3
seri teknologi
DURAPOSITA CHEMICAL
Small Medium Industrial Consultant
Busa Polyurethane Teknologi Manufaktur dan Aplikasinya
DAFTAR ISI Pengantar Bahan Baku Busa berbasis Isocyanate 2.1 Polyisocyanate 2.2 Polyols 2.3 Blowing agent 2.4 Katalis 2.5 Surfactant 2.6 Epoksida 2.7 Flame retardant Pembuatan Busa Polyurethane 3.1 Sediaan 3.2 Proses untuk sediaan Polyurethane Jenis Busa Urethane 4.1 Busa Urethane flexibel 4.1.2 Busa slabstock 4.1.3 Busa Urethane flexible tercetak 4.1.4 Elastromer 4.1.5 Intergral skin 4.1.6 Pengembang non CFC 4.1.7 Busa viscoelastis dan energy adsorbing 4.1.8 Busa berbasis polyoletinic polyol 4.2 Busa semi rigid 4.2.1 Proses manufaktur 4.2.2 Aplikasi 4.3 Busa Rigid 4.3.1 Pengantar
4.3.2 Persiapan sediaan 4.3.3 Teknik Produksi 4.3.4 Sifat-sifat 4.4 Rupa-rupa busa urethane yang lain 4.4.1 Busa urethane rigid modifikasi isocyanate 4.4.2 Busa urethane flexibel modifikasi isocyanate 4.4.3 Busa IPN basis urethane 4.4.4 Busa hybrid basis urethane 4.4.5 Busa oxozohidrone/urethane Aditif, Filler dan Reinforcement 5.1 Pengantar 5.2 Antistatic 5.3 Blowing agent 5.4 Katalis 5.5 Fire retardant 5.6 Mold release agent 5.7 Nucleating agent 5.8 Reinforcement 5.9 Stabilizer 5.10 Surfactant Metode manufaktur 6.1 Pengantar 6.2 Molding 6.3 Spraying 6.4 Frothing 6.5 Laminating 6.6 Structural foam 6.7 Syntethic foam 6.8 Foam in place Metode Pengujian 7.1 Pengantar
7.2 Kompilasi metode standar 7.3 Metode Pengujian
BAB I PENGANTAR
Polyuretahen ditemukan pertama kali oleh Otto Bayern dan rekan pada tahun 1967. Semenjak itu polyurethane terus berkembang menjadi bahan yang memiliki kelas tersendiri sdan memiliki banyak kegunaan. Nama polyurethane diturunkan dari ethyl carbamate yang dikenal sebagai urethane. Polyurethane selain memiliki rantai urethane juga mengandung gugus amide, urea, ether dan ester. Rantai urethane terbentuk sebagai hasil reaksi antara grup urethane dan gugus alkohol. Berbagai macam kelas polyurethane didapatkan dengan pengontrolan atas variabel reaktan
antara
lain;
berat
molekul,
komposisi
dan
fungsinya.
Polyuretahne hasil reaksi ini akan memiliki jenis dan sifat yang spesifik Salah satu sifat yang penting dari polyuretahe dalah fleksibilitas. Sifat ini yang menonjol sehingga polyurethane menjadi busa sintetik dan digunakan dalam berbagai aplikasi karet, coating dan perekat.Aplikasi praktis polyuretahen dapat kita temukan dalam bidang otomotif, furnitur, insulasi panas dan industri sepatu. Busa fleksibel merupakan bidang industri utama dari polyuretane. Busa fleksibel diproduksi dengan cara mengontrol ekspansi gas selama proses polimerisasi. Busa urethane fleksibel didesain open celled, contohnya pada pengembungan dari basa yang berekspansi, sel akan terbuka membentuk struktur yang terkomposisi dari jaringan polimer yang saling berhubungan. Sifat-sifat busa polyurethane tergantung dari karakter karet (elastomer) polymer yang terkandung dalam busa. Aplikasi dari busa flexibel polyurethane terlihat dalam gambar 1.1
Gambar 1.1 Aplikasi Busa Polyurethane Produksi komersial busa polyurethne dilakukan pertama kali pada tahun 1954, dengan menggunakan isocyanate aromatis dan polyol poliester. Kelemahan utama busa jenis ini adalah tidak tahan terhadap kelembaban dan suhu dimana busa tersebut digunakan. Generasi kedua busa polyurethane adalah busa berbasis polyols poliether. Teknologi ini mampu mengasilkan busa yang lebih baik, tahan lama dan nyaman. Kemajuan utama dari teknologi polyurethane adalah penggunaan sistem “one shot”, yang menggunakan katalis baru an surfactant
berbasis silicone. Dalam proses “one shot”, isocyanate,
polyols, air dan kandungan yang lain secara cepat dan intensif dicampur dan segera dituang untuk mengatur pembusaan. Selama lima dekade terakhir teknologi polyurethane berkembang lebih pesat. Semua didasarkan untuk meningkatkan kemampuan prosesnya, laju produksi dan menekan biaya dengan tetap menjaga kepusan konsumen terhadap sifat performa busa.
Produksi busa polyurethane fleksibel dapat dilakukan dengan cara mekanis, fisika dan kimia. Beberapa metode yang biasa digunakan antara lain: 1. Dekomposisi termal dari blowing agent yang menimbulkan gas nitrogen atau karbon dioksida atau keduanya dengan menggunkan panas atau merupakan hasil dari reaksi eksotermal selama proses polimerisasi 2. Peniupan gas secara mekanis (frothing) ke dalam sistem polimer (lelehan, larutan atau suspensi) yang mengeras, baik dengan aksi katalis maupun panas ataupun keduanya yang kemudian mampu menjebak gas dalam matriks polimer. 3. Penguapan dari cairan yang memimiliki titik didih rendah seperti fluorocarbon, atau methilen cloride dalam masa polimer
sebagai
hasil
panas
reaksi
eksotermal
atau
menggunakan panas. 4. Penguapan
gas
yang
dihasilkan
dari
panas
reaksi
eksotermal selama proses polimerisasi seperti yang terjdi dalam
reaksi
isocyanate
dengan
air
membentuk
karbondioksida. 5. Ekspansi dari gas yang larut dalam masa polimer karena pengurangan tekanan sistem 6. Pemanfaatan hollow microsphere ke dalam masa polimer. Hollow dapat meliputi hollow glas maupun hollow plastic. 7. Pengembangan gas yang berisi lembaran dengan aplikasi panas atau ekspansi dari lembaran tersebut dalam masa polimer dengan panas reaksi. Teknologi produksi busa dpat dilakukan dengan berbagai macam teknik sebagaimana berikut: 1. Produksi slabstock secara kontinu dengan penuanganatau impengiment, menggunakan mesin busa multi komponen.
2. Pencetakan kompresi busa 3. Reaction-Injection
Molding
(RIM)
biasanya
dengan
penyuntikan (impengiment) 4. Foaming –in-place dengan penuangan dari dua atau multi head 5. Penyemprotan busa (spraying of foam) 6. Ekstruksi busa menggunakan bahan lembaran atau palet 7. Injeksi molding dari lembaran atau palet yang mengembang 8. Rotational casting of foam 9. Frothing of foam 10. Production of foam composite 11. Lamination of foam 12. Precipitation of foam process Sebagai catatan hampir semua termoplastik dan resin termoset dpat diproduksi dalam bentuk selular dengan cara seperti tersebut diatas.
BAB II BAHAN BAKU BUSA BERBASIS ISOCYANATE 2. 1. Pengantar Era zaman plastik dimulai dengan munculnya busa plastik, periode ini dikenal sebagai zaman busa plastik. Busa plastik dinamakan juga
expanded
plastic,
cellular
plastic
atau
formed
plastic
dan
didalamnya termasuk juga thermoplastik dan termosetting. Busa termosetting merupakan busa yang tidak memiliki sifat thermoplastik. Sesuai dengan hal itu, busa termosetting tidak hanya meliputi busa cross-linked teteapi juga busa polimerik linear. Termasuk busa jenis ini antara lain busa carbimide dan busa polymide. Busa ini tidak meleleh dan kembali menjadi bahan karena pemanasan. Kebanyakan busa termosetting disiapkan dengan penyiapan formasi polimer dan pemunculan gas. Hal ini merupakan prinsip pembuatan busa termosetting sebagaimana gambar 2.1 Monomer Blowing Agent
Polymerformation and gas generation
MIXING
Foam
Catalist Surfactant Gambar 2.1 Mekanisme pembuatan busa termosetting Pada
prinsipnya
setiap
reaksi
pembentukan
polimer
dapat
digunakan untuk pembuatan busa. Sesuai hal ini, maka setiap jenis polimer termosetting secara teoritis dapat digunakan sebagai bahan pembusa.
Tabel 2.1 dibawah ini menunjukkan suatu klasifikasi busa termosetting.
Tabel
2.1
polyurethane
memeiliki
juga
memprlihatkan
pasar
terluas
dari
bahwa
busa
jenis
semua
jenis
busa
termosetting.
No
Busa
Reasksi
Sifat
1
Polyurethane
Polyaddition
Flexible and Rigid
2
Polyisocyanurade
Cyclotremirazation
Rigid
3
Polyamide
Polycondensation
Flexible and Rigid
4
Pyranyil
Polycondensation
Rigid
5
Polyurea
Polyaddition
Flexible and Rigid
6
Epoxy
Ring Opening
Rigid
Polymerization 7
Polimide
Polycondensation
Semi Rigid
8
Phenolic
Polycondensation
Rigid
9
Urea formaldehyde
Polycondensation
Rigid
10
Polycarboimide
Polycondensation
Rigid
11
Polyoxazolidone
Ring Opening
Semi rigid
Polyaddition 12
13
Unsaturated
Radical
Rigid
Polyester
Polymerisation
Rubber (Natural and Vulcanization
Flexibel
Synthetic) 14
Viscose
Regenariton of
Flexibel
cellusolve 15
Polyvinil alcohol
Busa
Formal Formation
polyisocyanate,
busa
Flexibel
polyurea
dan
busa
phenolic
berkembang sangat pesat saat ini. Busa urea formaldehyde sekarang sudah menghilang dari pasaran terutama di USA.Busa karet dan busa pyranil sudah tidak tersedia dalam pasar dunia.
2.2 Polyisocyanate Polyisocyanate
adalah
senyawa
yang
sangat
reaktif.
Polyisocyanate merupakan bahan dari berbagai macam fiber, resin,
karet,
busa,
coating
dan
adhesive
dengan
reaksi
polyaddition, polycondensation maupun polymerization. Polyisocyanate dapat digunakan untuk pembuatan busa berbasis isocyanate terutama dari senyawa aromatic dan sebagian aliphatic atau aralkyl polyisocyarate. Polisocyanate dipasarkan dalam
bentuk
TDI
dan
MDI.
Struktur
berbagai
Polyisocyanate yang dipasarkan terlihat dalam table 2.2.
macam
TDI
digunakan
secara
luas
sebagai
flexible
polyurethane.
Sedangkan MDI murni untuk coating dan karet. TDI modifokasi dan
MDI
modifikasi
digunakan
untuk
busa
flexible
high
resistence. Sedangkan Polymeric isocyanate (MDI Polymeric atau MDI
Oligomeric)
sebagian
besar
digunakan
untuk
sediaan
urethane rigid dan busa isocyanate dan sebagian untuk busa flexible dan semi flexible. Dalam Tabel 2.3 dan 2.4 dijelaskan sifat fisik MDI dan TDI TDI Isomer Ratio (2,4/2,6-) 100
80:20
65:35
Physical state at normal temp
Liquid/solid
Liquid
Liquid
Viscosity (mPa s at 25 C)
3-6
3-6
3-6
Color
*
*
Odor
**
**
Specific gravity (g/ml) at 25C)
1.21
1.21
1.21
Boiling Temp (C)
251
251
251
Flash Temp (C)
135
135
135
Fire Temp (C)
142
142
142
Freezing Temp(C)
22
22
22
Vapor density(C)
6.0
6.0
6.0
Vapor Pressure (mbar at 25C)
0.03
0.03
0.03
Molecular weight
174.2
174.2
174.2
* = colorless to pale yellow ** = characteristic pungent
MDI Monomeric
MDI Polymeric
Physical state at normal temp
solid
Liquid/oily
Viscosity (mPa s at 25 C)
-
100-200
Color
Putih sd kuning 0
Specific gravity (g/ml) at 25C)
1.22 (43 C)
Boiling Temp (C)
171 pada 1.33 mbar
Coklat gelap 1.23
200 pada 6.66 mbar 230 decomposisi
Terpolimerisasi sekitar 2600C keluarkan CO
Flash Temp (C)
199
>200
Fire Temp (C)
232
>200
Freezing Temp(C)
38
<10
Vapor density(C)
8.5
8.5
Metode
konvensional
untuk
memproduksi
isocyanate
organic berdasar pada proses phosgenation dari amaine aromatic atau aliphatic sebagaimana reaksi berikut: R-NH2 + COCL2 Æ R-NCO + 2HCl Dewasa
ini
telah
berkembang
metode
phosgene-free
yang
digunakan untuk membuat isocyanate organik. Salah satu metodenya meliputi reduksi karbomilasi dari senyawa nitro dengan keberadaan monoalkohol untuk menghasilkan senyawa urethane, diikuti dengan penguraian termal dari senyawa metane yang dihasilkan, sebgaimana berikut ini: R-NO2
3CO+R-OH
R-NH-CO-O-R’ + 2CO2
R-NH-CO-O-R’ Æ R-NCO +R’-OH Metode diatas dikembangkan oleh ARCO untuk memproduksi TDI. Untuk
memproduksi
mengembangkan meliputi :
metode
MDI
oksidatif
Asahi
chemical
carbonylation.
Industri
Proses
itu
1. Karnonilasi dan Oksidasi 2. Kondensasi 3. Dekomposisi dari produk reaksi kondensasi Reaksinya sebagaimana digambarkan berikut ini 1. Karbonilasi dan Oksidasi
2. Kondensasi Langkah 1 : Kondensasi
Langkah 2 : intermolecular transfer Reaction
3. Dekomposisi dari produk reaksi kondensasi
2.3 Polyols Polyols untuk busa urethane adalah senyawa oligomer atau polimer yang memiliki setidaknya dua gugus hidroxyl. Polyols ini
meliputi
polyether
polyol,
polyester
polyol,
polyolefin
berujung hidroxyl dan minyak vegetabel yang mengandung hidroksil. 2.3.1 Polyols Polyether Polyol yang paling banyak digunakan untuk membuat busa urethane adalah polyols polyether. Polyols polyester hanya digunakan dalam aplikasi khusus. Keuntungan dan kelebihan polyol poliether adalah karena pilihan keseuaian dan berat yang seimbang, viskositas yang lebih rendah dari polyo poliester konvensional, biaya produksi yang lebih murah dari pada poliester alifatik, dan busa yang dihasilkan tahan terhadap hydrolisis. Polyol poliether dibuat dari polimerisasi anionik dari oksida alkalin, seperti contohnya propilen oksida dan atau ethilen oksida dengan keberadaan dari suatu initiator dan katalis, sebagaimana diperlihatkan pada reaksi berikut:
Dimana R-(OH)f menunjukkan inisiator yang merupakan polyol dengan berat molekul ringan dan mempunyai 2-8 fungtionality, yang
ditunjukkan
parenthesis): Ethylen glykol (2) Glycerol (3) Trimethylolpropane (3)
sebagai
berikut(fungtionality
dalam
1,2,6 hexanitriol (3) triethanolamine (3) Penthaerythrytol (4) Aniline (2) Toluenediamine (4) Alpha methyl glucoside (4) Sorbitol (6) Sucrose (8) Inisiator mengandung
dapat
berjenis
hidrogen,
lain
semacam
dari
senyawaaditif
amine
aliphatik
yang atau
aromatik. Kesesuaian dan berat yang seimbang dari polyol poliether bervariasi luas. Hal ini yang menjadikan polyol poliether menjadi pilihan utama dalam produksi poly urethane misal busa rigid, f;eksibel dan semi fleksibel, karet, coating, perekat dan resin. Katalis yang paling banyak digunakan pada polimerisasi cincin terbuka step wise dari oksida alkali adalah KOH. Reaksi (KOH sebagai katalis) dibarengi dengan reaksi yang lain contohnya pembentukan alkyl alkoho terbawa oleh reaksi polimerisasi prolilen oksida. Alkyl alkohol kemudian menghasilkan poliether monol yang berujung vynil dan keberadaan monol mengakibatkan banyak masalah. Untuk itu berat molekul yang tersedia secara komersial di pasaran terbatas dibawah 5000. Saat ini pembuatan polyol dengan berat molekul tinggi tanpa disertai terbentuknya monol telah dilakukan oleh ARCO dan Aasahi Glass co. Katalis yang digunakan pada prosedur pembuatannya adalah garam cyanad logam ganda, misal zinc hexacyanocobalt complek ZN3(CO(CN)6)2xZnCl2.Y.Glime.2H2O. Katalis tersebut ditemukan oleh Herold dan teman-teman.
Dengan
adanya
katalis
dapat
dimungkinkan
untuk
membuat polyol dengan berat molekul tinggi misal 10.000 atau dengan katalis lain polyester diol dengan berat molekul 20.000 dan polyester triol dengan berat molekul 30.000. Metode
lain
yang
digunakan
untuk
membeuat
polyol
polyester adalah polimerisasi ring terbuka ether siklik. Seperti tertrahydrofuran, untuk memproduksi polytetra methylen ether glykol atau poly(oxytetramethylen)glykol (PTMG) sebagaimana berikut ini:
Polyol poliether modifikasi telah muncul akhir-akhir ini seperti misal polyola polyether graft (Polymer polyol, copolymer polyol) pertama kali dikembangkan oleh Union Carbed Corp. Polyol
dispersi
polyurea
(PHD
polyols,
Polyharnstoff
dispersion Polyol) dkembangkan oleh Mobay Corp. Polyol PHd biasanya diproduksin dengan menambahkan TDI ke dalam polyol
polyeether
yang
mengandung
hidrazin
dengan
pengadukan tetap. Polyols tersebut sangat cocok digunakan untuk
membuat
busa
flexibel
tercetak
dan
buasa
high
resistence (HR) yang mempunyai sifat load bearing (tahan beban). Polyols
graft
meliputi
graft
akrynolitrik
seprti
juga
acrylonitik dan polyol polyether graft styrene. Prosentasi graftnya sekitar 20-21% pada saat dimana bahan tersebut secara komersial tersedia. 2.3.2 Polyol Polyester
Polyol polyester untuk busa uretahane dan busa polimer meliputi : a. Poliester yang dibuat dengan mereaksikan asam dibasic seperti asam adipat, asam phtalat adam asam sebaceat dengan glikol seperti etilen glikol, propilen glikol, 1,4-butadienol, 1,6-hexamediol. b. Poliester alifatik dibuat dengan polimerisasi ring terbuka laktone seprti epsilone-caprolactone c. Poliester aromatik dibuat dengan transesterifikasi dari reklaiming
terephtalate
polyethelene
atau
residu
distilasi dari dimethylterephtalate. Poliester a dan b digunakan untuk membuat busa fleksibel elastomet (karet) 2.3.3 Polyol yang lain Minyak vegetable yang mengandung gugus hidroksil semisal minyak kastor yang digunakan untuk membuat busa flexible pada waktu awal era industri poliurethane, tetapi sekarang sudah tidak digunakan lagi. Polyol yang baru seperti polyol poli karbonat (Duracarb, PPG ind.Inc), Polyol yang mengandung hydantrin (Dantosol).Polyol polyokfionik dan polyol hidrogenasi misalnya Polytail saat ini sudah tersedia sebagai produk yang diperdagangkan. 2.4 Blowing Agent Pemunculan pembuatan
plastik
gas
adalah
busa.
hal
Dalam
yang
sangat
persiapan
penting
pembuatan
dalam busa
termosetting digunakan dua macam blowing agent yaitu blowing agent fisika dan kimia atau kombinasi dari keduanya. 2.4.1 Blowing Agent Kimia
Reaksi pemunculan ga secara konvensionaluntuk busa uretahane fleksibel merupakan reaksi antara air dan isocyanat.Reaksi kimianya adalah sebagai berikut : 2R-NCO + H2O Æ CO2 +R-NH-CO-NH-R Reaksi memalui dua tahap yakni pemunculan gas karbon dioksida dengan pembentukan secara simultan rantai urea subtitusi. Blowing agent yang digunakan meliputi senyawa yang berikut ini: a. Senyawa enolizable seperti nitroalkana (nitroethane, nitropropane), aldoximes (acetaldoximes), nitrourea, acid amids (formamides, acetamides),senyawa
aktif
yang
mengandung
methylen,
acethylactone, ethyl acetoacetate) b. Boric acid Ada juga blowing agent baru, oligomer polyether yang berujung karboksil. Gugua karboksil dari agent tersebut bereaksi dengan ngugus isocyanat yang menghasilkan CO2. 2.4.2 Blowing Agent Fisika Berbeda denga blowing agent kimia seperti air, blowing agent fisikamemiliki keunggulan seperti berikut : a. bagian reaksi eksoterm hilang dengan penguapan.Blowing agent fisika dan busa resultan (hasil) berkurang kepudaran warnanya, resiko kebakaran dan scorching. b. Viskositas
lebih
rendah,
maka
busa
pour
in
place
dapat
dilaksanakan. c. Beberapa blowing agent fisika (CFC-11) memiliki sifat insulasi termal yang lebih tinggi daripada yang memakai air Blowing agent fisika terklasifikasi menjadi : -
CFC (Chlorofluoro Carbon)
-
HCFC (Hydrochloro fluoro carbon)
-
HFE (Hydrofluorocarbon ethers)
-
Cairan organik yang tidak mengandung fluorine
Blowing
agent
fluorinasi
dapat
juga
digunakan
untuk
mengembangkan busa polyisocyanat, busa polyoxozolidone dan busa polyurea. CFC, terutama CFC-11 telah menjadi blowing agent yang handal baik untuk busa urethane yang rigid maupun fleksibel.Oleh karena proses penipisan lapisan ozone maka penggunaan CFC dibatasi sampai tahun 1995 saja. HCFC, merupakan blowing agent alternatif untuk CFC. Untuk saat ini HCFC khususnya HCFC-141b adalah alternatif terbaik blowing agent pengganti CFC-11. HCFC memiliki harga yang lebih mahal dan masih dapat menyebabkan penipisan lapisan ozon. Sehingga pada tahun 2020 akan dihilangkan. HFC, blowing agent ini tidak memiliki potensi merusak ozon. HFC yang digunakan adalah HFC-134a sebagai altenatif blowing agent. HFC 356 memiliki titik didih dan berat molekul yang sama seperti CFC-11 oleh karena itu merupakan alternatif yang baik untuk menggantikan
CFC-11.
Sayangnya
pengurangan
untuk
biaya
produksi belum jelas. PFC, tidak satupu dari PFC memiliki potensi merusak ozon. Kekeurangannya pada biaya yang relatif lebih mahal dan tidak kompatibel dengan kandungan busa urethane, misal polyisocyanat dan polyol. Oleh karena itu dikembangkan sistem tipe emulsi. Masalah yang lain yaitu umur yang panjang dalam atmosfer sampai 100-10. 000 tahun yang dapat mengakibatkan pemanasan global. HFE, tidak memiliki potensi merusakozon dan memiliki titik didih yang sangat dekat dengan CFC-11. Blowing agent non fluoronasi,n-pentane telah digunakan di Eropa untuk busa urethane rigid.Sesuai hasil dari test beberapa penelitian telah disimpulkan tidak adanya bahaya akan api. Cyclopentane dapat juga digunakan sebagai blowing agent.
Akhir –akhir ini blowing agent berbasis n-pentane dari jenis campuran telah dipatenkan. Patent tersebut mangklaim penggunaan dari campuran cairan hidrokarbon dan hidrokarbon terklorinasi misal campuran dari n-pentane dan methylen chloride. Metode tersebut merupakan cara yang mudah untuk memproduksi berbagai macam busa rigid. Methylen Cholride dan pentane memiliki titik didih yang hampir sama dan campurannya bereaksi layaknya satu solvent saja. Penggunaan methylen chloride saja akan menyebabkan busa menjadi rusak. Campuran 80/20-90/10 persen berat dar MC/Pentane secara subtansi tidak mudah terbakar, dan dapat digunakan untuk busa berbasis isocyanate.Untuk busa polyurethane rigid campuran 50/50 perseb berat adalah yang cocok. Campuran tersebut dapat mengatasi kekurangan busa rigid akan blowing agent air 100%. Methylen Chloride telah lama digunakan sebagai blowing agent. Untuk beberapa negara karena alasan lingkungan melakukan pembatasan terhadap penggunaan methylen chloride. Untuk itu dilakukan lagi penelitian tentang blowing agent yang lain. Karbon dioksida cair dianjurkan sebagai blowing agent busa urethane flexsibel pengembang air. Hydrokarbon yang memiliki titik didih 38-100 C diusulkan untuk digunakan dalam produksi busa self skin. 2.5 Katalis Banyak
jenis
katalis
untuk
reaksi
isocyanat
ada
dalam
literatur.Beberapa diantaranya memiliki selektifitas yang tinggi untuk reaksi yang spesifik dan yang lain memilii slektifitas yang rendah dan beraksi sebagai kalatis untuk berbagai macam reaksi isocyanate. Pada khusus pembuatan busa urethane, katalis tin secara utama mempromosikan reaksi antara isocyanate dan gugus hidroksil untuk menghasilkan pembentukan reaksi urethane, contoh dari katalis : -Stannous 2-ethyl hexanoate (CH3(CH2)3CH(C2H5)CO2)2 Sn
- Dibutyltin dilaurate (CH3(CH2)10CO2)2Sn((CH2)3CH3)2 Katalis Tertiary Amine (Tabel 2.5) mempercepat proses reaksi isocyanate,
memunculkan
reaksi
pembentukan
gas,
tetapi
juga
merupakan katalis untuk reaksi hidroksil-isocyanate Tabel 2.5 Katalis tertiary amine 1. Aliphatik tertianary amine Bis-2 dimethyl aminoethylen ether N,N,N’,N’- Tetra methyl propylen diamine N,N,N’,N’- Tetra hexa methylen diamine N,N,N’,N’- Tetra methyl diethyl triamine 2. Aromatic dan Alicyclic tertiary Amine N,N-Dimethyl benzil amine N-Methyl morphine N-Methyl morphin N,N-dimethylcyclohexylamine N Methyl dicyclohexylamine Triethylen diamnie 1,8-diazabicyclo,5,4,0 undercene 7 (DBO) 2 Methyl-2azanorbornane Akhir-akhir ini muncul katalis untuk menunda reaksi yang digunakan untuk mengatur profil reaktifitas busa cetak rigid dan fleksibel. Beberapa ktalis tersebut tertra dalam tabel 2.6 berikut Tabel 2.6 Katalis untuk menunda reaksi (inhibitor) a. Polycat SA-1 b. Polycat SA-102 c. Polycat SA-610/50 Untuk
menghasilkan
busa
open
celled
yang
bagus
maka
keseimbangan antara dua reaksi yang berjalan. Keseimbangan yang
tepat
diperlukan
karena
pertimbangan
rusaknya
busa
apabila
mengembang terlalu cepat.pada sisi yang lain apabila reaksi pengentalan melampaui reaksi mengembang, maka akan terjadi busa sel tertutup (closed cell) hal itu akan membuat busa mengkerut atau pruning . Katalis dipilih sedemikian rupa sehingga polimer dapat bereaksi hinggs memiliki kekuatan menyeluruh ysng cukup tehadap proses pengembangan untuk mengintrol keseluruhan struktur tanpa terjadi kolap, mengkerut dan melintir. Hak itu oleh para peneliti disebut selektifitas. Formulator busa poliurethane seacra umum memilih katalis dari 2 kelas utama yaitu tertiary amine dan metal salt, terutama tin (timah). Karena kedua katalis tersebut berbeda dalam aktifitas dan selektifitas terhadap
reaksi
pembusaan
polyurethane,
dua
jenis
katalis
ini
dikombinasikan tidak hanya untuk menghasilkan keseimbangan antara pengembangan versus pengentalan yang diharapka tetapi juga untuk mengatur reaksi agar sesuai dengan kebutuhan peralatan industri. 2.6 Surfactant Merupkan bahan baku utama dalam pembuatan busa urethane. Surfactant mempunyai peran utama dalam pembentukan struktur sel yang diingginkan,misal sel halus, sel kasar, sel tertutup dan sel terbuka. Struktur sel akan mempengaruhi sifat busa. Surfactant untuk urethane dan busa polimer yang sejenis biasanya surfactant silikon. Pada umumnya merupakan kopolimer dari poly(dimethylsilicone) (-Si(CH3)2-O-)n, rantai oxyalkylene seperti rantai polyethylen oxide (EO)n dari rantai polypropilen oxide (PO)n. Kopolimer dapat linear, bercabang atau type pendart.surfactant mempunyai fungsi yang berbeda seperti emulsifying, foam stabilizing, dan kontrol ukuran sel. Kandungan EO, PO dan Si secara signifikan mempengaruhi fungsi surfactant. Misalnya hubungan antara rasio molar (EO+PO)/Si dan
persen molar dari EO/(EO+PO) dapat mempengaruhi sifat surfactant yang sesuai dengan kebutuhan berbagai aplikasi. Banyak tersedia pilihan surfactant yang diperdagangkan untuk digunakan dalam busa urethan fleksibel busa HR dan busa rigid. 2.7 Epoksida Digunakan sebagai bahan baku untuk membuat busa poly 2oxazolidone. Dalam pembuatan busa reaksi yang cepat adalah sangat penting
dan
oleh
karena
itu
epoksida
aromatis
lebih
disukai.
Polyepoksida aromatis meliputi bisphenol-A-berbasis epoksida dan novolac berbasis epoksida sebagaimana berikut : Bisphenol –A-berbasis epoksida
Novolac berbasis epoksida
2.8 Flame Retardant Diantara
busa
berbasis
isocyanat,
busa
polyurethane
baik
fleksibel atau rigid mudah terbakar. Karena mudah terbakar maka muncul berbagai macam batasan pada penggunaan busa urethane dalam lingkup furnitur dantransportasi publik. Selanjutnya penggunaan busa padat poliurethane pada insulasi bangunan mendapat batasan peraturan kebakaran.
Oleh karena alasan diatas maka berbagai macam usaha dilakukan untuk mencari bahan penghambat api yang efektif. Masalah tersebut belum dapat diatasi dengan sukses karena problem yang dihadapi meliputi kemudahan pengapian, penyebaran api dipermukaan, panas yang dikeluarkan, pengeleuaran asap, ketahanan api dan racun pada gas api. Jenis lain dari busa polimer berbasis isosynat semacam busa polyisocyanat termodifikasi oxasolidone, carbodiimide, atau rantai imide mempunyai sifat ketahanan terhadap api tanpa penambahan flame retardant. Bagaimanapun, busa methane harus mempunyai falme retardant. Karena hal tersebut maka dikembangkan flame retardant untuk busa urethane dan saat ini tersedia di pasaran. Pengapian adalah reaksi yang radikal dan halogen yang keluar dari falme retardant berfungsi melawan reaksi radikal itu. Sebaliknya senyawa
fosfor
bereaksi
sebagai
bahan
yang
dapat
mengurangi
pemunculan gas yang mudah terbakar. Mekanisme kedua flame retardant tidaklah sama,maka disarankan memakai keduanya. Flame retardant untuk busa polyurethane dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori, reaktif dan non reaktif. Flame retardant reaktif meliputi : -Polyether brominated - Polyether yang mengandung halogen dan atau fosfor - dibromo propanol -dibromo neopenthyl glikol Keefektifan
dari
flame
retardant
halogen
sesuai
dengan
urutan
berikut:fluorin,chlorine, bromine dan iodine. Sedangkan flame retardant reaktif meliputi baik senyawa organik maupun anorganik. Senyawa organik meliputi: -Phospate yang mengandung halogen, misal : tris chloro ethyl phosphate -Bubuk aromatis terhalogenasi misal :chlorandic anhidrite
Senyawa organik meliputi antimony trioxide, sodium borate dan aluminium hidroksida. Antimony trioxide memberikan efek yang sinergis apabila dikombinasikan dengan senyawa terhalogenasi. Sedabgkan alumina tryhydrate menunjukkan sifat flame retardant dengan cara reaksi endotermis mengeluarkan air.
BAB III PEMBUATAN BUSA POLY URETHANE 3.1 Sediaan Busa polyurethane dibuat dengan cara mereaksikan antara isocyanate dengan polyol dengan kebradaan blowing agent, surfactant dan katalis tanpa pemanasan dari luar ke sistem.
Polyol Polyisocyanat Blowing Agent
MIXING
Polymerformation and gas generation
Foam
Catalist Surfactant Dalam pembentukan busa urethan fleksibel blowing agentnya adalah air dan pada saat yang sama sebagai blowing agnet pembantu adalah blowing agent inert terhadap solven dengan titik didih rendah seperti CFC-11, MC dapat digunakan. Untuk polyurethane rigid maka digunakan blowing agent CFC-11 yang menguap karena panas yang dihasilkan
dari
reaksi
eksotermal
pembentukan
polyurethane.
Persamaan model pembentukan busa polyuretha dapat seperti berikut : a. Pembentukan Polyurethane
b. Pemunculan gas CO2 nOCN-R-NCO + nH2O Æ (-R-NH-CO-NH-)n+nCO2 gambar 3.1 Skema pembentukan busa poly urethane Reaksi lain yang terjadi adlah eraksi pembentukan rantai allophanate biuret, isocyanate nurade, carboiimide juga tergantung adri kondisi reaksi. Saat
ini
karena
pembatasan
pemakain
CFC
menjadikan
perubahan yang mendasar pada formulasi busa.Sudah banyak digunakan
dalam
penelitian
penggunaan
air
100%
sebagai
pengembang untuk kedua macam pembentukan busa baik rigid maupun fleksibel. Penelitian tersebut memerlukan modifikasi atau pengembangan bahan mentah pembuat busa seperti poly isocyanate, polyol,katalis dan surfactant. Busa urethane dapat dilasifikasikan menjadi dua macam jenis yaitu fleksibel dan rigid. Pada beberapa kasus busa fleksibel dibagi lagi menjadi fleksibel dan semi fleksibel. Perbedaan dalam sifat fisis dari kedua busa tersebut terutama hanya berbeda pada berat molekul per rantai silangnya, berat yang seimbang dan kesesuaian polyol yang digunakan dan jenis kesesuain dari jenis isocyanat. Busa tersebut dapat dipersiapakan dengan pemilihan yang baik berat
yang
seimbang
dan
kesesuaiannpolyol
yang
dipakai.
Polyisocyanat dapat dipertimbangkan sebagai agen penggabung dari polyol. Klasifikasi kasar dari jenis polyol yang diguankan ada pada tabel berikut: Tabel 3.1 Kalsifikasi busa urethane Busa
Rigid
Semi flexible
Flexible
OH No.*
350-560
100-200
5.6-70
OH Equivalent**
160-100
560-280
10. 000-800
Polyol
Functionality
3.0-8.0
3.0-3.5
2.0-3.0
Mpa
>700
700-70
<70
Lbm/m2
>100. 000
100. 000-10. 000
10. 000
Modulus elastis pada 25 C
* OH jumlah :mgKOH/g ** OH Equivalent: 56,110/jumlah OH 3.2 Proses Pembuatan Urethane Busa uretahen dapat dibuat dengan proses “one shot”, proses ini merupakan proses yang sering digunakan. Proses semipolimer lebih disukai karena kemudahan dalam pembuatannya, munculnya busa stabil dan eksoterm lebih rendah tetapi proses prapolimernya digunakan untuk tujuan terbatas. Diagram skematik dari tiga proses pembuatan terlihat dalam gambar 3.2 berikut Polyisocyanate
Polyol Blowing Agent Katalis Surfaktan
Komonen -A
MIXING
BUSA
Komponen –B Premix One Shot Process
Komonen –A Semi Polimer
Polyisocyanate Polyol
Blowing Agent Katalis Surfaktan
MIXING Komponen –B Premix
BUSA
Proses Semi Polimer Polyisocyanate
Komonen –A Pre Polimer
Polyol
Blowing Agent Katalis Surfaktan
MIXING
BUSA
Komponen –B Premix
Prose PrePolimer Gambar 3.2 diagram skematik proses pembusaan Proses one shot dipakai untuk memproduksi busa jenis rigid dan fleksibel. Pada proses produksi busa slabstock, bahan baku secara terpisah diumpankan ke head pencampur. Untuk mengatur viskositas maka polyol, katalis tin, air, dan katalis amine dicampur terlebuh dulu. Sistem pencampuran dua komponen secara luas digunakan untuk sistem busa yang berbeda karena sistem tersebut memmungkinkan disuplai dari 2 jenis drum. Mesin pembuat busa dapat dibuat sesederhana
mungkin
sehingga
memudahkan
penganganan
dan
perawatan. Sistem prepolimer memiliki kelebihan yang hampir sama dengan sistem one shot dan sistem pencampuran 2 bahan. Sistem produksi seperti yang telah disebutkan menggunakan temperatur ambient. Ketiganya diklasifikasikan sebagai sistem non frothing dan fenomena breakdownnya terlihat dalam gambar 3.3
Tack free time Rise Time Fenomena
Gel Time Cream Time Liquid State
Froth State Waktu Reaksi
Gambar 3.3 Fenomena Breakdown frothing Istilah teknik pada gambar diatas adalah Cream time =
waktu mulai antara penyampuran dan titik dimana campuran yang jernih menjadi creamy atau kabut dan mulai mengembang
Gel time =
Interval waktu antara mulai penyampuran dan mulai pengentalan
Rise time =
Waktu interval antara mulai pencampuran dan pengembangan masa busa
Tack free time =
waktu interval antara pencampuran dan waktu mencapai kondisi tidak lengket
Kebalikan
dari
pencampurannya
proses
frothing
dibawahtekanan.
maka
proses
frothinh
Tahapan
proses
frothing
diklasifikasikan ke dalam tiga proses : a. R-12 (CFC-12) digunakan dalam proses
b. Proses termal froth c. Proses kimia froth Proses
frothung
dibedakan
dari
proses
konvensional
dari
profil
pembuasaan. Proses frothing tidak memiliki cream time, bahkan akan segera mengembung dari mixing head seperti busa pada pencukur rambut. Perbedaan antara proses konvensional dan proses frothing terlihat pada gambar 3.4 berikut.
Tinggi Busa (%)
100
50
0 Waktu Reaksi Gamabar 3.4 Perbandingan naiknya Busa Pada kasus busa urethane konvensional, cream time diatur dalam kisaran 10-30 detik dan rise time diatur pada kisaran 60- 120 detik. Untuk busa fleksibel gelling biasanya terjadi sebelum rise time dan tack free time akan muncul setelah rise time selesai. Kebalikannya untuk tack free time busa rigid polyurethane kadang diperlukan sebelum rise time selesai walupun biasanya terjadi setelah rise time selesai. Proses frothing dikembangkan oleh Du Pont Co.,proses ini memiliki keuntungan antara lain sifat fisis yang isotropik dan tekanan pembusaan yang lebih rendah. Metode tersebutlebih sesuai digunakan untuk
produksi panel yang luas dalam produksi pabrik atau
pembusaan pour in place pada aplikasi lapangan seperti pada panel bangunan dan tangki kimia. Proses frothing CFC-12 dicirikan dengan penggunaan bersama CFC-12 dan CFC-11 yang terjadi pada temperatur ambient.Proses frothing
thermal
(panas)
dilakukan
dengan
reaksi
percepatan
pemunculan gas dengan cara reaksi kimia khusus pada temperatur ambient, misal dengan penambahan sedikit methanol ke dalam sistem
BAB IV JENIS BUSA URETHANE 4.1 Busa Urethane Fleksibel 4.1.1 Pembuatan Busa Urethane Fleksibel Busa urethane fleksibel memiliki pasar tebesar dibandingkan produk urethan yang lain. Busa urethane fleksibel didefinisikan sebagai busa urethane yang open celled yang bersifat segera kembali ke wujud semula setelah penekanan. Busa ini dapat diklasifikasikan lagi menjadi dua jenis yakni busa polyether dan busa polyester. Lebih lanjut busa poliether dibagi lagi menjadi busa fleksibel konvensional, busa fleksibel hing resistence (Busa HR), busa cetak dingin, busa super lunak dan busa super elastis. Busa semi fleksibel (semi rigid) kadang diklasifikasikan dalam busa fleksibel. Busa ini memiliki ketahanan beban dan pemulihan terhadap tekanan yang bagus. Busa fleksibel mikroselular dan busa fleksibel integral skin dapat dikategorikan dalam busa fleksibel. Pada beberapa kasus busa mikroseluler diklasifikasikan dlam elastomer (karet). Busa yang berbeda dapat dipersiapkan dengan pemilihan polyol yang sesuai. Polyisocyanat digunakan sebagai joining agent untuk polyol dipandang sebagai komponen utama yang paling penting dalam penentuan sifat fisis dari polimer yang dihasilkan. Busa urethane fleksibel meliputi busa slabstock, busa tercetak dan busa pour in place. Pada beberapa kasus dua busa terakhir dapat dinamakan busa RIM (Reaction Injection Moulding) fleksibel. Proses Hard Mixing Pada saat pengembangan dan polyurethane, teknik hard mixing secara luas digunakan tidak hanya untuk busa fleksibel tetapi juga untuk busa rigid. Teknisi yang terlatih baik dapat mempersiapkan busa
berkualitas dengan kemampuan reproduksi yang baik hanya dengan proses hard mixing. Material dan Equipment •
System kontainer = paper cups (gelas kertas yang berlapis lilin satu polyethylene) kapasitas 0.5-1.0 liter
•
Kontainer foaming = Box kayu (15x15x15cm atau 30x30x30cm dilapis kertas kraft atau polyethylen). Box dari kertas atau bak polyethylen yang dipakai sebagai drum dengan kapasitas 2-5 lt. Ukuran kontainer yang sesuai dipilih beradasar pada
jumlah
system yang mengembang dan perkiraan pada densitas busa. Kontainer
yang
lebih
besar
lebih
disukai
pada
penentuan
formulasi karena kontainer tersebut dapat memberikan sampel yang bergam untuk pengujian. •
Peralatan untuk bland mixing = timbangan 1-2 kg, alat suntik untuk katalis dan surfactant (kapsitas 5ml, 1ml dan 0.1ml), pengaduk dari gelas atau kayu, mixer kecepatan tinggi dan timer. Prosedur pembusaan adalah sebagai berikut: a. Sesuaikan karena temperatur bahan baku 20-25 C b. Persiapkan komponen A, timbang polyisocyanat dalam gelas kertas (komponen isocyanat dpat disebut komponen A) c. Persiapkan komponen B: timbang semua bahan yang dipakai kecuali isocyanat, pada gelas kertas yang lain. Aduk pelan-pelan menggunakan pengaduk gelas. Bahan yang memiliki prosentasi sedikit dimasukkan menggunakan alat suntik. Untuk ketelitian maka gunakan alat suntik yang sesuai. Volume dari bahan dapat dihitung berdasar pada densitasnya. Penggunaan alat suntik ini relatif efektif untuk bahan dalam jumlah sedikit. Katalis
dengan
jumlah
sangat
sedikit
dimasukkan
menggunakan pipet, dengan berat tetesan pipet dapat ditentukan
kemudian. Katalis denga jumlah sangat sedikit dapat juga ditimbang menggunakan timbangan analitis, tetapi timbangan ini tidak direkomendasikan karena menambah waktu dan resiko berat berlebih. Prosedur
yang
lebih
penting
lainnya
adalah
metode
penambahan blowing agent, karena CFC-11 9titik didih 24 C) mudah menguap pada suhu kamar. Bahan blowing agent bisa menguap sehingga kandungan CFC-11 yang sesungguhnya dalam sistem bisa berkurang. Kesalahan yang terjadi biasanya 10%. Karena alasan itu, penting untuk mengulang penambahan dan prosedur mixing untuk mendapatkan hitungan pasti dari CFC-11. Setelah
proses
pencampuran
sempurna,CFC-11
tidak
menguap untuk periode waktu pencampuran yang sebentar, sekitar 1-2 menit. Premix yang didapatkan komponen B. d. Persiapan
Pembusaan.
Pengadukan
komponen
B
dilakukan dalam gelas kertas selama 5 detik. Segera setelah pengadukan semua komponen A dimasukkan ke komponen B (komponen
A
yang
tersisa
dapat
ditentukan
kemudian),
pengadukan selama 5-20 detik. Waktu pengadukan ini harus lebih pendek dari cream time. Campuran segera dituang dalam kontainer
pembusaan.
Dalam
beberapa
kasus
system
pencampuran ditinggalkan dan dibiarkan mengembang pada kontainer yang sama. Cream time, gel time, rise time dan tack free time diukur dan dicatat. Metode yang dimodifikasi dapat juga digunakan tergantung dari pada busa yang dipersiapkan dan peralatan laborat yang tersedia. e. Post Care. Setelah busa mengembang naik, busa sebaiknya dimasukkan dalam oven dengan suhu 60-80 C selama satu jam, lebih baik lagi selama semalam untuk menuntaskan reaksi isocyanat. Sebagai alternatif curing suhu ruang sampel
dapat simpan di ruangan
sampai beberapa hari sebelum
dilakukan pengujian. f. Metode pengujian sifat-sifat busa. Secara umum sifat busa sebanding dengan densitasnya.Oleh sebab itu sifat fisis yang harus ditentukan terlebih dahulu adalah densitas busa. Densitas busa dapat ditentukan dengan persamaan berikut: Densitas = Berat/Volume; dengan satuan densitas adalah kg/m3 (SI). Metode test yang lebih baku ditentuka dengan ASTM D-3574; densitas, IFD (Penentuan gaya defleksi), CFD (Compression Force Deflection),
Sag
Factor,
Compression
set,
tensile
strenght,
elongation, resistence, aging dingin dan panas serta aging steam autoclave. Flame
retardant
adalah
sifat
fisis
yang
penting
dan
ditentukan dengan metode test yang lain. Beberapa metode small scale meliputi pengantaran api horisontal (FR USS 32, ASTM D1692), kemampuan bahan vertikal (ASTM D-314, disebut juga test Butler Chimney), indeks oksigen terbatas (ASTM D-2863), densitas asap (ASTM D-2840). Salah cushioning
satu
dari
busa
(kenyamanan).
fleksibel Gambar
polyurethane 4.1
adalah
menunjukkan
perbandingan dari kurva antara polyester, polyether dan busa HR
Faktor Sag (faktor kenyamanan) adalah perbandingan dari gaya kompresi
65%
dibagi
dengan
gaya
25%
dan
digunakan
untuk
menghitung kemampuan cushioning. Faktor Sag untuk ketiga jenis busa dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut : Tabel 4.1 Perbandingan faktor Sag dari berbagai jenis busa Busa
Faktor Sag
Busa Fleksibel Polyester
1.2 – 1.7
Busa fleksibel Polyether
1.4-1.8
Busa HR
2.4-3.0
Sifat
penting
lain
dari
busa
fleksibel
polyurethane
adalah
Identation Force Deflection (IFD) atau Compression Force Deflectiion (CFD), compresion set dan aging kelembaban. Aplikasi Busa Urethane Bahan untuk peredam adalah adalah aplikasi utama busa urethane fleksibel. Pada tahun 1980 konsumsi busa urethane dunia adalah 37% untuk furniture dan mattres, 18% untuk automotif, aplikasi yang lain untuk transportasi, tekstil, packaging, rumah tangga, medis, peredam suara, barang olah raga, kosmetik, tanah artificial dan mainan. 4.1.2 Busa Slabstock Busa kotak kontinu dibuat dengan cara penuangan kontinu komponen cair busa diatas konveyor yang berjalan, disebut sebagai busa slabstock. Proses busa horisontal konveyor secara luas telah digunakan sejak dahulu dari awal industri busa urethane. Dewasa ini proses produksinya telah dikembangkan. Potongan silang dari busa slabstock yang diproduksi dengan proses konveyor horisontal tidak bujur sangkar tepat, melainkan memiliki permukaan atas yang melengkung. Oleh sebab itu proses
dikembangkan agar mengahsilkan potongan melintang bujur sangkar, dan sudah digunakan dalam industri busa sekarang. Gambar 4.2 merupakan skema dari mesin kontinu untuk produksi slabstock, sedangkan gambar 4.3 skema untuk mesin kontinu terlaminasi.
Busa slabstock kotak lebih irit biaya daripada busa slabstock konvensional. Busa itu dapat diproduksi dengan cara horisontal maupun vertikal. Dalam kasus mesin pembusa maka proses one shot lebih banyak digunakan. Semua bahan dipompa ke dalam mixing head melalui aliran yang berbeda. Bagaimanapun, dari sudut pandang viskositas, rasio mixing
dan
kemudahan
proses,
sebaiknya
beberapa
kandungan
dipremix terlebih dahulu semisal air dan katalis tin dan amine atau katalis tin dan sebagian polyol. Densitas dari busa slabstock dapat bervariasi dalam kisaran 10-30 kg/m3 tergantung dari permintaan pasar. Busa dengan densitas lebih tinggi dapat diproduksi dengan teknik slabstock bila perlu. Berbagai macam formulasi dan modifikasi casing dapat digunakan untuk memproduksi busa slabstock. Variasi formulasinya tergantung dari bahan baku yang tersedia, keperluan sifat busa, biaya produksi dan proses produksi. Berbagai contoh formulasi untuk produksi slabstock free-rise ada pada tabel 4.2 dan tabel 4.3, 4.4. Tabel 4.2 Slabstock tanpa Flame Retardant
Bahan
% berat
Polyol-glycerol-based poly (oxypropilen)
68.1
Poly (oxyethylene) polyol, 3500 mol wt Isocyanat –(80/20) TDI
23.5
Blowing agent-CO2 produksi dari reaksi isocyanat
1.7
dengan air Auxilary blowing agent- Fluorocarbon
5.5
Katalis Organotin salt
0.2
Katalis – Tertiary amine
0.3
Surfactant- Silicone polimer
0.7
Tabel 4.3 Sifat Fisis SIFAT FISIS Densitas, kg/m3
SI Unit 29
ILD 25% R, (N/323 cm2)
130
65% R (N/323 cm2)
236
Sag factor
1.96
Tensile streght
83
Elongation
200
Tear Streght (N/m)
280
Compresion set,%
7.5
Rebound, %
50
4.1.3 Busa urethane fleksibel tercetak Busa
urethane
fleksibel
tercetak
telah
digunakan
untuk
meproduksi busa dengan bentuk tertentu seperti kursi mobil atau kursi furniture. Busa tercetak tersusun dari kulit busa densitas tonggi dan inti busa densitas rendah. Salah satu distribusi cetak untuk tempat tidur dengan ketebalan 10 cm sesuai gambar 4.4 berikut.
Gambar 4.4 Profil densitas dari busa fleksibel tercetak
CFD (Compresion force deflection) sebagaimana IFD dari busa tresebut kurvanya lebih lincah bila dibanding slabstock sebagaimana gambar 4.5 berikut
Gambar 4.6 Deformasi kompresif busa fleksibel
Dalam proses percetakan bahan yang sudah dicampur dituang melaui mixing head ke dalam cetakan yang dipanasi lebih dahulu (pre heated) yang terbuat dari aluminum baja atau resin epoxy. Bahan campuran mengembang dalam mold dan busa yang dihasilkan dijaga pada kondisi curing dan selanjutnya diikuti dengan demolding. Proses busa tercetak dapat diklasifikasikan menjadi 2 jenis yaitu proses busa cetak panas dan proses busa cetak dingin. Kedua proses ini dijalankan dengan temperatur molding adn oven. HR foam diategorikan sebagai busa cold molded karena dapat dicetak dengan temperatur rendah. Busa HR memiliki formulasi yang sedikit berbeda dari busa konvensional standar cold molded lain. Ada beragam formulasi busa cetak dalam literatur, berikut merupakn contoh yang dapat digunakan sebagai perbandingan. 4.1.3.1 Busa cetak Panas dan Busa Cetak Dingin Busa cetak panas diproduksi menggunakan baik polyol polyether konvensional (3000 MW 3 funtional propilen oxide adduct) atau 3 polyol poliether berujung OH primer dengan TDI, tetapi tidak dengan MDI. Karena itu busa cetak dapat dipertimbangkan secara esensial sebagai busa berbasis TDI. Busa cetak dingin dibuat dengan formulasi campuran antara TDI ddan MDI atau 1005 MDI, karena penggunaan bersama TDI dan MDI memungkinkan untuk oven dan mold suhu rendah. Hal ini karena reaksi lebih cepat daripada MDI.MDI yang digunakan dapt MDI murni, MDI termodifikasi ataupun MDI polimerik. Ada kaitan antara busa cetak dingin denga busa HR. Pada saat ini busa HR diproduksi selayaknya produksi cetak dingin, misal dengan formulai campuran antara MDI dan TDI dalam temperatur cetak yang rendah. Dalam perkembangganya, busa HR hanya memakai busa berbasis TDI yang membutuhkan kondisi cetak
panas. Dlam hal ini maka busa HR tidak sama dengan busa cetak dingin. Apabila dibandingkan dengan busa cetak dingin maka busa cetak panas mempunyai kekurangan yaitu suhu lebih tinggi dan waktu reaksi lebih
lama.
Kelebihannya
adalah
rasio
lebih
tinggi
daripada
ebban/densitas, lebih murah dan proses lebih mudah dan mampu menghasilkan produk yang lebih rumit. Contoh Formulasi untuk cetak panas terdapat dalam Tabel 4.5 Tabel 4.5 Formulasi busa cetak panas (tebal 4 inchi)
Formulasi
% wt
3000 MW triol (Sec-OH)
100
Silikon surfactant
2.0
Dibutilen diakrak
0.25
Stannaous octrat
0.20
Triethylen diamine
0.10
CFC-11
10.0
Water
4.57
Densitas = 25 kg/m3
4.1.4 High Resistence (HR) foam Busa HR dicirikan dengan high ball rebound (elastis), kehilangan histerisis yang rendah dan faktor sag yang tinggi. Busa HR dapat diproduksi dengan busa slabstock atau tercetak. Busa HR tercetak banyak digunakan dalam bidang automotif dan kursi mobil. Ada 4 macam teknologi produksi busa HR. a. Teknologi crosslinker
b. Teknologi Polyol Graft c. Teknologi Polyol PHD d. Teknologi Isocyanat khusus Busa HR biasanya mengandung sel tertutup yang mana akan menjadi sebab masalah pengerutan busa. Untuk mengatasinya segera setelah demolding busa dikuatkan melalui crushing untuk memecah membran sel yang tertutup kemudian dicuring dlam oven. Pemilihan yang tepat untuk surfactant merupakan solusi yang penting karena maslah mengkerut atau busa yang kolap. Teknologi crosslinker. Suatu senyawa organik dengan berat molekul rendah mengandung 2 atau lebih atom hidrogen aktif, seprti N-methyl diethanolamine,
diethanolamine,
triethanolamine,
trimethylpropane
ditambahkan ke dalam polyol untuk membentuk segmen yang keras pada busa yang dihasilkan. Teknologi polyol graft. Polyol graft (Polyol Polimer) dibuat dengan cara grafting acrylonitrile dan monomer stryrene berdua atau acrylonitrile sendiri dengan polyol poliether konvensioanal.Polyol graft menunjukkan kemampuan tahanan beban yang mana menjaga dalam meminimkan pembentukan busa sel tertutup karena busa fleksibel sel tertutup siap untuk menkergut. Campuran yang sesuai adalah dengan penggunaan 70/30 sd 50/50 dari 4500-6500 EO triol polyether dengan polyol polimer bersama dengan campuran 80:20 TDI dan polimer MDI (Rasio isomer 80/20). Saat ini kandungan padat (solid) yang lebih tinggi polyol graft misal 3050% plyol padat telah tersedia di pasaran. Teknologi polyol PHD, dibuat dengan cara menambahkan TDI pelanpelan ke dalam campuran polyol konvensional dn hydrazin dibawah pengadukan
ketat.
Secara
instant
hydrazin
beraksi
dengan
TDI
menghasilkan dispersi polyurea. Dispersii tersebut stabil dan tidak mengendap. Polyol PHD mempunyai ketahanan beban tinggi yang ketahanan apinya juga naik.s
Teknologi Isocyanat khusus, poliisocyanat yang digunakan untuk busa HR adalah TDI, MDI cair, campuran TDI dan MDI cair atau MDI mentah.
Untuk
tambahan
plyisocyanat,
isocyanat
khusus
dapat
digunakan sendiri atau dalam kombinasi dengan isocyanat diatas. Polyisocyanat khusus meliputi TDI yang mengandung isocyanurate, Tdi mengandung biuret, TDI yang mengandung aaclophanate dan prepolymer urethane. Poluisocyanate khusus mempunyai kelebihan semacam ersistensi yang tinggi. Secara umum formasi busa open celled, close celled dan kolap seperti gambar 4.7 berikut ini.
Jelas dari gambar itu bahwa busa open celled dapat diperoleh dengan hanya
menjaga
keseimbangan
dua
reaksi
yaitu
pembentukan
polyurethane dan pemunculan gas. Apabila pemunculan gas terlalu cepat maka busa yang mengembang dapat kolap seperti busa pada minuman beer, karena busa tidak stabil. Sebaliknya menghasilkan
apabila busa
pembentukan
yang
stabil,
sel
polyurethane tidak
pecah
terlalu
cepat
selama
busa
mengembang dan akan terjadi sel tertutup. Sel tertutup penyebab busa mengkerut karena tekanan gas internal lebih rendah daripa da tekanan atmosfer. Pembentukan poliurethane dipercepat dengan katalis tin, dan pembentukan gas disuplai oleh reaksi antara air dan isocyanat yang dipromotori oleh adanya katalis tertiary amine. Oleh karena itu jika diperoleh busa yang kolap penambahan katalis tin akan ammpu menyelesaikan masalah. Serupa dengan itu jika diperoleh busa sel tertutup penambahan katalis tertiary amine akan menyelesaikan masalah pengkerutan. Pengaruh keeimbangan antara pemunculan gas dan pembentukan polimer pada struktur sel busa seperti pada gambar sebelumyan. Suatu formulasi untuk HR adalah sebagai berikut: Tabel 4.6 Formulasi Busa HR Kandungan
%wt
Polyol 6000 mol wt
62,4
Isocyanate modified TDI
30.5
Blowing agent (air)
1.5
Katalis Tertiary amine
4.4
Processing aid.phospate ester
1.2
Sifat Fisis Densitas (kg.m3) ILD
44s
25% (N/323 cm2)
116
65% (N/m)
334
Faktor Sag
2.88
Tensile streght (Kpa)
69
Elongation
100
Tear streght
140
Compresion set %
3.5
Ball Rebound %
73
Suatu Penyelesaian dibutuhkan untuk membuat busa yang mempunyai kekerasan dengan molding one step. Diusulkan dengan proses 2 macam, salah satu proses adalah menuang 2 sistem dengan 2 melalui 2 mixing head ke dalam mold. Metode lain menuang sistem tunggal ke dalam
mold dan merubah indeks isocyanat. Sistem ini
berdasar pada sitem MDI. Tabel 4.8 Perbandingan busa fleksibel tercetak
Teknik
Hot Cure
Cold Cure
Graft Polyol
PHD Polyol
Speciality Polyol
Isocyanate
TDI
TDI/MDI
TDI/MDI
TDI/MDI
special
Berat mol
2800-3500
4500-6500
4500-6500
4500-6500
4500-6500
Ujung OH
Sec/primary
primary
primary
primary
primary
Functionality
Triol
Triol
Triol
Triol
Triol
Temp
35-65
25-35
35-45
35-45
35-45
No
No
Yes
Yes
Yes
Polyol
mold/C Post Curing
Busa tercetak kekerasan ganda. Saat ini telah berkembang busa cetak dengan kekerasan ganda. Produk kursi otomotif dan furnitur merupakan produk yang menekankan pada kenyamanan dengan cara penggunaan dua lapisan dengan dua kekerasan yang berbeda. 4.1.4 Elastomer Urethane Microseluler (karet) Sering disebut juga sebagai karet mikroselular, densitasnya berada pada kisaran 320-960 kg/m3, busa skin integral mempunyai densitas 700-1000 kg/m3 disebut juga sebagai karet mikroselular. Polyols utama untuk karet mikroseluler meliputi diol polyester aliphatik yang mempunyai berat molekul 1000-3000 dan poly-epsiloncaprolactone. Polycoxytetra methylen glycols (PTMEG) dapat juga digunakan. Polyisocianat yang digunakan untuk karet mikroseluler adalah
prepolimer
TDI
dan
MDI
cair,
misalnya
MDI
modifikasi
carbodiimide atau MDI modifikasi urethane. Senyawa hidrogen aktif berat molekul rendah seprti pengembang rantai (senyawa difunctional) dan crosslinked (sedikitnya tiga senyawa funtional) digunakan dengan polyol dengan berat molekul yang tinggi. Salah satu contoh chain extended adalah glycol, misalnya adalah 1,4 – butadienol, ethylen glykol dan aromatik diamine, seperti MCBA (awalnya MOCA) (4,4’-methylen-bis-(2-chloroaniline)). MCBA menghasilkan karet yang sangat ekselent, tetapi dituduh sebagai karsinogen dan oleh akrena itu harus selalu dimonitor dengan hati-hati. Saat ini pengganti MCBA sudah ada di pasaran. Cross linker meliputi trithanolaneamine dan trimethylolpropane. Chain ekstender dan cross linker yang disebut diatas membentuk segmen yangb keras dalam menghasilkan karet dan polyol berat molekul tinggi membentuk segmen yang lunak. Keseimbangan antara segmen yang lunak dan keras akan membentuk elastisitas yang baik. Blowing agent untuk karet mikroseluler adalah air. Jumlah air harus akurat dan keakuratannya dapat diperoleh dengan larutan yang mengandung air. Larutan itu antara lain larutan sodium sulfonat dari
minyak vegetable yang mengandung sejumlah kecil air. Katalis yang digunkan adlah katalis yang sama pada busa urethane. Bahan-bahan itu dicampur dan dituangkan ke dalam cetakan yang panas dan dicuring selama waktu tertentu. Stelah demolding dilakukan post cure untuk menyempurnakan reaksi pembentukan polimer. Karet mikroseluler digunakan secara luas pada shock adsorbing pada bidang otomotif seperti inti bemper, suspensi peralatan, mesin presisi, sol sepatu, hak sepatu dan sepatu olah raga. 4.1.5 Busa urethane fleksibel integral skin Busa integral skin merujuk pada busa self skinning atau self skinned. Busa ini memiliki kulit permukaan yang densitasnya tinggi dan inti densitas rendah. Keseluruhan densitas berkisar antara 200-1100 kg/m3. Busa intergral skin diklasifikasikan menjadi 2 macam yakni fleksibel dan rigid. Selanjutnya akan dibahas jenis fleksibel intergral skin. Pembuatan integral skin fleksibel. Kebanyakan polyisocyanat yang digunakan untuk membuat busa integral skin fleksibel adalah MDI cair dan TDI pre polimer. Upaya untuk membuat busa integral skin ringan digunakan aliphatik diisocyanat misal HDI (Hexamethylen diisocyanat) dan IPDI (Isophrone diisocyanat) dalam bentuk modifikasi. Polyol yang digunakan untukbusa diatas meliputi polyol poliether yang mempunyai berat molekul 2000 sd 8000 dan fuctionalitanya dua atau tiga. Polyol polyether primer berujung hidroksil yang lebih cocok digunakan. Chain extender dan cross linker juda digunakan bersama polyol untuk membentuk segmen yang keras dari busa karet yang dihasilkan. Blowing agent yang digunakan dalam pembuatan busa integral skin adalah solvent non reaktif yang memiliki titik didih rendah, seperti CFC-11 (titik didih 24C). Solven tersebut tidak menguap di permukaan
mold dingin dan menghasilkan kulit resin yang tinggi. Ketebalan dari kulit dikontrol oleh perbedaan temperatur antara mold dan temperatur campuran busa dalam mold, seperti tekanan pembusaan yang muncul karena overpacking dari sistem pembusaan dalam mold. Air
tidak
cocok
digunakan
sebagai
blowing
agent
untuk
pembuatan kulit yang padat, oleh karena itu hanya digunakan dalam beberapa kasus. Penggunaan CFC yang dibatasi mendorong pencarian metode baru. Salah satu metode yang dikembangkan adalah menggunakan air 100% sebagai blowing agent busa intergral skin. Sifat fisisnya telah dilaporkan beberapa ilmuwan (Madaj dkk). Katalis yang digunakan dalam integral skin adalah tertiary amine seperti triethylen diamine, organotin seperti dibuthylen dilaurate dan campuran keduanya. Aditif semacam pigmen dan flame retardant dapat juga digunakan dalam system pembusaan. Sifat densitas dari integral skin untuk produk komersial berkisar antara 300 sd 950 kg/m3 dan kekerasan share A sekitar 90. Kekerasan shore D sekitar 40-90. Gambar 4.8 menunjukkan contoh distribusi busa integral skin.
Gambar 4.8 Profik densitas busa polyurethane fleksibel integral skin
Lingkup aplikasi busa skin integral sangat tergantung pada densitas busa seperti berikut ini. Densitas (kg/m3)
Aplikasi
300 (13-19 pcf)
Sedel sepeda, interior mobil
600 (25-38pcf)
Sol sepatu
1100 (44-69 pcf)
Body luar otomotif
4.1.6 Busa fleksibel flame retardant Kemampuan bahan yang tinggi dan pemunculan gas yang beracun dari busa urethane flesibel merupakan masalah utama dalam industri busa. Oleh karena itu dilakukan usaha untuk membuat yang secara subtansial adalah busa fleksibel yang flame retardant. Pada
tahun
1983,Mobay
chemical
meluncurkan
CMHR
(Combution-modified high Resistence Foam). Busa tersebut berdasar pada pllyol PHD dan TDI dan mengandung muatan yang tinggi alumina hydrate dan pemilihan yang hati-hati dari jenis falme retardant. BASF mengusulkan
penggunaan
muatan
tinggi
melamin
sebagai
flame
retardant. Saat ini kombinasi melamin dan polyol mengandung phospor diteliti oleh olin. Fosfat ester terhalogenasi dan banyak yang lain flame retardant seperti senyawa mengandung fosfor mengandung fosfor termasuk chlorine dan bromine secara intensif diteliti oleh milado. Flame retardant yang lain.Senyawa organik yang mengandung nitrogen
selain
melamin,
semacam
garam
melamin
asm
phenolphosporic, methylol melamin dan alkil ethers serta yang lain-lain. 4.1.7 Busa Urethane fleksibel non CFC Kebutuhan akan blowing agent alternatif pengganti CFC dibahas pada bab blowing agent. Sudah diketahui bahwa pembuatan dan penggunaan
CFC yang mengakibatkan penipisan ozone dilarang
diseluruh dunia sejak tahun 1995.
Methylen chloride telah digunakan sebagai alternatif untuk CFC11. Penggunaan tunggal methylen chloride (MC) menuai masalah dalam prosesing dan lingkungan karena alasan toksinitas (beracun). Air sebagai blowing agent tunggal mempunyai beberapa masalah, termasuk viskositas yang tinggi, lebih eksoterm yang akan berakibat pada resiko api yang lebih besar, busa keras, harga kompresion set tinggi, kehilangan histerisis tinggi, elongasi rendah, tear streght rendah dan kesulitan produksi busa integral skin. Penggunaan air sebagai blowing agent tunggal telah banyak dipelajari dan diteliti. 4.1.8 Busa viscoelastis dan Busa energi adsorbing Busa viskoelastis menunjukkan fenomena relaksasi tekanan seperti penundaan terhadap pemulihan deformasi setelah penekanan. Busa
itu memerlukan waktu 2-30 detik untuk kembali ke bentuk
semula setelah penekanan 50%. Sebaliknya busa HR dan busa poliurethane fleksibel membutuhkan waktu yang sangat pendek hampir kurang dari 1 detik. Hal ini berarti busa tersebut mempunyai resiko elastisitas rendah atau penyerapan energinya kecil. Busa
viscolelastis
dicirikan
dengan
magnitute
yang
tinggi
penyerapan energi, kehilangan histerisis 0%, damping suara dan getaran. Kemampuan penyerapan energi yang tinggi ini meyebabkan busa viskoelastis sering disebut busa penyerap energi atau penyerap suara. Sifat penyerapan suara dan penyerap hentakan adalah dua hal yang berbeda, sehingga formulasi optimum pembuatannya tidaklah sama. Busa penyerap energi telah banyak digunakan sebgai inti bumper mobil. Contoh lainaplikasi busa viskoelastis adalah kuris pesawat ruang angkasa NASA, kursi bagi orang orang lama duduk seperti kursi truck, pekerja kantor, pilot pesawat, kursi orang cacat, juga pada bidang olah raga yang membutuhkan kenyamanan seperti pada sadel sepeda, matras senam, lining helm, pegangan kapal dan lain-lain. 4.1.9 Busa Fleksibel berbasis Polyol polifinic
Busa ini dibuat dengan menggunakan polyol polifinic MDI cair dan air sebagai blowing agent. Sangatlah menarik untuk dicatat bahwa busa ini dicirikan dengan nilai compression set sangat rendah melewati kisaran lebar dari isocyanat yaitu 80-120. Hal tersebut memungkinkan untuk varian yang luas pada penggunaan rasio pencampurannya. Sistem ini juga telah dimodifikasi dengan penambaha dibenzyl sorbitol agar thixotropicitasnya tinggi terhadap sistem untuk menjaga penetrasi sistem ke dalam sel busa. Untuk alasan ini sistem busa yang kecil seperti 1 sd 10 cm3, untuk perbaikan barang-barang hasil cetakan kursi busa mobil mengurangi barang reject akhirnya menghasilkan biaya produksi lebih rendah. 4.2 Busa Semi Rigid Defini busa urethane semi rigid atau semi fleksibel tidak jelas, garis batas antara rigid dan busa fleksibel tidak didefinisikan dengan jelas. Secara umum difahamkan bahwa busa semi rigid mempunyai sifat ketahanan beban yang lebih tinggi daripada busa fleksibel. Berdasar rekoveri yang lebih sempurna dari deformasi kompresive busa ini dapat diklasifikasikan sebagai busa urethane fleksibel dalam konsumsi busa urethane. Proses digunakan
manufaktur.Prepolimer tetapi
proses
one
shot
dan
proses
berbasis
one
shot
polymeric
dapat
isocyanat
digunakan sebagai rujukan karena kemudahan prosesnya, dimana sistem mempunyai viskositas rendah secara relatif polimer isocyanat kurang beracun dan sedikit masalah lingkungannya. Kerugian dari proses one shot adalah kemungkinan terbentuknya busa yang mengkerut karena kandungan sel tertutup yang relatif tinggi. Sebaliknya proses prepolimer berbasis TDI mempunyai kelebihan termasuk mampu alir dalam mold dan kandungan open cell yang lebih tinggi.
Proses prepolimer, semi prepolimer kebanyakan dilakukan reaksi TDI dan polyol untuk mendapatkan kandungan NCO, 5-10%. Polyol yang digunakan sebagai prepolimer biasanya cabang amine atau polyol poliether berbasis PO berawal glikol yang memiliki berat molekul Ca 600-4000. Poliester dengan berat molekul 1000-2000 dapat juga digunakan. Proses one shot. TDI monomerik (80/20 dan 65/35 rasio isomer) pada awal industri polyurethane digunakan komponen polyisocyanat. TDI memiliki masalah yaitu beracun saat ini kebanyakan isocyanat telah digantikan oleh polimer isocyanat dan penggunaan TDI menjadi lebih dibatasi. Dalam banyak kasus busa urethane semi rigid diproduksi dengan menggunakan sistem 2 komponen yaitu komponen A (Polyisocyanat komponen) dan komponen B (campuran dari blowing
agent,
katalis
dan
surfactant).
bahan lainnya ;polyol, Sebagai
komponen
B,
campurannya meliputi 100 pbw dari polyether polyol (MW 3000 sd 6000), 2,5 pbw chain extender (ethylen glykol, 1,4 butadienol, diethanol amine, methyl diethanol amine), 1 sd 3 pbw air, .1-10 pbw katalis, 0.5-2. 0 pbw surfactant. Formulasi hard mixingnya seperti tabel 4.9 Tabel 4.9 Formulasi Busa semi rigid one shot Komponen A Polymeric isocyanate (NCO%:31)
70 pbw
Komponen B Polyesther (OH No, MW 3000)
95.0
Quadrol
5.0s
Water
3.0
TMBDA
0.5
Dabco T-12
0.03
Surfactant
2.0
Sifat Densitas,kg/m3
54.0
Tensile streght, kg/cm2
1.27
Elongatio %
50
Aplikasi. Kegunaan utama dari busa semi rigid dalam area otomotif, khususnya sebagai interior mebel, digunakan sebagai shock adsorbing, panel instrument, kontrol box, pegangan pintu, bantalan kepala, tempat tangan dan penutup sinar matahari. 4.3 Busa Urethane Rigid Busa urethane rigid (rasio tinggi ketahanan terhadap densitas) adalah busa keras yang memiliki fleksibilitas yang rendah. Hal ini menunjukkan deformasi permanen yang mana tidak ada pemulihan kembali setelah deformasi atau kompresi. Dengan kata lain kurva defleksi kompresi dari busa polyurethan rigid menunjukkan titik saja. Kebalikan dari busa urethane fleksibel, busa rigid urethane mempunyai struktur kimia cross linked yang tinggi dan presentasi tinggi sel tertutup melebihi 90%. Busa urethane rigid diklasifikasikan sebagai berikut : -
Busa urethane rigid murni (tidak termodifikasi)
-
Busa urethane rigid modifikasi, termasuk di dalamnya modifikasi isocyanat, modifikasi epoxy, modifikasi amide dan modifikasi oxazolidone. Produksi. Polyisocyanat yang digunakan dalam busa urethane
rigid meliputi TDI prepolimer, crude TDI, MDI modifikasi isocyanat polimer (modifikasi polimer). TDI (80/20 rasio isomer) tidak secara luas digunakan karena memupnyai kandungan isocyanat yang tinggi akan menghasilkan busa yang muntir dalam pembuatan busa blok yang besar.
s
Manufaktur busa urethane rigid dapat menggunakan proses one
shot maupun proses semi prepolimer. Proses one shot yang berbasis pada monomer TDI hanya dipakai pada tahap awal industri busa polyurethane. Pemakain monomer TDI sudah sangat berkurang karena alasan toksin dan kesulitan untuk mengontrol reaktifitas karena persen kandungan NCO yang tinggi. Karena alasan tersebut saat ini yang lebih digunakan adalah prepolimer TDI, campuran prepolimer TDI dan isocyanat polimerik dan polimeric isocyanat 100%. Pada industri pendingin rumah tangga (kulkas) penggunaan TDI mentah (kandungan NCO rendah mengandung senyawa oligomerik seperti isocyanat dan oligomer berjenis carbodiimine) digunakan secara meluas karena biayanya murah. Pada persiapan semi prepolimer basis TDI, TDI 80/20 dan polyol berbasis sukrosa dan sorbitol direaksikan untuk mendapatkan semi prepolimer mengandung bebas 30 % NCO. Polyol banyak digunakan untuk busa urethane rigid adalah polyol poliether. Poliester hanya digunakan pada awal perkembangan karena viskositas yang tinggi, funtional tinggi, stabilitas rendah dan busa yang dihasilkan biayanya mahal.Blowing agent yang sering dipakai adalah CFC-11. Hubungan antara jumlah CFC-11 dan densitas busa dapat dilihat pada gambar 4.9 serta hubungan antara jumlah air dan densitas busa pada gambar 4.10
Proses prepolimer TDI. Proses ini mempunyai kelebihan dalam kemampuan alir pada proses pour in place atau proses berbasis MDI polimerik. Suatu contoh TDI berbasis prepolimer dan formulasi untuk membuat busa urethane rigid pada skala kecil adalah sebagai berikut. Perhitungan jumlahTDi 80/20 dibutuhkan untuk mendapatkan prepolimer yang memiliki 30% bebas NCO dimasukkan ke dalam gelas reaksi. Sistem dipanasi sampai suhu 70-80C. Pada temperatur yang sama polyol poliether sebanyak stokiometris dimasukkan pelan-pelan disertai pengadukan. Suhu reaksi dijaga dibawah 90 C dengan mengontrol laju penambahan polyol dan dengan pengaturan pemanasan selubungnya. Setelah reaksi eksoterm selesai, dilakukan penambahan pans selama 0.5 sd 1jam. Pada temperatur yang sama. Selubung pemanas selanjtnya dihilangkan dan ketel reaksi dibiarkan menjadi dingin. Reaksi tersebut tidak memerlukan katalis. Pada pembuatan skala kecil, 1 sd 2 liter, metoda sedrhana berikut dapat dilakukan. TDI 80/20 dan polyol dicampur
dalam suhu ruang dalam gelas reaksi dan dilakukan
pengadukan. Racikan tersebut dipanasi 70-80C dengan pengadukan dan dijaga pada temperatur tersebut selama 2 sampai 3 jam. Hasil reaksi kemudian dibiarkan dingin sampai suhu ruangan. Sebelum pembuatan prepolimer adalah sangat penting untuk diingat bahwa kandungan air dalam polyol sangat sedikit, lebih kecil daripada 0.02 % dan nilai pH yang rendah dalam upaya untuk menjaga gelation
dalam
pembuatan
prepolimer.
Tabel
4.10
menunjukkan
formulasi busa urethan rigid dengan proses semi prepolimer untuk mendapatkan densitas busa 30 kg/m3 dengan hard mixing.s Tabel 4.10 Formulasi busa rigid dibuat dengan proses semi prepolimer Komponen A Semi prepolimer TDI/Polyol berbasis sukrose,% NCO 30) Komponen B
100 pbw
Polyol/Polyether berbasis sukrose (OH No 360)
117
CFC-11
15.0
Silicone Surfactant
1.0
Amin katalis
1.5
Tin katalis
0.2
Proses one shot TDI crude (mentah). Dala proses semi prepolimer TDI, proses one shot menggunakan TDI mentah secara luas digunakan untuk bahan insulasi refigerasi karena biaya rendah walaupun mampu alir sistem ini lebih rendah daripada proses prepolimer TDI. Tdi mentah mempunyai functionality rata-rata lebih dari dua karena mengandung TDI Dimer, Trimer dan senyawa yang mengandung carbodiimide. Persen NCO dalam TDI mentah sekitar 40%, lebih rendah dari TDI murni tetapi lebih tinggi dari MDI mentah yang sama dengan semi prepolimer berbasis TDI, keduanya memiliki 30% free NCO. Jenis dan jumlah katalis dan surfaktan berbea sdkit dengan semi prepolimer berbasis TDI. Proses
one
shot
MDI
polimerik.
Busa
rigid
poliurethane
pengembang fluoro carbon yang berbasis isocyanat polimerik adalah yang paling banyak digunakan untuk busa urethane rigid. Pada saat ini busa memiliki insulasi termal tinggi, rendah toksin, problem lingkungan yang kecil, mudah diproses, waktu curing cepat dan produktifitasnya lebih tinggi daripada busa berbasis TDI. Salah satu contoh formulasi one shot untuk pembuatan busa urethane rigid densitas rendah seperti tabel 4.12 berikut Tabel 4.10 Formulasi Proses One Shot Komponen A Semi prepolimer Polmeric MDI,% NCO 30)
105pbw
Komponen B Polyol/Polyether berbasis sukrose (OH No 360)
100
CFC-11
28.0
Silicone Surfactant
1.5
Amin katalis
0.3
Tin katalis
0.2
Reactivity, second Cream time
25
Rise Time
36
Tack free time
45
Sifat Busa Density
2.6
Kekuatan tekan Paralel
55.1
Perpendicular
17.7
k-Fakta (Btu in/hr.ft2 F)
0.35
Cream time, gel time, tack free time dipengaruhi oleh suhu lingkungan, suhu komponen dan level katalis. 4.3.1 Busa Urethan Rigid Pengenembang non CFC Busa konduktivitas
uretan
rigid
termalnya
dicirikan sangat
dengan
sel
yang
dipengaruhi
tertututp, oleh
gas
pengembangsemacam karbon dioksida dadn CFC. Pada perkembangan awal industri poliuretan, busa dikembangkan dengan air. Pengertian busa poliuretan rigid berawal dari kemampuan pada insulasi busa yng tinggi/konduktivitas termal yang rendah dan pengembang CFC-11. Saat ini karena masalah pepinipsan ozon, penggunaan CFC sangat dibatasi dan dihilangkan. Blowing agent alternaatif pengganti CFC adalah HCFC meliputi HCFC 146, HCFC 123 dan HCFC 22. Penggunaan HCFC 22 sebagai blowing agent untuk busa rigid sudah mulai dicoba, dan saat ini tengah diteliti penggunaan blowing agent kombinasi antara HCFC dan air. 4.3.2 Busa Rigid Polyuretan Flame Retardant
Salah satu aplikasi penting busa rigid adalah dalam sektor bangunan. Penggunaan dalam bangunan mendapat batasan disebabkan masalah serius busa rigid dengan api. Sejumlah flasme retardant selama 30 tahun terakhir telah dicoba dalam pembuatan busa rigid. Sayangnya, secara subtansial tidak ada flame retardant yang menjadikan busa rigid tahan terhadap api. Rantai uretan apabila terkena panas menjadi tidak stabil dan menghasilkan senyawa dengan berat molekul rendah yang mudah terbakar.s Pembuatan busa uretan type rigid lebih sulit dibandingkan pembuatan busa yang lain. Prinsipnya busa rigid tahan api hanya bisa diproduksi dengan menggunakan rantai yang lebih stabil daripada rantai uertan seperti rantai isocyanat. Flame retardant berfungsi menghambat penyebaran api pada flame retardant. Busa rigid flame retardant dapat diproduksi menggunakan flame rtardant jenis reaktif dan aditif ataupun kombinasi dari keduanya. Kalsifikasi busa rigid flame retardant dapat dilakan dengan melakukan pengujian tetapi hasilnya belum bisa menggambarkan kekuatan api yang sebenarnya. Alternatif untuk membuat busa rigid flame retardant adalah menggunakan polyol polyether yang mengandung gugus halogen dan phosporous. Keterbatasan flame retardant jenis ini adalah timbulnya racun gas-api. 4.3.3 Teknologi Pembuatan Busa Uretan Rigid Busa uretan rigid dapat diproduksi dengan berbagai macam metode yang berbeda, sebagaimana berikut ini: Produksi slabstock, busa rigid slabstock diproduksi secara kontinu menggunakan mesin konveyor horisontal. Sebaliknya proses batchnya menggunakan box. Metode pembusaan dalam box tidak efesien tetapi layak diterapkan untuk produksi skala kecil. Busa slabstock diproduksi untuk keperluan antara lain papan insulasi, pembungkus pipa dan berbagai insulasi yang lain
Pour in palce, metode ini digunakan untuk produksi refigerator, deep freezer, panel sandwich dan keperluan yang serupa dengannya. Molding, metode ini digunakan untuk mencetak produk busa semacam selubung pipa, fram ejendela, cangkang kursi dan frame foto. Laminasi, metode ini digunakan untuk laminasi panel yang bermakna fleksibel, seprti aluminium foil, kertas kraft dan kertas aspal.Produksi panel diguankan untuk insulasi dinding dan atap. Spraying. Sistem busa rigid 2 komponen dapat disemprotkan diatas tiap permukaan pada suhu 10 C atau lebih. Penggunaan insulasi semprot adalah pada tangki penyimpan, gudang penyimpan dingin dan sekat-sekat pada kapal. 4.4 Busa Urethane lainnya Pada awal awal perkembangan teknologi poliurethane untuk menghasilkan busa uretane ikata silang tinggi dicoba penggabungan gugus isocyanat ke dalam busa rigid karena polyol poliester memiliki viskositas tinggi dan functionalitas rendah yang membuatnya sulit untuk diproduksi stabil. Isocyamerat digunakan untuk meningkatkan densitas ikatan silang, functionalitas dan visksositas rendah poliester yang digunakan. Untuk itu jenis isocyanurat yang digunakan memiliki indeksi jenis 150. Untuk dicatat bahwa penggunaan isocyanurat dalam jumlah yang sdikit tidak menambah resistensi suhu tinggi atau ketahan api dari busa yang dihasilkan. Busa isocyanurat modifikasi dengan indeks lebih dari 300 menunjukkan ketahanan temperatur tinggi dan flame retardant. 4.4.2 Busa Urethane fleksibel modifikasi isocyanurat Penggunaan isocyanurat dlam busa fleksibel menghasilkan busa flesibel dengan melting point yang rendah, menaikkandripping dan menjaga penambahan api, seperti yang diuji pada ASTM D 1692. paraktik ini kemudian dinamakan busa HR flame retardant. Pataut diingat bahwa penggunaan isocyanurat tidaklah menaikkan stabilitas
termal melainkan menurunkan melting poin dan menjada penyebaran api. 4.4.3 Busa IPN berbasis Uretan Interpenetrating Polimers network (IPN) adalah jenis alloy polimer yang tersusun oleh sedikitnya 2 ikatan silang. IPN yang ideal secaa esensial tidak ikatan kovalen antara polimer. Morfologi yang dihasilkan menunjukkan fase pemisahan. Resin IPN pertama ditemukan oleh Aylsworth pada tahun 1914. Campuran antara karet, belerang fenol dalam formaldehide pada pemanasan menghasilkan IPN. 4.4.4 Busa hibrid berbasis urethane Oligomer ester berujung hidroksil atau ester vinil yang mempunyai ujung gugus vinil dan hidroksil pendant dapat bereaksi secara simultan dengan gugus isocyanat dan monomer vynil dalam keberadaan katalis untuk mendapatkan polimer hibrid ikatan silang. Poliestrer tidak jenuh dengan ujung hidroksil atau gugus karbiksil pada saat yang sama dapat juga bereaksi dengan gugus isocyanat dan monomer vinyl seperti styrene untuk mendapat polimer hibrid. Dua macam reaksi, reaksi adisi NCO-OH dan polimerisasi radikal dengan grup vibril dapat terjadi. Contoh formulasi penyiapan poliester tidak jenuh seperti terlihat dalam tabel 4.13 berikut Bahan
A
B
C
Isophtalic acid,maks
1
1
1
Maleic acids,maks
1
1
1
Ethylen glycol,maks
0
1.5
1.96
Diethylen glycol,maks
2.46
2.42
.0
Neopenty glycol,maks
0
0
1.96
Hydroquinone, ppm resin padat
200
200
200
Styrene monomer, %wt resin
35
35
35
P-Benzoquinone, ppm resin padat
50
50
50
Tabel 4.14 Sifat Polyol yang dilarutkan stryrene Sifat Kimia Bahan
A
B
C
Jumlah hidroksil padat
151
141
171
Equivalent height
383
337
334
Viskositas, 25 C
248
248
385
Gel tim, min sec
4:00
5:05
7:00
Cure time, min sec
7:35
7:50
10;10
Peak eksoterm, C
180
211
211
Brookfield, 60% padat, Cp SPI gel test (1% BPO: 82,2 C)
Contoh reaksi resin hibrid adalah seperti berikut. Monomer alkohol tidak jenuh (acryloesterol) dan monomer styrene direaksikan dengan polyisocyanat dalam keberadaan katalis uretan dan katalis radikal polimerisasi untuk membentuk resin hibrid. Monomer stryrene beraksi sebagai diluent reaktif. 4.4.5 Busa Urethane Oxazolidone Busa uretnae struktural yang luas permukaannya lebih besar dari
10
ft2
mempunyai
indeks
flame-spread
50
atau
kurang
sebagaimana dibutuhkan UL-478 untuk komponen yang besar. Busa tesebut akan mengganti pasar baru untuk produk RIM dalam pesawat udara, bangunan dan aplikasi militer. Sistem pembusaan tersusun dari komponen A (Polyisocyanat) dan komponen B (prepolimer berujung epoksi yang dibuat dari reaksi polyalkane glykols dengan anhydrid phtalate dan satu diepoksida).
Apabila polyol berujung epoksi bereaksi dengan polyisocyanatt akan menghasilkan iakatan uretan dan oxazolidone.
BAB V ADITIF, FILLER DAN REINFORCEMENT 5.1 Pengantar Disebabkan group poliisocyanat mempunyai kandungan energi yang tinggi maka pembuatan busa polyuretan dapat dilakukan dengan bahan dasar yang tanpa menggunakan aditif. Kebutuhan akan manufaktur polyuretan membuatnya menjadi perlu menggunakan aditif hampir pada setiap kasus. Aditif dan bahan lain beraksi untuk mengatur laju reaksi polyuretan sebagaimana yang diperlukan dalam aplikasi. Bila perlu reaksi berbeda yang sedang berjalan secara khusus dipengaruhi atau dikontrol. Pada manufaktur busa proses kimia koloid berperan disamping proses kimianya sendiri. Oleh karena itu aditif aktif permukaan diperlukan. Lebih jauh lagi diperlukan agar antiaging, flame retardant, pigmen, filler, material reinforcement, mold release agen dye stuff, biocide dan blocking agen. 5.2 Agen antistatis Adalah bahan kimia yang mana merubah baik sedikit sampai derajat moderat dari konduktifitas listrik menjadi senyawa plastis yang bersifat insulatif, dengan cara memasuki bangunan muatan elektrostatis dari barang jadi. Anti statis dapat dipakai sebagai bahan sebelum molding. Fungsi bahan tersebut dari asalnya konduktif atau dengan cara menyerap uap air lingkungan. Berikut ini adalah contoh dari agenstatis; a. amine aliphatik rantai panjang dan amides b. Ester phospate c. Garam quantenary ammonium d. Polyethylen glykol e. Ester polyethilen glikol f. Amine aliphatik rantai panjang etholesilasi g. Glycerin
h. Polyols Senyawa plastik secara umum lebih menggunakan anti statis internal dari pada eksternal. Ada dua macam antistatis internal: -
Filler konduktif (carbon black, carbon fiber, logam) senyawa dimasukkan dalam resin untuk membentuk jejak konduktif.
-
Bahan yang dapat bermigrasi ke permukaan matrik yaitu grup hidrofilik yang bereaksi pada kelembaban ruangan yang memberi jalan untuk pengosongan muatan listrik. Pada pandangan sekilas surfaktan kation berfungsi sebagai antistatis dengan memberikan ion
pada
permukaan
daripada
penyerapan
kelembaban
permukaan. Beberapa antistatis yang berfungsi sebagai pelumas, mereduksi
gesekan
permukaan
yang
membuat
muatan
elektrostatis. Bahan yang dipakai sebagai antistatis pada busa polyuretan dilaporkan juga mempunyai sifat mengurangi resiko korosi. 5.3 Blowing agent Blowing agent merupakan agen khusus yang menyebabkan plastik membusa. Ada dua jenis agen yang biasa digunakan: -
gas yang dimasukkan ke dalam bahan plastik yang melebur atau mencair
-
bahan kimia yang digunakan dalam plastik dimana pada suhu tertentu akan mengurai menjadi gas.
Dalam
kasus
yang
lain
gas
yang
menyebar,
mengembang
dan
membentuk sel dalam plastik. Ada banyak cara yang berbeda dalam pembentukan sel, tergantung dari gas yang digunakan blowing agent kimia (CBA) dari jenis plastik resin yang digunakan dan atau proses khusus yang sedang digunakan. Salah satu yang digunakan untuk blowing agen kimia adalah faktor k yang rendah, merujuk pada sifat thermal insulasi dari busa plastik. Faktork k mrnunjuk konduktivitas termal dari busa berkisar antara 0, 002-0,05 w/mk pada suhu ruang. Apabila suhu naik maka
faktor k juga naik. Jika temperatur pengujian tidak dicantumkan maka faktor k dianggap pada suhu ruangan. Busa dengan faktor k rendah mempunyai sifat insulasi termal yang lebih superior. Metode lain untuk mengklasifikasikan busa sesuai dengan faktor R saat ini digunakan pada industri pendingin. R menunjukkan ketahanan
bahan
dalam
mentransmisikan
panas.
R
merupakan
bebalikan dari k (R=1/k). Oleh karen aitu faktor R yang lebih tinggi mempunyai sifat insulasi yang lebih baik dari busa plastik. Secara umum produksi blowing agent untuk busa uretan adalah sebagai berikut: -
Suatu material yang berfungsi ganda semacam isocyanat yang dapat dikombinasikan dengan poliester atau polimer cair yang lain. Selama reaksi polimerisasi pembentukan polimer padat, isocyanat juga bereaksi membebaskan gas yang mana membentuk sel. Hal tersebut merupakan teknik dasar polyuretan.
-
Penguapan dari cairan yang titik didihnya rendah, baik dari panas yang dilepaskan oleh reaksi eksoterm atau panas eksternal yang digunakan.
Cairan
yang
biasa
digunakan
adalah
CFC
(Chloroflouro Carbon). Hal tersebut merupakan teknik yang sering digunakan untuk industri sehingga dicari alternatif blowing agent yang lain. CBA (Chemical Blowing Agent) merupakan agen kimia yang berbentuk solid (padat, bubuk, serbuk) tetapi bisa juga cair yang akan mengurai pada suhu proses kemudian mengeluarkan gas yang membentuk struktur sel. Kriteria pemilihan yang paling penting adalah kisaran temperatur dekomposisi (penguraian), yang mana harus sesuai dengan temperatur
proses
dari
polimer
yang
sering
digunakan.
Reaksi
penguraian dari CBA harus segera dimulai ketika polimer pada kondisi viskositas lelehan yang sesuai. Aktifasi yang dapat menurunkan suhu dekomposisi blowing agen tersedia secara komersial maka memberikan kemudahan bagi formulator. Perlu juga dibahas jumlah gas yang
dibebaskan
dari
jenis
gas
dan
bagaimana
gas
tersebut
dapat
mempengaruhi hasil akhir produk. CBA dapat digunakan hampir untuk semua bahan termoplastik dan dapat berupa organik atau inorganik. PBA (Physical Blowing Agen), grup ini berubah dari bentuk yang satu ke bentuk yang lain selama proses (dari cair ke gas) -
Komposisi gas, kebanyakan gas yang digunakan adalah nitrogen, udara, karbondioksida. Gas tersebut dilarutkan dalam resin dibawah
tekanan
dan
menghasilkan
busa
sambil
melepas
tahanan. -
Cairan yang mudah menguap, mengembang resin pada saat bahan itu berubah dari cair ke gas pada suhu proses yang lebih tinggi. Bahan yang paling terkenal pada kategori CFC, telah secara luas digunakan pada busa polyuretan rigid. CFC dapat juga digunakan pada PVC, polystyrene dan phenolik.
Sedangkan busa fleksibel poliuretan dikembangkan dengan air, methylen cholire (MC) dan CFC. Karbon dioksida yang merupakanhasil reaksi air dan isocyanat berfungsi sebagai blowing agen. MC dan CFC yang membantu dalam aksi pengembangan dan memberikan sifat-sifat seperti softnes dan resilience, CFC juga memberikan kontribusi sifat insulasi dari busa rigid polyurethan. CFC, keuntungan yang paling menonjol dari CFC adalah bahwa bahan tersebut menjadi gas pada suhu yang telah ditentukan dan laju reaksi yang dapat dikontrol, hasil produk yang berkualitas dan memberikan sumbangan sifat yang lebih baik. Efek dari CFC yang menyebabkan penipisan ozone menjadikan bahan tersebut dilarang penggunaannya dalam industri. Pada awal polyuretan pembusaannya adalah air (CO2). Pada akhir 1951 ditemukan CFC-11 yang merupakan blowing agen yang ekselen untuk industri polyuretan, khususnya busa dengan densitas rendah.
Kemudian sejak Protokol Montreal 1987 tentang bahan yang dapat menipiskan lapisan ozone, CFC mulai dilarang digunakan. Saat CFC dilarang muncul calon pengganti CFC, seperti HCFC-141b dan HCFC-123 yang secara komersial siap dijual tahun 1993. Tahun 2000 merupakan tahun yang harus bebas dari CFC maka HCFC merupakan pengganti CFC untuk busa rigid. Beberapa senyawa HCFC adalah HCFC-141b (dichloroflouro ethane), HCFC 123 (dichloro triflouro ethane), HCFC-134a (tetra flouroethane). Tetapi senyawa tersebut hanya loncatan karena masih mengandung klorin. Maka masih diadakan pencarian senyawa alternatif blowing agen berbasis klorine. Berikut adalah tabel 5.1 merupakan informasi yang berguna dari CFC dan HCFC sebagai blowing agen. Tabel 5.1 Blowing Agen CFC dan HCFC
Karbon dioksida, Dari 1958 sejak halokarbon pertama digunakan sebagai blowing agen, CO2 adalah blowing agen yang lebih dulu digunakan. CO2 dibebaskan dari reasi air dan isocyanat sebagai berikut: 2R-NCO + H2O Æ R-NH-C=O-NH-R + CO2 isocyanat
air
urea subtitusi
Busa rigid uretan pengembang CO2 mempunyai kelemahan yang berikut ini apabila dibanding CFC-11 -
faktor k sekitar 0,25 dibanding CFC-11(0,11) membutuhkan dua kali insulasi dari CFC-11
-
Periode induksi sebelum mengembang lebih kecil dengan CO2 karena panas laten penguapan CFC-11
-
Laju
gelatinisasi
dan
busa
yang
mengembang
menurun,
menyebabkan penjagaan tekanan panas dan melemahkan busa pada aplikasi yang luas. -
Kekuatan tekanan busa pengembang CFC-11 naik sekitar 30% melebihi busa pengembang CO2
-
MVT (moisture vapor transmision) dari CFC -11 berkurang (3,5 vs 5,5 untuk CO2)
-
Busa pengembang CFC-11 adisi ke logam lebih baik.
-
Pinggiran busa pengembang CFC-11 mempunyai closed cell yang lebih banyak (sekitar 90% vs 85% untuk pengembang CO2)
-
Biaya modal busa lebih murah
Busa fleksibel, CO2 yang dihasilkan dari reaksi sistem air dan isocyanat telah menjadi blowing agen utama untuk semua busa fleksibel polyuretan. Jumlah dari air dan TDI yang digunakan untuk menentukan sifat densitas busa, merupakan sumber gas terbentuk yang dibutuhkan mengembangkan
polyurethan.
Air
sangat
berperan
dalam
proses
polimerisasi memimpin untuk pengembangan busa polimer urethane selular, maka sangat mempengaruhi sifat-sifat busa. Untuk lebih menerapkan kendali proses pembusaan kebanyakan manufaktur busa menggunakan air distilasi atau air deionisasi.
Sebagai pembantu air dapat digunakan blowing agen pembantu yang dapat disatukan dalam formulasi busa, untuk lebih jauh lagi mengurangi densitas busa.agen tersebut dapat digunakan sebagai aditif atau pengganti air dalam pengembangan sifat-sifat busa.Contohnya dengan penggunaan MC atau CFC-11. Jumlah penggunaan busa fleksibel bersama dengan jumlah TDI sangat menentukan densitas busa. Apabila jumlah air naik, maka TDI juga naik, kemudian densitas turun. Jika kandungan air turun, jumlah TDI juga turun maka densitas turun. Jika kandungan air naik tanpa jumlah TDI naik maka diperoleh busa dengan sel yang kasar dan tekstur yang jelek. Tear streght dan tensil streght lebih rendah dan hasil modulus kompresi juga rendah, kompresion set cenderung naik. Efek lain dari naiknya air adalah karakter aging yang jelek. Air yang sedikit, tidak hanya menghasilkan densitas yang tinggi dari yang diharapkan tetapi juga curing yang lebih lambat dan dapat menyebabkan busa mengkerut. Busa Rigid, tabel (A) dan tabel (B) memberikan informasi yang menarik tentang blowing agen dalam busa rigid urethane. Tabel (A) menunjukan kelebihan CO2 dibanding udara dan kelebihan CFC dibanding CO2 dan udara. Perhatikan bahwa CFC mempunyai ½ konduktivitas
termal
dibanding
CO2.
Dapat
dilihat
juga
bahwa
konduktivitas termal CFC tidak naik pada porsi yang sama sebagaimana air dan CO2 jika suhu dinaikkan. Akibat dari aging terhadap faktor k dari busa rigid urethane dari blowing agen yang berbeda dapat dilihat pada tabel (B). Densitas yang tinggi (berat molekul tinggi) dari gas flourocarbon (CCl3 F atau CFC-11) menyebabkan menjadi bahan pengantar panas yang jelek.Untungnya permeabilitas dari flourocarbon yang lewat dinding sel dari busa poliurethane sangat lambat oleh akrena itu gas flourokarbon dan sifat insulasinya diperoleh hapir tak terbatas. Faktor lain yang sangat kritis adalah
proses pembuatan busa
adlah viskositas reaktan. Kebanyakan polyol polyurethan mempunyai
viskositas tinggi dan sangat sulit dilakukan mixing kecepatan tinggi dengan komponen polyisocyanat viskositsa rendah. Manakala blowing agen
halocarbon
ditambahkan
dalam
polyol
polyether,
viskositas
berkurang menjadi cairan yang encer, oleh karena itu memudahkan untuk dipompa, mixing dan penimbangan. Halocarbon mempunyai sifat stabilitas hidrofilik dan hidrophobisitas yang tinggi. Kebanyakan busa rigid diproduksi pada densitas 32 kg/m3. Busa pengembang CO2 tidak dapat dibuat dengan densitas yang rendah. Batas praktis densitas rendah adalah 64 kg/m3. Busa pengembang halocarbon juga mempunyai sifat fisis yang lebih baik dibanding busa pengembang CO2. 5.4 Katalis Adalah suatu subtitusi yang menyebabkan akselerasi reaksi kimia jika ditambahkan ke dalam reaktan dalam jumlah yang sedikit, tanpa permanen mempengaruhi reaksi. Katalis negatif (inhibitor, retardant0 menurunkan laju reaksi. Akselerator (prmotor) adalah subtitusi yang mempercepat reaksi biasanya
dengan
bereaksi
bersama
aktalis
atau
curing
agent.
Akselarator yang digunakan dalam sistem curing untuk termoset dan karet alam atau sintetis. Akselerator dinamakan juga co katalis. Jenis katalis yang digunakan dalam busa polyurethan adalah sebagai berikut denganurutan dari kurang aktif menuju sangat aktif: A. tertiary amine N-ethyl morpholine N-methylmorpholine N-methyl piperazine Trimethylane diazine Fungsi
utama
dari
tertiary
amine
adalah
untuk
mengkatalisasi
isocyanate dengan air membentuk CO2 untuk mengembangkan polimer B. garam logam Stannous octoate (untuk busa fleksibel)
Dibuthylyn dilaurat (DBTL untuk busa rigid) Tin mercaptida seperti dioctilyn mercaptida. C. Hybrid Amine/tin (Cokatalis) Busa uretan rigid, bus auretan rigid menggunakan CO2 yang terbentuk
dari
rekasi
antara
air
dan
isocyanat
dibutuhkan
keseimbangan laju reaksi urea dan urethane. Jika reaksi uretane tidak cepat gas tidak akan terjebak dan tidak akan teradi busa. Pada sisi yang lain jika reaksi uretan terlalu cepat polimer akan segera terbentuk sebelum gas terbentuk maka akan terbentuk busa yang densitas tinggi. Reaksi tersebut tidak lebih dapat terkontrol oleh aksi katalis daripada reaksi uretan. Tertianary amine saja dapat digunakan sebagai katalis, tetapi untuk
berbagai
macam
apalikasi
seperti
spraying,
dibutuhkan
kecepatan lebih. Garam logam khususnya garam tin, mempercepat reaksi pembusaan, dapat digunakan sendiri atau kombinasi dengan tertiary amine. Katalis tin yang paling penting pada busa rigid uretan adalah stanous octoate dan dibuthilyn dilaurate. Stanoun Octoate akan terhidrolisis
segera
aktifitasnya
sistem
pada yang
keberadaan
katalis
mengandung
biasa
stanous
yang
hilang
octoate
dalam
kelembaban hanya stabil untuk beberapa jam saja pada suhu ruangan. Apabila resin mengandung dibuthylin dilaurate dapat stabil selama beberapa bulan. Katalis aksi tunda telah dibuat dengan sukses membufer katalis amine, dimana aktifitas amine berkurang dengan adanya asam yang digunakan. Bahan asam digunakan untuk menghambat aksi urethane. Hidrogen klorida dan benzoil klorida digunakan dengan katalis jenis amine untuk mengontrol laju reaksi. Persentasi asam sedikit saja dapat menaikkan waktu perkembangan dari 2,2 sd 6 menit. Temperatur, dapat juga digunakan untuk mengontrol reaksi pembusaan urethane. Beberapa sistem pengembangan urethane rigid
menggunakan aksi tunda yang telah dibuat dengan premixing dari semua bahan pembusa pada suhu -184C. Apabila sistem dipanasi maka masa akan menjadi berbusa. Karena derajat ikatan silangnya tinggi, kekuatan bangunan gel cepat terbentuk, tertiray amine cocok untuk one shot atau sistem prepolimer yang menggunakan poliether atau poliester. Struktur dari tertiary amine mempunyai pengaruh pada efek katalistik dan juga pada kegunaan pada produksi busa. Kekuatan katalitis secara umum meningkat dengan sejalan kebasaan. Amine yang meningkat dan sejalan dengan pelindung stearic amineo nitrogen yang menurun. Katalis tertiary amine memenuhi kebutuhan pengembangan baik one shot poliester atau sistem pre polimer poliether, yang keduanya secara relatif mempunyai viskositas awal yang tinggi. Densitas
dan
mampu
cetak
dari
busa
urethane
sangat
dipengaruhi atas pemilihan sistem katalis dan konsentrasi karena pengaruh katalis terhadap laju pengembangan. Naiknya konsentrasi katalis secara umum menaikkan tensile, shear, kompresi sejalan dengan penurunan cure time. Busa cenderung rusak dan pecah apabila melewati batas atas (maksimal) konsentrasi katalis. Naiknya konsentrasi katalis biasanya akan menghasilkan penurunan faktor k apabila digunakan fluorocarbon sebagai blowing agent.
Disebabkan
fluorohidrocarbon
faktor
oleh
k
busa.
merupakan Naiknya
hasil
katalis
retensi
diharapkan
dari dapat
menghasilkan struktur polimer cross linked yang lebih padat dapat menurunkan
konstanta
difusi
dan
kemungkinan
solubilitas
flurohidrocarbon. Busa fleksibel uretan, perkembangan yang cepat dari manufaktur busa HR, cold crime, microseluler semua membutuhkan katalis level tinggi
daripada
pertumbuhan
busa
yang
fleksibel
cepat
dari
slabstock, pasar
hal
katalis
itu dan
menyebabkan naiknya
laju
perkmebangan produk baru. Kebanyakan busa polyether slabstock
menggunakan katalis stanous oktoat (tin oktoat) sebagai katalis primer polimerisasi bersama dengan tertiary amine untuk mengontrol laju pengembangan dari busa yang sedang naik. Busa densitas medium 2030 kg/m3 tergantung juga dari resin dan proses yang digunakan, dibuat dengan pengembang utama air biasanya dibuat dengan pengembang utama air biasanya dibuat dengan menggunakan N,N dimethyl amino ethanol yang murah. Busa densitas tinggi yang lunak dan yang dibuat dengan blowing agent level tinggi, CFC 11 atau MC akan memerlukan penambahan katalis yang lebih aktif tertiary amine. Proporsi DABCO, bis-dialkylamineo alkylether atau alifatik tertiary poliamine diguankan pada level yang lebih rendah. Sisa bau pada tertiary amine menjadi masalah pada banyak aplikasi semacam tempat tidur (kasur), furniture dan botol. Bau tersebut dihilangkan
dengan
menggunakan
katalis
volatil
srmcam
N-
methylmorphioline, struktur kimianya adalah sebagai berikut:
5.5 Flame Retardant Adalah bahan yang mengurangi kecenderungan plastik untuk terbakar. Biasanya dipakai sebagai aditif
selama persenyawaan tetapi
kadang-kadang diaplikasikan ke permukaan barang jadi. Fire retardant kimia yang tersedian secara komersial untuk plastik dapat dibagi menjadi dua macam kelas secara umum, unreactive additives dan reactive monomer atau agent cross lingker aditif yang tidak reaktif (unreactive additive) bisanya ditambahkan selama proses polimer. Jenis reaktif biasanya bereaksi dengan struktur polimer pada tahap proses tertentu. Additif fire retardant yang ideal sebaiknya tidak mahal,
tidak berwarna, dapat digunakan secara mudah ke dalam komposisi polimer, kompatibel, stabil terhadap panas dan cahaya, efesien dalam sifat fire retardantnya, tidak bermigrasi, tidak mempunyai efek fisika yang terbalik terhadap polimer, tidak beracun. Sayangnya tidak ada fire retardant yang memiliki semua sifat yang dibutuhkan itu secara lengkap. Sistem aditif fire retardant secara umum tersusun dari bahan organik maupun anorganik yang bereaksi secara sinergis memberikan keseimbangan optimal flame retardant, sifat biasa dan biaya. Aditif fire retardant secara umum digunakan dengan persenyawaan dan berguna dalam berbagai macam sistem polimer. Busa polyurethane rigid, secara umum fire retardan yang mendukung busa polyuretane adalah penggunaan senyawa kimia halogen atau fosfor ke dalam material.Modifikasi secra kimia polyol dengan
kandungan
fosfor
klorin
secara
langsung
diaokai
dalam
pembuatan busa fire retardant komersial.Penggunaan halogen tunggal tidaklah mencukupi karena viskositas yang tinggi dari polyols yang mengandung halogen yang cukup (25-30% berat) agar fire retardan efektif secara signifikan mempengaruhi sifat-sifat processing. Beberapa fire retardant yang digunakan secara komersial adalah: 1. Firol diproduksi oleh Stauffer Chemical co. 2. TMCPP (TrimonoCholro propil phospate) mengandung phospor 9,5 5 dan khlorin32,5% 3. DMMP
(dimethyl
methylphospate)
mengandung
fosfor
25%
merupakan flame retardant yang sangat efektif 4. REOFLAM 306 (Ciba-Geiby) merupakan flame retardan hak intelektual
mengandung
fosfor
12,5%
tsnps
halogen
mengkombinasi flame retardant yang baik denagan sifat anti scorek dan prosessing baik, dan kompatibel dengan polyester aromatik dan polyol halogenasi dan lowing agen halocarbon.
Busa fleksibel, metode untuk menghambat apinya sama dengan yang digunakan pada rigid polyurethane foam. Busa fleksibel urethane akan segera terbakar walaupun ada fire retardant. Para peneliti menggunakan alumunium hidrate yang disuntikan busa, hal tersebut terbukti mampu menghambat sumber pengapian yang luas 5.6 Mold Release agent (parting agent) Merupakan agen pelemas yang digunakan adalah lilin, silikon atau cairan flourocarbon, digunakan untuk melapisi ruangan cetak untuk menjaga bagian yang dicetak melekat pada tempat cetaknya dan kemudian memfasilitasi pelepasan dari cetakannya.Mold release agen sering digunakan dalam bentuk tabung aerosol untuk kemudahan pemakainnya. Beberapa macam bahan mold release agen 1. parafin, lilin hidrokarbon 2. Lilin polyurethane 3. Mold release berbasis air 4. semi permanen mold release. 5.7 Nucleating Agent Merupakan
substansi
kimia
yang
dipakai
dalam
polimer
membentuk nuklei untuk pertumbuhan kristal. Pada busa nucleating agent bereaksi dengan cara membentuk gelembung kecil yang banyak daripada gelembung yang besar. Silika koloidal dan mika expanded mikro bisanya menggunakan nucleatig agent dalam udara panas atau nitrogen. Bahan seperti debu, silikon oil yang tersebar merata, silika dan padatan lain yang terbagi sangat halus dapat menjadi nucleating agen dalam pembentukan busa. Gas dapat juga berfungsi sebagai nucleating agent pada busa seperti gas karbon dioksida, udara, nitrogn, butane, nucleating agent yang inert seperti silikon dioksida (SiO2), tanah diatome, kalsium silikat, karbon black, baron nitride, lempung, titanium
dioksida kurang efektif atau malah tidak efektif bila digunakan sebagai nucleating agent dalam pembentukan busa. 5.8 Reinforcement Perkembangan bahan reinforcement (diperkuat) dimulai sejak 1961, walaupun perkembangan yang sebenarnya pada area ini dimulai pada tahun 1976. Aplikasi awal mat gelas silamen kontinyu yang dipakai mold khusus untuk polyurethane, pada tahun 1965 digunakan dalam proses RIM (Reaction Injection Molding) khususnya pada industri automotif. Pada reaksi itu bahan proses reaksinya polyuretane ditransfer ke dalam mold yang kemudian bereaksi membentuk polimer cross lingked. Dalam RIM, reinforcementnya dapat berkisar dari partikulat filler sampai bahan pengisi fiber semacam gelas karbon, atau kevlan aramid