Peran Ayah dalam mendidik, penentu kesuksesan Anak 1. Pendukung Keluarga Dalam kebudayaan tertentu Ayah adalah pencari nafkah dan Ibu adalah pengurus rumah tangga yang mengatur kebersihan rumah; mengurusi anak-anak sekolah, kursus, les; mengatur pembantu dan kebun di depan dan belakang rumah. Ayah hanya punya satu pekerjaan yaitu mencari uang. Namun sayangnya banyak para ayah yang tadinya mencari uang untuk mendukung keluarganya, pada akhirnya menjadi terlalu sibuk, lembur dan pergi kesana kemari, sehingga akhirnya justru menuntut keluarganya untuk mengerti dan mendukung pekerjaan. Nilai bekerja telah berubah! Tadinya seorang Ayah bekerja untuk mendukung anak-anak dan istrinya. Sekarang anak-anak dan istrinya harus mendukung pekerjaan Ayahnya. Ayah yang demikian menjadi mesin penghasil uang dan lebih senang bertemu kolega bisnisnya daripada anak-anak dan istrinya. Ayah yang demikian lebih senang menghabiskan uangnya dengan koleganya di restoran dan cafe yang mahal-mahal daripada menikmati makan malam bersama di restoran tersebut dengan keluarganya. Hari Sabtu dan Minggu yang tadinya merupakan hari untuk bercengkrama dengan anak-anak dan keluarganya menjadi hari untuk menemani koleganya bermain golf, bermain kartu, tenis, keluar kota, dan acara-acara lainnya. Pengalaman masa kecil saya membuat saya mengerti betapa pentingnya merencanakan waktu untuk keluarga, anak-anak, dan istri. Namun kita sering diperhadapkan dengan kenyataan bahwa mulai bekerja dan bekerja dari pagi hari hingga malam, dan kembali ke rumah dalam keadaan letih, bahkan harus tugas ke luar kota atau ke luar negeri. Saya sendiri pernah merasakan, pada sekitar tahun 2000-2002, perasaan kasih saya kepada keluarga mulai memudar. Perasaan letih dan jenuh di rumah mulai masuk dalam diri saya. Saya mengucap syukur teman saya merekomendasikan saya ke sebuah seminar Advance Leadership di Maui, Hawaii, USA dan pada satu sesi saya mengalami perubahan. Saya memutuskan untuk mengubah gaya hidup saya sebelum yang lebih buruk terjadi dalam kehidupan saya. Dalam sesi itu saya belajar mengenal tentang sebuah konsep yang disebut sebagai Wheel of Life® atau Roda Kehidupan. Saya belajar bahwa untuk menjadi Ayah yang sukses, perhatian hidup ini bukan untuk uang saja. Kebahagiaan jangka panjang kita sebagai seorang Ayah dan individu bergantung dari seberapa bundar dan kuatnya Roda Kehidupan kita itu. Mengapa bukan faktor Ibu? Saya mengambil kesimpulan baik dari kehidupan dan dalam pekerjaan saya selama ini: • Kehadiran Ayah yang tangguh diperlukan setiap anak-anak untuk menjadi kuat dan tabah. Ayah adalah role model untuk anaknya, dan semua anak memerlukan figur Ayah yang positif.
• Ayah yang menyerah dan mencerai-beraikan keluarganya akan membuat anakanaknya mudah menyerah dan tidak tabah dalam menghadapi kehidupan nantinya. • Faktor Ibu adalah pengajar anak-anak dalam kehidupan ini, namun faktor ayahlah yang membuat semuanya bekerja. • Perkataan positif seorang ayah memotivasi anak-anaknya, tetapi cercaan dan cemooh seorang ayah terhadap anak-anaknya dapat menghancurkan masa depan mereka. • sukses.
Seorang Ayah adalah The Maker dari anak-anaknya menjadi sukses atau tidak
2. Kepala Keluarga Ayah sebagai kepala keluarga mempunyai jabatan yang lebih penting daripada peranan Ayah sebagai kepala jabatan dalam pekerjaannya. Sebagai seorang kepala keluarga, seorang Ayah haruslah mempunyai rencana – rencana dalam memimpin keluarga dan anak-anaknya. Sesuatu jabatan tanpa perencanaan sama saja dengan sebuah jabatan yang tidak akan lama usianya dan sebuah jabatan yang tidak memiliki kemampuan manajemen di dalamnya. Begitu banyak Ayah menjadi ayah tanpa perencanaan sedikitpun. Hari-hari berlalu lewat begitu saja. Seorang ayah untuk menjadi kepala keluarga yang sukses harus mengenal tujuan hidupnya. Tanpa sebuah tujuan yang jelas seorang ayah tidak akan pernah dapat membahagiakan anak-anaknya karena Ayah yang demikian tidak akan pernah punya keinginan untuk berjuang dan mempunyai motivasi dari dalam hatinya untuk mencapai potensi dalam dirinya untuk dapat memberikan setiap hari hal yang lebih baik kepada istrinya, anak-anaknya, orang tuanya, komunitas, dan Tuhan. Ayah yang tidak memiliki tujuan akan menjadi Ayah yang egois karena kehidupannya selalu berpusat untuk kepentingan dirinya dan bukan kepada istri, anak-anak dan keluarganya. Seorang Ayah yang punya waktu untuk bertemu koleganya dan tidak punya waktu untuk berbicara dengan anak-anaknya dan keluarganya adalah seorang Ayah yang tidak mengenal apakah arti kehidupannya dan alasan sejati mengapa ia menjadi seorang Ayah. Prioritas utama kehidupan dari seorang Ayah yang sejati setiap hari haruslah hubungan Ayah dengan Tuhan dan hubungan Ayah dengan keluarganya, baru berikutnya dengan pihak yang lainnya. Seorang Ayah seringkali berpikir bisnis dan karir adalah hal yang paling utama. Ayah yang demikian sebenarnya tidak tahu betapa singkatnya kehidupan ini. Seandainya dia tahu setiap saat Tuhan dapat memanggil dia, maka ia tahu betapa pentingnya keluarga dan Tuhan itu. Namun, kenyataannya begitu banyak Ayah yang berpikir bahwa seolah-olah dia tidak pernah akan mati. Seorang ayah yang demikian jika ia meninggal hanya meninggalkan harta kekayaaannya, mungkin mobil atau motornya, mungkin tabungannya, mungkin asuransi jiwanya, dll. Tetapi ayah yang demikian tidak pernah meninggalkan legacy dalam keluarganya dan segera ia akan dilupakan oleh cucu-cucu dan cicit-cicitnya bahwa ia pernah ada di dunia ini.