PANDUAN PROGRAM PENDIDIKAN PROFESIONAL KONSELOR
DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL 2008
Panduan Pendidikan Profesional Konselor
1
A. Latar Belakang Sebagaimana disebutkan dalam Naskah Akademik penggunaan sebutan pendidikan profesional dalam Panduan ini merujuk kepada sebuah keutuhan proses pendidikan konselor yang mencakup pendidikan akademik dan pendidikan profesi, walaupun
dalam
Permendiknas
yang
dirancang
lebih
banyak
mengatur
penyelenggaraan pendidikan profesi untuk konselor. Penegasan seting layanan, konteks tugas, dan ekspektasi kinerja sebagaimana diuraikan dalam Naskah Akademik yang menunjukkan keunikan layanan konselor dari tenaga pendidik lainnya, terutama guru, mengandung implikasi bahwa pendidikan profesi konselor perlu diselenggarakan tersendiri dan tidak bisa disatukan dengan pendidikan profesi guru. Landasan legal yang mendasari penyelenggaraan pendidikan profesi konselor adalah terutama Permendiknas No. 27/2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor, yang secara tegas merumuskan kompetensi konselor berbeda dari rumusan kompetensi guru. Struktur kompetensi konselor yang diangkat dari konteks tugas dan ekspektasi kinerja konselor yang dirumuskan ke dalam kompetensi akademik dan profesional sebagai suatu keutuhan, dinyatakan dapat membentuk dan mengembangkan kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial sebagai satu keutuhan, sebagaimana terpetakan ke dalam empat kompetensi sesuai dengan PP No. 19/2005 dan UU No. 14/2005. Dasar formal terkait yang diacu dalam melaksanakan pendidikan profesional konselor adalah:
a. Undang-undang Nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 1 ayat 6 yang menetapkan konselor sebagai salah satu
jenis kualifikasi
pendidik; Pasal 15 tentang Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan, dan khusus; Pasal 19 ayat 3, Perguruan tinggi dapat menyelenggarakan program profesi; Pasal 21 ayat 1, Perguruan tinggi dapat memberikan gelar profesi.
b. Peraturan Pemerintah Nomor 30/1990 yang diperbaharui dengan PP Nomor 57 tahun 1998 yo PP 60 Tahun 1999 tentang Pendidikan Tingi telah mengatur tentang Pendidikan di Masyarakat.
c. Surat Keputusan Mendikbud Nomor 056/U/1995 tanggal 19 Maret 1995
Panduan Pendidikan Profesional Konselor
2
tentang “Pedoman Penyusunan Kurikulum Perguruan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa” menyebutkan bahwa maksud pendidikan profesi (Pasal 1 Ayat 5), Tujuan Pendidikan Profesi (Pasal 4) dan Beban Studi Pendidikan Profesi (Pasal 8).
d. Surat Dirjen Dikti Nomor: 2047/D/T/99, tanggal 6 Agustus 1999 tentang Pelayanan Bimbingan dan Konseling di Perguruan Tinggi. Salah satu isi surat menegaskan bahwa Penyelenggaraan program pendidikan profesi konselor diserahkan penuh kewenanggannya kepada asosiasi profesi yang terkait. Oleh
karena
itu
LPTK
hendaknya
mengadakan
pembicaraan
dan
kesepakatan dengan asosiasi profesi dalam menyelenggarakan program pendidikan profesi.
e. Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal (Dokumen tentang Naskah Akademik, Rambu-rambu Penyelenggaraan Pendidikan Profesional Konselor, dan Rambu-rambu Penyelenggaraan Program Pendidikan Profesional Pendidik Konselor), Dirjen Dikti Depdiknas Oktober 2007.
f. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor. Dengan menacu kepada alur pikir dan aspek legal yang disebutkan pendidikan profesional konselor memerlukan pengaturan tersendiri.
maka
1. Pengertian Pendidikan Profesi dan Profesional Konselor Penjelasan Pasal 15 UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan profesi adalah pendidikan tinggi setelah program sarjana yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan persyaratan keahlian
khusus.
Terkait
dengan
pendidikan
profesi
konselor,
Permendiknas No. 27/2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor
menegaskan
bahwa
Pendidikan
Profesi
Konselor
mensyaratkan
pesertanya memiliki kualifikasi akademik Sarjana Pendidikan (S1) dalam bidang Bimbingan dan Konseling. Ketentuan ini mengandung penegasan bahwa pendidikan konselor adalah pendidikan berkelanjutan atau berkesinambungan antara program pendidikan akademik, yang bermuara pada penganugerahan gelar sarjana (S-1) kependidikan bidang bimbingan dan konseling, dengan pendidikan profesi, yang Panduan Pendidikan Profesional Konselor
3
bermuara pada penganugerahan gelar profesional Konselor, sebagai satu keutuhan. Oleh karena itu, secara utuh pendidikan konselor dinyatakan dalam payung Pendidikan Profesional Konselor. Esensi Pendidikan Profesional Konselor mengandung arti bahwa pendidikan konselor berlangsung pada dua tahap. Tahap pertama ialah pembentukan kompetensi akademik konselor, yaitu proses pendidikan formal jenjang strata satu (S-1) bidang Bimbingan dan Konseling, yang bermuara pada penganugerahan ijazah akademik Sarjana Pendidikan (S.Pd) bidang Bimbingan dan Konseling. Tahap dua, pembentukan
kompetensi
profesional
sebagai
proses
penguasaan
kiat
penyelenggaraan bimbingan dan konseling yang memandirikan, yang ditumbuhkan serta diasah melalui latihan menerapkan kompetensi akademik yang telah diperoleh dalam konteks otentik Pendidikan Profesi Konselor
yang berorientasi pada
pengalaman dan kemampuan praktik lapangan. Tamatan dari Pendidikan Profesi Konselor (PPK), sebagaimana ditegaskan dalam PerMendiknas No. 27/2008, memperoleh sertifikat profesi bimbingan dan konseling dengan gelar profesi Konselor, disingkat Kons.
B. Tujuan Pendidikan Profesional Konselor Secara
keseluruhan
tujuan
pendidikan
profesional
konselor
adalah
menghasilkan lulusan yang memiliki kompetensi sebagai konselor yang mampu menyelenggarakan pelayanan ahli Bimbingan dan Konseling yang memandirikan terutama pada jalur pendidikan formal dan non formal, yang penyelenggaraannya dilaksanakan dalam dua tahap sebagaimana dijelaskan pada butir B.
C. Standar Kompetensi Lulusan Sosok
utuh
kompetensi
konselor
mencakup
kompetensi
akademik dan kompetensi profesional sebagai satu keutuhan. Kompetensi akademik merupakan landasan ilmiah (scientific basic) dan kiat (arts) pelaksanaan layanan profesional bimbingan dan konseling. Landasan ilmiah inilah yang merupakan khasanah pengetahuan dan keterampilan
yang digunakan oleh konselor
(enabling competencies) untuk mengenal secara mendalam dari
Panduan Pendidikan Profesional Konselor
4
berbagai segi kepribadian konseli yang dilayani, seperti dari sudut pandang sosiologis.
filosofis,
pedagogis,
Landasan-landasan
psikologis, tersebut
antropologis,
dipergunakan
dan untuk
mengembangkan berbagai program, sarana dan prosedur yang diperlukan untuk menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling, baik yang berkembang dari hasil-hasil penelitian maupun dari pencermatan terhadap praksis di bidang bimbingan dan konseling termasuk di Indonesia, sepanjang perkembangannya sebagai bidang pelayanan profesional. Kompetensi Akademik calon konselor meliputi kemampuan (a) memahami konseli yang hendak dilayani, (b) menguasai khasanah teoretik, konteks, asas, dan prosedur serta sarana yang digunakan dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling, (c) menyelenggarakan
pelayanan
bimbingan
dan
konseling
yang
memandirikan, dan (d) mengembangkan profesionalitas sebagai konselor secara berkelanjutan yang dilandasi sikap, nilai, dan kecenderungan pribadi yang mendukung. Pembentukan kompetensi akademik calon konselor
ini dilakukan melalui proses pendidikan
formal jenjang S-1 dalam bidang bimbingan dan konseling, yang bermuara
pada
penganugerahan
ijazah
akademik
Sarjana
Pendidikan dalam bidang bimbingan dan konseling, dengan gelar akademik disingkat S.Pd. Kompetensi profesional yang utuh merupakan penguasaan kiat penyelenggaraan bimbingan dan konseling yang memandirikan, yang
ditumbuhkan
serta
diasah
melalui
latihan
menerapkan
kompetensi akademik yang telah diperoleh melalui pendidikan akademik yang telah disebutkan, melalui latihan yang relatif lama serta beragam situasinya dalam konteks otentik di lapangan yang dikemas sebagai Pendidikan Profesional Konselor, di bawah penyeliaan konselor
Panduan Pendidikan Profesional Konselor
5
senior
yang
bertindak
sebagai
pembimbing
atau
mentor.
Keberhasilan menempuh dengan baik program Pendidikan Profesi Konselor (PPK) ini bermuara pada penganugerahan sertifikat profesi bimbingan dan konseling yang dinamakan Sertifikat Konselor, dengan gelar profesi disebut Konselor, disingkat Kons. Oleh karena itu, kedua jenis kemampuan yaitu kemampuan akademik dan kiat profesional, adalah ibarat 2 sisi yang dapat dibedakan namun tidak dapat dipisahkan, dan secara grafis, sosok utuh kompetensi konselor dapat dilihat dalam gmbar sebagai berikut : 0100090000037400000002001c0000000000040000000301080005 0000000b0200000000050000000c0208059205040000002e011800 1c000000fb02ceff0000000000009001000000000440001254696d65 73204e657720526f6d616e00000000000000000000000000000000 00040000002d010000040000000201010005000000090200000002 0d000000320a2d000000010004000000000091050805206816001c 000000fb021000070000000000bc02000000000102022253797374 656d00000000000000000000180000000100000068aa1a00e40400 00040000002d010100030000000000 Gambar 1: Sosok Utuh Kompetensi Konselor
Sosok utuh kompetensi profesional konselor seperti tertuang dalam Gambar 1 secara terintegrasi membentuk keutuhan kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional, yang di dalam PerMendiknas No. 27/2008 dipetakan secara taat asas terhadap PP No. 19/2005 dan UU No. 14/2005 seperti tertera dalam matrik berikut ini.
Panduan Pendidikan Profesional Konselor
6
Tabel 1. Pemetaan Kompetensi Konselor Dalam PerMendiknas No. 27/2008 KOMPETENSI INTI
KOMPETENSI
A. KOMPETENSI PEDAGOGIK
1. Menguasai teori dan praksis pendidikan
1.1 Menguasai ilmu pendidikan dan landasan keilmuannya 1.2 Mengimplementasikan prinsip-prinsip pendidikan dan proses pembelajaran 1.3 Menguasai landasan budaya dalam praksis pendidikan
2. Mengaplikasikan perkembangan fisiologis dan psikologis serta perilaku konseli
2.1 Mengaplikasikan kaidah-kaidah perilaku manusia, perkembangan fisik dan psikologis individu terhadap sasaran pelayanan bimbingan dan konseling dalam upaya pendidikan 2.2 Mengaplikasikan kaidah-kaidah kepribadian, individualitas dan perbedaan konseli terhadap sasaran pelayanan bimbingan dan konseling dalam upaya pendidikan 2.3 Mengaplikasikan kaidah-kaidah belajar terhadap sasaran pelayanan bimbingan dan konseling dalam upaya pendidikan 2.4 Mengaplikasikan kaidah-kaidah keberbakatan terhadap sasaran pelayanan bimbingan dan konseling dalam upaya pendidikan 2.5. Mengaplikasikan kaidah-kaidah kesehatan mental terhadap sasaran pelayanan bimbingan dan konseling dalam upaya pendidikan
3. Menguasai esensi pelayanan bimbingan dan konseling dalam jalur, jenis, dan jenjang satuan pendidikan
3.1 Menguasai esensi bimbingan dan konseling pada satuan jalur pendidikan formal, nonformal dan informal 3.2 Menguasai esensi bimbingan dan konseling pada satuan jenis pendidikan umum, kejuruan, keagamaan, dan khusus 3.3 Menguasai esensi bimbingan dan konseling pada satuan jenjang pendidikan usia dini, dasar dan menengah, serta tinggi.
B. KOMPETENSI KEPRIBADIAN
Panduan Pendidikan Profesional Konselor
7
4. Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
4.1 Menampilkan kepribadian yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa 4.2 Konsisten dalam menjalankan kehidupan beragama dan toleran terhadap pemeluk agama lain 4.3 Berakhlak mulia dan berbudi pekerti luhur
5. Menghargai dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, individualitas dan kebebasan memilih
5.1 Mengaplikasikan pandangan positif dan dinamis tentang manusia sebagai makhluk spiritual, bermoral, sosial, individual, dan berpotensi 5.2 Menghargai dan mengembangkan potensi positif individu pada umumnya dan konseli pada khususnya 5.3 Peduli terhadap kemaslahatan manusia pada umumnya dan konseli pada khususnya 5.4 Menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sesuai dengan hak asasinya. 5.5 Toleran terhadap permasalahan konseli 5.6 Bersikap demokratis.
6. Menunjukkan integritas dan stabilitas kepribadian yang kuat
6.1 Menampilkan kepribadian dan perilaku yang terpuji (seperti berwibawa, jujur, sabar, ramah, dan konsisten ) 6.2 Menampilkan emosi yang stabil. 6.3 Peka, bersikap empati, serta menghormati keragaman dan perubahan 6.4 Menampilkan toleransi tinggi terhadap konseli yang menghadapi stres dan frustasi
7. Menampilkan kinerja berkualitas tinggi
7.1 Menampilkan tindakan yang cerdas, kreatif, inovatif, dan produktif 7.2 Bersemangat, berdisiplin, dan mandiri 7.3 Berpenampilan menarik dan menyenangkan 7.4 Berkomunikasi secara efektif
Panduan Pendidikan Profesional Konselor
8
C. KOMPETENSI SOSIAL 8. Mengimplementasikan kolaborasi intern di tempat bekerja
8.1 Memahami dasar, tujuan, organisasi, dan peran pihak-pihak lain (guru, wali kelas, pimpinan sekolah/madrasah, komite sekolah/madrasah) di tempat bekerja 8.2 Mengkomunikasikan dasar, tujuan, dan kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling kepada pihak-pihak lain di tempat bekerja 8.3 Bekerja sama dengan pihak-pihak terkait di dalam tempat bekerja (seperti guru, orang tua, tenaga administrasi)
9. Berperan dalam organisasi dan kegiatan profesi bimbingan dan konseling
9.1 Memahami dasar, tujuan, dan AD/ART organisasi profesi bimbingan dan konseling untuk pengembangan diri dan profesi 9.2 Menaati Kode Etik profesi bimbingan dan konseling 9.3 Aktif dalam organisasi profesi bimbingan dan konseling untuk pengembangan diri dan profesi
10. Mengimplementasikan kolaborasi antarprofesi
10.1 Mengkomunikasikan aspek-aspek profesional bimbingan dan konseling kepada organisasi profesi lain 10.2 Memahami peran organisasi profesi lain dan memanfaatkannya untuk suksesnya pelayanan bimbingan dan konseling 10.3 Bekerja dalam tim bersama tenaga paraprofesional dan profesional profesi lain. 10.4 Melaksanakan referal kepada ahli profesi lain sesuai dengan keperluan
D. KOMPETENSI PROFESIONAL
11. Menguasai konsep dan praksis asesmen untuk memahami kondisi, kebutuhan, dan masalah konseli
11.1 Menguasai hakikat asesmen 11.2 Memilih teknik asesmen, sesuai dengan kebutuhan pelayanan bimbingan dan konseling 11.3 Menyusun dan mengembangkan instrumen asesmen untuk keperluan bimbingan dan konseling 11.4 Mengadministrasikan asesmen untuk mengungkapkan masalah-masalah konseli. 11.5 Memilih dan mengadministrasikan teknik asesmen pengungkapan kemampuan dasar dan kecenderungan pribadi konseli. 11.6 Memilih dan mengadministrasikan instrumen
Panduan Pendidikan Profesional Konselor
9
untuk mengungkapkan kondisi aktual konseli berkaitan dengan lingkungan 11.7 Mengakses data dokumentasi tentang konseli dalam pelayanan bimbingan dan konseling 11.8 Menggunakan hasil asesmen dalam pelayanan bimbingan dan konseling dengan tepat 11.9 Menampilkan tanggung jawab profesional dalam praktik asesmen
12. Menguasai kerangka teoretik dan praksis bimbingan dan konseling
12.1 Mengaplikasikan hakikat pelayanan bimbingan dan konseling. 12.2 Mengaplikasikan arah profesi bimbingan dan konseling. 12.3 Mengaplikasikan dasar-dasar pelayanan bimbingan dan konseling. 12.4 Mengaplikasikan pelayanan bimbingan dan konseling sesuai kondisi dan tuntutan wilayah kerja. 12.5 Mengaplikasikan pendekatan /model/jenis pelayanan dan kegiatan pendukung bimbingan dan konseling. 12.6 Mengaplikasikan dalam praktik format pelayanan bimbingan dan konseling.
13. Merancang program Bimbingan dan Konseling
13.1 Menganalisis kebutuhan konseli 13.2 Menyusun program bimbingan dan konseling yang berkelanjutan berdasar kebutuhan peserta didik secara komprehensif dengan pendekatan perkembangan 13.3 Menyusun rencana pelaksanaan program bimbingan dan konseling 13.4 Merencanakan sarana dan biaya penyelenggaraan program bimbingan dan konseling
14. Mengimplementasikan program Bimbingan dan Konseling yang komprehensif
14.1 Melaksanakan program bimbingan dan konseling. 14.2 Melaksanakan pendekatan kolaboratif dalam pelayanan bimbingan dan konseling. 14.3 Memfasilitasi perkembangan akademik, karier, personal, dan sosial konseli 14.4 Mengelola sarana dan biaya program bimbingan dan konseling
15. Menilai proses dan hasil kegiatan Bimbingan dan Konseling.
15.1 Melakukan evaluasi hasil, proses, dan program bimbingan dan konseling 15.2 Melakukan penyesuaian proses pelayanan bimbingan dan konseling. 15.3 Menginformasikan hasil pelaksanaan evaluasi
Panduan Pendidikan Profesional Konselor
1 0
STRUKTUR PROGRAM UNTUK MENGEMBANGKAN: MIK DAN KOMPETENSI KONSELOR - KOMPETENSI (PerMendiknas AKADEMIK No. 27/2008) ALUR RINCI PENGEMB. KURIKULUM - KOMPETENSI PROFESIONAL
pelayanan bimbingan dan konseling kepada pihak terkait 15.4 Menggunakan hasil pelaksanaan evaluasi untuk merevisi dan mengembangkan program bimbingan dan konseling 16. Memiliki kesadaran dan komitmen terhadap etika profesional
16.1 Memahami dan mengelola kekuatan dan keterbatasan pribadi dan profesional. 16.2 Menyelenggarakan pelayanan sesuai dengan kewenangan dan kode etik profesional konselor 16.3 Mempertahankan objektivitas dan menjaga agar tidak larut dengan masalah konseli. 16.4 Melaksanakan referal sesuai dengan keperluan 16.5 Peduli terhadap identitas profesional dan pengembangan profesi 16.6 Mendahulukan kepentingan konseli daripada kepentingan pribadi konselor 16.7 Menjaga kerahasiaan konseli
17. Menguasai konsep dan praksis penelitian dalam bimbingan dan konseling
17.1 Memahami berbagai jenis dan metode penelitian 17.2 Mampu merancang penelitian bimbingan dan konseling 17.3 Melaksaanakan penelitian bimbingan dan konseling 17.4 Memanfaatkan hasil penelitian dalam bimbingan dan konseling dengan mengakses jurnal pendidikan dan bimbingan dan konseling
E. Alur Pikir Pengembangan Kurikulum Peta kompetensi konselor dalam PerMendiknas No. 27/2008 belum bisa secara langsung diturunkan ke dalam pengalaman belajar yang bermuara pada pengembangan struktur kurikulum. Untuk kepentingan pengembangan kurikulum, pemetaan kompetensi pada PerMendiknas No. 27/2008 dirumuskan ke dalam struktur program yang terkait dengan pembentukan kompetensi akademik dan kompetensi professional sebagaimana dituangkan dalam Gambar 1. Secara skematik alur dimaksud dapat digambarkan berikut ini.
Gambar 2. Alur Pengembangan Kurikulum Panduan Pendidikan Profesional Konselor
1 1
Kurikulum Pendidikan Profesional Konselor dikembangkan berdasarkan alur pikir sebagai berikut: 1. Setiap sub-kompetensi dijabarkan menjadi pengalaman belajar yang memungkinkan tercapainya sub-kompetensi tersebut. 2. Pengalaman belajar harus memfasilitasi: a. perolehan pengetahuan dan pemahaman (acquiring and integrating
knowledge),
perluasan
dan
penajaman
pemahaman (expanding and refining knowledge) dan penerapan
pengetahuan
secara
bermakna
(applying
knowledge meaningfully), melalui pengkajian dengan berbagai modus dalam berbagai konteks, b. penguasaan keterampilan, baik keterampilan kognitif dan personal-sosial maupun keterampilan psikomotorik, yang diperoleh melalui berbagai bentuk latihan yang disertai balikan (feed back), dan, c. penumbuhan
sikap
dan
nilai
yang
berujung
pada
pembentukan karakter, dibentuk melalui penghayatan secara pasif (vicarious learning) dalam berbagai peristiwa sarat-nilai, dan keterlibatan secara aktif (good learning) dalam berbagai kegiatan sarat-nilai. 3. Pengembangan materi kurikuler dari setiap pengalaman belajar mencakup rincian kompetensi/sub-kompetensi, bentuk kegiatan belajar, materi, dan asesmen tagihan penguasaannya. 4. Berdasarkan substansi, bentuk dan keterawasannya, kegiatan belajar untuk penguasaan kompetensi/sub-kompetensi yang ditetapkan sebagai sasaran pembentukan, dapat diperkirakan besaran waktu yang diperlukan untuk penguasaan setiap sub kompetensi, yaitu dengan menggunakan kerangka pikir dua dimensi dalam Sistem Kredit Semester yaitu: a. berdasarkan
isinya
dilakukan
pemilahan
menjadi
pengalaman belajar yang bermuatan (1) teoretik, (2) praktek, dan (3) pengalaman lapangan b. berdasarkan keterawasannya dilakukan pemilahan menjadi kegiatan (1) terjadwal, (2) terstruktur, dan (3) mandiri. 5. Berdasarkan
substansinya,
selanjutnya
Panduan Pendidikan Profesional Konselor
dilakukan
pemilahan
yang 1 2
menghasilkan cikal-bakal mata kuliah, masing-masing disertai dengan besaran waktu yang ditetapkan, sehingga merupakan langkah awal penetapan mata kuliah, yang secara keseluruhannya membangun kurikulum utuh Program Studi S-1 Bimbingan dan Konseling di perguruan tinggi yang bersangkutan. 6. Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, pemenuhan persyaratan akademik program S-1 pendidikan profesional konselor, yang digunakan sebagai dasar untuk penganugerahan ijazah Sarjana Pendidikan dalam bidang Bimbingan dan Konseling, ditetapkan beban studi yang terentang antara 144-160 SKS, dan untuk
program pendidikan profesi konselor ditempuh selama 2
semester dengan beban studi antara 36-40 SKS. F. Struktur Kurikulum Pendidikan profesi lebih berorientasi pada praktikum berlapis, dengan perbandingan antara teori dengan praktek 25 : 75. Berdasarkan alur pikir pengembangn kurikulum PPK di atas struktur kurikulum PPK adalah sebagai berikut. Tabel 2. Struktur Utuh Kurikulum Pendidikan Profesional Konselor
Kode
PPK 01 PPK 02 PPK 03 PPK
Program dan Mata Kuliah
SKS Keteranga n
Pendidikan Akademik (S-1)1
144160
Pendidikan Profesi Konselor (PPK)2
36-40
Asesmen dan Pemahaman Individu
6
Pengembangan dan Evaluasi Program Bimbingan dan Konseling Teknik-teknik Konseling Individual
8
Teknik-teknik Bimbingan dan Konseling
8
8
1 Bermuara pada penganugerahan gelar akademik S-1 Pendidikan bidang Bimbingan dan Konseling 2 Dilaksanakan selama 2 semeseter, dan bermuara pada penganugerahan gelar professional Konselor (Kons)
Panduan Pendidikan Profesional Konselor
1 3
04 PPK 05 PPK 06
Kelompok Bimbingan Klasikal
4
Pengembangan Media Bimbingan dan Konseling Jumlah
4 38
G. Proses Pembelajaran Agar standar kompetensi yang dikemukakan di bagian terdahulu dapat dicapai dengan baik dan utuh, proses pembelajaran yang diterapkan pada Program
Pendidikan
Profesional
Konselor,
diselenggarakan
dengan
mengupayakan hal-hal sebagai berikut: 1. Proses pembelajaran yang dimaksudkan untuk memfasilitasi pembentukan perangkat kompetensi lulusan yang telah ditetapkan, dispesifikasikan dalam 2 dimensi yang berbeda namun terjalin, yaitu (1) penetapan bentuk kegiatan belajar seperti mengkaji, berlatih, dan menghayati, dan (2) senantiasa mengacu kepada penguasaan kompetensi/sub-kompetensi yang telah ditetapkan. 2. Pembentukan penguasaan kompetensi profesional konselor yang merupakan muara dari Program Pendidikan Profesional Konselor diselenggarakan melalui Program Pendidikan Profesi Konselor yang berupa Program Pengalaman Lapangan yang memberi kesempatan kepada lulusan Program S-1 Bimbingan dan Konseling untuk menerapkan segala pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai yang diperoleh dari semua mata kuliah ke dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling yang memandirikan. Program Pengalaman Lapangan tersebut dilakukan secara bertahap dan sistematis di bawah bimbingan para dosen pembimbing dan konselor pamong. Pada dasarnya, pembentukan penguasaan Kompetensi Profesional Konselor tersebut mengandung elemen-elemen sebagai berikut: a. Latihan berbagai keterampilan teknis (basic skills) dalam bimbingan dan konseling. b. Perencanaan terapan kontekstual berbagai pengetahuan
Panduan Pendidikan Profesional Konselor
1 4
dan keterampilan teknis dalam latar otentik. c. Terapan kontekstual berbagai pengetahuan dan keterampilan teknis bimbingan dan konseling dalam latar otentik. H. Evaluasi Penguasaan Kompetensi Akademik dalam bimbingan dan konseling sebagaimana digambarkan di atas dapat ditagih melalui ujian tertulis baik yang berupa tes pilihan (multiple choice) yang sangat efektif untuk melakukan survai kemampuan akademik yang dimiliki serta permasalahan yang dihadapi oleh kelompok calon konselor yang berjumlah besar, maupun melalui berbagai asesmen individual untuk menilai kemampuan dan minat serta permasalahan yang dihadapi oleh calon konselor secara perorangan. Demi transparansi, sarana uji kompetensi akademik ini dapat dikembangkan secara terpusat
dan dimutakhirkan
serta divalidasi
secara
berkala dengan
memanfaatkan teknologi yang relevan di bidang asesmen. Mahasiswa yang berhasil dengan baik menguasai kompetensi akademik yang dipersyaratkan bagi calon konselor, dianugerahi ijazah Sarjana Pendidikan dengan kekhususan dalam bidang bimbingan dan konseling. Ijazah bidang bimbingan dan konseling ini merupakan pra-syarat
S-1 dalam mengikuti
Pendidikan Profesional Konselor berupa Program Pengalaman Lapangan selama 2 (dua) semester. Berbeda dari tagihan penguasaan akademik, penguasaan kemampuan profesional calon konselor hanya dapat diverifikasi melalui pengamatan ahli yang dalam pelaksanaannya, juga sering mempersyaratkan penggunaan sarana asesmen yang longgar untuk memberikan ruang gerak bagi diambilnya
pertimbangan
ahli
secara
langsung
(on-the-spot
expert
judgement). Ini berarti bahwa perlu dikembangkan sarana asesmen yang serupa di bidang bimbingan dan konseling. Yang juga perlu dicatat sebagaimana telah diisyaratkan di atas, adalah bahwa asesmen kemampuan profesional konselor itu tidak cukup jika hanya dilaksanakan melalui pemotretan sesaat (snapshot atau moment opname), melainkan harus
Panduan Pendidikan Profesional Konselor
1 5
melalui pengamatan berulang, karena sasaran asesmen penguasaan kompetensi profesional itu bukan hanya difokuskan kepada sisi tingkatan kemampuan (maximum behavior) melainkan pada kualitas keseharian (typical behavior) kinerja konselor. Ini berarti bahwa, asesmen penguasaan kemampuan profesional itu perlu lebih mengedepankan rekam jejak (track record) dalam penyelenggaraan pengelolaan pelayanan bimbingan dan konseling yang memandirikan dalam rentang waktu tertentu. Evaluasi terdiri atas (a) Evaluasi Laporan Akhir Setiap Mata Kuliah dalam bentuk portofolio dan (b) Uji Kompetensi Konselor yang dilakukan oleh LPTK bekerja sama dengan
ABKIN.
Mahasiswa
yang
berhasil
dengan
baik
menguasai
kompetensi profesional konselor melalui Program Pendidikan Profesi Konselor (PPK) yang berupa Progam Pengalaman Lapangan sebagaimana dipaparkan dalam bagian ini, dianugerahi Sertifikat Konselor dan berhak mencantumkan singkatan gelar profesi “Kons” di belakang namanya. I.
Mahasiswa
Untuk
tahapan
pendidikan
akademik
yang
bermuara
pada
penganugerahan ijazah sarjana pendidikan dengan kekhususan dalam bidang bimbingan dan konseling, yang menjadi mahasiswa adalah lulusan yang berasal dari sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA), atau lulusan program Diploma, Sarjana Muda, atau crash-program. Sedangkan yang menjadi mahasiswa Pendidikan Profesi Konselor adalah lulusan sarjana pendidikan dalam bidang bimbingan dan konseling. J. Ketenagaan 1. Dosen a. Untuk
menyelenggarakan
program pendidikan profesional konselor,
lembaga
penyelenggara
dipersyaratkan
memiliki
tenaga
dosen
merujuk
kepada
jumlah
kualifikasi tercantum Dirjen
Panduan Pendidikan Profesional Konselor
yang dan
sebagaimana dalam
keputusan
Dikti
No.
1 6
108/Dikti/Kep/2001 tanggal 30 April
2001,
yang
sudah
disesuaikan dengan PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, sekurangkurangnya
6
(enam)
orang
dosen tetap lulusan S-2 dalam bidang bimbingan dan konseling. b. Setiap
dosen
program
S-1
bimbingan dan konseling wajib akrab
dengan
wawasan
bimbingan dan konseling, baik yang
diperoleh
melalui
pendidikan formal di perguruan tinggi atau pelatihan-pelatihan, maupun dengan cara lain seperti penugasan khusus yang intensif terutama
terkait
pengembangan
dengan
profesionalitas
sebagai pemangku jabatan yang mampu
melaksanakan
sebagai
penyelia
Pendidikan
tugas
program Profesional
Konselor.
Kualifikasi
dosen
sebagai
penyelia
dalam
penyelenggaraan Profesional
Pendidikan
Konselor
adalah
lulusan Program S-2 Bimbingan dan Konseling
yang
disusun
sesuai dengan arahan dalam Naskah
Akademik
Pendidikan Konselor,
Penataan Profesional
yaitu
Magister
Konseling (M.Kons). Panduan Pendidikan Profesional Konselor
1 7
c. Program
Penyetalaan
Kemampuan Pendidik
Profesional Konselor,
diselenggarakan
yang melalui
langkah-langkah berikut ini. 1) Audit Keseluruhan Rekam Jejak Kurikuler peserta program yang mencakup: a) Audit rekam jejak kurikuler jajaran dosen program S-1 Bimbingan dan Konseling yang belum mengikuti Pendidikan Profesi Konselor di bawah naungan DSPK. b) Audit keseluruhan Rekam Jejak Kurikuler Alumni Pendidikan Profesi Konselor di bawah naungan DSPK. 2) Pengungkapan defisiensi kemampuan akademik Pendidik Konselor, yaitu: a) Defisiensi kemampuan akademik utuh dosen program S-1 Bimbingan dan Konseling yang bergelar akademik S-2 Bimbingan dan Konseling yang: 1)
Belum menyandang gelar profesi konselor melalui Program Pendidikan Profesi yang diselenggarakan di bawah naungan DSPK;
2)
Telah menyandang gelar profesi konselor melalui Program Pendidikan Profesi yang diselenggarakan di bawah naungan DSPK;
b) Defisiensi kemampuan akademik dosen program S-1 Bimbingan dan Konseling yang bergelar akademik S-1 Bimbingan dan Konseling yang: 1) Belum menyandang gelar profesi konselor melalui Program Pendidikan Profesi yang diselenggarakan di bawah naungan DSPK; 2) Telah menyandang gelar profesi konselor melalui Program Pendidikan Profesi yang diselenggarakan di bawah naungan DSPK; 3) Penutupan defisiensi kemampuan akademik Pendidik Konselor dilakukan melalui lokakarya Evaluasi Diri dan perancangan program Panduan Pendidikan Profesional Konselor
1 8
perbaikan program S-1 Bimbingan dan Konseling; 4) Penutupan defisiensi kemampuan profesional Pendidik Konselor dilakukan melalui latihan penyeliaan praktek Bimbingan dan Konseling mahasiswa program S-1 Bimbingan dan Konseling; 2. Tenaga Kependidikan dan Tenaga Pendukung Lembaga
mempunyai
laboratorium/workshop,
tenaga
kependidikan
perpustakaan,
komputer
untuk dan
melayani
sebagainya.
Lembaga juga mempunyai tenaga administrasi yang mengurus keuangan, akademik, kemahasiswaan, perlengkapan, kebersihan, dan sebagainya.
K. Sarana dan Prasarana Selain sejumlah ruang kelas yang memadai, penyelenggaraan Program Pendidikan Profesional Konselor mempersyaratkan tersedianya sarana dan prasarana yang secara khusus mutlak diperlukan bagi pengembangan kemampuan profesional konselor. Selain ruang kuliah yang memadai dalam jumlah, kapasitas, dan kelengkapan untuk perkuliahan, sarana dan prasarana program penyelenggaraan, terutama dalam konteks Program S-1, Pendidikan Profesional Konselor meliputi antara lain (1) model ruang bimbingan dan konseling yang standar, (2) ruang demonstrasi-observasi latihan keterampilan bimbingan dan konseling, (3) ruang multimedia, (4) perangkat sarana untuk pengenalan pribadi konseli, (5) perangkat pelayanan informasi, dan (6) perpustakaan dengan koleksi bahan rujukan dalam bidang bimbingan dan konseling.
Ketersediaan
sarana
ini
akan
memperkuat
pembentuan
kompetensi akademik sebagai landasan bagi pendidikan profesi. L. Kerjasama dengan pemangku kepentingan Untuk
meningkatkan
jaminan
bagi
keberhasilan
penyelenggaraan
Program S-1 Pendidikan Profesional Konselor yang direncanakan, perlu dipersiapkan rangkaian kerjasama dengan berbagai pihak yang merupakan stakeholders bagi lulusan yang akan dihasilkan terutama menyangkut: a.
Rekrutmen mahasiswa baru, untuk memperoleh calon mahasiswa
Panduan Pendidikan Profesional Konselor
1 9
dengan jumlah, persebaran, dan kualifikasi yang sesuai dengan kebutuhan pengguna lulusan. b.
Penyelenggaraan pembelajaran, dalam hal penyediaan sekolah latihan dan guru pamong, termasuk penyediaan Konselor Pamong dengan pengaturan yang menjanjikan kemanfaatan timbal-balik. Kerjasama yang baik akan membuat pengguna lulusan merasa ikut bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan program ini.
c.
Penanganan masalah pengangkatan, terutama bagi calon mahasiswa yang berasal dari lulusan SLTA, agar lulusan S-1 Pendidikan Profesional Konselor dapat berkerja sesuai dengan keahliannya.
1. LEMBAGA PENYELENGGARA Mutu Pendidikan Profesi Konselor (PPK) akan bergantung kepada mutu penyelenggaraan program S-1 Pendidikan Profesional Konselor. Oleh karena itu lembaga penyelenggara Program S-1 Pendidikan Profesional Konselor harus memenuhi persyaratan dan prosedur yang terdiri atas (1) Persyaratan Lembaga Penyelenggara, dan (2) Mekanisme Perizinan. 1. Persyaratan Lembaga Penyelenggara S-1 Program Pendidikan Profesional Konselor dapat diselenggarakan dengan memenuhi syarat-syarat kelembagaan sebagai berkut. a. Penyel enggar a adalah perguru an tinggi yang menge mban
Panduan Pendidikan Profesional Konselor
2 0
mandat kepend idikan dengan perwad ahan kelemb agaan yang tepat, serta dengan visi dan misi yang menga yomi Pendidi kan Profesi onal Konsel or mulai dari tingkat universi tas sampai ke tingkat fakultas dan jurusan Panduan Pendidikan Profesional Konselor
2 1
/progra m studi. b. Progra m Pendidi kan Profesi onal Konsel or diselen ggarak an oleh Jurusa n atau Progra m Studi Bimbin gan dan Konseli ng. c. Penyel enggar aan progra m
S-1
Pendidi kan Profesi onal Konsel
Panduan Pendidikan Profesional Konselor
2 2
or merupa kan bagian integral dalam kegiata n fakultas dan universi tas, sehing ga progra m
ini
mempu nyai status yang sama dan menda pat kepedu lian pimpin an yang sama dengan pogram S-1 lainnya, Panduan Pendidikan Profesional Konselor
2 3
termas uk dari segi pembin aan sumber daya di sampin g biaya operasi onal. d. Sesuai dengan butir c), sumber sumber pendan aan S1 Pendidi kan Profesi onal Konsel or pada jenjang fakultas dan universi tas harus jelas
Panduan Pendidikan Profesional Konselor
2 4
dan berimb ang dengan progra m
S-1
lainnya, di sampin g sumber sumber dana yang diupay akan sendiri oleh jurusan /progra m studi. e. Bagi lembag a yang pernah menyel enggar akan progra m Pendidi
Panduan Pendidikan Profesional Konselor
2 5
kan Profesi onal Konsel or yang diphasin g
out,
dengan mempe rhatika n kebutu han akan lulusan, diizinka n menyel enggar akan progra m
S-1
Pendidi kan Profesi onal Konsel or kembali ,
jika
berdas arkan laporan Panduan Pendidikan Profesional Konselor
2 6
studi kelayak an dinilai memilik i kapasit as, terutam a Sumbe r Daya Manusi a (SDM) untuk menyel enggar akan progra m
S-1
Pendidi kan Profesi onal Konsel or. 2. Mekanisme Perizinan Izin bagi penyelenggaraan Program S-1 Pendidikan Profesional Konselor diberikan atas dilaksanakannya mekanisme sebagai berikut. a. Rekrutmen calon mahasiswa program S-1 Pendidikan Profesional Konselor wajib mengindahkan ketentuan-ketentuan mengenai kerjasama Panduan Pendidikan Profesional Konselor
2 7
dengan pengguna lulusan. b. Lembaga penyelenggara yang sekarang tengah aktif menyelenggarakan program S-1 Pendidikan Profesional Konselor wajib memperbaharui usulan perpanjangan izin operasional secara periodik setiap 5 (lima) tahun. c. Lembaga yang mengajukan permohonan pembukaan kembali, atau yang baru
untuk
pertama
kalinya
mengajukan
permohonan
izin
menyelenggarakan program S-1 Pendidikan Profesional Konselor wajib melengkapi usulannya dengan studi kelayakan untuk menyelenggarakan program S-1 Pendidikan Profesional Konselor. d. Data pendukung bagi usulan terdiri dari (1) hasil studi kelayakan, (2) formalitas wadah kelembagaan bagi pemeliharaan dan pengelolaan sumberdaya termasuk SDM bidang bimbingan dan konseling, (3) saranaprasarana dan SDM bidang Bimbingan dan Konseling dan SDM dengan keahlian pendukung sesuai dengan jenis dan jumlah yang dibutuhkan untuk penyelenggaraan program, (4) kesepahaman formal dengan pengguna
lulusan
termasuk
proyeksi
kebutuhan
ketenagaan
kabupaten/kota setempat minimal untuk kurun waktu 5 (lima) tahun kedepan, dan (5) mendapatkan rekomendasi dari Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN). e. Demi peningkatan akses terhadap layanan pendidikan yang bermutu, izin penyelenggaraan program S-1 Pendidikan Profesional Konselor diberikan dengan memperhatikan butir (a) s.d. (d) dan mempertimbangkan sebaran lokasi geografis serta kebutuhan lulusan dan pertumbuhan regional tanpa mengabaikan persyaratan kelayakan akademik termasuk kesediaan membina kapasitas secara melembaga jika diberi izin penyelenggaraan. 3. Lembaga Penyelenggara PPK Lembaga penyelenggara PPK adalah LPTK penyelenggara program studi bimbingan dan konseling yang terakreditasi minimal B, memiliki sekurangkurangnya 6 (enam) orang dosen bergelar Magister Konseling (S-2) (M.Kons),
Panduan Pendidikan Profesional Konselor
2 8
yang dalam hal tenaga dimaksud belum tersedia bisa diisi oleh Magister Bimbingan dan Konseling (S-2) dengan terlebih dahulu mengikuti program penyetalaan, sebagaimana telah dikemukakan pada butir J.1.c. Karena PPKberlangsung dalam suasana otentik layanan ahli bimbingan dan konseling, terutama
dalam
jalur
pendidikan
formal
dan
nonformal,
maka
LPTK
penyelenggara selayaknya memiliki jaringan kerja dengan lembaga-lembaga pendidikan yang relevan dan memenuhi kelayakan, seperti terakreditasi dengan kualifikasi yang tinggi dan sebaiknya kualifikasi A. M. Gelar Profesional Lulusan Program Pendidikan Profesi Konselor dianugerahi gelar profesi dengan sebutan konselor yang disingkat Kons., sesuai dengan Rambu-rambu Penyelenggaraan Pendidikan Profesional Konselor yang ditandatangani Dirjen Dikti 2007. Pemberian gelar profesi sejalan dengan Undang-undang Nomor 20/2003 Pasal 21 ayat 1.
DAFTAR RUJUKAN Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia. 2005. Standar Kompetensi Konselor Indonesia. Bandung: ABKIN Balitbang Depdiknas. 2006. RPP Guru Versi 8 November. Jakarta: Balitbang Depdiknas. Bandura, A. (Ed.). 1995. Self-Efficacy in Changing Societies. Cambridge, UK: Cambridge University Press. Bellack, A, HM Kliebard, RT Hyman dan F Smith, Jr. (1966). The Lnguage of the Classroom. NewYork: Teachers College Press. Bloom, J., Gerstein, L., Tarvydor, V., Conaster, J., Davis, E., Kater, D., Sherrard, P. & Espoto, R. 1990. Model legislation for Licensed Professional Counselor. Journal of Counseling & Development. May/June, 68, 511-523. Bradley, L.J. 1995. Certification and Licensure Issues. Journal of Counseling Development. November/December 1995, 74, 185-186. Brooks, JG dan MG Brooks, 1993. The Case for Constructivist Classrooms. Panduan Pendidikan Profesional Konselor
2 9
Alexandria, VA: Association for Supervision and Curriculum Development. Corey, G. 2001. The Art of Integrative Counseling. Belomont, CA: Brooks/Cole. Costa, A.L. 1999. Changing Curriculum is Changing Your Mind. dalam A.L. Costa (Ed,). 1999. Teaching for Intelligence. Arlington Heights, ILL.: Skylight Training and Publishing, Inc. halaman 25 – 36. Departemen Pendidikan Nasional, 2008, Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. 2007. Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal Direktorat Jenderal PMPTK. 2007. Rambu-Rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan Pendidikan Tinggi. 2003. Naskah Akademik Standar Kompetensi Guru SD-MI. Jakarta: Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan Pendidikan Tinggi, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional. Engels, D.W dan J.D. Dameron, (Eds). 2005. The Professional Counselor Competencies: Performance Guidelines and Assessment. Alexandria, VA: AACD. Faiver, C., S. Eisengart, dan R. Colonna. 2004. The counselor intern’s handbook. (3rd Edition). Belmont, CA: Brooks/Cole Full, H. 1967. Controversy in American Education: An Onthology of Crucial Issues. London: Collier-McMillan Limited. Gage, NL. 1978. The Scientific Basis of the Art of Teaching. New York: Teachers College Press. Gardner, H. 1993. Frame of Mind: The theory of multiple intelligences . N.Y.: Basic Books. Gysbers, N. C. dan P. Henderson. 2006. Developing and Managing your School Guidance and Counseling Program (4th Ed). Alexandria, VA: ACA. Hayes, R.L., Dagley, J.C. & Home, A.M. 1996. Restructuring School Counselor Education; World in Progress. Journal of Counseling Development. March/April 1996, 74, 376-382. . Hogan-Garcia, M. 2003. The Four Skills of Cultural Diversity Competence: a Process for Understanding and Practice. Pacific Grove, CA.: Brooks/Cole. Joyce, B dan EE Calhoun. 1996. Creating Learning Experiences: the role of instrctional theory and research. Alexandria, VA.: Association for Supervision and Curriculum Development. Joyce, B dan M. Weil. 1972. Models of Teaching. Englewood Cliffs, N.J.: PrenticeHall. Kolb, DA. 1984. Experiential Learning: Experiences as the Source of Learning and Development. Englewood Cliffs, NJ.: Prentice-Hall, Inc. Panduan Pendidikan Profesional Konselor
3 0
Mandel, A dan E. Michelson. 1992. Portfolio Development & Adult Learning: purposes & Strategies. Chicago, Illinois: Council for Adult and Experiential Learning. Marzano, RJ, RS Brandt, CS Hughes, BF Jones, BZ Presseisen, SC Rankin dan C Suhor 1988. Dimensions of Thinking: a framework for curriculum and instruction. Alexandria, VA.: Association for Supervision and Curriculum Development. Marzano, RJ. 1992. A Different Kind of Classroom: teaching with dimensions of learning. Alexandria, VA.: Association for Supervision and Curriculum Development. Menteri Pendidikan Nasional. 2006. Peraturan Menteri Nomor 23 tentang Standar Kompetensi Lulusan. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Nugent, F.A. 1981. Profesional Counseling. Monterey, California: Book/Cole Publishing Company. Pengurus Besar ABKIN. 2005. Anggaran Dasar dan anggaran Rumah Tangga ABKIN: Hasil Kongres Nasional X di Semarang 15-16 April 2005. Pengurus Besar ABKIN. 2007. Naskah Akademik Penataan Pendidikan Profesional Konselor. Bandung: ABKIN Pengurus Besar IPBI.1995. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga IPBI: Hasil Kongres Nasional VIII di Surabaya 14-16 Desember 1995. (di dalamnya termuat Program Pengurus Besar IPBI). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Schone, DA. 1983. The Rflective Practitioner: How professionals think in action. New York: Basic Book, Inc., Publishers. Sciarra, D. T. 2004. School counseling: Foundations and contemporary issues. Belmont, CA: Brook/Cole-Thomson Learning. Sismoko, S. 1988. Assessing Learning: A CAEL Handbook for Faculty. Chicago, Illinois: Council for Adult and Experiential Learning. Smardon, R. 2005. Where the Action is: The Microsociological Turn in Educational Research, dalam Educational Researcher. Januari-Februari, halaman 20 25. Washington, DC.: American Educational Research Association. Steenberger, B.N. 1990. Towar a Developmental Undersatanding of the Counseling Specialty. Journal of Counseling Development. March/April 1990, 68, 434437. Sternberg, RJ. 1985. Beyond IQ. Cambridge, Massachusetts: Cambridge University Press. Sternberg, RJ. 1997. Successful Intelligence: How Practical and Creative Intelligence Determine Success in Life. New York: Penguin Book. Sternberg, RJ. 2003. Wisdom, Intelligence, and Creativity Synthesized. New York: Panduan Pendidikan Profesional Konselor
3 1
Cambridge University Press. Sutanto, L. 2006. Kemanjuran Terapi Kedamaian: suatu Randomized Controlled Trial. Disertasi tidak diterbitkan. Malang: Program Pasca Sarjana Universitas Negeri Malang. Tierney, RJ, MA Carter, dan LE Desai.1991. Portfolio Assessment in the ReadingWriting Classroom. Norwood, MA: Christopher-Gordon Publishers, Inc. Undang-undang RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. VanZandt, Z dan J. Hayslip. 2001. Developing your school counseling program: A handbook for systematic planning. Belmont, CA: Brook/Cole-Thomson Learning. Whitaker, U. 1989. Assessing Learning:Standards, Principles & Procedures. Chicago, Illinois: Council for Adult and Experiential Learning Wulf, C. 1998. Intercultural Education. Education, Volume 58, halaman 7 - 19. Tubingen: Institute for Scientific Cooperation.
Panduan Pendidikan Profesional Konselor
3 2
Panduan Pendidikan Profesional Konselor
3 3