EKONOMI POLITIK
EKONOMI POLITIK PETANI DAN PERTANIAN SUBSISTEN Synopsis
FARMERS POLITICAL ECONOMY AND SUBSISTENT AGRICULTURE
ZENNY CHRISTIANTI I 102 08 030
PROGRAM STUDI MAGISTER ADMINISTRASI PUBLIK SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS TADULAKO PALU 2009
EKONOMI POLITIK PETANI DAN PERTANIAN SUBSISTEN FARMERS POLITICAL ECONOMY AND SUBSISTENT AGRICULTURE
Berbagai kebijakan pembangunan ekonomi, khususnya yang ditujukan untuk petani di kawasan pedesaan sering berhadapan dengan kendala yang serius karena kurangnya pemahaman para pengambil keputusan terhadap fakta-fakta yang berkembang di kawasan itu. Banyak program pembangunan mengalami kemacetan karena objek pembangunan tersebut tidak dipahami dengan baik sehingga hasil kebijakan yang diharapkan meleset sama sekali. Ini menunjukkan bahwa pemahaman teoritis masih kurang memadai, khususnya atas fakta-fakta ekonomi politik dan social dari kelompok masyarakat petani. Kebijakan tanpa dialektik dan tanpa tradisi ilmiah ini cenderung bersifat monopolitik. Dalam hal ini, para pengambil keputusan sesungguhnya berhadapan dengan dilema tersendiri, disamping masyarakat yang dilematis posisinya karena kebijakan yang diterapkan tersebut. Kontekstual kebijakan menjadi penting untuk mengatasi dilema penerapan kebijakan. Pembenaran ilmiah terhadap persoalan-persoalan masyarakat yang dilakukan secara objektif atas dasar etika yang bias dipertanggung jawabkan perlu dilakukan sebagai dasar pokok bagi pengambilan keputusan untuk sebuah kebijakan pembangunan. Pembangunan pertanian dan pangan di Indonesia ditopang oleh sejumlah besar petani tradisional dengan unit usaha yang sangat kecil, hal ini bersifat strategis
karena maknanya bagi petani, karena sektor ini menyidiakan lapangan kerja yang massal. Untuk menjaga kepentingan strategis ini, maka perlu ditemukan pola kebijakan yang tepat untuk menentukan tindakan kolektif petani dalam hal produksi pangan. Tidak sedikit program yang ditujukan untuk membangun partisipasi petani didasarkan pada cara pandang yang salah, kurang teoritis, dan tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. Tindakan kolektif (collective action) diperlukan untuk menopang pembangunan pertanian dan pangan, misalnya masalah irigasi yang berada di dalam sistem kelompok masyarakat yang sama-sama berkepentingan untuk mendapatkan manfaat sistem jaringan irigasi. Tindakan kolektif berjalan sangat lamban dibandingkan dengan tindakan yang dilakukan atas dasar inisiatif individu, sebab tindakan individu selalu berhubungan langsung dengan manfaat yang diinginkan, tetapi akibatnya ditanggung oleh dirinya sendiri. Tindakan ini bias muncul apabila dilakukan selektivas terhadap apa-apa yang positif bisa dilakukan oleh anggota dan kelompoknya. Contohnya pemakaian air PAM yang sudah seharusnya membayar iuran setiap bulan sesuai dengan apa yang telah dipakainya, antara hak dan kewajiban menjadi dua sisi yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Perdebatan tentang sikap petani di negara-negara sedang berkembang di Asia telah dilakukan secara dialektis oleh James Scott dan Samuel Popkin. Kedua ilmuwan ini mempertentangkan konsep persepsi moral dan motif rasional yang mendasari setiap tindakan petani. Dialektik ini sangat bermanfaat dan bisa dijadikan
inspirasi bagi ilmuwan dan kelompok teknokrat untuk megambil keputusan dalam program pembanguna secara praktis. Pemahaman lebih kritis lagi terhadap teori-teori yang lahir penting dikembangkan karena kebijakan ekonomi yang selama ini dikembangkan untuk pembangunan pedesaan tidak menyentuh persoalan yang terjadi sesungguhnya di awasan pedesaan. Pilihan kebijakan yang dikembangkan masih sedikit sekali mempertimbangkan kelembagaan pedesaan, permasalahannya lebih rumit dari kerangka yang dikembangkan secara teoritis. Dengan demikian, upaya penyelesaian masalah kemiskinan, stagnasi social, dan kelambatan pertumbuhan ekonomi di pedesaan memelukan kerangka tersendiri yang merupakan sintesis dari kerangka teori ekonomi dan teori sosial. Hal yang utama adalah bagaimana penelusuran masalah yang tepat terhadap perkembangan yang berlangsung karena perubahan-perubahan masyarakat berjalan sedemikian pesat, dilingkungan komunitas yang dianggap stagnan sekalipun.