Doc-20190402-wa0004.docx

  • Uploaded by: Meldayenti
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Doc-20190402-wa0004.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,316
  • Pages: 25
LAPORAN KASUS DOKTER INTERNSIP

RETENSIO PLASENTA Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Program Internsip Dokter Indonesia

Disusun Oleh : dr. Earfistik Tim Vio Lovya

Pembimbing : dr. Neni Hartati, Sp.OG

Pendamping : dr. Hj. Nanie Rosanty, M.Kes dr. Neni Hartati, Sp.OG

PROGRAM DOKTER INTERNSIP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN BENGKALIS 2019

BAB I PENDAHULUAN Angka kematian ibu (AKI) merupakan indikator yang mencerminkan status kesehatan ibu, terutama risiko kematian bagi ibu pada waktu hamil dan persalinan. Indonesia sebagai salah satu negara dengan AKI tertinggi di Asia, tertinggi ke-3 di kawasan ASEAN. Penyebab kematian ibu di Indonesia masih didominasi oleh perdarahan (32%) dan hipertensi dalam kehamilan (25%), diikuti oleh infeksi (5%), partus lama (5%), dan abortus (1%).1,2 Perdarahan pascapersalinan yang tidak ditangani dengan baik akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas ibu. Menurut WHO, kematian maternal berjumlah 25% disebabkan oleh perdarahan pasca persalinan dan 16-17% disebabkan oleh retensio plasenta. Insidennya adalah 0,8-1,2% untuk setiap kelahiran.2-5 Retensio plasenta merupakan salah satu penyebab resiko perdarahan yang terjadi segera setelah terjadinya persalinan. Dibandingkan dengan risiko-risiko lain dari ibu bersalin, perdarahan post partum akibat retensio plasenta merupakan salah satu penyebab yang dapat mengancam jiwa jika tidak mendapat perawatan medis yang tepat dan segera.4,5 Faktor predisposisi terjadinya retensio plasenta adalah plasenta previa, bekas seksio sesarea, pernah kuret berulang dan paritas.6 Faktor predisposisi lain yang menyebabkan retensio plasenta yaitu usia, jarak persalinan, penolong persalinan, riwayat manual plasenta, anemia, riwayat pembedahan uterus, destruksi endometrium dari infeksi sebelumnya atau bekas endometritis dan implantasi corneal.7 Oleh karena itu pentingnya pengawasan pada kala pelepasan dan pengeluaran plasenta (kala III). Jika terlambat ditangani, retensio plasenta dapat menyebabkan infeksi berat atau perdarahan yang mengancam nyawa ibu.8

BAB II ILUSTRASI KASUS

1

2.1

2.2

Identitas Pasien Nama

: Ny. F

Usia

: 33 tahun

Pendidikan

: SLTA

Pekerjaan

: IRT

Agama

: Islam

Alamat

: Bantan Timur

No MR

: 0401xx

Tanggal Masuk RS

: 4 Januari 2019

ANAMNESIS Keluhan Utama Habis melahirkan diluar (2 jam SMRS) dengan ari-ari yang tidak lahir-

lahir Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke PONEK IGD RSUD Bengkalis dengan keluhan habis melahirkan diluar (2 jam SMRS) dengan ari-ari yang tidak lahir-lahir. Pasien melahirkan di Puskesmas Selat Baru pada jam 03.45 WIB, dibantu oleh bidan, bayi lahir spontan, langsung menangis kuat, berat badan 3500 gr, cukup bulan, tanpa diikuti lahirnya plasenta dan disertai dengan perdarahan dari jalan lahir terus menerus sebanyak 2 kali ganti pembalut. Di Puskesmas, menurut bidan yang mengantarkan, ketika dilakukan manajemen kala III tali pusat putus saat sedang melakukan manajemen tali pusat terkendali hingga 30 menit pertama walaupun sudah diberikan rangsangan dan injeksi oksitosin 10 UI i.m. Pasien mengeluhkan nyeri perut disekitar ari-ari, pusing, lemas tetapi tidak mual dan tidak muntah. Pasien dirujuk ke RSUD Bengkalis dengan retensio plasenta. Riwayat Antenatal Care

2

Pasien memeriksa kehamilan di bidan, teratur setiap bulan. Selama pemeriksaan pasien tidak ada keluhan dan kelainan. Riwayat anemia selama kehamilan disangkal. Pasien pernah USG 1 kali dan pada pemeriksaan USG tersebut dinyatakan kondisi janin baik dengan presentasi kepala. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat hipertensi, penyakit jantung, diabetes melitus, asma, alergi disangkal. Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat hipertensi, asma, diabetes melitus, penyakit jantung dan riwayat keluhan yang sama disangkal. Riwayat Menstruasi Pasien pertama kali datang haid saat pasien berusia 12 tahun, siklus haid teratur, siklus 28 hari, lama haid setiap bulannya 6-7 hari, ganti pembalut 2-3 kali setiap harinya, nyeri haid (-), pasien lupa tanggal hari pertama haid terakhir.

Riwayat Perkawinan Menikah 1 kali tahun 2008 pada usia 25 tahun.

Riwayat Persalinan P2A0H2 1. Laki-laki/aterm/persalinan

normal/BBL

3400

gr/lahir

tahun

2011/dibantu bidan/lahir sehat dan langsung menangis. 2. Laki-laki/aterm/persalinan

normal/BBL

3500

gr/lahir

2019/dibantu bidan/lahir sehat dan langsung menangis.

3

tahun

Riwayat KB Riwayat penggunaan KB suntik 3 bulan selama lebih kurang 6 tahun (2012-2018).

Riwayat Sosial Pasien adalah seorang ibu rumah tangga, suami pasien bekerja sebagai buruh. Pasien tidak merokok, tidak minum alkohol.

2.3

PEMERIKSAAN FISIK Keadaan umum

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: Komposmentis

TB

: 155 cm

BB

: 60 kg (IMT 24,97 (berisiko obesitas))

Tekanan darah

: 90/60 mmHg

Nadi

: 90 x/menit

Pernapasan

: 20 x/menit

Suhu

: 36,50C

Status generalis Kepala

: Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-)

Leher

: Pembesaran KGB (-)

Jantung

: S1 dan S2 reguler, murmur (-), gallop(-)

Paru

: Vesikuler kedua lapang paru, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Abdomen

: Status obstretri

Genitalia

: Status obstretri

Ekstremitas

: Akral dingin, CRT < 2 detik, edema (-). 4

Status Obstretri Abdomen

:

- Inspeksi : Tampak cembung, striae gravidarum (+),linea nigra (+) - Palpasi : TFU sepusat, kontraksi uterus sedang, nyeri tekan (+) - Perkusi : Timpani di seluruh lapangan abdomen - Auskultasi: BU (+) normal Genitalia

:

- Inspeksi

: Perdarahan aktif dari jalan lahir, tidak tampak tali pusat di vulva, tampak laserasi ukuran 3 cm pada perineum.

- Vaginal touché : Laserasi vagina (-), portio terbuka, tidak teraba tali pusat, CUT ~ hamil 20 minggu, stolcel(+), 2.4

PEMERIKSAAN PENUNJANG Faal Hemostatik

Darah Rutin 

Hb

: 8,6 g/dl



CT

: 4’



Ht

: 24,3 %



BT

: 2’30’’



Leukosit

: 17.700/ul



Gol. Darah



Trombosit

: 161.000/ul Faal Hemostatik

Kimia darah

2.5

: B+



Ureum

: 26 mg/dl



TPHA : Negatif



Creatinin

: 0,6 mg/dl



HbsAg : Negatif



AST

: 18 U/L



HIV



ALT

: 9 U/L



Albumin

: 2,5 g/Dl



Glukosa

: 109 mg/dl

RESUME 5

: Negatif

Seorang wanita 33 tahun datang dengan keluhan habis melahirkan diluar (2 jam SMRS) dengan ari-ari yang tidak lahir-lahir. Pasien melahirkan di Puskesmas Selat Baru pada jam 03.45 WIB, tanpa diikuti lahirnya plasenta dan disertai dengan perdarahan dari jalan lahir terus menerus sebanyak 2 kali ganti pembalut. Tali pusat putus saat melakukan manajemen tali pusat terkendali hingga 30 menit pertama walaupun sudah diberikam rangsangan dan injeksi oksitosin 10 UI i.m. Pasien juga mengeluhkan nyeri perut disekitar ari-ari, pusing, lemas dan dirujuk ke RSUD Bengkalis dengan retensio plasenta. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 90/60 mmHg, konjungtiva anemis, pada pemeriksaan obstretri abdomen didapatkan TFU sepusat, kontraksi uterus sedang, pada inspeksi genitalia terdapat perdarahan aktif dari jalan lahir (+), laserasi (+) ukuran 3 cm pada perineum dan pada vaginal touché didapatkan portio terbuka (+), CUT~ hamil 20 minggu, stolcel(+). Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan anemia sedang dengan kadar Hb pasien 8,6 g/dl dan leukositosis dengan nilai leukosit 17.700/ul. 2.6

DIAGNOSIS P2A0H2 post partus pervaginam dengan Syok Hipovolemik ec Hemoragic Post Partum ec Retensio Plasenta dengan Anemia Sedang dan Laserasi Perineum

2.7

PENATALAKSANAAN 

Penatalaksanaan di PONEK IGD -

O2 2-3 liter/menit nasal canule

-

Resusitasi cairan dengan cairan Ringer Laktat (RL) 1000cc.

-

Observasi tanda-tanda vital

-

Drip oksitosin 20 IU dalam 500cc RL 20 tpm pada jalur intravena ke 2.

-

Inj. Ketorolac 30 mg i.v

-

Drip tramadol 100mg dalam 500cc RL 6

2.8

-

R/ Manual plasenta

-

Kosongkan kandung kemih

-

R/ Hecting laserasi perineum

-

R/ Transfusi 2 kantong Whole Blood

Followup

Tanggal 4 Januari 2019 Post Manual Plaenta

S Nyeri perut (+), keluar darah dari lubang vagina sedikit.

O Kesadaran: CM TD :100/80 mmHg HR : 80x/i RR : 20 x/i T : 36,50 C St. Generalis : Konjungtiva anemis (+/+) St. Obstretri Abdomen : TFU teraba sepusat, kontraksi baik, supel, BU (+) normal, nyeri tekan (+).

5 Januari 2019

Nyeri perut (-), demam (-), mual (-), muntah(-), keluar darah dari lubang vagina (-).

Genitalia : v/u tenang, perdarahan pervaginam (+) tidak aktif . Kesadaran: CM TD :100/80 mmHg HR : 82x/i RR : 20 x/i T : 36,50 C St. Generalis : dalam batas normal St. Obstretri Abdomen : TFU teraba sepusat,

7

A P2A0H2 post manual plasenta a/i plasenta adhesive dengan anemia sedang dan laserasi perineum

-

P IVFD RL 20 tpm Misoprostol 3 tablet per rectal Amoxicillin 3x500mg (p.o) Metronidazol 3x500mg (p.o) Transfusi 2 kantong Whole blood

Plasenta lahir, kesan : lengkap

-

P2A0H2 nifas hari ke 1 post manual plasenta a/i plasenta adhesive hari ke 1 dengan anemia sedang dan laserasi perineum

- Amoxicillin 3x500mg(p.o) - Metronidazol 3x500mg(p.o) - Paracetamol 3x500mg(p.o) - Promavit 2x1 tablet (p.o) - Pasien dibolehkan pulang

kontraksi baik, supel, BU (+) normal, nyeri tekan (-). Genitalia : v/u tenang, perdarahan pervaginam (-). Hb : 8,1 gr/dL

BAB III TINJAUAN TEORI 3.1

Definisi Retensio plasenta adalah plasenta tetap tertinggal dalam uterus setengah jam setelah anak lahir. Plasenta yang sulit dilepakan dengan pertolongan aktif kala tiga bisa disebabkan oleh adhesi yang kuat antara plasenta dan uterus.3

3.2

Struktur Anatomi Plasenta

8

Gambar 1. Struktur plasenta 9

Plasenta terdiri atas tiga bagian yaitu :9 1. Bagian janin (fetal portion). Bagian janin terdiri dari korion frondosum dan vili. Vili dari uri yang matang terdiri atas : 

Vili korialis



Ruang-ruang interviler.



Pada bagian permukaan janin uri diliputi oleh amnion yang licin, dibawah lapisan amnion ini berjalan cabang-cabang pembuluh darah tali pusat. Tali pusat akan berinsersi pada uri bagian permukaan janin.

2. Bagian maternal (maternal portion). Terdiri atas desidua kompakta yang terbentuk dari beberapa lobus dan kotiledon (15-20 buah). Desidua basalis pada uri yang matang disebut lempeng korionik (basal) dimana sirkulasi uteroplasental berjalan keruang-ruang intervili melalui tali pusat. 3. Tali pusat merentang dari pusat janin ke uri bagian permukaan janin. Panjangnya rata-rata 50-55 cm, sebesar jari (diameter 1- 2.5 cm),

9

strukturnya terdiri atas 2 arteri umbilikalis dan 1 vena umbilikalis serta jelly wharton. 3.3

Etiologi dan Faktor Risiko Etiologi retensio plasenta tidak diketahui dengan pasti sebelum tindakan. Beberapa penyebab retensio plasenta adalah :9,10 1. Fungsional 

His kurang kuat (penyebab terpenting). Plasenta sudah lepas tetapi belum keluar karena atonia uteri dan akan menyebabkan perdarahan yang banyak. Atau karena adanya lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim (ostium uteri) akibat kesalahan penanganan kala III, yang akan menghalangi plasenta keluar (plasenta inkarserata).



Plasenta sukar terlepas karena tempatnya (insersi di sudut tuba), bentuknya (plasenta membranasea, plasenta anularis); dan ukurannya (plasenta yang sangat kecil). Plasenta yang sukar lepas karena penyebab ini disebut plasenta adhesiva. Plasenta adhesiva ialah jika terjadi implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga

menyebabkan

kegagalan

mekanisme

pelepasan

fisiologis. 2. Patologi-anatomi 

Plasenta akreta: vili korialis berimplantasi menembus desidua basalis dan nitabuch layer. Pada jenis ini plasenta melekat langsung pada miometrium. Plasenta akreta ada yang kompleta, yaitu jika seluruh permukaannya melekat dengan erat pada dinding rahim. Plasenta akreta yang parsialis, yaitu jika hanya beberapa bagian dari permukaannya lebih erat berhubungan dengan dinding rahim.



Plasenta inkreta: vili korialis sampai menembus miometrium, tapi tidak menembus serosa uterus.



Plasenta perkreta: vili korialis sampai menembus serosa atau perimetrium. 10

Faktor risiko terjadiya retensio plasenta antara lain adalah :3

3.4

1.

Usia >35 tahun

2.

Plasenta previa

3.

Pernah menjalani seksio sesarea

4.

Pernah kuret berulang

5.

Multipara

6.

Persalinan premature

7.

Anemia

8.

Kehamilan ganda

9.

Preeklampsia

10.

Induksi persalinan

Metode Pelepasan Plasenta10 1. Metode Schultze Metode yang lebih umum terjadi plasenta terlepas dari satu titik dan merosot kevagina melalui lubang dalam kantong amnion, permukaan fetal plasenta muncul pada vulva dengan selaput ketuban yang mengikuti di belakang seperti payung terbalik saat terlepas dari dari dinding uterus. Permukaan maternal plasenta terlihat dan bekuan darah berada dalam kantong yang terbalik, kontraksi dan retraksi otot uterus yang menimbulkan pemisahan plasenta juga menekan pembuluh darah dengan kuat dan mengontrol perdarahan. Hal tersebut mungkin terjadi karna ada serat otot oblik dibagian atas segmen uterus. 2. Metode Mathews Duncan Plasenta turun melalui bagian samping dan masuk ke vulva dengan pembatas lateral terlebih dahulu seperti kancing yang memasuki lubang baju, bagian plasenta tidak berada dalam kantong. Pada metode ini, kemungkinan terjadinya karena bagian selaput ketuban tersebut tidak terlepas semua selengkap metode schultze. Metode ini adalah metode yang berkaitan dengan plasenta letak rendah di dalam uterus. Proses pelepasan plasenta berlangsung lebih lama dan darah

11

yang hilang sangat banyak (karena hanya ada sedikit serat oblik dibagian bawah segmen). 3.5

Tanda-tanda Pelepasan Plasenta10 1. Bentuk uterus berubah menjadi globular dan terjadi perubahan tinggi fundus uterus. 2. Tali pusar memanjang 3. Semburan darah tiba-tiba

3.6

Penegakan Diagnosis A.

Anamnesis Dari anamnesis, meliputi pertanyaan tentang periode prenatal, riwayat perdarahan postpartum sebelumnya, paritas, anemia selama kehamilan serta riwayat multipel fetus dan polihidramnion. Serta riwayat pospartum sekarang dimana plasenta tidak lepas secara spontan atau timbul perdarahan aktif setelah bayi dilahirkan.3

B.

Pemeriksaan fisik11 Gejala

Plasenta Akreta

Plasenta

Plasenta Akreta

Konsistensi

parsial Kenyal

Inkaserata Keras

Komplit Cukup

uterus Tinggi fundus Bentuk uterus Perdarahan Tali pusat Ostium uteri Pelepasan

Sepusat Diskoid Sedang-banyak Terjulur sebagian Terbuka Lepas sebagian

2 jari bawah pusat Agak globuler Sedang Terjulur Konstriksi Sudah lepas

Sepusat Diskoid Sedikit/tidak ada Tidak terjulur Terbuka Melekat

plasenta Syok

Sering

Jarang

seluruhnya Jarang sekali, kecuali

akibat

inversi

oleh

tarikan kuat pada tali pusat

C.

Pemeriksaan Penunjang12,13 

Laboratorium 12

Pemeriksaan darah rutin berguna melihat apakah pasien mengalami anemia atau tidak serta untuk menilai peningkatan alfa fetoprotein. Peningkatan alfa fetoprotein berhubungan dengan plasenta akreta. 

USG Diagnosis plasenta akreta melalui pemeriksaan USG menjadi lebih mudah bila implantasi plasenta berada di segmen bawah rahim bagian depan. Lapisan miometrium dibagian basal plasenta terlihat menipis atau menghilang. Pada plasenta perkreta vena-vena subplasenta terlihat berada di bagian dinding kandung kemih.

3.7

Penatalaksanaan A. Penatalaksanaan umum :17 1. Informed consent 2. Stabilisasi ABC (posisikan semi ekstensi, bebaskan jalan nafas, O2 jika perlu, resusitasi cairan, pasang akses intavena ukuran besar 16/18), folley catheter, pantau urin output (30cc/jam atau 0,5-1,0 cc/kgBB/jam), pantau kesadaran. 3. Tentukan ada syok atau tidak. Jika ada, diberikan transfusi darah, infus cairan, oksigen dan control pendarahan. Jika tidak ada syok atau keadaan umum optimal, segera lakukan pemeriksaan untuk mencari etiologi. 4. Hentikan sumber perdarahan 5. Monitor tanda-tanda vital B. Penatalaksanaan khusus retensio plasenta: 17

13

1. Jika plasenta terlihat dalam vagina, mintalah ibu untuk mengedan. Jika dapat merasakan plasenta dalam vagina, keluarkan plasenta tersebut. 2. Pastikan kandung kemih sudah kosong. Jika diperlukan, lakukan katerisasi kandung kemih. 3. Jika plasenta belum keluar, berikan oksitosin 10 IU i.m jika belum dilakukan pada penanganan aktif kala tiga. 4. Jika plasenta belum dilahirkan setelah 30 menit pemberian oksitosin dan uterus terasa berkontraksi, lakukan penarikan tali pusat terkendali. Catatan : Hindari penarikan tali pusat dan penekanan fundus yang terlalu kuat karena dapat menyebabkan inversi uteri. 5. Jika traksi tali pusat terkendali belum berhasil cobalah untuk melakukan pengeluaran plasenta secara manual. Catatan : Plasenta yang melekat dengan kuat mungkin merupakan plasenta akreta, usaha untuk melepaskan plasenta yang melekat kuat dapat mengakibatkan perdarahan yang berat atau perforasi uterus, yang biasanya membutuhkan tindakan histerektomi. 6. Jika perdarahan terus berlangsung, lakukan uji pembekuan darah sederhana. Kegagalan terbentuknya pembekuan setelah 7 menit atau adanya bekuan lunak yang dapat pecah dengan mudah menunjukkan adanya koagulopati 7. Jika terdapat tanda-tanda infeksi (demam, sekret vagina yang berbau), berikan antibiotik untuk metritis. C. Tindakan Manual Plasenta3,10 Manual plasenta adalah prosedur pelepasan plasenta dari tempat implantasinya pada dinding uterus dan mengeluarkannya dari kavum uteri secara manual yaitu dengan melakukan tindakan invasi dan 14

manipulasi tangan penolong persalinan yang dimasukkan langsung kedalam kavum uteri. Adapun teknik manual plasenta antara lain : 1. Untuk mengeluarkan plasenta yang belum lepas jika masih ada waktu dapat mencoba teknik menurut Crede yaitu uterus dimasase perlahan sehingga berkontraksi baik, dan dengan meletakkan 4 jari dibelakang uterus dan ibu jari didepannya, uterus dipencet di antara jari-jari tersebut dengan maksud untuk melepaskan plasenta dari dinding uterus dan menekannya keluar. Tindakan ini tidaklah selalu berhasil dan tidak boleh dilakukan secara kasar. 2. Sebelum mengerjakan manual plasenta, penderita disiapkan pada posisi litotomi. Keadaan umum penderita diperbaiki sebesar mungkin, atau diinfus NaCl atau Ringer Laktat. Anestesi diperlukan kalau ada constriction ring dengan memberikan suntikan diazepam 10 mg intramuskular. Anestesi ini berguna untuk mengatasi rasa nyeri. 3. Operator berdiri atau duduk dihadapan vulva dengan salah satu tangannya (tangan kiri) meregang tali pusat, tangan yang lain (tangan kanan) dengan jari-jari dikuncupkan membentuk kerucut.

4. Dengan ujung jari menelusuri tali pusat sampai plasenta. Jika pada waktu melewati serviks dijumpai tahanan constrition ring, ini dapat diatasi dengan mengembangkan secara perlahan-lahan jari tangan yang membentuk kerucut tadi. Sementara itu, tangan kiri diletakkan di atas fundus uteri dari luar dinding perut ibu sambil menahan atau mendorong fundus itu ke bawah. Setelah 15

tangan yang di dalam sampai ke plasenta, telusurilah permukaan fetalnya ke arah pinggir plasenta. Pada perdarahan kala tiga, biasanya telah ada bagian pinggir plasenta yang terlepas.

5. Melalui celah tersebut, selipkan bagian ulnar dari tangan yang berada di dalam antara dinding uterus dengan bagian plasenta yang telah terlepas itu. Dengan gerakan tangan seperti mengikis air, plasenta dapat dilepaskan seluruhnya (kalau mungkin), sementara tangan yang di luar tetap menahan fundus uteri supaya jangan ikut terdorong ke atas. Dengan demikian, kejadian robekan uterus (perforasi) dapat dihindarkan.

6. Setelah plasenta berhasil dikeluarkan, lakukan eksplorasi untuk mengetahui kalau ada bagian dinding uterus yang sobek atau bagian plasenta yang tersisa. Pada waktu ekplorasi sebaiknya sarung tangan diganti yang baru. Setelah plasenta keluar, gunakan kedua tangan untuk memeriksanya, segera berikan uterotonik (oksitosin) satu ampul intramuskular, dan lakukan masase uterus. Lakukan inspeksi dengan spekulum untuk mengetahui ada tidaknya laserasi pada vagina atau serviks dan apabila ditemukan segera di jahit. Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk pencegahan infeksi sekunder. D. Tindakan kuratase 16

Seringkali pelepasan sebagian plasenta dapat dilakukan dengan manual plasenta dan kuretase digunakan untuk mengeluarkan sebanyak mungkin jaringan yang tersisa. Kuretase mungkin diperlukan jika perdarahan berlanjut atau pengeluaran manual tidak lengkap.3 E. Tindakan bedah Jika faktor risiko dan gambaran prenatal sangat mendukung diagnosis perlengketan

plasenta,

Cesarean

hysterectomy

umumnya

di

rencanakan, terutama pada pasien yang tidak berharap untuk mempertahankan kehamilan. Jika plasenta akreta ditemukan setelah melahirkan bayi, plasenta sesegera mungkin dikeluarkan untuk mengosongkan

cavum

uteri.

Walaupun

dalam

banyak

kasus

pengeluaran plasenta akan menimbulkan perdarahan massif yang akan berakhir dengan histerktomi. Pada kasus plasenta akreta kompleta, tindakan terbaik ialah histerektomi.4 3.8

Pencegahan Pencegahan resiko retensio plasenta adalah dengan cara mempercepat proses separasi dan melahirkan plasenta dengan memberikan uterotonika segera setelah bayi lahir dan melakukan penegangan tali pusat terkendali. Usaha ini disebut juga penatalaksanaan aktif kala III.3

3.9

Komplikasi Plasenta yang terlalu melekat, walaupun jarang dijumpai, memiliki makna klinis yang cukup penting karena morbiditas dan kadang-kadang mortalitas yang timbulkannya. Komplikasinya meliputi :10 

Perforasi uterus



Infeksi



Inversio uteri



Syok (hipovolemik)



Perdarahan postpartum



Subinvolusi 17



Histerektomi

BAB IV PEMBAHASAN Penegakan diagnosis retensio plasenta pada pasien berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari hasil anamnesis, pasien wanita usia 33 tahun masuk ke IGD RSUD Bengkalis dengan keluhan habis melahirkan diluar (2 jam SMRS) dengan ari-ari yang tidak lahir-lahir disertai perdarahan dari jalan lahir. Sesuai teori, perdarahan pasca persalinan merupakan perdarahan atau hilangnya darah 500 cc atau lebih yang terjadi setelah bayi lahir. Perdarahan dapat terjadi sebelum, selama, atau sesudah lahirnya plasenta.3 Jika terjadi perdarahan pasca persalinan, dapat dipikirkan oleh beberapa faktor yaitu tone (atonia uteri), tissue (retensio plasenta, sisa plasenta), trauma (ruptur uterus, inversi uterus, laserasi jalan lahir, vaginal hematom) dan thrombin (kelainan pembekuan darah, contohnya

idiopatik

trombositopenia

purpura).

Pada

kasus

ini

pasien

mengeluhkan ari-ari yang belum keluar sejak 2 jam SMRS, yang berarti telah 18

lebih dari 30 menit sejak bayi lahir. Oleh karena itu penyebab dari perdarahan pasca persalinan pada pasien ini adalah faktor tissue yaitu retensio plasenta. Karena menurut teori retensio plasenta adalah keadaan dimana tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga atau melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir.3 Plasenta harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan bahaya perdarahan dan infeksi.7 Menurut WHO, kematian maternal berjumlah 25% disebabkan oleh perdarahan pascapersalinan dan 16-17% disebabkan oleh retensio plasenta.2 Faktor risiko pasien pada kasus ini tidak diketahui secara jelas karena menurut teori, bahaya pada ibu hamil yang berumur 35 tahun lebih adalah perdarahan setelah bayi lahir yaitu salah satunya dikarenakan retensio plasenta14, sedangkan pada pasien baru berusia 33 tahun. Selain itu pada kasus ini jarak kelahiran anak pertama dan kedua hanya berjarak ± 8 tahun, sedangkan menurut teori jarak antara kelahiran yang menjadi faktor risiko terjadinya plasenta adalah kurang dari 2 tahun yang akan menyebabkan uterus menjadi lemah sehingga kontraksi uterus akan menjadi kurang baik dan resiko terjadinya retensio plasenta meningkat dan juga jarak persalinan ≥ 10 tahun dapat menjadi faktor risiko karena dalam keadaan ini seolah-olah menghadapi persalinan yang pertama lagi sehingga dapat menyebabkan otot polos uterus menjadi kaku dan kontraksi uterus menjadi kurang baik dan mudah terjadi retensio plasenta. Salah satu faktor risiko yang dapat dipertimbangkan pada pasien adalah multipara. Karena multipara mempunyai angka kejadian perdarahan pasca persalinan lebih tinggi, salah satu penyebabnya adalah retensio plasenta.14 Salah satu faktor risiko sosial pada kasus ini adalah, pendidikan terakhir pasien adalah Sekolah Menengah Pertama (SMP), yang secara teori, tingkat pendidikan seseorang turut menentukan tinggi rendahnya pengetahuan yang dimiliki oleh orang tersebut. Ibu yang mempunyai pendidikan tinggi, lebih aktif menentukan sikap dan lebih mandiri mengambil tindakan perawatan. Rendahnya pendidikan ibu, berdampak terhadap rendahnya pengetahuan ibu untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Makin rendah pengetahuan ibu, makin sedikit keinginan memanfaatkan pelayanan kesehatan.15 Retensio plasenta disebabkan karena plasenta belum lepas dari dinding uterus, atau plasenta sudah lepas akan tetapi belum dilahirkan. Jika plasenta 19

belum lepas sama sekali, tidak terjadi perdarahan. Namun, jika lepas sebagian, terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya. Peristiwa ini dapat terjadi karena plasenta belum lepas dari dinding uterus akibat kontraksi uterus yang kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta adhesiva).3 Pada kasus ini pasien didiagnosis dengan plasenta adhesiva, dimana plasenta adhesiva merupakan jenis kasus retensio plasenta tersering dibandingkan yang lainnya dengan insidensi ±60%.9 Pentalaksanaan pada kasus ini sudah tepat karena plasenta segera dikeluarkan atas indikasi perdarahan dari jalan lahir yang menyebabkan terjadinya syok hipovolemik dan anemia sedang pada pasien. Sebelum mengontrol perdarahan pada pasien, terlebih dahulu kita menjaga hemodinamik pasien agar stabil dengan cara mengatasi syok yaitu melakukan resusitasi cairan 2 jalur intravena disertai dengan pemberian oksigen via nasal canule pada pasien. Karena pada saat masuk ke IGD, tekanan darah pasien 90/60 mmHg. Pemasangan jalur intravena disertai emberian uterotonika untuk mempertahankan keadaan umum ibu dan merangsang kontraksi uterus. Setelah pasien stabil, dilakukan manual plasenta yang merupakan prosedur pelepasan plasenta dari tempat implantasinya pada dinding uterus dan mengeluarkannya dari kavum uteri secara manual yaitu dengan melakukan tindakan invasi dan manipulasi tangan penolong persalinan yang dimasukkan langsung kedalam kavum uteri.3,10 Tindakan kuretase tidak diperlukan karena perdarahan tidak berlanjut dan pengeluaran dengan teknik manual plasenta lahir plasenta kesan lengkap. Pemberian antibiotik pada pasien sudah tepat karena pada retensio plasenta yang ditatalaksana dengan manual plasenta berfungsi sebagai antibiotik profilaksis yang mencegah terjadinya infeksi sekunder atau jika memang didapatkan adanya tanda-tanda infeksi pada metritis seperti demam, sekret vagina berbau.16,17 Pada pasien ini diberikan antibiotik karena pertimbangan nilai leukosit yang menunjukkan leukositosis yaitu 17.700 ul yang menunjukkan telah adanya infeksi. Pasien juga diberikan analgetik yang berfungsi mengatasi nyeri pada pasien.

20

Pada pemeriksaan penunjang, didapatkan kadar hemoglobin pada pasien adalah 8,6 gr/dl yang menunjukkan anemia sedang serta pada pasien akan direncanakan manual plasenta sehingga pasien dipertimbangkan rencana transfusi whole blood sebanyak 2 kantong. Kadar hemoglobin post tranfusi adalah 8,1 gr/dl sehinga tidak perlu dilakukan transfusi kembali. Hari pertama perawatan, pasien tidak memiliki keluhan dan tidak ada keluar perdarahan lagi dari jalan lahir sehingga pasien dibolehkan pulang dengan pemberian antibiotik lanjutan selama 5 hari, analgetik serta vitamin. Prognosis pada pasien ini, prognosis quo ad vitam adalah malam karena pasien dengan perdarahan post partum ec. retensio plasenta dapat mengancam nyawa apabila tidak ditangani dengan segera dan tepat. Untuk prognosis quo ad functionam adalah bonam, karena pasien tidak kehilangan fungsi uterusnya dan prognosis quo ad sanactionam adalah dubia, karena menurut teori pasien dengan riwayat retensio plasenta terdapat kemungkinan mengalami hal yang sama pada kehamilan berikutnya.

BAB V KESIMPULAN Pada kasus ini, ditegakkan diagnosis retensio plasenta pada seorang wanita berusia 33 tahun berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yaitu adanya keluhan habis melahirkan diluar (2 jam SMRS) dengan ari-ari yang tidak lahir-lahir lebih dari 30 menit sejak bayi lahir dan disertai perdarahan dari jalan lahir. Faktor risiko pada pasien ini tidak terlalu jelas, salah satu faktor risiko yang dapat dipertimbangkan adalah multipara. Tatalaksana pada pasien ini sudah tepat yaitu mengatasi syok pada pasien, manual plasenta dan pemberian medikamentosa berupa antibiotik, analgetik dan vitamin. Prognosis pada pasien ini, prognosis quo ad vitam adalah malam, quo ad functionam adalah bonam, dan prognosis quo ad sanactionam adalah dubia.

21

DAFTAR PUSTAKA 1. Gondo, Harry Kurniawan, 2008. Penanganan Perdarahan Post Partum (Hemorhagi Post Partum, PPH) PDF, FK Universitas Wijaya Kusuma Jakarta 2. Harmia, Elvira. 2010. Sikap dan Tindakan Bidan Terhadap Penanganan Retensio Plasenta di Desa Terjun Kecamatan Medan Marelan, Tersedia Online: http://www.epository.usu.ac.id/bitstream/pdf 3. Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan. Jakarta: P.T. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2016. 4. B-Lynch C, Keith LB, Lalonde AB, Karoshi M, editors. A textbook of postpartum hemorrhage. United Kingdom: Sapiens Publishing; 2006. 5. Nugroho T. Obsgyn-obstetri dan ginekologi untuk kebidanan dan keperawatan. Yogyakarta: Nuha Medika; 2012. 6. Saifuddin, A.B., 2009. Ilmu Kebidanan, PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta 7. Manuaba, I.B.G. 2010. Buku Ajar Panthoom Obstetri, Trans Info Media, Jakarta 8. Mayo Clinic. Pregnancy week by week ; Placenta: How it works, what's normal. Mayo Foundation for Medical Education and Research (MFMER);

2012. Diakses

pada

tanggal

2

februari

2019 dari

http://www.mayoclinic.com/health/placenta/MY01945 9. Hill M. Placental Development. UNSW Embryology; 2013. Diakses pada tanggal

2

februari

22

2019

dari

http://php.med.unsw.edu.au/embryology/index.php? title=Placenta_Development 10. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap III LG, Hauth JC, Wenstrom KD. Obstetri Williams Volume 1 Edisi 21. Jakarta: EGC; 2005. 11. Rohani, Sasmita R, Marisah. Asuhan Kebidanan Pada Masa Persalinan. Jakarta: Salemba Medika; 2011.

12. Committee Opinion. Placenta Accreta. Washington DC: American Congress of Obstetricians and Gynecologists; 2012. Diakses pada tanggal 2

februari

2019

dari

http://www.acog.org/Resources%20And

%20Publications/Committee%20Opinions/Committee%20on%20Obstetric %20Practice/Placenta%20Accreta.aspx

13. Mayo Clinic. Placenta Accreta. Mayo Foundation for Medical Education and Research (MFMER); 2012. Diakses pada tanggal 2 februari 2019 dari http://www.mayoclinic.com/health/placenta-accreta/DS01203

14. Rochjati, Poedji, 2011. Skrining Antenatal Pada Ibu Hamil, Pusat Penerbitan dan Percetakan unair (AUP), Surabaya 15. Rukmini, & Wiludjeng, L. (2005). Gambaran Penyebab Kematian Maternal di Rumah Sakit (Studi di RSUD Pesisir Selatan, RSUD Padang Pariaman, RSUD Sikka, RSUD Larantuka dan RSUD Serang, 2005). Surabaya: Pusat Penelitian dan Pengembangan Sistim dan Kebijakan Kesehatan Departement Kesehatan RI.

16. Chibueze et al. Prophylactic antibiotics for manual removal of retained placenta during vaginal birth: a systematic review of observational studies and meta-analysis. BMC Pregnancy and Childbirth. 2015; 15:313

23

17. RSUD Bengkalis. 2016-2018. Panduan Praktik Klinis dan Standar Prosedur Operasional SMF Obstetri dan Ginekologi. 2016-2018.

24

More Documents from "Meldayenti"