A.6. Konsep Kode Etik Menurut Martin (1993), etika didefinisikan sebagai “the discpline which can act as the performance index or reference for our control system”. Dengan demikian, etika akan memberikan semacam batasan maupun standar yang akan mengatur pergaulan manusia didalam kelompok sosialnya. Dalam pengertiannya yang secara khusus dikaitkan dengan seni pergaulan manusia, etika ini kemudian dirupakan dalam bentuk aturan (code) tertulis yang secara sistematik sengaja dibuat berdasarkan prinsip prinsip moral yang ada dan pada saat yang dibutuhkan akan bisa difungsikan sebagai alat untuk menghakimi segala macam tindakan yang secara logika-rasional umum (common sense) dinilai menyimpang dari kode etik. Dengan demikian etika adalah refleksi dari apa yang disebut dengan “self control”, karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepentingan kelompok social (profesi) itu sendiri. Kehadiran organisasi profesi dengan perangkat “built-in mechanism” berupa kode etik profesi dalam hal ini jelas akan diperlukan untuk menjaga martabat serta kehormatan profesi, dan di sisi lain melindungi masyarakat dari segala bentuk penyimpangan maupun penyalah-gunaan keahlian (Wignjosoebroto, 1999).16 Kode etik; yaitu norma atau azas yang diterima oleh suatu kelompok tertentu sebagai landasan tingkah laku sehari-hari di masyarakat maupun di tempat kerja. A.7. Konsep Registrasi, Kompetensi dan Sertifikasi Profesi Registrasi berasal dari bahasa Inggris “registration” yang memiliki arti daftar. Registrasi merupakan proses melakukan pengisian sejumlah hal atau memenuhi persyaratan dari suatu objek yang nantinya dibutuhkan untuk mengikuti suatu kegiatan. Berikut ini dikutip beberapa pengertian tentang kompetensi, sertifikasi kompetensi, dan competency based training: UU No. 20/2003 tentang Sisdiknas penjelasan pasal 35 (1) yaitu: “Kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan sesuai dengan standard nasional yang telah disepakati.” UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, pasal 1 (10) yaitu: “Kompetensi adalah kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang sesuai dengan standar yang ditetapkan.” Peraturan Pemerintah (PP) No. 23 Tahun 2004, tentang Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) menjelaskan tentang sertifikasi kompetensi kerja sebagai suatu proses pemberian sertifikat kompetensi yang dilakukan secara sistimatis dan objektif melalui uji kompetensi yang mengacu kepada standar kompetensi kerja nasional Indonesia dan atau Internasional.
Menurut Standard Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI), kompetensi adalah pernyataan tentang bagaimana sesorang dapat mendemontrasikan: keterampilan, pengetahuan dan sikapnya di tempat kerja sesuai dengan standar Industri atau sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan oleh tempat kerja (industri). Sertifikasi profesi dimaksudkan agar kegiatan atau suatu proses kerja yang telah dibakukan memberikan hasil akhir sebagaimana yang diharapkan karena dilaksanakan oleh orang yang memiliki kompetensi yang dipersyaratkan. Dengan adanya sertifikasi ini maka jika ada seribu pekerjaan yang sama, yang dilakukan diberbagai tempat oleh seribu orang yang berbeda tetapi memiliki tingkat kompetensi yang sama sebagaimana yang dipersyaratkan, maka dapat diharapkan akan memberikan hasil yang sama. Dengan adanya sertifikasi profesi, bukan hanya organisasi yang menggunakan profesi tersebut yang mendapatkan jaminan hasil yang diharapkan, tetapi juga seluruh pengguna hasil akhir organisasi tersebut akan memperoleh hasil yang dapat dipertanggungjawabkan dalam jangka panjang dan berulang-ulang, karena sertifikasi profesi dimaksudkan agar seseorang dapat melakukan suatu proses kerja atau suatu kegiatan tertentu dengan hasil sebagaimana yang diharapkan dan dapat dipertanggung jawabkan, maka proses sertifikasi sebenarnya tidak mudah dan tidak sederhana. Pertama tentu proses pembelajarannya. Untuk menguasai kompetensi tertentu, perlu proses belajar secara sistematis dan formal yang diselenggarakan oleh lembaga yang berwenang. Untuk menjadi dokter bedah diperlukan waktu bertahuntahun dan proses belajarnya dilakukan oleh fakultas kedokteran. Kedua, adanya ujian untuk memastikan tingkat penguasaan komptensinya. Ketiga tentunya adalah mendapatkan sertifikat profesinya sendiri, sebagai pengesahan atas penguasaan kompetensinya. Proses sertifikasi dapat berlangsung singkat dan mudah, tetapi juga dapat berlangsung lama dan sulit serta berbiaya tidak murah. Semakin tinggi tingkat kesulitan pekerjaan yang akan dilakukan oleh suatu profesi, akan semakin sulit dan lama proses sertifikasi dilakukan. BAB V JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP MATERI MUATAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ARSITEK A. JANGKAUAN DAN ARAH PENGATURAN RUU
Secara garis besar, jangkauan dan arah pengaturan mengenai RUU tentang Arsitek diarahkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan adanya dasar hukum mengenai profesi arsitek. Sebagai suatu profesi, profesi arsitek berlandaskan pada 3 (tiga) kepranataan yang merupakan pendukung utama profesi tersebut yang
masing-masing kepranataan mengatur hal yang berbeda tetapi saling melengkapi dan menjadi kesatuan yang utuh. Pertama, kepranataan yang mengatur hubungan kerja dan penyelenggaraan kerjasama para pihak yang bertanggungjawab dalam proses pembangunan. Kepranataan yang mengatur hubungan kerja dan penyelenggaraan jasa konstruksi ini terwujud dalam bentuk Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi. Kedua, kepranataan yang mengatur obyek atau materi dalam konteks jasa konstruksi, dalam hal ini adalah bangunan gedung dan lingkungan binaan (built environment). Kepranataan yang mengatur obyek atau materi ini terwujud dalam bentuk Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung. Ketiga, kepranataan yang mengatur subyek atau para pelaku, yang dalam hal ini antara lain adalah arsitek (dan insinyur). Kepranataan yang mengatur subyek atau pelaku ini masih bersifat parsial, yakni dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2014 tentang keinsinyuran. Undang-Undang tentang Keinsinyuran di berbagai Negara lazim dikenal sebagai Engineer‟s Act sementara Undang-Undang mengenai Arsitek atau Architect‟s Act belum diatur. Jika subyek atau pelaku dalam praktik keinsinyuran atau penyelenggaraan kegiatan keinsinyuran merupakan kegiatan teknik yang menggunakan kepakaran dan keahlian berdasarkan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk meningkatkan nilai tambah dan daya guna, maka subyek atau pelaku praktik aristektur menekankan pada aspek ilmu serta seni dan atau wujud hasil penataan bangunan, lingkungan buatan, dan wilayah desa serta kota yang memenuhi kaidah fungsi, konstruksi dan estetika. Dari sisi keilmuan, Insinyur memang lebih menekankan aspek teknis sementara arsitek lebih kepada desain dan gambar serta unsur-unsur estetika. Melihat perbedaan antara Insinyur dan Arsitek, baik dari sisi keilmuan maupun dari prakti profesi maka terdapat kekosongan hukum terkait pengaturan mengenai profesi aristek. RUU tentang Arsitek ini diharapkan menjawab dan memenuhi kekosongan hukum tersebut. Adapun sasaran yang ingin diwujudkan dari pembentukan RUU tentang Arsitek antara lain untuk memberikan kepastian hukum kepada arsitek dalam melakukan praktik arsitektur, dan bagi masyarakat untuk mendapatkan hasil pembangunan yang lebih tertib, lebih baik dan dipertanggungjawabkan secara profesional serta dalam rangka mendukung pembangunan nasional yang berkelanjutan. Selain itu RUU tentang Arsitek ini diarahkan untuk memberikan peningkatan nilai tambah dan daya guna jasa arsitek Indonesia. Upaya ini penting dilakukan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta globalisasi industri yang berjalan begitu cepat dan memberikan dampak langsung terhadap pertumbuhan dan kemajuan ekonomi, peningkatan produktivitas kerja, pembangunan infrastruktur, kesehatan dan lingkungan hidup, perlindungan publik,
serta peningkatan daya saing arsitek Indonesia dengan arsitek asing. Peningkatan daya saing arsitek tersebut, berkontribusi besar terhadap pengakuan kompetensi dan peningkatan kesejahteraan hidup arsitek, serta berdampak positif terhadap kepuasan masyarakat pengguna jasa arsitek. Terkait dengan persaingan global, arsitek juga hendaknya memiliki peran dalam memanfaatkan penataan ruang nusantara, sumber daya alam, lingkungan hidup, serta nilai-nilai kearifan budaya lokal. RUU tentang Arsitek ini juga diharapkan dapat melahirkan konsep arsitek yang mengakar pada budaya lokal Indonesia serta persebaran sumber daya manusia arsitektur yang lebih tersebar ke seluruh pelosok daerah Indonesia sehingga meningkatkan pemerataan pembangunan nasional sekaligus perekat kebhinekaan di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Adapun jangkauan pengaturan RUU tentang Arsitek meliputi: 1) Ketentuan Umum 2) Asas dan Tujuan 3) Layanan Praktik Arsitek 4) Persyaratan Arsitek 5) Arsitek Asing 6) Hak dan Kewajiban 7) Kelembagaan Arsitek 8) Pembinaan Arsitek 9) Sanksi
1. KETENTUAN UMUM Ketentuan umum selain memuat definisi atau batasan juga asas dan prinsip. Pengertian atau definisi yang dituangkan merupakan bersifat pokok dan penting dalam RUU tentang Arsitek, yaitu: Formatted: Indent: Left: 0 cm,Hanging: 1 cm, Space After: 0 pt,Numbered + Level: 1 + NumberingStyle: 1, 2, 3, … + Start at: 1 +Alignment: Left + Aligned at: 0,63cm + Indent at: 1,27 cmFormatted: Font: Bookman OldStyle, 12 C.1. Arsitektur adalah ilmu serta seni dan/atau wujud hasil penataan bangunan, lingkungan buatan, dan wilayah desa serta kota yang memenuhi kaidah, fungsi, konstruksi, dan estetika serta mencakup faktor keselamatan, keamanan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan.
D.2. Praktik Arsitek adalah penyelenggaraan kegiatan Arsitek yang meliputi perencanaan, perancangan, pengawasan, dan/atau pengkajian untuk kota, kawasan, serta bangunan gedung dan lingkungannya. E.3. Arsitek adalah seseorang yang telah memiliki Surat Tanda Registrasi Arsitek. F.4. Arsitek Asing adalah Arsitek berkewarganegaraan asing yang akan dan/atau sedang melakukan Praktik Arsitek di Indonesia. G.5. Uji Kompetensi adalah proses penilaian kompetensi seorang Arsitek yang secara terukur dan objektif menilai capaian kompetensi dalam bidang Arsitektur dengan mengacu pada standar kompetensi Arsitek. H.6. Surat Tanda Registrasi Arsitek adalah bukti tertulis yang diterbitkan dikeluarkan oleh Dewan Arsitek Indonesia kepada Arsitek yang lulus Uji Kompentensi. dan telah diregistrasi. I.7. Lisensi adalah bukti tertulis yang berlaku sebagai surat tanda penanggung jawab Praktik Arsitek dalam penyelenggaraan bangunan gedung. yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah. J.8. Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan adalah upaya pemeliharaan kompetensi Arsitek untuk menjalankan Praktik Arsitek secara berkesinambungan. K.9. Pengguna Jasa Arsitek adalah pihak yang menggunakan jasa Arsitek berdasarkan ikatan hubungan kerja. L.10. Dewan Arsitek Indonesia adalah lembaga yang beranggotakan pemangku kepentingan dalam penyelenggaraan Praktik Arsitek yang berfungsi merumuskan kebijakan, menyelenggarakan dan mengawasi Praktik Arsitek.dan bertanggungjawab kepada Presiden. M.11. Organisasi Profesi adalah Ikatan Arsitek Indonesia. N.12. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. O.13. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. P.14. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum. Q.15. Setiap Orang adalah orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun tidak berbadan hukum.
3. STANDAR ARSITEK Untuk menjamin mutu kompetensi dan profesionalitas layanan profesi Arsitek, dikembangkan standar profesi Arsitek yang terdiri atas: a. standar keahlian Arsitek; b. standar kompetensi Arsitek; dan c. standar kinerja Arsitek. A. Standar Keahlian Arsitek Standar keahlian Arsitek dikembangkan dalam pelaksanaan peningkatan keahlian profesi Arsitek ditetapkan oleh Organisasi Profesi bagi Arsitek meliputi pemenuhan kemampuan dalam: a. menyerap dan menganalisa permasalahan untuk bahan pembuatan gagasan; b. menyusun rencana kerja tugas menurut hasil pendidikan, pelatihan dan praktik serta pengalaman sebelumnya; c. menciptakan gagasan dalam bentuk penyajian gambar teknis dan atau dalam bentuk maket; dan d. mempertanggungjawabkan hasil ciptaan gagasan sesuai syarat pendidikan, standar kompetensi, dan standar kinerja.
Adapun ketentuan lebih lanjut mengenai standar keahlian Arsitek ditetapkan oleh Dewan Arsitek. B. Standar Kompetensi Arsitek Standar kompetensi Arsitek dikembangkan sebagai rumusan kemampuan kerja yang mencakup sikap kerja, pengetahuan, dan keterampilan kerja yang relevan dengan pelaksanaan praktik Arsitektur dan ditetapkan oleh Organisasi Profesi bagi Arsitek. Standar kompetensi menggunakan bakuan universal yang diterima secara nasional dan disepakati oleh komunitas Arsitek internasional sebagai standar praktik Arsitektur yang diakui. Standar kompetensi antara lain mencakup kemampuan: a. kelayakan pemahaman dan penguasaan mengenai pengetahuan arsitektur, mencipta, perencanaan, perancangan bangunan, lingkungan dan kota, baik secara matematik dan seni serta sosial masyarakat; b. penguasaan atas metode investigasi dan persiapan mengenai penjelasan untuk suatu proyek rancangan;
c. kelayakan penguasaan mengenai masalah fisik dan teknologi, dan dari fungsi bangunan yang menjamin keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan bangunan dengan perlindungan terhadap iklim dan lainnya; d. perancangan penting untuk mempertemukan pengguna bangunan dengan keterbatasan faktor biaya dan peraturan bangunan serta faktor lainnya; dan e. kelayakan penguasaan mengenai industri, organisasi, peraturan dan prosedur yang terkait dalam konsep rancangan ke dalam bangunan dan menggabungkan rencana ke dalam perencanaan yang menyeluruh. Ketentuan lebih lanjut mengenai standar kompetensi Arsitek ditetapkan oleh Dewan Arsitek bersama menteri yang membina bidang Arsitektur. C. Standar Kinerja Arsitek Sebagai tolok ukur yang menjamin efisiensi, efektivitas, dan syarat mutu yang dipergunakan sebagai pedoman dalam pelaksanaan praktik Arsitektur dikembangkan standar kinerja Arsitek. Standar kinerja sebagaimana disyaratkan sebagai layanan jasa minimal yang harus dipenuhi oleh Arsitek. Standar kinerja merupakan kemampuan Arsitek dalam menyediakan hasil survey atau penelitian, dokumentasi, gambar-gambar, rencana kerja dan syarat-syarat, rencana anggaran biaya, dan laporan perancangan. Layanan jasa terdiri atas : a. layanan utama; b. layanan pendahuluan; c. layanan tambahan; dan d. layanan khusus. Ketentuan lebih lanjut mengenai standar kinerja dan layanan jasa ditetapkan oleh Dewan Arsitek bersama Organisasi Profesi. 4. RUANG LINGKUP ARSITEK (mas umam belum)
5. PERSYARATAN ARSITEK Dalam Bab ini akan diatur mengenai program profesi arsitek termasuk sertifikasi, registrasi, dan pengembangan keprofesian berkelanjutan. a. Program Profesi Arsitek
Dalam ketentuan ini diatur mengenai persyaratan untuk dapat menjadi seorang arsitek yaitu seseorang harus lulus dari Program Profesi Arsitek. Syarat untuk dapat mengikuti Program Profesi Arsitek merupakan lulusan sarjana bidang Arsitektur, baik lulusan perguruan tinggi dalam negeri maupun perguruan tinggi luar negeri yang telah disetarakan. “Disetarakan” maksudnya adalah proses penyandingan dan
pengintegrasian capaian pembelajaran yang diperoleh melalui pendidikan, pelatihan kerja, dan pengalaman kerja. Program Profesi Arsitek dapat diselenggarakan melalui mekanisme rekognisi pembelajaran lampau. Yang dimaksud dengan “rekognisi pembelajaran lampau” adalah pengakuan atas capaian pembelajaran seseorang yang diperoleh dari pendidikan nonformal, pendidikan informal, dan/atau pengalaman kerja di dalam sektor pendidikan formal. Penyelenggaraan Program Profesi Arsitek dilaksanakan oleh perguruan tinggi bekerja sama dengan organisasi profesi Arsitek dan kalangan industri dengan mengikuti standar Program Profesi Arsitek. Seseorang yang telah memenuhi standar Program Profesi Arsitek, baik melalui program profesi maupun melalui mekanisme rekognisi pembelajaran lampau, serta lulus Program Profesi Arsitek berhak mendapatkan sertifikat profesi Arsitek dan dicatat oleh organisasi profesi Arsitek/LPJK/Dewan Arsitek. Selanjutnya pengaturan lebih lanjut mengenai Program Profesi Arsitek diatur dalam Peraturan Pemerintah/Peraturan Menteri. b. Registrasi Arsitek
Setelah mengikuti program profesi Arsitek dan mendapatkan sertifikat profesi Arsitek dan dicatat, setiap arsitek yang akan melakukan Praktik Arsitektur di Indonesia harus memiliki Surat Tanda Registrasi Arsitek. Surat Tanda Registrasi Arsitek dikeluarkan oleh organisasi profesi Arsitek/LPJK/Dewan Arsitek. Untuk memperoleh Surat Tanda Registrasi Arsitek, seorang Arsitek harus memiliki Sertifikat Kompetensi Arsitek. Sertifikat Kompetensi Arsitek diperoleh setelah lulus Uji Kompetensi. Uji Kompetensi dilakukan oleh lembaga sertifikasi profesi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Surat Tanda Registrasi Arsitek paling sedikit mencantumkan jenjang kualifikasi profesi dan masa berlaku. Masa berlaku Surat Tanda Registrasi Arsitek yaitu selama 5 (lima) tahun dan diregistrasi ulang setiap 5 (lima) tahun dengan tetap memenuhi persyaratan dan persyaratan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan. Surat Tanda Registrasi Arsitek tidak berlaku karena: 1) habis masa berlakunya dan yang bersangkutan tidak mendaftarkan ulang; 2) permintaan yang bersangkutan; 3) meninggalnya yang bersangkutan; atau 4) pencabutan Surat Tanda Registrasi Arsitek oleh organisasi profesi Arsitek/LPJK/Dewan Arsitek atas malapraktik atau pelanggaran kode etik Arsitek yang dilakukan oleh yang bersangkutan.
Arsitek yang melakukan Praktik Arsitektur tanpa memiliki Surat Tanda Registrasi Arsitek dikenai sanksi administratif berupa: 1) peringatan tertulis; dan/atau 2) penghentian sementara Praktik Arsitektur.
Arsitek yang dalam kegiatannya menimbulkan kerugian materiil dikenai sanksi administratif berupa denda. Selanjutnya dalam hal Arsitek yang telah mendapatkan Surat Tanda Registrasi Arsitek melakukan Praktik Arsitektur yang menimbulkan kerugian materiil, Arsitek dikenai sanksi administratif berupa: 1) peringatan tertulis; 2) denda; 3) penghentian sementara Praktik Arsitektur; 4) pembekuan Surat Tanda Registrasi Arsitek; dan/atau 5) pencabutan Surat Tanda Registrasi Arsitek.
Pengaturan lebih lanjut mengenai registrasi Arsitek dan tata cara pengenaan sanksi administratif diatur dalam Peraturan Pemerintah/ Peraturan Menteri.
c. Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan bertujuan untuk memelihara kompetensi dan profesionalitas Arsitek dan mengembangkan tanggung jawab sosial Arsitek pada ligkungan profesinya dan masyarakat di sekitarnya. Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan diselenggarakan oleh organisasi profesi Arsitek dan dapat bekerja sama dengan lembaga pelatihan dan pengembangan profesi. Standar Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan disusun dan ditetapkan oleh LPJK/Dewan Arsitek Indonesia/ Pemerintah sesuai dengan perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan merpakan syarat untuk perpanjnangan Surat Tanda Registrasi Arsitek. Organisasi profesi Arsitek melakukan pemantauan dan penilaian atas pelaksanaan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan. Ketentuan lebih lanjut mengenai Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan diatur dengan Peraturan Menteri. 6. ARSITEK ASING
Dalam pelaksanaan Praktik Arsitek di Indonesia, dimungkinkan adanya peran dari Arsitek Asing untuk melaksanakan Praktik Arsitek. Namun demikian keberadaannya dilimitasi oleh beberapa batasan agar keberadaan Arsitek Nasional dapat dioptimalkan dan dikembangkan secara baik dan maksimal baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Arsitek Asing hanya dapat melakukan Praktik Arsitektur di Indonesia sesuai dengan kebutuhan sumber daya manusia ilmu pengetahuan dan teknologi pembangunan nasional yang ditetapkan oleh Pemerintah. Selain itu Arsitek Asing juga diwajibkan untuk melakukan alih ilmu pengetahuan dan teknologi kepada Arsitek nasional agar kapasitas dan kemampuan Arsitek nasional mendapat kemampuan yang sama, dimana pelaksanaan alih ilmu pengetahuan dan teknologi ini diawasi oleh Pemerintah. Dalam menjalankan Praktik Arsitektur di Indonesia, Arsitek Asing harus memenuhi ketentuan mengenai aturan ketenagakerjaan di Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang mengatur mengenai ketenagakerjaan untuk mendapatkan surat izin kerja. Dalam rangka untuk mendapat surat izin terja tersebut, Arsitek Asing harus memiliki Surat Tanda Registrasi Arsitek dari Dewan Arsitek Indonesia berdasarkan surat tanda registrasi atau sertifikat kompetensi Arsitek menurut hukum negaranya. Ini menjadi penting agar, Arsitek Asing tersebut memang diakui kualifikasinya sesuai yang dibutuhkan oleh Pengguna Jasa Arsitektur di Indonesia. Selanjutnya untuk pelaksanaan Praktik Arsitek, Arsitek Asing yang melakukan Praktik Arsitek di Indonesia harus didampingi oleh Arsitek dari Indonesia sebagai penanggung jawab. Terhadap Arsitek Asing yang tidak memenuhi ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Arsitek ini dapat dikenai sanksi administratif berupa peringatan tertulis, penghentian sementara Praktik Arsitektur, pembekuan izin kerja, pencabutan izin kerja, atau tindakan administratif lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Selain itu apabila Arsitek Asing yang dalam kegiatannya menimbulkan kerugian materiil dapat dikenai sanksi administratif berupa denda. 7. HAK DAN KEWAJIBAN
Dalam menjalankan Praktik Arsitek terdapat hak dan kewajiban yang harus dilakukan, baik oleh Arsitek dan Pengguna Jasa. Adapun yang menjadi hak Arsitek meliputi melakukan Praktik Arsitek, memperoleh jaminan pelindungan hukum selama melaksanakan tugasnya sesuai dengan kode etik Arsitek dan Standar Arsitek di Indonesia, memperoleh informasi, data, dan dokumen lain yang lengkap dan benar dari Pengguna Arsitektur sesuai dengan kebutuhan dan ketentuan peraturan perundang-undangan, mendaftarkan hasil karya kekayaan interlektual Arsitekturnya, menerima imbalan hasil kerja sesuai dengan perjanjian kerja, dan mendapatkan pembinaan dan kesempatan meningkatkan kompetensi profesi Arsitek.
Untuk kewajiban yang harus dilakukan oleh Arsitek dalam menjalankan Praktik Arsitek meliputi bahwa Arsitek berkewajiban untuk melaksanakan Praktik Arsitek sesuai dengan keahlian dan kode etik Arsitek, melaksanakan tugas profesi sesuai dengan keahlian dan kualifikasi yang dimiliki, melaksanakan tugas profesi sesuai dengan standar kinerja Arsitek, menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan perjanjian kerja dengan Pengguna Jasa Arsitek, melaksanakan profesinya tanpa membedakan suku, agama, ras, gender, golongan, latar belakang sosial, politik, dan budaya. Selain itu kewajiban lainnya yang diemban oleh Arsitek dalam Praktik Arsitek meliputi menjunjung tinggi nilai-nilai budaya dan pengetahuan Arsitektur, memutakhirkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta mengikuti Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan, mengutamakan kaidah keselamatan, kesehatan kerja, dan kelestarian lingkungan hidup, mengupayakan inovasi dan nilai tambah dalam Praktik Arsitek, mengutamakan penggunaan sumber daya manusia Arsitektur nasional dan produk hasil Arsitektur nasional, memberikan layanan Praktik Arsitektur secara cuma-cuma terkait dengan kepentingan sosial masyarakat, melakukan pencatatan rekam kerja Arsitek dalam format sesuai dengan standar arsitek nasional, dan mengikuti standar kinerja serta mematuhi seluruh ketentuan keprofesian yang ditetapkan dalam Organisasi Profesi. Terkait dengan hak dan kewajiban yang dimiliki dan diemban oleh Arsitek juga berlaku secara mutatis dan mutandis terhadap Arsitek Asing. Selanjutnya terhadap Pengguna Jasa Arsitek juga terdapat hak yang dimiliki dan kewajiban yang harus dilakukan. Pengguna Jasa dalam hal ini adalah pihak yang menggunakan jasa Arsitek berdasarkan ikatan hubungan kerja. Adapun yang menjadi hak dari Pengguna Jasa Arsitek meliputi mendapatkan lingkup layanan dan mutu pelaksanaan Praktik Arsitek sesuai dengan perjanjian kerja, mendapatkan informasi secara lengkap dan benar atas jasa dan hasil Praktik Arsitek, memperoleh pelindungan hukum sebagai konsumen atas jasa dan hasil Praktik Arsitek, menyampaikan pendapat dan memperoleh tanggapan atas pelaksanaan Praktik Arsitek, menolak hasil Praktik Arsitek yang tidak sesuai dengan perjanjian kerja, dan melakukan tindakan hukum atas pelanggaran perjanjian kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Selanjutnya untuk kewajiban yang harus dilakukan oleh Pengguna Jasa Arsitek dalam Praktik Arsitek meliputi memberikan informasi, data, dan dokumen yang lengkap dan benar tentang Praktik Arsitek yang akan dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan dan ketentuan peraturan perundang-undangan, mengikuti petunjuk Arsitek atas hasil Praktik Arsitek yang akan diterima, memberikan imbalan yang setara dan adil atas jasa layanan Praktik Arsitek sesuai dengan jenjang kualifikasi, dan mematuhi ketentuan yang berlaku di tempat pelaksanaan Praktik Arsitek.