mengetahui pemberian obat di instalasi farmasi rawat jalan RSUD Dr.fauziah Bireuen Kabupaten Bireuen. 1.4 MANFAAT PENELITIAN 1.4.1 Untuk Penulis Dapat digunakan untuk menambah pengetahuan dan pengalaman dalam melakukan penelitian serta dapat memperoleh informasi tentang pemberian informasi obat di RSUD Dr.Fauziah Bireuen Kabupaten Bireuen. 1.4.2 Untuk Akademik Dapat menjadi referensi bagi peneliti yang tertarik dengan masalah pelayanan informasi obat di rumah sakit. 1.4.3 Untuk Rumah Sakit Dapat menjadi bahan masukan untuk menetapkan kebijakan dalam upaya peningkatan mutu pelayanan farmasi dan meningkatkan upaya pencapaian hasil kerja yang lebih baik.
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelayanan Kesehatan Menurut Permenkes 2016 pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah, dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan, baik perorangan, dan keluarga. 2.2 Bentuk-bentuk Pelayanan Menurut Moenir A.S(2006) layanan umum yang dilakukan oleh siapapun, bentuknya tidak terlepas dari tiga macam yaitu: 2.2.1 Pelayanan dengan lisan Layanan dengan lisan dilakukan oleh petugas-petugas yang berhubungan dengan masyarakat. Tugasnya memberikan penjelasan atau keterangan kepada siapapun yang memerlukan, dan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pelaku pelayanan yaitu: 1. Memahami dengan benar-benar masalah yang termasuk dalam bidang tugasnya. 2. Memberikan penjelasan apa yang perlu dengan lancar, singkat akan tetapi cukup jelas. 3. Tidak melayani orang yang ingin sekedar mengobrol dengan cara sopan pada saat dinas. 2.2.2 Pelayanan Melalui Tulisan Pelayanan melalui tulisan terdiri atas dua, yaitu:
5
1. Pelayanan berupa petunjuk, informasi dan sejenis diajukan pada orang yang berkepentingan, agar memudahkan mereka dalam berurusan dengan instalasi. 2. Pelayanan berupa reaksi tertulis atau pemohon, laporan, keluhan, pemberian atau penyerahan, pemberitahuan dan lain sebagainya. 2.2.3 Pelayanan Melalui Perbuatan Pada umumnya layanan dalam bentuk perbuatan dilakukan oleh petugas-petugas tingkat menengah bawah, karna faktor keahlian dan keterampilan petugas sangat menentukan terhadap hasil perbuatan atau pekerjaan. 2.3
Pelayanan Kefarmasian Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab
kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien (Permenkes 74, 2016). 2.3.1 Pengaturan standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit bertujuan untuk: a. Meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian; b. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian; c. Melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety). 2.4 Pelayanan Informasi Obat Pelayanan informasi obat merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh apoteker untuk memberikan informasi secara akurat, jelas dan terkini kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien (Permenkes 74, 2016). Pelayanan informasi obat harus benar, jelas, mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana dan terkini sangat diperlukan dalam upaya penggunaan obat yang rasional oleh pasien. Sumber informasi obat adalah Buku Farmakope Indonesia, Informasi Spesialite Obat
6
Indonesia (ISO), Informasi Obat Nasional Indonesia (IONI), Farmakologi dan Terapi, serta buku-buku lainnya. Informasi obat juga dapat diperoleh dari setiap kemasan atau brosur obat yang berisi: a. Nama dagang obat jadi b. Komposisi c. Bobot, isi atau jumlah tiap wadah d. Dosis pemakaian e. Cara pemakaian f. Khasiat atau kegunaan g. Kontra indikasi (bila ada) h. Tanggal kadaluarsa i. Nomor ijin edar/nomor registrasi j. Nomor kode produksi k. Nama dan alamat industri (Depkes RI, 2006)
2.4.1 Tujuan: 1. Menyediakan informasi obat kepada tenaga kesehatan lain di lingkungan puskemas, pasien, dan masyarakat. 2.
Menyediakan informasi untuk kebijakan yang berhubungan dengan obat (contoh: kebijakan permintaan obat oleh jaringan dengan mempertimbangkan stabilitas, harus memiliki alat penyimpanan yang memadai).
3.
Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatan melalui telepon, surat atau tatap muka.
2.4.2 Sumber informasi obat Sumber informasi obat meliputi;
7
a. Dokumen yang mencakup pustaka farmasi dan kedokteran,terdirin dari majalah ilmiah,laporan penelitian,dan farmakope. b. Fasilitas mencakup fasilitas informasi obat terkomputerasi, internet, perpustakan dan lain lain. c. Lembaga mencakup industri farmasi, pusta informasi obat, pendidikan, tinggi farmasi, organisasi profesi/apoteker (Depkes RI, 2008). 2.5 Pemberian Informasi Obat Berdasarkan Permenkes RI No 74 tahun 2016 tentang standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit, pemberian informasi obat merupakan kegiatan pelayanan yang dimulai dari tahap menyiapkan atau meracik obat, memberikan label atau etiket, menyerahkan sediaan farmasi dengan informasi yang memadai disertai pendokumentasian Tujuan pemberian informasi obat: a. Pasien memperoleh obat sesuai dengan kebutuhan klinis atau pengobatan. b. Pasien memahami tujuan pengobatan dan memenuhi instruksi pengobatan. 2.6 Informasi Obat Kepada Pasien Berdasarkan Depkes RI tentang informasi obat yang diperlukan pasien meliputi : 2.6.1 Waktu Penggunaan Obat Misalnya berapa kali obat digunakan dalam sehari, apakah di waktu pagi, siang, sore, atau malam. Dalam hal ini termasuk apakah obat diminum sebelum atau sesudah makan. 2.6.2 Lama Penggunaan Obat Apakah selama keluhan masih ada atau harus dihabiskan meskipun sudah terasa sembuh. Obat antibiotika harus dihabiskan untuk mencegah timbulnya resistensi.
8
2.6.3 Cara Penggunaan Obat Cara penggunaan obat yang benar akan menentukan keberhasilan pengobatan. Oleh karena itu pasien harus mendapat penjelasan mengenai cara penggunaan obat yang benar terutama untuk sediaan farmasi tertentu seperti obat oral, obat tetes mata, salep mata, obat tetes hidung, obat semprot hidung, tetes telinga, suppositoria dan krim/salep rektal dan tablet vagina. Ada beberapa obat yang memerlukan cara penggunaan khusus diantaranya: a. Obat yang harus dikunyah terlebih dahulu. Contohnya: Antasida b. Obat yang tidak boleh dikunyah atau pecah. Contohnya: tablet sublingual yang digunakan dibawah lidah dan dibiarkan melarut, dan obat salut enterik untuk mencegah pecah di lambung atau dapat mengiritasi lambung. c. Obat yang dilarutkan terlebih dahulu dengan air seperti obat sirup/ suspensi kering terlebih dahulu ditambahkan air, kocok selama 30 detik. d. Obat yang halus dioleskan dengan tipis pada kulit untuk meningkatkan efektifitasnya, misal salap e. Supossittoria Cara penggunaan supossitoria adalah: Suppossitoria dikeluarkan dari kemasan kemudian di basahi dengan air, penderita berbaring dengan posisi miring dengan kaki atas mengarah keperut dan masukkan suppositoria dengan jari sampai supossitoria masuk ke otot spchinter rectum sekitar satu inchi, berbaringlah selama 15 menit untuk menghindari supossitoria keluar. Jika suppositoria terlalu lembek untuk dimasukkan maka sebelum digunakan sediaan ditempatkan dalam lemari pendingin selama 30 menit, kemudian ditempatkan pada air
9
mengalir sebelum dibuka setelah penggunaan supossitoria tangan di cuci bersih. f. Obat Tetes Mata Cara penggunaannya cuci tangan dengan sabun kemudian buka tutup botol tetes mata, kepala ditengadahkan dengan jari telunjuk kelopak mata bagian bawah ditarik kebawah untuk membuka kantung konjungtiva, teteskan kedalam konjungtiva sebanyak satu tetes, mata ditutup sampai 30 detik. g. Salap Mata Cara penggunaan dengan mencuci tangan memakai sabun, kepala ditengadahkan dengan jari telunjuk kelopak mata bagian bawah ditarik kebawah untuk membuka kantung konjungtiva, tube salap mata ditekan sehingga salap masuk kedalam kantung konjungtiva, mata ditutup 1-2 menit, tulis tanggal sediaan salap mata saat kemasan pertama kali dibuka dan jangan digunakan bersamaan dengan obat tetes mata tunggu selang waktu 5 menit. h. Obat Tetes Telinga Cara penggunaannya adalah cuci tangan dengan sabun, bersihkan bagian luar telinga dengan cutton bud, penderita berbaring miring dengan telinga yang akan ditetesi obat, agar mudah ditetesi maka daun telinga ditarik keatas dan kebelakang. Kemudian obat diteteskan dan dibiarkan 15 menit. 2.6.4 Indikasi Obat Petugas memberikan informasi mengenai khasiat atau kegunaan dari suatu obat tertentu. 2.6.5 Efek Samping
10
Efek yang akan timbul dari penggunaan obat yang akan dirasakan, misalnya berkeringat, mengantuk, kurang waspada, tinja berubah warna, air kencing berubah warna dan sebagainya. Hal-hal lain yang mungkin timbul, misalnya efek samping obat, interaksi obat dengan obat lain atau makanan tertentu, dan kontraindikasi obat tertentu dengan diet rendah kalori, kehamilan, dan menyusui. 2.6.6 Cara Penyimpanan Obat Penyimpanan obat secara umum adalah: a. Ikuti petunjuk penyimpanan pada label kemasan. b. Simpan obat dalam kemasan asli dan dalam wadah tertutup rapat. c. Simpan obat pada suhu kamar dan hindari sinar matahri langsung. d. Jangan menyimpan obat ditempat panas atau lembab. e. Jangan menyimpan obat bentuk cair dalam lemari pendingin agar tidak beku, kecuali jika tertulis pada etiket obat. f. Jangan menyimpan obat yang telah kadaluarsa atau rusak. g. Jangan meninggalkan obat di dalm mobil untuk jangka waktu lama. h. Jauhkan obat dari jangkauan anak-anak. 2.7 Rumah Sakit Rumah sakit adalah pelaksana teknis yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu daerah 2.8.1 Fungsi Rumah Sakit Rumah sakit mempunyai fungsi sebagai berikut: 1. Rumah sakit pembangunan kesehatan masyarakat di suatu daerah 2. Membina peranan serta masyarakat di daerah dalam rangka meningkatkan kemampuan untuk hidup sehat.
11
3. Memberi pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat. 2.8.2 Tugas Pokok Rumah Sakit Berdasarkan
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
no.159b/MENKES/PER/1988 tentang Rumah Sakit bahwa tugas Rumah Sakit melaksanakan Pelayanan Kesehatan dengan mengutamakan kegiatan penyembuhan penderita dan pemulihan keadaan cacat badan dan jiwa yang dilaksanakan secara terpadu dengan upaya peningkatan (promotif) dan pencegahan (preventif) serta melaksanakan upaya kesehatan rujukan. 2.8.3 Standar Pelayanan Kefarmasian Rumah Sakit Standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit bertujuan : 1. Meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian 2. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian, dan 3. Melindungi pasien dan masyrakat dari penggunaan obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien. Standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit meliputi: 1. Pengelolaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai 2. Pelayanan farmasi klinik (Permenkes 74,2016) 2.8.4
Pengertian Apoteker dan Tenaga Medis Kefarmasian Berdasarkan PMK No.74 tahun 2016, apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker. Tenaga teknis kefarmasian adalah tenaga yang membantu apoteker dalam menjalani pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas sarjana farmasi, ahli madya farmasi, analis farmasi.
12
2.8 Kerangka Konsep Kerangka konsep penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep suatu hubungan dengan konsep lainnya dari masalah yang ingin di teliti (Notoatmojo,2010:43) kerangka konsep penelitian merupakan beberapa factor yang berhubungan dengan pelayanan informasi berdasarkan teori-teori yang telah penulis kemukakan. Maka dapat dibuat kerangka konsep sebagai berikut :
Variabel Independen
Variabel Dependen
Waktu Penggunaan Obat Lama Penggunaan Obat Cara Penggunaan Obat
Pemberian Informasi Obat
Indikasi Obat Efek Samping Penyimpanan Obat
1.
Variabel penelitian a. Variabel Independen ( Variabel Bebas ) Adalah variabel bebas atau yang mempengaruhi variabel dependen, antara lain waktu penggunaan obat, lama penggunaan obat, cara penggunaan obat, indikasi obat, efek samping obat, cara penyimpanan obat.
b. Variabel Dependen ( Variabel Terikat ) Adalah tergantung atau terpengaruh yakni variabel yang diperoleh variabel independen atau variabel bebas, yang
13
2. Definisi Operasional Definisi operasional adalah untuk mengarahkan atau pengamatan variabel-variabel yang bersangkutan serta pengembangan instrumen (alat ukur) NO 1
Variabel Waktu penggunaan obat
Definisi Operasional
Alat Ukur
Cara Ukur
Hasil Ukur
Petugas memberitahukan Check Observasi 0 (TS) misalnya berapa kali list 1-33 obat digunakan dalam (MTS) sehari, apakah di waktu pagi, siang, sore atau 34-66 malam. Dalam hal ini (AS) termasuk apakah obat diminum sebelum atau 67sesudah makan 99(MS)
Skala Ukur Rasio
100(S) 2
Lama Penggunaan Obat
Petugas memberitahukan Check Observasi 0 (TS) apakah selama keluhan list 1-33 masih ada atau harus (MTS) dihabiskan meskipun sudah terasa sembuh. 34-66 Obat antibiotika harus (AS) dihabiskan untuk mencegah timbulnya 67resistensi 99(MS)
Rasio
100(S) 3
Cara penggunaan obat
Petugas memberitahukan Check Observasi 0 (TS) cara penggunaan obat list 1-33 yang benar akan (MTS) menentukan keberhasilan pengobatan 34-66 (AS)
Rasio
6799(MS) 100(S) 4
Indikasi Obat
Petugas memberikan Check Observasi 0 (TS) informasi mengenai list 1-33 khasiat atau kegunaan (MTS) dari suatu obat tertentu 34-66
Rasio
14
(AS) 6799(MS) 100(S)
5
Efek obat
samping Petugas Check Observasi memberitahukan list informasi mengenai efek yang tidak dikehendaki dalam penggunaan obat, misalnya berkeringat, mengantuk, tinja berubah warna urin berubah warna.
0 (TS)
Rasio
1-33 (MTS) 34-66 (AS) 6799(MS) 100(S)
6
Penyimpanan obat
Petugas memberitahukan Check Observasi informasi mengenai cara list penyimpanan obat seperti: a. Obat yang di simpan pada suhu kamar b. Obat yang harus terhindar dari sinar matahari Supossitoria yang harus disimpan pada lemari pendingin
0 (TS) 1-33 (MTS) 34-66 (AS) 6799(MS) 100(S)
Rasio
15
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.1 1 Tempat Penelitian dilakukan di Instalasi Rawat Jalan RSUD Dr.Fauziah Bireuen Kabupaten Bireuen 3.1.2 Waktu Waktu penelitian dilakukan pada 16 Nov-15 Des 2018 3.2 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan penulis pada penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan cross sectional yaitu untuk mengetahui pemberian informasi obat dengan mengamati perlakuan petugas di RSUD Dr. Fauziah Bireuen Kabupaten Bireuen. 3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah pasien yang mengambil obat di Instalasi Rawat Jalan RSUD Dr.Fauziah Bireuen Kabupaten Bireuen. Sebagai acuan penelitian ini adalah penelitian ini adalah pasien yang berkunjung dari bulan Januari sampai Maret 2018 sebanyak 11.583 dengan rata-rata 3861 resep/bulan di Instalasi Rawat Jalan RSUD Dr.Fauziah Bireuen Kabupaten Bireuen. 3.3.2 Sampel Sampel adalah sebagian dari populasi yang dihitung dengan rumus (Soekidjo Notoatmojo, 2010:92) π=
π΅ π + π΅(π
)π
16
Keterangan: N= Besar populasi n= Besar sampel d=Tingkat ketetapan yang di inginkan (10%) π=
ππππ π + ππππ(π, π)π
π=
π=
π΅ π + π΅(π
)π
ππππ π + ππππ(π, ππ)π =
ππππ π + ππ, ππ =
ππππ ππ, ππ =97
3.4 Teknik Pengambilan Sampel Teknik pengambilan sampel dilakukan secara acak sistematik random sampling, cara perhitungan sebagai berikut: Interval=
ππππ’πππ π ππππππ
=
3861 97
= 39,80 = 40
Sampel: 97 resep Masa kerja: 21 hari Rata-rata sampel perhari:
97
=4,61=5 resep
21
Jumlah rata-rata kunjungan pasien perhari=
3861 21
=183 orang
Dengan demikian, pengambilan sampel ditetapkan dengan cara observasi dengan menggunakan lembar checklist terhadap pasien yang berobat di Instalasi Rawat Jalan RSUD Dr. Fauziah Bireuen Kabupaten Bireuen interval 40, sehingga kelipatannya yaitu: 1, 41, 81, 121, dan 161.
17
3.5 Teknik Pengumpulan Data Untuk memperoleh sejumlah data, maka teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis dengan menggunakan dua cara, yaitu; 3.4.1 Data Primer Data yang dikumpulkan secara langsung di Instalasi Rawat Jalan RSUD Dr.Fauziah Bireuen Kabupaten Bireuen 3.4.2 Data Sekunder Data pendukung yang diperoleh dari pedoman wawancara dengan petugas farmasi di Instalasi Rawat Jalan RSUD Dr.Fauziah Bireuen Kabupaten Bireuen 3.6 Instrumen Penelitian Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah menggunakan lembar pengamatan dan wawancara. 3.7 Teknik Pengolahan Data Data diolah dalam tiga tahap sebagai berikut: 3.7.1 Editing yaitu kegiatan mengoreksi kembali kesalahan-kesalahan dalam pengambilan 3.7.2 Coding mengklarifikasikan jawaban menjadi kode-kode berupa tanda, simbol, angka atau huruf guna memudahkan saat analisa dan juga mempercepat proses pengelompokan data. 3.7.3 Tabulating yaitu mengolah data dalam bentuk tabel distribusi frekuensi, kemudian data tersebut disajikan dalam bentuk narasi. 3.8 Teknik Analisis Data Dalam menganalisa data, terlebih dahulu penulis melakukan penyiapan data yang diperoleh melalui data primer dan data sekunder. Setelah terkumpul lalu dipaparkan
18
dalam bentuk narasi sesuai dengan permasalahannya, kemudian data di analisis dengan mengkategorikan persentase dari masing-masing menjadi variabel (Iskani,2013). a. Sesuai : 100% b. Tidak sesuai : 0% Nilai
Interpretasi
0
Tidak sesuai(TS)
1-33
Mendekati tidak sesuai(MTS)
34-66
Agak sesuai(AS)
67-99
Mendekati sesuai(MS)
100
Sesuai(S)
0% (Tidak sesuai)
100% (Sesuai)
Analisa dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian pada umumnya dengan analisa ini hanya menghasilkan distribusi dan persentase tiap variabel, dengan menggunakan rumus: π
P = π π πππ% Keterangan: P= persentase f= frekuensi yang teramati n= jumlah responden yang menjadi sampel
19
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1
Gambaran Umum Rumah Sakit Fauziah Bireuen RSUD dr. Fauziah Bireuen merupakan rumah sakit umum milik Pemerintah Provinsi Aceh yang memberikan pelayanan kesehatan mulai dari yang bersifat umum, spesialistik sampai dengan sub spesialistik, yang dilengkapi dengan pelayanan penunjang medis 24 jam. RSUD dr. Fauziah Bireuen berlokasi di Jl. Mayjen T. Hamzah Bendahara No 13 Bireuen.
Telp:
(0644)
21228,
Fax
:
(0644)
21228
dan
alamat
email
[email protected] Rumah Sakit Umum Bireuen mulai dibangun sejak tahun 1929 ( pada masa. Kolonial Belanda) di Kewedanaan Bireuen. Pada tanggal 1 Desember 1971 sesuai Peraturan Menteri Kesehatan RI bahwa setiap Kecamatan seluruh Indonesia harus memiliki 1 (satu) Puskesmas Induk, maka berubah status menjadi Puskesmas Jeumpa, yaitu pada masa kepemimpinan Dr. Ali Yazir Hasibuan. Berkat terobosan-terobosan yang dilakukan baik oleh Bupati Aceh Utara (pada saat itu Bireuen masih dalam wilayah Kabupaten Aceh Utara), maupun Kepala Puskesmas Jeumpa berserta stafnya, maka status Puskesmas Jeumpa berubah menjadi Rumah Sakit umum Daerah Bireuen sesuai dengan Keputusan Bupati Aceh Utara Nomor 69 Tahun 1992 dan Persetujuan Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Nomor 283 YANMED/RS.UMDIK/YANKES/II/1992 tanggal 1 Maret 1992 kemudian disempurnakan dengan Keputusan Bupati Aceh Utara Nomor II Tahun 1994 tanggal 16 Mei 1994 dengan status kelas D serta telah mendapat persetujuan Menteri Dalam Negeri RI dengan Teleknya Nomor 061/1575/SJ/ tanggal 4 Mei 1995 dan Persetujuan
20
Menpan RI Nomor 310/I/1996 tanggal 29 Maret 1996 serta surat Keputusan Menkes RI Nomor 514/Menkes/SK/IV/1996 tanggal 5 Juni 1996 tentang peningkatan kelas RSUD Bireuen dari kelas D menjadi kelas C dan telah diperdakan dengan Nomor 12 Tahun 1996. Kemudian sesuai dengan UU Nomor 48 Tahun 1999 tentang
Pembentukan
Kabupaten Bireuen dan Simeulu, maka RSUD Bireuen yang selama ini merupakan milik Pemda Aceh Utara menjadi milik Pemda Bireuen dan telah dikeluarkan Surat Keputusan Bupati Bireuen Nomor 44 Tahun 2000
tanggal 2 Mei 2000 tentang
Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja RSUD Bireuen. Pada tanggal 11 Juni 2001 RSUD Bireuen diresmikan namanya menjadi RSUD dr. Fauziah Bireuen sesuai dengan Surat Keputusan Bupati Bireuen Nomor 017 Tahun 2001 Tanggal 27 Januari 2001 Tentang Pemberian/ Pengukuhan Nama RSUD Bireuen menjadi RSUD dr. Fauziah Bireuen. Qanun Kabupaten Bireuen Nomor 28 Tahun 2004 memberikan perubahan kepada RSUD dr. Fauziah Bireuen, dari sebuah organisasi UPT Dinas Kabupaten Bireuen menjadi sebuah organisasi berbentuk Badan dengan nama BLU RSD dr. Fauziah Bireuen. RSUD dr. Fauziah Bireuen memiliki berbagai macam pelayanan medis antara lain Instalasi Gawat Darurat, Instalasi Rawat Jalan, Instalasi Rawat Inap (I, II, III & IV), RSUD dr. Fauziah Bireuen juga memiliki pelayanan penunjang medis seperti Instalasi Radiologi, Pelayanan Laboratorium, Unit Transfusi Darah (UTD), Instalasi Rehabilitasi Medik, Instalasi Farmasi dan Instalasi Gizi. Selain itu, RSUD dr. Fauziah Bireuen juga memiliki pelayanan penunjang non medis seperti pengelolaan limbah, pemeliharaan sarana alat medis dan non medis, laundry dan sterilisasi sentral serta Instalasi Teknologi Informasi dan Komunikasi. Kapasitas tempat tidur yang disediakan
21
RSUD dr. Fauziah Bireuen sejumlah 334 tempat tidur. RSUD dr. Fauziah Bireuen berusaha keras mengembangkan pelayanan, fasilitas, sarana maupun prasarana yang diperlukan sebagai institusi pelayanan kesehatan. RSUD dr. Fauziah Bireuen memiliki beberapa pelayanan unggulan yang akan dikembangkan antara lain Pelayanan Kegawatdaruratan Intensif dan Terpadu, Pelayanan kidney Center, Pelayanan Ibu dan Anak (Mother and Child Care) dan Pelayanan Stroke (Stroke Center). Dalam pelaksanaannya tentu tidak sedikit tantangan yang dihadapi. Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan menambah jumlah sarana dan peralatan kedokteran yang canggih dan lengkap. Hal ini berguna untuk kemudahan akses dan peningkatan pelayanan kesehatan bagi masyarakat secara terpadu. 4.2
Hasil Penelitian
4.2.1 Pemberian Informasi obat kepada pasien untuk waktu penggunaan obat
No
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Pemberian Informasi Obat Ditinjau dari Waktu pemberian obat Kategori Frekuensi Persentase Rata-rata Keterangan
1.
Tidak Sesuai (TS)
46
47,42%
2.
Mendekati Tidak Sesuai (MTS)
3
3%
3.
Agak Sesuai (AS)
0
0%
4.
Mendekati Sesuai (MS)
0
0%
5.
Sesuai (S)
48
49,48%
97
100%
Jumlah Sumber : Hasil penelitian (2018)
48,19%
AS
22
Berdasarkan tabel 4.1 diatas dari lampiran I dapat diketahui bahwa pemberian informasi obat untuk waktu Pemberian obat dinyatakan tidak sesuai mencapai 46 pasien (47,42%), dan sesuai mencapai 48 pasien (49,48%) dari 97 pasien, dan termasuk ke dalam kategori Agak Sesuai (AS). 4.2.2 Pemberian Informasi Obat Kepada Pasien untuk Lama penggunaan obat Tabel 4.2 Distribusi frekuensi Pemberian Informasi Obat Ditinjau dari Lama penggunaan obat No.
Kategori
Frekuensi
Persentase
1.
Tidak Sesuai (TS)
82
84,53%
2.
Mendekati Tidak Sesuai (MTS)
6
6%
3.
Agak Sesuai (AS)
0
0%
4.
Mendekati Sesuai (MS)
0
0%
5.
Sesuai (S)
9
9,27%
97
100%
Jumlah
Rata-rata
Keterangan
10,19%
MTS
Sumber : Hasil penelitian (2018) Berdasarkan tabel 4.2 diatas dari lampiran I dapat diketahui bahwa pemberian informasi obat untuk Lama penggunaan obat dinyatakan tidak sesuai mencapai 82 pasien (84,53%), yang mendekati tidak sesuai 6 pasien (6%), dan sesuai resep 9 pasirn (9,27%) dari 97 pasien. Dan termasuk dalam kategori Mendekati Tidak Sesuai (MTS).
23
4.2.2
Pemberian Informasi Obat Kepada Pasien Tentang Lama penggunaan obat
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Pemberian Informasi Obat Ditinjau Dari Cara Penggunaan Obat No.
Kategori
Frekuensi
Persentase
1.
Tidak Sesuai (TS)
91
93,81%
2.
Mendekati Tidak Sesuai (MTS)
4
4%
3.
Agak Sesuai (AS)
0
0%
4.
Mendekati Sesuai (MS)
0
0%
5.
Sesuai (S)
2
2,6%
97
100%
Jumlah
Rata-rata
Keterangan
4,23%
MTS
Sumber : Hasil penelitian (2018) Berdasarkan tabel 4.3 diatas dari lampiran I dapat diketahui bahwa pemberian informasi obat untuk cara pemakaian obat dinyatakan tidak sesuai mencapai 91 pasien (93,81%), yang mendekati tidak sesuai 4 pasien (4%), dan sesuai 2 pasirn (2,6%) dari 97 pasirn. Dan termasuk dalam kategori Mendekati Tidak Sesuai (MTS). 4.2.4 Pemberian Informasi Obat Kepada Pasien Tentang Indikaasi obat Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Pemberian Informasi Obat Ditinjau Dari Indikasi Obat No.
Kategori
Frekuensi
Persentase
1.
Tidak Sesuai (TS)
57
58,76%
2.
Mendekati Tidak Sesuai (MTS)
8
8,24%
3.
Agak Sesuai (AS)
0
0%
4.
Mendekati Sesuai (MS)
0
0%
Rata-rata
Keterangan
34,03%
AS
24
5.
Sesuai (S) Jumlah
33
34%
97
100%
Sumber : Hasil penelitian (2018) Berdasarkan tabel 4.4 diatas dari lampiran I dapat diketahui bahwa pemberian informasi obat untuk indikasi obat dinyatakan tidak sesuai mencapai 57 pasien (58,76%), yang mendekati tidak sesuai 8 pasien (8,24%), dan sesuai 33 pasirn (34%) dari 97 pasirn. Dan termasuk dalam kategori Agak Sesuai (AS) 4.2.5 Pemberian Informasi Obat Kepada Pasien Efek samping obat Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Pemberian Informasi Obat Ditinjau Dari Efek Samping Obat No.
Kategori
Frekuensi
Persentase
1.
Tidak Sesuai (TS)
97
100%
2.
Mendekati Tidak Sesuai (MTS)
0
0%
3.
Agak Sesuai (AS)
0
0%
4.
Mendekati Sesuai (MS)
0
0%
5.
Sesuai (S)
0
0%
97
100%
Jumlah
Rata-rata
Keterangan
0%
TS
Sumber : Hasil penelitian (2018) Berdasarkan tabel 4.5 diatas dari lampiran I dapat diketahui bahwa pemberian informasi obat untuk indikasi obat dinyatakan tidak sesuai mencapai 97pasien (100%), dan sesuai 0 pasirn (0%) dari 97 pasirn. Dan termasuk dalam kategori Tidak Sesuai (TS) 4.2.6 Pemberian Informasi Obat Kepada Pasien untuk Penyimpanan obat
25
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Pemberian Informasi Obat Ditinjau Dari Untuk Penyimpanan Obat No.
Kategori
Frekuensi
Persentase
1.
Tidak Sesuai (TS)
97
100%
2.
Mendekati Tidak Sesuai (MTS)
0
0%
3.
Agak Sesuai (AS)
0
0%
4.
Mendekati Sesuai (MS)
0
0%
5.
Sesuai (S)
0
0%
97
100%
Jumlah
Rata-rata
Keterangan
0%
TS
Sumber : Hasil penelitian (2018) Berdasarkan tabel 4.5 diatas dari lampiran I dapat diketahui bahwa pemberian informasi obat untuk penyimpanan obat dinyatakan tidak sesuai mencapai 97pasien (100%), dan sesuai 0 pasin (0%) dari 97 pasirn. Dan termasuk dalam kategori Tidak Sesuai (TS) 4.2.7 Nilai rata-rata Pemberian Informasi Obat secara keseluruhan Tabel 4.7 Nilai rata-rata pemberian informasi obat secara keseluruhan No.
Pernyataan
Nilai rata-rata
Kategori
1.
Waktu Penggunaan Obat
48,19%
AS
2.
Lama Penggunaan Obat
10,19%
MTS
3.
Cara Penggunaan Obat
4,23%
MTS
4.
Indikasi Obat
34,03%
AS
5.
Efek Samping Obat
0%
TS
6.
Penyimpanan Obat
0%
TS
16.21%
MTS
Rata-rata Sumber : Hasil penelitian (2018)
26
Berdasarkan tabel 4.7 diatas dari lampiran I dapat diketahui bahwa pemberian informasi obat secara keseluruhan yang diberikan informasi mencapai rata-rata 16,21%. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa pemberian informasi obat di Instalasi Farmasi Rawat Jalan RSUD dr. Fauziah Bireuen kabupaten Bireuen masih tergolong dalam kategori Mendekati Tidak Sesuai (MTS). 4.2.8 Pemberian Informasi Obat Secara Keseluruhan Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Pemberian Informasi Obat Untuk Keseluruhan Resep No.
Kategori
Frekuensi
Persentase
1.
Tidak Sesuai (TS)
18
18,55%
2.
Mendekati Tidak Sesuai (MTS)
73
75,25%
3.
Agak Sesuai (AS)
6
6,18%
4.
Mendekati Sesuai (MS)
0
0%
5.
Sesuai (S)
0
0%
97
100%
Jumlah
Rata-rata
Keterangan
16,21%
MTS
Sumber : Hasil penelitian (2018) Berdasarkan tabel 4.8 diatas dari lampiran I dapat diketatahui bahwa pemberian informasi obat untuk keseluruhan resep di kategorikan Mendekati Tidak Sesuai (MTS) dari 97 resep. 4.3 Pembahasan 4.3.1 Pemberian Informasi Obat untuk Waktu Penggunaan Obat Pemberian informasi obat untuk waktu penggunaan obat berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa pemberian informasi obat untuk waktu penggunaan obat didapatkan hasil
27
sesuai 48 pasien (49,48%) yang mendekati tidak sesuai 3 pasien dan tidak sesuai 46 pasien (47,42%) dengan rata-rata 48,19%. Hal ini menunjukkan bahwa penyampaian untuk waktu penggunaan obat yang diterima oleh pasien termasuk dalam kategori Agak sesuai. Yang menjadi hambatan dalam penyampaian informasi yaitu kurangnya TTK di RSUD Dr. Fauziah Bireuen dan pasien yang sangat banyak sehingga tidak ada waktu untuk menjelaskan tentang waktu pemakaian obatb kepada semua pasien. 4.3.2 Pemberian Informasi Obat Untuk Lama Penggunaan Obat Pemberian informasi obat untuk lama penggunaan obat berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa pemberian informasi obat untuk lama penggunaan obat didapatkan hasil sesuai 9 pasien (9,27%) yang mendekati tidak sesuai, 6 pasien (6%), dan tidak sesuai 88 pasien (91%). Dengan rata-rata 10,19%, hal ini menunjukkan bahwa penyampaian untuk lama penggunaan obat yang diterima oleh pasien termasuk dalam kategori mendekati tidak sesuai (MTS). Hal ini dikarenakan petugas beranggapan menyampaikan lama penggunaan obat itu tidak terlalu penting untuk disampaikan. Ada beberapa pasien yang diberikan pemberian informasi obat tentang lama penggunaan obat karena pasien itu bertanya kepada petugas. 4.3.3 Pemberian Informasi Obat Untuk Cara Penggunaan Obat Pemberian informasi obat cara penggunaan obat berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahui bahwa pemberian informasi obat untuk cara penggunaan obat didapatkan hasil sesuai 2 pasien (2,06%) , yang mendekati tidak sesuai 4 pasien (4%), dan yang sesuai 2 pasien (2,06), dengan rata-rata 4,23 dan termasuk dalam kategori tidak sesuai (MTS). Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh penulis di Instalasi Rawat Jalan RSUD Dr.Fauziah Bireuen kabupaten Bireuen, ini disebabkan karena kurangnya tenaga teknis kefarmasian di apotek rumah sakit tersebut.
28
Cara penggunaan obat yang benar merupakan keberhasilan pengobatan. Oleh karena itu, pasien harus mendapatkan penjelasan mengenai cara penggunaan obat yang benar terutama untuk sediaan farmasi tertentu, oleh karena itu pasien harus mendaptakan penjelasan mengenai cara pakai obat yang benar terutama untuk sediaan farmasi, seperti obat oral, obat tetes hidung, obat tetes mata, obat tetes telinga, supossitoria, dan salap. 4.3.4 Pemberian Informasi Obat Untuk Efek Samping Pemberian informasi obat untuk indikasi obat berdasarkan tabel 4. 4 dapat diketahui bahwa pemberian informasi obat untuk indikasi obat didaptkan hasil sesuai 33 pasien (34%), yang mendekati tidak sesuai 8 pasien (8,24%), dan tidak sesuai 57 pasien (58,76%), dengan rata-rata 34,03 dan termasuk ke dalam kategori agak sesuai(AS). Hal ini menunjukkan bahwa penyampaian informasi untuk cara indikasi obat yang diterima oleh pasien termasuk ke dalam kategori mendekati tidak sesuai(MTS). Hal ini disebabkan kurangnya waktu yang dimiliki petugas dalam penyampaian informasi obat, dan kurangnya tenaga teknis kefarmasian di Instalasi Rawat Jalan RSUD Dr.Fauziah Bireuen Kabupaten Bireuen. 4.3.5 Pemberian Informasi Obat Untuk Efek Samping Obat Pemberian informasi obat untuk efek samping berdasarkan tabel 4.5 dapat diketahui bahwa untuk efek samping obat didapatkan hasil sesuai 0 pasien (0%) dan tidak sesuai 326 pasien (100%) dan tergolong dalam kategori tidak sesuai (TS). Hal ini menunjukkan bahwa penyampaian informasi untuk efek samping obat yang diterima pasien dalam kategori tidak sesuai(TS). Kurangnya pemberian informasi obat di RSUD Dr. Fauziah Bireuen disebabkan kurangnya TTK disana dan banyaknya pasien, sehingga petugas tidak memiliki waktu untuk menjelaskan pemberian informasi obat kepada pasien. Pasien perlu diberitahukan efek samping yang mungkin disebabkan oleh obat agar pasien dapat menghindari atau mewaspadai efek samping dari obat yang dikonsumsi seperti
29
mengantuk, keluar keringat berlebihan, sering buang air, tinja dan urin berubah warna dan lain sebagainya agar pasien dapat mengantisipasi jika ada efek yang ditimbulkan suatu obat. 4.3.6 Pemberian Informasi Obat Tentang Penyimpanan Obat Pemberian informasi obat untuk efek samping obat berdasarkan tabel 2.6 dapat diketahui bahwa pemberian informasi obat untuk penyimpanan obat didapatkan hasil sesuai 0 pasien (0%) dan tidak sesuai 326 pasien (100%), dan tergolong ke kategori tidak sesuai (TS). Hal ini disebabkan karena petugas beranggapan kalau pemberian informasi obat tentang penyimapanan obat tidak terlalu penting dan keterbatasannya waktu petugas dalam penyampaian informasi obat. 4.3.7 Pemberian Informasi Obat Untuk Nilai Rata-Rata Secara Keseluruhan Secara keseluruhan nilai rata-rata yang diperoleh dari enam variabel bahwa pemberian informasi obat di Instalasi Rawat Jalan RSUD Dr.Fauziah Bireuen Kabupaten Bireuen dinyatakan sesuai 16,21% dan yang dinyatakan tidak sesuai 83,79%. Dengan demikian pemberian informasi obat di Instalasi Rawat Jalan RSUD Dr.Fauziah Bireuen Kabupaten Bireuen dikategorikan mendekati tidak sesuai (MTS) pada penelitian yang dilakukan 16 Nov15 Des. Kurangnya pemberian informasi obat yang diberikan oleh petugas rumah sakit disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: jumlah petugas apotek yang kurang dengan jumlah pasien yang banyak setiap harinya sehingga petugas apotek memiliki keterbatasan waktu untuk memberikan informasi obat dan juga petugas apotek bukan semuanya berasal dari ahli madya farmasi, sebagian ada yang berasal dari bidan dan perawat. 4.3.8 Pemberian Informasi Obat Untuk Keseluruhan Resep Secara keseluruhan nilai rata-rata yang diperoleh dari keenam variabel bahwa pemberian informasi obat untuk keseluruhan resep di Instalasi Rawat Jalan RSUD Dr.Fauziah Bireuen Kabupaten Bireuen yang dinyatakan sesuai 16,21% dan yang dinyatakan tidak sesuai
30
83,79%. Dengan demikian pemberian informasi obat di Instalasi Rawat Jalan RSUD Dr.Fauziah Bireuen Kabupaten Bireuen dikategorikan mendekti tidak sesuai (MTS).
31
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Hasil penelitian Tinjauan Pemberian Informasi Obat di Instalasi Rawat Jalan RSUD Dr.Fauziah Bireuen Kabupaten Bireuen dapat disimpulkan: 1. Pemberian informasi obat untuk waktu penggunaan obat 48,19%. 2. Pemberian informasi obat untuk lama penggunaan obat mencapai 10,19%. 3. Pemberian informasi obat untuk cara penggunaan obat mencapai 4,23%. 4. Pemberian informasi obat untuk indikasi obat mencapai 34%. 5. Pemberian informasi obat untuk efek samping obat 0%. 6. Pemberian informasi obat untuk penyimpanan obat 0%. 7. Secara keseluruhan pemberian informasi obat di Instalasi Rawat Jalan RSUD Dr.Fauziah Bireuen Kabupaten Bireuen sebesar 16,21%, maka dapat disimpulkan bahwa pemberian informasi obat di Instalasi Rawat Jalan RSUD Dr.Fauziah Bireuen Kabupaten Bireuen dalam kategori mendekati tidak sesuai (MTS) 5.2 Saran 1. Diharapkan kepada petugas farmasi Instalasi Rawat Jalan RSUD Dr.Fauziah Bireuen Kabupaten Bireuen untuk meluangkan waktunya pada saat memberikan pemberian informasi obat agar terlaksanakan secara optimal, karena pasien membutuhkan informasi obat dan mempunyai hak untuk memperoleh informasi obat agar pasien dapat mencegah efek samping obat tersebut. 2. Sebaiknya petugas yang memberikan informasi obat kepada pasien adalah TTK( Tenaga Teknis Kefarmasian), kaarena memiliki wewenang untuk pemberian informasi obat.