Kandungan QS At-Taubah Ayat 24: Ali Ibnu Abu Thalib pun mengatakan pula kepada orang-orang yang telah ia kenal baik sebelumya:” Tidaklah kalian berhijrah, tidaklah kalian menyusul Rasulullah SAW?” maka mereka menjawab:”Kami akan tetap bermukim (di Mekkah) bersama saudara-saudara kami, kabilah kami dan menempati rumah-rumah kami sendiri”. Lalu turunlah surat At Taubah ayat 24. Tafsir Ayat : Peringatan ayat yang lalu belum menyentuh hati sementara orang apalagi hubungan kekeluargaan seringkali menjadikan seseorang lengah, karena itu ayat ini memperjelas larangan tersebut dan mempertegas ancamannya dengan memerintahkan kepada Nabi SAW: “Hai Muhammad, katakanlah:”Jika bapak-bapak kamu yang merupakan manusia yang seharusnya paling kamu hormati dan taati, anak-anak kamu yang biasanya kamu paling cintai, saudara-saudara kamu yang merupakan orang-orang yang sedarah daging dengan kamu, istri-istri kamu yang menjadi pasangan hidup kamu, kaum keluarga kamu yang kamu paling andalkan dalam membela dan mendukung kamu, harta kekayaan yang kamu usahakan dan kamu membanting tulang untuk memperolehnya, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, lebih kamu cintai dari pada Allah SWT dan Rosul-Nya, maka tunggulah sampai Allah WT mendatangkan keputusan-Nya” yang tidak dapat kamu elakan, yakni menjatuhkan sanksi atas sikap buruk itu. Jika itu yang terus kamu lakukan maka sesungguhnya kamu telah menjadi orang-orang fasik yang keluar dan menyimpang dari tuntutan ilahi. Dan Allah SWT tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik, yakni tidak membimbing dan memberi kemampuan untuk mengamalkan pesan-pesan-Nya. Ayat ini bukan berarti melarang mencintai keluarga atau harta benda. Betapa Ia melarangnya padahal cinta terhadap harta dan anak adalah naluri manusia. AlQuran pun membenarkan hal tersebut. Rujuklah antara lain firman-Nya dalam QS.Al Imran (3): 14. Ayat ini hanya mengingatkan jangan sampai kecintaan
kepada hal-hal tersebut melampui batas sehingga menjadikan ia dipilih sambil mengorbankan kepentingan agama. Karena itulah sehingga ayat di atas menggunakan kata ahabba / lebih kamu cintai. Memang kecintaan kepada sesuartu diukur ketika seseorang dihadapkan pada dua hal atau lebih yabg harus dipilih salah satunya. Dalam konteks ini jika kenikmatan duniawi disandingkan dengan nilai-nilai ilahi, lalu harus dipilih salah satunya maka cinta yang lebih besar akan terlihat menjatuhkan pilihanya.1 Aspek Tarbawi : 1. Bahwa cinta anak terhadap bapaknya adalah naluriyah pada tiap-tiap diri manusia. 2. Bahwa cinta bapak kepada anaknya adalah naluri juga, bahkan lebih mendalam lagi. 3. Bahwa cinta kepada saudara dan karib kerabat adalah suatu cinta yang berjalan dalam rangka pelaksanaan hidup dan kehidupan tolong-menolong, bantu-membantu dan bela membela baik kehidupan rumah tangga maupun kehidupan bermasyarakat. 4. Bahwa suami istri adalah cinta yang terpadu antara dua jenis makhluk yang akan membina keturunan dan membangun untuk kebahagiaan hisup di duni dan di akhirat. 5. Bahwa cinta terhadap harta ala segala jenis benuknya adalah cinta yang sudah menjadi tabiat manusia.
Kandungan QS An-Nahl ayat 78 Pada aya-ayat yang lalu dijelaskan tentang ketidakpantasan patung dan berhala untuk disembah, dan larangan bagi manusia untuk mengadakan tandingan atau sekutu bagi Allah. Pada ayat-ayat berikut ini, diterangkan tentang kesempurnaan nikmat dan rahmat Allah kepada manusia, baik kepada diri mereka sendiri
1
M Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Jilid 5, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. 560-561
maupun
pada
alam
semesta,
agar
mereka
mengesakan
Allah
tidak
mempersekutukan-Nya dan beribadah hanya kepada-Nya. Tafsir : Dalam tafsir Al-Misbah, akan ini menyatakan: dan sebagaimana Allah mengeluarkan kamu berdasarkan kuasa dan ilmunya dari perut ibu-ibu kamu sedang tadinya kamu tidak wujud, maka demikian juga Dia dapat mengeluarkan kamu dari perut bumi dan menghidupkan kamu kembali. Ketika Dia mengeluarkan kamu dari ibu kamu, kamu semua dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu apapun yang ada disekeliling kamu dan Dia menjadikan bagi kamu mendengarkan, penglihatan-penglihatan dan aneka hati, sebagai bekal dan alatalat untuk meraih pengetahuan agar kamu bersyukur dengan menggunakan alatalat tersebut sesuai dengan tujuan Allah menganugerahkan-Nya kepada kamu.2 Dan dalam tafsir Al-Maraghi, Allah menjadikan kalian mengetahui apa yang tidak kalian ketahui, setelah Dia mengeluarkan kalian dalam perut ibu. Kemudian memberi kalian akal yang dengan itu kalian dapat memahami an membedakan antara yang baik dan buruk, antara petunjuk dengan kesesatan, dan antara yang salah dan yang benar; menjadikan pendengaran bagi kalian, yang dengan itu kalian perbincangkan, menjadikan penglihatan yang dengan itu kalian dapat melihat orang-oorang, sehingga kalian dapat saling mengenal dan membedakan antara sebagian dengan sebagian yang lain, menjadikan perkara-perkara yang kalian butuhkan dalam hidup ini, sehingga kalian dapat mengetahui jalan, lalu kalian menempuhnya untuk berusaha mencari rezeki dan barang-barang, agar dapat memilih yang baik dan meninggalkan yang buruk. Demikian halnya dengan seluruh perlrngkapan dan aspek kehidupan. Dengan harapan kalian dapat bersyukur kepada-Nya dengan menggunakan nikmat-nikmat-Nya dalam tujuanya yang untuk itu ia diciptakan, dapat beribadah kepada-Nya, dan agar dengan setiap angota tubuh kalian melaksanakan ketaatan kepada-Nya.3
2 3
M Quraish Shihab, Ibid, hlm. 303 Ahmad Musthofa, Tafsir Al-Maraghi,( Semarang: CV Thaha Putra, 1987), hlm , 212-213
Aspek Tarbawi : 1. Allah mengajarkan kita apa yang sebelumnya tidak kita ketahui. 2. Allah menganugrahi kepada kita pendengaran, penglihatan, dan hati sebagai bekal dan alat-alat potensi meraih pengetahuan. 3. Menggunakan alat-alat (penglihatan, pendengaran, akal, hati) yang Allah berikan kepada kita sesuai tujuan-Nya. 4. Anjuran untuk saling mengenal dan membedakan satu sama lain.
Kesimpulan Dari pembahasan dua ayat di atas dapat diketahui bahwa kita hidup di dunia ini harus mempuyai rasa cinta, dan rasa cinta itu harus lebih mengutamakan cinta kepada Allah SWT, Rasul dan berjihad di jalan-Nya dari pada cinta kepada ibu, bapak, anak, saudara, suami, istri, keluarga, harta dan tempat tingal. Dan dengan cinta kepada Allah SWTkita bisa lebih mengetahuyi bhwa kita dilahirkan dari perut ibu dengan keadaan tidak mengetahui dan membawa sesuatupun ,elainkan semuanya itu atas kuasa Allah SWT. Dengan itu kita bisa lebih meningkatkan ibadah kita dan lebih mensyukuri nikmat-nikma-Nya.