Fermentasi.docx

  • Uploaded by: Aulya Akmala
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Fermentasi.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,823
  • Pages: 29
FERMENTASI ASAM GLUTAMAT

Dosen Pengampu : Ir. Wahyuningsih, M.Si

Kelompok 1 : Dhuta Aji Harya Y (40040117640003) Aulya Akmala (40040117640013) M. Makhdum Ibrahim (40040117640042)

PROGRAM STUDI S.Tr TEKNOLOGI REKAYASA KIMIA INDUSTRI SEKOLAH VOKASI UNIVERSITAS DIPONEGORO TAHUN 2018/2019

Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-NYA sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Semarang, 08 November 2018

Penyusun

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kata fermentasi berasal dari Bahasa Latin “fervere” yang berarti merebus (to boil). Arti kata dari Bahasa Latin tersebut dapat dikaitkan dengan kondisi cairan bergelembung atau mendidih. Keadaan ini disebabkan adanya aktivitas ragi pada ekstraksi buah-buahan atau bijibijian. Gelembung-gelembung karbondioksida dihasilkan dari katabolisme anaerobik terhadap kandungan gula. Fermentasi mempunyai arti yang berbeda bagi ahli biokimia dan mikrobiologi industri. Arti fermentasi pada bidang biokimia dihubungkan dengan pembangkitan energi oleh katabolisme senyawa organik. Pada bidang mikrobiologi industri, fermentasi mempunyai arti yang lebih luas, yang menggambarkan setiap proses untuk menghasilkan produk dari pembiakan mikroorganisme. Perubahan arti kata fermentasi sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh para ahli. Arti kata fermentasi berubah pada saat Gay Lussac berhasil melakukan penelitian yang menunjukkan penguraian gula menjadi alkohol dan karbondioksida. Selanjutnya Pasteur melakukan penelitian mengenai penyebab perubahan sifat bahan yang difermentasi, sehingga dihubungkan dengan mikroorganisme dan akhirnya dengan enzim. Asam glutamat merupakan kelompok asam amino non-essensial dan mempunyai peranan penting dalam kaitannya dengan kehidupan manusia. Dan bentuk dari asam glutamate senidiri adalah MSG. 1.2.Rumusan Masalah 1.2.1. Apa pengertian fermentasi ? 1.2.2. Apa pengertian sterilisasi dan macam-macamnya ? 1.2.3. Apa dan bagaimana mekanisme fermentasi asam glutamate? 1.3. Tujuan 1.3.1. Mengetahui pengertian fermentasi 1.3.2. Mengetahui pengertian sterilisasi dan macam-macamnya 1.3.3. Mengetahui mekanisme fermentasi asam glutamat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian sterilisasi Steralisasi adalah suatu cara untuk membebaskan sesuatu (alat,bahan,media, dan lain-lain) dari mikroorganisme yang tidak diharapkan kehadirannya baik yang patogen maupun yang a patogen. Atau bisa juga dikatakan sebagai proses untuk membebaskan suatu benda dari semua mikroorganisme, baik bentuk vegetative maupun bentuk spora. Proses sterilisasi dipergunakan pada bidang mikrobiologi untuk mencegah pencernaan organisme luar, pada bidang bedah untuk mempertahankan keadaan aseptis, pada pembuatan makanan dan obat-obatan untuk menjamin keamanan terhadap pencemaran oleh miroorganisme dan di dalam bidang-bidang lain pun sterilisasi ini juga penting. 2.1.1.

Macam-Macam Sterilisasi

Pada prinsipnya sterilisasi dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu secara mekanik, fisik dan kimiawi: 2.1.1.1. Sterilisai secara mekanik (filtrasi) Menggunakan suatu saringan yang berpori sangat kecil (0.22 mikron atau 0.45 mikron) sehingga mikroba tertahan pada saringan tersebut. Proses ini ditujukan untuk sterilisasi bahan yang peka panas, misal nya larutan enzim dan antibiotik 2.1.1.2. Sterilisasi secara fisik Dapat dilakukan dengan pemanasan & penyinaran ·

Pemanasan a. Pemijaran (dengan api langsung) Membakar alat pada api secara langsung, contoh alat : jarum inokulum, pinset, batang L, dll.

100 % efektif namun terbatas penggunaanya. b. Panas kering:

Sterilisasi dengan oven kira-kira 60-1800C. Sterilisasi panas kering cocok untuk alat yang terbuat dari kaca misalnya erlenmeyer, tabung reaksi dll.Waktu relatif lama sekitar 1-2 jam. Kesterilaln tergnatung dengan waktu dan suhu yang digunakan, apabila waktu dan suhu tidak sesuai dengan ketentuan maka sterilisasipun tidak akan bisa dicapai secara sempurna. c. Uap air panas Konsep ini mirip dengan mengukus. Bahan yang mengandung air lebih tepat menggungakan metode ini supaya tidak terjadi dehidrasi Teknik disinfeksi termurah Waktu 15 menit setelah air mendidih Beberapa bakteri tidak terbunuh dengan teknik ini: Clostridium perfingens dan Cl. Botulinum d. Uap air panas bertekanan Menggunalkan autoklaf menggunakan suhu 1210C dan tekanan 15 lbs, apabila sedang bekerja maka akan terjadi koagulasi. Untuk mengetahui autoklaf berfungsi dengan baik digunakan Bacillus stearothermophilus Bila media yang telah distrerilkan.diinkubasi selama 7 hari berturutturut apabila selama 7 hari: Media keruh maka otoklaf rusak Media jernih maka otoklaf baik, kesterilalnnya, Keterkaitan antara suhu dan tekanan dalam autoklaf 2.1.1.3. Sterilisasi secara kimia Sterilisasi secara kimia dapat memakai antiseptik kimia. Pemilihan antiseptik terutama tergantung pada kebutuhan daripada tujuan tertentu serta efek yang dikehendaki. Perlu juga diperhatikan bahwa beberapa senyawa bersifat iritatif, dam kepekaan kulit sangat bervariasi. Zatzat kimia yang dapat di pakai untuk sterilisasi antara lain halogen (senyawa klorin, yodium), alkohol, fenol, hydrogen peroksida, zat warna ungu Kristal, derivate akridin, rosalin, deterjen, logam-logam berat, aldehida, ETO, uap formaldehid ataupun beta-propilakton

2.2. Fermentasi Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel dalam keadaan anaerobik (tanpa oksigen). Secara umum, fermentasi adalah salah satu bentuk respirasi anaerobik, akan tetapi, terdapat definisi yang lebih jelas yang mendefinisikan fermentasi sebagai respirasi dalam lingkungan anaerobik dengan tanpa akseptor elektron eksternal.

Gula adalah bahan yang umum dalam fermentasi. Beberapa contoh hasil fermentasi adalah etanol, asam laktat, dan hidrogen. Akan tetapi beberapa komponen lain dapat juga dihasilkan dari fermentasi seperti asam butirat dan aseton. 2.3.

Prinsip Fermentasi

Secara prinsip, sekarang ini pengertian fermentasi telah berkembang menjadi : Seluruh perombakan senyawa organik yang dilakukan mikroorganisme yang melibatkan enzim yang dihasilkannya, atau dengan kata lain fermentasi adalah perubahan struktur kimia dari bahanbahan organik dengan memanfaatkan agen-agen biologis terutama enzim sebagai biokatalis. Pada proses fermentasi, terlibat beberapa hal sebagai berikut : - Mikroorganisme sebagai inokulum (Inokulum artinya kultur mikroba yang memiliki sifat yang khas dan dapat dikembangbiakkan dalam suatu media/substrat) - Media/Tempat/wadah terjadinya fermentasi -Substrat. Substrat merupakan tempat tumbuh dan sumber nutrisi bagi mikroba. Contoh substrat misalnya pohon pisang, kacang atau jagung Fermentasi dapat dilakukan dengan metode kultur permukaan dan kultur terendam sub merged. Kultur permukaan yang menggunakan substrat padat atau semi padat banyak digunakan untuk memproduksi berbagai jenis asam organik dan enzim. Fermentasi media padat ini sering disebut proses ‘koji’, misalnya proses koji untuk memproduksi enzim yang dibutuhkan dalam pembuatan shoyu (kecap kedelai), miso, sake, asam-asam organik dan sebagainya. Fermentasi padat dengan substrat kulit umbi ubi kayu dilakukan untuk meningkatkan kandungan protein dan mengurangi masalah limbah pertanian. Produk fermentasi selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan atau suplemen produk pangan atau pakan. Disamping hasil-hasil metabolit tersebut, fermentasi juga dapat diterapkan untuk menghasilkan biomassa sel mikroba seperti ragi roti (baker yeast) yang digunakan dalam pembuatan roti. Untuk menghasilkan tiap-tiap produk fermentasi di atas dibutuhkan kondisi fermentasi yang berbeda-beda dan jenis mikroba yang bervariasi juga karakteristiknya. Oleh karena itu, diperlukan keadaan lingkungan, substrat (media), serta perlakuan (treatment) yang sesuai sehingga produk yang dihasilkan optimal. Dalam makalah ini akan diulas lebih dalam mengenai salah satu produk fermentasi yang berupa metabolit primer yaitu Asam glutamat. Asam glutamat merupakan asam amino yang dikenal memiliki kekhasan yaitu sebagai penguat citarasa. Di pasaran asam glutamat dapat kita

jumpai dalam bentuk monosodium glutamat yang banyak digunakan sebagai bahan penyedap makanan (Handodjo,1995).

2.4. Pengertian Asam Glutamat Asam glutamat adalah sejenis asam amino tidak esensial yang banyak terdapat di dalam salah satu bahan penyusun protein lengkap. Asam glutamat banyak terdapat dalam berbagai macam buah-buahan dan biji-bijian misalnya kedelai, gandum, kacang tanah dan lain-lain, jagung, molases, hasil fermentasi zat tepung dan tetes dari gula beet atau gula tebu (Kumalaningsih, 1997). COOH – CH2NH2 – (CH2)2 – COONa.H2O Gambar 1. Rumus molekul MSG (Judoamidjojo,1990) Molase yang sebagai bahan dari pembuatan MSG sendiri, harus memenuhi standar yang ditetapkan yaitu : Kandungan Utama

Komposisi

Kadar Gula Total (TDS)

Minimal 55 %

Kadar Ca

0,8-1,3 %

Berat jenis

1,4-1,6 kg/L

Brix

Minimal 800

Tabel. 1 Spesifikasi tetes tebu sebagai bahan baku MSG Sementara itu, ditambahkan pula beberapa bahan pendukung sebagai berikut : a. H₃PO₄ sebagai sumber pospat untuk pertumbuhan mikroba b. H₂SO₄ untuk menurunkan kadar Ca2⁺ yang terkandung dalam tetes tebu c. Urea dan amoniak cair sebagai sumber nitrogen bagi pertumbuhan mikroba d. Defoamer untuk berlangsung

menghilangkan busa/gelembung selama proses fermentasi

e. Penicillin untuk mengontrol pertumbuhan bakteri dan memudahkan pemanenan asam glutamat menjadi produk akhir dalam proses fermentasi.

2.5. Mikroba yang Berperan dalam Pembuatan Asam Glutamat Cara fermentasi mula-mula dikembangkan di Jepang pada tahun 1956 oleh Shukuo dan Kinoshita. Dengan menggunakan mikroorganisme Micrococcus glutamicus, dapat dihasilkan asam glutamat dari medium yang mengandung glukosa dan amonia. Pada umumnya organismeorganisme yang digunakan di dalam fermentasi asam glutamat memiliki ciri-ciri umum sebagai berikut: a) Bersel tunggal. b) Gram positif c) Aerobik d) Tidak berporulasi e) Tidak berflagela f) Memerlukan biotin untuk faktor pertumbuhan esensialnya. g) Pada pembiakan secara aerobik dapat menghasilkan sejumlah besar asam glutamat dari karbohidrat (Kristiansen, 1997). 2.5.1. Strain Mikrobia Sebagian besar asam £-Glutamat diproduksi oleh bakteri gram positif yang tidak membentuk spora, non-motile, dan membutuhkan biotin untuk tumbuh.

Tabel. Strain Mikrobia yang Menghasilkan Asam £-Glutamat Genus Corynebacterium

Spesies C. glutamicum, C. lilium, C. callunae, C. herculis B. divaricatum, B. aminogenes, B. flavum,

Brevibacterium

B. lactofermentum, B. saccharolyticum, B. roseum, B. immariophilum, B. alunicum, B. ammoniagenes, B. thiogenitalis

Microbacterium Arthrobacter

M. salicinovolum, M. ammoniaphilum, M. Flavum var. glutamicum A. globiformis, A. Aminofaciens

2.5.2. Kondisi Kultur 1.

Sumber Karbon Bakteri penghasil asam £-Glutamat dapat menggunakan berbagai macam sumber karbon, seperti glukosa, fruktosa, sukrosa, maltosa, ribosa, atau silosa, sebagai substrat untuk pertumbuhan sel dan biosintesis asam glutamat. Konsentrasi biotin pada medium harus benar-benar dikontrol dalam level suboptimal agar memaksimalkan pertumbuhan sehingga diperoleh asam glutamat yang tinggi. Oleh karena itu, bahan baku kaya biotin, seperti molase dari gula bit dan gula tebu, tidak dapat digunakan sebelum ditemukannya pengaruh mediasi biotin pada penisilin dan asam lemak jenuh C16 -C18. Asam oleic hanya membutuhkan akumulasi mutan asam £-Glutamat pada medium yang kaya biotin ketika konsentrasi asam oleic terkontrol pada level suboptimal agar pertumbuhan maksimal.

2.

Sumber Nitrogen dan Kontrol pH Medium yang baik untuk fermentasi asam £-Glutamat mengandung nitrogen dengan kadar 9, 5 %. Contoh sumber nitrogen yang dapat ditambahkan ke dalam medium adalah amonium klorida atau amonium sulfat. Bakteri yang menghasilkan asam glutamat juga memiliki aktivitas urease yang kuat sehingga urea juga dapat digunakan sebagai sumber nitrogen. Ion amonium berpengaruh pada pertumbuhan sel dan pembentukan produk sehingga konsentrasinya dalam medium harus dikontrol pada konsentrasi rendah. Tingkat keasaman (pH) medium sangat mudah menjadi asam karena ion amonium terasimilasi dan dihasilkan asam glutamat. Amonia dalam bentuk gas lebih baik daripada basa cair dalam menjaga pH pada level 7-8, sebagai pH optimum untuk produksi asam £-Glutamate. Amonia dalam bentuk gas berperan sebagai agen pengontrol pH dan sebagai sumber nitrogen serta dapat mengatasi bermacam-macam masalah teknis. Penambahan otomatis gas amonia dapat mengontrol pH dengan tepat. Selain itu, juga mencegah efek merugikan dari amonia dan pengenceran yang tidak diinginkan pada cairan fermentasi.

3.

Faktor Tumbuh

Bakteri

penghasil

asam

£-Glutamat

membutuhkan

biotin

untuk

pertumbuhan dan konsentrasinya harus dikontrol agar memperoleh produk yang maksimal. Dampak biotin pada fermentasi asam £-Glutamat sangat erat kaitannya dengan permeabilitas asam £-Glutamat terhadap membran sel. 4.

Ketersediaan Oksigen Biosintesis dari asam glutamat merupakan proses aerob yang membutuhkan oksigen selama proses fermentasinya. Untuk mengoptimalkan produksi, kadar oksigen terlarut harus dijaga pada kondisi optimal. Sel yang melakukan respirasi akan mengkonsumsi oksigen dalam media hanya dalam beberapa detik sehingga oksigen harus disuplai secara terus-menerus untuk menjaga konsentrasi oksigen terlarut.

2.5.3. Akumulasi Produk Lain yang Dipengaruhi oleh Perubahan Kondisi Kultur 1.

Asam Laktat dan Asam Suksinat Brevibacterium flavum yang memproduksi asam glutamat mengakumulasi asam laktat dan asam suksinat ketika dikulturasi dengan jumlah oksigen yang kurang. Saat jumlah suplai oksigen kurang dari kondisi kejenuhan komplet ke berbagai derajat kecukupan kebutuhan oksigen, produk utama berubah dari asam glutama menjadi asam suksinat kemudian menjadi asam laktat. Lebih dari 30 g l-1 asam suksinat atau 45 g l-1 asam laktat dapat mengakumulasi pada 72 h kondisi optimum.

2.

Asam α-Ketoglutarat Suplai oksigen yang cukup dengan ketidakadaan ion amonium pada fermentasi asam £-Glutamat akan menghasilkan akumulasi asam α-Ketoglutarat. Ketika pengontrol pH diubah dari NH4OH menjadi NaOH pada pada akhir fase pertumbuhan, 18 g l-1 asam α-Ketoglutarat terakumulasi pada hasil substrat 0,20 g g l-1 pada pembudidayaan 72 h.

3.

Asam £-Glutamin Asam £-Glutamat diubah menjadi £-glutamin ketika terdapat kelebihan amonium klorida pada kultur pada pH rendah dengan adanya ion seng. Pada medium yang mengandung 40 g l-1 amonium klorida dan 10 mg l-1 sulfat seng, sel

terakumulasi lebih dari 40 l-1 £-Glutamin pada 0,30 g l-1 sumber karbon. Konsentrasi tinggi ion amonium pada kondisi pH rendah menghasilkan produksi N-asetil-£-glutamin. Ion seng efektif dalam pengurangan ekskresi N-asetil-£glutamin dalam akumulasi £-glutamin.

2.6. Proses Produksi Asam Glutamat

1.

Dekalsifikasi

Proses penghilangan unsur Kalsium (Ca2+) yang terdapat pada tetes tebu dengan H2SO4 , sehingga menghasilkan Treated Cane Molasses (TCM) sebagai media pertumbuhan pada proses fermentasi.Dekalsifikasi bertujuan untuk menghilangkan garam-garam anorganik dan bahan koloid dalam molasses, menghilangkan kotoran yang dapat menyebabkan timbulnya kerak pada peralatan, menghilangkan ion Ca2+yang dapat merapuhkan kristal MSG. Kandungan Ca pada tetes tebu berasal dari proses pengolahan gula pada pabrik gula yaitu pada tahap pemurnian gula. Pada tahap ini dilakukan penambahan susu kapur (Ca(OH)2) dan gas CO2 pada nira sehingga akan terbentuk endapan CaCO3.Penurunan kadar Ca2+ disini dengan cara direaksikan dengan H2SO4 menghasilkan CaSO4 sampai pH 3, dengan penambahan LS (Low Steam) untuk meningkatkan suhu cane molasses menjadi 600C sebagai katalis reaksi pengikatan Ca2+ oleh H2SO4.

Ca2+ + H2SO4  CaSO4 + 2 H+ Reaksi pengikatan Ca2+ oleh H2SO4

2.

Sakarifikasi

Proses ini dilakukan untuk mengatasi rendahnya kadar glukosa pada TCM (Treated Cane Molasses) melalui sakarifikasi tepung tapioka. Tepung tapioka dihidrolisis menjadi glukosa oleh enzim α-amilase dan enzim glukoamilase dengan perbandingan antara TCM dengan tapioka 3:1. Glukosa yang dihasilkan ditambahkan pada TCM.

1. Laboratory Seed Culture Merupakan tahap pembuatan media dan pengembangan mikroba dalam skala laboratorium. Tahapan ini dalam dunia industry biasanya dilakukan oleh bagian Research and Development (R&D). Tahapan-tahapan yang dilakukan adalah sebagai berikut: a) Liophilisasi yaitu penentuan atau identifikasi bakteri yang dapat mem-produksi asam glutamat. Research dilakukan oleh bagian R&D dengan hasil bakteri yang superior dalam menghasilkan asam glutamat adalah Brevibacterium flavum. Bakteri ini dibeli dari Korea Selatan yang dapat diaktifkan dengan penambahan larutan gula. b) Stock Slant yaitu menentukan jumlah bakteri yan aktif memproduksi asam glutamat (GA). c) Active Slant yaitu pengembangan dari Stock Slant untuk dijadikan volume sebesar 5 liter, yang disebut sebagai jar 5 liter. Dari jar 5 liter bakteri dikembangkan lagi dalam media seed yang lebih besar.

2. Seed Culture Merupakan tempat pengembangan dari jar 5 liter ke tangki seed, dengan kapasitas 12 kL yang telah berisi media seed sebanyak 5 kL. Pada tangki ini suhu dijaga konstan 31,50C menggunakan jacket yang dialiri PW atau HCHW (Hot Chilled Water).

Pengadukan dilakukan selama holding time yaitu 16 jam. Tangki seed dilengkapi dengan pipa untuk aerasi karena bakteri bersifat aerob (membutuhkan oksigen). Oksigen yang digunakan disini diperoleh dari udara yang diambil melalui kompresor yang kemudian disaring di air filter, sehingga udara yang masuk ke tangki seed sudah bebas dari kontaminan. Tekanan operasi dalam tangki adalah 0,5 kg/cm2. pH larutan dijaga antara 7,3-7,5 dengan penambahan NH3 juga dilakukan sebagai sumber nitrogen. Pada tangki seed dilakukan penambahan media karena media yang ditambahkan tersebut mempunyai komposisi nutrisi tertentu yang disesuaikan dengan kebutuhan bakteri. Jika komposisi nutrisinya melebihi yang dibutuhkan maka akan terjadi lisis pada membrane sel bakteri dan akhirnya mati. Pemberian nutrisi pada bakteri ini bersifat preenrichment. Maksudnya bakteri yang awalnya hanya ditumbuhkan pada skala kecil (laboratorium) kemudian sikembangkan pada skala industri akan mengalami shock sehingga perlu nutrisi yang tepat untuk mengembalikan kondisinya pada keadaan normal, sehingga diharapkan dapat menghasilkan asam glutamate dengan optimal. Setiap 2 jam dilakukan pengukuran OD (optical density) dan PVC (packet cell volume) untuk mengukur konsentrasi dan jumlah sel dalam media serta GA dan TS (total sugar). Dari data pengukuran jika telah mencapai kondisi optimum pertumbuhan dimana kadar TS belum sampai habis, maka seed siap ditransfer ke main fermentor yang telah sudah terdapat media pertumbuhan dan perkembangan bakteri seperti TCM, SOD dan RAS dengan PW sebagai pelarut. Pada proses transfer media dilakukan continue sterilization (CS). Sterilisasi media disini dilakukan dengan cara melewatkan media ke Plate Heat Exchanger (PHE), dimana terjadi pertukaran panas dengan steam sehingga media yang keluar dari PHE sudah bebas dari kontaminan dan media siap masuk ke tangki main fermentor.

3. Tahap Fermentasi Utama Pada skala industri main fermentor sebagai tangki fermentasi utama, merupakan tempat terjadinya fermentasi. Pada main fermentor dilakukan sterilisasi terlebih dahulu dengan menggunakan steam dengan suhu 1250C selama 30 menit. Media dalam main fermentor hampir sama komposisinya dengan media dalam seed, hanya pada main fermentor ini tidak ditambahkan biotin, karena penambahan biotin berfungsi untuk

merangsang pertumbuhan awal bakteri (menegakkan fase log pertumbuhan bakteri), sehingga penambahan biotin dianggap cukup ditambahkan pada seed media saja. Suhu operasi dijaga konstan 31,5-370C dengan cara mengalirkan process water melalui cooling coil di dalam tangki main fermentor. Suhu 31,50C merupakan suhu optimum yang dicapai saat fermentasi serta merupakan suhu adaptasi dari bakteri pada lingkungan barunya dan pH dijaga sekitar 7,7 dengan penambahan NH3. Proses ini berlangsung selama holding time 28-30 jam disertai dengan pengadukan karena waktu fermentasinya lama maka perlu dilakukan penambahan media atau feeding. Hal tersebut juga disebabkan oleh media yang ditambahkan pada awal fermentasi sudah habis. Penambahan feeding bertujuan sebagai sumber makanan dari bakteri, karena bakteri pada usia dewasa sehingga bakteri dapat menghasilkan GA secara maksimal. Tangki juga dilengkapi dengan pipa aerasi untuk suplai O2. Reaksi yang terjadi adalah:

C2H12O6 + O2 + NH3

Glutamic Acid + CO2 + panas

Reaksi Pembentukan Asam Glutamat

Untuk membuang CO2 yang terbentuk, tangki juga dilengkapi dengan cyclon separator untuk memisahkan cairan yang terikut bersama CO2. Selain itu pada tangki main fermentor ditambahkan anti foam agent (AF) guna mencegah timbulnya busa akibat pengadukan karena busa dapat mengakibatkan bakteri kesulitan untuk mendapatkan oksigen. Tangki main fermentor ini berjumlah 3 unit dengan kapasitas masing-masing 250 kL dan volume kerja fermentor 200 kL. Seperti halnya dengan tangki seed, setiap 2 jam dilakukan analisa Optical Density (OD), Packed Cell Volume (PCV), Total Sugar (TS), Dissolved Oxygen (DO) dan GA. Pada akhir proses fermentasi ini akan dihasilkan broth yang terdiri dari bangkai bakteri, lumpur, sisa media, kotoran dan asam glutamate yang akan diproses lebih lanjut pada Refinery I (Suharto, 1995).

4.

Isolasi

Proses isolasi dilakukan untuk memisahkan produk hasil fermentasi (HB/Hakko Broth). Dalam tahap isolasi ini terdapat 4 proses, antara lain : a.

Asidifikasi

Proses asidifikasi disebut juga proses kristalisasi I. HB (Hakko Broth) dialirkan melalui heat exchanger (HE) untuk menurunkan suhu broth dari 40°C menjadi 25°C ke dalam tangki kristalisasi I. Tangki tersebut dilengkapi agitator untuk menghomogenkan konsentrasi H2SO4 yang ditambahkan. pH HB dibuat isoelektrik sekitar 3,2 – 3,4 sehingga diperoleh konsentrat asam glutamat. Kesetimbangan ion yang terjadi pada kondisi isoelektris menyebabkan menurunnya kelarutan dan terjadi kristalisasi. b.

Separasi I

Separasi dilakukan dengan alat Super Decanter Centrifuge (SDC). Dimana kristal asam glutamat yang mempunyai berat jenis besar akan mendapat gaya yang lebih besar, sehingga akan terpisah ke tepi. Sedangkan cairannya akan berada ditengah. Hasil pemisahannya disebut GH (Glutamic Hakko) berupa asam glutamat dan larutan induk GM (Glutamic Mother). Kemudian larutan GM yang masih mengandung sisa asam glutamat, sisa mikroba serta sisa media fermentasi ini dievaporasi dengan Falling Film Evaporator (FFE) dua efek sampai total solid kira-kira 30-40%, setelah dipekatkan cairan ini disebut didinginkan dengan cooling water (CW) dan dipisahkan lagi dengan Super Decanter Sentrifuge(SDC).

c.

Pencucian

Pencucian dilakukan pada kristal asam glutamat (GH) dengan cara penyemprotan air ke kristal asam glutamat, dan laju air dijaga secara optimal agar menghindari hilangnya kristal asam glutamat. Selanjutnya, larutan tersebut dipisahkan kembali dengan Super Decanter Sentrifuge (SDC) untuk memisahkan kristal GH dari air sisa pencucian (GM). Kemudian pada GM yang masih mengandung asam glutamat dalam jumlah cukup besar dipekatkan dan dievaporasi menggunakan Falling Film Evaporator (FFE) tiga efek. d.

Pengubahan Kristal

Mengubah bentuk kristal α pada GH menjadi kristal β. Tujuan pengubahan ini adalah untuk mengurangi kandungan pengotor (impurities) yang terdapat pada kristal α. Kristal β berbentuk prisma heksagonal pipih dan berukuran lebih kecil dari pada kristal α dan juga kristal β memiliki kestabilan yang jauh lebih tinggi daripada kristal α. Proses pengubahan kristal ini dilakukan dengan cara pemanasan steam 80°C. Pada kondisi temperatur demikian kristal α akan melarut dan terbentuk kristal β. Kristal yang keluar

masih bertemperatur tinggi, oleh karena itu perlu didinginkan sampai 40-50°C dengan cara mengalirkan air pendingin, proses ini terjadi di tangki Transform Crystal Cooling (TCC). 5.

Netralisasi

Tujuan dari netralisasi adalah menstabilkan molekul asam amino yang masih dipengaruhi pH yang asam, dengan cara dinetralkan dengan NaOH 20% hingga mencapai pH 6,7 – 7,2 dan proses ini dilakukan pada temperatur sekitar 90°C. Pada proses ini asam glutamat akan diubah menjadi Monosodium Glutamat cair yang disebut NL (Neutral Liquor), kemudian NL menuju tahap purifikasi. 6.

Purifikasi

Pada tahap purifikasi terdapat 3 proses yang digunakan, yaitu : a.

Dekolorisasi

Dekolorisasi merupakan proses penghilangan kotoran yang terdapat pada cairan NL, dengan cara penambahan aktif karbon sebesar 2% dari massa cairan pada cairan NL. Pada proses tersebut diperoleh cairan monosodium glutamat bening atau Filtered Liquor (FL). b.

Kristalisasi II

c.

Separasi II

7.

Pengeringan

Dalam alat pengering, udara panas dihembuskan dengan bantuan blower hingga pada akhirnya kadar air kristal telah mencapai ±2% dari kadar air sebelumnya ± 4-6%. Setelah proses pengeringan selesai, kristal monosodium glutamat didinginkan terlebih dahulu dalam mesin pendingin dengan suhu antara 30-40°C. Sehingga diperoleh kristal MSG yang stabil pada suhu ruang dan dilakukan proses pengayakan pada 3 ukuran kristal,antara lain: ·

LC (Large Crystal) merupakan kristal MSG yang lolos pada ayakan berukuran 30

mesh ·

RC (Regular Crystal) merupakan kristal MSG yang lolos pada ayakan berukuran

40 mesh ·

FC (Fine Crystal) merupakan kristal MSG yang lolos pada ayakan berukuran 100

mesh (Said ,1987).

Diagram alir pembuatan MSG

2.7.Proses Biokimia dalam Pembuatan Monosodium Glutamat dengan Metode Fermentasi Adapun proses biokimia yang terjadi selama pembuatan monosodium glutamat dengan metode fermentasi yaitu : 1.

Hidrolisis pati

Proses ini terjadi pada tahap sakarifikasi dimana tepung tapioca yang mengandung pati dihidrolisis menjadi glukosa oleh enzim α-amilase dan enzim glukoamilase. Proses hidrolisis pati terdiri dari dua tahap yaitu : a.

Proses Liquifikasi,

Proses pencairan gel pati dengan menggunakan enzim α-amilase. Hasil hidrolisanya adalah dextrin. Proses ini berlangsung pada pH 5,5, suhu 85°C, waktu proses 40 menit perbandingan pati dan enzim 1 : 0,002. Jika proses ini dilakukan pada pH dan suhu tidak optimal maka aktivitas enzim akan berkurang dan enzim akan rusak dan mati (Othmer, 1976). α –amilase adalah endoenzim yang bekerjanya memutus ikatan α – 1,4 dibagian dalam molekul baik pada amilosa maupun amilopektin. α-amilase relatif tahan panas, tetapi tidak tahan terhadap pH yang rendah. Enzim αamilase mempunyai

suhu optimum 80°C – 110°C dan pH optimum 5,0 – 7,0. Proses sakarifikasi Proses hidrolisis dextrin menjadi glukosa dengan bantuan enzim glukoamilase. Proses ini dilakukan pada pH 4,5 dan suhu 55-600C yang optimal sesuai dengan kereaktifan enzim glukoamilase, untuk waktu dan penambahan enzim juga harus sesuai dengan substrat yang di tambahkan sehingga didapatkan kadar glukosa yang maksimal (Coney, 1979).

Enzim glukoamilase bersifat eksoamilase, yaitu dapat memotong ikatan α-1,4 pada pati. Disamping itu amiloglukosidase (glukoamilase) juga dapat memotong ikatan α-1,6, sehingga molekul-molekul pati dapat dikonversikan menjadi molekul-molekul glukosa bebas. Enzim glukoamilase (amiloglukosidase) mempunyai suhu optimum 50°C – 60°C dan pH optimum 4,0– 5,0 (Winarno, 1995).

2.

Metabolisme gula dan biosintesis asam glutamat

(Maya Shovitri,2010) Metabolisme gula terjadi selama proses fermentasi untuk mengubah glukosa menjadi senyawa dengan tiga atom dan dua atom karbon. Selama fermentasi asam glutamat dibutuhkan oksigen dalam jumlah banyak. Jika oksigen terbatas, maka terjadi akumulasi asam organik selain asam glutamat yang mengakibatkan kerusakan fermentasi dengan penurunan hasil produksi asam glutamate. Untuk mencegah akumulasi asam organik selain asam glutamat maka selama fermentasi dilakukan control laju aerasi dengan adanya aerator dan sensor oksigen berupa electrode oksigen.

Mikroba tidak dapat menghasilkan asam glutamat dari asam piruvat. Asam piruvat dioksidasi dan melepaskan 1 dari 3 atom karbon pada asam piruvat dalam bentuk CO2 dan menghasilkan fragmen berkarbon 2 yaitu kelompok asetil, serta terjadi perubahan NAD+ menjadi NADH. Di akhir reaksi kelompok asetil bergabung dengan koenzim A (KoA) sehingga membentuk senyawa asetil KoA dan masuk ke siklus Krebs. Dalam siklus Krebs, asetil KoA bergabung dengan molekul berkarbon 4, oksaloasetat, membentuk molekul berkarbon 6 yaitu sitrat secara irreversible. Gugus hidroksil pada sitrat harus diatur kembali agar oksidasi berlangsung dengan cara pelepasan molekul air dari satu karbon dan ditambahkan ke atom karbon yang lain. Sehingga terbentuk gugus –H dan –OH yang telah bertukar posisi. Produknya yaitu isomer sitrat disebut isositrat. Isositrat mengalami reaksi dekarbosilasi oksidatif. Mula-mula, isositrat dioksidasi, menghasilkan sepasang electron, dan mengubah NAD menjadi NADH (Pratiwi et al., 2007) , Kemudian terjadi dekarboksilasi. Atom Karbon membelah membentuk CO2 menghasilkan molekul berkarbon 5, yaitu α-ketoglutarat dan terbentuklah asam glutamat melalui reaksi reduksi aminasi :

(Maya Shovitri,2010)

2.8.Fisiologi Mikrobia dari Fermentasi Asam £-Glutamat 1. Permeabilitas Membran Sel dan Asam Glutamat dalam Hubungannya dengan Konsentasi Biotin Biotin merupakan komponen kunci dalam fermentasi asam £-Glutamat. Akumulasi produk asam £-Glutamat. dapat mencapai maksimal ketika konsentrasi biotin dalam keadaan suboptimal. Kelebihan biotin dapat menunjang pertumbuhan sel, namun menurunkan akumulasi asam glutamat. Kandungan biotin untuk mengakumulasi asam glutamat adalah 0,5 pg pergram sel kering. Akan tetapi, adanya kelebihan biotin pada penambahan penisillin diketahui dapat menghentikan formasi cross-links peptidoglikan bakteri pada fase pertumbuhan sehingga memungkinkan sel untuk mengakumulasi asam £-Glutamat dalam jumlah yang besar. Antibiotik lain seperti cephalosporin C, yang menghentikan sintesis dinding sel, juga dapat menggantikan fungsi penisilin. Penambahan asam lemak jenuh C16-C18 maupun esternya dengan polialkohol

hidrofilik selama fase pertumbuhan juga memungkinkan sel untuk mengakumulasi asam £Glutamat dalam medium yang kaya biotin. Penggunaan antibiotik dan asam lemak jenuh C16-C18 ini akan mempermudah suatu industri dengan bahan dasar kaya biotin, seperti gula tebu dan gula bit. Akumulasi asam £-Glutamat tidak tergantung pada proses biosintesis tapi pada proses ekskresi. Ekskresi asam £-Glutamat sangat berkaitan dengan permeabilitas dinding sel yang terdiri atas kumpulan dari komponen kimia dan fisika dari membran sel. Produksi sel asam £-Glutamat dengan jumlah biotin terbatas atau berlebih dan diolah dengan penisilin ataupun Tween-60 terekskresi intraseluler asam £-Glutamat ketika dicuci dengan larutan buffer fosfat. Sel tidak dapat tumbuh tanpa adanya pengolahan dengan penisilin ataupun Tween-60 meskipun ada biotin berlebih. Asam amino lain dikeluarkan dari sel bahkan ketika pertumbuhan berlangsung dengan biotin terbatas. Walaupun dengan jumlah biotin terbatas selama ekskresi sel asam £-Glutamat, pemenuhan kebutuhan asam oleik atau penambahan asam lemak jenuh C16-C18 mengandung sedikit fosfolipid dalam membran sel. Di lain sisi, sel dengan kemampuan rendah dalam mengakumulasi asam £-Glutamat pada medium dengan kandungan biotin tinggi akan mengandung lebih banyak konsentrasi membran fosfolipid. Biotin merupakan kofaktor dari asetil KoA karboksilase, enzim pertama pada biosintesis asam oleik, dan asam lemak jenuh C16-C18 menghambat biosintesis pada asam oleik dengan menahan asam karboksilase asetil KoA. Jumlah biotin ataupun asam lemak jenuh C16-C18 yang terbatas dapat menyebabkan biosistesis asam oleik berjalan tidak sempurna dan menghasilkan penurunan konsentrasi fosfolipid. Akibatnya, fosfolipid seperti kardiolipin dan phosphatidynositol dimannoside dibutuhkan dalam pengaturan permeabilitas sel asam £-Glutamat. Pengaruh penisilin pada permeabilitas asam £-Glutamat tidak dapat dijelaskan dengan kandungan fosfolipid pada membran sel. Permeabilitas pada sel dengan penisilin dipengaruhi oleh tekanan osmosis. Selama terjadi penurunan tekanan osmosis, penisilin meningkatkan ekskresi asam £-Glutamat dalam medium kaya biotin dan studi mikroskopik menunjukkan bahwa penisilin meningkatkan masa elongasi dan pembesaran sel. Sementara itu, asam lemak jenuh C16-C18 meningkatkan ekskresi asam £-Glutamat dalam medium kaya biotin tanpa tergantung pada tekanan osmosis. Berdasar hal tersebut, penisilin mempunyai pengaruh sekunder terhadap fungsi membran. Utamanya, penisilin menghambat sintesis dinding sel sehingga membran sel lebih mudah rusak.

2. Mekanisme Biosintesis Asam £-Glutamat Produksi asam £-Glutamat membutuhkan dua enzim penting, yaitu Phosphoenol Carboxylase dan α-Ketoglutarate Dehydrogenase. Phosphoenol Carboxylase akan mengkatalis karboksilasi dari fosfofenolpiruvat ke dalam bentuk oxaloasetat. Sedangkan α-Ketoglutarate Dehydrogenase, mengubah α-Ketoglutarat menjadi suksinil KoA. Efisiensi dari fiksasi karbondioksida oksaloasetat bergantung pada hasil dari aktivitas Phosphoenol Carboxylase. Asam aspartat menunjukan adanya hambatan dan tantangan enzim. Penghambatan ini telah ditingkatkan oleh asam α-Ketoglutarat. Oleh karena itu, endogenus asam aspartat dan asam α-Ketoglutarat harus diminimalkan apabila produk asam £-Glutamat ingin dimaksimalkan. α-Ketoglutarate Dehydrogenase ini penting untuk oksidasi glukosa menjadi CO2. Enzim ini dicegah oleh cis-akonitat, suksinil KoA, NADH, NADPH, piruvat dan oksalat yang kemudian akan diubah menjadi asetil KoA. Kandungan αKetoglutarate Dehydrogenase dari bakteri penghasil asam glutamat sangat menguntungkan untuk sintesis asam glutamat dari asam α ketoglutarat, mencegah oksidasi asam α-Ketoglutarat menjadi CO2 dan H2O melalui suksinil KoA. Nilai Km α-Ketoglutarate Dehydrogenase untuk asam αKetoglutarata adalah sekitar 1 X 17 glutamat dehydrogenase. Enzim ini kemudian mengkatalis formasi asam glutamat menjadi lebih luas daripada α-Ketoglutarate Dehydrogenase. Akibatnya, konsentrasi endogenus α-Ketoglutarat yang mengatur daur metabolit α-Ketoglutarat mengikuti biosinteseis asam glutamat ataupun oksidasi. Hal ini ditunjukan dengan cukup tingginya produksi asam glutamat. 3. Perubahan Genetik Mikrobia Penghasil Asam £-Glutamat Kelebihan produksi dari asam glutamat ditunjukan dengan adanya strain asing dalam dinding permeabilitas yang telah dimodifikasi. Akan tetapi, produktivitasnya ditingkatkan oleh adanya perkembangan mikrobia. Sebagai salah satu contoh, dinding permeabilitas sel asam £-Glutamat dimodifikasi dengan mutasi berupa mutan temperatur sensitif yang menunjukan pertumbuhan normal pada 30 0C tetapi tidak tumbuh pada 37°C, asam £-Glutamat diproduksi dalam jumlah besar bahkan medium mengandung biotin secara berlebihan pada kultur bertemperatur 30°C sampai 40°C selama pembudidayaan. Sintesis membran dari mutan ini dibentuk agar tidak mampu betahan pada suhu 37°C-40°C. Oleh karena itu, terjadi pengurangan asam £-Glutamat. Tidak ada kontrol kimia dari penicillin ataupun asam lemak jenuh C16-C18 yang dibutuhkan untuk produksi asam £-Glutamat dalam medium yang kaya akan biotin. Usaha yang lain untuk meningkatkan produksi, yaitu meningkatkan fiksasi karbondioksida. Asam £-Glutamat disintesis melalui siklus

glioksilat sebagai sistem pembaharuan oksaloasetat tanpa fiksasi karbondoksida. Peningkatan fiksasi ini memungkinkan terjadinya peningkatan produksi. Sebagian dari monofluoroasetat yang resistan terhadap mutan diturunkan dari Brevibacterium lactofermentum yang menunjukan peningkatan produktivitas dari asam glutamat dengan peningkatan aktivitas Phosphoenol Carboxylase. Penurunan aktivitasi Isositrat lyase juga turut meningkatkan jumlah asam £-Glutamat. Fiksasi karbondioksida telah ditingkatkan oleh perubahan mutan tersebut. Piruvat hydrogen mutan yang tidak resisten diturunkan dari Brevibacterium lactofermentum yang menggunakan asam asetis dan glukosa secara kontinu. Asam asetis telah diasimilasi sebagai subtrat asetil KoA dan glukosa sebagai oksaloasetat. Aplikasi dalam teknik DNA rekombinan untuk meningkatkan bakteri penghasil asam glutamat merupakan penawaran cara baru. Berbagai jenis plasmid Brevibacterium lactofermentum dan plasmid Corynebacterium yang menghubungkan spectinomycin resisten yang ditemukan dicocokan sebagai sistem vektor yang memungkinkan. Kontraksi dari plasmid ini mengandung kumpulan gen dengan asam glutamat yang ditunjukan Brevibacterium lactofermentum. 1.5 mol glukosa

3 mol fosfofenolpiruvat

3 mol piruvat

3 mol asetil KoA

2 mol oksaloasetat

2 mol molat

suksinat

2 mol sitrat

Glioksilat

2 mol isositrat α-Ketoglutarat

asam £-Glutamat

Gambar 1. Jalur pembentukan asam glutamat melalui siklus glioksilat sebagai sistem pembentuk oksaloasetat tanpa pembentukan karbondioksida

glukosa

2 mol fosfofenolpiruvat CO2 piruvat

asetil KoA

oksaloasetat

sitrat

isositrat α-Ketoglutarate

asam £-Glutamat

Gambar 2. Jalur pembentukan asam glutamat melalui fosfoenolpiruvat dengan pengikatan karbondioksida

a. Peran enzim dalam Pembuatan Monosodium Glutamat dengan Metode Fermentasi Dalam proses biokimia selama pembuatan monosodium glutamate tidak lepas dari peran enzim. Selama proses hidrolisis pati, enzim α-amilase dan enzim glukoamilase memiliki peranan penting yaitu sebagai katalis dalam pemecahan makromolekul (pati) menjadi molekul yang lebih sederhana (glukosa) melalui pembentukan ikatan antara sisi aktif enzim dengan pati baik di bagian dalam molekul oleh enzim α-amilase maupun pada molekul pati oleh enzim glukoamilase. Pemecahan molekul ini dilakukan karena bakteri Brevibacterium lactofermentumtidak dapat

mencerna pati. Melalui proses hidrolisis pati ini dengan bantuan enzim proses fermentasi dapat berlangsung. Selama biosintesis asam L-Glutamat, terdapat enzim yang berperan penting, yaitu NADPspecifik glutamic acid dehydrogenase. Enzim NADP-specifik glutamic acid dehydrogenase ini merubah asam α-ketoglutarat menjadi asam glutamate melalui reaksi reduktif aminasi (penambahan NH3) dan untuk mengaktifkan enzim tersebut di perlukan NADPH2. Enzim lain yang berperan dalam produksi asam L-gutamat yakni phosphoenol Carboxylase dan a-ketoglutarat Dehydrolase. Dehydrogenase. Phosphoenol Carboxylase akan mengkatalis karboksilasi dari fosfofenol piruvat ke dalam bentuk oxaloasetat. Sedangkan αKetoglutarate Dehydrogenase, mengubah α-Ketoglutarat menjadi suksinil KoA. Efisiensi dari fiksasi karbondioksida oksaloasetat bergantung pada hasil dari aktivitas Phosphoenol Carboxylase. Asam aspartat menunujukan adanya hambatan dan tantangan enzim. Penghambatan ini meningkatnya asam α-Ketoglutarat. Oleh karena itu, endogenus asam aspartat dan asam α-Ketoglutarat harus diminimalkan apabila produk asam L-glutamat ingin dimaksimalkan. α-Ketoglutarat Dehidrogenase ini penting untuk oksidasi glukosa menjadi CO2. Enzim ini dicegah oleh cis-akonitat, ssuksinat KoA, NADH, NADPH, piruvat dan oksalat yang kemudian akan diubah menjadi asetil KoA, kandungan α-Ketoglutarat dehydrogenase dari bakteri penghasil asam glutamat dari asam α-Ketoglutarat, mencegah oksidasi asam α-Ketoglutarat menjadi CO2 dan H2O melalui suksinik KoA. Nilai Km α-Ketoglutarat dehydrogenase untuk asam α-Ketoglutarat adalah sekitar 1 x 17 glutamat dehydrogenase. Enzim ini kemudian mengkatalis formasi asam glutamate lebih banyak. Akibatnya, konsentrasi endogenus α-Ketoglutarat yang mengatur daur metabolit α-Ketoglutarat mengikuti biosintesis asam glutamate ataupun oksidasi. Hal ini ditunjukan dengan cukup tingginya produksi asam glutamate. b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Fermentasi Asam Glutamat a. Baik pada proses pembiakan maupun fermentasi, temperatur proses harus terjaga kurang lebih 30-350C (optimum 340C) karena proses metabolisme yang berlangsung bersifat eksoterm. pH dikontrol antara 7-8 dengan cara menambahnkan NH3. Penurunan pH diakibatkan oleh produksi asam glutamat oleh bakteri.

b. fermentasi asam glutamat merupakan fermentasi aerobik, oleh karena itu pengaliran udara (sebagai suplai oksigen) dan aerasi harus cukup agar tidak terbentuk asam laktat (bila kekurangan oksigen) c. kadar gula selama proses fermentasi akan semakin berkurang karena diubah oleh bakteri menjadi asam glutamat, maka penambahan tetes feeding penting dilakukan saat fermentasi berlangsung. d. Efek biotin, kadar yang digunakan 10-20 mg/L. biotin berperan penting dalam akumulasi asam glutamat dalam jumlah yang besar e. Efek Penicillin, untuk seleksi mikroba dan mengakumulasi asam glutamat pada saat fase pertumbuhan, serta memudahkan glutamat untuk dipanen karena glutamat terekstraksi keluar sel.

KESIMPULAN

Steralisasi adalah suatu cara untuk membebaskan sesuatu (alat,bahan,media, dan lain-lain) dari mikroorganisme yang tidak diharapkan kehadirannya baik yang patogen maupun yang a patogen. Atau bisa juga dikatakan sebagai proses untuk membebaskan suatu benda dari semua mikroorganisme, baik bentuk vegetative maupun bentuk spora. Macam – macam dari sterilisasi adalah sterilisai secara mekanik (filtrasi), Sterilisasi secara fisik, dan sterilisasi secara kimiawi. Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel dalam keadaan anaerobik (tanpa oksigen). Secara umum, fermentasi adalah salah satu bentuk respirasi anaerobik, akan tetapi, terdapat definisi yang lebih jelas yang mendefinisikan fermentasi sebagai respirasi dalam lingkungan anaerobik dengan tanpa akseptor elektron eksternal. Asam glutamat adalah sejenis asam amino tidak esensial yang banyak terdapat di dalam salah satu bahan penyusun protein lengkap. Asam glutamat banyak terdapat dalam berbagai macam buah-buahan dan biji-bijian misalnya kedelai, gandum, kacang tanah dan lain-lain, jagung, molases, hasil fermentasi zat tepung dan tetes dari gula beet atau gula tebu (Kumalaningsih, 1997). Penelitian dan pengembangan fermentasi asam £-Glutamat mengubah metode produksi monosodium asam £-Glutamat komersial dari proses hidrolisis protein menjadi proses produksi dengan mikrobia. Proses hidrolisis protein memerlukan banyak biaya karena menggunakan gluten gandum yang mahal atau protein kedelai sebagai bahan baku dan menghasilkan banyak produk samping seperti starch atau campuran asam amino. Di sisi lain, fermentasi asam £-Glutamat tidak menghasilkan hasil samping yang spesifik dan sekarang telah menggantikan metode hidrolisis protein secara sempurna. Di samping itu, inovasi teknologi terbaru seperti rekombinasi DNA. fusi sel, perkembangan bioreaktor sekarang diaplikasikan lebih jauh untuk perbaikan fermentasi asam £-Glutamat. Teknik DNA rekombinasi dan fusi sel sangat bermanfaat dalam konstruksi genetik pada mikroorganisme agar hasi produksi tinggi atau kapasitas untuk berasimilasi bahan bahan baku lebih murah seperti komponen C1 dan selulosa. Bioreaktor untuk produksi asam £Glutamat dengan mikroorganisme sedang diteliti sebagai usaha untuk meningkatkan produktivitas.

DAFTAR PUSTAKA

Chusnal. 2013. TEKNOLOGI FERMENTASI ( ITP 321) FERMENTASI ASAM GLUTAMAT PADA INDUSTRI DAN REVIEW SINGKAT ATAS ISU KESEHATAN TERKAIT. Diakses pada 9 November 2018. Dita. 2013. Makalah Sterilisasi. Diakses pada 9 November 2018. Eko. 2010. L Glutamic Acid Fermentation. . Diakses pada 9 November 2018. Karunia. 2013. Enzim mikroba penghasil msg. Diakses pada 9 November 2018. Novie. 2011. FERMENTASI ASAM GLUTAMAT. . Diakses pada 9 November 2018.

More Documents from "Aulya Akmala"

Fermentasi.docx
December 2019 13
Puisi Fs.docx
December 2019 17
Makalah Kita Tbi 6.docx
December 2019 8
Nature Disaster 4.doc
November 2019 30
Soal Ujian Sd Ipa 2018.pdf
November 2019 17