Endo 1.docx

  • Uploaded by: Nada Nursaffana Ramadhani
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Endo 1.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,753
  • Pages: 8
Hari/tanggal

: Kamis, 13 September 2018

Dosen

: Dr. drh. Elok Budi Retnani, MS

PENGENDALIAN CESTODOSIS PADA TERNAK AYAM LAYER Kelompok

Anggota kelompok: 1. Salma Adriyani

(B04160066)

.......

2. Nada Nursaffana R

(B04160067)

.......

3. Sabrun Jamil

(B04160068)

.......

4. Intan Pradika Putri

(B04160069)

.......

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT HEWAN DAN KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2018

PENGENDALIAN CESTODOSIS PADA TERNAK AYAM LAYER

A. PENDAHULUAN

i.

Latar Belakang Era globalisasi saat ini, kebutuhan dalam pemenuhan protein hewani meingkat seiring bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia. Banyak sekali protein hewani yang meningkat dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari, salah satu nya ialah telur ayam. Telur ayam merupakan salah satu produk pangan protein hewani yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia baik dari kalangan atas hingga kalangan bawah karena harga nya yang cukup terjangkau oleh sebagain besar masyarakat Indonesia. Perkembangan usaha perternakan ayam petelur sangat pesat. Usaha ini digolongkan sebagai usaha yang menjanjikan karena menciptakan peluang bisnis yang cukup besar. Mayoritas masyarakat Indonesia setiap hari nya mengkonsumsi telur ayam. Produktivitas telur ayam pun semakin hari semakin meningkat. Namun, banyak sekali hambatan dan rintangan yang harus dihadapi dalam usaha di bidang peternakan ayam petelur ini. Produktivitas peternakan ayam petelur sangat dipengaruhi oleh masalah kesehatan ayam itu sendiri. Kerugian yang muncul akibat masalah kesehatan di antaranya kematian ayam, pertumbuhan yang tidak optimal, perlambatan mencapai usia produksi, penurunan laju produksi dan penurunan bobot telur. Banyak sekali penyakit yang muncul disebabkan ole parasiter akibat cacing nematoda dan cestoda sangat merugikan peternakan ayam petelur dalam hal produktivitas ayam petelur. Kecacingan menyebabkan pemborosan sumber daya peternakan. Cacing nematoda dan cestoda hidup di dalam saluran pencernaan ayam. Keberadaan cacing dalam jumlah sedikit mampu ditoleransi oleh unggas, namun dalam jumlah tertentu cacing akan merugikan bagi kesehatan unggas, karena mengambil nutrisi, menimbulkan kerusakan ekstensif pada mukosa usus dan mengganggu penyerapan (Jacob et al. 2014). Dampak infeksi cacing dapat bervariasi

tergantung derajat infeksinya, dari infeksi berat yang dapat menyebabkan kematian, hingga infeksi ringan yang menyebabkan penurunan produksi yang tak terlihat (Kose et al. 2009). Pengendalian parasit dilakukan dengan tujuan mengurangi jumlah parasit hingga dibawah ambang jumlah yang mampu ditolerir oleh inang. Sehingga, telur ayam yang dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia merupakan telur ayam dengan nilai kesehatan yang baik dan nutrisi yang cukup untuk tubuh.

ii.

Tujuan 1. Untuk mengetahui media dan cara penyebaran penyakit parasit yang disebabkan oleh cestodosis pada ternak ayam petelur 2. Untuk mengetahui pencegahan penyakit yang di sebabkan cacing cestodosis pada ternak ayam petelur

B. TINJAUAN PUSTAKA

1. Ayam Petelur Ayam petelur yang berkembang sekarang ini termasuk ke dalam spesies Gallus domesticus. Galur atau strain yang ada sekarang ini dapat berasal dari satu bangsa. Klasifikasi biologi ayam (Gallus gallus) termasuk kedalam Kingdom Animalia, Filum Chordata, Kelas Aves, Ordo Galliformes, Famili Phasianidae, Genus Gallus, dan Spesies Gallus gallus. Ayam petelur merupakan jenis ayam yang dibudidayakan khusus untuk menghasilkan telur secara komersial ( Rasyaf 2006 ). Ayam petelur adalah ayam yang sangat efisien untuk menghasilkan telur dan mulai bertelur umur ± 5 bulan dengan jumlah telur sekitar 250 – 300 butir per ekor per tahun (Susilorini et al 2008). Ayam ras petelur ialah ayam-ayam betina dewasa yang di pelihara khusus untuk memproduksi telur, ayam ini khusus dibudidayakan untuk menghasilkan telur secara komersil. Rata-rata pertumbuhan permintaan telur ayam meningkat mencapai 4,78 % per tahun, di sisi permintaan, saat ini produksi telur ayam ras telah mencukupi kebutuhan pasar dalam negeri sebesar 65%. Sisanya dipenuhi dari telur ayam kampung, itik, dan puyuh

(Suwandi 2015). Tingginya permintaan akan telur menjadikan banyaknya peternak-peternak di Indonesia yang bergerak dibidang produksi telur ayam atau ayam petelur, namun para peternak ayam petelur, tidak sedikit mengalami hambatan dan rintangan selain dari aspek harga pakan yang mahal,obat-obatan yang cukup mahal juga adanya berbagai macam penyakit yang sering menyerang ternak (Qomari 2017).

2. Cacing Cestodosis Cestodosis merupakan penyakit cacing pita yang menyerang ayam pada semua umur. Penyebarannya melalui kotoran ayam yang sakit atau alat-alat yang digunakan. Gejala yang terlihat antara lain lesu, pucat, kurus dan diikuti dengan sayap yang menggantung serta kondisi yang berangsur-angsur menurun dan selanjutnya diikuti kematian akibat komplikasi. Cacing Cestoda yang sering hidup pada ayam yaitu jenis Raillietina sp. Cacing Raillietina sp. tergolong dalam filum Platyhelmintes, Class Cestoidea, Sub Class Cestoda, Ordo Cyclophyllidea, Famili Davaineidea, Genus Railietina dan Spesies Raillietina sp. Cacing parasit juga menyebabkan kerusakan pada sel-sel epitel usus sehingga dapat menurunkan kemampuan usus dalam proses pencernaan atau penyerapan zat-zat makanan serta produksi enzim-enzim yang berperan dalam proses pencernaan (Zalizar 2010). Syibli (2014) menerangkan, beberapa faktor yang mempengaruhi infeksi cacing diantaranya adalah umur, jenis ayam, dosis infeksi, tipe kandang, nutrisi, sistem pemeliharaan dan cuaca.

Infeksi Raillietina pada ayam dapat disebabkan oleh Raillietina cesticillus, Raillietina tetragona, dan Raillietina echinohothrida. Cacing ini merupakan cacing pita pada ayam yang paling umum terjadi. Tubuhnya mempunyai banyak proglotid. Terdapat rostelum dengan kait berbentuk palu yang tersusun dalam lingkaran ganda. Alat penghisap biasanya dipersenjatai dengan kait yang kecil dan berdegenerasi yang tersusun dalam beberapa lingkaran. Terdapat kantung parenkimatosa dalam proglotid bunting masing-masing dengan satu atau beberapa telur (Levine 1994).

Raillietina cistisellus panjangnya dapat mencapai 13 cm, tetapi biasanya lebih pendek. Scolex mempunyai Rostelum yang lebar dengan 400-500 kait, dan alat penghisap biasanya tidak dipersenjatai. Setiap kapsula telur berisi satu telur berdiameter 75-88 mikron. Stadium peralihan adalah sistiserkoid, ditemukan dalam kumbang tinja, kumbang tanah, dan kumbang hitam genus Amara, Anisotarurus, Choeridium, Cratacanthus, Calathus, Selenophorus, Stenolaphus, dan Stenocellus. (Levine 1994). Raillietina cistisellus menimbulkan lesi pada usus dan hambatan pertumbuhan, namun pada infeksi buatan ternyata cacing tersebut bersifat tidak patogenik (Tabbu 2002). Raillietina tetragona terdapat dalam usus halus bagian posterior pada ayam dan bangsa ayam lain di dunia. Panjangnya mencapai 25 cm dan lebar 3mm mempunyai rostelum satu baris dari 100 kait–kait yang panjangnya 6-8 mikron. Alat penghisap dipersenjatai dengan 8-10 baris kait yang lebih kecil dari yang dimiliki Raillietina echinobotrida kait ini mudah lepas. Telur terbungkus oleh kapsula, di dalam setiap kapsula terdapat 8-12 telur. Sistiserkoid terdapat dalam semut genus Phidola dan Tetramurium (Levine 1994).

3. Faktor-Faktor Penyebab Penyakit Cacing

Beberapa faktor yang mempengaruhi infeksi cacing cestodosis adalah umur, jenis ayam, dosis infeksi, tipe kandang, nutrisi, sistem pemeliharaan dan cuaca. Infeksi yang berat dari cacing umumnya terjadi pada kandang litter yang tebal dan sangat lembab. Iklim tropis dan kelembaban yang tinggi memberikan kondisi yang menguntungkan bagi perkembangan telor cacing dan ketahanan hidup larva dan telor infektif di alam. Infeksi terjadi bila unggas menelan makanan atau minuman yang tercemar telur cacing (Syibli 2014). Selain itu iklim tropis dan kelembaban yang tinggi memberi kondisi yang menguntungkan bagi perkembangan telur cacing dan ketahan hidup larva dan telur infektif di alam. Faktor yang menyebabkan unggas mudah tercemar infeksi cacing adalah unggas yang dibiarkan bebas berkeliaran. Resiko terbesar terhadap infeksi cacing terdapat

pada peternakan ayam dengan sistem dilepas di pekarangan, tetapi resiko yang besar juga terdapat pada sistem kandang litter yang dalam (Beriajaya et al 2011).

C. PEMBAHASAN Ayam merupakan inang definitive adapun inang antaranya adalah serangga. Ayam memakan serangga yang didalamnya terdapat cysticercoid (metacestoda) yang akhirnya akan menjadi cestoda dan hidup didalam usus ayam. Gejala yang terlihat pada unggas yang terinfeksi antara lain lesu, pucat, kurus dan diikuti dengan sayap yang menggantung serta kondisi yang berangsur-angsur menurun dan selanjutnya diikuti kematian akibat komplikasi. Cacing Cestoda dalam jumlah besar akan banyak mengambil sari makan dari tubuh inang

sehingga tidak jarang menyebabkan hypoglicemia dan

hypoproteinemia. R. cesticillus menyebabkan degenerasi dan inflamasi villi selaput lendir usus di tempat menempel ujung kait rostellum dan dalam keadaan infeksi berat dapat menyebabkan kekerdilan. Cacing Cestoda ini paling umum didapati pada ayam dengan kerusakan berupa enteritis haemorrhagia. Cacing ini menyebabkan degenerasi dan peradangan

pada

vili-villi

echinobothrida menyebabkan

diarre

selaput

lendir

berlendir

tahap

usus. dini.

Raillietina Raillietina

echinobothrida dan Raillietina tetragona menyebabkan pembentukan nodul-nodul pada dinding saluran pencernaan. Diantara kedua jenis cacing Cestoda tersebut, yang paling banyak meninmbulkan kerusakan adalah Raillietina echinobothrida. Raiillietina tetragona dapat menyebabkan penurunan bobot badan dan produksi telur pada ras-ras ayam tertentu. Pengendalian penyakit cacingan merupakan salah satu usaha untuk mendapatkan hasil peternakan yang optimal. Cara yang dilakukan agar peternakan terhindar dari penyakit cacingan adalah dengan dilakukannya pencegahan yaitu, pemberian obat cacing pada ayam layer sebaiknya diberikan pada umur 8 minggu dan diulang sebelum ayam naik ke kandang baterai. Melakukan sanitasi kandang dan peralatan peternakan, meliputi kandang dibersihkan, dicuci dan disemprot

dengan desinfektan serta memotong rumput disekitar area peternakan.Kepadatan kandang dikurangi karena dapat memberi peluang yang tinggi bagi infestasi cacing. Pemberian ransum dengan kandungan mineral dan protein yang cukup untuk menjaga daya tahan tubuh tetap baik. Kadang tidak dalam kondisi baik, seperti menjaga litter tetap kering, tidak menggumpal dan tidak lembab. Peternakan dikelola dengan baik seperti mengatur jumlah ayam dalam kandang tidak terlalu padat, ventilasi kandang cukup dan dilakukan sistem “all in all out”. Dan unggas dijauhkan dengan inang perantaranya (lalat, kumbang, bekicot dan serangga) merupakan hal yang paling tepat. Dengan cara memberantas insekta secara rutin merupakan cara yang paling murah untuk mengendalikan cacing pita pada unggas (di samping penyakit lainnya).

SIMPULAN Sanitasi kandang dan vector penyebab cestodosis perlu diperhatikan agar penyebaran dan pencegahan penyakit cacingan dapat dioptimalkan. Inang-inang antara sebagai media penyebaran cacing seperti serangga

harus dihindarkan

keberadaannya di dalam kandang ternak. Pencegahan penyakit cacingan lebih dilakukan dengan pemberian obat cacing secara berkala yaitu pada ayam layer sebaiknya diberikan pada umur 8 minggu dan diulang sebelum ayam naik ke kandang baterai. Sedangkan, pada ayam broiler jarang diberikan karena masa hidupnya pendek.

DAFTAR PUSTAKA

Akoso BT. 2002. Kesehatan Unggas. Yogyakarta (ID): Penerbit Kanisius. Beriajaya, Martindah E, Nurhayati IS. 2011. Masalah Ascariasis Pada Ayam Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Dalam Mendukung Usaha Ternak Unggas Berdaya Saing. Bogor (ID): Balai Besar Penelitian Veteriner. Jacob JP, Wilson HR, Miles RD, Butcher GD, Mather FB. 2014. IFAS Extension: Factors Affecting Egg Production In Backyard Chicken Flocks. Florida (US): University of Florida.

Kose M, Kircali-Sevimli F, Kupeli-Kozan E, Sert-Cicek H. 2009. Prevalence of gastrointestinal helminths in chickens in Afyonkarahisar district, Turkey. Kafkas Univ Vet Fak Derg. 15 (3): 411-416. Levine ND. 1994. Protozology Veteriner. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. Qomari, Ainun F. 2018. Prevalensi penyakit cacing pada peternakan ayam petelur di Kecamatan Bareng Kabupaten Jombang. [thesis] Malang (ID): Universitas Muhammadiyah Malang. Rasyaf M. 2006. Beternak Ayam Petelur. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Susilorini TE, Sawitri EM, Muharlien. 2008. Budidaya Ternak Potensial. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Suwandi. 2015. Outlook Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan Telur. Jakarta (ID): Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian. Syibli M. 2014. Manual Penyakit Unggas. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian. Tabbu, Charles R. 2000. Penyakit Ayam dan Penanggulangannya Edisi 1. Yogyakarta (ID): Penerbit Kanisius. Tabbu, Charles R. 2002. Penyakit Ayam dan Penanggulangannya Edisi 2. Yogyakarta (ID): Penerbit Kanisius. Zalizar L. 2010. Pengendalian Penyakit Unggas. Malang (ID): Universitas Muhammadiyah Malang Press.

Related Documents

Sistema Endo
November 2019 26
Surg - Endo
November 2019 19
Endo Examen.docx
May 2020 14
Endo Dignosis
November 2019 22
Classic Endo
November 2019 39

More Documents from ""

Endo 1.docx
April 2020 3
Pkm T Nada.docx
December 2019 0
May 2020 42
Peta Ilham.docx
April 2020 30