Analisis Fasies Seismik (Seismic Facies Analysis) Hidrokarbon (minyak dan gas) terdapat di dalam batuan sediment yang terbentuk dalam berbagai lingkungan pengendapan seperti channel sungai, sistem delta, kipas bawah laut (submarine fan), carbonate mound, dan reef. Batuan sedimen yang terbentuk pada berbagai lingkungan pengendapan tersebut dikenal dengan benda geologi. Gelombang seismik yang menembus dan terefleksikan kembali ke permukaan akan memberikan gambaran bentuk eksternal dan tekstur internal dari benda-benda geologi tersebut. Analisis bentuk eksternal dan tekstur internal benda geologi dari penampang rekaman seismik dikenal dengan analisa fasies seismik atau seismic facies analysis. Terdapat 8 jenis bentuk eksternal benda geologi: sheet, sheet drape, wedge, bank, lens, mound, fan dan fill.
Batas Sekuen Seismik Didalam analisis fasies seismik, batas dari benda-benda geologi diatas disebut dengan reflection terminations. Pemetaan reflection terminations merupakan kunci didalam analisis fasies seismik. Umumnya terminasi tesebut memiliki karakter refleksi yang kuat (amplitudo refleksi yang cukup dominan). Terdapat dua jenis batas benda geologi: batas atas dan batas bawah, selanjutnya istilah batas benda geologi tersebut dikenal dengan batas sekuen seismik (sequence seismic boundary), mereka itu adalah: erosional truncation dan top lap sebagai batas atas, onlap dan downlap sebagai batas bawah.
Batas atas sekuen seismik (a) erosional truncation, top lap, batas bawah (b) onlap dan downlap. Erosional Truncation atau dikenal dengan unconformity (ketidakselaraasan) diakibatkan oleh peristiwa erosi karena terekspos ke permukaan. Toplap diakibatkan karena tidak adanya peristiwa sedimentasi dan tidak ada peristiwa erosi. Onlap, pada lingkungan shelf (shelfal environment) disebabkan karena kenaikan muka air laut relatif, pada lingkungan laut dalam akibat sedimentasi yang perlahan, dan pada channel yang tererosi akibat low energy fill. Downlap, diakibatkan oleh sedimentasi yang cukup intensif. Prinsip tekstur seismik Sebagimana yang disebutkan diawal analisis fasies seismik meliputi pembahasan tesktur internal benda geologi.
Parallel: disebabkan oleh pengendapan sedimen dengan rate yang seragam (uniform rate), atau pada paparan (shelf) dengan subsiden yang uniform atau sedimentasi pada stable basin plain. Subparallel: terbentuk pada zona pengisian, atau pada situasi yang terganggu oleh arus laut. Subparallel between parallel: terbentuk pada lingkungan tektonik yang stabil, atau mungkin
fluvial plain dengan endapan berbutir sedang. Wavy parallel: terbentuk akibat lipatan kompresi dari lapisan parallel diatas permukaan detachment atau diapir atau sheet drape dengan endapan berbutir halus. Divergent: terbentuk akibat permukaan yang miring secara progresif selama proses sedimentasi. Chaotic: pengendapan dengan energi tinggi (mounding, cut and fill channel) atau deformasi seteah proses sedimentasi (sesar, gerakan overpressure shale, dll.) Reflection free: batuan beku, kubah garam, interior reef tunggal. Local chaotic: slump (biasanya laut dalam) yang diakibatkan oleh gempabumi atau ketidakstabilan gravitasi, pengendapan terjadi dengan cepat. Tekstur yang terprogradasi
Sigmoid: tekstur ini dapat terbentuk dengan suplai sediment yang cukup, kenaikan muka laut relatif cepat, rejim pengendapan energi rendah, seperti slope, umumnya sediment butir halus. Oblique tangential: suplai sediment yang cukup sampai besar, muka laut yang konstan seperti delta, sediment butir kasar pada delta plain, channel dan bars. Oblique parallel: oblique tangensial varian, sediment terpilah lebih baik. Complex: lidah delta dengan energi tinggi dengan slope terprogradasi dalam energi rendah. Shingled: terbentuk pada zona dangkal dengan energi rendah. Hummocky: terbentuk pada daerah dangkal tipikal antar delta dengan energi sedang. Tekstur Pengisian Channel
Onlap Fill: sedimentasi pada
channel dengan energi relative rendah. Mounded Onlap Fill: sedimentasi dengan energi tinggi. Setidaknya terdapat dua tahap sedimentasi. Divergent Fill: shale prone yang terkompaksi dengan sedimenatsi energi rendah, juga sebagai tipikal tahap akhir dari pengisisan graben. Prograded Fill: transport sediment dari ujung atau pada lengkungan channel. Chaotic Fill: sedimenatsi pada channel dengan energi yang sangat tinggi. Complex Fill: terdapat perubahan arah sedimentasi atau perubahan aliran air. Tekstur Karbonat
Reflection free Mound: patch reef atau pinnacle reef; strata menunjukkan sedimen miring yang lebih terkompaksi (mungkin shale). Pinnacle with Velocity Pull-Up: patch reef atau pinnacle reef, dengan pertumbuhan beberapa tahap (multi stage), mungkin cukup poros. Bank-Edge with Velocity Sag: Shelf edge reef dengan porositas yang sangat bagus, sediment penutupnya mungkin carbonate prone. Bank-Edge Prograding Slope: shelf edge reef yang bertumpuk, tertutup oleh klastik, mengalami perubahan suplai sediment. Tekstur ‘Mounded’
Fan Complex: penampang lateral dari kipas (fan) yang dekat dengan sumber sediment Volcanic Mound: margin konvergen pada tahap awal; pusat aktivitas rifting pada rift basin Compound Fan Complex: superposisi dari berbagai kipas. Migrating wave: diakibatkan oleh arus laut, laut dalam. Tipe-tipe fasis seismik basin slope dan basin floor
Sheet-drape (low energy): seragam, pengendapan laut dalam yang tidak tergantung pada relief dasar laut, litologi seragam, tidak ada pasir. Slope Front Fill: kipas laut dalam, lempung dan silts (energi rendah) Onlap-Fill (low energy): pengendapan dengan kontrol gravitasi (arus turbidit kecepatan rendah) Fan-Complex (high energy): diendapkan sebagai kipas, mound dan slump, meskipun energi tinggi, mungkin masih mengandung batupasir sebagai reservoar . Contourite (variable energy): biasanya sedimen butir halus, tidak menarik unutk eksplortasi, bentuk tidak simetris, arus tak berarah. Mounded Onlap-Fill (High Energy): fasies peralihan antara chaotic dan onlap fill, control gravitasi, reflector tidak menerus, semakin menebal kearah topografi rendah yang menandakan endapan energi tinggi. Chaotic Fill (variable energy): mounded, terdapat pada topografi rendah, slump, creep dan turbidit energi tinggi, komposisi material tergantung pada sumber biasanya sedikit pasir. Referensi: 1. R.M. Mitchum Jr. and P.R. Vail (1977) Seismic stratigraphic interpretation procedure. AAPG Memoir; Seismic Stratigraphy - Applications to Hydrocarbon Exploration 26, 135–143. 2. R.M. Mitchum Jr., P.R. Vail, and J.B. Sangree (1977) Stratigraphic interpretation of seismic reflection patterns in depositional sequences. AAPG Memoir; Seismic Stratigraphy - Applications to Hydrocarbon Exploration 26, 117–133. 3. R.E. Sheriff (1975) Factors affecting seismic amplitudes. Geophysical Prospecting 23, 125–138.
Angle Mute Istilah angle mute digunakan untuk menjelaskan teknik pemotongan pada CDP gather sebelum memproduksi angle stack. Angle mute terdiri atas inner mute (batas kiri) dan outer mute (batas kanan). Berikut ilustrasinya.
Gambar diatas menunjukkan angle mute sebelum memproduksi near angle stack dan far angle stack. Untuk near angle stack batas kiri berwarna merah dan batas kanan berwarna kuning. Sedangkan untuk far angle stack batas kiri berwarna kuning dan batas kanan berwarna pink. Batas merah dipakai untuk mereduksi efek multiple pada near offset, sedangkan warna pink dipakai untuk mereduksi efek ‘stretching’ akibat koreksi NMO. Gambar diatas courtesy, Western Geco, 2003.
Angle Stack Istilah angle stack dipakai untuk menjelaskan stacking tras-tras seismic pada sebagian offset saja. Lihat item Near offset Far Offset pada blog ini. Near offset artinya low angle stack dan far stack adalah high angle stack. Biasanya low angle stack berukuran (5-15 derajat), middle angle stack (15-25 derajat) dan high angle stack (25-35 derajat). Studi angle stack kerap kali dipakai untuk menganalisis fenomena AVO. Berikut contohnya:
Gambar diatas courtesy Contreras A. et al., Geophysics, Vol. 71, 2006
Anisotropy (Seismic Anisotropy) Seismic anisotropy adalah variasi kecepatan gelombang seismik terhadap arah. Adanya perbedaan kecepatan gelombang terhadap arah ini diakibatkan oleh konfigurasi susunan mineral, rekahan, pori-pori, lapisan atau konfigurasi kristal dari suatu material. Gambar dibawah ini menunjukkan perbedaan antara material homogen isotropis (a) dengan material anisotropis(b). Bintang merah menunjukkan sumber gelombang seismik dan panah menunjukkan arah pergerakan gelombang. Untuk material homogen isotropis, gelombang akan merambat dengan kecepatan yang sama ke semua arah yang akan menghasilkan muka gelombang lingkaran (bola), sedangkan pada material anisotropy akan menghasilkan muka gelombang bukan lingkaran (bola).
Posted by Agus Abdullah, PhD at 12:31 PM Labels: Sifat Fisis
Anomalous Amplitude noise Attenuation (AAA) Adalah teknologi pengolahan data seismik yang merupakan multi step flow (tahapan prosesing bertingkat). AAA ditujukan untuk mengidentifikasi anomali amplitudo seismik (dalam hal ini amplitudo noise) seperti spike noise, swell noise, trace yang bernoise, dll. AAA merupakan filter yang diterapkan pada data didalam domain frekuensi baik dalam CDP, shot maupun offset gather.
Gambar di atas adalah contoh aplikasi AAA didalam pengolahan data seismik. (A) adalah CDP gather sebelum, (B) adalah setelah proses AAA dan (C) adalah perbedaan antara A dan B. Perhatikan noise di dalam lingkaran hitam yang dapat dihilangkan dengan baik setelah proses AAA.
Teknologi AAA merupakan salah satu portofolio pengolahan data seismik yang dimiliki oleh Western Geco.
Aperture Aperture adalah bagian dari suatu data, seperti data seismik, data log, dll., dimana sebuah fungsi diterapkan, fungsi yang dimaksud diantaranya windowing, filter, dll. Aperture waktu sebagai contoh digunakan untuk menjelaskan bagian data seismik untuk rentang interval waktu tertentu (perhatikan gambar di bawah ini).
[Gambar asli diambil dari Kou et al., The Leading Edge, 2007]
APF.VO (Amplitude, Phase and Frequency versus Offset) Merupakan pengembangan dari metoda AVO konvensional untuk menganalisa efek sifat elastik batuan seperti kecepatan gelombang, fluida pori, litologi, dll. terhadap amplitudo, fasa dan frekuensi sejalan dengan bertambahnya offset. Publikasi terkait dengan masalah ini nampaknya sampai saat ini masih terbatas. Penelitian APF.VO yang dilakukan oleh Mazzotti A [1991] menujukkan perubahan karakter plot APF.VO untuk model lapisan batuan dengan kondisi fluida pori maupun litologi yang berbeda yang menghasilkan pergeseran fasa gelombang maupun variasi amplitudo. Pengetahuan tambahan adanya variasi fasa dan frekuensi terhadap offset sebagai efek dari sifat elastik batuan tentunya akan membantu interpretasi teknik AVO konvensional. Untuk topik ini, pemilik blog tidak mencantumkan gambar hasil penelitian APF.VO yang dilakukan oleh Mazzotti A [1991], karena terkait copyright, walaupun beberapa gambar bisa dibeli seharga ratusan dollar. Adakah peneliti muda di tanah air tercinta yang mau mengangkat topik ini?
Aproksimasi Aki, Richards dan Fasier Persamaan Zoeppritz [lihat persamaan (4) pada subject Persamaan Zoeppritz (detail)] menunjukkan kepada kita hubungan antara amplitudo sebagai fungsi dari sudut, tetapi tidak menunjukkan hubungannya dengan karakteristik fisis. Aki, Richards dan Fasier mencoba untuk menformulasikan berdasarkan parameter densitas, kecepatan gelombang P, dan kecepatan gelombang S :
Aproksimasi Mobil Persamaan Aproksimasi Aki, Richards dan Fasier menunjukan amplitudo sebagai fungsi dari parameter fisis. Padahal pada penampang seismik, kita mengukur amplitudo sebagai fungsi koefisien refleksi. Gelfand et al. pada tahun 1986 menyusun kembali persamaan Aproksimasi Aki, Richards dan Fasier
dengan mengasumsikan γ=α/β mendekati 2 : [Persamaan (1)] Untuk mendapatkan Aproksimasi Gelfand, kita tentukan γ=α/β dan mengabaikan suku ketiga, sehingga diperoleh : [Persamaan (2)] Perhatikan bahwa pada persamaan (2), kita peroleh : [Persamaan (3)] dan
[Persamaan (4)] Kemudian persamaan (2) dapat ditulis ulang : [Persamaan (5)]
Aproksimasi Shuey
Pada tahun 1985 Shuey mempublikasikan persamaan Zoeppritz sebagai fungsi dari α, ρ, dan σ (poisson’a ratio): [Persamaan (1)]
Hilterman menyederhakan Persamaan Shuey, dengan mengasumsikan (1) Hanya digunakan dua suku pertama pada persamaan Shuey jika [Persamaan (6)] <sin²θ><sin²θ>(2)σ=1/3, yang berarti A0=-1 . Sehingga diperoleh : [Persamaan (2)]
dengan penyederhanaan lebih lanjut : [Persamaan (3)]
Persamaan (2) dan (3) menunjukkan respon AVO didominasi oleh pada sudut kecil dan oleh pada sudut besar. Alternatifnya, persamaan (2) diatas ditulis ulang menjadi : [Persamaan (4)]
Persamaan diatas mengekspresikan bahwa dengan estimasi R0 dan G, perubahan poisson’s ratio dapat diestimasi sebagai persamaan : [Persamaan (5)] Gambar (a) menunjukkan perbandingan hasil yang diperoleh untuk model geologi sederhana pada batas atas dan bawah dengan menggunakan kalkulasi Zoeppritz dan aproksimasiaproksimasi diatas. Gambar (b) menunjukkan distribusi kesalahan pada lapisan atas (kurva bawah, jika koefisien refleksi negatif) pada Gambar (a) Perhatikan bahwa semua kecocokan bernilai 2% untuk sudut diatas 20°. Aproksimasi Gelfand sangat baik pada 35°. , dan Aproksimasi Shuey pada semua sudut.
Posted by Agus Abdullah, PhD at 11:06 PM Labels: AVO
Atenuasi (attenuation) Atenuasi dilambangkan dengan Q, dimana 1/Q adalah fraksi dari energi gelombang yang hilang setiap cycle saat gelombang tersebut merambat. Sehingga ‘Q rendah’ berarti lebih teratenuasi dan ‘Q tinggi’ berarti sedikit teratenuasi.
Umumnya, didalam aplikasi seismik eksplorasi, besaran Q diprediksi untuk memberikan kompensasi terhadap amplitudo gelombang seismik yang hilang dalam perambatannya. Didalam mendeterminasi besaran Q, terdapat beberapa macam metoda. Metoda yang cukup sering digunakan di dalam industri migas adalah metoda rasio spektral, yakni Q merupakan slope (kemiringan) rasio natural logaritmik (ln) spektral ’gelombang dalam’ dengan ’gelombang dangkal’. Untuk lebih jelasnya perhatikan diagram di bawah ini (klik untuk memperbesar):
Akhir-akhir ini analisis Q mulai dilirik sebagai metoda yang cukup jitu didalam karakterisasi reservoar. Hal ini dilakukan karena Q lebih sensitif terhadap kehadiran gas maupun temperatur daripada sifat kecepatan gelombang seismik.
Contoh dibawah adalah Analisis Q untuk kasus monitoring zona minyak dan gas serta monitoring injeksi karbon dioksida. Apakah anda melihat bahwa gelombang lebih teratenuasi (Q rendah) di sekitar antiklin sebagai perangkap gas?
Courtesy: Clark R., University of Leeds, School of Earth & Environment
Seismik Attribute Seismik Attribute adalah segala informasi yang diperoleh dari data seismik baik melalui pengukuran langsung, komputasi maupun pengalaman. Mengapa seismik attribute perlu dalam explorasi? Seismik attribute diperlukan untuk ’memperjelas’ anomali yang tidak terlihat secara kasat mata pada data seismik biasa. Secara analitiksebuah signal seismik dapat dituliskan sbb: u(t) = x(t) + i y(t) dimana x(t) adalah data seismik itu sendiri (data yang biasa anda gunakan untuk interpretasi geologi). Sedangkan y(t) adalah quadraturenya, yakni fasa gelombang x(t) digeser 90 derajat. u(t) dapat diperoleh dengan menggunakan tranformasi Hilbert pada data seismik, dimana komponen realnya adalah data seismik itu sendiri dan quadratur-nya merupakan komponen imaginer.
Terdapat beberapa macam seismik attribute: instantaneous energy (envelope), instantaneous phase, instantaneous frequency, dll. (Jenis-jenis attribut tersebut dijelaskan lebih lanjut pada blog ini dengan masing-masing subject). Gambar diatas milik Taner [1979] dengan sedikit modifikasi.
Auto – Korelasi (Auto Correlation) teAdalah korelasi sebuah vektor dengan dirinya sendiri. Contoh proses perhitungan lihat Cross-Korelasi. Auto-Korelasi fungsi a =[1, 2, 3] akan menghasilkan 3,8,14,8,3
AVA (Amplitude versus Angle) Adalah perilaku besarnya kecilnya amplitudo gelombang seismik dengan sudut datang tertentu jika melewati batas medium dengan densitas, kecepatan gelombang kompresi (P) dan kecepatan gelombang geser (S) yang berbeda. Gambar dibawah ini adalah perilaku amplitudo gelombang seismik terhadap sudut datang dengan menggunakan tiga persamaan amplitudo sebagai fungsi dari ketiga sifat fisis diatas (densitas, kecepatan gelombang kompresi dan kecepatan
gelombang geser) .
Persamaan Aki and Richards [1980], Shuey [1985] dan Bortfeld [1961] merupakan pendekatan terhadap persamaan Zoeppritz untuk amplitudo gelompang refleksi sebagai fungsi dari sudut datang. Berbagai pendekatan tersebut dilakukan karena persamaan Zoeppritz tidak memberikan pemahaman langsung bagaimana amplitudo gelombang seismik refleksi sebagai fungsi dari sifat fisis medium.
Berikut adalah persamaan Aki and Richards [1980] dan Shuey [1985]: Pendekatan Aki and Richards [1980]:
Pendekatan Shuey [1985]
Persamaan Zoeppritz dapat diaproksimasi sbb [Hampson & Russell]
Bowtie Bowtie adalah reflektor semu yang diakibatkan oleh gelombang seismik yang terdifraksi. Struktur sinklin atau lembah dasar laut yang cukup ‘sempit’ sering kali menyebabkan efek dasi ’bowtie’. Rekaman seismik dibawah ini menunjukkan fenomena bowtie.
Garis pink putus-putus adalah reflektor dasar laut yang ’seharusnya’, sedangkan reflektor biru dan merah (di dalam lingkaran biru) yang menyerupai bentuk dasi bowtie adalah akibat difraksi. Efek ini dapat dihilangkan dengan melakukan proses migrasi.
Brute Stack Adalah penampang seismik yang diperoleh dari stacking CMP (Common Mid Point) sebelum NMO (Normal Move Out) akhir maupun koreksi statik diterapkan. Tujuan ditampilkannya brute stack adalah untuk quick look sejauh mana kualiatas data seismik yang baru diperoleh dari sebuah akuisisi, atau sekedar mendapatkan gambaran awal kondisi bawah permukaan. Dibawah ini adalah contoh penampang brute stack. Data adalah courtesy PGS.
BSR (Bottom Simulating Reflector) Adalah anomali amplitudo yang disebabkan oleh kehadiran gas hidrat di bawah permukaan bumi. Karakter BSR bisanya ditunjukkan dengan amplitudo yang tinggi (cukup kontras) yang memotong struktur geologi (discordance). Akibat kehadiran gas hidrat maka BSR akan menghasilkan response AVO (Amplitude versus Offset). Jika dibawah BSR terdapat gas bebas, maka akan terjadi anomali kecepatan gelombang seismik dari tinggi menjadi rendah. Untuk lebih jelasnya perhatikan gambar dibawah ini. (a) BSR ditunjukkan dengan refleksi yang kuat yang memotong struktur geologi.
(b) Respons AVO pada BSR, perhatikan amplitudo meningkat sejalan dengan bertambahnya offset.
Gambar diatas courtesy Yan et al., Journal of Geophysical Research , vol 104, 1999
CDP... CDP (Common Deep Point) adalah istilah dalam pengambilan data seismik untuk konfigurasi sumber-penerima dimana terdapat satu titik tetap dibawah permukaan bumi. Untuk kasus reflektor horisontal (tidak miring) CDP kadang-dagang dikenal juga dengan CMP (Common Mid Point). Selain CDP dikenal juga CR (Common Receiver) untuk konfigurasi beberapa sumber satu penerima, CS (Common Shoot) untuk konfigurasi satu sumber beberapa penerima dan Common Offset untuk konfigurasi sumber penerima dengan jarak (offset) yang sama. Untuk lebih jelasnya perhatikan gambar dibawah berikut respon seismiknya.
Posted by Agus Abdullah, PhD at 8:56 PM Labels: Akuisisi Data Seismik
Coherence Coherence adalah salah satu atribut seismik yang menampilkan kemiripan satu tras seimsik dengan tras yang lainnya. Tras-tras seismik yang mirip akan dipetakan
dengan koefisien coherence yang tinggi sedangkan ketidakmenerusan akan terpetakan dengan koefisien coherence yang rendah.
Sebuah zona yang tersesarkan akan menghasilkan ketidakmenerusan yang tajam dengan demikian akan menghasilkan koefisien coherence yang rendah disepanjang bidang sesar tersebut. Dalam eksplorasi, atribut coherence digunakan untuk mempertajan kehadiran struktur sesar, perangkap stratigrafi, delta, channel, reef dll. Atribut coherence diestimasi berdasarkan kros korelasi tras-tras seimsik yang selanjutnya sembalance dan algoritma dekomposisi eigen structure diterapkan. Dalam praktiknya, attribut coherence sering kali ditampilkan bersamaan (overlay) dengan attribut yang lain (amplitudo, akustik impedance, dll.) Berikut contoh-contohnya; Perhatikan coherence yang mempertajam kehadiran sesar dan kekar NW-SE (b) yang kurang terlihat pada peta amplitudo (a). Gambar (c) adalah coherence di-overlay dengan amplitudo.
Perhatikan batas reef yang ditunjukkan secara lebih tajam oleh coherence (kanan) dibandingkan oleh amplitudo (kiri).
Overlay coherence dengan impedansi akustik yang melokalisir batas-batas batupasir dalam sistem channel.
Semua gambar courtesy Chopra, CSEG, 2001
CWT (Continuous Wavelet Transform) Adalah metoda dekomposisi waktu-frekuensi (time-frequency decomposition) yang dikenal juga dengan dekomposisi spectral (lihat subject dekomposisi spectral pada blog ini) yang ditujukan untuk mengkarakterisasi respon seismik pada frekuensi tertentu. Ide dasar dari metoda ini adalah dilakukannya FFT (Fast Fourier Transform) dari setiap window waktu secara menerus (continuous) sehingga diperoleh gambaran kisaran frekuensi pada zona target (reservoar).
Gambar dibawah ini adalah contoh penerapan CWT pada salah satu trace seismik sintetik:
Gambar atas sebelah kiri adalah trace seismik sintetik sedangkan gambar sebelah kanan adalah hasil CWT dengan menggunakan persamaan (1). Perhatikan bahwa CWT ditampilkan dalam kawasan waktu terhadap frekuensi. Waktu tersebut adalah waktu TWT (Two Way Travel Time) dari penampang seismik itu sendiri.
Lalu dengan menganalisis gambar CWT, katakanlah target reservoar anda berapa pada kisaran 0.9 detik, maka anda akan mendapatkan gambaran frekuensi dominan dari target anda, katakanlah 32Hz. Lalu dengan menggunakan persamaan (2), penampang CWT diinversi kembali untuk mendapatkan penampang seismik pada frekuensi 32Hz, yang harapannya dapat meng-emphasize target reservoar anda. Lihat subject dekomposisi spectral pada blog ini yang menujukkan hasil dari aplikasi metoda CWT terhadap data real.
Gambar dan persamaan diatas courtesy: Satish Sinha, School of Geology and Geophysics, University of Oklahoma, Norman, OK 73019 USA, Partha Routh Department of Geosciences, Boise State University, Boise, ID 83725 USA, Phil Anno Seismic Imaging and Prediction, ConocoPhillips, Houston, TX 77252 USA, John Castagna, School of Geology and Geophysics, University of Oklahoma, Norman, OK 73019 USA, Spectral Decomposition of Seismic Data with Continuous Wavelet Transform, 2005.
Konvolusi (Convolution) Secara umum konvolusi didefinisikan sebagai cara untuk mengkombinasikan dua buah deret angka yang menghasilkan deret angka yang ketiga. Didalam dunia seismik deret-deret angka tersebut adalah wavelet sumber gelombang, reflektivitas bumi dan rekaman seismik.
Secara matematis, konvolusi adalah integral yang mencerminkan jumlah lingkupan dari sebuah fungsi a yang digeser atas fungsi b sehingga menghasilkan fungsi c. Konvolusi dilambangkan dengan asterisk ( *). Sehingga, a*b = cberarti fungsi a dikonvolusikan dengan fungsi b menghasilkan fungsi c. Konvolusi dari dua fungsi a dan fungsi b dalan rentang terbatas [0, t] diberikan oleh:
Contoh: a = [1, 2, 3] dan b = [4,5,6] maka a*b :
Sehingga a*b adalah [4,13,28,27,18] Dari contoh diatas terlihat bahwa jumlah elemen c adalah jumlah elemen a ditambah jumlah elemen b dikurangi 1 (3+3-1 = 5).
Konvolusi dikawasan waktu (time domain) ekuivalen dengan perkalian dikawasan frekuensi dan sebaliknya konvolusi dikawasan frekuensi ekuivalen dengan perkalian dikawasan waktu [Bracewell, 1965]
Cross-Korelasi (Cross Correlation) Secara matematis Cross-Korelasi dituliskan sebagai:
Dimana a dan b memiliki panjang N dengan (N>1). Jika panjang salah satu data tidak sama maka bagian yang kosong dari data yang pendek di-nol kan sampai panjangnya sama. m=1, ..., 2N-1. dan
b * adalah conjugate dari b .
Contoh Cross Korelasi fungsi a = [1, 2, 3] dan b =[4, 5, 6]:
Sehingga untuk cross korelasi antara fungsi a dan b diperoleh: 12, 23, 32, 17, 6.
Curvature Curvature adalah kebalikan jari-jari sebuah lingkaran yang menyentuh sebuah bidang atau garis. Semakin melengkung sebuah garis semakin besar nilai curvature dan sebaliknya. Sebuah garis yang datar memiliki curvature nol, jika melengkung ke arah yang sebaliknya maka curvatur akan bernilai negatif.
Didalam geologi, struktur sinklin akan memiliki curvature positif dan struktur antiklin memiliki curvature negatif. Didalam eksplorasi migas, curvature memiliki peranan penting untuk menghighlight keberadaan atau orientasi rekahan (fracture), sesar, identifikasi batas channel, dll.
Terdapat beberapa jenis curvature: Mean curvature, Gaussian curvature, Dip curvature, strike curvature, shape-index, most-positive curvature, mostnegative curvature. Mean curvature: rata-rata curvature minimum dan curvature maksimum dan biasanya didominasi oleh curvature maksimum. Gaussian curvature: produk dari minimum curvature dan maksimum curvature. Dip curvature: curvature yang diekstrak sepanjang arah dip (kemiringan struktur). Strike curvature: curvature yang diekstrak sepanjang arah strike. Shape-index: bentuk permukaan lokal, dengan biru menunjukkan mangkuk, lembah dengan cyan, saddle dengan hijau, ridge dengan kuning dan dome dengan merah. Most-positive curvature: curvature dengan nilai positif tertinggi yang akan memperjelas struktur antiklin dan domal. Most-negative curvature: curvature dengan nilai negatif tertinggi yang akan memperjelas struktur sinklin dan bowl. gambar dibawah menunjukkan aplikasi curvature untuk mempertajam keberadaan channel dan interpretasi fracture (click gambar untuk memperbesar). (a) time slice (b) most-positive curvature untuk mempertajam batas channel (c) most-positive curvature untuk interpretasi fracture (d) diagram rosset fracture (c).
[Courtesy Chopra dan Marfurt CSEG, 2006]
Deconvolusi (Deconvolution) Deconvolusi adalah proses pengolahan data seismik yang bertujuan untuk meningkatkan resolusi temporal (baca: vertikal) dengan cara mengkompres wavelet seismik. Deconvolusi umumnya dilakukan sebelum stacking akan tetapi dapat juga diterapkan setelah stacking. Selain meningkatkan resolusi vertikal, deconvolusi dapat mengurangi efek 'ringing' atau multiple yang mengganggu interpretasi data seismik. Deconvolusi dilakukan dengan melakukan konvolusi antara data seismik dengan sebuah filter yang dikenal dengan Wiener Filter . Filter Wiener diperoleh melalui permasaan matriks berikut: axb=c a adalah hasil autokorelasi wavelet input (wavelet input diperoleh dengan mengekstrak dari data seismik), b Filter Wiener dan c adalah kros korelasi antara wavelet input dengan output yang dikehendaki. Output yang dikehendaki terbagi menjadi beberapa jenis [Yilmaz, 1987]: 1. Zero lag spike (spiking deconvolution) 2. Spike pada lag tertentu. 3. time advanced form of input series (predictive deconvolution) 4. Zero phase wavelet 5. Wavelet dengan bentuk tertentu (Wiener Shaping Filters) Zero lag spike memiliki bentuk [1 , 0, 0, 0, ..., 0] yakni amplitudo bukan nol terletak para urutan pertama. Jika Output yang dikehendaki [0 , 0, 1, 0, ..., 0] maka disebut spike pada lag 2 (amplitudo bukan nol terletak para urutan ketiga) dan seterusnya. memiliki bentuk
Dalam bentuk matrix, Persamaan Filter Wiener dituliskan sbb:
dimana n adalah jumlah elemen. Matriks a diatas merupakan matriks dengan bentuk spesial yakni matriks Toeplitz, dimana solusi persamaan diatas secara efisien dapat dipecahkan dengan solusi Levinson. Dengan demikian operasi Deconvolusi jenis ini seringkali dikenal dengan Metoda Wiener-Levinson. Untuk memberikan kestabilan dalan komputasi numerik diperkenalkan sebuah Prewhitening e yakni dengan memberikan pembobotan dengan rentang 0 s.d 1 pada zero lag matriks a (sehingga elemen a0 matrix diatas menjadi a0(1+e). (
)
Gambar dibawah ini menunjukkan diagram alir proses Deconvolusi.
Posted by Agus Abdullah, PhD at 4:08 PM Labels: Pengolahan Data Seismik
Dekonvolusi Maximum-Likelihood Gambar 1 mengilustrasikan asumsi fundamental dekonvolusi maximum-likelihood, yakni reflektivitas bumi tersusun atas event-event besar yang bercampur dengan latar belakang event-event kecil Gaussian.
Gambar 1 : Asumsi dasar metoda Maximum-Likelihood Hal ini berlawanan dengan dekonvolusi spiking, yang mengasumsikan distribusi random sempurna koefisien refleksi. Reflektivitas real log sonik pada Gambar 1 menunjukkan bahwa model seperti ini bisa dipertanggung jawabkan. Secara geologis, event-event besar tersebut berasosiasi dengan ketidakselarasan dan batas litologi utama. Dari asumsi-asumsi model tersebut, kita dapat menurunkan fungsi objektif yang dapat diminimalkan untuk menghasilkan reflektivitas yang paling mirip dan kombinasi wavelet yang konsisten dengan asumsi statistika. Perhatikan bahwa metoda ini memberikan estimasi reflektivitas sparse dan wavelet. Fungsi objektif J diberikan oleh :
dimana r(k) = koefisien refleksi pada sampel ke-k, m = jumlah refleksi, L = jumlah total sampel, N = akar kuadrat variasi bising, n = noise pada sampel ke-k, λ = likelihood bahwa sampel mempunyai sebuah refleksi. Urutan reflektivitas diasumsikan bersifat jarang , berarti sebuah spike yang diharapkan diatur oleh parameter λ yang merupakan rasio dari jumlah spike tidak nol yang diharapkan diatur oleh jumlah sampel trace. Biasanya λ mempunyai nilai kurang dari 1. Parameter lainnya yang diperlukan untuk mendeskripsi perilaku yang diharapkan adalah R , ukuran RMS spike besar, dan N, ukuran RMS dari noise. Setelah parameter-parameter tersebut dispesifikasi, semua solusi dekonvolusi dapat diuji untuk melihat apakah ia merupakan hasil proses statistika dengan parameter-parameter tersebut. Sebagi contoh, bila estimasi reflektivitas mempunyai jumlah spike yang lebih besar daripada nilai yang diharapkan, maka ia mencerminkan hasl yang tidak benar.
Dalam ungkapan yang lebih sederhana, dapat dikatakan bahwa kita mencari solusi dengan jumlah spike minimum pada reflektivitasnya dan komponen noise yang lebih rendah. Gambar 2a & b menunjukkan dua kemungkinan solusi untuk input trace seismik yang sama.
Gambar 2 : (a) Fungsi objektif untuk satu alternatif solusi pada input trace seismik (b) Fungsi objektif untuk aternatif kedua solusi trace seismik Tentu saja terdapat jumlah yang tidak terbatas dari solusi yang mungkin didapatkan sehingga akan memerlukan waktu yang lama untuk melihat masing-masing kemungkinan solusi tersebut. Oleh karenanya digunakan metoda yang lebih sederhana untuk mendapatkan jawaban yang paling optimum. Prinsipnya kita mulai dengan estimasi wavelet awal, estimasi reflektivitas sparse, selanjutanya di-iterasi sampai sebuah fungsi objektif yang rendah dapat tercapai dan dapat diterima. Hal ini ditunjukkan dengan Gambar 3 .
Gambar 3 : Diagram alir untuk memperoleh reflektivitas dan wavelet, iterasi dilakukan sampai diperoleh konvergenitas
Terdapat dua tahap prosedur yakni estimasi wavelet, memperbaharui reflektivitas sehingga diperoleh refektivitas estimasi, dan memperbaharui wavelet. Prosedur diatas diilustrasikan pada data model (Gambar 4 dan 5) pada Gambar 4 prosedur untuk memperbaharui reflektivitas ditunjukkan. Ia terdiri atasperosedur penambahan koefisien refleksi satu persatu sampai satu set koefisien sparse yang optimum diperoleh. Algoritma untuk memperbaharui reflektivitas ini dikenal dengan nama Single Most Likely Addition (SMLA) karena setiap selesai satu tahapan ia akan mencoba menemukan spike optimum untuk ditambahkan.
Gambar 4 : Algoritma Single Most Likely Addition (SMLA) yang mengilustrasikan model reflekivitas sederhana Gambar 5 menunjukkan prosedur untuk memperbaharui fasa wavelet. Model masukan ditunjukkan pada bagian atas gambar, dan reflektivitas serta fasa yang diperbaharui ditujukkan setelah iterasi kesatu, kedua, kelima, dan kesepuluh. Perhatikan bahwa hasil akhir yang diperoleh cukup bisa mengestimasi wavelet model.
Gambar 5 : Prosedur untuk memperbaharui wavelet pada metoda Maximum-Likelihood
Densitas Batuan Densitas adalah massa batuan per unit volume. Berikut kisaran densitas meterial bumi:
[courtesy Grand and West]
Dephasing Dalam terminologi seismik, dephasing adalah proses untuk mengubah fasa sebuah wavelet. Ingat sebuah wavelet dapat memiliki fasa berbeda: fasa nol, fasa minimum, fasa maksimum dan fasa campuran.
Biasanya, dephasing dilakukan dalam proses deconvolusi sehingga Output yang dikehendaki memiliki fasa tertentu (lihat subject Deconvolusi pada blog ini). Filter deconvolusi dengan jenis ini dinamakan Wiener Shaping Filters Proses dephasing memerlukan informasi wavelet input, dalam realitas wavelet input diperoleh dengan cara mengekstrak dari data seismik secara statistik.
Analisis Fourier-Deret Fourier-Transformasi Fourier Analisis Fourier adalah metoda untuk mendekomposisi sebuah gelombang seismik menjadi beberapa gelombang harmonik sinusoidal dengan frekuensi berbeda-beda. Dengan kalimat lain, sebuah gelombang seismik dapat dihasilkan dengan menjumlahkan beberapa gelombang sinusoidal frekuensi tunggal. Sedangkah sejumlah gelombang sinusoidal tersebut dikenal dengan Deret Fourier. Gambar
dibawah
ini
adalah
contoh
Analisis
Fourier.
Sedangkan Transformasi Fourier adalah metoda untuk mengubah gelombang seismik dalam domain waktu menjadi domain frekuensi. Proses sebaliknya adalah Inversi Transformasi Fourier (Inverse Fourier Transform).
Kedua gambar diatas courtesy: Margrave G. et al., Consortium for Research in Elastic Wave Exploration Seismology, The University of Calgary.
Istilah Fourier digunakan untuk menghormati Jean Baptiste Joseph Fourier (1768 – 1830), matematikawan yang memecahkan persamaan differensial parsial dari model difusi panas, beliau memecahkannya dengan menggunakan deret tak hingga dari fungsi-fungsi trigonometri. Foto Jean Baptiste Joseph Fourier adalah courtesy Wikipedia.
Referensi text: Aki and Richard, 1980, Quantitative Seismology, Blackwell Publishing
Difraksi (Diffraction) Difraksi adalah reflektor semu yang dihasilkan akibat penghamburan gelombang utama yang menghantam ketidakmenerusan seperti permukaan sesar, ketidakselarasan, pembajian, perubahan kontras jenis batuan, dll.
Difraksi nampak seperti parabola terbalik yang dapat mengganggu interpretasi seismik. Untuk menghilangkan difraksi dilakukan proses migrasi. Gambar dibawah menunjukkan difraksi akibat lapisan garam.
[Gambar diatas dimodifikasi dari Veritas DGC] Posted by Agus Abdullah, PhD at 10:37 PM Labels: Fisika Gelombang
DMO (Dip Move Out)
Pada kasus lapisan miring, titik tengah M tidak lagi merupakan proyeksi vertikal dari titik hantam D, sehingga pada kasus lapisan miring, CDP gather tidak ekuivalen dengan CMP gather (lihat kedua topik tersebut pada blog ini). Secara sederhana DMO dapat diterjemahkan dengan koreksi NMO pada lapisan miring. Untuk kasus lapisan miring, Levin (1971), menurunkan persamaan waktu tempuh: [Persamaan (1)] Sedangkan untuk kecepatan DMO terlihat pada persamaan (2). Dari persamaan (2) terlihat bahwa kontrol cosinus dari kemiringan menyebabkan kecepatan DMO harus lebih besar dari kecepatan medium v (baca: kecepatan gelombang seismik pada batuan), karena cosinus memiliki nilai maksimum 1. Didalam Aplikasinya, proses DMO tidak serumit yang dibayangkan, prosesnya sama seperti NMO, lebih-lebih software-software processing sudah semakin interaktif. Gambar dibawah adalah contoh proses DMO.
Sketsa raypath diatas digambar ulang dari Yilmaz [1989]
Dog leg Dog leg adalah istilah yang digunakan untuk lintasan seismik yang membelok secara tiba-tiba. Dog leg biasanya terjadi akibat perubahan rencana survey seismik untuk menghindari medan yang berat atau tidak memungkinkan seperti lembah yang curam, gedung bersejarah, atau dasar laut yang dangkal sehingga kapal survey tidak bisa melewatinya. Berikut ilustrasinya:
Posted by Agus Abdullah, PhD at 12:55 AM Labels: Akuisisi Data Seismik
Elastic Impedance (Impedansi Elastik) Seperti hal-nya Impedansi Akustik yang merupakan produk perkalian densitas dengan kecepatan gelombang kompresi (gelombang P), Impedansi Elastik merupakan produk perkalian densitas dengan ’komposit’ kecepatan gelombang P dan S. Secara praktis, Impedansi Elastik diperoleh melalui inversi far angle stack (katakanlah lebih besar dari 30°) dengan menggunakan wavelet yang diekstrak dari stack tersebut sehingga diperoleh sifat Impedansi Elastik. Impedansi Akustik
Impedansi Elastik
Gambar diatas menunjukkan hasil inversi Impedansi Elastik dan Impedansi Akustik courtesy ARCO Exploration.
Envelope Envelope merepresentasikan total energi sesaat (instantaneous), nilai ampitudonya bervariasi antara nol sampai amplitude maksimum tras seismik. Secara matematis envelope dituliskan sbb:
E(t)= (x(t)^2 +y(t)^2)^0.5
Envelope berhubungan langsung dengan kontras impedansi akustik yang bermanfaat untuk melihat:
Kontras impedansi akustik, bright spot, akumulasi gas, batas sekuen, efek ketebalan tuning, ketidakselarasan, perubahan lithologi, perubahan lingkungan pengendapan, sesar, porositas, dll. Gambar berikut menunjukkan perbandingan antara tras data real (x), quadrature (y) dan envelope (E) serta perbandingan antara data sesmik dengan envelope untuk data lapangan. Data real courtesy U.S. Department of Energy.
Posted by Agus Abdullah, PhD at 2:19 AM Labels: Post Prosesing
Fasa Sesaat Fasa Sesaat merupakan sudut diantara phasor (rotasi vektor yang dibentuk oleh komponen real dan komponen imajiner dalam deret waktu) dan sumbu real sebagai fungsi dari waktu, oleh karena itu selalu mempunyai nilai antara -180 derajat sampai + 180 derajat . Fasa sesaat didefisikan sebagai : [Persamaan (1)] dimana h(t) merupakan jejak kuadratur dan f(t) jejak real.
Fasa Sesaat (b), Perubahan dari puncak ke palung pada jejak seismik memiliki (a) menghasilkan Fasa Sesaat antara 0 – 180 derajat. Palung seismik real ber-fasa –180 derajat s/d 180 derajat. (sumber : digambar ulang dari Landmark, 1996). Fasa Sesaat berperan dalam meningkatkan event refleksi lemah dan meningkatkan kontinyuitas event, oleh karena itu atribut ini dapat membantu interpreter untuk mengidentifikasi sesar, pembajian, channels, kipas, dan geometri internal sistem endapan. Disamping itu, Fasa Sesaat digunakan untuk identifikasi pembalikan polaritas yang berasosiasi dengan kandungan gas.
Instantaneous Phase (Fasa Sesaat) Secara matematis Instantaneous Phase (fasa sesaat) dituliskan sbb:
IP(t)=acrtan[y(t)/x(t)] Dalam interpretasi digunakakan untuk melihat kontinuitas lapisan secara lateral, ketidakmenerusan, batas sekuen, konfigurasi perlapisan, dan digunakan untuk menghitung kecepatan fasa. Gambar dibawah menunjukkan perbandingan tras data seismik beserta quadraturenya dengan tras Instantaneous Phase. Juga, perbandingan antara data seismik 3D dengan Instantaneous Phase 3D ditunjukkan pada gambar yang paling bawah.
Posted by Agus Abdullah, PhD at 3:44 AM Labels: Post Prosesing
Feather Feather adalah istilah yang digunakan untuk menujukkan sifat penyimpangan streamer dari line seismik yang dikehendaki di dalam akuisisi seismik laut. Efek feather ini muncul dikarenakan arus laut. Berikut ilustrasinya:
Kehadiran feather ini tentu kurang menguntungkan di dalam akuisisi laut, akan tetapi masih bisa di toleransi dengan syarat jangan melebihi 10°. Cara yang mungkin bisa dilakukan untuk mengurangi efek ini adalah dengan melakukan survey arus laut terlebih dahulu sebelum mendesain lintasan seismik. Memang anda bisa ber-argumen bahwa desain lintasan seismik tersebut haruslah mempertimbangkan aspek geologi yang menjadi target anda (seperti strike ataupun bentuk struktur) akan tetapi apakah tidak ada celah komunikasi untuk mempertimbangkan aspek arus laut di dalam mendesain lintasan tersebut?
Prinsip Fermat (Fermat's Principle) Prinsip Fermat menyatakan bahwa jika sebuah gelombang merambat dari satu titik ke titik yang lain maka gelombang tersebut akan memilih jejak yang tercepat. Kata tercepat di-boldkan untuk memberikan penekanan bahwa jejak yang akan dilalui oleh sebuah gelombang adalah jejak yang secara waktu tercepat bukan yang
terpendek secara jarak. Tidak selamanya yang terpendek itu tercepat. Dengan demikian jika gelombang melewati sebuah medium yang memiliki variasi kecepatan gelombang seismik, maka gelombang tersebut akan cenderung melalui zona-zona kecepatan tinggi dan menghindari zona-zona kecepatan rendah. Untuk lebih jelasnya perhatikan gambar dibawah ini. Apakah anda melihat bahwa Prinsip Fermat berlaku?
[Gambar di atas courtesy Rawlinson et al., my PhD adviser at Research School of Earth Sciences, Australian National University]
Filtering Adalah upaya untuk 'menyelamatkan' frekuensi yang dikehendaki dari gelombang seismik dan 'membuang' yang tidak dikehendaki. Terdapat beberapa macam filtering: band pass, low pass (high cut) dan high pass (low cut). Didalam pengolahan data seismik band pass filter lebih umum digunakan karena biasanya gelombang seismik terkontaminasi noise frekuensi rendah (seperti ground roll) dan noise frekuensi tinggi (ambient noise). Gambar dibawah ini menunjukkan ketiga jenis filtering, baik dalam kawasan waktu (time domain) maupun frekuensi domain (frequency domain).
Tanda A, B, C, D pada band pass filter merupakan frekuensi sudut (corner frequency). Secara matematis, operasi filtering merupakan konvolusi dalam kawasan waktu antara gelombang 'mentah' dengan fungsi filter diatas dan perkalian dalam kawasan frekuensi.
First Break Adalah gelombang seismik yang terekam pertama kali. Gelombang ini merupakan gelombang yang tercepat sampai ke penerima. Didalam studi seismik refleksi, first break digunakan untuk mencari informasi kondisi lapisan lapuk juga digunakan untuk koreksi statik. Didalam studi sesmik tomografi, first break digunakan sebagai input waktu tempuh
gelombang untuk mencitrakan anomali kecepatan gelombang seismik di bawah
permukaan. Gambar diatas adalah contoh first break (elips pink). Gambar adalah courtesy Interpex
Pengolahan Data Seismik Beberapa tahapan yang biasa dilalui didalam pengolahan data seismik: 1.Edit Geometri Data sebelumnya di-demultiplex dan mungkin di-resampel kemudian di-sorting didalam CDP (common depth point) atau CMP (common mid point). Informasi mengenai lokasi sumber dan penerima, jumlah penerima, jarak antara penerima dan jarak antara sumber di-entry didalam proses ini. 2. Koreksi Statik Koreksi statik dilakukan untuk mengkoreksi waktu tempuh gelombang seismik yang ter-delay akibat lapisan lapuk atau kolom air laut yang dalam. 3. Automatic Gain Control (AGC) Kompensasi amplitudo gelombang seismik akibat adanya divergensi muka gelombang dan sifat attenuasi bumi. 4.Dekonvolusi (Pre-Stack) Dekonvolusi dilakukan untuk meningkatkan resolusi vertikal (temporal) dan meminimalisir efek multiple. 5. Analisis Kecepatan (Velocity Analysis) dan Koreksi NMO Analisis kecepatan melibatkan semblance, gather, dan kecepatan konstan stack.
Informasi kecepatan dari velocity analysis digunakan untuk koreksi NMO (Normal Move Out) 6. Pembobotan tras (Trace Weighting) Teknik ini dilakukan untuk meminimalisir multiple yang dilakukan dalam koridor CMP sebelum stacking. Proses ini menguatkan perbedaan moveout antara gelombang refleksi dengan multiplenya sehingga dapat mengurangi kontribusi multiple dalam output stack.
7. Stack Penjumlahan tras-tras seismik dalam suatu CMP tertentu yang bertujuan untuk mengingkatkan rasio sinyal terhadap noise. Nilai amplitudo pada waktu tertentu dijumlahkan kemudian dibagi dengan akar jumlah tras.
8. Post-Stack Deconvolution Dekonvolusi mungkin dilakukan setelah stacing yang ditujukan untuk mengurangi efek ringing atau multipel yang tersisa. 9. Migrasi F-K (F-K Migration) Migrasi dilakukan untuk memindahkan energi difraksi ke titik asalnya. Atau lapisan yang sangat miring ke posisi aslinya. Mingrasi memerlukan informasi kecepatan yang mungkin memakai informasi kecepatan dari velocity analysis. Gambar dibawah menunjukkan karakter rekaman seismik sebelum dan sesudah migrasi. Bisakah anda melihat perbedaannya?
10. Data Output
Rekaman seismik di atas adalah courtesy USGS
Frekuensi Gelombang Seismik Frekuensi gelombang seismik yang 'berguna' biasanya berada dalam rentang 10 sampai 70Hz dengan frekuensi dominan sekitar 30Hz [Ozdogan Yilmaz]. Gambar berikut menunjukkan tipikal spektrum amplitudo gelombang seismik (tras ditunjukkan di sebelah kiri).
Terlihat rentang frekuensi gelombang seismik 10-70Hz dengan frekuensi dominan 30Hz, juga karakter spektrum amplitudo wavelet yang digunakan. Komponen frekuensi rendah data sumur ( <>
Foto disamping adalah Dr Ozdogan Yilmaz, Geofisikawan kondang berkebangsaan Turki. Karyanya yang paling monumental adalah: 'Seismic Data Processing' dan 'Seismic Data Analysis : Processing, Inversion, and Interpretation of Seismic Data'
Frekuensi Sesaat (Instantaneous Frequency ) Fekuensi Sesaat merepresentasikan besarnya perubahan Fasa Sesaat terhadap waktu atau sebagai slope jejak Fasa yang diperoleh dari turunan pertama dari Fasa Sesaat :
[Persamaan (1)]
Frequensi Sesaat (b) sebagai turunan pertama Fasa Sesaat (a) Frekuensi Sesaat memiliki rentang frekuensi dari (–) Frekuensi Nyquist sampai (+) Frekuensi Nyquist, tetapi sebagian besar Frekuensi Sesaat bernilai positif. Frekuensi Sesaat memberikan informasi tentang perilaku gelombang seismik yang mempengaruhi perubahan frekuensi seperti efek absorbsi, rekahan, dan ketebalan sistem pengendapan. Atenuasi gelombang seismik ketika melewati reservoir gas dapat dideteksi sebagai penurunan frekuensi, fenomena ini lebih dikenal dengan ‘low frequency shadow’ (Barnes, Arthur E.,1999). Hilangnya frekuensi tinggi menunjukkan daerah overpressure.
Instantaneous Frequency (Frekuensi Sesaat) Instantaneous Frequency merupakan turunan fasa terhadap waktu (dt):
IF(t)=2/dt Imag[u(t2)-u(t1)/ u(t2)+u(t1)] Imag adalah komponen imaginer. Lihat subject Seismik Attribute untuk memahami simbolsimbol diatas. Dalam interpretasi digunakakan untuk melihat anomaly hidrokarbon yang akan ditunjukkan dengan anomaly frekuensi rendah. Efek ini kadangkala disebabkan oleh batupasir yang tidak terkonsolidasi dikarenakan kandungan minyak. Instantaneous Frequency digunakan juga untuk melihat zona fraktur (rekahan) karena zona fraktur akan berasosiasi dengan zona frekuensi rendah. Disamping itu digunakan juga sebagai indikator ketebalan lapisan. Juga untuk melihat geometri perlapisan yang masif seperti sand-prone lithologies.
Gambar dibawah menunjukkan perbandingan tras data seismik beserta quadraturenya dengan tras Instantaneous Frequency. Juga, perbandingan antara data seismik 2D dengan Instantaneous Frequency 2D ditunjukkan pada gambar yang paling bawah.
Posted by Agus Abdullah, PhD at 3:46 AM Labels: Post Prosesing
Zona Fresnel (Fresnel Zone) Adalah lebar bidang benda anomali yang mampu 'dilihat' oleh gelombang seismik (lihat Resolusi Seismik).
Lebar sempitnya Zona Fresnel (B-B') tergantung pada panjang gelombang dan frekuensi gelombang seismik yang digunakan. Semakin tinggi frekuensi seismik yang digunakan, semakin sempit Zona Fresnel dan sebaliknya. Artinya untuk melihat benda-benda anomali kecil di bawah perut perlu digunakan frekuensi gelombang yang tinggi. Sayangnya karena adanya attenuasi, frekuensi tinggi hanya mampu melihat anomali-anomali dangkal.
Istilah 'Fresnel' digunakan untuk menghormati Fisikawan
perancis Augustin Jean Fresnel (1788-1827) yang menemukan teori gelombang optik. (Foto Augustin Jean Fresnel diambil dari wikipedia) Posted by Agus Abdullah, PhD at 4:46 PM Labels: Fisika Gelombang
Gain Gain adalah penskala-an amplitudo gelombang seismik untuk menampilkan amplitudonya yang menurun akibat geometrical spreading.
Secara matematis, operasi gain merupakan perkalian antara tras seismik dengan fungsi gain. Untuk membuat fungsi gain yang akan diterapkan pada tras seismik yang belum dilakukan koreksi geometrical spreading, persamaan gain berikut dapat digunakan: g(t)=(v(t)/v(0))^2 (t/t0), dimana t adalah TWT (two way traveltime) dan v(t) adalah kecepatan rms dan v(0) adalah kecepatan rms pata waktu t0.
Gelombang Rayleigh (Groundroll) Gelombang rayleigh atau groundroll adalah gelombang yang menjalar di permukaan bumi dengan pergerakan partikelnya menyerupai ellip (lihat gambar). Karena menjalar di permukaan, amplitudo gelombang rayleigh akan berkurang dengan bertambahya kedalaman.
[courtesy of darylscience] Nama Rayleigh diberikan untuk menghormati penemunya John William Strutt, 3rd Baron Rayleigh (1842-1919), Fisikawan berkebangsaan Inggris. Didalam rekaman seismik, gelombang rayleigh dicirikan dengan amplitudonya yang besar (hampir 2x amplitudo refleksi) dan dicirikan dengan frekuensi rendah.
Higher Order Moveout Perhatikan persamaan di bawah ini:
Persamaan (1) adalah persamaan NMO konvensional sedangkan persamaan (2) adalah persamaan NMO order 4 (fouth order) dengan alpha sebuah koefisien. Koefisien tersebut mewakili sifat anisotropi batuan dan variasi kecepatan seismik vertikal. Yang dimaksud dengan Higher Order Moveout adalah analisis NMO (Normal
Moveout) dengan menggunakan persamaan NMO order yang lebih tinggi. Proses NMO konvensional dengan menggunakan persamaan NMO order dua dapat berkerja dengan baik pada model bumi homogen isotropis. Sedangkan pada model bumi yang kompleks persamaan NMO order yang lebih tinggi sangat diperlukan. Selain untuk memenuhi kondisi ‘kompleksitas’ bumi, persamaan NMO order yang lebih tinggi diperlukan juga untuk mengkoreksi tras-tras seismik pada offset yang cukup jauh ( seperti offset 6 sampai 10 km). Sebagaimana yang kita pahami, koreksi NMO akan memiliki error yang lebih besar pada offset yang jauh. Gambar di bawah ini menunjukkan perbedaan gather seismik dengan koreksi NMO order dua dan gather yang dikoreksi NMO order dua terlebih dahulu (kiri) kemudian di-fine tune dengan order 4 (kanan) untuk data sintetik dan data real. Data sintetik:
Data real:
Gambar diatas courtesy Leggott et al, Veritas DGC Ltd.
Transformasi Hilbert dan Jejak Kompleks
Transformasi Hilbert menggeser fasa sebesar -90° pada jejak seismik atau mengkonversi gelombang cosinus menjadi sinus.
Jejak kompleks, sebagaimana yang diterangkan oleh Tarner et.al (1996) terdiri dari komponen real (jejak seismik konvensional) dan komponen imajiner (jejak kuadratur): [persamaan (1)] dimana f(t) adalah jejak seismik real, h(t) jejak kuadratur. Jejak kuadratur h(t) dapat dideterminasi dari jejak real f(t) dengan menggunakan Transformasi Hilbert (Bracewell 1965, op.cit. Landmark, 1996) : [persamaan (2)] dimana (*) merupakan konvolusi. Dari persamaan (2) terlihat bahwa h(t) adalah pergeseran fasa 90 derajat dari jejak seismik real f(t). Jejak seismik real f(t) dapat diekspresikan dengan Amplitudo yang tergantung pada waktu A(t) dan fasa yang tergantung pada waktu q(t), seperti dinyatakan sebagai berikut: [persamaan (3)]
dan jejak kuadratur didefinisikan sebagai : [persamaan (4)] Sehingga jejak kompleks F(t) didefinisikan sebagai : [persamaan (5)] Jika f(t) dan h(t) diketahui (ingat bahwa h(t) dapat diturunkan dari f(t) dengan menggunakan Transformasi Hilbert), maka untuk A(t) dan q(t) diperoleh : [persamaan (6) dan persamaan (7)] A(t) disebut dengan ‘Kuat Refleksi’ dan q(t) disebut dengan ‘Fasa Sesaat’. Selanjutnya dengan menurunkan Fasa Sesaat diperoleh ‘Frekuensi Sesaat’ [persamaan (8)]
Hockey Stick Adalah istilah yang populer digunakan dalam industri pengolahan data seismik untuk menjelaskan fenomena sebuah event seismik yang melengkung menyerupai bentuk stick hockey. Event seismik tersebut berada dalam gerbang CDP setelah proses NMO.
Dalam proses NMO, bentuk event yang dikehendaki adalah sedatar mungkin (flat), akan tetapi karena efek anisotropi dan karakter jejak gelombang, bentuk hockey stick adalah bentuk yang lazim diperoleh. Dengan memahami bentuk hockey stick dalam gerbang CDP, kita dapat mendesain mute yang optimal sehingga diperoleh final stack yang bagus. Desain mute yang optimal terletak pada titik lengkung hockey stick tersebut. Jika
desain mute terlalu ke arah far offset, maka gelombang frekuensi rendah akibat stretching akan muncul di dalam stack. Jika desain mute terlalu kearah near offset maka kita akan kehilangan data.
HSP (Horizontal Seismic Profiling) Adalah metoda pengambilan data seismik, dimana posisi sumber dan penerima (geophone) diletakkan di permukaan bumi. Jadi istilah metoda HSP adalah istilah lain untuk metoda seismik refleksi biasa. Contoh konfigurasi metoda HSP, geophone (kiri) dan layout kabel seismik (kanan):
Gambar courtesy: Anniston Army Depot, Alabama
Prinsip Huygens (Huygens Principle) Prinsip Huygens menyatakan bahwa setiap titik-titik pengganggu yang berada didepan muka gelombang utama akan menjadi sumber bagi terbentuknya deretan gelombang yang baru. Jumlah energi total deretan gelombang baru tersebut sama dengan energi utama. Gambar dibawah ini menunjukkan prinsip Huygens.
[Gambar diatas courtesy Answer.com] Didalam eksplorasi seismik titik-titik diatas dapat berupa patahan, rekahan, pembajian, antiklin, dll. Sedangkan deretan gelombang baru berupa gelombang difraksi. Untuk menghilangkan efek ini dilakukanlah proses migrasi. Nama Huygens diberikan untuk menghormati matematikawan, astronomer dan fisikawan kondang Christiaan Huygens (1629-1695). Sebelum menggeluti bidang sains beliau sempat kuliah di Fakultas Hukum Universitas Leiden.
Lukisan Christiaan Huygens diatas diambil dari wikipedia.
Kecepatan Interval Kecepatan lapisan ke-n dapat dihitung berdasarkan rumus Dix (Dix Formula), yang diturunkan dari kecepatan rms.
Gambar diatas menunjukkan perbedaan kurva kecepatan rms dan kecepatan interval.
Inversi Maximum-Likelihood Salah satu penerapan langsung dari teori dekonvolusi di atas adalah dengan menginversi reflektivitas hasil estimas menjadi impedansi band lebar atau bloki dari data seismik. Jika diketahui refektivitas r(i), maka impedansi Z(i) dapat ditulis : [Persamaan (1)]
Sayangnya, penerapan persamaan ini dalam mengestimasi treflektivitas dari MLD memberikan hasil yang kurang memuaskan karena kehadiran bising tambahan. Meskipun algoritma MLD mengekstrapolasi di luar bandwith wavelet untuk menghasilkan estimasi reflektivitas band lebar, reabilitas estimasi ini berkurang karena bising pada frekuensi rendah diujung spektrum.
Hasilnya adalah bahwa saat fenomena panjang gelombang pendek impedansi dapat direkonstruksi, pola umum tidak dapat dipecahkan dengan baik. Hal ini ekuivalen dengan menyatakan bahwa skala waktu pada spike estimasi reflektivitas dapat dipecahkan lebih baik daripada amplitudonya. Untuk menstabilkan estimasi reflektivitas ini rekaman independen pola impedansi dapat dimasukkan sebagai input kontrol. [Persamaan (2)] Kehadiran seri error n(i) menunjukkan fakta bahwa informasi pola yang diberikan adalah berupa estimasi. Sekarang kita mempunyai 2 seri waktu : trace seismik T(i) dan log Impedasi ln Z(i), masing-masing dengan waveletnya dan parameter bising. Fungsi objektif dimodifikasi sedemikian rupa sedemikian rupa sehingga mengandung dua suku yang diboboti oleh variasi bising relatif. Peminimalan fungsi ini akan memberikan solusi bagi koefisien refleksi yang berusaha mengkompromikan dengan pemodelan silmultan trace seismik saat menyesuaikan dengan pola impedansi yang telah diketahui. Jika noise seismik dan Impedansi trend noise dimodelkan sebagai sekuen Gaussian maka variansinya menjadi parameter ‘tuning’ dimana penggunan dapat memodifikasi untuk menggeser titik-titik dimana kompromi terjadi. Artinya pada satu sisi ekstrim saja informasi seismik digunakan dan pada ekstrim lainnya hanya digunakan trend impedansi. Pada contoh pertama, metoda tersebut diuji pada sebuah sintetik sederhana. Gambar 1 menunjukkan log sonik, deviasi reflektivitas, wavelet fasa nol yang digunakan untuk membangun sintetik dan sintetiknya itu sendiri. Contoh ini dipakai pada awalnya karena ia merepresentasikan impedansi ‘bloki’ sehingga memenuhi asumsi dasar metoda tersebut.
Gambar 1: Parameter-parameter model masukan Pada Gambar 2 hasil inversi Maximum-Likelihood ditunjukkan. Pada kasus ini, kita telah mengunakan versi ‘dihaluskan’ kecepatan sonik untuk memberikan kontrol . komparasi visual akan menunjukkan bahwa profil kecepatan diekstrak berkorelasi dengn sangat baik terhadap input.
Gambar 2 : Hasil Inversi Maximum Likelihood dari Gambar 1
Inversi Sparse Spike Dasar teori dekonvolusi maximum-likelihood (MLD) telah dikembangkan oleh Mendel pada tahun 1984.
Selanjutnya pada tahun 1985 dimodifikasi oleh Hampson dan Russel agar mudah diterapkan pada data seismik real. Kesimpulan yang diperoleh dari modifikasi tersebut adalah bahwa metoda MLD dapat diperluas untuk digunakan dalam reflektivitas sparse. Model dasar trace seismik didefisikan dengan : s(t) = w(t) * r(t) + n(t) (1) dimana s(t) = trace seismik, w(t) = wavelet seismik, r(t) = reflektivitas bumi, n(t) noise. Perhatikan bahwa untuk menyelesaikan persamaan (1) harus diketahui tiga anu. Dengan mengunakan asumsi tertentu permasalahan dekonvolusi dapat diselesaikan. Seperti yang kita lihat sebelumnya, metoda rekursif seismik inversi didasarka pada teknik dekonvolusi klasik, dimana diasumsikan reflektivitas random dan wavelet fasa minimum atau fasa nol. Hal ini akan menghasilkan keluaran wavelet dengan frekuensi lebih tinggi, tetapi tak pernah me-recover deret koefiesien refleksi yang lengkap. Beberepa teknik dekonvolusi sekarang dapat dikelompokkan kedalam katagori metoda sparse spike. Dimana diasumsikan model reflektivitas tertentu dan wavelet yang diestimasi berdasarkan asumsi model tersebut. Teknik-teknik tersebut meliputi : (1) Inversi dan dekonvolusi maximum-likelihood. (2) Inversi dan dekonvolusi norma L1. (3) Dekonvolusi entropi minimum (MED) Dipandang dari segi seismik inversi, metoda sparse spike mempunyai kelebihan dibandingkan dengan metoda dekonvolusi klasik yaitu pengontrol ekstra yang dapat digunakan sebagai estimasi full-bandwith reflektivitas.
Kecepatan Gelombang P Setiap material bumi memiliki kecepatan gelombang P tertentu. Secara umum, kecepatan gelombang P (seismik refleksi) semakin meningkat dengan meningkatnya kekompakakan suatu material.
Lihat karakteristik kecepatan gelombang P untuk berbagai material bumi pada gambar dibawah ini.
[courtesy Grand and West]
Kelly Bushing dll...
KB (Kelly Bushing) adalah sebuah perangkat pengeboran yang dipasang sebagai konektor antara Kelly dan Rotary Table (lihat foto dibawah). KB Elevation adalah ketinggian KB dari permukaan tanah (untuk sumur bor darat) atau dari permukaan laut (untuk sumur bor laut). TVD (True Vertical Depth) adalah kedalaman sumur bor secara vertikal dari permukaan tanah sampai ke TD (Terminal Depth).
MD (Measured Depth) adalah kedalaman sumur bor secara keseluruhan dihitung dari permukaan tanah. Pada kasus sumur bor vertikal, MD akan sama dengan TVD. MD tentunya akan sama dengan TD. TVD dan MD digunakan untuk kasus sumur bor di darat. A adalah TVDSS (True Vertikal Depth Sub Sea) sama seperti kasus TVD diatas hanya saja dihitung dari muka air laut (MSL = Mean Sea Level). B adalah TVDBML (True Vertical Depth Below Mud Line) adalah TVD yang dihitung dari Sea Floor (ML=Mud Line) C adalah MDSS (Measured Depth Sub Sea) sama seperti definisi MD diatas hanya saja dihitung dari MSL. D adalah MDBML (Measured Depth Below Mud Line) adalah MD dihitung dari ML.
Photo courtesy of AXPC (American Exploration & Production Council) Terimakasih kepada Zulfitriadi yang telah memverifikasi artikel ini. Kini Zulfitriadi sedang menempuh program Master di Department Earth and Planetary Sciences, Rutgers University, New Jersey, USA.
Ketidakselarasan Ketidakselarasan adalah permukaan erosi atau non-deposisi yang memisahkan lapisan yang lebih muda dari yang lebih tua dan menggambarkan suatu rumpang waktu yang signifikan. Ketidakselarasan digolongkan berdasarkan hubungan struktur antar batuan yang ditumpangi dan yang menumpangi. Ia menjelaskan
rumpang pada sikuen stratigrafi, yang merekam periode waktu yang tidak terlukiskan di kolom stratigrafi. Ketidakselarasan juga merekam perubahan penting pada satu lingkungan, mulai dari proses pengendapan menjadi non-deposisi dan/atau erosi, yang umumnya menggambarkan satu kejadian tektonik yang penting. Lihat tipe-tipe ketidakselarasan pada Gambar 1. Pengenalan dan pemetaan sebuah ketidakselarasan merupakan langkah awal untuk memahami sejarah geologi suatu cekungan atau provinsi geologi. Ketidakselarasan diketahui dari singkapan, data sumur, dan data seismik yang digunakan sebagai batas sikuen pengendapan.
Gambar 1. Tipe – tipe ketidakselarasan Ketidakselarasan menyudut (angular unconformity) Ketidakselarasan dimana lapisan yang lebih tua memiliki kemiringan yang berbeda (umumnya lebih curam) dibandingkan dengan lapisan yang lebih muda. Hubungan ini merupakan tanda yang paling jelas dari sebuah rumpang, karena ia mengimplikasikan lapisan yang lebih tua terdeformasi dan terpancung oleh erosi sebelum lapisan yang lebih muda diendapkan. Disconformity Ketidakselarasan dimana lapisan yang berada di bagian atas dan bawah sejajar, namun terdapat bidang erosi yang memisahkan keduanya (umumnya berbentuk tidak rata dan tidak teratur). Paraconformity
Lapisan yang berada di atas dan di bawah bidang ketidakselarasan berhubungan secara sejajar/paralel dimana tidak terdapat bukti permukaan erosi, namun hanya bisa diketahui berdasarkan rumpang waktu batuan. Nonconformity Ketidakselarasan yang terjadi ketika batuan sedimen menumpang di atas batuan kristalin (batuan metamof atau batuan beku).
Gambar diatas courtesy www.strata.geol.sc.edu, artikel ini kontribusi dari Hendra Wahyudi, Teknik Geologi UGM 2003]
Lambda-Rho dan Mu-Rho (LMR) Lambda-Rho dan Mu-Rho merupakan parameter Lame yang diperoleh dari inversi AVO (Amplitude Versus Offset) yang berguna untuk mempertajam identifikasi zona reservoar [Goodway et al., 1997]. Lambda-Rho dan Mu-Rho diturunkan dari persamaan reflektivitas impedansi gelombang P dan S [Fatti et al., 1994]. Berikut turunan persamaan Fatti untuk Lambda-Rho dan Mu-Rho berikut contoh lapangannya (click gambar untuk memperbesar).
Gambar diatas menunjukkan zona gas dengan Lambda-Rho yang rendah (biru) dan Mu-Rho yang tinggi (merah dan kuning). Biasanya inversi AVO untuk Lambda-Rho dan Mu-Rho dilakukan pada reservoar klastik. Gambar inversi AVO diatas courtesy Satinder Chopra, Core Lab Reservoir Technologies, Calgary, Canada and Doug Pruden, GEDCO, Calgary, Canada.
Gelombang Love Gelombang Love adalah gelombang geser (S wave) yang terpolarisasi secara horizontal (SH). Gelombang Love termasuk kategori gelombang permukaan.
[courtesy of darylscience] Nama Love diberikan untuk menghormati Augustus Edward Hough Love (18631940), matematikawan kondang asal Oxford. Beliau dianugrahi Adam prize setelah menemukan model gelombang permukaan jenis ini.
Main Lobe…Side Lode…
Main lobe adalah bagian utama dari sebuah wavelet sedangkan side lobe adalah bagian samping dari sebuah wavelet. Di dalam dunia seismik, wavelet yang baik adalah wavelet dengan jumlah side lobe yang minimal (sekecil mungkin) dan cukup dominan pada bagian main lobe-nya. Bagian side lobe dapat memberikan efek noise pada rekaman seismik, yakni munculnya reflektor-reflektor semu. Gambar dibawah menunjukkan bagian main lobe dan side lobe dari sebuah wavelet fasa nol.
Posted by Agus Abdullah, PhD at 7:45 PM Labels: Miscellaneous
Matrix Toeplitz Matrix Toeplitz adalah sebuah matrix dengan elemen diagonalnya sama dengan penurunan dari kiri ke kanan bersifat konstan. Berikut contohnya:
Matrix ini dinamakan Toeplitz untuk menghormati Otto Toeplitz, Profesor Matematika
yang dilahirkan di Jerman tahun 1881.
Otto Toeplitz diusir oleh Nazi karena dia seorang Yahudi dan wafat di Israel. Foto disamping adalah Otto Toeplitz, courtesy The MacTutor History of Mathematics Archive. Posted by Agus Abdullah, PhD at 6:15 AM Labels: Matematika Seismik
Metoda Norma L1 Metoda Norma L1 adalah metoda inversi refkursif dengan menggunakan asumsi ‘sparse spike’. Teori dasar metoda ini dikemukakan oleh Oldenburg dkk pada tahun 1983, pada bagian awalnya didiskusikan model konvolusional bebas noise sbb : [Persamaan (1)]
dimana x(t) = jejak seismik, w(t) = wavelet, r(t) = reflektivitas. Oldenburg dkk menunjukkan bahwa jika dekonvolusi resolusi tinggi dilakukan pada trace seismik, estimasi reflektivitas dapat dianggap sebagai nilai rata-rata dari reflektivitas asal, seperti ditunjukkan pada Gambar 1, refelektivitas rata-rata ini tidak mengandung komponen frekuensi rendah dan tinggi dan hanya akurat pada spektrum bandlimited.
Gambar 1 : Uji sintetik inversi norma L1 (a) input impedansi , (b) input reflektivitas (c) spektrum dari b, (d) trace frekuensi rendah (e) dekonvolusi dari d, (f) spektrum dari d, (g) estimasi impedansi dari norma L1, (h) reflektivitas estimasi, (i) spektrum dari h Meskipun terdapat cara yang tidak terbatas dimana komponen frekuensi yang hilang dapat ditambahkan, Oldenburg menunjukkan bahwa ketidakunikan ini dapat dikurangi dengan mensuplai informasi uyang lebih pada permasalahan terkait. Seperti pada model geologi berlapis : [Persamaan (2)] dimana δ = 0 jika t = τj dan δ = 1 jika t ≠ τj Secara matematis, persamaan diatas dapat dianggap sebagai pengontrol pada
masalah inversi. Sekarang model bumi berlapis identik dengan fungsi impedansi bloki, yang kemudian akan identik dengan fungsi reflektivitas ‘sparse spike’ . pegontrol diatas kemudian akan membatasi hasil inversi menjadi suatu struktur yang sparse . Beberapa peneliti lainnya, seperti Claerbuur dan Muir (1973) dan Taylor et al. (1979) beranggapan bahwa Norma L1 adalah solusi dari proses dekonvolusi. Hasil algoritma mereka dijunkukkan pada bagian bawah Gambar 1. Implementasi aktual algoritma L1 pada adat seismik real dilakukan oleh Inversion Theory and Application (ITA). Algoritma metoda invesi pemorgraman linear ditunjukkan pada Gambar 2.
Gambar 2 : Algoritma Metoda Norma L1
Metoda Smith Gidlow
Smith dan Gidlow menyusun kembali persamaan Aproksimasi Aki, Richards dan Fasier menjadi : [Persamaan (1)]
Selanjutnya, untuk menghilangkan kebergantungan terhadap densitas, dengan menggunakan Persamaan Gardner : [Persamaan (2)] yang dapat diturunkan menjadi : [Persamaan (3)] Dengan mensubstitutsikan persamaan (3) ke persamaan (1), kita dapat mengekspresikan kembali Persamaan Aki & Richard sebagai berikut : [Persamaan (4)]
Dimana [Persamaan (5)] Selanjutnya Aki & Richard mendefinisikan ‘pseudo poisson’s ratio’ dengan persamaan berikut : [Persamaan (6)] Menurut Castagna, kecepatan gelombang P sebagai fungsi dari gelombang S : [Persamaan (7)] Jika persamaan (7) diturunkan maka diperoleh : [Persamaan (8)] Persamaan (8) dapat ditulis ulang menjadi : [Persamaan (9)] Persamaan (9) sesuai untuk kasus ‘wet non-productive reservoir’, untuk menganalisis anomali reservoir, kita dapat mendefinisikan ‘fluid factor’ error dari persamaan tersebut : [Persamaan (10)] Dengan kata lain, jika ΔF=0 maka reservoir adalah tidak prospektif tetapi jika ΔF >0 maka reservoir adalah prospektif.
Migrasi Proses migrasi dilakukan pada data seismik dengan tujuan untuk mengembalikan reflektor miring ke posisi 'aslinya' serta untuk menghilangkan efek difraksi akibat sesar, kubah garam, pembajian, dll.
Terdapat beberapa macam migrasi: Kirchhoff migration, Finite Difference migration, Frequency-Wavenumber migration dan Frequency-Space migration [Yilmaz, 1987].
Fasa Nol, Minimum, Maksimum Sebuah wavelet memiliki panjang yang terbatas dengan fasa tertentu. Didalam istilah eksplorasi seismik, fasa sebuah wavelet dikenal sebagai:fasa minimum, fasa nol dan fasa maksimum.
Sebagaimana ditunjukkan oleh gambar di atas, fasa minimum dicirikan jika sebagian besar energi amplitudo wavelet berada diawal, fasa nol dengan simetris di tengah-tengah dan fasa maksimum diakhir wavelet. Untuk mengubah fasa diatas dilakukan pendekatan matematis sbb:
Posted by Agus Abdullah, PhD at 7:53 AM Labels: Miscellaneous
Mis tie Mis tie adalah ketidakcocokan antara lintasan seismik yang berpotongan satu sama lain. Ketidakcocokan tersebut dapat berupa perbedaan vintage seismik seperti fasa wavelet, amplitudo, waktu, dll. Untuk mengantisipasi hal ini dapat dilakukan proses pengubahan fasa, pergesaran waktu (time shifting), gaining, dll. Berikut contoh mistie akibat pergesaran waktu (time shifting) dan perbedaan amplitudo:
Fenomena mis tie banyak terjadi pada interpretasi seismik 2 dimensi. Kalau kita tidak peduli dengan mis tie, maka ketika kita memplot kontur horizon tertentu maka kontur tersebut akan menghasikan artifak yang menyesatkan.
Multi Azimuth Seismic Adalah metoda pengambilan data seismik 3D dengan arah penembakan (shooting) dari berbagai arah (azimuth). Dibandingkan dengan survey seismik 3D ‘konvensional’, survey seismik multi azimuth memiliki keunggulan seperti meningkatkan resolusi, ketajaman dan meningkatnya rasio sinyal terhadap noise (SNR). Hal positif ini muncul sebagai buah dari meningkatnya jumlah ‘fold’ dan iluminasi. Berikut prinsip pengambilan data seismik 3D multi azimuth:
Gambar di bawah ini menunjukkan perbandingan rekaman seismik ‘konvensional (kiri) dan multi azimuth (kanan). Apakah anda melihat perbedaan yang cukup signifikan?
Gambar diatas courtesy Barley B. and Summers T., BP Exploration, The Leading Edge 2007
MTM (Multi Taper Method) MTM adalah salah satu metoda spektral untuk mengkonversi kawasan waktu sebuah gelombang menjadi kawasan frekuensi. MTM memberikan prediksi frekuensi yang lebih bagus yakni menghindari ’kebocoran’ spektral dibandingkan dengan metoda spectral konvensional (baca: Fast Fourier Transform taper tunggal (single taper FFT)). Didalam FFT konvensional mungkin anda menggunakan taper tunggal dari jenis Hanning, Hamming, Box Car, dll. Sedangkan didalam MTM digunakan beberapa taper orthonormal yakni sekuen prolate spheroidal diskrit (discrete prolate spheroidal sequences) atau taper Slepian. Algoritma MTM ditunjukkan pada lampiran berikut ini:
discrete
prolate
spheroidal
sequences
Gambar dibawah menujukkan untuk 5 orde terendah.
Persamaan C.1 diatas ‘berbunyi’ sebagai berikut: bila kita memiliki gelombang dengan window tertentu katakanlah 100 mili detik, gelombang tersebut dikalikan dengan taper orde 0 (taper warna biru pada gambar C.1) lalu dihitung FFTnya. Kemudian gelombang asal tadi dikalikan dengan taper oder 1 (taper warna hijau pada gambar C.1) lalu dihitung FFTnya, dst. sampai selesai (orde 4-warna pink) Kemudian dicari nilai rata-rata dari semuanya. Nah hasil rata-rata ini adalah spektral dengan metoda MTM.
Persamaan dan gambar diatas courtesy: Agus Abdullah, 2007, PhD Thesis, Research School of Earth Sciences, Australian National University.
Multiple
Multiple adalah pengulangan refleksi akibat ’terperangkapnya’ gelombang seismik dalam air laut atau terperangkap dalam lapisan batuan lunak. Terdapat beberapa macam multiple: (a) water-bottom multiple, (b) peg-leg multiple dan (c) intra-bed multiple. Perhatikan model di bawah ini:
Didalam rekaman seismik, masing-masing multiple akan menunjukkan ‘morfologi’ reflektor yang sama dengan reflektor primernya akan tetapi waktunya berbeda. Untuk model water bottom multiple (model a) katakanlah kita memiliki waktu tempuh sea bottom sebesar 500ms maka multiplenya akan muncul 500 x 2 = 1000ms. Jika gelombang tersebut terperangkap tiga kali maka multiple water bottom berikutnya akan muncul pada 500 x 3 = 1500ms, dst. Untuk model peg leg multiple (model b), multiple akan muncul pada waktu tempuh gelombang refleksi primer (top gamping) ditambah waktu tempuh sea bottom. Untuk model intra bed multiple, multiple akan muncul pada waktu tempuh gelombang primer top gamping ditambah waktu tempuh dalam shale (tambah sedikit lah…) Gambar dibawah adalah rekaman seismik yang menunjukkan fenomena multiple. Perhatikan terdapat 4 multiple akibat dasar laut, berarti gelombang seismik tersebut ‘terperangkap’ empat kali!
Posted by Agus Abdullah, PhD at 12:15 AM Labels: Miscellaneous
Near Offset... Far Offset... Near Offset adalah tras-tras seismik yang terdekat dengan sumber getar sedangkan Far Offset adalah tras-tras yang terjauh. Lihat gambar dibawah ini:
Jika tras-tras seismik tersebut di NMO (Normal Move Out) selanjutnya di stack maka akan diperoleh near offset stack dan far offset stack.
Perbedaan amplitudo seismik near offset dan far offset seringkali digunakan di dalam studi AVO (Amplitude Versus Offset). Gambar diatas adalah contoh tras-tras seismik dari satu shot pada akuisisi laut. Tras-tras near offset terlihat lebih ’noisy’ dibanding tras-tras far offset. Efek noise pada near offset diakibatkan oleh ambient noise seperti: baling-baling kapal, deru mesin, gelombang laut, dll.
NMO (Normal Move Out) NMO adalah perbedaan antara TWT (Two Way Time) pada offset tertentu dengan TWT pada zero offset. Koreksi NMO dilakukan untuk menghilangkan efek jarak (ingat penampang seismic yang anda interpretasi adalah offset nol (zero offset)). Untuk model perlapisan horizontal, Koreksi NMO dirumuskan sbb:
Didalam melakukan koreksi NMO, pemilihan model kecepatan (Vrms maupun Vstack) merupakan hal yang sangat penting. Gambar berikut menunjukkan efek pemilihan model kecepatan: (a) sebelum koreksi NMO (b) model kecepatan yang tepat (c) kecepatan terlalu rendah (d) kecepatan terlalu tinggi.
Koreksi NMO akan menghasilkan efek 'stretching' yaitu penurunan frekuensi gelombang seismik. Oleh karena itu langkah 'muting' dilakukan untuk menghilangkan efek ini.
[Gambar diatas courtesy Yilmaz, 1987]
Noise dan Data Noise adalah gelombang yang tidak dikehendaki dalam sebuah rekaman seismik sedangkan data adalah gelombang yang dikehendaki. Dalam seismik refleksi, gelombang refleksilah yang dikehendaki sedangkan yang lainya diupayakan untuk diminimalisir.
Gambar diatas menunjukkan sebuah rekaman dengan data gelombang refleksi dan noise (gelombang permukaan / ground roll) dan gelombang langsung (direct wave).
Noise terbagi menjadi dua kelompok: noise koheren (coherent noise) dan noise acak ambient (random ambient noise). Contoh noise keheren: ground roll (dicirikan dengan amplitudo yang kuat dan frekuensi rendah), guided waves atau gelombang langsung (frekuensi cukup tinggi dan datang lebih awal), noise kabel, tegangan listrik (power line noise: frekuensi tunggal, mudah direduksi dengan notch filter), multiple (adalah refleksi sekunder akibat gelombang yang terperangkap). Sedangkan noise acak diantaranya: gelombang laut, angin, kendaraan yang lewat saat rekaman, dll. Gambar diatas diambil dari Kennett [1983] dengan beberapa modifikasi.
Foto diatas adalah Prof. B.L.N. Kennett (sebelah kanan), bintang seismologi kaliber dunia. Sekarang [2007] menjabat sebagai direktur Research School of Earth Sciences, Australian National University. Sudah puluhan doktor 'dicetaknya' termasuk pemilik blog ini (disamping kiri) ...ha..ha...
Non Zero Apex Adalah fenomena pada CDP (Common Depth Point) gather dengan puncak parabola (apex) tidak pada posisi offset sama dengan nol (non zero). Berikut contohnya:
Non zero apex dapat terjadi pada akuisisi seismik 2D dimana jejak sinar seismik (ray path) tidak lurus atau tidak ‘menghantam’ depth point akan tetapi malah menghantam litologi di sampingnya. Adanya penyimpangan ray path tersebut diakibatkan oleh prinsip Fermat. Gambar diatas courtesy Kansas Geological Survey
Frekuensi Nyquist Adalah frekuensi tertinggi yang dimiliki oleh gelombang seismik. Secara matematis Frekuensi Nyquist dituliskan sbb: FN=1/(2 x interval sampling) Sehingga jika interval sampling 0.0025 mili detik (2.5 detik) , maka Frekuensi Nyquist adalah 200Hz.
Gelombang Kompresi ( P wave) Jika bumi yang 'tenang' diberikan gangguan, misalnya diganggu dengan diledakannya sebuah dinamit, maka partikel-partikel material bumi tersebut akan bergerak dalam berbagai arah. Fenomena pergerakan partikel material bumi ini disebut dengan gelombang. Jika pergerakan partikel tersebut sejajar dengan arah penjalaran gelombang, maka disebut dengan gelombang kompresi (gelombang primer atau primary wave atau gelombang P).
Gambar dibawah menunjukkan karakter material sebelum diganggu dan karakter gelombang P.
[courtesy of darylscience] Rekaman seismik refleksi suatu eksplorasi migas merupakan rekaman gelombang P yang menjalar dari sumber (dinamit, vibroseis, dll.) ke penerima (geophone). Gelombang P menjalar dengan kecepatan tertentu. Jika melewati material yang bersifat kompak atau keras misalnya dolomit maka kecepatan gelombang P akan lebih tinggi dibanding jika melewati material yang 'lunak' seperti batulempung. Sebagai fungsi dari modulus bulk(k) , modulus geser (u), dan densitas (r), kecepatan gelombang P (Vp) adalah: Vp=[(k+4/3u)/r]^0.5.
Perigram Perigram adalah envelope amplitudo (Kuat Refleksi) dengan menghilangkan kembali komponen dc (lihat gambar). Komponen frekuensi rendah pada Kuat Refleksi dihitung sebagai berikut : [Persamaan (1)] Selanjutnya komponen frekuensi rendah, B(t) dikurangi dari Kuat Refleksi, A(t), untuk memperoleh Perigram, g(t) : [Persamaan (2)]
Perigram sebagai envelope amplitudo (Kuat Refleksi) dengan menghilangkan komponen dc (sumber : Landmark,1996). Pada dasarnya Perigram mempunyai kegunaan yang sama dengan Kuat Refleksi, tetapi Perigram memiliki nilai positif dan negatif sehingga dapat dianalisis dengan peta warna standar dan dapat digunakan untuk penggabungan jejak seismik atau peningkatan kualitas data. Sedangkan Kuat Refleksi hanya mempunyai komponen positifnya saja, sehingga tidak cocok untuk beberapa macam analisis dan prosesing.
Perigram X Cosinus Fasa Hasil perkalian antara Perigram dan Cosinus Fasa menghasilkan atribut lain yang berguna (Shtivelman et al, op.cit. Landmark, 1996).
Jejak seismik real didefinisikan sebagai perkalian amplitudo dan fasa: [Persamaan (1)] Dengan kata lain, jejak real f(t), sama dengan Kuat Refleksi A(t), dikalikan dengan cosinus fasa, cos q(t).Perigram didefinisikan oleh : [Persamaan (2)] Hasil perkalian Perigram dan Cosinus Fasa didefinisikan sebagai : [Persamaan (3) dan (4)] Dengan menggabungkan dengan definisi sebelumnya, kita peroleh : [Persamaan (5) dan (6)] dan, [Persamaan (7)] Dengan kata lain, walaupun Perigram bernilai positif, hasil perkalian Perigram dengan Cosinus Fasa sama dengan data masukan f(t), dikali dengan jejak skalar, [Persamaan (8)] yang berharga kurang dari 1. Jika Perigram bernilai perigram negatif maka amplitudo bernilai nol.
Perigram X Cosinus Fasa berperan dalam menampilkan zona amplitudo tinggi dan event-event kontinyu. ‘Bright Spot’ yang berasosiasi dengan gas sand, misalnya, akan terlihat secara jelas secara ketika reflektor energi rendah sekitar tereduksi menjadi nol.
Poisson’s Ratio Poisson’s Ratio adalah sebuah konstanta elastik yang merepresentasikan sifat fisis batuan. Pengertian fisis Poisson’s Ratio dapat dijelaskan dengan contoh sbb: Bayangkan sebuah sampel batuan yang berbentuk selinder dengan panjang L dan jari-jari R. Sampel tersebut ditekan dengan gaya berkekuatan F. Karena tekanan tersebut maka panjang sample akan memendek dan jari-jarinya akan melebar. Jika perubahan panjangnya adalah dL dan perubahan jari-jarinya adalah dR, maka besaran Poisson’s Ratio adalah dR/dL. Poisson’s Ratio dapat dituliskan sebagai fungsi dari kecepatan gelombang kompresi dan geser:
Berdasarkan hasil uji laboratorium, setiap batuan memiliki nilai Poisson’s Ratio yang spesifik, misalnya: Sedimen laut dangkal (Hamilton, 1976) memiliki kisaran Poisson’s Ration antara 0.45-0.50; Batupasir tersaturasi air garam (Domenico, 1976): 0.41; Batupasir tersaturasi gas (Domenico, 1976): 0.10 Dari hasill uji lab Domenico (1976) kita melihat bahwa batupasir yang tersaturasi gas memiliki Poisson’s Ratio 25% lebih rendah dibandingkan batupasir yang tersaturasi air garam. Adanya kontras Poisson’s Ratio yang tajam pada lapisan batuan akibat kehadiran gas, seringkali sifat fisis ini digunakan untuk mendeterminasi zona akumulasi gas. Gambar dibawah ini menunjukkan hubungan antara besaran Poisson’s Ratio sebagai fungsi dari prosentase kehadiran gas dalam batuan bersamaan dengan sifat kecepatan gelombang.
Persamaan diatas diturunkan sbb. (click gambar untuk memperbesar).
Posted by Agus Abdullah, PhD at 6:24 PM Labels: Sifat Fisis
Polaritas Normal Polaritas 'Reverse' Saat ini terdapat dua jenis konvesi polaritas: Standar SEG (Society of Exporation Geophysicist) dan Standar Eropa. Keduanya berkebalikan. Gambar dibawah ini menunjukkan Polaritas Normal dan Polaritas 'Reverse' untuk sebuah wavelet fasa nol (zero phase) dan fasa minimum (minimum phase) pada kasus Koefisien Refleksi atau Reflection Coefficient (KR atau RC) meningkat (RC positif) yang terjadi pada contoh batas air laut dengan dasar laut/lempung.
Contoh penentuan polaritas pada data seismik real, seabed ditunjukkan dengan trough (merah), hal ini berarti polaritas seismik yang digunakan adalah normal SEG.
Posted by Agus Abdullah, PhD at 6:09 PM Labels: Interpretasi Seismik
Preserve - Non Preserve Amplitude
Adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan status data seismik, yakni apakah sudah diterapkan proses Gain atau belum. Preserve amplitude adalah data ‘original’ sebelum terapkan gain, sedangkan non preserve adalah data seismik setelah diterapkan gain. Untuk keperluan interpretasi seismik, pemetaan horizon, sesar, struktur , dll., sebaiknya menggunakan data non preserve amplitude, dimana efek kehilangan energi akibat spherical divergensi telah dihilangkan. Sedangkan preserve amplitude digunakan untuk berbagai komputasi geofisika lanjut seperti seismik atribut, seismik inversi, AVO, dll. Namun, untuk keperluan ‘display’, time-variant gain kadang-kadang diterapkan pada data yang akan digunakan untuk berbagai komputasi geofisika diatas asalkan zona targetnya bersifat ‘lateral’.
Prewhitening Prewhitening adalah pembobotan matrix pada proses deconvolusi (lihat subject deconvolusi pada blog ini) dengan menambahkan sebuah konstanta dengan rentang 0 s.d 1 untuk memberikan kestabilan dalam komputasi numerik.
R3M (Remote Resistivity Reservoir Mapping) Akhir-akhir ini, metodologi R3M semakin populer digunakan untuk mendeteksi apakah sebuah reservoir mengandung hidrokarbon (HC) atau tidak.
(from Srnka, 2007)
Penggunaan R3M dalam mendeteksi HC berangkat dari pemahaman bahwa terdapat perbedaan sifat fisika (dalam hal ini adalah RESISTIVITAS) antara reservoir
yang mengandung HC dan tidak (saline brine). Gambar diatas (kanan) menunjukkan bahwa reservoir yang mengandung HC akan memiliki resistivitas lebih tinggi daripada reservoir yang tidak megandung HC (mengandung saline brine). Jika kita melihat tabel diatas (kiri), survey R3M akan memiliki tantangan yang serius jika kontras resistivitas antara reservoir yang mengandung HC dan yang tidak mengandung HC terlalu kecil. Walaupun demikian, kita masih memiliki ‘harapan’ jika kontras resistivitas tersebut cukup besar.
(modified from Srnka, 2007)
Berdasarkan tabel di atas, frekuensi sinyal R3M berkisar antara ~0.125 sampai 20Hz. Terlihat jelas bahwa R3M memiliki ‘irisan’ dengan frekuensi gelombang seismik refleksi (i.e. 10 – 120 Hz). Akan tetapi pada prakteknya, kisaran frekuensi R3M yang digunakan sangat kecil (sekitar 0.125 s.d 2.0Hz). Teknik pengambilan data R3M serupa dengan teknik pengambilan data seismik 2D OBC (Ocean Botton Cable). Sumber listrik (Source) ditarik oleh sebuah kapal survey dengan kecepatan 1-2 knot. Posisi sumber ditempatkan berapa beberapa meter diatas dasar laut (25-30m), sedangkan penerima (receivers) ditempatkan pada
dasar laut. Perhatikanlah sketsa pengambilan perangkatnya pada gambar dibawah ini:
data
R3M
dan
perangkat-
(from Amundsen, 2006)
(from Rosten et al., emgs) Gambar dibawah menunjukkan respon data R3M untuk sebuah survey. Pada Gambar A, titik-titik MERAH menunjukkan respon untuk reservoir yang mengandung HC dan PUTIH untuk latar belakang saline brine (wet). Sementara gambar (B) adalah rasio antara kasus HC dan kasus saline brine (wet). Pada gambar B terlihat jelas bahwa kehadiran HC akan menghasilkan respon peningkatan magnitude lalu penurunan megnitudo resistivitas sejalan dengan bertambahnya offset.
Gambar A (modified from Johansen, 2008)
Gambar B (modified from Johansen, 2008) Referensi: Amundsen, et. al, Decomposition of electromagnetic fields into upgoing and downgoing components, Geophysics, vol 71, no 5, October 2006. Johansen, S., et al., How EM survey analysis validates current technology, processing and interpretation methodology, first break vol 26 June 2008. Rosten, T., et.al, Stat Oil R&D Center, Norsk Hydro R&D Center, Electromagnetic Geoservices (emgs), Earth and Planetary Exploration Services (EPX). Srnka, L.J. (ExxonMobil Upstream Research Company, Houston, TX), EGM 2007 International Workshop, Innovation in EM, Grav and Mag Methods: a new Perspective for Exploration Capri, Italy, April 15 – 18, 2007.
Kuat Refleksi (Reflection Strength) Kuat refleksi didefinisikan sebagai envelop dari jejak seismik (lihat gambar). Untuk masing-masing sampel waktu, Kuat Refleksi dirumuskan sebagai :
Sehingga kuat refleksi selalu bernilai positif dan selalu mempunyai magnitudo yang sama dengan jejak seismik real.
Jejak Kuat Refleksi (b) sebagai envelop amplitudo dari jejak Reflektivitas (a) Kuat Refleksi memberikan informasi mengenai kontras Impedansi Akustik. Perubahan lateral pada Kuat Refleksi sering berasosiasi dengan perubahan litologi secara umum dan berasosiasi dengan akumulasi hidrokarbon. Reservoir gas secara khusus, sering muncul sebagai refleksi amplitudo tinggi atau lebih dikenal dengan ‘bright spot’. Perubahan tajam pada Kuat Refleksi bisa berasosiasi dengan struktur patahan atau zona pengendapan misalnya channels. Kuat Refleksi juga berguna untuk identifikasi perlapisan batuan dan membantu untuk mendeskripsi satu reflektor masif seperti ketidakselarasan dari kelompok komposit reflektor. Gambar diatas courtesy: Agus Abdullah, 2001, Identifikasi sealing rock dan DHI (Direct Hydrocarbon Indicator) berdasarkan studi Atribut Seismik, Impedansi Akustik dan AVO (Amplitude versus Offset) (Studi Kasus), Program Studi Geofisika Terapan, Program Pascasarjana., Institut Teknologi Bandung.
Reflektivitas (Reflectivity)
Reflektivitas adalah kontras Impedansi Akustik (IA) pada batas lapisan batuan sediment yang satu dengan batuan sediment yang lain. Besar-kecilnya nilai reflektivitas selain tergantung pada Impedansi Akustik, juga tergantung pada sudut datang gelombang atau jarak sumber-penerima. Di dalam seismik refleksi, reflektivitas biasanya ditampilkan pada jarak sumber-penerima sama dengan nol (zero offset) sehingga dapat diformulasikan sbb:
Reflektivitas berbanding lurus dengan amplitudo gelombang seismik refleksi. Jika reflektivitas semakin tinggi, maka amplitudo-nya pun semakin tinggi pula. Gambar dibawah ini menunjukkan hubunganreflektivitas, amplitudo dan impedansi akustik.
Posted by Agus Abdullah, PhD at 2:51 PM Labels: Miscellaneous
Resolusi Seismik Resolusi seismik adalah kemampuan untuk memisahkan dua reflektor yang berdekatan. Didalam dunia seismik, resolusi terbagi dua: resolusi vertikal (temporal) dan lateral (spasial). Resolusi vertikal didefinisikan dengan ¼ panjang gelombang seismik (λ), dimana = v/ f dengan v adalah kecepatan gelombang seismik (kompresi) dan f adalah frekuensi. λ
Frekuensi dominan gelombang seismik bervariasi antara 50 and 20 Hz dan semakin berkurang terhadap kedalaman.
Tabel dibawah ini menunjukkan contoh hubungan antara v , f dan λ:
Dari tabel diatas kita melihat bahwa untuk anomali dangkal dengan kecepatan gelombang seismik 2500 m/s dan frekuensi 50Hz diperoleh resolusi vertikal 12.5 meter, artinya batas minimal ketebalan lapisan (ketebalan tuning / tuning thickness) yang mampu dilihat oleh gelombang seismik adalah 12.5 meter. Widess[1973] dalam papernya 'How thin is a thin bed', Geophysics, mengusulkan 1/8λ sebagai batas minimal resolusi vertikal. Akan tetapi dengan mempertimbangkan kehadiran noise dan efek pelebaran wavelet terhadap kedalaman maka batas minimal resolusi vertikal yang dipakai adalah 1/4λ. Resolusi lateral dikenal dengan zona Fresnel (r) dengan:
Dengan t adalah waktu tempuh gelombang seismik (TWT/2).
Untuk anomali dalam dengan waktu tempuh 4s, v 5500 m/s dan f 20 Hz, batas minimal lebar anomali yang mampu dilihat oleh gelombang seismik adalah 1229.8 meter.
Rich Azimuth (RAZ) Seismic Adalah metoda pengambilan data seismik 3 dimensi (3-D) yang merupakan kombinasi antara seismik multi-azimuth (MAZ) dan wide azimuth (WAZ) (lihat entry mengenai seismik multiazimuth dan wide azimuth pada blog ini). Tujuan dari pengambilan data dengan metoda ini adalah untuk membuat distribusi offset-azimuth yang merata ke semua arah. Hal ini dijelaskan pada gambar di bawah ini:
Gambar di atas menunjukkan konsep rich azimuth survey, yang digambarkan sebagai MAZ + WAZ = RAZ. Panel atas menggambarkan diagram rose dari distribusi offsetazimuth. Warna panas (merah) menunjukkan jumlah fold yang tinggi dan warna dingin (biru) menunjukkan jumlah fold yang rendah. Panel bawah menunjukkan posisi kapal (bintik hitam) dan kabel perekam (garis hijau) untuk masing-masing survey. Panel kiri menunjukkan distribusi offset-azimuth untuk survey MAZ, dengan azimuth 3 arah, tetapi tiap arah memiliki azimuth yang sempit. Panel tengah menunjukkan distribusi offset-azimuth untuk survey WAZ, dengan azimuth yang cukup lebar, tetapi hanya ke satu arah. Panel kanan menunjukkan distribusi offset-azimuth untuk survey RAZ, dengan azimuth yang lebar dan memiliki distribusi ke 3 arah. Gambar di atas courtesy Howard, M, Marine seismic surveys with enhanced azimuth coverage: Lessons in survey design and acquisition, The Leading Edge, April 2007. Artikel ini kontribusi Befriko Murdianto , Chevron Indonesia Company
Kecepatan RMS (Root Mean Square) Perhatikan model bumi yang tersusun atas beberapa interval perlapisan batuan yang horizontal. Setiap lapisan memiliki kecepatan gelombang seismik tertentu. Setiap lapisan memiliki kecepatan interval (V1, V2, V3,...,Vn), n adalah jumlah lapisan.
Sehingga kecepatan RMS sampai titik tertentu pada lapisan ke-n adalah:
Posted by Agus Abdullah, PhD at 9:30 PM Labels: Pengolahan Data Seismik
Analisis Fisika Batuan (Rock Physics Analysis) Untuk memahami karakter dan sifat fisis batuan dan fluida diperlukan sebuah analisis fisika batuan (rock physics analysis). Dengan tujuan utamanya adalah mencari suatu sifat fisis yang dapat memisahkan antara zona prospek dengan zona yang tidak prospek.
Sifat-sifat fisis yang dimaksud diantaranya: kecepatan gelombang seismik P (Vp), kecepatan gelombang seismik S (Vs), Poisson’s Ratio, Impedansi Akustik, Lambda-Rho, Mu-Rho, dll. Gambar dibawah adalah contoh analisis fisika batuan untuk memisahkan non-pay, gas-pay, wetshally, dll. (click gambar untuk memperbesar)
Data yang ditampilkan dalam plot diatas biasanya diperoleh dari data sumur atau data hasil inversi seismik.
Plot diatas sangat berguna diantaranya untuk konversi sebuah peta sifat fisis ke peta sifat fisis yang lainnya. Courtesy Chopra, CSEG, 2006
Seismik Inversi Seismik inversi adalah proses pemodelan geofisika yang dilakukan untuk memprediksi informasi sifat fisis bumi berdasarkan informasi rekaman seismik yang diperoleh. Upaya inversi merupakan kebalikan (inverse) dari upaya pengambilan data seismik (forward modeling). Sebagaimana yang kita ketahui forward modeling adalah operasi konvolusi antara wavelet sumber dengan kontras impedansi akustik bumi (koefisien refleksi). Proses inversi merupakan proses 'pembagian' rekaman seismik terhadap wavelet sumber yang diprediksi.
Berdasarkan gambar diatas kita melihat bahwa secara bebas dapat dikatakan bahwa impedansi akustik (hasil inversi) merepresentasikan
sifat fisis 'internal' batuan sedangkan rekaman seismik merepresentasikan 'batas batuan'. (Sebenarnya bagi ahli geofisika, sifat fisis internal pun dapat 'dilihat' berdasarlam karakter amplitudo atau frekuensi rekaman seismiknya, anda setuju?). Sehingga hasil inversi dapat digunakan untuk menginterpretasi perubahan fasies dalam suatu horizon geologi.
Pemilihan 'wavelet yang diprediksi' pada proses inversi merupakan prosedur yang sangat penting, anda harus yakin betul bahwa sifat 'wavelet yang diprediksi' mencerminkan horizon yang menjadi target anda. Caranya ? diantaranya dengan mengekstrak wavelet pada horizon yang menjadi target inversi. Inipun tidak ada jaminan...karena sifat wavelet yang tergantung terhadap fasa dan attenuasi. Dikarenakan bandwith frekuensi gelombang seism ik terbatas (band limited), maka kontribusi impedansi akustik (IA) dari komponen frekuensi rendah diperlukan. Secara praktis, komponen frekuensi rendah ini diperoleh dari informasi sumur (well) dan ditambahkan untuk mendapatkan impedansi akustik absolut. IA absolut = IA seism ik (band limited: 10-70Hz) + IA sumur (frekuensi rendah: <10hz).> 8200. Dengan logika ini kita dapat menampilkan IA dengan nilai > 8200 untuk m elihat karakter penyebaran batu pasir tersebut (lihat gambar di bawah ini).
Gambar di bawah merupakan penampang IA (slice). Perhatikan interpretasi batupasir dalam 'channeling system' berdasarkan kontras IA.
Gambar data real dan 'hasil inversi' diatas adalah courtesy Ashley Francis, Earthworks Environment & Resources Ltd. - U.K
Rekaman Seismik (Seismic Record) Rekaman seismik dapat didefinisikan sebagai kumpulan dari tras seismik. Jika ditampilkan dalam penampang dua dimensi, ke arah lateral mencerminkan jarak atau lokasi dan ke arah vertical mencerminkan waktu (two way travel time/ TWT) atau kedalam (apabila telah di migrasi kedalaman / depth migration). Contoh rekaman seismik ditunjukkan pada gambar di bawah ini dengan batas antara lapisan-lapisan batuan diinterpretasi sebagai puncak maupun palung amplitudonya.
Posted by Agus Abdullah, PhD at 2:45 PM Labels: Miscellaneous
Seismic Reference Datum (SRD) Adalah level maya yang menunjukkan rekaman seismik berada pada waktu tempuh nol. Pada data seismik laut, SRD biasanya didefinisikan dengan muka air lautnya itu sendiri (Mean Sea Level). Pada data seismik darat, SRD adalah level acuan semu pada koreksi statik sehingga trace-trace seismik mencerminkan kontinuitas reflektor. Gambar di bawah ini menunjukkan datum atau SRD dalam sebuah koreksi statik. A,B,C adalah trace-trace seismik yang terekam pada posisi A, B, C sebelum koreksi statik. Sedangkan A’, B’, C’ adalah trace-trace seismik setelah koreksi statik dengan acuan level datum (SRD) garis putus-putus merah.
Pada gambar diatas terlihat bahwa: A’ memiliki nilai koreksi nol. B’ adalah B + waktu tempuh b (waktu tempuh b = (kedalaman b / Velocity 1)x2) C’adalah C- waktu tempuh c (waktu tempuh c = (kedalaman c / Velocity 1)x2)
Tras Seismik (seismic trace) Tras seismik adalah data seismik yang terekam oleh satu perekam (geophone). Tras seismik mencerminkan respon dari medan gelombang elastik terhadap kontras impedansi akustik (reflektivitas) pada batas lapisan batuan sediment yang satu dengan batuan sediment yang lain. Secara matematika, tras seismik merupakan konvolusi antara wavelet sumber gelombang dengan reflektivitas bumi, sehingga: Tras seismik =wavelet sumber gelombang * reflektivitas
Secara grafis ditunjukkan pada gambar di bawah ini:
Posted by Agus Abdullah, PhD at 2:42 PM Labels: Miscellaneous
Kecepatan Didalam seismologi terdapat beberapa macam kecepatan, diantaranya: kecepatan interval (interval velocity), kecepatan sesaat ( instantaneous velocity), kecepatan semu (apparent velocity), kecepatan rms (rms velocity), kecepatan rata-rata (average velocity), kecepatan tengah (mean velocity), kecepatan stack (stacking velocity), kecepatan horisontal (horizontal velocity), kecepatan vertikal (vertical velocity), kecapatan fasa (phase velocity), kecepatan grup (group velocity), kecepatan gelombang P (P-wave velocity), kecapatan gelombang S (S-wave velocity), kecepatan migrasi (migration velocity), kecepatan lapisan lapuk (weathering velocity), dll. Jenis-jenis kecapatan diatas dibagi menjadi dua: kecepatan fisis (physical velocities) dan kecepatan pengukuran (velocity measures.). Kecepatan fisis adalah kecepatan aktual perambatan gelombang, contoh: instantaneous velocity, P- danS-wave velocities, phase dan group velocity. Sedangkan kecepatan pengukuran diturunkan dari analisa data seismik yang memprediksi kecepatan fisis, diantaranya: average, mean, dan rms velocities, interval velocity, stacking velocity, apparent velocity, dan migration velocity.
Posted by Agus Abdullah, PhD at 2:47 AM
Labels: Miscellaneous
Seismik Multicomponent (Multicomponent Seismic) Akuisisi data seismik konvensional baik 2D, 3D maupun 4D hanyalah menggunakan geophone 1 komponen. Komponen tersebut adalah komponen vertikal yang hanya didesain untuk merekam gelombang kompresi (gelombang P). Sedangkan geophone yang digunakan dalam seismik multikomponen, baik 3C (three component) maupun 4C (four component) selain memiliki komponen vertikal, juga memiliki komponen horizontal yang didesain untuk merekam gelombang geser (shear wave / gelombang S). Geophone 3 komponen mengukur pergerakan partikel secara vertikal (atas-bawah) dan dua arah horizontal (timur-barat dan utara-selatan). Komponen timur-barat disebut ’EW’ dan komponen utara selatan disebut ’NS’. Berikut ilustrasinya:
Komponen geophone vertikal (warna hijau) memiliki kemampuan mencatat gelombang P lebih baik dibanding gelombang S, sedangkan komponen horizontal (warna merah dan biru) akan merekam gelombang S lebih baik dibanding merekam gelombang P (mengapa? lihat definisi gelombang P dan S dalam blog ini). Gelombang S itu sendiri merupakan gelombang yang terkonversi dari gelombang P akibat menghantam reflektor, selanjutnya disebut dengan (PS), sementara gelombang P yang terefleksikan disebut dengan (PP) , lihat gambar dibawah ini:
Courtesy Western Geco Schlumberger
Didalam prakteknya, kedua komponen gelombang yang terekam secara horizontal tersebut akan dikalkulasi lebih lanjut sehingga diperoleh komponen gelombang yang lain yaitu gelombang SH (Tangensial) dan SV (Radial), melalui persamaan:
SV=(NS cos θ)+(EW sin θ) 1) SH=(-NS sin θ)+(EW cos θ) 2) θ merupakan azimuth, yakni sudut yang dibentuk oleh proyeksi horizontal sumber penerima terhadap arah utara. Dikarenakan kecepatan gelombang P lebih tinggi (~2 kali) daripada gelombang S, maka waktu tempuh nya pun berbeda.
Gambar sebelah kiri adalah rekaman PP dan kanan adalah rekaman PS, perhatikan TWT PS sekitar 2X TWT PP. Courtesy: Lawton, Don C, et al., 2001, Multicomponent survey at Calgary AirportCREWES Research Report — Volume 13 Didalam akuisisi seismik, untuk menempatkan geophone multicomponent sangatlah susah, menurut laporan CREWES, untuk crew yang sangat berpengalamanpun error azimuth dapat mencapai 10 derajat. Didalam industri, aplikasi Multicomponen geophone atau Multicomponent seismic memiliki kelebihan yang tidak bisa diberikan oleh geophone komponen tunggal. Kelebihan itu diantaranya memberikan prediksi gas cloud, Lambda Mu Rho, analisis Vp/Vs, shear wave splitting untuk mendelineasi orientasi fracture/anisotropy, dll. Persamaan 1 dan 2 diatas courtesy: Agus Abdullah, 2007, PhD Thesis, Research School of Earth Sciences, Australian National University. Referensi tambahan: Bland, H.C, Robert R. Stewart, 1996, Geophone orientation, location, and polarity checking for 3-C seismic surveys, CREWES Research Report — Volume 8.
Semblance, Amplitude Stacking, ... Perhatikan tras-tras seismik dalam sebuah CDP (Common Depth Point) setelah koreksi NMO diterapkan. Asumsikan jumlah tras seismik tersebut adalah n dan amplitudo masing-masing tras dalam waktu (t) tertentu adalah w. Maka Amplitudo Stacking dan Semblance dapat dituliskan sbb:
Posted by Agus Abdullah, PhD at 4:18 PM Labels: Pengolahan Data Seismik
Gelombang Geser (S wave) Jika bumi yang 'tenang' diberikan gangguan, misalnya diganggu dengan diledakannya sebuah dinamit, maka partikel-partikel material bumi tersebut akan bergerak dalam berbagai arah. Fenomena pergerakan partikel material bumi ini disebut dengan gelombang. Jika pergerakan partikel tersebut tegaklurus dengan arah penjalaran gelombang, maka disebut dengan gelombang geser (gelombang sekunder atau secondary wave atau gelombang S). Gambar dibawah menunjukkan karakter material sebelum diganggu dan karakter gelombang S.
[courtesy of darylscience]
Sebagai fungsi dari modulus geser (u), dan densitas (r), kecepatan gelombang S (Vs) adalah: Vs=[u/r]^0.5.
Shear Wave Splitting Shear Wave Splitting merupakan studi untuk menganalisis tingkat anisotropi (lihat subject anisotropi pada blog ini) dari sebuah medium. Dalam hal ini azimuthal anisotropy. Pemisahan (splitting) dari gelombang S tersebut diakibatkan oleh perbedaan waktu tempuh (delay time atau Δτ) antara dua komponen gelombang S yang saling tegak lurus satu sama lain. Ingat, gelombang S memiliki komponen SV dan SH, SV adalah gelombang S yang bergerak secara vertikal dan SH adalah gelombang S yang bergerak secara horizontal, berikut ilustrasinya:
Jika gelombang S melewati sebuah medium homogen isotropis, maka waktu tempuh gelombang SV akan sama dengan waktu tempuh gelombang SH (lihat persamaan matematika pada subject seismic multicomponent pada blog ini untuk menurunkan gelombang SH dan SV dari sebuah survey seismik multicomponent).
Sedangkan jika terdapat perbedaan sifat fisis (contoh: foliasi mineral) maupun perbedaan karakter struktur medium (contoh: orientasi fracture) ke arah vertikal maupun ke arah horizontal maka akan menghasilkan waktu tempuh yang berbeda bagi kedua jenis gelombang tersebut, fenomena perbedaan waktu tempuh tersebut dikenal dengan shear wave splitting. Berikut ilustrasinya untuk sebuah gelombang S yang melewati medium dengan fracture vertikal:
Dari gambar diatas terlihat bahwa sebuah gelombang S yang melewati medium dengan fracture berorientasi vertikal akan meghasilkan pemisahan komponen SH dan SV dengan SV datang lebih cepat (lebih awal) dibandingkan SH yang datang lebih lambat. Dengan kata lain gelombang S yang merambat tegak lurus dengan fracture akan datang lebih lambat sedangkan gelombang S yang sejajar dengan fracture akan datang lebih cepat. Jika kita kembangkan lebih lanjut, delay time (Δτ) akan semakin besar jika gelombang S merambat tegak lurus dengan fracture dan semakin kecil jika merambat sejajar dengan fracture.
Dengan mempergunakan logika di atas, multi azimuth atau wide azimuth seismic (lihat kedua subject tersebut pada blog ini) dengan multicomponent geophone dapat dipergunakan untuk mendeterminasi orientasi fracture. Dengan menghitung tingkat anisotropi (baca delay time) pada berbagai azimuth anda akan mendapatkan gambaran orientasi fracture pada zona bersangkutan. Sehingga pada reservoar dengan porositas sekunder, dalam hal ini porositas akibat fracture. Studi shear wave splitting dapat membantu untuk menempatkan posisi sumur bor sedemikian rupa sehingga produksi hidrokarbon lebih optimal.
Sebagai informasi tambahan, tingkat homogenitas medium dapat dijustifikasi oleh resolusi seismik, sehingga medium dengan derajat keheterogenan lebih kecil dari resolusi seismik masih dipertimbangkan sebagai medium homogen (Backus, 1962). Sebagai konsekuensi teori Backus tersebut, anda jangan bermimpi untuk mendeteksi fracture reservoar yang berada di bawah resolusi seismik.
Slant Stack / Transformasi Radon Slant Stack atau Transformasi Radon adalah teknik penjumlahan tras-tras seismik pada sudut tertentu yang ditujukan untuk memperjelas kehadiran reflector miring dan ditujukan juga untuk meningkatkan rasio signal terhadap noise (SNR-Signal to Noise ratio). Terdapat dua tahap didalam melakukan Slant Stack. Pertama, koreksi LMO (Linear Move Out). LMO adalah proses proyeksi tras-tras pada gerbang CDP (Common Deep
Point) atau CMP (Common Mid Point) dengan sudut tertentu. Sudut yang dimaksud berkorelasi dengan parameter sinar (p) dan offset (x). Dengan LMO, kita memperoleh reflektor dengan waktu : Tahap kedua, setelah LMO dilakukan, tras-tras tersebut dijumlahkan (stack) sehingga diperoleh Slant Stack.
Dekomposisi Spektral (Spectral Decomposition) Penampang seismik konvensional yang anda amati merupakan komposit dari rentang frekuensi gelombang (umumnya 10 s/d 70 Hz, dengan frekuensi dominant sekitar 30Hz). Perbedaan penampang pada frekuensi yang berbeda akan menampilkan fitur geologi yang berbeda pula, karena pada hakikatnya sifat geologi seperti ketebalan, kandungan fluida (baca: hidrokarbon), dll. hanya akan lebih jelas dilihat pada level frekuensi yang sesuai. Metoda dekomposisi spectral digunakan untuk menampilkan penampang seismik pada level frekuensi tertentu, katakanlah pada frekuensi 10Hz, 20Hz, 30Hz, dll. Contoh dibawah ini menunjukkan perbedaan antara penampang waktu seismik konvensional dengan penampang seismik pada frekuensi 32Hz.
Penampang seismik ‘konvensional’, fluvial channel ditunjukkan dengan panah kuning. Geologi di bagian baratdaya tidak ditunjukkan dengan baik.
Penampang seismik pada 32Hz, fluvial channel ditunjukkan dengan panah kuning. Channel dibagian barat daya (panah biru) dapat ditunjukkan dengan lebih baik. Courtesy Sinha S et al,. ‘Spectral Decomposition of Seismic Data with Continuous Wavelet Transform’, School of Geology and Geophysics, University of Oklahoma, Norman, OK 73019 USA, Department of Geosciences,Boise State University, Boise, ID 83725 USA, ConocoPhillips, Houston, TX 77252 USA
Spike Secara bahasa spike diterjemahkan sebagai ’paku’. Di dalam terminologi seismik istilah spike digunakan untuk menjelaskan sifat ’kelangsingan’ dari sebuah wavelet atau gelombang refleksi. Ingat bahwa batas perlapisan batuan ditunjukkan oleh bentuk gelombang yang ’gemuk’. Interpreter menginginkan bentuk gelombang tersebut selangsing mungkin...idealnya seperti paku (spike). Sifat gelombang yang gemuk tersebut disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya: atenuasi, absorbsi, signature sumber, dll. Upaya diet yang bisa dilakukan untuk melangsingkan gelombang adalah dengan cara deconvolusi. Namun hal inipun ada batasannya, mustahil untuk mendapakan gelombang refleksi atau wavelet berbentuk paku.
Perhatikan gambar dibawah ini:
Posted by Agus Abdullah, PhD at 12:50 AM Labels: Miscellaneous
Surface Related Multiple Elimination (SRME) SRME adalah metoda untuk menghilangkan energi multiple yang dihasilkan oleh batas air-udara. Multiple yang dihasilkan oleh batas air-udara ini kadang-kadang sangat sulit dihilangkan dengan menggunakan metoda demultipel konvensional seperti Radon atau pun Tau-P (Geotrace). Walaupun metoda SMRE sudah diperkenalkan oleh Verschuur dan Berkhout sejak tahun 1997, namun metoda ini baru populer di industri migas sejak tahun 2003-an. Metoda SRME memiliki tiga tahap utama: pertama, menghilangkan noise non fisis, regulasisasi data sehingga diperoleh grid sumber-penerima yang konstan, interpolasi near dan intermediate offset yang hilang, menghilangkan gelombang langsung dan gelombang permukaan. Kedua: prediksi multiple, prediksi ini didasarkan pada observasi bahwa multiple yang terkait dengan permukaan dapat diprediksi melalui konvolusi temporal dan spasial dari data itu sendiri (Berkhout, 1982). Ketiga: data input dikurangi dengan multiple yang terprediksi pada tahap dua (Long et al., 2005). Tahapan-tahapan metoda SRME dapat dilihat pada gambar dibawah ini (gambar courtesy: Long et al., 2005):
Untuk memahami teori SRME secara mendalam, terdapat sebuah referensi yang cukup bagus yakni Seismic multiple removal techniques. Past, present and future oleh Eric Verschuur, EAGE Publications BV.
Gambar dibawah menunjukkan keampuhan metoda SRME dibandingkan dengan metoda konvensional (Gambar courtesy: Geotrace Technologies, Inc, 2007):
Referensi: Long et al., 2005, Multiple Removal Success in The Carnarvon Basin with SRME, APPEA Journal
Stacking Stacking adalah proses menjumlahkan tras-tras seismik dalam satu CDP setelah koreksi NMO (Normal Move Out). Proses stacking memberikan keuntungan untuk mengingkatkan rasio signal terhadap noise (S/N ratio).
Gambar diatas menunjukkan prinsip koreksi NMO, hiperbola refleksi di-adjust dengan menggunakan model kecepatan (kecepatan rms atau kecepatan stacking) sehingga berbentuk lapisan horizontal, selajutnya tras-tras NMO dijumlahkan (stacking).
Koreksi Statik (Static Correction) Koreksi statik adalah proses pengolahan data seismik untuk menggeser waktu tras seismik yang bergeser akibar lapisan lapuk di permukaan bumi atau akibat perbedaan topografi sumber dan penerima atau akibat perbedaan yang ekstrim pada batimetri dasar laut. Gambar dibawah menunjukkan penampang seismik refleksi sebelum dan setelah koreksi statik.
[courtesy Marine Geosciences Purdue]
Sweep Vibroseis
Adalah gelombang mini atau pulsa yang dihasilkan oleh sumber getar vibroseis. Sweep berkarakter sinusoidal dengan frekuensi semakin besar terhadap waktu. Gambar berikut menunjukkan karakter sweep dan contoh pengolahan data seismik dengan sumber getar vibroseis.
Gambar (a) adalah sweep (b) adalah respon reflektivitas bumi (c) konvolusi antara (a) dan (b), (d) adalah kros-korelasi antara (a) dan (c). Perhatikan hasil (d) yang merepresentasikan karakter bumi (b). Menakjubkan bukan ? Gelombang sweep diatas dihasilkan dengan menggunakan persamaan:
dengan fo=40Hz dan setelah dilakukan taper hanning. Teori Inversi Rekursif Reflektivitas Teori Inversi Rekursif Reflektivitas didefinisikan seagai perubahan Impedansi Akustik: [Persamaan (1)] dimana r = koefisien refleksi, ρ = densitas, V = kecepatan gelombang P, Z = Impedansi Akustik. Perumusan inversi dari persamaan (1) dapat diturunkan dengan : [Persamaan (2)] Persamaan (2) disebut dengan persamaan inversi rekursif diskrit. Permasalahan utama yang terjadi pada inversi rekursif adalah kehilangan komponen frekuensi rendah. Untuk mengatasi hal ini, frekuensi rendah dapat terpenuhi dari log sonik yang telah di filter, analisa kecepatan seismik, dan model geologi.
Posted by Agus Abdullah, PhD at 12:17 AM Labels: Post Prosesing
Inversi Reflektivitas Lapisan Tipis Portniaguine dan Castagna [2005] mengusulkan metoda inversi spektral post stack yang dapat me-recover lapisan-lapisan tipis dibawah ketebalan tuning. Metoda yang diusulkan dilakukan dengan penekanan pada aspek geologi dibanding aspek
matematis serta dengan memperhatikan aspek kunci pada spektrum frekuensi lokal yang diperoleh dengan dekomposisi spektral.
Secara komersial metoda ini dikenal dengan ThinMAN™ yang berkerja dengan mengekstrak refleksi secara detail dengan menghilangkan pengaruh wavelet seismik tanpa menimbulkan masalah munculnyanoise frekuensi tinggi. Gambar dibawah menunjukkan perbedaan sebelum (kiri) dan sesudah(kanan) inversi reflektivitas lapisan tipis. Sonic log ditunjukkan untuk melihat perbandingannya. Menakjubkan? (click gambar untuk memperbesar)
[courtesy Chopra et al., CSEG, 2006] Bacaan lebih lanjut:
Castagna, J.P., S.Sun and R.W. Siegfried, 2003, Instantaneous spectral analysis: Detection of low-frequency shadows associated with hydrocarbons, The Leading Edge, 22, 120. Chung, H. -M. and Lawton, D., 1999, A Quantitative Study of the Effects of Tuning on AVO Effects for Thin Beds: J. Can. Soc. Expl. Geophys., 35, no. 01, 36-42. Chung, H. and Lawton, D. C., 1995, Frequency characteristics of seismic reflections from thin beds: J. Can. Soc. Expl. Geophys., 31, no. 1/2, 32-37. Kallweit, R. S. and Wood, L. C., 1982, The limits of resolution of zero-phase wavelets Geophysics, Soc. of Expl. Geophys., 47, 1035-1046. Portniaguine, O. and J. P. Castagna, 2005, Spectral inversion: Lessons from modeling
and Boonesville case study, 75th SEG Meeting, 1638-1641. Portniaguine, O. and J. P. Castagna, 2004, Inverse spectral decomposition, 74th SEG Meeting, 1786-1789. Widess, M.B., 1973, How thin is a thin bed, Geophysics,38, 1176-1180.
Transformasi Gabor Transformasi Gabor didasarkan atas prinsip 'pemotongan' sinyal seismik menjadi beberapa segmen. Operasi pemotongan tersebut dilakukan dengan menggunakan pisau ’window’. Berikut ilustrasinya:
Lalu potongan-potongan sinyal diatas (yang masih dalam domain waktu) ditransformasi menjadi domain frekuensi dengan Transformasi Fourier untuk menghasilkan Spektrum Gabor. Transformasi potongan-potongan sinyal tersebut dikenal dengan Transformasi Gabor. Berbeda dengan Transformasi Fourier yang langsung mentranformasi sinyal secara utuh.
Sementara Inversi Transformasi Gabor dapat dilakukan dengan dua cara berikut:
Didalam dunia seismik, metoda Gabor ini digunakan dalam mengestimasi refl
ektivitas seismik beresolusi tinggi secara akurat.
Istilah Gabor digunakan untuk menghormati Dennis Gabor, Fisikawan Hongaria, yang dianugerahi hadiah nobel atas penemuan hologram yang sangat bermanfaat untuk peradaban.
Semua gambar diatas courtesy: Margrave G. et al., Consortium for Research in Elastic Wave Exploration Seismology, The University of Calgary. Foto Dennis Gabor adalah courtesy: fotoartmagazine
True Amplitude Recovery (TAR)
True Amplitude Recovery atau Real Amplitude Recovery adalah upaya untuk memperoleh amplitudo gelombang seismik yang seharusnya dimiliki. Saat perekaman, variasi amplitudo terjadi akibat geometrical spreading, atenuasi, variasi jarak sumber-penerima dan noise. Variasi amplitudo diatas terbagi menjadi empat kategori: 1. Variasi amplitude secara vertikal atau travel-time dependent. Variasi ini terjadi akibat geometrical spreading dan atenuasi. 2. Variasi lateral yang terjadi akibat: geologi bawah permukaan, efek coupling sumber dan penerima, serta perbedaan jarak sumber-penerima. 3. Variasi amplitude yang muncul karena noise 4. Bad shots atau perekam yang mati/rusak.
Koreksi untuk variasi amplitudo kategori (1) adalah:
Sedangkan koreksi akibat
jarak sumber-penerima (kategori 2) adalah:
Untuk koreksi yang berasosiasi dengan variasi geologi bawah permukaan, efek coupling sumber dan penerima dapat dilakukan dengan analisis nilai Amplitudo RMS (Root Mean Square) yang disusun dalam Common Receiver dan Common Source:
Koreksi akibat variasi kategori 3 dan 4 dapat dilakukan dengan filtering, serta berbagai metoda eliminasi noise dan kill trace. Refersensi: Jain, S., 44th Annual International SEG Meeting, Dallas, TX, 1974 and Joint CSEG-CSPG Convention, Calgary, 1975.
Ketebalan Tuning (Tuning Thickness) Ketebalan tuning adalah batas minimal ketebalan lapisan batuan yang mampu dilihat atau dibedakan oleh gelombang seismik. Besaran ketebalan tuning yang biasanya dipakai oleh kalangan geofisikawan adalah 1/4 panjang gelombang seismik. Untuk lebih jelasnya silakan lihat subject Resolusi Seismik pada blog ini.
TWT (Two-Way Traveltime) TWT adalah waktu tempuh gelombang seismik dari sumber-reflektor-penerima, dengan jarak sumber-penerima (offset) sama dengan nol (zero offset).
Dengan kalimat lain TWT adalah waktu yang diperlukan oleh gelombang seismik untuk merambat dari sumber gelombang (dinamit, vibroseis, dll.) menuju reflektor (lapisan batuan dibawah permukaan bumi) kemudian kembali memantul ke penerima gelombang di permukaan bumi (receiver), dengan jarak sumber gelombang dengan penerima sama dengan nol (lokasi sumber-penerima sama). Rekaman seismik yang diperoleh umumnya ditampilkan dalam TWT.
[Data seismik courtesy Siliqi R., First Break, 2001]
Analisa Kecepatan (Velocity Analysis) Analisa kecepatan adalah upaya untuk memprediksi kecepatan gelombang seismik sampai kedalaman tertentu. Analisa kecepatan dilakukan didalam proses pengolahan data seismik pada data CMP (Common Mid Point) gather. Terdapat empat macam analisa kecepatan: 1. Analisa t^2-x^2 (^2 adalah simbol untuk kuadrat) 2. CVP (Constant Velocity Panels) 3. CVS (Constant Velocity Stacks) 4. Analisa Velocity Spectra: Amplitudo Stacking, Amplitudo Stacking yang dinormalisasi, Semblance.
Analisa t^2-x^2 Jika informasi waktu (t^2) dan offset (x^2) pada sebuah hiperbola refleksi (sebelum dilakukan koreksi NMO) diplot, maka akan menghasilkan garis linear. Kemiringan garis linear ini mencermikan kecepatan bumi (v^2) dari permukaan sampai batas refleksi yang bersangkutan. Akar dari v^2 adalah kecepatan bumi yang diprediksi melalui analisis ini.
CVP (Constant Velocity Panels) Beberapa kecepatan (dari permukaan bumi sampai kedalaman sebuah reflektor tertentu) di-tes untuk melakukan koreksi NMO pada gather CMP. Kecepatan yang menghasilkan reflektor horisontal adalah kecepatam CVP. CVS (Constant Velocity Stacks) Mirip dengan CVP akan tetapi metoda CVS diterapkan pada CMP gather kemudian dilakukan Stacking. Kecepatan yang menghasilkan amplitudo stacking yang terbaik (amplitudo tertinggi) adalah kecepatan CVS yang dipilih.
Analisa Velocity Spectra Analisis ini dilakukan jika hasil stacking untuk beberapa kecepatan diplot dalam sebuah panel untuk masing-masing kecepatan. Hasilnya dapat diplot sebagai tras maupun kontur amplitudo.
[Beberapa gambar diatas courtesy Yilmaz, 1987] Posted by Agus Abdullah, PhD at 10:01 PM Labels: Pengolahan Data Seismik
Velocity Sag Adalah anomali gelombang refleksi yang diakibatkan oleh zona kecepatan rendah sehingga waktu tiba gelombang seismik menjadi terlambat. Didalam penampang refleksi fenomena velocity sag ini terlihat sebagai ‘pelendutan’ refleksi dengan keadaan geologinya tidaklah demikian. Gambar dibawah ini adalah contoh anomali velocity sag pada zona gas yang terperangkap pada sebuah antiklin (merah terang). Perhatikan reflector biru terang sebagai gas-fluid contact yang ‘melendut’ akibat zona gas diatasnya. Keadaan geologi gas-fluid contact seharusnya flat bukan? Fenomena ini kadang-kadang disebut juga dengan puss-down velocity anomaly. Lawannya adalah pull-up velocity anomaly.
Gambar diatas courtesy Alistair Brown [2004]. Posted by Agus Abdullah, PhD at 7:12 PM Labels: Interpretasi Seismik
VSP (Vertical Seismic Profiling) VSP adalah operasi seismik lubang bor dimana sumber seismik diletakkan di permukaan bumi sementara perekam (geophone) diletakkan pada level kedalaman yang berbeda di sepanjang lubang bor. Jika sumur bor tersebut memiliki geometri vertikal, maka lokasi sumber getar diletakkan pada posisi yang tetap, sedangkan untuk sumur bor miring, lokasi sumber tidak tetap, lokasinya disesuaikan dengan posisi perekam dalam lubang bor. Walaupun geophone diletakkan disepanjang lubang bor, resolusi vertikal VSP harus dipertimbangkan masih berada dalam resolusi seismik, sementara secara lateral,
resolusinya
dibatasi
oleh
zona
Fresnel.
Geometri survey VSP beserta sketsa rekaman yang dihasilkan ditunjukkan pada gambar dibawah ini:
Rekaman VSP merupakan komposit dari gelombang downgoing dan upgoing dari jenis gelombang kompresi (P) dan/atau gelombang geser (S) dan juga gelombang Stoneley yang berhubungan dengan lubang bor dan fluida sumur. Gelombang downgoing adalah gelombang yang terekam oleh geophone tanpa terefleksikan terlebih dahulu. Sedangkan gelombang upgoing adalah gelombang yang terefleksikan.
Pengolahan VSP Pengolahan data VSP terbagi menjadi beberapa tahap: demultiplex, korelasi (jika sumber getarnya vibrator), koreksi dari efek fluktuasi, koreksi rotasi alat dan sumur miring, eliminasi data yang buruk, stacking, pemilahan komponen gelombang jika perekam yang dipakai multicomponent. Gambar di bawah ini adalah contoh rekaman VSP setelah editing dan stacking:
Selanjutnya, jika sumber dan penerima dianggap memiliki garis yang tegak lurus dengan reflektor, maka standar pengolahan data VSP adalah sbb: 1. Dekonvolusi gelombang upgoing dengan gelombang downgoing. Proses ini ditujukan untuk mengeliminasi efek sinyal sumber dan multiple downgoing. 2. Flattening gelombang upgoing yang telah didekonvolusi, proses ini menjadikan gelombang upgoing mirip dengan rekaman seismik biasa. 3. Membuat stack VSP Gambar dibawah adalah contoh korelasi rekaman VSP (upgoing wave) dengan log lithofasies
Referensi: Jean-Luc Mari, Geophysics of Reservoir and Civil Engineering, 1999, Institut Francais Du Petrole Publications Gambar rekaman VSP courtesy: US Dept. of Transportation (www.cflhd.gov)
Volume Assessment Topik ini bukanlah istilah seismik, akan tetapi karena penggunaannya sangat penting didalam eksplorasi maka saya memasukkannya ke dalam blog ini. Volume assessment adalah evaluasi volumetrik kandungan hidrokarbon suatu reservoir. Terdapat beberapa point yang menjadi perhatian evaluasi ini: 1. GRV (Gross Rock Volume) adalah volume total reservoir yang dibatasi oleh TOP reservoir, BASE reservoir dan Structural Spill Point (SSP). Satuan GRV adalah meter kubik atau acre foot. Structural Spill Point sendiri adalah level sejauh mana hidrokarbon dapat mengisi reservoir sebelum akhirnya ‘tumpah’ ke tempat lain karena kontrol struktur. Gambar dibawah ini menunjukan sistem perangkap struktur dengan dua buah antiklin yang terisi hidrokarbon. GRV prospek ini adalah = GRV1+GRV2.
2. Net to Gross (N/G) adalah persentase reservoir setelah dikurangi kandungan shale. N/G memiliki satuan persen atau desimal. Sebagai contoh reservoir silisiklastik dengan N/G=80%, memiliki kandungan 20% shale. 3. Porositas (satuan persen atau desimal) 4. Oil Saturation (OS) adalah tingkat kejenuhan minyak (persen atau desimal) 5. Gas Saturation (GS) adalah tingkat kejenuhan gas (persen atau desimal) 6. Recovery Factor (RF) untuk minyak dan gas : seberapa persenkah minyak dan gas dapat diangkat kepermukaan (persen atau desimal) 7. Formation Volume Factor (FVF) adalah tingkat ‘pengembangan’ minyak di permukaan bumi setelah dikeluarkan dari reservoir. Karena pengaruh tekanan satu liter volume minyak di dalam reservoir akan mengembang setelah dikeluarkan ke permukaan. Kisaran FVF pada 3500 psia adalah 1.333 bbl/STB. 8. Gas Expansion Factor (GEF), definisi sama dengan FVF tetapi untuk kasus gas. Kisaran GEF 230-300 scf/cf. 9. Net Rock Volume (NRV) = GRV x N/G (meter kubik atau acre foot) 10. Net Pore Volume (NPV) = NRV x Porositas (meter kubik atau acre foot) 11. Original Oil in Place (OOIP) = NPV x OS x FVF (satuan mbo) 12. Original Gas in Place (OGIP) = NPV x GS x GEF (satuan tcf) 13. Recoverable Oil = OOIP x RF (mbo) 14. Recoverable Gas = OGIP x RF (tcf) 15. Recoverable Oil with risk = Recoverable Oil x risk factor (mbo) 16. Recoverable Gas with risk = Recoverable Gas x risk factor (tcf) Risk factor merupakan nilai hipotetik persentase resiko.
Water Column Statics Adalah koreksi statik pada data seismik marin yang diakibatkan oleh sifat air laut seperti salinitas, temperatur, dll. Pada data seismik dengan kedalaman air laut yang cukup dangkal, mungkin koreksi ini dapat ’diabaikan’ akan tetapi jika data seismik tersebut merupakan data laut dalam tentu sifat lokal salinitas, temperatur, dll. akan memberikan efek yang cukup signifikan pada kualitas data seismik. Jika koreksi ini tidak diperhatikan maka akan memberikan kualitas stack yang kurang bagus, demikian juga pada respon AVO. Berikut contoh perbedaan data seismik sebelum (kiri) dan setelah (kanan) koreksi Water Column Statics pada respon AVO maupun stack (klik untuk memperbesar).
Data courtesy Geotrace Technologies, Inc, 2007
Data courtesy Sheng Xu and Don Pham, Veritas DGC Inc.
Wavelet
Adalah gelombang mini atau ’pulsa’ yang memiliki komponen amplitude, panjang gelombang, frekuensi dan fasa. Dalam istilah praktis wavelet dikenal dengan gelombang yang merepresentasikan satu reflektor yang terekam oleh satu geophone.
Gambar di atas menunjukkan Wavelet Ricker dengan frekuensi 20, 30 dan 40Hz dan fasa = 0 (zero phase). Secara matematis, Wavelet Ricker didefinisikan dengan:
Dimana f adalah frekuensi, dt adalah interval sampling, t adalah waktu dan to adalah waktu awal.
Wide Azimuth Seismic Adalah metoda pengambilan data seismik yang didesain sedemikian rupa sehingga menghasilkan azimuth antara sumber dan penerima yang cukup lebar dibandingkan dengan pengambilan data seismik konvensional. Tujuan utama dari desain ini adalah untuk meningkatkan fold, rasio sinyal terhadap noise, meningkatkan iluminasi, dll. Berikut ilustrasi pengambilan data wide azimuth seismic:
Berdasarkan gambar diatas, secara sederhana wide azimuth seismic hanyalah menempatkan kapal utama dengan streamer dan gun (paling kiri) serta beberapa kapal gun disampingnya (kedua dan ketiga disamping kanannya). Gambar diatas courtesy Long A.S., et al AESC2006, Melbourne, Australia.
Zero Crossing Zero Crossing adalah salah satu komponen gelombang (lihat subject Komponen Gelombang pada blog ini) dimana amplitudo gelombang adalah nol dan fasa-nya adalah nol atau 90 derajat.
Persamaan Zoeppritz
Posted by Agus Abdullah, PhD at 8:51 PM Labels: Matematika Seismik
Persamaan Zoeppritz (detail) Satu asumsi dasar tentang data stack adalah jejak seismik sebagai konvolusi antara wavelet dengan deret koefisien refleksi. Masing-masing koefisien refleksi merupakan hasil sinar seismik melewati batas antara dua lapisan. Pada kasus ini , koefisien refleksi sebagai fungsi dari kecepatan gelombang P dan densitas masing-masing lapisan batuan. Persamaannya diberikan oleh : [Persamaan (1)] dimana r = koefisien refleksi, ρ = densitas, α = kecepatan gelombang P, dan Z = impedansi akustik.
Jika sinar seismik melewati batas lapisan pada sudut datang tidak sama dengan nol dengan geometri penembakan common shot, maka akan terjadi konversi gelompang P menjadi gelombang S dan koefisien refleksi menjadi fungsi kecepatan gelombang P, kecepatan gelombang S, dan densitas masing-masing lapisan. Dengan demikian dapat diturunkan 4 kurva : amplitudo refleksi gelombang P, amplitudo transmisi gelombang P, amplitudo refleksi gelombang S, amplitudo transmisi gelombang S (lihat gambar). Variasi amplitudo terhadap offset melibatkan parameter fisis Poisson’s ratio, yang berhubungan dengan rasio gelombang P terhadap gelombang S.
Formulasi untuk Poisson’s ratio diberikan oleh : [Persamaan (2)] dimana σ = Poisson’s ratio, α = kecepatan gelombang P, dan β= kecepatan gelombang S. Secara teoritik Poisson’s ratio memiliki harga antara 0 sampai 0,5 dimana 0 untuk gas dan 0,5 untuk liquid. Dari persamaan (2), terlihat bahwa ketika Poisson’s ratio mendekati 0,5 maka rasio kecepatan α/β menuju tak terhingga. Hal ini terjadi karena kecepatan gelombang S = 0 jika melewati fluida. Sebaliknya rasio kecepatan α/β = jika Poisson’s ratio = 0. Schoenberg menyarankan bahwa parameter yang dapat digunakan untuk menyederhanakan transformasi dari kecepatan ke Poisson’s ratio adalah γ=(α/β)² , pada kasus ini kita melihat bahwa : [Persamaan (3)] Bentuk akhir dari persamaan Zoeppritz ditunjukkan pada persamaan (4) dimana berhubungan dengan jejak gelombang pada di bawah ini.
Perambatan gelombang P yang melewati batas lapisan, terbagi menjadi 4 gelombang; A = gelombang P refleksi, B= gelombang S refleksi, C= gelombang P transmisi, dan D = gelombang S transmisi.