1. Pada dasarnya nilai strategis kawasan perbatasan ditentukan antara lain oleh kegiatan yang berlangsung di dalam kawasan, karena mempunyai potensi sumber daya yang berdampak ekonomi dan pemanfaatan ruang wilayah secara signifikan, merupakan faktor pendorong bagi peningkatan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat di dalam ataupun di luar wilayah, mempunyai keterkaitan yang kuat dengan wilayah lainnya yang berbatasan baik dalam lingkup nasional maupun regional (antar negara), serta mempunyai dampak politis dan fungsi pertahanan keamanan nasional. Nilai strategis kawasan perbatasan tersebut, menuntut perhatian khusus dalam penataan ruang kawasan, khususnya tata ruang kawasan perbatasan yang bermanfaat untuk kesejahteraan dan pertahanan keamanan dengan tetap memperhatikan lingkungan hidup. Secara konseptual, isi konsep kebijakan pengelolaan wilayah perbatasan telah memenuhi kaidah-kaidah terbentuknya wilayah perbatarasan sebagai beranda depan NKRI, yaitu terbangunnya berbagai sarana dan prasarana yang mendukung kegiatan ekonomi, sosial budaya serta pertahanan dan keamanan. Bahkan lebih dari itu pembangunan di bidang ideology dan politikpun juga ter-cover dalam pembangunan non fisik antara lain melalui penanaman wawasan kebangsaan dan cinta tanah air, yang menjadikan seluruh warga Negara di perbatasan bangga sebagai bangsa Indonesia, dan merasa memiliki Indonesia karena benar-benar dirasakan kehadiran “Indonesia” baik secara fisik maupun psikhis. Keterpaduan inilah yang akan mengahasilkan pada peningkatan kesejahteraan maupun keamanan masyarakat serta pertahanan negara. 2. Harus diketahui sekaligus disadari bahwa wacana pembangunan wilayah perbatasan sesungguhnya telah dimulai sejak Repelita I masa Orde Baru. Namun hingga hari ini pembangunan perbatasan masih saja menjadi wacana dan diskusi di berbagai seminar. Mencermati perkembangan lingkungan strategis, bahwa masalah wilayah perbatasan belakangan ini menjadi isu yang strategis, karena wilayah perbatasan negara merupakan salah satu isu pokok dalam diplomasi antar bangsa. Bahkan, bila langkah politik dan diplomasi gagal dalam menyelesaikan masalah perbatasan tersebut, tidak jarang dapat menimbulkan persengketaan atau konflik antar negara. Oleh karena itu wacana/rencana tersebut rasanya sudah sangat mendesak, untuk segera direalisasikan. 3. Pada dasarnya Keinginan dan kesadaran semua Departemen/instansi yang memiliki tugas dan tanggung jawab dalam pembangunan terpadu wilayah perbatasanpun telah dimiliki, terbukti dari banyaknya konsep, Peraturan Presiden, Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri dan lain-lain. Namun demikian keterpaduan tersebut mamang tidak semudah yang pengucapannya. Pembangunan wilayah perbatasan juga memang tidak semudah pembangunan wilayah lainnya. Karena, wilayah perbatasan Negara sangat terkait erat dengan kedaulatan wilayah negara. Oleh karena itu pembangunan wilayah perbatasan Negara, memang harus memiliki payung hukum yang kuat dalam mewujudkannya, setidaknya berupa Keputusan Presiden, yang kemudian akan mengatur tentang peran dan tanggung jawab Departemen/Instansi/Pemda dalam pelaksanaan pembangunan wilayah perbatasan. Akan tetapi, sekiranya Keputusan Presiden telah dibuat, namun harus dibarengi pula dengan political will dan political action dari pemerintah secara serius. 4. Sebagai leading sector pelaksanaan pembangunan terpadu wilayah perbatasan sebaiknya adalah seorang Menko yaitu Menkopolhukam dan sebagai wakil adalah Menko Perekonomian dan Bappenas. Meskipun wilayah perbatasan sangat erat dengan masalah pertahanan kedaulatan wilayah Negara yang menjadi tugas institusi yang bertanggung jawab dalam masalah pertahanan negara, namun disarankan Dephan/TNI tidak sebagai leading sector. Hal ini dikarenakan oleh kompleksitas sector/bidang yang harus dibangun, namun juga belajar dengan pengalaman masa lalu, atas kegagalan pembangunan wilayah perbatasan yang dilaksanakan oleh ABRI
(TNI)/Dephankam sejak tahun 1960 hingga tahun 1999 yaitu dengan dikeluarkannya Keppres No.44 Tahun 1999 tanggal 24 Juni 1999 tentang pencabutan atas Keppres Nomor 44 Tahun 1994 tentang Badan Pengendali Pelaksanaan Pembangunan Wilayah perbatasan di Kalimantan (BP3WPK) yang diketuai oleh Menhankam. 5. Pada hal.15 nomor 14. Kondisi yang diharapkan, sebaiknya ditambahkan beberapa point lagi, antara lain : a. Terbangunnya pemerintahan baru setingkat Kabupaten atau bahkan tingkat Provinsi, sebagai penyelenggara pemerintahan yang akan melayani masyarakat di wilayah perbatasan. Pemerintahan yang dimaksudkan adalah ada Kantor Bupati/Gubernur, beserta fasilitas umum dan fasilitas social di wilayah perbatasan, beserta penyelenggaranya, seperti Rumah Sakit, Sekolah, Pasar, Bank, PLN, Telkom, Gereja, Masjid, pasar dan lain-lain. “Mengintensifkan tingkat koordinasi lintas sektoral, serta seluruh stake holder untuk segera memulai pembangunan, setelah payung hukum terbentuk. b. dalam rangka menghidupkan perekonomian dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di perbatasan hendaknya juga di bangun pabrik yang mengolah hasil sumber daya alam setempat. 6. Sekian, Terima kasih.
ENDANG PURWANINGSIH SUSPIMJEMENHAN ANGK. III