Dr-17-07-2007

  • Uploaded by: Yani Rk
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Dr-17-07-2007 as PDF for free.

More details

  • Words: 19,856
  • Pages: 52
Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

1

Sapa Redaksi Sepanjang lebih dari ratusan tahun pengelolaan hutan di Pulau Jawa dan Madura, banyak hari bersejarah dalam perjalanan BUMN Kehutanan tertua di Indonesia ini. Pujian dan tak jarang kritik, selalu datang dan pergi. Ketika banjir selalu dipersalahkan. Dan ketika masyarakat desa hutan menerima hasil sharing pemanfaatan hutan, Perhutani selalu dipuji. Namun, semua itu tak pernah terekam secara penuh. Banyak sisi-sisi yang hilang dan tak pernah kembali. Kita seharusnya merekam semua peristiwa penting dalam sejarah pengelolaan hutan di Pulau Jawa dan Madura, apalagi ketika dua tahun lebih Direksi yang sekarang menjabat. Banyak kebijakan-kebijakan penting dan monumental, seperti Perhutani Hijau 2010, pemisahan kelola bisnis dan sumberdaya hutan, dan PHBM Plus, yang telah membawa perubahan bagi hutan dan masyarakat Jawa serta Perum Perhutani sendiri. Peristiwa-peristiwa penting itu harus kita bukukan karena didalamnya terkandung banyak hikmah dan pelajaran. Dalam edisi ini Duta Rimba memuat tulisan ringkas sejarah pengelolaan hutan di Pulau Jawa dan Madura dengan judul ‘Melacak Jejak Perhutani.’ Juga terdapat persiapan Perum Perhutani menghadapai segala kemungkinan terburuk yang terjadi dalam pengelolaan hutan, seperti kebakaran hutan. Satuan tugas pemadaman kebakaran (Satgasdamkar) Perum Perhutani di tiap Kesatuan Pemangkuan Hutan atau KPH, kini telah bergerak dan bekerjasama dengan masyarakat desa hutan untuk mencegah kebakaran, seperti memberikan penyuluhan kepada masyarakat. Di KPH Lawu Ds misalnya, untuk mengatasi kebakaran gunung Lawu, telah membentuk tim Satuan Tugas Pemadam Kebakaran (Satgasdambar) yang menggalang kerjasama dengan masyarakat sekitar gunung melalui Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) yang ada. Selamat Membaca

Visi dan misi PERUM PERHUTANI

VISI Menjadi Pengelola Hutan Tropis Terbaik di Dunia

MISI

1. Mengelola hutan tropis dengan prinsip Pengelolaan Hutan Lestari bersama Masyarakat. 2. Meningkatkan produktivitas, kualitas dan nilai sumberdaya hutan. 3. Mengoptimalkan manfaat hasil hutan kayu, non kayu, dan jasa lingkungan serta potensi lainnya, dalam rangka meningkatkan pendapatan dan keuntungan perusahaan serta kesejahteraan masyarakat (sekitar hutan). 4. Membangun sumberdaya manusia perusahaan yang bersih, berwibawa dan profesional. 5. Mendukung dan berperanserta dalam pembangunan wilayah dan perekonomian nasional.

PEMIMPIN UMUM: Dr. Ir. Transtoto Handadhari SHA, MSc. WAKIL PEMIMPIN UMUM: Drs. Sondang MH Gultom, MSc. PEMIMPIN REDAKSI / PENANGGUNG JAWAB: Ir. Audy Arthur Pattiruhu, MEd. SEKRETARIS REDAKSI: Ir. Sanjoto. DEWAN REDAKSI: Ir. Darman E Purba, Ir. Yopita Sari. REDAKTUR PELAKSANA: Marison Guciano, Henny Elevianty. DESIGN GRAFIS: T3ddy Octavin. PERWAKILAN: Ir. Dadang Ishardiyanto. (Jawa Tengah dan Yogyakarta), Ir. Murgunadi, MM (Jawa Timur), Ir. Ronald G. Suitela, M.Si, (Jawa Barat dan Banten), STAF REDAKSI: A. Soenarwoko (Foto), Idayati (Bendahara), Aristus Luhur (Data), Guritno, Nanang (Sirkulasi) KONTRIBUTOR: Bambang Sulaksano. adalah majalah bulanan yang diterbitkan Perum Perhutani. Opini yang dituangkan oleh penulis dalam majalah ini tidak semuanya mencerminkan pendapat Perum Perhutani. Redaksi menerima tulisan yang sejalan dengan visi dan misi majalah ini. Artikel ditulis dengan spasi ganda, maksimal 5 halaman kwarto. Dikirim ke alamat: Gedung Manggala Wanabakti Blok VII lantai 9, Jalan Gatot Subroto Senayan Jakarta Pusat. Telp: 021 - 5721282, Fax: 021 - 5732451, atau e-mail: [email protected], humas@ perumperhutani.com.

2

Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

3

Surat Pembaca Pemerataan Duta Rimba

Gimana bila LMDH juga dapat Majalah Duta Rimba supaya bisa m e n g i ku t i b e r i t a t e r k i n i s e r t a program2nya Perhutani dan tambah wawasan tentang hutan. (Sawiji, Wakil LMDH Sido Maju Desa Penadaran Kec Gubug Grobogan Jateng, 085865566XXX) Silahkan menghubungi KPH terdekat. Kami juga gembira DR mendapat respon dari LMDH. Red.

Informasi Benih Suren

Kami kelompok Usaha Masyarakat Peduli Lingkungan Swadaya Mandiri Sejahtera, Pondok Petir, Depok, mohon informasi benih suren dan mamba didapat? Terima kasih (081380737XXX)

Sepeda Motor untuk BKPH

Saya Deden dari KPH Bandung selatan mau kasih saran bagaimana kalau

manejemen Perhutani memberikan inventaris alat transportasi minimal satu sepeda motor untuk setiap BKPH untuk menunjang pekerjaan di daerah terima kasih atas perhatiannya. (081394232XXX)

Aqva Jangan Kalah

Aqva jangan kalah sama produk air dalam kemasan lain dong. Kita siap memasarkan Pak. Bangun pabriknya di setiap unit, kan pendapatan lain terdongkrak. 085227746XXX

KP Untuk Danru

Yth Pimpinan PHT. Untuk jabatan Danru Polmob kan setara dengan K a u r. M e n g a p a j a b a t a n i t u ko k hanya dijalankan melalui tes Cuma beberapa hari. Saya mengharapkan dari pimpinan, untuk jabatan Danru harus sudah kursus penjenjangan (KP) biar SDMnya bagus. Jabatan Danru kan setara dengan Kaur yang dapat uang jabatan (08156902XXX)

Salah Foto

Mohon maaf Redaksi sebelumnya, saya baca Duta Rimba edisi 16/th.2/Juni 2007 hal 40, apa gak salah tuh? Foto Bp. Ir Sangudi Muhamad tapi nama dibawah ditulis Ir. Sutrisno. Makasih Red. Priyono Kaur SDM KPH Purwodadi Unit I ( 085229771XXX) Sekalian kami mohon maaf karena ada kesalahan penulisan. Harusnya Ir. Sangudi Muhammad. Ini sekaligus ralat foto di edisi 16. Red.

Distribusi Aqva

Kalau Perhutani mau terjun ke bisnis minuman (Aqva) harus siap menyediakan dan mempersiapkan sarana distribusinya dong, sehingga karyawan atau pembeli mudah untuk mendapatkan Aqva. Coba lihat pendistribusian AMDK yang lain, misal Aqua. Sukrastam KPH Indramayu (085223746XXX)

KINERJA DANA PENSIUN PERHUTANI TAHUN 2006 Oleh : Ir. Makmur, MM Selama ini kebanyakan diantara kita tidak pernah tahu atas kinerja Dana Pensiun Perhutani setiap tahunnya. Dengan demikian maka pantas saja kalau Dana Pensiun Perhutani tidak

banyak diketahui oleh para pesertanya. Bahkan sampai saat ini masih ada yang belum paham, apa itu Dana Pensiun. Ada yang masih menyebut YAYASAN Dana Pensiun. Padahal Yayasan dan Dana Pensiun mempunyai Undang-undang yang berbeda. Dana Pensiun Perhutani menyadari akan hal itu. Penyebabnya

Kinerja tahun 2006 Dana Pensiun Perhutani terlihat dari parameter-parameter sebagai berikut : 1. Hasil Usaha investasi (yang sudah direalisasi) tahun 2006, yaitu sebesar Rp.60.073.452.948,- atau meningkat sebesar 27,26% dari tahun 2005. 2. Total Hasil Usaha Investasi Tahun 2006, yaitu sebesar Rp.88.610.481.527,- atau 22,11% dari jumlah rata-rata investasi tahun 2006. Hasil ini jauh lebih tinggi dari targetnya sebesar 11,67%. 3. Sesuai dengan penilaian menurut audit tahun 2006 dari KAP. S. Mannan, Sofwan, Adnan & Rekan pelaksanaan pengembangan investasi pada Dana Pensiun Perhutani tahun 2006 telah sesuai dengan yang ditetapkan dalam Arahan Investasi maupun Keputusan Menteri Keuangan RI. 4. Realisasi pengeluaran (beban operasional) tahun 2006, yaitu sebesar Rp.4.910.324.360,- atau 85,01% dari rencananya sebesar Rp.5.776.000.000,5. Pada akhir tahun 2006 terjadi kenaikan NAB (Nilai Aktiva Bersih) sebesar 23,07%. 6. Sejalan dengan peningkatan hasil usaha investasi dan kenaikan NAB, maka didapat Perhitungan Aktuaria berkala per 31 Desember 2006 sebagai berikut: a. Kewajiban Aktuaria : Rp. 559.931.216.953,b. Kewajiban Solvabilitas : Rp. 523.575.034.044,c. Kekayaan untuk pendanaan Dana Pensiun Perhutani : Rp. 476.912.661.676,Sehingga terjadi : a. Kekurangan Solvabilitas (b-c) : Rp. 46.662.372.368,b. Defisit (a-c) : Rp. 83.018.555.277,c. Iuran Tambahan Bulanan dari Perum Perhutani : Rp. 2.240.811.706,7. Telah dapat menyelesaikan Sistem Informasi Dana Pensiun yang cukup lengkap materinya bila dibandingkan dengan Dana Pensiun lainnya. 8. Telah dapat menyelesaikan personal acoount para pensiunan. 9. Pelayanan kepada para pensiunan pada tahun 2006 telah dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Semoga kinerja tahun 2006 ini akan terus berulang pada tahun kerja berikutnya.

4

Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

karena dari Dana Pensiun sendiri yang hampir tidak pernah menginformasikan apa itu Dana Pensiun, apalagi informasi mengenai kinerja yang dicapainya setiap tahun. Kaitannya dengan itu, Dana Pensiun Perhutani merasa terpanggil untuk menginformasikan kinerja yang dicapai Dana Pensiun, khususnya tahun 2006. Perlu diketahui bahwa kinerja Dana Pensiun Perhutani tahun 2006 sangat menggembirakan. Kesuksesan Dana Pensiun Perhutani ini merupakan hasil perpaduan antara kondisi makro ekonomi Indonesia tahun 2006 yang cukup bagus, kerja keras jajaran Dana Pensiun Perhutani, bimbingan dan petunjuk dari Pendiri dan Dewan Pengawas Dana Pensiun Perhutani, maupun tentunya atas do’a restu dari seluruh peserta Pensiun Dana Pensiun Perhutani.

Redaksi menerima pertanyaan, kritik, dan saran yang ditujukan kepada manajemen melalui alamat redaksi dan SMS ke no. 0815 14098718.

Daftar H. 6

Melacak Jejak Perhutani H. 16 H. 18

Sandrina

yang Ingin Membuat Alam

Wana Wisata Grajagan Pintu Gerbang Menuju Plengkung

H. 50

SAPA REDAKSI

2

SURAT PEMBACA

4

LAPORAN KHUSUS Jelang Kemarau, Perum Perhutani Antisipasi Kebakaran Hutan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Bahaya Asap dengan BionatHM

12

PERSONA Sinergi Bagi Ibu Bupati

16

FOKUS Kapolri Lantik Transtoto Sebagai Wakil Ketua Umum Masyarakat Majingklak Rindukan Hijaunya Hutan Tancang Ular di Manggala Wanabhakti Jati Rp 1 Miliar Masuk Rekor MURI PERHUTANI HARUS MENIRU SEMANGAT ORANG KOREA Pendapatan Semester I tahun 2007 Diatas 50 % Job Training 333 Karyawan Akan Ditingkatkan Statusnya

9 14 18 19 20 21 22 39

REKAMAN LENSA

10

26-27

PELUANG Ylang-ylang Perhutani, Harus Diapakan? Avid R Septiana Aktivitas Berbasis Rencana Susilo Budi wacono Koperasi Karyawan Perum Perhutani Mampukah Berkonglomerasi? Heru Hartanto

23 34 36

PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN Membangun Hutan dengan Memanfaatkan Fungi Mikoriza Corryanti

28

PRODUKSI Meningkatkan Produktifitas SDH Dahono Irianto

30

KOLOM Lagi, Koreksi Perhitungan Etat Indro Tri Widiyanto Membangun SDM di Unit Bisnis Tribagus Sumaryuwono

32 35

LINTAS KPH PILOT PROJECT RUMPUT GAJAH DI KPH JATIROGO Solusi Mengatasi Penggembalaan Kerbau Liar LMDH Wono Semi Lakukan Sunatan Massal KPH Ngawi Berpartisipasi dalam Peringatan Hari Jadi Kabupaten Ngawi ke-649 Berhasil Tidaknya Tanaman Tergantung Kemauan dan Kepedulian Mandor SERAH TERIMA FISIK ADMINISTRATUR KPH RANDUBLATUNG KPH Kedu Utara Bekali Pamhut dengan Karate

40 41 41 42 43 45 46

DHARMA WANITA PENCANANGAN ANAK PEDULI LINGKUNGAN

44

WISATA Duh, Karang Nini, Nasibmu Kini…

47

SOSOK Aris Wibowo Naik Pangkat Giri Irwanto Mencari ‘Shinta’ Mencetak Generasi Muda Pencinta Alam Astri Ivo Kembali ke Alam

50 50 51 51

Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

5

Laporan Utama

Melacak Jejak Perhutani

Kereta uap: alat pengangkut kayu yang digunakan sejak jaman VOC

Pernah dengar cerita tentang mantan Menteri Kehutanan Djamaludin Suryohadikusumo sewaktu menjabat Administratur KPH Cepu? Oleh Marison Guciano Suatu hari, Djamaludin muda ingin dikeroyok tentara di rumah dinasnya di KPH Cepu. Dengan gagah ia keluar, “silahkan tembak, saya pejabat negara.” Keberanian Djamaludin puluhan tahun lalu terekam hingga kini dalam benak Direktur Utama Perum Perhutani Transtoto Handadhari. Kata Transtoto, sikap Djamaludin adalah “bukti bahwa rimbawan kita berani membela kebenaran.”

Pentingnya sejarah

Kata Huizinga, sejarawan Perancis, sejarah selalu berulang. Bukan tak mungkin kisah Djamaludin juga dialami rimbawan Perum Perhutani di masa kini. Maka, menjadi penting membukukan sejarah agar tak jatuh pada lubang yang sama.

6

Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

Pentingnya membukukan sejarah juga diyakini Transtoto. Sampai kini, katanya, Perum Perhutani belum berhasil dilacak jejaknya. Beberapa arsip yang tertinggal ternyata tidak cukup kuat untuk dijadikan dasar penetapan hari lahir BUMN Kehutanan tertua ini. “Kami ingin tahu kapan kita merayakan hari ulang tahun (HUT)? Apakah HUT kita ini HUT Perhutani? Apakah HUT Jawatan Kehutanan? Atau HUT kita pada waktu hutan Jawa dikelola dengan benar oleh, mungkin, Daendels. Tanggal itu harus kita cari?” Dengan dibentuknya tim penyusun buku Sejarah Pengelolaan Hutan Jati di Pulau Jawa dan Madura, salah satu harapan yang diungkapkan Transtoto adalah tim ini mampu melacak kapan Perum Perhutani mesti berulang tahun.

Sejarah Hutan Jati

Sejak berabad-abad lalu, jati telah menjadi satu komoditas mewah yang paling dicari orang. Ketika Kerajaan Demak membangun Masjid Agung pada 1497, para Wali memerlukan banyak kayu jati sebagai bahan bangunannya. Jati memang dikenal sebagai kayu berkualitas karena memiliki kelas awet tinggi yang tahan terhadap gangguan rayap dan jamur serta mampu bertahan sampai 500 tahun. Meskipun banyak barang substitusi, nilai dan permintaan akan jati tak jua menyurut. Jati pun menjadi penyumbang penghasilan terbesar Perum Perhutani. Dari lebih kurang 2,4 juta hektar kawasan hutan negara yang dikelola Perum Perhutani, 1,24 juta hektar atau 50 persennya merupakan kelas perusahaan jati. Pada daerah tertentu di Pulau Jawa, pohon jati tak sekedar memiliki nilai ekonomis, ia tumbuh dengan simbol-simbol yang melekat dan hidup di masyarakat. Sebagian orang

seringkali mempercayai pohon jati dapat membawa berkah, awet muda, dan panjang umur, seperti pada pohon jati yang terdapat di Cagar Alam Donoloyo, Jawa Tengah, yang selalu ramai dikunjungi orang pada Jumat Pon dan Jumat Kliwon. Pohon jati tersebut diperkirakan berusia ratusan tahun. Menurut pemerhati kehutanan Sadikin Djajapertjunda, hutan jati dan pengelolaannya mempunyai ciri-ciri yang khas yang tidak mungkin kembali lagi. Bukan mustahil, katanya, 50 tahun yang akan datang hutan jati hanya berfungsi sebagai pajangan dan tinggal kenang-kenangan. “Harus ada satu penulisan yang benar tentang riwayat hutan jati.” Menurut Sadikin, sejarah hutan jati di Pulau Jawa ada beberapa versi. Versi pertama, katanya, jati dibawa oleh orang- orang Hindu ketika

mengadakan perjalanan ke sebelah selatan Pulau Jawa. Versi kedua, jati adalah tanaman asli Pulau Jawa yang dipelihara oleh para Sultan. Ketika para sultan berkuasa, mereka sudah melakukan pengelolaan hutan jati melalui pungutan yang dikenakan pada tiap tebangan. Pada zaman kesultanan, kayu jati umumnya dimanfaatkan sebagai bahan pembuat kapal.

Masa VOC

Pada 1642, hutan jati yang dikuasai Kesultanan Mataram disewakan kepada Vereniging Oost-Indische Compagnie (VOC), kongsi dagang Hindia Belanda. VOC yang semula bertindak sebagai penerima ijin pengelolaan hutan jati dari Sultan, lama kelamaan menjadi pemilik. Pada saat dikelola VOC inilah hutan Jawa, khususnya jati, mulai rusak. Untuk menutup kas kerajaan

Belanda yang kosong akibat politik kolonialisme dan imperalismenya, VOC mengeksploitasi hutan alam di Jawa, mengakibatkan hutan di Jawa rusak berat. Kerusakan diperparah ulah pejabat pemerintah kolonial dan berkembangnya bisnis pribadi antara karyawan dan eks karyawan VOC dengan bupati guna memperkaya diri. Akibatnya, kas Kerajaan Belanda tak terisi. VOC dibubarkan tahun 1796, pengelolaan hutan di Jawa diambil alih Kerajaan Belanda. Pada masa Gubernur Jenderal Hindia Belanda Herman Willem Daendels, awal tahun 1800-an hutan tanaman, khususnya jati, dibangun. Tahun 1865 Daendels mengeluarkan Undang-Undang Kehutanan untuk Jawa dan Madura. Tahun 1892 Daendels membentuk organisasi teritorial kehutanan, Houtvesterij

Foto tentang hutan Jawa tahun 1903 yang masih tersimpan di ruang rapat Direktur Umum Perhutani

Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

7

Laporan Utama dan Djatibedrijfs (Perusahaan Jati). Langkah Daendels dimantapkan dengan disusunnya rencana perusahaan pertama oleh Bruisma. Masa Daendels diprediksi oleh para pengamat kehutanan sebagai masa pengelolaan hutan terbaik di Jawa. “Akan tetapi setelah Inggris menang perang melawan Belanda, perbaikan hutan tidak berlanjut dibawah kepemimpinan Raffles. Masuknya Raffles membuat hutan jati kembali rusak,” tutur Sadikin.

Masa Jepang

Tahun 1942-1945, di masa kolonial Jepang, pengelolaan hutan Jawa mengalami kemunduran. Pada saat Jepang memerintah, ada kejadian yang menurut Sadikin sangat merisaukan: hutan diekploitasi kelewat batas. Pada masanya, Belanda memproduksi kayu bulat jati berkisar 250 ribu kubik per tahun dan kayu bakar 400-500 ribu meter kubik per tahun, namun pada waktu jaman Jepang, produksi kayu bulat jati melonjak menjadi 600 ribu meter kubik per tahun dan kayu bakarnya sampai 1,5 juta meter kubik per tahun. Kenapa? “Karena waktu itu Jepang membutuhkan kayu dalam jumlah yang sangat banyak untuk kayu bakar dan untuk mengganti kapal-kapal perang mereka,” terang Sadikin. Eksploitasi hutan Jawa oleh Jepang berakhir 1945 setelah mereka kalah perang dengan sekutu. Pada 1949, Belanda yang membentuk negara federal membagi kawasan hutan menjadi tiga bagian, yaitu hutan yang ada di Jawa Timur masuk Negara Indonesia Timur, hutan di Jawa Tengah, di luar Jogjakarta dan Solo, masuk Jawatan Kehutanan Republik Indonesia, dan hutan di Jawa Barat masuk Negara Pasundan. Masing-masing jawatan punya kepala jawatan sendiri. Setelah Indonesia kembali dalam bentuk Negara kesatuan pada 1950, kata Sadikin, “kita kembali ke jawatan Kehutanan.” Pada 1951, jawatan kehutanan dikelola bersama oleh orangorang Indonesia dan orang-orang Belanda. Pada 1960, Pemerintah menetapkan Peraturan Pemerintah (PP) tentang pembentukan 17 Perusahaan Kehutanan Negara, salah satunya Perhutani. PP tersebut dilatarbelakangi program pembangunan semesta berencana Presiden Soekarno, yang antara lain menugaskan jawatan kehutanan menyetorkan uang sekitar US$ 17 juta kepada negara. Dalam PP tersebut, kawasan hutan Perum Perhutani mencakup Jawa Timur dan Jawa Tengah. Pada 1978 kemudian baru masuk Jawa Barat. Setelah 1978, Sadikin menyebut periode ini sebagai periode pembangunan dan konsolidasi Perhutani. Memang, banyak jejak sejarah Perhutani yang tertinggal dan tak mampu dilacak dalam tulisan ringkas ini. Dengan dibentuknya Tim Penyusun Sejarah Pengelolaan Hutan Jati di Pulau Jawa dan Madura, kita berharap, fakta sejarah yang berserak dapat dikumpulkan kembali, meski dengan tertatihtatih. Kata Mantan Menteri Kehutanan Djamaludin Suryohadikusumo, “ini momen yang cukup penting untuk kita perhatikan dan harus kita manfaatkan dengan sebaik-baiknya.” Selamat Bekerja!

8

Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

Susunan Tim Penyusun Sejarah

Pengelolaan Hutan Jati di Pulau Jawa dan Madura PENANGGUNG JAWAB Direktur Utama Perum Perhutani DEWAN PENGARAH KETUA Dr. Ir. Transtoto Handadhari, MSc ANGGOTA Ir. Djamaludin Suryohadikusumo Dr. Ir. Boen Purnama, MSc Ir. Sadikin Djajapertjunda Ir. Wardono Saleh Ir. Harnanto Harno Martosiswojo Dr. Ir. Upik Rosalina Wasrin, DEA Ir. Tjipta Purwita, MM Ir. Achmad Fachrodji, MM Drs. Sondang Gultom, MSc DEWAN PENYUNTING Ir. Miftahudin Affandi, SE, SH, MH Ir. Sadharjo Siswamartana Ir. Tedjo Rumekso Ir. Haryono Kusumo Ir. Mohammad Komarrudin Ir. Audy Arthur Pattiruhu, M.Ed TIM PENULIS KETUA Dr. Ir. Iman Sandjojo, MBA Sekretaris Ir. Sanjoto Anggota Dedi Muhtadi Ir. Agung Nugraha, MSi Ir. Sofyan Hanafi Dr. Ir. Agus Justianto Ir. Indro Tjahyono Dr. Ir. San Afri Awang Marison Guciano S.Sos Dina Hidayana, SP

Fokus Dirut Perum Perhutani Transtoto Handadhari mendapat ucapan selamat dari Kapolri Jenderal Sutanto HAM Andi Mattalatta mengatakan, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) sebagai aparatur penegak hukum berkewajiban menjalankan hukum secara tegas dan konsekuen dengan tetap memperhatikan faktor-faktor yang menyebabkan kurang atau tidak dipatuhinya hukum dan perundang-undangan oleh masyarakat. Maka, kata Andi, selain menjalankan tugas penyidikan, PPNS diharapkan pula perannya memberikan penyuluhan dan pelayanan kepada masyarakat mengenai peraturan perundang-undangan yang menjadi

Asosiasi Kepolisian Khusus Republik Indonesia

Kapolri Lantik Transtoto Sebagai Wakil Ketua Umum Direktur Utama Perum Perhutani Transtoto Handadhari dilantik sebagai Wakil Ketua Umum Asosiasi Kepolisian Khusus (AKK) Republik Indonesia oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Sutanto. Sedangkan Ketua Umumnya dipegang Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Departemen Kehutanan, Arman Malolongan. Dalam pelantikan di Mabes Polri, Kamis (26/7), tersebut, hadir Menko Polhukam Widodo AS, Menteri Hukum dan HAM Andi Mattalatta, Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur Negara Taufik Effendi, Panglima TNI Djoko Suyanto, dan Dirjen Pemerintahan Umum Depdagri Sodjuangun Situmorang. Selain Transtoto, pejabat Perum Perhutani yang dilantik sebagai pengurus AKK lainnya adalah Asisten Direktur Hukamas Audy Arthur Pattiruhu sebagai Ketua Bidang Organisasi, Kabiro Perlindungan SDH Suripto sebagai Wasekjen, dan Kasi Binapsar Arif Herlambang sebagai anggota Bidang Organisasi.

Dalam sambutannya, Kapolri mengatakan, melalui kegiatan koordinasi dan komunikasi dalam wadah AKK, permasalahan yang mungkin terjadi dalam pelaksanaan tugas dapat segera diatasi. Apabila kesepakatan dalam wadah AKK sudah terapai, lembaga asosiasi ini kemudian mengkoordinasikannya dengan POLRI selaku pembina teknis kepolisian khusus, untuk dicari solusi secara tepat guna. Kapolri berharap, setelah pengurus dilantik, kode etik kepolisian khusus harus segera disusun. Kode etik ini akan menjadi pedoman etika profesi kepolisian khusus di lapangan. Ke depan, Kapolri berpesan agar profesionalisme kepolisian khusus terus dikembangkan dalam pelaksanaan tugas di lingkungan kerjanya. Sedangkan Menteri Hukum dan

dasar hukum, tugas dan wewenang instansinya serta syarat-syarat dan prosedur yang harus dipenuhi oleh masyarakat yang memerlukan pelayanan jasa dari instansi yang membawahi PPNS tersebut.(Marison/Soenarwoko)

Asdir Hukamas Audy Arthur Pattiruhu mendapat ucapan selamat dari Menneg PAN Taufik Effendi

Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

9

Jelang Kemarau, Perum Perhutani Antisipasi Kebakaran Hutan

KPH Lawu Kerjasama dengan LMDH, Saradan Buat Ilaran Oleh Tuti Yopi Punu

P

erum Perhutani sudah siap dan telah mengan tisipasi ancaman benca n a ke b a k a r a n h u t a n pada musim kemarau tahun ini. Satuan tugas pengendalian kebakaran (Satgasdamkar) di tiap Kesatuan Pemangkuan Hutan atau KPH, dikatakan Kepala Biro Perlindungan Sumberdaya Hutan Suripto, telah bergerak dan bekerjasama dengan masyarakat desa hutan untuk mencegah kebakaran, seperti memberikan penyuluhan kepada masyarakat.

10

Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

Upaya ini diyakini dapat mengantisipasi kebakaran hutan yang menjadi salah satu penyumbang angka kerugian yang cukup diperhitungkan dalam daftar gangguan keamanan hutan. Tahun lalu, Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Lawu Ds dan KPH Kediri menduduki rating tertinggi untuk kebakaran hutan terluas di kawasan Perum Perhutani Jawa Timur (Jatim). Data menyebutkan, KPH Kediri ketika itu kehilangan lahan seluas 1.966 Ha dan Lawu Ds 1.008 Ha. Tetapi jumlah pohon yang ikut terbakar di dua KPH tersebut tidak begitu besar, hanya sekitar 4.000 pohon. Sedangkan KPH Ngawi dengan kawasan terbakar seluas 199 Ha,

harus kehilangan sedikitnya 39.602 pohon dan KPH Saradan dengan kawasan terbakar seluas 268 Ha harus menderita kerugian akibat kehilangan pohon sebanyak 29.317 Ha. Duta Rimba yang beberapa waktu lalu turun ke berbagai KPH menemukan bahwa agar bencana kebakaran tidak terjadi lagi pada tahun ini, masing-masing KPH sudah menyusun program antisipasi. KPH Lawu Ds misalnya, untuk mengatasi kebakaran gunung Lawu, telah membentuk tim Satuan Tugas Pemadam Kebakaran (Satgasdambar) yang menggalang kerjasama dengan masyarakat sekitar gunung melalui Lembaga Masyarakat Desa Hutan

Laporan Khusus (LMDH) yang ada. “Pada intinya kami terus membangun penjagaan keamanan hutan agar tidak mudah terbakar dengan membangkitkan rasa kepedulian masyarakat. Apalagi pada umumnya, masyarakat sekitar gunung Lawu berprofesi sebagai penyadap getah. Jadi dalam pertemuan apapun, baik resmi maupun tidak, kami selalu mengingatkan, kalau hutan terbakar, mereka tidak akan bisa menyadap getah lagi karena pohon pinus yang ada di gunung juga berpotensi besar ikut terbakar,” ujar Wakil Administratur KPH Lawu, Ir Agus Sarwedi

Pelatihan memadamkan api Satgasdamkar

ketika ditanyai kesiapannya untuk mengantisipasi kebakaran jelang musim kemarau. Menurut Agus, kebakaran biasanya terjadi akibat kesalahan manusia yang secara sengaja maupun tidak sengaja menyulut api di dalam hutan. “Saat jalan biasanya ada yang merokok dan membuang puntung rokok sembarangan atau membuat bakaran dan apinya tidak dimatikan. Ditambah lagi dengan cuaca yang panas dan kering, sehingga bisa menyulut terjadi kebakaran besar. Oleh karena itu, butuh kesadaran kita bersama untuk menjaga agar

hutan tidak hanya aman dari pencurian tetapi aman dari kebakaran,” tambahnya. KPH Saradan bahkan dengan program antisipasinya, sudah mulai melakukan ilaran, teknik untuk mengisolasi daerah-daerah yang rawan kebakaran. Ketika diwawancarai ditempat terpisah, Kepala Sub Seksi (KSS) Perencanaan dan Tanaman (Rentan) KPH Saradan, Rahmadi mengatakan, ilaran sudah dilakukan di beberapa BKPH, diantaranya BKPH Jati Ketok Selatan dan Jati Ketok Utara (JTU). “Kami khawatir kebakaran besar seperti tahun lalu terjadi lagi. Ilaran ini merupakan kegiatan rutin yang kami lakukan setiap memasuki musim kemarau, dan diutamakan di lakukan di BKPH-BKPH yang rawan kebakaran. Sebagai antisipasi ilaran yang sudah kami lakukan di BKPH Jati Ketok selatan dan JTU,” ungkap Rahmadi. Menurutnya, selain ilaran, KPH Saradan secara tegas juga telah memasang plang-plang di daerahdaerah yang rawan kebakaran. Hal ini dilakukan agar masyarakat tahu bahwa ada ancaman hukuman bagi yang sengaja membakar hutan dan harus lebih berhati-hati.

Segenap karyawan Perum Perhutani mengucapkan Selamat Atas Pelantikan Anggota Dewan Pengawas Perum Perhutani 1. Ir. Boen M. Purnama (Sekjen Dephut) 2. Lex LaksamanaZainal Lan (Sekda Jabar) 3. Soekarwo (Sekda Jatim) 4. Sri Puryono KS (Ka. Dinas Kehutanan Jateng)

Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

11

Laporan Khusus

Pengendalian Kebakaran Hutan dan Bahaya Asap dengan Bionat-HM Selama beberapa tahun terakhir Indonesia seringkali dituding oleh negara-negara tetangga sebagai pengekspor asap yang disinyalir disebabkan karena kebakaran lahan dan hutan. Oleh Darman Effendi Purba Bencana asap dan kebakaran lahan telah menimbulkan dampak negatif berupa menurunnya kesehatan masyarakat dan gangguan transportasi udara. Oleh karenanya Departemen Kehutanan (Dephut) sangat merasa tertantang untuk mengatasi permasalahan kebakaran

12

Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

hutan ini, baik melalui koordinasi pihak terkait di tingkat pusat sampai daerah, akan diintensifkan. Untuk itulah Dephut bekerjasama dengan Intim Group, Rio Sagrado, dan Perum Perhutani mengadakan pelatihan Satuan Pengendalian Kebakaran Hutan dengan metode baru menggunakan bahan kimia yang akrab lingkungan dan dikenal dengan

nama Bionat–HM, serta mendemonstrasikan efektifitas penggunaannya. Pelatihan ini dilaksanakan pada 24 Juli 2007 di wilayah hutan petak 7 RPH Cibungur, BKPH Sadang, KPH Purwakarta, dan dihadiri oleh Menteri Kehutanan MS Kaban dan jajarannya, Kedutaan Besar negara tetangga, Kedutaan Besar Brasil, Perum Perhutani sendiri diwakili oleh Kepala Unit III Jawa Barat dan Banten Komarudin, Asisten Direktur Hukamas Audy Arthur Pattiruhu serta jajarannya, jajaran pemerintah daerah dan segenap insan pers.

Laporan LaporanKhusus Utama Dalam sambutannya Menteri Kehutanan menyampaikan bahwa pada tahun 2007 ini jumlah spot api sudah semakin berkurang dibanding tahun 2006, namun segenap jajaran kehutanan tetap diminta waspada mengingat beberapa bulan lagi akan memasuki puncak musim kemarau. Intim Group sebagai perusahaan swasta nasional yang memegang lisensi dan Rio Sagrado Biochemical Ltd sebagai produsen bahan kimia Bionat-HM memperkenalkan keunggulan-keunggulan produk ini dan efektifitasnya dalam pengendalian kebakaran, dengan menyiapkan lokasi demonstrasi dan menyulap hutan kosong menjadi hutan pinus persis di hadapan panggung tamu kehormatan, sehingga mudah disaksikan para tamu dan dilengkapi dengan pesawat helikopter, pemadam kebakaran, dan Satuan Manggala Agni dengan segenap kelengkapan dan atributnya. Menurut Iderlon Azevedo dari Rio Sagrado Biochemical Ltd, Bionat-HM mampu membuat isolasi api agar tidak menyebar dan mengontrol kebakaran lahan atau hutan sehingga tidak meluas. Bagi para masyarakat

atau pengusaha yang membuka kebun, pembuatan isolasi dengan Bionat-HM ini dapat membatasi dan mengendalikan pembakaran sehingga tidak menyebar ke lokasi lain yang tidak diharapkan. Iderlon Azevedo menjamin bahwa penggunaan Bionat-HM ini selain efesien juga aman terhadap lingkungan, bahkan untuk asap pun dapat dikurangi dan mampu meningkatkan kesuburan lahan. Dalam demonstrasi Bionat HM tersebut, Iderlon tidak menggunakan sarung tangan ataupun peralatan khusus lainnya. Iderlon juga menuturkan bahwa Bionat-HM ini telah digunakan luas di Brasil dan untuk di Asia Tenggara diharapkan Indonesia dapat menggunakannya mengingat Indonesia beriklim tropis dan memiliki hutan yang relatif luas, sehingga berpotensi besar terjadinya kebakaran hutan. Pada demo di depan tamu kehormatan, Menteri Kehutanan sangat kagum mengingat kebakaran pada lokasi yang tidak disemprotkan Bionat-HM ketinggian api mencapai 5–6 meter, namun ketika api mulai mendekati batas blok hutan pinus yang telah disemprotkan Bionat-HM

48 jam sebelumnya atau 2 hari, api lambat laun mati dan terlihat suatu garis batas yang jelas sesuai batas blok yang beri larutan Bionat-HM. Padahal kalau melihat secara fisik masih terlihat banyak materi-materi berupa rumput kering di bawah tegakan pinus yang tidak terbakar. Menteri Kehutanan MS Kaban dan segenap tamu undangan merasa kagum dan puas. Bahkan ketika dicoba pemadaman dengan air terlihat asap yang begitu tebal, sementara jika yang disemprotkan air yang telah dicampur dengan Bionat-HM asapnya tidak terlalu pekat. Mengingat lokasi demo merupakan jenis kebakaran permukaan (groundfire) yang relatif lebih mudah pemadamannya, namun kalau melihat kebakaran di kawasan hutan sebagian besar ada di wilayah gambut, tentu hal ini diperlukan uji coba tersendiri. Hutan Perum Perhutani setiap tahunnya juga seringkali mengalami kebakaran. Pada umumnya adalah kebakaran permukaan, seperti tahun lalu terjadi di Gunung Ciremai, Gunung Merapi, Gunung Slamet, Gunung Lawu dan kebakaran permukaan di hutan-hutan jati. Menurut penelitian Pusbanghut Cepu, kebakaran permukaan hutan jati setiap tahunnya akan dapat mengurangi pertumbuhan, karena terjadinya pencucian tanah setiap tahun yang berakibat penurunan hara tanah. Pengendalian kebakaran hutan selama ini masih sebatas pembuatan ilaran api dan secara tradisonal. Adanya demo Bionat-HM ini tentunya membuka wacana baru, apakah akan menjadi lebih efektif dan efesien kalau digunakan di kawasan hutan Perhutani? Anda tertarik dengn Bionat-HM? Silahkan hubungi Intim Group: Wisma Nusantara Lt-19 J. MH. Thamrin Kav59 Jakarta, Telp: 021-39835175 Fax: 021-39835176 Email: safari@ intim-group.com.

Menteri Kehutanan MS Kaban dan Halim Kalla

Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

13

Fokus

Masyarakat Majingklak Rindukan Hijaunya Hutan Tancang Hamparan persawahan berpadi kurus terbentang luas di sepanjang pinggiran sungai Citanduy di Dusun Majingklak, Desa Pamotan, Kabupaten Ciamis. Siapa sangka sebelum tahun 90an kawasan ini merupakan hutan mangrove (hutan payau) yang sangat lebat.

Hutan bakau sebagai sumber kehidupan Pohon bakau, katapang, api-api dan tumbuhan payau lainnya rapat menutupi kawasannya. Sawah-sawah itu ternyata merupakan areal hutan negara yang telah beralih fungsi secara illegal. Bahkan ada beberapa diantaranya telah digarap sejak tahun 1970-an. Lebatnya pepohonan ini menjadi tempat beranak-pinaknya aneka jenis ikan, udang dan kepiting. Binatangbinatang air inilah yang membuat masyarakat dusun Majingklak dulunya sejahtera. Sekali melaut, kwintalan ikan, udang dan kepiting bisa mereka peroleh. Memasuki tahun 1998-1999, ketika bergulir era reformasi yang kebablasan, hutan payau Majingkak ludes dijarah dan dirambah. Kayunya dijadikan arang dan lahannya dirambah untuk persawahan. Hutan payau itu kini merana dengan hanya menyisakan tunggul-tunggul tidak

14

Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

bermakna.

Akibat Kerusakan Hutan

Beberapa tahun berselang, masyarakat Dusun Majingkak yang dihuni 135 kepala keluarga (KK) ini mulai menuai hasil akibat gundulnya hutan payau itu. Sungai mendangkal. Ikan, udang dan kepiting pun sulit didapat. Rindangnya akar pepohonan hutan payau tempat mijahnya biota laut itu kini tidak ada lagi. Sungai Citanduy pun kerap mengirim banjir ketika hujan deras turun ke bumi. “Lebih dari setengahnya penghasilan kami hilang sekarang. Kalau dulu, sebelum hutan tancang masih bagus, sekali melaut kami dapat memperoleh hasil kwintalan. Sekarang bisa dapat 10 kg saja sudah syukur,” ujar Supin, tokoh masyarakat setempat. Meskipun harga rata-rata udang setiap kilo gramnya mencapai Rp

100 ribu dan ikan Rp. 12 ribu, namun karena dalam setahun masyarakat dusun Majingklak yang semuanya nelayan itu hanya melaut 2 kali dalam sebulan, hasinya menjadi kecil sekali. “Kami melaut hanya pada bulan Januari sampai Februari saja. Bulanbulan selebihnya kami cenderung menganggur akibat angin laut yang membuat ombak tidak bersahabat. Andai pun ada hasil padi dari sawah di bekas tanah hutan tancang itu, hasilnya tidak memuaskan, karena kami bukan petani,” jelas Supin. Penyesalan akibat perbuatan di masa lalu tersebut, ternyata menyadarkan masyarakat dusun Majingklak akan pentingnya hutan payau. Kini mereka merindukan saatsaat ketika ikan, udang dan kepiting sangat mudah didapat. Ketakutan pun kerap mendera pasca bencana tsunami yang melanda pantai selatan Jawa Barat beberapa waktu lalu. “Kami menyesal mengapa dahulu menurut saja pada hasutan salah satu Ormas yang menyuruh kami membabat hutan tancang untuk disawahi dan diiming-imingi tanah tersebut nantinya menjadi milik kami. Belakangan kami tahu bahwa air payau sangat tidak baik untuk padi dan tanah negara tidak mungkin kami miliki,” sesal Supin. Asa masyarakat dusun Majingklak ditahun ini mulai bergairah lagi. Mereka menyambut antusias program Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten untuk menghijaukan hutan yang telah rusak itu. Apalagi mereka dilibatkan dalam program Pengeleolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM). “Harapan kami dari hijaunya hutan tancang ini hanya kembalinya ketenangan dan bisa menghidupi keluarga secara layak kembali. Kalau hutan ini hijau lagi semoga saja ikan, udang dan kepiting dapat kembali menjadi andalan penghidupan kami disamping dari hasil udang galah

Fokus

yang akan dikembangkan nanti,” harapnya. Dalam penghijauan hutan payau seluas 158,10 Ha di Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Kalipucang, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Pangandaran, Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Ciamis, masyarakat dilibatkan dalam budidaya udang windu berpola empang parit. BUMN Kehutanan ini menyediakan 43 ribu batang tanaman bakau. Kelompok-kelompok masyarakat yang dihimpun dalam wadah Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) dibolehkan menggarap 2 ha tambak udang galah. Setiap kelompok beranggotakan 10 KK. “Sudah ada investor dari Pangandaran yang siap untuk menanamkan modalnya dalam PHBM ini. Tinggal menentukan pola bagi hasilnya saja nanti. Namun sayangnya kami belum bisa menduga berapa jumlah hasil panennya nanti. Yang jelas pasti menguntungkan,” jelas Supin, wakil Ketua LMDH. Dari sisi penghijauan, penanaman 43 ribu tanaman bakau ini seluruhnya dilakukan masyarakat. Mereka terdiri dari isteri para nelayan memperoleh Rp 150 untuk setiap batang yang ditanamnya. Selain ini wadah pohon bakau dari bekas gelas air

mineral ini dapat dijual untuk di daur ulang. Setiap kilogram dihargai Rp 300 oleh penampung dari Tasikmalaya untuk didaur ulang. Hasilnya dibagi rata oleh para penanam pohon khas payau ini. “Lumayan lah untuk beli beras yang sekarang sangat mahal harganya, dan untuk bayar utang sanasini,” ujar Munah, salah seorang pesanggem. Munah yang tidak pernah mengenyam bangku pendidikan ini mengaku sangat prihatin dengan kerusakan hutan payau Majingklak. Pasalnya, ekonomi keluarganya kini sangat pas-pasan karena hasil melaut suaminya yang sangat sedikit. “Dapat makan sehari saja dengan lauk alakadarnya sudah cukup sulit, belum lagi resiko ini dan itu. Sementara suami hanya dapat memberi nafkah di bulan Januari dan Februari saja ketika bisa pergi melaut. Selebihnya pinjam sana pinjam sini,” ungkapnya prihatin.

Penghijauan

Kepala Seksi Pembinaan Lingkungan Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten Isnin Soiban menegaskan, penghijauan kembali hutan payau Majingklak merupakan bagian dari program Pengelolaan Hutan Lestari dalam rangka menuju Perhutani Jawa Barat dan Banten bebas tanah kosong tahun 2008. “Pola yang kami pakai dalam penghijauan hutan payau ini untuk green belt, jarak tanamnya 2 x 3 meter, sementara jarak tanam pada pematang tambaknya 5 x 5 meter,” jelas Isnin. Penghijauan dan empang parit di Majingklak, lanjut Isnin, merupakan langkah untuk menyelesaikan kasus tenurial keagrariaan. Pola yang dipakai adalah pola kolaboratif, yaitu pihak terkait terlibat di dalamnya. Intinya, diperbolehkan untuk memanfaatkan kawasan hutan sesuai aturan yang berlaku, tanpa harus memiliki arealnya. Isnin mengharapkan adanya bantuan dari pihak terkait un-

tuk pengadaan sarana air bersih di Majingklak. Selama ini memang masyarakat dusun Majingklak belum memilki sumber air bersih untuk kebutuhannya sehari-hari. “Perhutani siap membantu penyediaan mata airnya. Sumber terdekat ada di Karang Nini. Namun untuk penyalurannya butuh bantuan dari pihak terkait lainnya,” harapnya. Sementara itu Kepala Seksi Humas dan Informasi Perhutani Unit III Ronald G. Suitela menjelaskan, dengan membiarkan hutan tumbuh secara alami saja masyarakat sudah dapat memperoleh dan menikmati hasil hutan dan hasil ikutannya. Hasil itu akan lebih meningkat lagi kalau masyarakat turut aktif mengelola sumber-sumber daya ikutan lainnya yang ada pada hutan. “PHBM adalah model pembangunan masyarakat desa hutan yang sudah dirintis Perhutani sejak puluhan tahun silam. Meskipun istilahnya berubah-ubah, namun jiwanya tetap satu agar masyarakat maju dan sejahtera serta hutannya lestari,” tandas Ronald. Dengan keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan hutan tersebut, diharapkan masyarakat dapat sejahtera dan hutannya lestari. Selain itu mereka yang sudah berhasil, bisa mengajak yang lainnya untuk turut serta ber-PHBM. (Yans)***

Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

15

Persona

Arief Susanto (Healthy Life)

Di pematang sawah, di atas rumput hijau, gadis kecil berlari bertelanjang kaki, menyusuri rimbunnya pepohonan. Sementara burung-burung berkicau merdu dan air sungai tak berhenti mengeluarkan suara gemericik. “Saya rindu suasana alam seperti itu,” kenang Alessandra Shinta Malakiano, yang kini bersuamikan pengamat politik terkenal, Eep Saefulloh Fatah.

Alessandra tak pernah lupa masa kecilnya dulu yang menyatu dengan alam. Alam adalah kehidupan. Alam memberinya keseimbangan jiwa. Karena itu, “jangan biarkan alam ini menangis,” pinta perempuan yang lebih dikenal dengan nama Sandrina Malakiano ini. Kini, setelah tak lagi bekerja sebagai penyiar di salah satu stasiun televisi, Sandrina memilih berkarier lepas. Ia menjadi pembicara, instruktur, pengajar public speaking dan broadcast journalism, moderator seminar, MC berbagai jenis acara. Ia juga menjadi ikon sebuah rumah

16

Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

mode busana muslim dan duta pendidikan LPI Baznas-Dompet Dhuafa. Saat ini, Sandrina sedang menegosiasikan kemungkinan menjadi host beberapa acara TV di beberapa stasiun. Di atas segalanya, sekarang ia berkesempatan menghabiskan hari-hari bersama buku-buku yang terus memberinya kedewasaan dan inspirasi. Bersama sang suami, ruang apartemen di bilangan Jakarta Selatan pun disulapnya menjadi perpustakaan sekaligus kantor. Dengan Marison Guciano dan Henny Elevianty dari Duta Rimba, Selasa (24/7),

Sandrina berbagi cerita seputar kehidupannya: tentang masa kecilnya, tentang kecintaannya pada alam, tentang mengapa ia mencintai Bali, dan tentang…, Ah…, Sandrina, Sandrina…, tak salah bila Eep, suamimu, mengatakan tak ada alasan untuk tidak mencintai perempuan secerdas Sandrina.

Suka Bali dan Jogjakarta

Sandrina suka Bali. Semenjak dua bulan usia kelahirannya, perempuan berhidung mancung keturunan Itali ini telah dibawa orang tuanya ke Pulau Dewata dari Bangkok, Thailand, tempat ia dilahirkan. Di Bali, ia tumbuh sebagai anak kampung. Alam Bali membesarkan dan mengajarinya bagaimana cara berinteraksi, memperlakukan sesamanya, hewan, hingga tumbuhan. Setiap hari Sandrina kecil main di sawah, mengangon kambing, memanjat pohon di halaman rumahnya yang penuh dengan tanaman. Sandrina berharap anaknya mengikuti jejak ibunya yang tumbuh dan dibesarkan alam. “Anak-anak selalu berusaha saya ajak pulang ke kampung halamannya di Bali,” tuturnya. Lama berbincang dengan kami, Sandrina terlihat sedih. Usai menyeruput secangkir kopi, ia mengatakan bahwa di Jakarta, tempat tinggalnya sekarang, bukanlah tempat yang nyaman baginya. Keseimbangan hidup yang ia dapatkan di Bali tak ia temui di Jakarta. Bali, kata Sandrina, sampai kapan pun menjadi rumahnya, sedang Jakarta, “hanyalah tempat mencari nafkah.” Dari beberapa kota di luar negeri yang pernah ia singgahi, Jakarta ternyata sangat buruk. “Kemana-mana mesti pakai masker yang mirip astronot. Polusi sudah melampaui ambang batas,” tuturnya. “Selain Bali, saya suka Jogjakarta dengan ketradisionalannya,” tambah perempuan kelahiran 24 November 1971 ini.

Buat bumi tersenyum

Menurut Sandrina, kita semua punya andil dalam merusak alam. Rendahnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya lingkungan yang bersih dan sehat menjadi faktor yang harus segera dibenahi. “Jika kepedulian bangsa ini masih begitu rendah terhadap alam, lantas,

Arief Susanto (Healthy Life)

Sinergi Bagi Ibu Bupati Bagi Bupati Nganjuk Siti Nurhajati, sinergi Pemda Nganjuk, Perum Perhutani, dan stakeholder lainnya adalah wajib hukumnya. “Konsep dasarnya adalah saya punya rakyat miskin di tepi hutan yang bekerjasama dengan Perhutani untuk mengelola hutan. Perum Perhutani memberi sharing, rakyat saya menjaga hutannya, lalu Pemda membina ekonomi dan mengucurkan dana bergulirnya.” Atas sinergi ini, Siti mengaku sangat terbantu. Rakyat Nganjuk pun meningkat kesejahteraannya. Kini, katanya, beranekaragam produk masyarakat desa hutan sudah di ekspor ke luar negeri, seperti porang yang diekspor ke Hongkong. “Dinas Pertanian pun siap memberi bibit tanaman gratis untuk 25 hektar selama Perhutani menyiapkan lahannya,” katanya. (Marison)

bagaimana nasib anak cucu kita di kemudian hari?” Menurut Sandrina, bumi sudah menangis. Ia berharap bumi kembali tersenyum dan hari-hari kembali hadir berseri-seri. Sandrina ingin berbuat, “meski kecil, mudah-mudahan yang saya lakukan nanti menjadi besar.” Berbuat baginya dimulai dari diri sendiri. Menanam pohon, menyiramnya setiap pagi dan sore, hingga membuang sampah pada tempatnya. “Apa yang bisa kita lakukan saat ini untuk membuat alam tersenyum, lakukanlah. Jangan menunggu orang lain untuk berbuat. Kita harus berjuang bersama untuk perbaikan lingkungan,” himbau Sandrina. Di akhir perbincangan, Sandrina berharap agar pendidikan lingkungan dapat dimulai sedini mungkin. Gemar menanam dan merawat pohon harus selalu ditanamkan sejak kecil. “Idealnya, pendidikan tentang lingkungan hidup itu masuk dalam kurikulum sekolah, lalu diterapkan, jangan hanya bersifat teori,” tambahnya. Selain pendidikan, ia mengusulkan pentingnya pemerintahan yang bukan hanya berusaha mewakili warga negara atau pemilih, tetapi juga binatang, ekosistem dan generasi mendatang. Mengutip diskusi mutakhir tentang politik lingkungan, Sandrina menyebut model pemerintahan itu sebagai ‘biokrasi’. “Kita tak butuh sekadar

Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

17

Fokus

Ular di Manggala Wanabhakti Ular yang biasanya kita takuti ternyata bisa menjadi sahabat, karena bisa ular mampu mengobati berbagai macam penyakit. Transtoto Handadhari

Mantan Kepala Badan Intelejen Negara (BIN) Hendropriyono sedang menjajal gigitan ular berbisa Perum Perhutani kembali mengadakan bakti sosial, kali ini bekerjasama dengan Departemen Kehutanan dan Snake Hunter Club Indonesia (SHCI) melalui pengobatan gratis dengan bisa ular untuk wilayah Jakarta dan sekitarnya. Acara yang diselenggarakan di lobby Departemen Kehutanan Gedung Manggala Wanabakti Jumat (27/7) tersebut berlangsung sukses dan dihadiri oleh sekitar 1000 orang. Selain dihadiri jajaran Direksi Perhutani dan pejabat eselon satu Departemen Kehutanan, nampak Mantan Kepala Badan Intelejen Negara (BIN) (Purn.) AM. Hendropriyono (mantan Kepala BIN) dan mantan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Surjadi. Dalam sambutannya, Transtoto Handadhari selaku Ketua Pembina

18

Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

Snake Hunter Club Indonesia mengatakan, bahwa ular yang biasanya kita takuti, ternyata bisa menjadi sahabat bagi kita, karena bisa ular mampu mengobati berbagai penyakit, seperti malaria, tetanus, demam berdarah, rabies, luka cepat kering (untuk pengobatan kelas III); penyakit diabetes, typhus, lever, asma, alergi, luka dalam (untuk pengobatan kelas II); bahkan kanker darah dan kanker tulang dapat diatasi dengan pengobatan kelas I. Menteri Kehutanan yang diwakili Irjen Dephut Suharyanto mengatakan bahwa semua yang

diciptakan Tuhan pasti bermanfaat, dan beliau juga menyatakan rasa bangga karena SHCI mampu membudidayakan jenis-jenis ular, saat ini ada 31 species ular (dari lk.511 species) yang dilindungi oleh Undang-Undang, karena Indonesia termasuk dalam anggota konferensi perdagangan satwa dan tumbuhan liar, maka menjadi kewajiban kita untuk membudidayakannya, disamping mengambil manfaat. Pada kesempatan tersebut juga ditampilkan demonstrasi terapi dengan bisa ular, demonstrasi disiram dengan air keras, yang diperlihatkan oleh Nursidin Harijanto (Ketua Dewan Guru SHCI) dan Transtoto Handadhari (Ketua Dewan pembina SHCI). Acara kemudian dilanjutkan dengan pengobatan gratis kepada masyarakat yang membutuhkan maupun yang berminat menjadi anggota SHCI. Dalam bhakti sosial ini, ternyata sekitar seribu botol bisa ular yang disiapkan habis. Wah, luar biasa! (Henny)

Fokus

Jati Rp 1 Miliar Masuk Rekor MURI

ini bisa menjadi ajang promosi bahwa jati Perhutani memang berkualitas baik dan patut diharga tinggi,” kata Transtoto. Pembeli jati Rp 1 miliar, Bobby Wibowo dari CV Bonytasari yang berkedudukan di Ngawi mengaku bangga bisa membeli ‘rajanya’ jati di Jawa. Bobby sendiri merupakan kolektor kayu jati tua dan memiliki gallery di Pulau Dewata. Jati Rp. 1 miliar yang dibelinya ini akan melengkapi koleksi gallery miliknya yang banyak dikunjungi wisatawan mancanegara, terutama dari Belanda dan Jerman. Penebangan jati Rp 1 miliar ini direncanakan sekitar tanggal 20–25 Agustus 2007 dengan beban biaya ditanggung pihak pembeli. Menurut Bobby, sebelum jati ditebang, akan diadakan ritual khusus terlebih dahulu. Hal ini dimaksudkan guna mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. Dikatakan Transtoto, Perhutani sendiri masih mempunyai sekitar belasan ribu pohon jati dengan umur yang hampir sama dengan jati Rp 1 miliar tersebut. Pohon-pohon jati tersebut tersebar di beberapa lokasi, antara lain Gundih, Padangan, Randublatung, Surakarta, dan Cepu. Bahkan sebatang pohon jati yang disebut Jati Denok tercatat lebih besar dari jati 1 miliar yang kemudian diberi nama Jati Wibowo. Pohon-pohon jati tua itu hingga kini masih dipertahankan keberadaannya sebagai monumen jati plus. (Henny)

Dalam sejarah Perhutani, bahkan mungkin sejak zaman VOC, ini adalah sejarah yang patut dicatat. Satu pohon jati milik Perhutani laku terjual dengan harga satu miliar rupiah. Penjualan jati tersebut tertuang dalam penandatanganan perjanjian jual beli antara Direktur Utama Perum Perhutani Transtoto Handadhari dengan Boby Wibowo dari CV Bonytasari pada Rabu (1/8), di ruang kerja Direktur Utama Perhutani. Pohon jati seharga Rp 1 miliar ini adalah pohon jati yang sudah mati karena tersambar petir pada 7 Juni 2007. Berumur lebih dari 150 tahun, memiliki diameter lebih dari 3 meter, taksiran volume diperkirakan antara

20 sampai 30 meter kubik. Lokasinya di petak 1092 RPH Demangan, BKPH Pasar Sore, KPH Cepu. Karena ini merupakan harga termahal dalam sejarah penjualan kayu jati, maka rekor ini sudah didaftarkan di Museum Rekor Indonesia (MURI), dengan SK nomor 2729 yang ditandatangani oleh Direktur Utama MURI Jaya Suprana, bahkan direncanakan juga ke Guiness Book of Record. “Penjualan jati termahal di dunia

Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

19

Fokus

PERHUTANI HARUS MENIRU SEMANGAT ORANG KOREA Transtoto: Perubahan Struktur Bukan Untuk Penggemukkan’

Suasana pelantikan Seluruh karyawan Perum Perhutani harus mempunyai mempunyai kesamaan tekad untuk mewujudkan Perum Perhutani yang maju, berkembang dan sehat. Demikian pernyataan Direktur Utama Perum Perhutani, Transtoto Handadhari, saat pelantikan pejabat baru (02/07) di Manggala Wanabakti, Jakarta. Ada dua jabatan penting yang kini ada di Kantor Pusat Perum Perhutani, Kepala Bagian (Kabag) dan Kepala Sub Seksi (KSS). Kabag ini setingkat dengan Administratur, General Manager maupun Wakaro di Perencanaan atau Litbang. Struktur baru ini bukan untuk ‘menggemukkan badan’ tetapi untuk lebih menfokuskan tugas dan memberikan kesempatan karier yang lebih baik. Penambahan jabatan KSS di Kantor Pusat merupakan wujud keinginan Direksi Perhutani untuk menyejahterakan karyawan. Dengan adanya penambahan jabatan KSS ini,

20

Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

karyawan mendapatkan penghasilan tambahan dari segi fasilitas maupun tunjangan. Transtoto juga mengajak seluruh karyawan Perhutani untuk meniru tekad dan semangat dari orang Korea. Pada tahun 1970, Korea tidak lebih maju daripada Indonesia. Tetapi, saat ini Korea telah maju hanya karena satu tekad yaitu untuk lebih baik dari Jepang. Seluruh karyawan harus menyatukan tekad agar dapat membuat Perhutani menjadi contoh pengelolaan hutan tropis terbaik di dunia. Perhutani juga dapat menjadi leader pelopor perbaikan kerusakan hutan di Indonesia. Tekad untuk mewujudkan perusahaan sehat. “Kita semua harus selalu membersihkan diri, saling intropeksi. Jangan selalu melihat keburukan orang lain,” ucap Transtoto. “Saya akan langsung mengundurkan diri dari jabatan Dirut Perhutani

jika tidak mampu membuat programprogram yang benar, menetapkan kebijakan yang keliru yang membuat Perhutani kolaps atau saya terbukti melakukan korupsi uang Perhutani,” janji Transtoto. Ini juga berlaku bagi seluruh karyawan. Karyawan diharapkan mempunyai tekad yang sama dengan Direktur Utama. “Jika karyawan sudah tidak sanggup lagi bekerja dengan baik, silahkan lakukan ‘harakiri’. Karyawan tersebut harus menngundurkan diri dari jabatan yang diembannya,” lanjut Transtoto. Untuk mewujudkan perusahaan yang sehat. Dirut menginstruksikan agar setiap karyawan memasang plat nama di seragamnya. Nama yang dipasang di seragam menunjukkan tanggung jawab pribadi karyawan. Bagi karyawan yang tidak memakai nama di seragamnya akan dikatakan sebagai orang yang tidak bertanggung jawab dan akan diberi sanksi.

Direktur Utama juga mengharapkan dukungan dari ibu-ibu Dharma Wanita agar mendukung kerja suami. 80 persen keberhasilan kerja suami adalah karena dorongan istri. (/Aristus)

Fokus

Achmad Fachrodji

Pendapatan Semester I tahun 2007 Diatas 50 % Pendapatan Perum Perhutani dalam tiga tahun terakhir terus mengalami peningkatan walaupun volume kayu yang dipasarkan ada kecenderungan menurun. Hal ini dipengaruhi antara lain oleh kebijakan Direksi melakukan spin off pemasaran sehingga harga kayu menjadi lebih tinggi dan penggalian potensi-potensi hasil hutan non kayu lainnya. Tahun 2004, pendapatan Perum Perhutani tercapai Rp 1,2 triliun, tahun 2005 Rp 1,46 trilun, tahun 2006 Rp 1,646 triliun bila ditambah sisa persediaan bisa mencapai Rp.1,9 triliun. Untuk 2007, penghasilan ditargetkan sebesar Rp 2,38 triliun, yang

berasal dari pendapatan hasil hutan kayu 70% dan non kayu 30%. Menurut Direktur Pemasaran achmad Fachrodji, realisasi pendapatan Perum Perhutani sampai 30 Juni 2007 telah tercapai Rp 1,011 miliar atau 44 % dari target, yang merupakan kontribusi pendapatan dari Perhutani Unit I Jateng sebesar 44,9%, Unit II Jatim 37,93% dan Unit III Jabar & Banten 41,5%. Ditambahkannya, saat ini masih terdapat persediaan berupa kayu jati 71.602 m3, kayu rimba 26.580 m3, gumrosin (gondorukem dan terpentin) 4.071,18 ton, kopal 93,564 ton, minyak kayu putih 3,626 ton, lak 48 ton, Aqva 6.969 liter, madu 21,789 ton dan produk lainnya, dengan nilainya persediaannya mencapai Rp 199,445 miliar. Jadi total pendapatan Perum Perhutani jika termasuk persediaan sudah mencapai Rp 1, 22 triliun atau 52,7 % dari target. Pencapaian pendapatan tersebut selain berkat kebijakan spin off, juga dilakukan berbagai upaya guna pengoptimalan harga dan jaringan pemasaran, antara lain : 1. Industri KBM Cepu resmi menjadi anggota Tropical Forest Trust (TFT) Group untuk pasa Eropa sejak 13 Juni 2007. 2. Inisiasi kerjasama melalui SIPPO (Swiss Import Promotion Programe) dalam rangka penjajagan pasar Swiss dan Uni Eropa. 3. Penjajagan pasar Housing Component and Flooring di Australia dan pasar veneer di Malaysia sebagai upaya pengembangan pasar. 4. Penyempurnaan tata usaha hasil hutan kayu. 5. Kerjasama pengolahan limbah industri kayu untuk Bio-energi antara Perhutani KBM Cepu dengan PT. Waterland Asia Bioventures Belanda. 6. Proses sertifikasi hutan standar FSC (Forestry Stewrarship Council) untuk KPH-KPH pemasok KBM Industri Kayu Cepu, yang sudah ditunggu-tunggu oleh para buyer (Hornbach, Jerman). 7. Peningkatan efesiensi Industri Non Kayu, antara lain penggantian kemasan gondorukem dari seng menjadi kertas, peningkatan kualitas dan kuantitas daun kayu putih. 8. Peningkatanan kepuasan customer/pelanggan melalui pembuatan touch screen, pengisian kuesioner, kampanye penyelamatan hutan tropis dengan tema “Be Smart Look for Forest Stewardship Council Label” oleh Perhutani dengan berkolaborasi dengan Rainforest Alliance, USAID, WWR serta membangun sinergitas lintas Kesatuan Bisnis Mandiri (KBM) Perhutani. (Darman Purba)

Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

21

Fokus Job Training

Pembangunan Kebun Pangkas dan Produksi Stek Pucuk JPP di Unit II Perum Perhutani melakukan terobosan lagi untuk memenuhi kebutuhan benih dan bibit yang selama ini cenderung meningkat, baik untuk intern perhutani ataupun pihak ke tiga. Terobosan yang dimaksud adalah pembangunan Kebun Pangkas dan Produksi Stek Pucuk Jati Plus Perhutani (JPP), yang merupakan salah satu pengembangan bibit secara vegetatif disamping kultur jaringan.

Pembangunan kebun pangkas tersebut diperlukan karena disamping adanya peningkatan kebutuhan benih dan bibit yang sepenuhnya belum dapat dicukupi oleh Perhutani, juga karena keterbatasan luas kebun benih dan produksi benih yang ada sekarang di Perum Perhutani. Untuk itu, agar dalam pembangunan kebun pangkas dan produksi stek pucuk dapat berhasil dengan baik, sesuai dengan standar, dan didukung pula oleh sumberdaya manusia yang berkompeten, maka Biro Pembinaan dan Konservasi SDH Unit II Jawa Timur yang bekerja sama dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Cepu mengadakan Job Training Pembangunan Kebun Pangkas dan Produksi Stek Pucuk Jati Plus Perhutani (JPP). Pelatihan yang diadakan di Cepu, Jawa Tengah tanggal 30–31 Juli 2007

22

Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

tersebut diikuti oleh Kasi PSDH, KSS Perencanaan dan Kaur Tanaman se Unit II Jawa Timur dengan materi teori dan praktek yang dipandu oleh tenaga dari Puslitbang Cepu. Kepala Biro Pembinaan dan Konservasi SDH Unit II Jawa Timur Ir. Dwiono Rahardjo dalam sambutannya mengatakan bahwa pengembangbiakan tanaman dengan metode stek pucuk mempunyai beberapa kelebihan, terutama tegakan yang dihasilkan. Tegakan yang berasal dari stek pucuk lebih lurus daripada tanaman yang berasal dari biji. “Karena itu dimohon kepada seluruh peserta pelatihan dapat mengikuti dengan serius, baik teori maupun praktek,” kata Dwiono. Menurut Dwiono, mudah-mudahan pembangunan kebun pangkas dapat terealisasi meski tidak harus di setiap KPH. Dengan adanya kebun

pangkas maka pembuatan stek pucuk akan menghemat biaya angkut serta dapat meningkatkan produksi bibit jati asal klon unggulan. Wakil kepala Puslitbang bidang RenbangLit Ir. Wakhid Nurdin, Msc, ketika memberikan materi mengatakan bahwa Stek Pucuk yang dikembangkan sekarang ini disamping memang akan menghasilkan tegakan yang lebih lurus juga mempunyai keunggulan-keunggulan lain, yaitu: secara genetik sama dengan induknya, teknologi relative sederhana, murah dan tidak terpengaruh musim, serta dapat mengantisipasi klon-klon yang sulit berbuah. Tingkat keberhasilannya juga tergantung kepada pengelolaan yang dilaksanakan sesuai standar yang ditetapkan dan tentunya didukung pula oleh sumberdaya manusia yang kompeten. Pelaksanaan pelatihan hari kedua diteruskan dengan praktek lapangan di lokasi kebun pangkas Puslitbang. Acara yang ditunggu-tunggu oleh peserta tersebut memakan waktu sedikit lebih lama karena memang materi yang disampaikan oleh tenaga-tenaga yang professional dari Puslitbang sangat lengkap dan didukung oleh sarana dan prasarana yang cukup memadai. (Ardhi)

PELUANG

Ylang-ylang Perhutani, Harus Diapakan? YLANG-YLANG (Canangium odoratum) dulu dipersiapkan untuk menjadi salah satu sumber andalan pendapatan non kayu Perhutani. Hal ini tidak terlepas dari daya tarik pasar minyak Ylangylang yang termasuk salah satu minyak termahal di dunia. Maka pada kurun waktu 1992– 1998 dilakukan penanaman bertahap dengan skala cukup besar, di KPH Banten, tepatnya di BKPH Malingping, hingga mencapai luasan 500 Ha. Pada tahun 1998 bahkan didirikan sebuah pabrik penyulingan kapasitas 400 kg bunga dengan fasilitas pendukung yang cukup lengkap.

Oleh Avid R Septiana Asper KBKPH Malingping

Bunga Ylang-ylang (Canganium odoratum)

S a y a n g n y a , p e r ke m b a n g a n n y a t i d a k menggembirakan. Alih-alih menjadi sumber pendapatan andalan, sejak didirikan sampai sekarang industri ini malah terus menjadi beban karena tak jua menghasilkan keuntungan. Minyak yang telah diproduksi tidak dapat dijual karena harga pasaran (lokal) ternyata tidak sesuai yang diharapkan. Sampai awal 2007 tercatat setidaknya ada 423 kg minyak yang tidak laku dan menjadi sisa persediaan. Pada tahun itu juga industri ini divacumkan untuk sementara. Pada awal 2007 produksi minyak ylang-ylang mulai diaktifkan kembali dan hingga April telah menghasilkan 18,52 kg minyak. Direncanakan, akan dilakukan perbaikan tegakan dengan melakukan pengkayaan seluas 70 Ha. Namun sampai sekarang belum ada perkembangan bagus dalam bidang pemasarannya sehingga kemudian diputuskan untuk divacumkan kembali. Pertanyaannya adalah keputusan apakah yang harus kita lakukan pada industri ini? Haruskah dipertahankan atau diganti? Masihkah bisa diupayakan agar ekonomis? Apa saja yang harus diperbaiki? Tulisan ini tidak akan menjawab secara langsung hal-hal tersebut, namun coba memberi gambaran sehingga dapat memberikan pilihan-pilihan terbaik yang harus diambil.

SDH Non Kayu

Sampai saat ini masih timbul prokontra berkaitan dengan masa depan industri Ylang-Ylang di Perhutani. Ada yang bersikap realistis dengan mengatakan bahwa apabila kondisinya memang terus menerus merugi lebih baik diganti saja dengan jenis lain, semisal kayu putih atau nilam, atau bahkan sereh wangi yang sudah jelas pasarnya. Ada pula yang tetap ingin mempertahankannya dengan melakukan perbaikan-perbaikan. Alasannya cukup bisa dimengerti. Pertama, Ylang-ylang adalah salah satu SDH non kayu, dimana dengan pengalaman betapa repotnya kita mengurus kayu selama ini, sudah selayaknya kita “menseriusi” potensipotensi non kayu yang ada, salah satunya Ylang-ylang ini. Dan dia sudah ada di depan mata. Logikanya daripada memulai yang baru, lebih baik memperbaiki yang sudah ada. Kedua, sampai saat ini di Indonesia mungkin hanya Perhutani yang mengembangkan industri ini dengan skala perusahaan. Memang ada petani-petani di Jawa Tengah yang memproduksi minyak ini, tetapi skalanya masih rumahan. Jadi ini bisa juga menjadi salah satu ikon non kayu Perhutani, selain gondorukem dan Lak. Pro-kontra tersebut tentu saja dapat terjawab bila kita dapat mengetahui sejauh mana potensi ekonomis ylang-ylang untuk diusahakan. Bila masih ekonomis dan memungkinkan untuk diupayakan maka tidak salah untuk dipertahankan. Dan bila sebaliknya, saya kira kita pun harus sepakat untuk menghentikannya.

Ekonomiskah?

Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

23

PELUANG Bila kita melihat kenyataan bahwa masih ada pihak yang memproduksi minyak ini (meskipun tidak banyak) maka secara sederhana kita bisa menjawab bahwa industri ini sebenarnya masih bisa ekonomis. Di pasaran dunia sendiri tercatat nama Madagaskar, Commoro Island dan Reunion Island sebagai pengekspor utama minyak ylang-ylang. Logikanya, tidak mungkin industri ini masih berjalan bila tidak ekonomis. Sayangnya memang kita tidak mengetahui banyak tentang bagaimana pengelolaan di negeri-negeri itu sehingga dapat dibandingkan dengan kondisi yang terjadi di sini. Pasar minyak ylang-ylang di dunia pun cukup ramai. Coba saja ketik “ylang-ylang essential oil” dan di search di Google atau Yahoo, maka dalam sekejap kita akan mendapatkan puluhan bahkan mungkin ratusan link yang menawarkan minyak jenis ini. Kebanyakan diperuntukan sebagai bahan aromateraphy dan ditawarkan dalam kemasan-kemasan kecil dengan harga yang bervariasi. Bagaimana dengan pasar lokal? Minyak ylang-ylang memang komoditas ekspor. Berbeda dengan minyak kayu putih, misalnya, yang juga dikonsumsi di dalam negeri. Konsumsi domestik minyak ylangylang relatif kecil. Maka tak heran bila pasar lokal pun ujung-ujungnya orientasinya ekspor juga. Lewat pencarian di internet saya berhasil mendapatkan satu orang eksportir yang menampung minyak ylangylang. Dari sana pulalah saya tahu bahwa ada pula petani di Jawa yang memproduksi minyak ini. Ketika saya tanya harga pembeliannya ia memberikan angka 760 ribu rupiah per kg untuk first grade (ia mengatakan bahwa para petani hanya memproduksi satu grade minyak, ini berbeda dengan yang dilakukan perhutani yang biasanya sampai 4 grade). Harga Rp 760.000,- memang jauh dibawah HPP maupun HJD yang ditetapkan oleh Perhutani yang di atas Rp 2.000.000,-. Di situs boyolali. go.id dikatakan bahwa harga minyak ini bisa mencapai Rp. 1.000.000,per kg. Bila angka ini kita pegang, katakanlah harga berkisar antara Rp.

24

Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

750 ribu – 1 juta, maka memang industri ylang-ylang di Perhutani sangatlah tidak ekonomis. Kecuali bila kita bisa menekan biaya produksi sampai jauh di bawah itu. Namun bisakah?

Dua Masalah Utama

Problem kita memang di harga produksi yang terlalu tinggi. Bila kita coba kaji, hal ini di sebabkan dua masalah utama, yaitu: pertama, produktivitas tegakan yang sangat rendah; kedua, biaya penyulingan yang sangat tinggi. Rendahnya produktivitas dapat kita lihat dari angka yang berlaku sekarang, yaitu hanya sebesar 0,5 kg/pohon/tahun. Padahal menurut berbagai literatur, ylang-ylang bisa berbunga sampai 35 – 50 kg/phn/ tahun. Sebuah angka yang sangat rendah. Rendahnya angka ini dapat kita maklumi bila kita melihat kondisi tegakan yang ada. Akibat tidak adanya pemeliharaan -terutama sejak 2 tahun terakhir-, dari 500 ha tegakan yang ditanam sebelumnya, kini tersisa kurang dari 70 Ha yang bertegakan. Itu pun terpencar-pencar. Sensus awal 2007 mendapatkan hanya ada 9.952 pohon yang produktif, itupun dengan kondisi yang sangat tidak ideal, yaitu tumbuh terlalu tinggi dan minim cabang akibat terlambatnya pemangkasan. Walhasil, tegakan seperti ini sangat menyulitkan dalam pengambilan bunga. Kondisi tegakan ini hampir tidak bisa diperbaiki. Bila pun ada yang bisa dilakukan butuh waktu yang cukup lama, yaitu dengan: pertama, melakukan pemangkasan secara ekstrim. Pohon yang ada dipotong sampai maksimal setinggi 3 meter dengan adanya resiko kematian pohon. Bila dilakukan pemeliharaan dan pemupukan intensif diperkirakan akan pulih dalam 2-3 tahun. Kedua, dilakukan penanaman pengkayaan pada lokasi tersebut dan bisa produktif pada umur 3-4 tahun. Kedua langkah tersebut harus dilaksanakan secara beriringan sehingga tegakan akan kembali normal. Selanjutnya jangan lupa dilakukan pemeliharaan intensif dengan manajemen pohon per pohon. Dengan cara ini produktivitas tegakan diharapkan dapat menjadi ideal.

Masalah kedua yang paling penting adalah tingginya biaya penyulingan. Hitung-hitungan standar terhadap biaya penyulingan dengan kondisi yang sekarang, menghasilkan beban untuk sekali suling sebesar Rp 520.000,- per kg minyak. Ini dengan catatan kapasitas optimum (300 kg) terpenuhi. Faktanya dengan produktivitas tegakan yang sangat rendah kapasitas optimum tidak selalu terpenuhi. Bahkan seringkali jauh di bawah itu. Bila itu terjadi otomatis beban biaya penyulingan per kg minyak akan lebih besar lagi. Lalu apa yang bisa dilakukan?

Konversi bahan bakar

Untuk menekan biaya penyulingan, yang harus dilakukan paling utama adalah dengan melakukan konversi bahan bakar. Bahan bakar merupakan komponen yang paling besar berkontribusi pada tingginya biaya penyulingan selain upah petik bunga. Ini karena mesin pabrik didesain menggunakan bahan bakar yang mahal. Ada dua macam bahan bakar yang diperlukan, yaitu minyak tanah sebagai sebagai bahan bakar untuk mesin suling dan solar yang diperlukan untuk menghasilkan energi listrik yang digunakan untuk menyedot air yang diperlukan dalam proses pendinginan dan penerangan. Beban bahan bakar ini mencapai 300 ribu per kg minyak. Untuk mengganti minyak tanah ada beberapa pilihan yang bisa digunakan, yaitu kayu, ampas gergaji atau batu bara. Tetapi yang paling memungkinkan adalah kayu bakar plus ampas gergaji yang banyak terdapat di sekitar pabrik. Bila kita bisa menggunakan bahan bakar dengan biaya maksimal Rp 5.000,- per jamnya maka kita bisa menghemat beban bahan bakar sampai 200 ribu per kg minyak. Sayangnya kita memang tidak punya alternatif untuk mengganti solar. Di sekitar lokasi tidak didapatkan sumber air yang dapat digunakan untuk sumber pendingin. Jadi untuk sementara beban untuk solar tetap seperti semula. Konsekwensi hal ini adalah perlu melakukan perubahan terhadap instalasi mesin. Saya belum bisa menghitung berapa banyak biaya yang dibutuhkan untuk itu tetapi saya kira tidak akan terlalu

besar. Selain itu beberapa hal yang bisa dilakukan: 1. Memperbesar kapasitas suling Untuk menghemat bahan bakar juga bisa dilakukan dengan menambah kapasitas sekali suling, minimal mencukupi kapasitas minimum. Hitung-hitungan saya kapasitas minimum yang harus dicapai sekali masak adalah 250 kg. Konsekwensi dari hal ini adalah produktivitas tegakan yang harus tinggi dan stabil. Prinsipnya, semakin besar kapasitas sekali masak akan semakin menghemat beban bahan bakar per kg minyak yang dihasilkan. Sayangnya untuk memperbesar kapasitas memang harus mengubah total instalasi mesin pabrik sehingga butuh biaya tidak sedikit.

juga adalah tingginya biaya penyusutan. Bila katakanlah bunga bisa diproduksi normal mulai tahun 2010 dan dalam satu tahun bisa dilakukan 300 kali penyulingan @ 300 kg (produktivitas tegakan total 90.000 kg per tahun dari 70 ha), maka beban penyusutan per kg minyak pada tahun itu adalah sebesar Rp 222.000,- . Bila digenapkan dengan jumlah biaya pemasaran menjadi Rp 300.000,- maka diperoleh laba selisih Rp 200.000,- per sekali suling. Dengan jumlah penyulingan setahun 300 kali maka diperoleh laba sebesar Rp 60.000.000,- per tahun. Atau Rp 857.000 per ha per tahun. Hitung-hitungan ini memang sangat sederhana dan kasar tetapi paling

2. Menyesuaikan lama penyulingan dengan kapasitas bunga Bila pun akhirnya terpaksa harus memasak sampai hanya 200 kg bunga maka tidak perlu sampai 20 jam (grade 4), cukup sampai 12 jam (grade 3). Ini karena bila ditambah 8 jam sudah tidak efisien lagi. 3. Menyuling hanya bunga yang matang saja Ini untuk meningkatkan rendemen. Dengan menyuling bunga yang matang maka diharapkan rendemen akan meningkat. Hal ini juga bisa dilakukan apabila produktivitas tegakan tinggi dan stabil. Hitung-hitungan saya, apabila kita bisa menghemat bahan bakar seperti yang disampaikan, tadi maka kita akan memperoleh laba hampir Rp 500.000,- per sekali suling (Profit margin 33%). Ini dengan asumsi kapasitas suling 300 kg, waktu suling adalah 20 jam (2, 4, 6 dan 8 jam), rendemen 1,604% (2 jam=0,253%, 4 jam=0,284%, 6 jam=0,288%, 8 jam=0,239%), harga 2 dan 4 jam Rp 800.000,- harga 6 jam Rp 500.000,- dan harga 8 jam Rp 400.000,- Dengan catatan: belum memperhitungan biaya penyusutan dan biaya pemasaran.

Penyusutan dan Pemasaran

Satu hal yang menjadi problem

yang fleksibel dan cepat tanggap, sehingga mestinya berada dalam satu manajemen dari hulu sampai hilir. Manajemen terpisah seperti saat ini (produksi oleh KPH, pemasaran oleh KBM) akan menyulitkan pengambilan keputusan dengan cepat, sehingga tidak cocok dengan kondisi pasar yang senantiasa berubah. Dari uraian di atas, beberapa hal yang ingin saya sampaikan: 1. Industri ylang-ylang masih bisa diusahakan ekonomis, namun membutuhkan beberapa perbaikan, baik pada tegakan maupun pada pabrik dan membutuhkan waktu yang cukup lama, sekitar 3-4 tahun. Ini berarti hampir kembali mulai dari nol. 2. Dengan potensi ekonomis sebesar angka di atas dan waktu yang diperlukan untuk mencapainya dapat dijadikan dasar untuk mempertimbangkan keputusan yang akan diambil untuk masa depan industri ini. Pada prinsipnya bila terdapat alternatif jenis lain yang lebih ekonomis dengan waktu yang relatif sama atau lebih cepat maka memang lebih baik dikonversi saja. 3. Apabila industri ini akan dipertahankan, sebaiknya dilakukan dalam satu manajemen dari hulu ke hilir sehingga bisa dengan cepat mengambil keputusan kaitannya dengan perilaku pasar. Angka-angka di atas akan meningkat signifikan apabila kita bisa “menembus” pasar.***

tidak diharapkan dapat memberi gambaran tentang potensi ekonomis industri ylang-ylang. Yang harus diperhatikan juga adalah sistem pemasaran. Atau tepatnya sistem manajemen dari industri ini. Sifat minyak atsiri yang sangat dipengaruhi kondisi pasar membutuhkan manajemen

Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

25

Rekaman Lensa

Dirut Perum Perhutani Transtoto Handhadari (paling kanan) bersama Dirum Sondang Gultom dan Asdir SDM Subiyono meninjau pelaksanaan tes seleksi penerimaan pegawai di Gelora Bung Karno Sabtu (25/8) Outbound Direktorat Keuangan Kantor Pusat di Wana Wisata Cimanggu 20-21 Juli 2007

26

Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

Outbound Direktorat P di Wana Wisata Cangku

Dirut Perum Perhutani Transtoto Handadhari meresmikan gedung pendidikan anak usia dini di KPH Randu blatung Jawa Tengah

Pemberian Sharing Produksi Kayu kepada LMDH di KPH Ciamis sebesar Rp.1,113 Milyar

Pelantikan Majelis Pembimbing Saka Wana Bhakti Daerah Jawa Barat 2007 – 2012

Administratur dan Karyawan KPH Tasikmalaya melakukan kegiatan Cycling dengan Jarak 76 Km. Berangkat dari Cikalong Tasikmalaya Selatan sampai Pantai Pangandaran KPH Ciamis.

roduksi Kantor Pusat uang 30-31 Juli 2007

Bergaya dengan kaca mata baru Rp 15.000,-an di atas kapal feri Gilimanuk-Ketapang

Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

27

Penelitian dan Pengembangan

Membangun Hutan dengan Memanfaatkan Fungi Mikoriza

Oleh Corryanti Peneliti Perum Perhutani dan kandidat doktor bidang Mikrobiologi Tanah

28

Pengetahuan tentang untung-rugi keberadaan mikrobia bagi tanaman sudah banyak diteliti dan dikenali, bahkan perkembangannya kini sudah semakin maju. Pemanfaatan mikrobia bagi tanaman dewasa ini semakin relevan dibicarakan karena keharusan kita untuk menyelamatkan bumi dari kehancuran akibat pengelolaan kekayaan alam yang seringkali kurang memerhatikan fungsi komponen-komponen ekosistem. Salah satu mikrobia yang telah lama diketahui banyak memberikan manfaat bagi tanaman adalah fungi mikoriza (mycorrhizal fungus). Mikoriza dapat didefinisikan sebagai suatu struktur asosiasi antara fungi tanah dengan perakaran tanaman tingkat tinggi. Berdasarkan struktur penginfeksian, secara garis besar asosiasi ini dikelompokkan menjadi tipe ektomikoriza dan endomikoriza. Asosiasi mikoriza merupakan simbiosis mutualisme, karena antar kedua simbion saling mengendalikan kegiatan fisiologis dan morfologisnya dan saling memperoleh manfaat (Rao, 1994; Miller & Kling, 2000). Tanaman memperoleh peningkatan serapan hara dari fungi melalui eksplorasi miselium di dalam tanah, sedangkan fungi memperoleh karbohidrat dan turunannya dari hasil fotosintesis tanaman inang (Thorn, 1994, Brundrett et al., 1996). Pengetahuan mikoriza mulai diketahui sejak abad 17 (1885) oleh ilmuwan Jerman, Frank, yang mengamati adanya struktur ektomikoriza pada perakaran pinus. Di Indonesia, di bidang kehutanan khususnya, secara praktis rimbawan sudah sejak lama mengenali ektomikoriza pada tanamam pinus dan memanfaatkannya dengan mengumpulkan tanah-tanah permukaan yang bermikoriza asal tegakan-tegakan pinus tua untuk menambah kesuburan pada media pembibitan. Publikasi tentang endomikoriza pada tanaman jati mulai disinggung oleh Hardjodarsono pada tahun 1977. Dalam dua puluh tahun terakhir, penelitian mikoriza kemudian berkembang untuk berbagai jenis tanaman agrikultura, hortikultura, perkebunan maupun kehutanan. Sekalipun manfaat asosiasi ini diketahui mampu memperbaiki pertumbuhan tanaman dan sifat lingkungan-tumbuh, namun pemanfaatannya dapat dikategorikan masih rendah. Sosialisasi pengetahuan dan pengembangannya masih terbatas pada tingkat

Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

penelitian atau kalangan terbatas, dan hanya sedikit pada kegiatan pemanfaatan praktis. Tulisan ini ingin mengajak para pembaca meninjau kembali peran jasad renik dalam kegiatan budidaya tanaman hutan (silviculture).

Manfaat mikoriza bagi tanaman

Salah satu prasyarat untuk membangun hutan yang baik adalah menyediakan bibit tanaman yang sehat, tahan penyakit, dan siap tumbuh di lapangan. Penggunaan mikoriza pada bibit-bibit pra-tanam merupakan salah satu solusi yang murah dan mudah untuk menjamin keberhasilan tanaman hutan di lapangan. Dari sejumlah penelitian pada tanaman bermikoriza, manfaat mikoriza secara khusus dapat disebutkan sebagai berikut: 1. Membantu meningkatkan penyerapan hara makro dan mikro yang diperlukan tanaman, sehingga dapat memperbaiki pertumbuhan inangnya (Mukerji, 1996; Corryanti, 2007) 2. Membantu mengendalikan infeksi patogen akar (Harley, 1994) 3. Dapat menstimulasi kuantitas dan aktivitas mikrobia tanah lainnya dan menggalang kerja sama (sinergy) (Rao, 1992) 4. Membantu tanaman untuk mempertahankan diri dalam kondisi kekeringan (Kartika, 2006) 5. Dapat berperan sebagai remediator dengan membantu meningkatkan toleransi tanaman terhadap toksisitas logam-logam berat pada tanah-tanah yang terkontaminasi (tercemar) 6. Membantu memulihkan kondisi lingkungan yang mengalami kerusakan (Allen & Allen, 1992) 7. Dapat mentransfer energi (hara) antar tanaman sehingga menjaga

keanekaragaman jenis (Srivastava, 1994) Manfaat-manfaat mikoriza lain dalam lingkungan diyakini akan muncul sejalan dengan kondisi lingkungan yang dinamis melalui perkembangan penelitian serta pemanfaatannya yang sesuai dan efektif. Manfaat yang beragam dari mikoriza dapat dimengerti karena secara alami tanaman mengalami kondisi mikoriza (mycorrhizal). Tipe endomikoriza diduga tersebar pada 85-90% dan tipe ektomikoriza pada sekitar 7% tanaman di alam (Mukerji, 1996), sementara pada jenis-jenis Proteaceae merupakan tanaman yang tidak bermikoriza (Brundrett, 1996). Jumlah ini bisa jadi akan dinamis.

Pemanfaatan mikoriza dalam budidaya tanaman hutan

Saat ini kegiatan penyiapan bibit di persemaian tidaklah tepat dan bijaksana bila dilakukan dengan menambahkan tanah-tanah permukaan (top soil) sebagai bagian komponen pembibitan. Tanah permukaan yang ditambahkan pada pembibitan memang dapat meningkatkan kesuburan medium semai karena top soil merupakan zona mikrobia berkembang dan berperan vital dalam sejumlah proses fisiologi (Bellgard, 1993), namun, selain dapat merusak lingkungan hutan dengan terkikisnya lapis tanah olah, top soil juga mudah menularkan penyakit yang berasal dari lapangan pada bibit di persemaian. Pemanfaatan mikoriza dapat dimasukkan ke dalam komponen pembibitan tanaman hutan, karena manfaatnya bagi tanaman tersebut seperti di atas, serta penyediaannya mudah dan murah. Tidak setiap mikoriza yang diberikan pada tanaman akan menginfeksi tanaman dengan baik dan efektif bagi tanaman, karena bervariasinya manfaat mikoriza pada tanaman bergantung kondisi ruang dan waktu yang menentukan pertumbuhan tanaman dan fungi serta distribusi fungi (Fitter & Merryweather, 1992). Setiadi (2007) mengemukakan, untuk menghasilkan manfaat yang optimal dalam menggunakan teknologi

mikoriza, harus memperhatikan hal sebagai berikut: 1. Memahami tingkat ketergantungan tanaman terhadap mikoriza, yaitu kondisi tanaman bergantung pada keberadaan fungi mikoriza untuk mencapai pertumbuhan maksimum pada tingkat kesuburan tanah tertentu 2. Menggunakan isolat-isolat fungi mikoriza yang sudah teruji efektif, adaptif, kompetitif, menetap (persistent) serta mudah diproduksi 3. Memerhatikan saat penginokulasian, yaitu ketika tanaman pada tingkat semai 4. Memahami pemroduksian inokulum mikoriza. Untuk perbanyakan fungi kini telah diupayakan pengembangan teknik-teknik produksinya. Ektomikoriza merupakan tipe fungi yang dapat dikulturkan tanpa inang, yang dapat dipisahkan bentuk vegetatifnya kemudian dikulturkan dengan tambahan nutrisi dan vitamin tertentu. Produk perbanyakan tipe ini dapat diformulasikan dalam bentuk pelet, tablet atau alginate bead spore. Sedang tipe endomikoriza merupakan simbion yang obligate, melangsungkan hidupnya dengan adanya inang, sehingga untuk membiakkannya diperlukan tanaman. Perkembangan teknik produksinya kini berkembang pada tingkat yang lebih terjamin, dari kultur terbuka (open-culture) menuju kondisi yang lebih steril, dimulai dari tingkat isolasi, pembiakan massal dan cara penginfeksian yang praktis. Memproduksi-massal fungi mikoriza membutuhkan bahan-bahan sederhana yang terdapat di sekitar yang relatif murah dan mudah diperoleh, misal pasir dan batuan zeolite untuk media, pupuk alam seperti batuan fosfat dan beberapa bahan lain yang bisa dimodifikasi. Pengembangan mikoriza di bidang kehutanan kini bukanlah suatu pekerjaan yang percuma, karena sumberdaya dan tenaga ahli di bidang ini sudah memadai. Sumberdaya mikoriza yang sudah teruji dan terjamin sudah ada di beberapa institusi yang dipercaya dan peneliti yang bekerja di bidang mikoriza sudah pula berkembang

dengan aspek yang beragam.

Prospek pemanfaatan mikoriza

Prospek pengembangan dan pemanfaatan mikoriza dapat diprediksi sangat baik, karena luasnya kerusakan dan menurunnya kualitas lahan-lahan hutan dewasa ini, baik di pulau Jawa maupun di Indonesia yang memerlukan rehabilitasi. Data FAO menyebutkan laju penghancuran hutan di Indonesia dalam lima tahun merupakan yang tercepat di dunia dan mencapai 2% per tahun dari luasan hutan sekitar 88.000 juta (Kompas, 2007). Oleh karena itu, kegiatan kehutanan dewasa ini lebih menitikberatkan pada menghutankan lahan, lebih lanjut bukan memfokuskan pada menebang atau memanen kayu. Penumbuhan hutan yang baik adalah kegiatan yang holistik, yaitu memerhatikan aspek-aspek lingkungan yang mendukung kesinambungan ekosistem dalam arti luas. Dalam kesempatan ini, peran mikoriza dapat memperbaiki nasib tanaman selanjutnya, memperkaya keragaman jasad renik di dalam tanah untuk memperbaiki sifat tanah sebagai medium tanam dan meningkatkan produktivitas lahan. Pengembangan pupuk hayati melalui input mikoriza akan bermanfaat bagi tanaman kehutanan dan dapat lebih ekonomis, karena tidak memungkinkannya melakukan pemupukan pada lahan hutan yang luas dengan biaya yang sangat mahal. Dengan mempertimbangkan kelebihan-kelebihan yang ada, kegiatan penelitian dan pengembangan yang diikuti dengan pemanfaatan mikoriza yang tepat merupakan alternatif strategi budidaya tanaman yang sangat terbuka luas. Semoga bermanfaat!.

Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

29

Produksi

Meningkatkan Produktifitas SDH

Oleh Dahono Irianto* Direktur PT Palawi

30

Road map mencapai visi, misi, dan tujuan perusahaan, yang mencantumkan produktivitas sumberdaya hutan (SDH) Perum Perhutani hanya sekitar 85 meter kubik per hektar (± 43 persen dari potensi normal) atau hanya 25 persen dari produktivitas rata-rata internasional sungguh menggugah hati saya. Sebagai rimbawan Perum Perhutani, rendahnya produktifitas tersebut janganlah mendorong sikap pesimis dan bertopang dagu, apalagi bermalas-malas. Lebih baik mengambil langkah dan berfikir positif: bagaimana caranya meningkatkan produktivitas SDH Perum Perhutani agar mencapai standar maksimal 200-400 meter kubik per hektar.

Strategi benih Benih merupakan titik awal (starting point) dari produktivitas paling premium yang kita inginkan. Untuk mendapatkan benih yang unggul diawali dari produksi biji yang unggul pula, baik secara kuantitas maupun mutu biji dengan viabilitas (daya kecambah) maksimal lebih dari 90 persen. Untuk mendapatkan biji yang unggul harus dimulai dari Areal Produksi Benih(APB) yang baik pula dengan didominasi oleh tegakantegakan yang sehat, produktivitas tinggi dan terawat secara baik dan teratur. APB yang sehat dan produktivitas biji yang berkualitas perlu diwujudkan dari mulai penetapan (scoring) APB yang tepat dan tidak salah pilih. Jika APB yang sehat dengan produktivitas tinggi tercapai, waktu dan cara pengunduhan biji yang benar harus diperhatikan dengan baik. Penanganan dan pengolahan biji yang benar dan cara menyemaikan yang benar akan mewujudkan benih yang unggul. Perlakuan terhadap masing-masing biji tentunya berdasarkan pedoman teknis dan prosedur yang telah ditetapkan sehingga akan diperoleh kualitas persemaian yang baik. Persemaian yang berhasil adalah dimana pada setiap kantong persemaian (polybag) bibit tumbuh secara merata, baik pada ketinggiannya maupun diameternya.

Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

Persiapan tanaman Persiapan tanaman diawali dengan land clearing atau pembersihan lapangan calon tanaman sebaik dan sesempurna mungkin, termasuk penataan tata batas. Penggemburan tanah yang dilakukan dengan cara Gebrus I dan Gebrus II dimaksudkan untuk memperbaiki aerasi tanah untuk kepentingan pertumbuhan semai, manakala semai mulai ditanam. Namun hal ini kadang diabaikan dalam pelaksanaan, sehingga menyebabkan pertumbuhan tanaman tidak merata. Pembuatan jalan pemeriksaan, pemasangan acir, baik acir tanaman pagar, tanaman pengisi, tanaman sela, tanaman pokok, dimaksudkan agar tanaman bisa tumbuh secara rapi dan teratur pada skala ruang tumbuh yang cukup atau memenuhi kaidah-kaidah silvikultur. Keberhasilan tanaman yang dinilai dari persen tumbuh lebih besar dari 95 persen merupakan awal sukses mencapai produktivitas lahan. Pada saat mencapai keberhasilan tanaman tersebut ada beberapa faktor yang perlu dicermati, antara lain angkutan benih, cara menanam benih, curah hujan, kepedulian tanaman dan pembiayaan yang cukup sampai pada tenaga kerja langsung yang menangani tanaman. Ini merupakan proses mencapai sukses produktivitas SDH.

Perawatan Hutan Perawatan yang paling sensitif adalah pada saat danger. Bagaimana para petani mendangir tanaman palawijanya dan sekaligus merawat larikan tanaman hutan agar aerasinya lebih baik dan memperoleh nutrisinya. Perawatan kedua pada saat para

pesanggem memanen hasil palawijanya agar tanaman tidak terinjak, kena parang, dan bahkan mati karena terkena tumpukan hasil palawija. Disini diperlukan kecermatan dan arahan pada para pesanggem agar larikan tanaman kehutanan tetap tumbuh dan bersemi. Pasca lepas kontrak tanaman, situasi yang sangat rawan adalah apakah tanaman akan menjadi KU (Kelas Umur) ataukah menjadi tanaman dengan pertumbuhan kurang atau miskin riap atau bahkan menjadi tanah kosong baru sebagai akibat kegagalan tanaman. LMDH bisa melaksanakan babad rayudan untuk mengatasi larikan tanaman hutan bebas dari tanaman pengganggu (gulma) seperti kerinyu, Mechania cordata, dll. sekaligus juga pengendalian dari gangguan ternak yang akan menggganggu tanaman muda, sehingga kualitas tanaman

balita (dibawah lima tahun) dapat terpelihara secara baik. Pemupukan sebenarnya bukan merupakan bagian yang tabu dalam pembuatan tanaman hutan, hanya saja dinilai masih kurang efisien, sehingga pemupukan hanya dilakukan pada tanaman JPP dan jenis tanaman khusus (FGS/Fast Growing Species). Penjarangan yang telah diatur dalam kelas dasawarsa atau diatur sesuai dengan perkembangan pertumbuhan tajuk pohon, sangatlah penting dilakukan secara teratur agar proses fotosintesa berjalan maksimal, juga pertumbuhan tinggi serta diameternya sesuai dengan irama yang kita inginkan.

muda untuk dijual maupun untuk pakan ternak. Oleh karena itu pada masa ini perlu dilakukan pengendalian yang intensif. Pada saat tegakan sudah bisa dimanfaatkan kayunya (KU III, IV dan sebagainya), keamanan TMT3 (Terprogram, Menyeluruh, Terpadu, Terjadual, dan Terus Menerus) harus dilakukan baik secara preemtif, preventif, dan represif sampai umur masak tebang. Dengan kiat diatas, mudah-mudahan Perum Perhutani mendapatkan produktivitas lahan per satuan luas secara maksimal. Kiat di atas harus dilakukan oleh seluruh jajaran pada setiap level manajemen.

Mengamankan tegakan Setelah tegakan mulai memberi manfaat ekonomis, biasanya tegakan sering mengalami gangguan yang sangat nyata, mulai perempelan daun

Segenap Pimpinan dan Staf

Perum PERHUTANI Turut berduka cita atas wafatnya Sukak Ichwan

(Ibunda Ir. Haryono Kusumo) Kepala Unit I Jawa Tengah

Meninggal dunia usia 75 tahun di RS Darmo Surabaya dan dimakamkan hari Selasa, 24 Juli 2007 di Pemakaman Trowulan-Jombang

Semoga amal & Ibadah beliau di terima di sisiNya Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

31

Kolom

Lagi, Koreksi Perhitungan Etat Oleh Indro Tri Widiyanto Karyawan Perhutani KPH Saradan

Beberapa edisi lalu, Duta Rimba memuat tulisan orang-orang yang cukup tajam menyoroti perhitungan etat dan pengaturan hasil, mulai dari Instruksi 1938, Instruksi 1974, hingga analisa relevansi SK. Dirjen Kehutanan No.143/1974. Menurut perspektif akademik, tak salah pendapat Teguh Yuwono dan Rohman dalam artikelnya untuk meninjau kembali SK Dirjen yang sudah berumur hampir 33 tahun itu. Toh, SK Dirjen Kehutanan bukan kitab suci yang anti revisi. Penulis ingin menyampaikan bahwa dalam prakteknya Perhutani juga menerapkan Faktor Koreksi Pasca Pengujian JWP yang dikenal dengan Koreksi Jangka Benah yang tidak hanya memperbaiki hutan alam jati miskin riap (HJMR), tetapi juga menunda umur mulai tebang (UMT) agar layak ditebang, di atas umur tebang minimum (UTM) pada hutan tanaman Kelas Umur (KU). Refleksi Penulis menghargai dinamika regulasi Pengaturan Hasil Hutan Tanaman Jati yang sebenarnya sudah beradaptasi dari pengaturan situasi konsep hutan normal menuju pengaturan situasi hutan tidak normal. Faktanya memang seperti sudah disampaikan dalam tulisan terdahulu dan banyak diungkapkan oleh beberapa konsultan yang bergerak di bidang pengelolaan hutan lestari. Namun lebih arif bila kekurangan yang terjadi di perhutani -dan sebenarnya telah

32

Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

terdeteksi secara internal- segera diberikan solusi. Daripada merenungi kegelapan lebih baik segera mengambil lilin dan nyalakan. Solusi yang perlu diberikan dalam revisi Instruksi 1974 adalah tentang faktor koreksi yang dapat mengakomodir perubahan dari kondisi hutan tidak normal pada tahun 1974 dengan kondisi hutan ekstra tidak normal pada saat ini. Kondisi ekstra tidak normal diantaranya seperti dicirikan oleh Mulyono (2006) yang menyebutkan bahwa tegakan yang masih muda jumlahnya cukup luas dan belum tentu selamat sampai akhir daur. Melengkapi apa yang dikatakan Mulyono, kondisi kelas kelas umur tertentu rawan pencurian, yaitu KU II, III dan IV, belum tentu dapat dipertahankan dengan keluasan yang hampir sama pada jangka berikutnya. Mencermati kondisi hutan ekstra tidak normal ini penulis sependapat dengan penerapan solusi Casualty Per Cent Luas Tegakan sebagai pelengkap faktor koreksi (volume) yang selama ini diterapkan dalam perhitungan etat RPKH di Perhutani.

Keragaman ukuran diamater pada hutan tidak seumur dapat dianalogkan dengan keragaman keadaan luas hutan tanaman jati di Perum Perhutani saat ini yang kondisinya tidak normal, dalam hal ini luas kelas hutan dengan umur muda lebih dominan dan luasnya semakin berkurang dengan bertambahnya ukuran pohon (Rohman, 2007). Penulis tetap memberikan apresiasi terhadap perhitungan etat konvensional dengan koreksi jangka benah, dan perlu ditambahkan faktor koreksi keluasan atas tiap struktur KU dengan membandingkan rencana dan realisasi luas selama jangka yang lalu, dalam arti: Luas KU II saat ini dibandingkan dengan asal luas KU I jangka lama. Karena untuk menghitung faktor koreksi selama daur dirasakan tidak relevan dengan membandingkan kondisi saat ini dan tren di masa yang akan datang. Penentuan Faktor koreksi yang selama ini seragam untuk semua struktur kelas umur kiranya perlu ditinjau lagi, karena koreksi terhadap volume dan KBD untuk KU tua tentu belum tentu sama dengan KU muda. Penerapan Jangka Benah terkait dengan Pengelolaan Hutan Lestari masih tetap relevan selama terjadi konsistensi terhadap

kondisi mutasi jumlah pohon dengan berbagai sebab, seperti mutasi karena pemanenan/tebangan, pencurian, maupun akibat bencana alam. Ke depan, faktor ini agar masuk dalam alokasi etat yang tersusun dalam PK 10 beserta konsekuensi yang ditimbulkan karena gangguan keamanan. Penerapan jangka benah tetap perlu dipertahankan karena merupakan faktor koreksi dari pengujian JWP berdasarkan UTR, yang dalam prakteknya masih ditemukan struktur KU hasil Pengujian JWP, UMT (umur mulai ditebang) dibawah UTM

KU pada akhir jangka atau daur. Informasi ini penting diketahui bahwa sebagai Praktisi Kehutanan, Perhutani sebenarnya telah melakukan Perencanaan konseptual menuju Pengeolaan Hutan Lestari. Namun dalam prakteknya memang tidak bisa sesederhana dalam sebuah tulisan, karena banyak faktor yang perlu dipertimbangkan terkait dengan kesepakatan yang harus dipenuhi dengan Kementrian BUMN mengenai target profit. Terkait dengan piranti dalam pengukuran potensi hutan dan kehilangan potensi di masa yang

(umur tebang minimum).

akan datang perlu kiranya penerapan TVL struktur KU yang terinci per sortimen, sehingga dapat diprediksi prosentase kehilangan potensi sekaligus sebagai pengukur faktor koreksi tiap-tiap struktur KU. Dengan demikian Tabel nilai kerugian tonggak dapat terupdate, disesuaikan dengan harga jual dasar (HJD) yang berlaku. Koreksi terhadap Faktor Koreksi memang wajar berubah, sebagaimana prinsip Einstein bahwa yang abadi adalah perubahan, dan yang survive adalah mereka yang mampu menyesuaikan kondisi dan adaptif terhadap perubahan. Dengan koreksi terhadap terhadap faktror koreksi yang memasukkan ’angka harapan luasan’ (casualty per cent) yang terinci dalam struktur KU, diharapkan akan meminimalkan kerusakan

Koreksi terhadap etat tersebut akan lebih meminimalkan resiko terjadinya over cutting meskipun belum mengakomodir koreksi ’angka harapan luasan’ yang akan dicapai oleh tiap-tiap struktur

Kayu tebangan di salah satu Tempat Penimbunan Kayu

Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

33

PELUANG

Aktivitas Berbasis Rencana

Oleh Susilo Budi Wacono Kepala Seksi Perencanaan Hutan III Bandung

34

Dalam kehidupan sehari-hari, batas antara selera dan rencana sangatlah tipis. Seringkali kita secara yakin melakukan sebuah kegiatan karena terhipnotis dan dikendalikan dengan selera. Tanpa ada berita, jadual, rencana atau tanpa persiapan apa pun , seketika kita dengan optimisme tinggi melakukan sesuatu karena keinginan yang begitu kuat. Atau sebaliknya, pekerjaan yang telah direncanakan jauh hari, persiapan matang, tetapi malah gagal dilaksanakan. Sebuah rencana bisa dimitoskan sebagai penyebab kegagalan sebuah pekerjaan. Mengapa? Karena pekerjaan tanpa rencana tidak akan pernah mengalami kegagalan atau bisa jadi dinilai selalu berhasil. Ukuran keberhasilan menjadi kabur. Tidak ada istilah gagal pada kegiatan yang tidak direncanakan. Lalu, apa beda rencana dan selera? Selera lebih disetir oleh bekerjanya otak kiri manusia dan suasana perasaan hati, keinginan sesaat. Sedangkan rencana banyak dipengaruhi oleh logika, visi , berpikir jauh ke depan dan menjadi beban bekerjanya otak kanan manusia. Selera lebih bersumber pada sebuah keinginan. Rencana didasari oleh sekelompok kebutuhan. Salah satu isi arahan Dirut Perhutani pada rapat paripurna di Yogyakarta 14 Mei 2007 perlu direnungkan dan dicermati bersama. “Perusahaan dikelola dengan rencana bukan berdasarkan selera,” demikian penegasan Pak Transtoto. Sebuah kata bijak yang penuh makna, tetapi diperlukan komitmen dan kebesaran jiwa untuk mengimplementasikannya. Para pihak yang menentukan sebuah eksekusi kegiatan apakah berdasar pada selera ataukah sebuah rencana juga sangat jelas bedanya. Keputusan pelaksanaan kegiatan yang bersumber dari selera memposisikan eksekutor sebagai “Boss” (driver). Sedang keputusan berdasar sebuah rencana dilakukan oleh seorang pemimpin (leader). Memang sangat tipis batasan antara selera dan rencana. Sama persis transparan-

Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

nya perbedaan antara boss dan pemimpin. Kendati dalam pengelolaan sebuah entitas bisnis seperti Perum Perhutani jelas sangat fundamental dan signifikan perbedaannya. Bisnis harus dikendalikan dengan rencana oleh ’pemimpin’nya, tidak berdasarkan pada selera pengelolanya (baca: ’boss’ nya) semata. Ketika diimplementasikan, kegiatan yang bersumber kepada selera sangatlah sulit mengukurnya, target tidak jelas apalagi mengelolanya. Beda dengan aktifitas berbasis rencana. Pasti terukur, ada target, tata waktu dan tujuannya (visioner), sehingga juga lebih mudah dikelola. Yang lebih penting adalah demokratisasi penciptaan sebuah kebijakan. Pekerjaan yang bersumber kepada rencana telah melewati proses yang adil, transparan dan dapat dipertanggung jawabkan, sehingga cenderung bernilai penerapan Good Corporate Governence (GCG). Sedangkan yang mengakar pada selera lebih cenderung otokratis dan bisa dinilai cenderung sangat jauh dari prinsip-prinsip GCG. Reformasi Visi dan Misi Perhutani terkini sudah selayaknya diikuti dengan reformasi mendasar dalam mengelola perusahaan. Ada dua bidang tugas utama yang paling mendasar dilakukan reformasi di Perhutani, yaitu reformasi bidang perencanaan (SDH dan perusahaan) dan reformasi bidang pemasaran. Mengapa? Karena dua hal itu telah mewakili sebuah proses sektor hulu (perencanaan) dan sektor hilir

(pemasaran). Jika demikian adanya, maka kegiatan berbasis perencanaan hendaknya menjadi sebuah undang-undang tertinggi kendati bukan satunya-satunya konstitusi yang harus ditaati dalam pengelolaan perusahaan. Sekali lagi, perusahaan sebesar Perhutani mutlak dikelola berdasar rencana, bukan bersumber pada selera. Pekerjaan yang direncanakan tentu saja berbasis pada aturan formal, tertulis. Dilengkapi pula dengan data dan fakta (kajian dan empiris) serta dengan pertimbangan rasional dan obyektif untuk menerjemahkan visi dan misinya ke dalam tindakan nyata. Perencanaan disusun untuk memenuhi kebutuhan dan tujuan perusahaan dalam lingkungan lokal, regional dan global yang senantiasa berubah. Bukan sebaliknya, dengan mengedepankan selera yang bersumber kepada keiginan semata, aturan tidak tertulis dan cenderung berlandaskan suasana hati, yang pada gilirannya pasti akan sangat sulit dalam pengelolaannya, apalagi evaluasi dan pengendaliannya. Sanggupkah kita menerapkan apa yang sudah menjadi komitmen dan pijakan bersama untuk membesarkan Perhutani tercinta? Tentu saja kita tak ingin mengingkari janji bersama yang bersumber pada kebulatan tekad dan keluhuran budi untuk menjadikan Perhutani sebagai pengelola hutan tropis terbaik di dunia. Yang tak kalah penting adalah memberikan suasana nyaman, tenang dan konsusif bagi semua karyawan untuk berkarya, mengabdi dan mencari nafkah. Memberikan yang terbaik untuk kebanggaan dan kejayaan Perhutani. Kalau setuju dengan tulisan pendek di atas, maka saya menyarankan Anda untuk mengamini dan mengamalkan kata bijak berikut,” Karyawan harus ikut aturan bukan perasaan.”

Membangun SDM di Unit Bisnis percayaan pelanggan atau bahkan mungkin sering mendapat keluhan pelanggannya, karena lambat dalam proses pelayanan, dan bahkan memungkinkan kondisi kendaraannya menjadi lebih buruk.

Oleh Tribagus Sumaryuwono Manager Pengolahan PGT Langkah spin-off kelola hutan dan kelola bisnis yang diambil Direksi Perum Perhutani pertengahan 2005 sangat tepat. Dengan spin-off, Perum Perhutani diharapkan lebih professional dan optimal dalam mengelola hutan. Sekarang tinggal bagaimana mengawal implementasi spin-off. Spin-off telah berjalan lebih kurang 20 bulan. Pertanyaannya? Sudahkah Kesatuan Bisnis Mandiri (KBM) berjalan sesuai harapan? Sebagai unit bisnis, lebih profesional mana? KBM atau Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH)? Dan, bila diumpamakan, kalau kita akan membangun bengkel, apakah montir-montir yang akan bekerja telah memiliki keahlian dan ketrampilan dibidangnya atau memiliki kompetensi? Jika belum, dapat dibayangkan bahwa bengkel yang kita bangun akan sulit mendapat ke-

Kepuasan Pelanggan Dalam dunia bisnis, kepuasan pelanggan menjadi tolok ukur keberhasilan kinerja perusahaan. KBM Industri Non Kayu Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah, mencoba mengawali langkah kerja dengan budaya baru, dengan penuh pengorbanan, kebersamaan dan kekompakan, agar kepuasan pelanggan tercapai. Beruntung, KBM Industri Non Kayu Unit I memiliki karyawan yang kompetensi dibidangnya masing-masing, mulai dari bidang pelayanan penjualan dalam negeri maupun luar negeri, sampai bidang instalasi dan proses produksi industri non kayu. Dengan demikian, tinggal membangun kerjasama antar bidang terkait, mulai dari penyediaan bahan baku, proses pengolahan, penanganan persediaan hingga pemasarannya. Pimpinan di jajaran KBM punya tanggungjawab untuk memenuhi itu semua, bila perlu terjun langsung membimbing karyawannya, berperan sebagai pembimbing. Untuk membangun sumberdaya manusia yang bersih, berwibawa dan professional, -sebagaimana Misi Perum Perhutani point 4-, harus dimulai dan ditunjukkan oleh pimpinan.***

Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

35

PELUANG

Koperasi Karyawan Perum Perhutani Mampukah Berkonglomerasi? Pandangan tentang koperasi sebagai sokoguru ekonomi sudah tidak ada gaungnya lagi. Undang-undang tentang Koperasi No. 25 tahun 1992 belum pernah dicabut, tetapi belum menunjukkan hasil bahwa koperasi mampu bersaing dengan ekonomi kapitalis.

nya: 1. Koperasi primer diikat dalam koperasi sekunder atau gabungan. 2. Koperasi gabungan diikat dalam induk koperasi. 3. Koperasi diaudit secara terbuka. 4. AD/ART seragam atau dibuat kurang lebih seragam sehingga mudah disatukan dan dikembangkan, serta digerakkan. 5. Rapat anggota sebagai salah satu yang terbesar kuasanya, tidak harus dihadiri oleh seluruh anggota, tetapi oleh perwakilan. 6. Untuk penilaian laporan pertanggungjawaban cukup dilakukan oleh auditor independen, sehingga kompetensinya dapat dipertanggungjawabkan pula. 7. Jabatan koperasi disepadankan dengan jabatan di Perum Perhutani.

Sepadan

Koperasi Karyawa kantor Pusat Perum Perhutani

Oleh Heru Hartanto Sebagai mantan dosen koperasi, tidak mungkin bisa melupakan koperasi begitu saja. Keinginan atau lebih tepatnya lagi harapan agar koperasi karyawan di Perum Perhutani bisa berkembang pesat adalah sangat besar. Namun, harapan itu jadi hanya kosong belaka, manakala para pelaku koperasi sendiri tidak pernah merasa perlu dan penting untuk mengembangkan koperasi. Di sini, pengurus koperasi haruslah orang yang suka tantangan, cermat, jujur, dan berpengalaman dalam berbisnis. Koperasi karyawan Perhutani masih terkotak-kotak dalam batas primer koperasi, dengan segala re-

36

Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

siko kelemahannya, antara lain: 1. Kalau anggota pindah ke unit kerja lain yang koperasinya beda, mau tidak mau keluar dari yang lama pindah menjadi anggota koperasi di tempat kerja baru. Hutang-piutang tidak bisa ditransfer ke koperasi yang baru. Kadang menjadi masalah karena hutang koperasi di tempat lama tidak bisa ditagih secara otomatis di tempat baru. 2. Modal rendah atau kurang begitu besar 3. Keterbatasan sumberdaya manusia 4. Tidak profesional 5. Tidak kompetitif Ke depan, koperasi harus maju dan bisa menguasai dunia. Syarat-

Ketua Koperasi, dan bila mungkin, ditambah jabatan lainnya adalah jabatan yang disepadankan dengan jabatan struktural di Perum Perhutani. Sebagaimana yang terjadi di Primkoppol, Primkopad, Primkopal. Misalnya, jabatan ketua primer koperasi langsung ditunjuk pejabat berpotensi setingkat Asper oleh Pembina utama (Adm, GM). Jabatan ketua gabungan ditunjuk pejabat berpotensi setingkat Kasi di Perum Perhutani oleh Kepala Unit/ Kepala Pusat. Jabatan Ketua Induk setingkat kepala biro oleh direktur pembina koperasi (direktur keuangan atau direktur produksi). Di sini tidak ada jabatan rangkap Seorang ketua koperasi sepenuhnya bertanggung jawab terhadap tumbuh dan berkembangnya koperasi yang ia tangani. Keberhasilan dia sampai batas tertentu adalah jaminan untuk bisa promosi di level koperasi yang lebih tinggi. Pejabat ketua koperasi setiap saat dapat diangkat atau diberhentikan oleh satuan kerja di mana koperasi itu berada. Untuk primer koperasi di KPH, ketua koperasi dapat diangkat dan diberhentikan oleh Administratur. Admnistratur bertanggung jawab

terhadap berkembangnya koperasi di KPH nya. Seorang administratur yang tidak mampu menjamin berkembangnya primer koperasi, berarti tidak menguasai dan mumpuni di bidang manajemen. Kalau koperasi tumbuh stagnan, administratur dipertimbangkan untuk digeser ke yang lebih kecil. Kalau koperasi bangkrut, administratur dipertimbangkan untuk tidak direkomendasikan bekerja di bidang keadministraturan.

Tidak dibayar langsung

Pejabat ketua koperasi tidak dibayar oleh Perum Perhutani langsung, tetapi oleh koperasi. Jadi selama di koperasi gajinya di Perhutani dibekukan, tetapi kenaikan pangkat/ golongan tetap sesuai haknya, hakhaknya yang lain diatur bersamasama antara Perum Perhutani dan koperasi atau sesuai dengan kemampuan koperasi. Ketua koperasi di tingkat gabungan diangkat dan diberhentikan oleh Kepala Unit, dengan konsekuensi seperti juga seorang administratur. Ketua koperasi di tingkat induk koperasi diangkat dan diberhentikan oleh Direktur Bisnis (mungkin lebih tepat Direktur Umum, Direktur Keuangan, atau Direktur Pemasaran). Direktur Utama berhak untuk menetapkan Salah satu direktur untuk menangani koperasi, dan setiap saat bisa dialihkan ke direktur lainnya atau secara bergiliran.

Anggota koperasi

Anggota koperasi Perum Perhutani terdiri dari; 1) Anggota biasa (karyawan Perum Perhutani) tiap bulan menyetor modal. 2) Anggota luar biasa 1 (pensiunan, investor, anggota direksi, karyawan pada anak perusahaan Perum Perhutani) menyetor modal setiap saat sesuai kemampuan. 3) Anggota luar biasa 2 (Anggota LMDH, Pengrajin, rakyat desa hutan) 4) Anggota luar biasa 3 (rakyat desa di wilayah kerja)

Modal

Modal diatur dan diwujudkan dalam bentuk saham. Seperti halnya pada saham resmi, saham koperasi dapat diperjualbelikan antar anggota koperasi lewat bursa efek

koperasi. Nilai per lembar saham bisa naik seiring dengan harga pasar saham. Setiap kali dikeluarkan, atau emisi saham baru, nilai nominalnya sama dengan nominal periode, tetapi pembeli saham membayar sesuai harga pasar. Sehingga koperasi mendapatkan gain dari emisi saham baru. Harga pasar ditentukan sesuai perkembangan pasar di bursa efek saham koperasi. Dengan pengaturan saham seperti ini diharapkan modal koperasi akan terus bertambah karena menarik, dan setiap anggota yang akan menjual sahamnya, koperasi tidak perlu mengeluarkan uang, tetapi bisa dijual ke angggota yang lain, bahkan koperasi dapat memperoleh penghasilan dari transaksi jual beli saham. Saham tidak boleh dijual ke luar kepada yang selain anggota, kecuali si calon pembeli mendaftar menjadi anggota koperasi terlebih dahulu. Kalau dia orang luar bisa menjadi anggota luar biasa.

Pembagian sisa hasil usaha.

Pembagian sisa hasil usaha bisa diwujudkan dalam bentuk saham yang setiap saat dapat dijual kepada anggota lain yang berminat. Bisa juga dimasukkan ke dalam asuransi pendidikan, asuransi kesehatan, asuransi pensiun, yang merupakan bagian dari unit usaha koperasi. Perlu diketahui, kemelaratan rakyat desa sekitar hutan juga disebabkan tiadanya jaminan kesejahteraan di masa tua mereka. Mereka yang sudah tua sudah tidak dapat bekerja secara maksimum, dengan penghasilan yang pas-pasan dan sering minus. Mereka berharap banyak dari anakanaknya yang notabene juga bernasib sama. Akhirnya mereka terbelenggu dengan kemelaratan yang tiada akhir. Akankah ini dibiarkan terus, yang pada gilirannya akan juga menggerogoti hutan jati? Kita harus peduli... peduli dan peduli.

Rapat anggota

Salah satu penyebab koperasi sulit untuk berkembang adalah rapat anggota yang menelan biaya cukup banyak. Kalau anggotanya 1000, rapat bersama bagaimana? Sudah kurang efektif, biayanya besar, jalannya rapat bisa bertele-tele. Rapat anggota diganti nama dengan rapat perwakilan. Setiap usulan melalui perwakilan. Perwakilan ditunjuk oleh anggota,

Industri kerajinan rumah tangga layak dikembangkan melalui koperasi

Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

37

PELUANG tidak harus pejabat koperasi.

Bisnis ritel dan koperasi

Setiap primer koperasi diharapkan mempunyai toko ritel yang sekelas dengan Alfamart, Indomart, atau lainnya, minimum di setiap kabupaten/kota atau bahkan ke tingkat kecamatan dan desa ada satu toko ritel milik koperasi. Bisnis ritel di tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten/kota ini juga bisa berfungsi untuk kulakan bagi para anggota yang mempunyai toko di rumah atau tempat usaha masingmasing. Dengan mempunyai bisnis ritel, akan membuka peluang bisnis bagi para anggota koperasi, para anggota LMDH binaan sebagai pemasok barang produk mereka, baik hasil bumi seperti beras, kedele, jagung, empon-empon, kacang tanah, sayurmayur, bebuahan, telur ayam, telur puyuh, daging ayam, daging sapi/ kerbau/kambing/bebek/ burungdara/ entok/kelinci/belut/lele/siput/kerang/ kepiting/udang/wader, ikan gabus, makanan ringan, hasil kerajinan, hasil industri kecil, dan lain-lain dengan trade mark tanpa formalin maupun bahan pengawet lainnya. Bila saja 30 % gaji karyawan dibelanjakan di toko ritel koperasi, anggap saja rata-rata gaji pegawai Rp.1.500.000,- jumlah anggota 30.000, maka tiap bulan akan memperoleh omset 30.000. x 30% x Rp.1.500.000,= Rp. 13.500.000.000,- dari captive market/anggota saja, belum termasuk dari pembeli di luar anggota. Dengan potensi pasar semacam itu, pasti akan dilirik oleh pabrikan untuk menjual produknya lewat ritel koperasi Perum Perhutani dengan harga yang ‘miring’. Berarti potensi keuntungan pun akan membesar. Hebatnya lagi, seiring dengan imej yang dibangun oleh koperasi ini yang bersifat terbuka untuk umum, sehingga akan terjadi gelombang besar untuk bergabung, manakala koperasi ini mampu menunjukkan dirinya sangat profesional. Perhutani pun, bisa menanam saham di koperasi ini, demikian juga Dana Pensiun Perum Perhutani, dan anak Perusahaan lainnya. Nama ritel tidak perlu berindikasikan koperasi Perhutani. Mungkin cukup dengan nama populer di masyarakat, misalnya Padimart, Gaulmart, KopumMart, dan lainlain.

38

Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

Bisnis angkutan

Dengan produksi dari hutan yang sangat besar, baik kayu, non kayu, dan hasil bumi lainnya, serta barang dagangan ritel, ditambah mobilitas karyawan, sangat mungkin koperasi mengembangkan bisnis angkutan, baik barang maupun orang.

Bisnis Asuransi

Perhutani mempunyai karyawan yang banyak, dan pekerja yang banyak, pengunjung wisata yang juga banyak. Ini menjadi potensi pengembangan bisnis asuransi oleh koperasi. Apakah koperasi primer bisa menjangkau untuk mendirikan perusahaan asuransi? Kalau sebuah koperasi gabungan yang besar sangat mungkin untuk memulai pendirian koperasi. Koperasi bisa memulai dengan melakukan usaha penjaminan atas resiko dengan mendapatkan imbalan dari perusahaan, yang pola kerjanya sama dengan asuransi. Sambil menunggu pendirian perusahaan asuransi, menyiapkan tenaga kerja yang memadai untuk sebuah perusahaan asuransi. Dengan bekerjasama dengan Perum Perhutani, sudah ada captive market yang besar dan tidak perlu membutuhkan tenaga asuransi yang banyak. Dana masuk dari premi asuransi bagi tenaga kerja Perum Perhutani sebanyak 30.000 cukup besar. Misalnya per orang membayar premi Rp 1000,-, akan masuk dana segar Rp 30 juta per bulan atau Rp.360 juta per tahun. Dari pengunjung wisata sebanyak 2000.000 per tahun dengan premi Rp 100,- setiap kali masuk akan didapat dana Rp 200 juta tanpa banyak biaya tenaga kerja asuransi.

Bisnis Galian C

Perhutani mempunyai banyak potensi bahan galian C yang dapat dikelola oleh koperasi karyawan Perhutani. Kendala koperasi primer sekarang untuk menangani galian C di kawasan hutan adalah tidak punya cukup dana, waktu, keahlian, spesialis, pengetahuan, akses. Bandingkan kalau koperasi dikelola secara kesatuan seluruh karyawan Perhutani. Untuk mengurus ijin kawasan, cukup pengurus koperasi di Jakarta. Akses untuk mendapatkan modal hampir ‘tidak terbatas’.

Bisnis rumah kos, pendidikan

Sebagaimana diketahui, banyak kesulitan yang dialami, khususnya yang mengalami pindah-pindah mengelola keluarganya, khususnya putraputrinya. Mereka banyak berharap adanya tempat kos yang sekaligus menampung, membina putra-putrinya, serta dapat dijadikan tempat sandaran bagi kesulitan anak-anak untuk bertanya, mengadu, menerima keluh kesah, pembinaan kehidupan beragama. Bila anak-anak telah mendapatkan tempat belajar yang baik dan nyaman, otomatis orangtua akan dapat mencurahkan perhatiannya pada pekerjaan. Meskipun, banyak pihak yang sudah lama berkeinginan akan adanya hal ini, tetapi sampai saat ini belum tercapai. Diharapkan koperasilah yang mampu mewujudkan ini, sekaligus mendapatkan dukungan penuh dari perusahaan. Bila perlu, bagi yang menitipkan putra-putrinya di asrama yang dikelola koperasi mendapatkan insentif dari perusahaan. Di samping rumah kos, dapat pula dibuka kursus-kursus yang dapat diikuti oleh segenap penghuni asrama, dan anak-anak di sekitarnya, seperti kursus mengetik, komputer, olahraga, pelajaran, musik, dansa, seni, etika, pendidikan praktik menjalankan agama, konsultasi remaja, psikologi, organisasi, hobby, memasak, dan sebagainya. Dalam jangka panjang, dengan bermodalkan pengalaman rumah kos dan kursus-kursus ini dapat dikembangkan ke bisnis yang berorientasi profit sekaliguss bermanfaat secara sosial. Heru Hartanto Kepala Biro Sistem Informasi dan manajemen Perum Perhutani

Fokus

333 Karyawan Akan Ditingkatkan Statusnya

Transtoto : Karyawan Harus Loyal Pada Perusahaan Sebagai implementasi dari Perjanjian Kerja Bersama antara Perum Perhutani dengan Serikat Karyawan (Sekar) Perum Perhutani, pada tanggal 21 Juli 2007 di Yogyakarta diadakan tes peningkatan status kategori pendidikan S1 dan D3 (rekruitmen internal) Perum Perhutani tahun 2007. Tes ini akan meningkatkan status 333 orang karyawan Perum Perhutani yang terdiri dari 211 orang sarjana S1 dan 122 orang sarjana D3. Perum Perhutani berani meningkatkan status pegawai dalam jumlah yang besar karena didukung peningkatan pendapatan perusahaan. Pada tahun 2005 Perhutani memperoleh pendapatan 1,6 triliun rupiah kemudian meningkat menjadi 1,9 triliun rupiah pada tahun 2006. Untuk semester tahun ini, telah diperoleh

1,2 triliun rupiah dari target sebesar 2,4 triliun rupiah atau telah tercapai sebesar 50 persen dari target yang direncanakan. Hadir dalam acara ini Direktur Utama Perum Perhutani, Transtoto Handadhari, Direktur Umum, Sondang Gultom, Asisten Direktur SDM, Iman Sandjojo. Untuk tes kali ini, assessor yang ditunjuk dari Widya Karsa Gemilang Surabaya. Peserta tes yang tercatat 792 orang, sedangkan yang mengikut tes sebanyak 783 orang. Tes ini merupakan salah satu bentuk usaha dari manajemen untuk meningkatkan status tenaga honorer, kontrak dan sejenisnya yang sudah lama mengabdi di Perhutani menjadi pegawai perusahaan. Sesuai pengalaman tahun lalu saat rekruitmen pegawai Perhutani yang diikuti oleh gabungan eksternal dan internal, dari internal hanya mampu meloloskan belasan orang. Untuk itu tes kali ini dilakukan secara terpisah bagi internal sendiri dan bagi eksternal sendiri. Sangat sulit bagi karyawan yang telah lama

bekerja di lapangan untuk bersaing dengan fresh graduate jika disuruh mengikuti tes tertulis secara bersama-sama. Tetapi, Dirut yakin pekerja yang sudah lama di lapangan mempunyai nilai plus. “Mereka mempunyai nilai plus pada nilai kemampuan komunikasi, kemampuan sosial, dan pengalaman,” ujar Transtoto. Untuk peserta tes yang lulus akan dilantik dengan pangkat sesuai aturan yang berlaku. Sedang bagi peserta yang tidak lulus maka akan kembali ke status semula. Tetapi, Direksi bertekad untuk mengangkat seluruh tenaga honorer menjadi pegawai perusahaan. Dalam sambutannya Ditur mengharapkan kepada peserta yang lulus untuk bekerja lebih baik dan yang belum lulus untuk terus bekerja keras. Untuk seluruh karyawan, Dirut juga berpesan untuk selalu loyal terhadap perusahaan. Bahkan Direktur juga harus loyal pada manajemen, karena manajemen itu satu. (A.Soenarwoko – Aristus)

Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

39

PILOT PROJECT RUMPUT GAJAH DI KPH JATIROGO

Solusi Mengatasi Penggembalaan Kerbau Liar Penggembalaan liar di wilayah KPH Jatirogo terutama kerbau liar menjadi salah satu momok dalam proses menuju sertifikasi. Kerbau liar ini merusak tanaman hutan dan tanaman pertanian yang ada di dalam hutan. Menurut data dari KPH Jatirogo, kerusakan yang ditimbulkan penggembalaan liar oleh kerbau liar di KPH Jatirogo seluas 360.8 ha. Kerbau liar disini bukan berarti kerbau tersebut liar di hutan dan tidak ada pemiliknya. Kerbau ini ada pemiliknya dan sengaja diliarkan di dalam hutan untuk mencari makan, berkembang biak dan tidur. Para pemilik kerbau tidak khawatir ternaknya hilang saat diliarkan di dalam hutan karena kerbau hidup bergerombol dalam satu rombongan. Penggembalaan liar ini banyak ditemukan di Desa Dingil dan Sekaran. Untuk mengatasi masalah penggembalaan liar, KPH Jatirogo mencoba untuk mengembangkan (pilot project) penanaman rumput gajah sebagai tanaman sela dengan

total seluas 62,7 ha di 6 BKPH yaitu Bancar, Ngulahan, Sekaran, Bangilan, Bate, dan Bahoro. Pilot project ini merupakan tindak lanjut KPH Jatirogo setelah mendengar saran dari Bupati Tuban, Dra. Hj. Haeny Relawati Rini Widyastuti M.Si., agar dicari solusi untuk mengatasi masalah ini. Pemda Tuban telah memberikan perhatian tentang masalah kerbau liar ini bahkan Dinas Pertanian dan BAPPEDA telah melakukan peninjauan ke lapangan,(12/06) di petak 28a RPH Tawun, BKPH Bahoro. Tanaman rumput gajah sampai saat ini sudah tumbuh dengan bagus.

kerbau liar

40

Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

Sudah dipanen berkali-kali dengan diatur pemanenannya hanya boleh di sebelah kanan atau kiri, yang atas tetap lancip. Tanaman rumput gajah ini dijaga terus menerus oleh petugas KPH agar tidak dicuri oleh masyarakat desa. Kaitannya dengan PHL, KPH jatirogo telah melakukan penertiban secara persuasif terlebih dahulu sebelum melakukan tindakan represif. Langkah-langkah persuasif yang telah dilakukan KPH Jatirogo adalah sosialisasi sampai tingkat desa bahkan masuk ke dalam pengajian ibu-ibu. Waktu itu, penggembalaan turun drastis tetapi dalam interval waktu tertentu, penggembalaan liar menjadi marak lagi. Menurut rencana akan dilakukan lagi sosialisasi penerapan UU 23/1997, yang intinya hutan adalah bagian dari lingkungan hidup. UU 23 ini hukumannya lebih berat daripada UU 41/1999 tentang penggembalaan yang biasa digunakan. Jika pemilik ternak kerbau liar dituduh telah merusak hutan, maka sang pemilik dapat dihukum 10 tahun penjara. Sedangkan lamanya hukuman jika dijerat dengan UU 41 hanya 3 bulan penjara. Diharapkan dengan diterapkannya UU 23/1997 ini dapat menimbulkan efek jera bagi pemilik kerbau liar. Langkah represif yang dilakukan KPH Jatirogo adalah pemasangan plang-plang larangan penggembalaan liar di dalam hutan dan pembuatan jebakan untuk kerbau liar. Jika kerbau liar masuk ke dalam perangkap maka otomatis pemilik kerbau akan mencari kerbaunya. Petugas KPH ditemani Pabin dan anggota Polsek nanti langsung menangkap pemilik kerbau tersebut. Saat ini, jumlah petugas Perhutani masih dirasa kurang untuk mengatasi penggembalaan liar. KPH jatirogo banyak belajar dari desa tetangganya di Jepon. Masya-

L

I

N

T

A

S

K

rumput gajah rakat desa Jepon menanam rumput gajah sebagai pakan ternak. Mereka sudah memiliki budaya untuk menanam sehingga hewan ternak mereka selalu dikandangkan. Berbeda dengan budaya masyarakat di Jatirogo, mereka lebih senang mengambil rumput gajah di dalam hutan daripada menanamnya sebagai pakan ternak. Merubah mindset penduduk Jatirogo agak sulit tapi untungnya Pemda, Dinas Pertanian, Peternakan dan BAPPEDA mendukung program KPH Jatirogo. Kerbau liar di KPH Jatirogo sangat rawan menimbulkan konflik antar masyarakat bahkan antar desa. Jika ada kerbau yang mati yang terbunuh maka akan dicari pembunuhnya, bahkan pembunuhnya bisa terancam dapat dibunuh pemilik kerbau yang mati. Kerbau liar menyerang di malam hari dan merusak tanaman petani. Jika siang hari, kerbau bersembunyi atau masuk ke dalam kubangan lumpur karena tidak tahan panas. Kerbau biasa makan 10 persen dari berat badannya. Harapannya, bila pilot project ini berhasil maka kerbau-kerbau liar bisa dikandangkan. Nantinya akan diusulkan ke unit agar tanaman selanya diganti menjadi rumput gajah, karena lamtoro yang biasa dijadikan tanaman sela dianggap gagal karena sering mati akibat diarit secara sembarangan oleh masyarakat.(/Aristus)

LMDH Wono Semi Lakukan Sunatan Massal Wujud nyata Implementasi PHBM yang sudah berjalan sejak tahun 2001 sudah sangat dirasakan oleh masyarakat di sekitar hutan. Terbukti dengan adanya kegiatan sunatan massal dan pemberian beasiswa untuk anak-anak yang berprestasi di Balai Desa Suwatu Kecamatan Gabus Kabupaten Grobogan. Hadir dalam acara tersebut para Muspika, Asper Dalen, Ketua LMDH, Kepala Desa Suwatu Kepala sekolah dan sejumlah undangan. Dalam sambutannya, Wakil Administartur KPH Gundih Sub Kradena Edi Purwadi mengatakan, diharapkan apa yang dilaksanakan Perhutani jangan dilihat nilainya saja, namun lihatlah dari bentuk kepedulian Perum Perhutani KPH Gundih kepada Masyarakat desa sekitar hutan. ”Kegiatan ini juga menunjukan implementasi PHBM benar benar di wujudkan,” tambahnya. Beasiswa diberikan kepada 12 siswa-siswi sekolah dasar (SD), yaitu 6 siswa SDN 2 Pandan Harum, Dusun Pandan dan 6 siswa SDN 4 Pandanharum, Dukuh Dawung.

Setelah penyerahan beasiswa acara dilanjutkan dengan kegiatan khitanan 21 anak, diantaranya dari Desa Suwatu, Banyutarung, Sambak, Karangapung dan Juron. Kegiatan ini merupakan bentuk nyata apa yang selama ini di programkan Perhutani kepada masyarakat lewat PHBM dengan wadah Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH). Tidak hanya itu saja, Perhutani pada musim tanam juga telah bekerjasama dengan pemerintah daerah membantu masyarakat sekitar desa hutan dengan program Swasembada Pangan pada pemanfaatan lahan tanaman tahun 2005 dan 2006 dengan total luas 468,4 Ha. Program ini menghasilkan kurang lebih Rp 4,5 miliar, belum termasuk lokasi garapan yang belum masuk data base KPH. Asper Dalen Hernadi dalam kegiatan tersebut mengajak kita semua untuk membangun kembali hutan yang sekarang kondisinya memprihatinkan. Bersama LMDH memelihara dan menjaga tegakan kayu yang masih tersisa dan menghijaukan lahan kosong. (Hermawan/KPH Gundih)

Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

41

KPH Ngawi Berpartisipasi dalam Peringatan Hari Jadi Kabupaten Ngawi ke-649 Pertandingan persahabatan antara pasangan Bupati Ngawi dan Staf KPH Ngawi melawan Adm Ngawi dan ditonjolkan. Hal ini tidak terlepas dari kepiawaian Administratur KPH Ngawi Adi Pradana dalam menciptakan suasana yang harmonis. KPH Ngawi memang boleh berbangga karena mendapat kehormatan menjamu petinggi-petinggi se-Kabupaten Ngawi. Mulai Bupati dan Wakilnya serta Sekwilda, Ketua, Wakil dan anggota Dewan, Kapolres, Dandim, Kajari, Ketua Pengadilan dan Wakilnya hingga pejabat-pejabat berpengaruh lainnya berbaur dalam acara tersebut. Karenanya kesempatan ini juga menjadi sarana menjalin koordinasi dengan pihak ekstern untuk mendukung eksistensi perusahaan. (d’Bur-HmsKPHNgawi)

Kabupaten Ngawi yang memasuki usia 649 pada tahun 2007 mengadakan berbagai kegiatan dalam peringatan hari jadinya. Selama bulan Juli hingga Agustus 2007 terdapat berbagai even yang diselenggarakan, mulai kirab pusaka, tabligh akbar dan dzikir akbar, tasyakuran, pameran produk unggulan, pasar malam, pagelaran musik, pagelaran wayang kulit, hingga berbagai pertandingan seni dan budaya, serta olahraga. Salah satu olah raga yang dipertandingkan adalah tenis lapangan. Dalam even ini KPH Ngawi memperoleh kehormatan karena lapangan tenisnya ditunjuk sebagai lokasi digelarnya pertandingan. Pertandingan yang diikuti oleh segenap jajaran Muspida beserta jaja-

42

Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

rannya tersebut terlihat sangat meriah. Bahkan beberapa pejabat teras yang ikut bertanding seolah tidak kenal lelah. Partner pertandingan pun bukan dari teman sejawat, namun juga dioplos sehingga kegiatan tersebut menjadi layaknya sebuah pertandingan persahabatan. Ya, memang menang atau kalah saat itu bukan sebuah keharusan. Kemeriahan serta jalinan komunikasi dan silaturahmi tampaknya lebih

L

I

N

T

A

S

K

Administratur KPH Blora Urip Indera Nurvana (paling kanan) Dalam acara tersebut, Kasi PSDH Blora Edy Satmoko menambahkan bahwa tujuan pelaksanaan job training ini adalah untuk memberikan bekal pengetahuan yang lebih luas serta membahas permasalahan-permasalahan yang ada di lapangan. Tujuan utama acara ini adalah untuk meningkatkan ketrampilan mandor tanam dalam rangka mensukseskan tanaman 2007. Untuk mensukseskan tanaman seluas 3684,36 ha ini, KPH Blora sudah memnyiapkan bibit sebanyak 3.685.450 yang terdiri dari jati JPP, jati APB, mindi, mimbo, rimba campur, kesambi, mahoni dan randu yang disemaikan di wilayah RPH Sumberrejo, BKPH Nglawungan, dan RPH Jembangan BKPH Kalonan. “Persemaian ini sangat perlu dalam menentukan berhasil tida-

Berhasil Tidaknya Tanaman Tergantung Kemauan dan Kepedulian Mandor Untuk Rencana Teknik Tahunan (RTT) 2007, KPH Blora akan menyelesaikan tanaman seluas 3.684,36 hektar (ha) dengan rincian sistem tumpangsari 696,70 ha dan sistem banjar harian seluas 2.987,66 ha, dengan perincian BKPH Kalonan menanam seluas 702,96 ha, BKPH Ngawenombo 1.331,90 ha, BKPH Ngapus 967,90 ha, BKPH Nglawungan 362,30 ha, BKPH Ngrangkang 179,20 ha, dan BKPH Kalisari 140,10 ha. Untuk mendukung kegiatan tersebut, belum lama ini KPH Blora mengadakan job training tanaman yang dilaksanakan selama dua hari. Kegiatan dibagi menjadi 2 pelaksanaan. Pertama, teori yang diadakan di wisma Pejaten, Blora. Kedua, kegiatan praktek dilaksanakan di petak 133 RPH Ngawenombo, BKPH Ngawenombo. Job training ini diikuti oleh semua mandor tanam se-KPH Blora, Kepala Resort Pemangkuan Hutan (KRPH), segenap Asper, Kasi PSDH, Wakil

Administratur serta Administratur. Administratur KPH Blora Urip Indera Nurvana yang saat itu datang lebih awal memberikan pengarahan bahwa berhasil tidaknya tanaman tergantung dari kemauan dan kepedulian mandor sebagai ujung tombak di lapangan. Menurutnya, karena beban KPH Blora sekarang lebih berat, maka semua jajaran Perhutani di KPH Blora harus mempunyai jiwa mau bekerja dan peduli dalam bekerja.

knya tanaman karena jika bibit yang disediakan tidak sesuai target atau kurang memenuhi standar maka tanamanpun akan jelek,” kata Edy Satmoko. Acara ditutup dengan pemberian penghargaan kepada 3 mandor tanam terbaik dan juga 3 mandor tanam terjelek. Penghargaan mandor tanam terbaik diberikan kepada Suwarto dari BKPH Ngrangkang, Sumindar dari BKPH Ngapus dan Sumarno dari BKPH Kalonan. Sedang untuk mandor tanam yang hasil tanamannya jelek diberikan bendera warna hitam sebagai peringatan dan harus dipasang di gubuk kerja masing-masing sampai tanamannya diperbaiki. (Agus Lilik/KPH Blora).

Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

43

Dharma Wanita

PENCANANGAN ANAK PEDULI LINGKUNGAN

Dirut Perum Perhutani Transtoto Handadhari berfoto bersama usai pencnangan anak peduli

Perum Perhutani melalui YTRP (Yayasan Tuna Rimba Perhutani) Unit I bekerja sama dengan BPPLSP (Balai Pengembangan Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda) Regional III mengadakan Pencanangan Anak Peduli Lingkungan melalui PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini), (09/07) di Randublatung. Pendidikan merupakan salah satu sektor yang mendapatkan perhatian besar dari pemerintah. Ini dikarenakan pendidikan sangat penting dalam upaya mencetak manusia Indonesia yang berkualitas. Pencanangan Anak Peduli Lingkungan ini merupakan salah satu kegiatan yang terdapat dalam konsep PHBM Plus milik Perum Perhutani. Pada PHBM Plus ditekankan untuk memajukan sektor pendidikan bagi masyarakat sekitar hutan. Untuk mewujudkan visi Perum Perhutani sebagai pengelola hutan tropis terbaik di dunia, Perhutani tidak hanya memperhatikan sumber daya hutan-

44

Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

nya saja melainkan juga masyarakat sekitar hutan. Saat ini ada 5.600 desa hutan yang dipangku dan disejahterakan secara sosial, lingkungan dan ekonomi oleh Perhutani. PAUD merupakan pendidikan untuk anak usia dini (0 s/d 6 tahun) yang bertujuan untuk mengembangkan berbagai potensi anak sejak dini sebagai persiapan untuk hidup dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan. Makin dini pendidikan diberikan akan makin baik pula landasan moral, etika dan pengetahuan yang terbangun dalam diri anak. Menurut Direktur Utama Perum Perhutani, Transtoto Handadhari, yang

terpenting juga adalah pendidikan sadar lingkungan sejak dini. PAUD yang dirintis di Randublatung adalah jalur nonformal berbentuk kelompok bermain untuk anak usia 2-3 tahun. Alasan dipilihnya Randublatung sebagai lokasi perintisan PAUD karena jumlah peminatnya yang banyak dan didukung kesadaran orang tua untuk memberikan pendidikan sedini mungkin. Selain di Randublatung, pada tahun 2007 ini YTRP juga akan mendirikan Kelompok Bermain di Pemalang. Pada tahun 2008 ini ditargetkan di seluruh cabang YTRP Unit I Jawa Tengah akan didirikan Kelompok Bermain. PAUD di Perhutani ini diharapkan dapat menjadi PAUD percontohan di berbagai lingkungan. Kontribusi Departemen Pendidikan Nasional (BPPLSP Regional III) dalam kerja sama adalah menyediakan peralatan permainan edukatif serta membayar honor pendidik. Perhutani sendiri menyediakan gedung untuk PAUD dan YTRP menyediakan tenaga pendidik serta pengelolaannya. Pemerintah Blora mempunyai harapan besar terhadap keberadaan TK dan PAUD KPH Randublatung dalam memberikan dasar-dasar pendidikan yang berkualitas bagi anak-anak desa hutan. Diharapkan, keberadaan PAUD ini dapat dipertahankan serta dijaga kelangsungannya dan tidak berhenti di tengah jalan.

L

Menurut Ny Eni Haryono, Ketua Yayasan Tunas Rimba Perhutani Jawa Tengah, kegiatan PAUD bertujuan untuk menyiapkan generasi muda yang dididik sejak dini, baik untuk pembelajaran cinta lingkungan hidup, pengenalan pengetahuan tentang sekitar mereka, anak–anak pra sekolah, yang kesemuanya dirangkum dalam suasana belajar kelompok sambil bermain, sehingga nantinya anak–anak bisa menyesuaikan diri dalam lingkungan sekolah pada strata yang lebih tinggi. Dilanjutkan Ny Eny, bahwa untuk mendukung semua program pendidikan anak–anak, pihaknya berupaya

terus melakukan peningkatan kualitas sumberdaya manusia, khususnya di lingkungan YTRP Jawa Tengah, baik mulai dari Pengurus tingkat Unit, Pengurus Cabang, Guru TK dan semuanya yang terkait dengan YTRP. “Kami sudah membuat program pelatihan tersebut. Insya Allah pada bulan Agustus YTRP akan melakukan pelatihan lagi kepada guru TK yang pelaksanaannya nanti akan bekerjasama dengan BPLSP Jawa Tengah. Diharapkan dengan adanya pelatihan yang berkelanjutan ini ilmu yang telah disampaikan dalam Diklat PAUD akan lebih lengkap dan bisa diterapkan di semua PAUD yang ada di Jawa tengah,” katanya. (Aristus/Andan.S)

I

N

T

A

S

K

SERAH TERIMA FISIK ADMINISTRATUR KPH RANDUBLATUNG Bertempat di ruang OI telah berlangsung serah terima fisik jabatan Administratur Perum Perhutani KPH Randublatung, dari Pejabat lama Ir Satriyo Joyoadikusumo kepada penggantinya Ir Hari Priyanto Msc Forest Trop. Administratur Perhutani KPH Randublatung Ir Satriyo Joyoadikusumo selanjutnya dialih tugaskan di jajaran Kesatuan Bisnis Mandiri Pemasaran Kayu II jawa Timur diBojonegoro, Sementara itu Administratur KPH Randublatung yang baru sebelumnya memangku jabatan sebagai administratur KPH Banten di Propinsi Banten. Serah terima fisik jabatan dihadiri oleh segenap pejabat di lingkungan KPH Randublatung . Dalam sambutannya Administratur KPH Randublatung yang baru Ir Hari Priyanto Msc Forest Trop, mengatakan bahwa merupakan suatu kebahagiaan tersendiri bahwa dirinya bertugas sebagai Administratur KPH Randublatung, hal tersebut karena KPH Randublatung merupakan salah satu tulang punggung bagi Perusahaan juga merupakan KPH terbesar yang ada dan tentunya juga mempunyai dinamika tersendiri, Walaupun lingkup kerja KPH Randublatung yang terdiri dari 7 Kecamatan dan letaknya yang jauh dari pusat kota tidak menjadi masalah bagi kami pribadi , kata Ir Hari Priyanto. Hal tersebut karena wilayah KPH Banten yang tersebar diseluruh Propinsi Banten dan kami harus bisa menjangkaunya sesuai dengan keluasan wilayah yang ada, namun lanjutnya walaupun luas wilayah kerja KPH Randublatung yang terdiri dari beberapa kecamatan potensi sumberdaya hutan yang ada di KPH Randublatung jauh lebih besar dari KPH Banten, dan ini juga memerlukan penanganan yang lebih seksama demi keberlanjutan serta keberhasilan Perhutani, kata Ir Hari Priyanto Msc Forest Trop. ( Andan. S )

Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

45

L

I

N

T

A

S

K

Bertempat di kantor KPH Kedu Utara, Administratur KPH Kedu Utara Joko Tri Ciptono membuka olah raga karate ranting KPH Kedu Utara.

KPH Kedu Utara Bekali Pamhut dengan Karate Hal ini dilaksanakan mengingat anggota polisi hutan adalah brigade paling depan dalam bidang pengamanan kawasan hutan, baik pengamanan tegakan, peredaran hasil hutan, maupun perambahan kawasan hutan. Di masa lalu, mayoritas anggota polisi hutan sangat mengandalkan senjata api yang selalu dibawa dalam melaksanakan tugas. Dengan adanya pengurangan pemegang senjata api, kata Joko, perlu adanya pembekalan terhadap anggota polisi hutan supaya tetap eksis dan percaya diri di dalam melaksanakan tugasnya. “Jika hanya membunuh nyamuk tidak perlu menggunakan bom, tapi cukup dengan obat nyamuk saja,” kata Joko Tri Ciptono dalam pengarahannya. Apalagi, tambahnya, saat ini pola pengamanan hutan justru mengedepankan prinsip pendekatan kepada masyarakat. Jadi, yang harus ditingkatkan adalah pemberdayaan masyarakat melalui PHBM agar masyarakat sadar dan mengerti pentingnya kelestarian hutan. Untuk kegiatan karate yang diselenggarakan di kantor KPH Kedu Utara, selain diikuti oleh anggota

46

Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

polisi hutan, juga diikuti oleh para pegawai serta putra-putrinya. Adapun susunan pengurus karate ranting KPH Kedu Utara yaitu: Admnistratur KPH Kedu Utara sebagai Pembina, Wakil Administratur sebagai Ketua Umum, KSS Keuangan & Umum sebagai Ketua Harian, Pembinaan & Litbang, Penguji Tk I

sebagai Sekretaris I dan Kaur SDM sebagai Sekretaris II, Kaur Umum dibantu staf sebagai bendahara, Bripka Bambang Linggana sebagai Ketua Majelis Sabuk Hitam merangkap Komisi Teknik. (Asrofi/Hms KPH Kedu Utara)

Administratur KPH Kedu Utara Joko Tri Ciptono (memegang mikrofon)

Wisata

Wisata

Duh, Karang Nini, Nasibmu Kini … Letak Wana Wisata (WW) Karang Nini cukup strategis. Pengunjung, baik yang akan menuju maupun dari pantai Pangandaran, akan mudah melihat papan penunjuk dan pintu gerbang WW Karang Nini. Kenapa pengunjung pantai Pangandaran tidak mau membelokkan mobilnya ke WW Karang Nini? Itulah yang membuat Staf Pengelola WW Karang Nini Sudarmin dan teman – temannya masygul. Kenapa tidak masgul? Lha musim liburan ini baru 1 bus yang mampir ke WW Karang Nini, yaitu hari Sabtu (7/7). Ini berbanding terbalik dengan jumlah rombongan bus yang mengangkut anak sekolah liburan ke Pangandaran. “Beginilah, Mas,” ujar Sudar-

min kepada penulis ketika bersama staf Humas KPH Ciamis, Bubun, sempat mampir WW Karang Nini usai nonton Pangandaran Kite Festifal (PKF). Minggu (8/7) siang itu Karang Nini sangat kontras dengan pantai Pangandaran. Pangandaran hiruk pikuk dengan para pengunjung, sebaliknya Karang Nini sepi pengunjung. Hanya ada beberapa pasang anak muda yang tengah menikmati sepinya pantai. Padahal, saat itu merupakan musim liburan sekolah. Bungalow seharga Rp

L

I

N

T

A

S

K

250.000,-, itu pun jarang sekali diinapi pengunjung. Demikian pula tempat parkir kendaraan hanya ada tiga mobil carry dan empat sepeda motor yang parkir. Selanjutnya bisa diduga, warung penjualan makan dan minum pun sepi sekali. Sarana dan prasarana tersebut kini tidak terawat dengan baik. “Agar pengunjung tertarik datang ke Karang Nini, fasilitasnya harus ditambah tidak monoton seperti ini. Seperti kolam renang dan mainan untuk anak – anak,” ungkap Sudarmin, pengelola Karang Nini dari KBM Wisata. Selama ini, WW Karang Nini mengandalkan pantai. Bangunan menara pantai sudah tidak berfungsi lagi. Padahal dari menara tersebut, pengunjung bisa menikmati laut lepas dan melihat pulau Nusakambangan. Toh, demikian pihak KBM Wisata mematok pendapatan Rp 90.000.000,- bersih untuk tahun ini. Ini naik 10 % dibanding tahun lalu. Dikatakan bersih, karena ada kewajiban–kewajiban lain yang harus dikeluarkan, seperti membayar premi asuransi kecelakaan dan restribusi ke Pemda Kab Ciamis. Harga tiket masuk (HTM) Rp 3 500/ orang, kemudian biaya parkir sepeda motor Rp 2 500,-, mobil Rp 5.000,- dan mobil roda enam Rp 7.000,-. Dengan rata–rata pengunjung 20–30 orang/hari, Sudarmin optimis pendapatan itu akan tercapai. Walaupun sampai bulan Juni, baru masuk Rp 19.000.000,-. Lumayan…*MU

Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

47

Wisata

Wisata

Wana Wisata Grajagan Pintu Gerbang Menuju Plengkung Bentang alam Kabupaten Banyuwangi sungguh menjanjikan keindahan yang tiada tara, terutama deretan gunung-gunung, perkebunan, dan pantai, diantaranya pantai Grajagan dan Plengkung, yang dijuluki peselancar asing sebagai G-Land. Ikon ini diberikan karena pantai tersebut memiliki gulungan ombak yang baik dan indah, serta lokasinya sangat ideal, karena berada diujung selatan, sekaligus paling timur dari daratan Pulau Jawa.

Pantai Grajagan Menurut K aur Humas KPH Banyuwangi Selatan, Asmadi, yang menyusuri Grajagan hingga TN Alas Purwo, akhir Juli lalu, nama G-Land mempunyai tiga konotasi berbeda, pertama diartikan Green, karena lokasinya di tepi hutan yang masih hijau. Kedua dikatakan Great, karena ombaknya yang terbaik kedua di dunia untuk berselancar, dan ketiga disebut Grajagan, menyebut nama sebuah pelabuhan nelayan terdekat. Apapun konotasinya, G land lebih dikenal dengan sebutan lokal, yaitu Plengkung. Grajagan sangat ideal sebagai tempat transit atau sebagai pintu

48

Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

gerbang untuk menuju ke pantai Plengkung. Disamping lokasinya tidak terlalu jauh untuk menuju ke TN Alas Purwo, Grajagan juga sangat indah dan jauh dari kebisingan kota. Dari Grajagan menuju Plengkung membutuhkan waktu sekitar dua jam dengan menyusuri pantai menggunakan perahu sewa. Perjalanan itu hampir sama bila kita menggunakan mobil dengan melewati jalan darat. Grajagan juga dapat menjadi pilihan bagi wisatawan yang ingin melancong ke TN Alas Purwo dengan menggunakan perahu. Kawasan seluas 314 hektar ini berada di hutan KPH Banyuwangi Selatan, tepat-

nya di petak 111 BKPH Curahjati atau secara administratif pemerintahan terletak di Desa Grajagan, Kecamatan Purwoharjo, Kabupaten Banyuwangi. Wanawisata ini dikelola oleh Kesatuan Bisnis Mandiri (KBM) Wisata, Benih dan Usaha lainnya (KBM-WBU) Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Di Wanawisata Grajagan tersedia fasilitas penginapan. Pengunjung yang ingin bermalam untuk menikmati keheningan alam dengan paduan deburan ombak yang menggebu tidak perlu khawatir, di lokasi wisata ini terdapat 10 kamar dan 2 rumah berbentuk bungalow yang menghadap ke arah laut. Tarifnya penginapan sangat variatif dan terjangkau, antara Rp. 100 ribu sampai Rp. 150 ribu. Pelayanan di Wanawisata ini juga 24 jam non stop. Menurut Supardi yang sudah 14 tahun lebih bekerja, wanawisata Grajagan umumnya ramai dikunjungi pada hari libur. Selain menikmati keindahan pantai dengan paduan hutan, pengunjung dapat menyaksikan langsung aktifitas nelayan pada pagi hari saat berangkat melaut dan sore hari ketika menurunkan ikan hasil tangkapan. Selain deburan ombak laut lepas, tiga gua peninggalan Jepang yang menghadap ke laut selatan juga tak kalah menarik. Untuk menuju Wana Wisata Grajagan sangat mudah. Jalannya beraspal dan dapat ditempuh menggunakan mobil pribadi atau kendaraan umum hingga ke lokasi. Jika naik kendaraan umum dari arah Kota Banyuwangi bisa naik bus jurusan Jember atau sebaliknya, dan turun di Benculuk. Dari Benculuk perjalanan dilanjutkan naik angkutan pedesaan sekitar 12 km menuju Grajagan. Rute perjalanan yang sangat menarik adalah jalur laut dari Grajagan ke Alas Purwo dengan menggunakan perahu sewa. Apalagi saat menuju ke pantai Ngagelan yang merupakan

Pelepasan anak kura-kura di TN Alas Purwo

tempat penangkaran penyu belimbing, abu-abu, dan hijau. Tiap malam petugas di sini selalu mencari telur penyu untuk ditetaskan. Wisatawan yang sudah sampai di Ngagelan bisa turut melepas langsung penyu yang sudah siap dilepas ke laut lepas. TN Alas Purwo memiliki banyak pantai yang indah dan bebas dari hiruk pikuk kebisingan kota. Namun kegiatan komersial yang menarik di TN Alas Purwo hanya di Plengkung, yang dikelola oleh dua operator swasta sebagai resort khusus kaum peselancar. Di sini, nyaris seluruh tamunya adalah pengunjung mancanegara, terutama dari Australia. Penginapan dan kehidupan yang ditawarkan sangat membumi, menyatu dengan setting alam TN Alas Purwo. Cottage atau kamar mungil yang disewakan menggunakan bahan alami, seperti kayu, bambu dan ijuk dengan penerangan lampu minyak tanah. Anda ingin ke sana? Segera menabung dari sekarang

karena biaya paket wisata ke Plengkung cukup mahal, mencapai ratusan US dollar. Biaya tersebut termasuk penginapan dan konsumsi untuk bermalam beberapa hari, serta sewa peralatan selancar. Silahkan mencoba jika berminat. (M.Djaelani/Hu-

mas Unit II)

Suasana cottage di Pantai Grajagan

Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

49

Sosok

Sosok

Aris Wibowo Naik Pangkat Bagi Anda yang ingin naik pangkat, tirulah Aris Wibowo. Karena prestasinya, Pekerja Pelaksana di Pusat penelitian dan pengembangan Perum Perhutani di Cepu ini naik pangkat dan berhak menyandang status pegawai. Wakhid Nurdin, Wakil Kepala Puslitbang Cepu, saat dihubungi mengatakan, prestasi Aris adalah mengembangkan pemuliaan tanaman, khususnya jenis jati, menemukan klon unggulan Jati Plus Perhutani (JPP), menemukan klon unggulan jati generasi kedua, dan membangun percontohan tanaman jati di berbagai tempat. Penghargaan yang diberikan kepada Aris dikukuhkan melalui Keputusan Direksi Perum Perhutani No: 800/Kpts/Dir/2007 tertanggal 16 Agustus 2007 yang ditandatangani Direktur Utama Perum Perhutani Transtoto Handadhari. Saat diberi selamat oleh Dirut, Aris terlihat senang dan bangga. Ia berharap hasil penelitian di Pusbanghut dapat diterapkan di lapangan sehingga dapat bermanfaat bagi Perum Perhutani sendiri.(Marison)

Di tengah hutan Dandaka, setelah mengubah dirinya menjadi Brahmana tua, Rahwana menculik Dewi Shinta yang ditinggal berburu kijang kencana oleh Sri Rama. Raja Alengka tersebut ingin mempersunting Dewi Shinta yang dianggap titisan Dewi Widowati, yang selama ini diidam-idamkannya. Di kala bulan penuh, di pelataran Candi Prambanan, Duta Rimba di ajak Giri Irwanto, Administratur KPH Semarang menonton pertunjukkan wayang orang dengan lakon Ramayana, yang berkisah tentang penculikan Dewi Shinta oleh Rahwana. Giri mengaku sangat senang menonton wayang orang di pelataran Candi Prambanan meski den-

50

Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

gan lakon yang sama, Ramayana. “Orang India saja kalau nonton film India bisa berpuluh-puluh kali,” alasannya. Memang, di keremangan cahaya bulan, Giri kelihatan menikmati sekali pentas wayang orang ini. Apalagi di kanan-kirinya duduk perempuan-perempuan bule yang cantik jelita. Mengingat masih hidup sendiri, jangan-jangan Pak Giri sering nonton wayang orang karena ingin mencari ‘Shinta’? “Ha… ha… ha…, itu sambilan Mas,” katanya sambil tertawa. (Marison)

Mencetak Generasi Muda Pencinta Alam Berperawakan kalem, tutur sapanya lemah lembut. Di dalam kesederhanaannya, tersimpan ide-ide brilian. Figurnya yang polos sungguh terdapat kharisma yang luar biasa. KH Nasroh, lelaki itu, sedang menikmati hijau area persawahan dan hutan di sekelilingnya. Ketika Duta Rimba menyambanginya, KH Nasroh memilih berbincang-bincang di gubuknya yang sejuk daripada di Pondok Pesantren Wali Sembilan miliknya. KH Nasroh mengatakan, bencana alam yang terjadi di Indonesia saat ini disebabkan oleh ulah tangan-tangan kotor manusia. “Mereka bukannya sesegera mungkin menciptakan kelestarian alam. Malah terbilang cuek dan tidak mau memikirkan akibat bila alam telanjur rusak,” katanya. Menurutnya, bencana alam yang terjadi itu akibat pohon-pohon hilang serta tata air rusak tak karuan. “Mereka tak memahami dan mengerti asal-usul air. Pohon-pohon yang telah tumbang, otomatis akar-akar dan dedaunan yang biasanya mengatur serta menahan lajunya air menjadi kecil.” Untuk merawat alam, KH Nasroh mengusulkan untuk menciptakan generasi-generasi pecinta alam yang tangguh, baik jiwa maupun raga. (Agus HMS Parengan)

Astri Ivo Bagi Astri Ivo, tinggal di tengah kota justeru menjadi ganjalan. “Taman saya jadi sempit,” katanya saat ditemui Duta Rimba beberapa waktu lalu. Padahal, Astri sangat menyukai tanaman. Bunga-bungaan seperti melati adalah jenis tanaman yang paling disukainya. Menurutnya, lingkungan yang hijau, bersih, dan sehat adalah idaman semua orang. Karena itu, “masyarakat harus punya tanggung jawab dalam mengatur lingkungannya.” “Dalam agama Islam tanaman itu punya hak. Menjaga dan merawat tanaman itu ibadah,” tambahnya. Kepada anak-anaknya, Astri mengajarkan betapa pentingnya tanaman. Menanam sejak dini pun selalu ia tekankan. “Masyarakat harus kembali kepada alam. Mencintai alam supaya alam mencintai kita.” (Marison)

Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

51

52

Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

More Documents from "Yani Rk"