BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Bidan sebagai tenaga perawat mempunyai tanggung jawab utama yaitu melindungi masyarakat / publik, profesi keperawatan dan praktisi perawat.Praktek Bidan ditentukan dalam standar organisasi profesi dan system pengaturan serta pengendaliannya melalui perundang – undangan yang ada, dimanapun bidan itu bekerja. Kebidanan hubungannya sangat banyak keterlibatan dengan segmen manusia dan kemanusiaan,Penerimaan dan pengakuan organisasi profesi bidan sebagai pelayanan profesional diberikan oleh bidan profesional sejak tahun 1983, maka upaya perwujudannya bukanlah hal mudah di Indonesia. Disisi lain kebidanan di Indonesia menghadapi tuntutan dan kebutuhan eksternal dan internal yang kesemuanya membutuhkan upaya yang sungguh – sungguh dan nyata keterlibatan berbagai pihak yang terkait dan berkepentingan. Dalam menjalankan tugas dan praktiknya, bidan bekerja berdasarkan pada pandangan filosofis yang dianut, keilmuan, metode kerja, standar praktik pelayanan, dank ode etik profesi yang dimilikinya 1.2 Rumusan masalah 1. Apa saja pasal yang berhubungan dengan kesehatan dalam praktek kebidanan dalam UU RI No 36 tahun 2009 ? 2. Apa saja pasal yang berhubungan dengan kesehatan jiwa dalam praktek kebidanan dalam UU RI No 18 tahun 2014 ? 3. Apa saja pasal yang berhubungan dengan tenaga kesehatan dalam praktek kebidanan dalam UU RI No 36 tahun 2014? 4. Apa saja pasal yang berhubungan dengan persetujuan tindakan medis dalam praktek kebidanan dalam permenkes RI No 585/menkes/per/IX/1989? 5. Apa saja pasal yang berhubungan dengan persetujuan tindakan medis dalam praktek kebidanan dalam permenkes RI No 269/menkes/per/III/2008? 1.3 Tujuan 1. Memberi dukungan perlindungan hukum pada bidan yang telah melaksanakan pelayanan sesuai standar praktik bidan dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. 2. Agar mahasiswa dapat memahami masalah Peraturan dan Perundang-Undangan yang Melandasi Tugas, Fungsi dan Praktek bidan sehingga mahasiswa dapat mengatasi masalah dengan tanggung jawab tenaga kesehatan
1
BAB II PEMBAHASAN 2.1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN 2.1.1 Pengertian Kesehatan Pasal 1 Ayat (1) Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. 2.1.2 Asas Dan Tujuan Pasal 2 Pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan berasaskan perikemanusiaan, keseimbangan, manfaat, pelindungan, penghormatan terhadap hak dan kewajiban, keadilan, gender dan nondiskriminatif dan norma-norma agama. Pasal 3 Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. 2.1.3 Pasal Menyangkut Kebijakan Kesehatan Ibu dan Anak (UU No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Ibu, Bayi dan Anak Pasal 126 -135 ) Pasal 126 (1) Upaya kesehatan ibu harus ditujukan untuk menjaga kesehatan ibu sehingga mampu melahirkan generasi yang sehat dan berkualitas serta mengurangi angka kematian ibu. (2) Upaya kesehatan ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. (3) Pemerintah menjamin ketersediaan tenaga, fasilitas, alat dan obat dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan ibu secara aman, bermutu, dan terjangkau. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelayanan kesehatan ibu diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 127 (1) Upaya kehamilan di luar cara alamiah hanya dapat dilakukan oleh pasangan suami 2
istri yang sah dengan ketentuan: a. hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang bersangkutan ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovum berasal b. dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu c. pada fasilitas pelayanan kesehatan tertentu. (2) Ketentuan mengenai persyaratan kehamilan di luar cara alamiah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah Pasal 128 (1)Setiap bayi berhak mendapatkan air susu ibu eksklusif sejak dilahirkan selama 6 (enam) bulan, kecuali atas indikasi medis. (2) Selama pemberian air susu ibu, pihak keluarga, Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat harus mendukung ibu bayi secara penuh dengan penyediaan waktu dan fasilitas khusus. (3) Penyediaan fasilitas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diadakan di tempat kerja dan tempat sarana umum. Pasal 129 (1) Pemerintah bertanggung jawab menetapkan kebijakan dalam rangka menjamin hak bayi untuk mendapatkan air susu ibu secara eksklusif. (2) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 130 Pemerintah wajib memberikan imunisasi lengkap kepada setiap bayi dan anak. Pasal 131 (1) Upaya pemeliharaan kesehatan bayi dan anak harus ditujukan untuk mempersiapkan generasi yang akan datang yang sehat, cerdas, dan berkualitas serta untuk menurunkan angka kematian bayi dan anak. (2) Upaya pemeliharaan kesehatan anak dilakukan sejak anak masih dalam kandungan, dilahirkan, setelah dilahirkan, dan sampai berusia 18 (delapan belas) tahun.
3
(3) Upaya pemeliharaan kesehatan bayi dan anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) menjadi tanggung jawab dan kewajiban bersama bagi orang tua, keluarga, masyarakat, dan Pemerintah, dan pemerintah daerah. Pasal 132 (1) Anak yang dilahirkan wajib dibesarkan dan diasuh secara bertanggung jawab sehingga memungkinkan anak tumbuh dan berkembang secara sehat dan optimal. (2) Ketentuan mengenai anak yang dilahirkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (3) Setiap anak berhak memperoleh imunisasi dasar sesuai dengan ketentuan yang berlaku untuk mencegah terjadinya penyakit yang dapat dihindari melalui imunisasi. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis-jenis imunisasi dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Menteri. Pasal 133 (1) Setiap bayi dan anak berhak terlindungi dan terhindar dari segala bentuk diskriminasi dan tindak kekerasan yang dapat mengganggu kesehatannya. (2) Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat berkewajiban untuk menjamin terselenggaranya perlindungan bayi dan anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan menyediakan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan. Pasal 134 (1) Pemerintah berkewajiban menetapkan standar dan atau kriteria terhadap kesehatan bayi dan anak serta menjamin pelaksanaannya dan memudahkan setiap penyelenggaraan terhadap standar dan kriteria tersebut. (2) Standar dan/atau kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diselenggarakan sesuai dengan pertimbangan moral, nilai agama, dan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 135 (1) Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat wajib menyediakan tempat dan sarana lain yang diperlukan untuk bermain anak yang memungkinkan anak tumbuh dan berkembang secara optimal serta mampu bersosialisasi secara sehat.
4
(2) Tempat bermain dan sarana lain yang diperlukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilengkapi sarana perlindungan terhadap risiko kesehatan agar tidak membahayakan kesehatan anak.
2.2 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG KESEHATAN JIWA 2.2.1
Pengertian Kesehatan Jiwa Pasal 1 ayat (1) Kesehatan Jiwa adalah kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya.
2.2.2
Asas Dan Tujuan Pasal 2 Upaya Kesehatan Jiwa berasaskan: keadilan , perikemanusiaan , manfaat , transparansi , akuntabilitas , komprehensif pelindungan dan nondiskriminasi. Pasal 3 Upaya Kesehatan Jiwa bertujuan: a. menjamin setiap orang dapat mencapai kualitas hidup yang baik, menikmati kehidupan kejiwaan yang sehat, bebas dari ketakutan, tekanan, dan gangguan lain yang dapat mengganggu Kesehatan Jiwa; b. menjamin setiap orang dapat mengembangkan berbagai potensi kecerdasan; c. memberikan pelindungan dan menjamin pelayanan Kesehatan Jiwa bagi ODMK dan ODGJ berdasarkan hak asasi manusia; d. memberikan pelayanan kesehatan secara terintegrasi, komprehensif, dan berkesinambungan melalui upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif bagi ODMK dan ODGJ; e. menjamin ketersediaan dan keterjangkauan sumber daya dalam Upaya Kesehatan Jiwa; f. meningkatkan mutu Upaya Kesehatan Jiwa sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; dan g. memberikan kesempatan kepada ODMK dan ODGJ untuk dapat memperoleh haknya sebagai Warga Negara Indonesia. 5
2.2.3 Pasal Upaya kesehatan jiwa Pasal 4 ayat (1) Upaya Kesehatan Jiwa dilakukan melalui kegiatan: a. promotif b. preventif c. kuratif d. rehabilitatif. pasal 4 ayat (2) Upaya Kesehatan Jiwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat.
2.3 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG TENAGA KESEHATAN 2.3.1 Pengertian Tenaga Kesehatan Pasal 1 ayat (1) Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. 2.3.2 Asas Dan Tujuan Pasal 2 tenaga kesehatan berasaskan : a. Perikemanusiaan
f. keadilan
b. manfaat
g. pengabdian
c. pemerataan
h. norma agama
d. etika dan profesionalitas
i. pelindungan
e. penghormatan terhadap hak dan kewajiban Pasal 3 Undang-Undang ini bertujuan untuk: a. memenuhi kebutuhan masyarakat akan Tenaga Kesehatan b. mendayagunakan Tenaga Kesehatan sesuai dengan kebutuhan masyarakat; c. memberikan pelindungan kepada masyarakat dalam menerima penyelenggaraan Upaya Kesehatan d. mempertahankan dan meningkatkan mutu penyelenggaraan Upaya Kesehatan yang diberikan oleh Tenaga Kesehatan e. memberikan kepastian hukum kepada masyarakat dan Tenaga Kesehatan 6
2.3.3 Pasal Pengelompokan Tenaga Kesehatan Pasal 9 ayat (1) Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a harus memiliki kualifikasi minimum Diploma Tiga, kecuali tenaga medis. Pasal 9 ayat (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kualifikasi minimum Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 11 Ayat (1) Tenaga Kesehatan dikelompokkan ke dalam: a. tenaga medis
h. tenaga gizi
b. tenaga psikologi klinis
i. tenaga keterapian fisik
c. tenaga keperawatan
j. tenaga keteknisian medis
d. tenaga kebidanan
k. tenaga teknik biomedika
e. tenaga kefarmasian
l. tenaga kesehatan tradisional
f. tenaga kesehatan masyarakat
m. tenaga kesehatan lain.
g. tenaga kesehatan lingkungan
2.4 PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA No.585/MEN.KES/PER/IX/1989 TENTANG PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIS 2.4.1
Pengertian Persetujuan Tindakan Medis Pasal 1 ayat (1) Persetujuan tindakan medik / informed consent adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medic yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut Pasal 1 ayat (2) Tindakan medik adalah suatu tindakan yang dilakukan terhadap pasien berupa diagnostik atau terapeutik
2.4.2
Persetujuan Pasal 2 (1) Semua tindakan medik yang akan dilakukan terhadap pasien harus mendapat persetujuan. . (2) Persetujuan dapat diberikan secara tertulis maupun lisan. (3) Persetujuan sebagaimana dimaksud ayat (1) diberikan setelah pasien mendapat informasi yang adequat tentang perlunya tindakan medik yang bersangkutan serta risiko yang dapat ditimbulkannya. (4) Cara penyampaian dan isi informasi disesuaikan dengan tingkat pendidikan 7
serta kondisi dan situasi pasien. Pasal 3 (1) Setiap tindakan medik yang mengandung risiko tinggi harus dengan persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan. (2) Tindakan medik yang tidak termasuk sebagaimana dimaksud dalam pasal ini tidak diperlukan persetujuan tertulis, cukup persetujuan lisan. (3) Persetujuan sebagaimana dimaksud ayat (2) dapat diberikan secara nyatanyata atau secara diamdiam. 2.4.3
Informasi
Pasal 4 (1) Informasi tentang tindakan medik harus diberikan kepada pasien, baik diminta maupun tidak diminta. (2) Dokter harus memberikan informasi selengkapIengkapnya, kecuali bila dokter menilai bahwa informasi tersebut dapat merugikan kepentingan kesehatan pasien atau pasien menolak diberikan informasi. (3) Dalam halhal sebagaimana dimaksud ayat (2) dokter dengan persetujuan pasien dapat memberikan informasi tersebut kepada keluarga terdekat dengan didampingi oleh seorang perawat/ paramedik lainnya sebagai saksi. Pasal 5 (1) Informasi yang diberikan mencakup keuntungan dan kerugian dari tindakan medik yang akan dilakukan, baik diagnostik maupun terapeutik. (2) Informasi diberikan secara lisan. (3) Informasi harus diberikan secara jujur dan benar kecuali bila dokter menilai bahwa hal itu dapat merugikan kepentingan kesehatan pasien. (4) Dalam hal-hal sebagaimana dimaksud ayat (3) dokter dengan persetujuan pasien dapat memberikan informasi tersebut kepada keluarga terdekat pasien. Pasal 6 (1) Dalam hal tindakan bedah (operasi) atau tindakan invasif lainnya, informasi harus diberikan oleh dokter yang akan melakukan operasi itu sendiri. (2) Dalam keadaan tertentu di mana tidak ada dokter sebagaimana dimaksud ayat (1) informasi harus diberikan oleh dokter lain dengan pengetahuan atau petunjuk dokter
8
yang bertanggungjawab. (3) Dalam hal tindakan yang bukan bedah (operasi) dan tindakan yang tidak invasif lainnya, informasi dapat diberikan oleh dokter lain atau perawat, dengan pengetahuan atau petunjuk dokter yang bertanggungjawab. Pasal 7 (1) Informasi juga harus diberikan jika ada kemungkinan perluasan operasi. (2) Perluasan operasi yang tidak dapat diduga sebelumnya, dapat dilakukan untuk menyelamatkan jiwa pasien. (3) Setelah perluasan operasi sebagaimana dimaksud ayat (2) dilakukan, dokter harus memberikan informasi kepada pasien atau keluarganya. Yang Berhak Memberikan Persetujuan Pasal 8 (1) Persetujuan diberikan oleh pasien dewasa yang berada dalam keadaan sadar dan sehat mental. (2) Pasien dewasa sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah yang telah berumur 21 (duapuluh satu) tahun atau telah menikah.
2.5 PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 269/MENKES/PER/III/2008 TENTANG REKAM MEDIS 2.5.1
Pengertian Rekam Medis Pasal 1 ayat (1) Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.
2.5.2
Jenis Rekam Medis Pasal 2 (1) Rekam medis harus dibuat secara tertulis, lengkap dan jelas atau secara elektronik. (2) Penyelenggaraan rekam medis dengan menggunakan teknologi informasi elektronik diatur lebih lanjut dengan peraturan tersendiri.
2.5.3
Tata Cara Penyelenggaraan Pasal 5 (1) Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib membuat rekam medis. 9
(2) Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuat segera dan dilengkapi setelah pasien menerima pelayanan. (3) Pembuatan rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan melalui pencatatan dan pendokumentasian hasil pemeriksaan pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. (4) Setiap pencatatan ke dalam rekam medis harus dibubuhi nama, waktu, dan tanda tangan dokter, dokter gigi, atau tenaga kesehatan tertentu yang memberikan pelayanan kesehatan secara langsung. (5) Dalam hal terjadi kesalahan dalam melakukan pencatatan pada rekam medis dapat dilakukan pembetulan. (6) Pembetuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) hanya dapat dilakukan dengan cara pencoretan tanpa menghilangkan catatan yang dibetulkan dan dibubuhi paraf dokter, dokter gigi, atau tenaga kesehatan tertentu yang bersangkutan. Pasal 6 Dokter, dokter gigi, dan/atau tenaga kesehatan tertentu bertanggungjawab atas catatan dan/atau dokumen yang dibuat pada rekam medis. Pasal 7 Sarana pelayanan kesehatan wajib menyediakan fasilitas yang diperlukan dalam rangka penyelenggaraan rekam medis.
10
BAB III PENUTUP 3.1Kesimpulan Standar layanan kesehatan merupakan suatu alat organisasi untuk menjabarkan mutu layanan kesehatan ke dalam terminologi operasional sehingga semua orang yang terlibat dalam layanan kesehatan akan terikat dalam suatu sistem, baik pasien, penyedia layanan kesehatan, penunjang layanan kesehatan, ataupun manajemen organisasi layanan kesehatan, dan akan bertanggung
gugat
dalam
menjalankan
tugas
dan
perannya
masing-masing.
Hukum kesehatan adalah rangkaian peraturan perundang-undangan dalam bidang kesehatan yang mengatur tentang pelayanan medik dan sarana medik. 3.2 Saran Kepada para pembaca diharapkan agar mencari tau lebih banyak lagi dan memahami tentang dasar hukum / peraturan perundangan dalam praktek kebidanan dari berbagai sumber sehingga memiliki wawasan yg lebih luas lagi.
11