Doc-20190317-wa0016.docx

  • Uploaded by: sherly melinda
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Doc-20190317-wa0016.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,061
  • Pages: 28
Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Pasien Dengan Resiko Bunuh Diri A. Pengertian Dalam encyclopedia Britannica, bunuh diri didefinisikan sebagai usaha seseorang untuk mengakhiri hidupnya dengan cara sukarela atau sengaja. Kata Suicide berasal dari kata latin sui yang berarti diri (self), dan kata caidere yang berarti membunuh (to kill) menurut Husain (2005:6). Sedangkan menurut aliran human behavior, bunuh diri ialah bentuk pelarian parah dari dunia nyata, atau lari dari situasi yang tidak bisa di tolerir, atau merupakan bentuk regresi ingin kembali pada ke Sosiolog emile durkheim (1897, 1951) membedakan bunuh diri adaan nikmat, nyaman dan tentram (kartono, 2000 :143)

B. Macam macam bunuh diri menjadi 4 jenis yaitu : 1. Bunuh diri egoistik Yaitu bunuh diri yangdilakukan oleh orang orang yang merasa kepentingan individu lebih tinggi dari pada kepentingan kesatuan sosial 2. Bunuh diri altruistik Yaitu bunuh diri karena adanya perasaan integrasi antar sesama individu yang satu dan lainnya sehingga menciptakan masyarakat yang memiliki integritas yang kuat, misalnya bunuh diri Harakiri di Jepang. 3. Bunuh diri anomi Yaitu tipe bunuh yang lebih berfokus pada keadaan moral dimana individu yang bersangkutan kehilangan cita cita, tujuan dan norma dalam hidupnya 4. Bunuh diri fatalistik Tipe bunuh diri yang demikian tidak banyak dibahas oleh Durkheim pada tipe bunuh diri anomi terjadi dalam situasi dimana nilai dan

2

norma yang berlaku di masyarakat melemah, sebaliknya bunuh diri fatalistik terjadi ketika nilai dan norma yang berlaku di masyarakat meningkat dan terasa berlebihan

C. Etiologi Menurut Fitria, Nita, 2009. Dalam buku Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan LaporanPendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP) untuk 7 DiagnosisKeperawatan Jiwa Berat bagi Program S - 1 Keperawatan), etiologi dari resiko bunuh diriadalah : 1. Faktor Predisposisi Lima factor predisposisi yang menunjang pada pemahaman perilaku destruktif-diri sepanjangsiklus kehidupan adalah sebagai berikut : a. Diagnosis Psikiatrik Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri mempunyairiwayat gangguan jiwa. Tiga gangguan jiwa yang dapat membuat individu berisiko untukmelakukan tindakan bunuh diri adalah gangguan afektif, penyalahgunaan zat, dan skizofrenia. b. Sifat Kepribadian Tiga tipe kepribadian yang erat hubungannya dengan besarnya resiko bunuh diri adalah antipati,impulsif, dan depresi. c. Lingkungan Psikososial Faktor predisposisi terjadinya perilaku bunuh diri, diantaranya adalah

pengalaman

kejadian-kejadian

kehilangan,kehilangan

negatif

dalam

hidup,

dukungan

sosial,

penyakit

krinis,

perpisahan,atau bahkan perceraian. Kekuatan dukungan social sangat penting dalam menciptakan intervensiyang terapeutik, dengan terlebih dahulu mengetahui penyebab masalah, respons seseorang dalammenghadapi masalah tersebut, dan lain-lain. d. Riwayat Keluarga

3

Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan factor penting yang dapatmenyebabkan seseorang melakukan tindakan bunuh diri. e. Faktor Biokimia Data menunjukkan bahwa pada klien dengan resiko bunuh diri terjadi peningkatan zat-zat kimiayang terdapat di dalam otak sepeti serotonin, adrenalin, dan dopamine. Peningkatan zat tersebutdapat dilihat melalui ekaman gelombang otak Electro Encephalo Graph (EEG). 2. Faktor Presipitasi Perilaku destruktif diri dapat ditimbulkan oleh stress berlebihan yang dialami olehindividu. Pencetusnya sering kali berupa kejadian hidup yang memalukan.Faktor lain yang dapatmenjadi pencetus adalah melihat atau membaca melalui media mengenai orang yang melakukanbunuh diri ataupun percobaan bunuh diri. Bagi individu yang emosinya labil, hal tersebutmenjadi sangat rentan. 3. Perilaku Koping Klien dengan penyakit kronik atau penyakit yang mengancam kehidupan dapat melakukan perilaku bunuh diri dan sering kali orang ini secara sadar memilih untuk melakukan tindakanbunuh diri. Perilaku bunuh diri berhubungan dengan banyak faktor, baik faktor social maupunbudaya. Struktur social dan kehidupan bersosial dapat menolong atau bahkan mendorong klienmelakukan perilaku bunuh diri.

Isolasi

social

dapat

menyebabkan

kesepian

dan

meningkatkankeinginan seseorang untuk melakukan bunuh diri. Seseorang yang aktif dalam kegiatanmasyarakat lebih mampu menoleransi stress dan menurunkan angka bunuh diri. Aktif dalamkegiatan keagamaan juga dapat mencegah seseorang melakukan tindakan bunuh diri. 4. Mekanisme Koping

4

Seseorang klien mungkin memakai beberapa variasi mekanisme koping yang berhubungandengan perilaku bunuh diri, termasuk denial, rasionalization,

regression,

dan

magical

thinking.Mekanisme

pertahanan diri yang ada seharusnya tidak ditentang tanpa memberikan koping alternatif. 5. Rentang Respon Protektif Diri Respon adaptif

Respon maladaptif

Peningkatan

Resiko

Destruktif diri tidak

Pencederaan

diri

destruktif

langsung

diri

Perilaku bunuh diri menunjukkan kegagalan mekanisme koping. Ancaman bunuh dirimungkin menunjukkan upaya terakhir untuk mendapatkan pertolongan agar dapat mengatasi masalah. Bunuh diri yang terjadi merupakan kegagalan koping dan mekanisme adaptif pada diri seseorang.

Keterangan : a. Peningkatan diri yaitu seorang individu yang mempunyai pengharapan, yakin, dan kesadaran diri meningkat. b. Pertumbuhan-peningkatan berisiko, yaitu merupakan posisi pada rentang yang masih normal dialami individu yang mengalami perkembangan perilaku. c. Perilaku destruktif diri tak langsung, yaitu setiap aktivitas yang merusak kesejahteraan fisik individu dan dapat mengarah kepada kematian, seperti perilaku merusak, mengebut, berjudi, tindakan kriminal,

terlibat

dalam

5

rekreasi

yang

berisiko

tinggi,

bunuh diri

penyalahgunaan zat, perilaku yang menyimpang secara sosial, dan perilaku yang menimbulkan stres. d. Pencederaan diri, yaitu suatu tindakan yang membahayakan diri sendiri yang dilakukan dengan sengaja. Pencederaan dilakukan terhadap diri sendiri, tanpa bantuan orang lain, dan cedera tersebut cukup parah untuk melukai tubuh. Bentuk umum perilaku pencederaan diri termasuk melukai dan membakar kulit, membenturkan kepala atau anggota tubuh, melukai tubuhnya sedikit demi sedikit, dan menggigit jari. e. Bunuh diri, yaitu tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri untuk mengakhiri kehidupan.

D. Proses Terjadinya Perilaku Bunuh Diri

Setiap upaya percobaan bunuh diri selalu diawali dengan adanya motivasi untuk bunuh diri dengan berbagai alasan,berniat melaksanakan bunuh diri, mengembangkan gagasan sampai akhirnya melakukan bunuh diri. Oleh karena itu, adanya percobaan bunuh diri merupakan masalah keperawatan yang harus mendapatkan perhatian serius. Sesekali pasien berhasil mencoba bunuh diri, maka selesai riwayat pasien. Untuk itu, perlu diperhatikan beberapa mitos (pendapat yang salah) tentang bunuh diri.

6

E. Patosikologi Gambaran Proses Terjadinya Bunuh Diri

Isyarat Bunuh Diri verbal/nonverbal

Pertimbangan untuk melakukan bunuh diri

Ancaman bunuh diri

Ambivalensi Kematian

Kurangnya respon positif

Upaya Bunuh Diri

Bunuh Diri

( Stuart & Sundeen , 2006 ) Tahapan rentang perkembangan bunuh diri juga dibedakan sebagai berikut : 1. Suicide Ideation Pada tahapan ini merupakan proses kontemplasi dari suicide, atau sebuah metode yang digunakan tanpa melakukan aksi atau tindakan, bahkan klien pada tahap ini tidak akan mengungkapkan idenya apabila

7

tidak ditekan. Walaupun demikian, perawat perlu menyadari bahwa pasien pada tahap ini memiliki pikiran tentang keinginan untuk mati. 2. Suicide Intent Pada tahap ini klien mulai berpikir dan sudah melakukan perencanaan yang konkrit untuk melakukan bunuh diri. 3. Suicide Threat Pada tahap ini klien mengekpresikan adanya keinginan dan hasrat yang dalam, bahkan ancaman untuk mengakhiri hidupnya. 4. Suicide Gesture Pada tahap ini klien menunjukan perilaku destruktif yang diarahkan pada diri sendiri yang bertujuan tidak hanya mengancam kehidupannya tetapi sudah pada percobaan untuk melakukan bunuh diri. Tindakan yang dilakukan umumnya tidak mematikan karena mengalami ambivalensi kematian. Individu ini masih memiliki kemampuan untuk hidup, ingin diselamatkan, dan individu ini sedang mengalami konflik mental. Tahap ini dinamakan “crying for help” . 5. Suicide Attempt Pada tahap ini perilaku destruktif klien yang mempunyai indikasi individu ingin mati dan tidak mau diselamtkan mislanya minum obat yang mematikan, namun masih ada yang mengalami ambivalensi. 6. Suicide Tindakan bunuh diri ini sebelumnya telah didahului oleh beberapa percobaan bunuh diri sebelumnya. 30 % orang berhasil melakukan bunuh diri adalah orang yang pernah melakukan percobaan bunuh diri sebelumnya. Suicide ini merupakan pilihan terakhir utnuk mengatasi kesedihan yang mendalam

F. Tanda dan Gejala menurut Fitria, Nita (2009) 1. Mempunyai ide untuk bunuh diri. 2. Mengungkapkan keinginan untuk mati. 3. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan. 8

4. Impulsif. 5. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat patuh). 6. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri. 7. Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang obat dosis mematikan). 8. Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panic, marah dan mengasingkan diri). 9. Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang depresi, psikosis danmenyalahgunakan alcohol). 10. Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronis atau terminal). 11. Pengangguaran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau mengalami kegagalan dalam karier). 12. Umur 15-19 tahun atau di atas 45 tahun. 13. Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan). 14. Pekerjaan. 15. Konflik interpersonal. 16. Latar belakang keluarga. 17. Menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil.

G. Pemeriksaan dan Penatalaksanaan 1. Klinis harus menilai risiko bunuh diri berdasarkan pemeriksaan klinis. Hal yang paling prediktif yang berhubungan dengan risiko bunuh diri dituliskan dalam tabel di bawah. Bunuh diri juga dikelompokkan ke dalam faktor yang berhubungan dengan risiko tinggi dan risiko rendah. 2. Jika memeriksa pasien yang berusaha bunuh diri, jangan meninggalkan mereka sendirian, keluarkan semua benda yang kemungkinan berbahaya dari ruangan.

9

3. Jika memeriksa pasien yang baru saja melakukan usaha bunuh diri, nilailah apakah usaha tersebut telah direncanakan atau dilakukan secara impulsif dan tentukan letalitasnya, kemungkinan pasien untuk ditemukan. (contohnya, apakah pasien sendirian dan apakah pasien memberitahukan orang lain?), dan reaksi pasien karena diselamatkan (apakah pasien kecewa atau merasa lega?), dan apakah faktor-faktor yang menyebabkan usaha bunuh diri telah berubah. 4. Penatalaksanaan adalah sangat tergantung pada diagnosis. Pasien dengan gangguan depresif berat mungkin diobati sebagai rawat jalan jika keluarganya dapat mengawasi mereka secara ketat dan jika pengobatan dapat dimulai secara cepat. Selain hal tersebut, perawatan di rumah sakit mungkin diperlukan. 5. Ide bunuh diri pada pasien alkoholik biasanya menghilang dengan abstinensia dalam beberapa hari. Jika depresi menetap setelah tanda psokologis dari putus alkohol menghilang, diperlukan kecurigaan yang tinggi adanya gangguan depresif berat. Semua pasien yang berusaha bunuh diri oleh alkohol atau obat harus dinilai kembali jika mereka sadar. 6. Ide bunuh diri pada pasien skizofrenia harus ditanggapi secara serius, karena mereka cenderung menggunakan kekerasan atau metoda yang kacau dengan letalitas yang tinggi. 7. Pasien dengan gangguan kepribadian mendapatkan manfaat dari konfrontasi empatik dan bantuan dengan mendapatkan pendekatan rasional dan bertanggung jawab terhadap masalah yang mencetuskan krisis dan bagaimana mereka biasanya berperan. Keterlibatan keluarga atau teman dan manipulasi lingkungan mungkin membantu dalam menghilangkan krisis yang menyebabkan usaha bunuh diri. 8. Hospitalisasi jangka panjang diindikasikan pada keadaan yang menyebabkan mutilasi diri, tetapi hospitalisasi singkat biasanya tidak

mempengaruhi

perilaku

tersebut.

“Parasuicide”

juga

mendapatkan manfaat dari rehabilitasi jangka panjang, dan periode

10

singkat stabilisassi mungkin diperlukan, tetapi tidak ada pengobatan jangka pendek yang dapat diharapkan mengubah perjalanannya secara bermakna.

H. Terapi Aktivitas Kelompok (Riyadi, Surojo dan Purwanto Teguh, 2009) 1. Model interpersonal Tingkah laku (pikiran, perasaan dan tindakan) digambarkan melalui hubungan interpersonaldalam kelompok. Pada model ini juga menggambarkan sebab akibat tingkah laku anggota,merupakan akibat dari tingkah laku anggota yang lain. Terapist bekerja dengan individu dankelompok, anggota belajar dari interaksi antar anggota dan terapist. Melalui proses ini, tingkah laku atau kesalahan dapat dikoreksi dan dipelajari.

I. Terapi Modalitas yang cocok untuk resiko bunuh diri adalah 1. Terapi Biologi Karena perilaku abnormal/ penyimpangan pasien adalah akibat dari faktor fisik/ penyakit jenis terapi yang bisa diberikan melalui terapi ini adalah terapi psikoaktif, intervensi nutrisi (diet), fototerapi dll. 2. Terapi Lingkungan Terapi ini bertujuan untuk mengembangkan rasa harga diri, kemampuan

untuk

berhubungan

dengan

orang

lain

dan

mempersiapkan diri untuk kembali ke masyarakat serta mencapai perubahan kesehatan yang positif. Syarat lingkungan bagi klien bunuh diri harus memenuhi hal-hal sebagai berikut: a. Secara psikologis 1) Ruangan aman dan nyaman 2) Terhindar dari alat-alat yang dapat digunakan untuk mencederai diri sendiri atau orang lain

11

3) Alat-alat medis, obat-obatan dan jenis cairan medis di almari (bila ada) harus dalam keadaan terkunci 4) Ruangan harus ditempatkan di lantai satu, dan keseluruhan ruangan mudah dipantau oleh petugas kesehatan 5) Tata ruangan menarik dengan cara menempelkan poster yang cerah dan meningkatkan gairah hidup pasien 6) Adanya bacaan ringan, lucu dan motivasi hidup b. Lingkungan sosial 1) Komunikasi terapeutik dengan cara semua petugas kesehatan menyapa pasien sesering mungkin 2) Memberikan penjelasan setiap akan melakukan kegiatan keperawatan atau kegiatan medis lainnya 3) Menerima pasien apa adanya, jangan mengejek atau merendahkan 4) Meningkatkan harga diri pasien 5) Sertakan keluarga dalam rencana asuhan keperawatan, jangan membiarkan pasien sendiri terlalu lama di ruangan c. Lingkungan spiritual 1) Sarana: tempat ibadah, buku-buku suci dll, harus terpisah. 2) Ruangan sepi dan tertutup dengan tujuan agar perhatian terpusat pada pengobatan, serta agar pasien menemukan harapan baru bagi masa depannya.

12

Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Pasien Dengan Resiko Bunuh Diri

A. Pengkajian 1. Jenis kelamin Resiko meningkat pada pria 2. Usia Lebih tua, masalah semakin banyak 3. Status perkawinan Menikah dapat menurunkan resiko, hidup sendiri merupakan masalah. 4. Riwayat keluarga Meningkat

apabila

ada

keluarga

dengan

percobaan

bunuh

diri/penyalahgunaan zat. 5. Pencetus (peristiwa hidup yang baru terjadi) Kehilangan orang yang dicintai, pengangguran, mendapat malu di lingkungan social. 6. Faktor kepribadian Lebih sering pada kepribadian introvert/menutup diri. 7. Lain lain : Penelitian membuktikan bah6a ras kulit putih lebih beresiko mengalami perilaku bunuh diri

Pengkajian tingkah laku bunuh diri termasuk aplikasi observasi melekat dan keterampilan mendengar untuk mendeteksi tanda spesifik, rencana yang spesifik. Hal utama yang perlu dikaji adalah tanda atau gejala yang dapat menetukan tingkat risiko dari tingkah laku bunuh diri. Untuk ini ada beberapa pendapat dan petunjuk yang dapat dipilih oleh perawat, sebagai berikut: Pertama, pengkajian tingkat risiko oleh Hasson, Valente dan Rink (1977, dikutip oleh Shiver, 1986) pada table berikut:

13

No 1

Perilaku dan gejala Cemas

Rendah rendah

Sedang sedang

2 3

Depresi Isolasi-menarik diri

rendah Perasaan depresi yang samar, tidak menarik diri

sedang Perasaan tidak berdaya, putus asa, menarik diri

4

Fungsi sehari hari

Umumnya baik pada semua aktivitas beberapa Umumnya konstruktif beberapa

5 6 7 8

9 10 11

12 13 14

Tinggi Tinggi atau panik Berat Tidak berdaya, putus asa, menarik diri, protes pada diri sendiri Tidak baik pada semua aktivitas Kurang Sebagian besar destruktif Tidak ada

Baik pada beberapa aktivitas Sumber sumber sedikit Strategi koping Sebagian konstruktif Orang penting/dekat Sedikit atau hanya satu Pelayanan psikiatri Tidak, sikap Ya, umumnya Bersikap yang lalu positif memuaskan negatif terhadap pertolongan Pola hidup stabil Sedang (stabil Tidak stabil tak stabil) Pemakai alkohol Tidak sering sering Terus menerus dan obat Percobaan bunuh Tidak, atau Dari tidak Dari tidak diri sebelumnya yang tidak fatal sampai dengan sampai cara yang agak berbagai cara fatal yang fatal Disorientasi dan Tidak ada sedikit Jelas atau ada disorganisasi Bermusuhan Tidak atau beberapa Jelas atau ada tidak sedikit Rencana bunuh diri Samar, kadang Sering Sering dan kadang ada dipikirkan konstan pikiran tidak kadang kadang dipikirkan ada rencana ada ide untuk dengan rencana merencanakan yang spesifik

sumber : Halton, Valente, dan Rink 1977, dikutip oleh Shiver, 1986, hal 472 Kedua pengkajian yang dikutip oleh Stuart dan Sundeen (1988, hal 496-497) yang mengkaji 10 fakor dan masing-masing diberi nilai, dan nilai akhir akan menentukan tingkat potensialitas dari bunuh diri tersebut. Ketiga pengkajian yang dikemukakan oleh Bailey dan Dreyer (1977,

14

dikutip oleh Shivers, 1988 hal 475) mengkaji intensitas bunuh diri yang disebut SIRS (Suicidal Intertion Rating Scale), dengan skor 0-4, yaitu : 1. Skor 0 : tidak ada ide bunuh diri yang lalu dan sekarang 2. Skor 1 : ada ide bunuh diri, tidak ada percobaan bunuh diri, tidak mengancam bunuh diri 3. Skor 2 : memikirkan bunuh diri dengan aktif, tidak ada percobaan bunuh diri 4. Skor 3 : mengancam bunuh diri, misalnya: “tinggalkan saya sendiri atau saya akan bunuh diri” 5. Skor 4 : aktif mencoba bunuh diri.

Dari ketiga pengkajian di atas, perawat mengidentifikasi klien yang termasuk kedaruratan adalah klien resiko tinggi dengan skor yang tinggi, tingkat yang lain juga mempunyai resiko. Skor nol dan intensitas rendah tidak mempunyai resiko bunuh diri saat ini.

B. Diagnosis Keperawatan 1. Pohon masalah

Diagnosis : Resiko bunuh diri berhubungan dengan Harga diri rendah

15

C. Perencanaan Perencanaa meliputi penentuan diagnosisi keperawatan, tujuan dan intervensi keperawatan. Beberapa kemungkinan diagnosis keperawata pada keadaan gawat darurat adalah sbg berikut : 1. Dorongan yang kuat untuk bunuh diri sehubungan dengan alam perasaan depresi 2. Potensial untuk bunuh diri sehubungan dengan ketidakmampuan menangani setress, perasaan bersalah. 3. Koping yang tidak efektif sehubungan dengan keinginan bunuh diri sebegai pemecah masalah. 4. Potensial untuk bunuh diri sehubungan dengan keadaan kerisis yang tibab tiba (dirumah, komuniti) 5. Isolasi social sehubungan dengan usia lanjut atau fungsi tubuh yang menurun 6. Gangguan konsep diri: perasaan tidak berharga sehubungan dengan kegagalan (sekolah, hubungan interpersonal).

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN BUNUH DIRI TUJUAN

INTERVENSI

TUM : Pasien tidak mencederai diri sendiri TUK 1

Bina hubungan salaing percaya dengan

Pesien dapat membina hubungan

prinsip komunikasi terapeutik :

saling percaya.

1. Sapa pasien dengan nama baik

Kriteria evaluasi :

verbal maupun non verbal

Ekpresi wajah bersahabat,

2. Perkenalkan diri dengan sopan

menunjukan rasa senang, ada kontak

3. Tanya nama lengkap pasien dena

mata, mau bejabat tangan, mau

nama panggilan yang disukai

menyebutkan nama, mau menjawab

4. Jelaskan tujuan pertemuan

salam, mau dududk berdampingan

5. Jujur dan menenpati janji

16

dengan perawat,mau mengutarakan

6. Tunjukan sikap empati dan

masalah yang dihadapi

menerima pasien apa adanya 7. Berikan perhatian kepada pasien dan perhatikan kebutuhan dasar

TUK 2

1. Jauhkan pasien dari benda benda

Pasien dapat terlindng dari perilaku

yang membahayakan

bunuh diri

2. Tempatkan pasien di ruangan

Kriteria evaluasi :

yang tenan dan selalu dilihat oleh

Pasien dapat terlindung dari prilaku

perawat

bunuh diri,

3. Awasi pasien secara ketat setiap saat

TUK 3

1. Dengarkan keluhan yang

Pasien dapat mengekspresikan

dirasakan pasien

perasaannya

2. Bersikap empati untuk

Kriteria evaluasi :

meingkatkan ungkapan keraguan,

Pasien dapat mengekspresikan

ketakutan dan keputusasaan

perasaannya

3. Beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan arti penderitaannya 4. Beri dukungan pada tindakan atau ucapan pasien yang menunjukan keinginan untuk hidup

TUK 4

1. Bantu untuk memahami bahwa

Pasien dapat meningkatkan harga diri

pasien dapat mengatasi

Kriteria evaluasi :

keputusasaan nya

Pasien dapat meningkatkan harga

2. Kaji dan kerahkan sumber-sumber

dirinya

internal individu 3. Bantu mengidentifikasi sumbersumber harapan (misal: hubungan antar sesama,keyakinan,hal-hal

17

untuk diselesaikan) TUK 5

1. Ajarkan mengidentifikasi

Pasien dapat menggunakan koping

pengalaman-pengalaman yang

yang adaptif

menyenangkan

Kriteria evaluasi :

2. Bantu untuk mengenali hal-hal

Pasien dapat menggunakan koping

yng ia cintai dan yang ia sayangi

yang adaptif

dan pentingnya terhadap kehidupan orang lain 3. Beri dorongan untuk berbagi keprihatinan kepada orang lain

TUK 6

1. Kaji dan manfaatkan sumber-

Pasien dapat menggunakan dukungan

sumber eksternal individu

sosial

2. Kaji sistem pendukung keyakinan

Kriteria evaluasi :

yang dimiliki pasien

Pasien dapat menggunakan dukungan

3. Lakukan rujukan sesuai indikasi

sosial

(pemuka agama)

TUK 7

1. Diskusikan tentang obat

Pasien dapat menggunakan obat

(nama,dosis,frekuensi,efek,dan

dengan benar dan tepat

efek samping minum obat)

Kriteria hasil :

2. Bantu menggunakan obat dengan

Pasien dapat menggunakan obat

prinsip 5 benar

dengan benar dan tepat

3. Anjurkan membicarakan efek dan efek samping yang dirasakan oleh pasien 4. Beri reinforcement positif bila menggunakan obat dengan benar

D. Evaluasi 1. Untuk pasien yang memberikan ancaman atau melakukan percobaan bunuh diri, keberhasilan asuhan keperawatan ditandai dengan keadaan pasien yang tetap aman dan selamat.

18

2. Untuk keluarga pasien yang memberikan ancaman atau melakukan percobaan bunuh diri, keberhasilan asuhan keperawatan ditandai dengan kemampuan keluarga berperan serta dalam melindungi anggota keluarga yang mengancam atau mencoba bunuh diri. 3. Untuk pasien yang memberikan isyarat bunuh diri, keberhasilan asuhan keperawatan ditandai dengan hal berikut. a. Pasien mampu mengungkapkan perasaanya. b. Pasien mampu meningkatkan harga dirinya. c. Pasien mampu menggunakan cara penyelesaian masalah yang baik.

4. Untuk keluarga pasien yang memberikan isyarat bunuh diri, keberhasilan asuhan keperawatan ditandai dengan kemampuan keluarga dalam merawat pasien dengan risiko bunuh diri, sehingga keluarga mampu melakukan hal berikut. a.

Keluarga mampu menyebutkan kembali tanda dan gejala bunuh diri.

b. Keluarga mampu memperagakan kembali cara-cara melindungi

anggota keluarga yang berisiko bunuh diri. c.

Keluarga mampu menggunakan fasilitas kesehatan yang tersedia dalam merawat anggota keluarga yeng berisiko bunuh diri.

19

Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan Resiko Bunuh Diri

1. Tujuan Khusus a. Klien dapat meningkatkan harga dirinya b. Klien dapat melakukan kegiatan sehari-hari c. Klien mendapat perlindungan dari lingkungannya. 2. Tindakan keperawatan: Melindungi pasien Tindakan yang dilakukan perawat saat melindungi pasien dengan risiko bunuh diri ialah: a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal b. Perkenalkan diri dengan sopan c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien d. Jelaskan tujuan pertemuan e. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya f. Perawat harus menemani pasien terus-menerus sampai pasien dapat dipindahkan ke tempat yang lebih aman. g. Perawat menjauhkan semua benda berbahaya (misalnya gnting, garpu, pisau, silet, tali pinggang, dan gelas) h. Perawat memastikan pasien telah meminum obatnya. i. Perawat menjelaskan pada pasien bahwa saudara akan melindungi pasien sampai tidak ada keinginan untuk bunuh diri.

20

Strategi Pelaksanaan Resiko Bunuh Diri 1. Strategi Pelaksanaan Pasien SP 1 Pasien : Percakapan untuk melindungi pasien dari isyarat bunuh diri a. Orientasi Salam Terapeutik : “Selamat pagi Ibu, perkenalkan saya Surianni Marnitta Purba Mahasiswa Keperawatan Universitas Pelita Harapan. Apakah benar ini Ibu Y. Ohh, senang dipanggil apa ? Ohh Ibu Y.” Validasi “Bagaimana perasaan Ibu Y hari ini? Saya akan selalu menemani Ibu disini mulai dari pukul 08.00-14.00, nanti akan ada perawat yang menggantikan saya untuk menemani Ibu selama dirawat di rumah sakit ini.” Kontrak (waktu, tempat, topik) “Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang apa yang ibu rasakan selama ini, saya siap mendengarkan sesuatu yang ingin ibu sampaikan. Bagaimana kalau kita lakukan disini saja? Jam berapa kita akan berbincang – bincang? Bagaimana kalau jam 13.00 setelah makan siang Ibu?” b. Kerja “Bagaimana perasaan Ibu setelah bencana itu terjadi? Apakah dengan bencana tersebut Ibu merasa paling menderita di dunia ini? Apakah Ibu kehilangan kepercayaan diri? Apakah Ibu merasa tidak berharga dan lebih rendah dari pada orang lain? Apakah Ibu sering mengalami kesulitan untuk berkonsentrasi? Apakah Ibu berniat untuk menyakiti diri sendiri seperti ingin bunuh diri atau berharap Ibu mati? Apakah Ibu mencoba untuk bunuh diri? Apa sebabnya? Jika klien telah menyampaikan ide bunuh diri, segera memberikan tindakan untuk melindungi klien. Baiklah tampaknya Ibu memerlukan bantuan untuk menghilangkan keinginan untuk bunuh diri. Saya perlu memeriksa

21

seluruh kamar Ibu untuk memastikan tidak ada benda-benda yang membahayakan Ibu. Nah, karena Ibu tampaknya masih memiliki keinginan yang kuat untuk mengakhiri hidupIbu, maka saya tidak akan membiarkan Ibu sendiri. Apakah yang akan Ibu lakukan kalau keinginan bunuh diri muncul? Ya, saya setuju. Ibu harus memaggil perawat yang bertugas di tempat ini untuk membantu Ibu. Saya percaya Ibu dapat melakukannya.” c. Terminasi Evaluasi “Bagaimana perasaan ibu setelah kita bincang bincang selama ini? Coba ibu sebutkan cara tersebut” Rencana Tindak Lanjut “Ibu, untuk pertemuan selanjutnya kita membicarakan tentang meningkatkan harga diri pasien isyarat bunuh diri. Jam berapa Ibu bersedia bercakap-cakap lagi? mau berapa lama? Ibu, mau dimana tempatnya?”

SP 2 Pasien : Percakapan untuk meningkatkan harga diri pasien isyarat bunuh diri a. Orientasi Salam Terapeutik : “Selamat pagi Ibu, masih ingat dengan saya? Ya betul sekali. Saya perawat Surianni.” Validasi “Bagaimana perasaan Ibu saat ini? Masih adakah dorongan mengakhiri kehidupan? Baik, sesuai janji kita kemarin sekarang kita akan membahas tentang rasa syukur atas pemberian Tuhan yang masih Ibu miliki. Mau berapa lama? Dimana? baiklah 30 menit disini ya bu.” b. Kerja “Apa saja dalam hidup Ibu yang perlu disyukuri, siapa saja kira-kira yang sedih dan rugi kalau Ibu meninggal. Coba Ibu ceritakan hal-hal

22

yang baik dalam kehidupan Ibu. Keadaan yang bagaimana yang membuat Ibu merasa puas? Bagus. Ternyata kehidupan Ibu masih ada yang baik yang patut Ibu syukuri. Coba Ibu sebutkan kegiatan apa yang masih dapat Ibu lakukan selama ini. Bagaimana kalau Ibu mencoba melakukan kegiatan tersebut, mari kita latih. c. Terminasi Evaluasi “Bagaimana perasaan ibu setelah kita bercakap cakap? Bisa sebutkan kembali apa apa saja yang ibu patut syukuri dalam hidup ibu? Ingat dan ucapkan hal hal yang baik dalam kehidupan ibu jika terjadi dorongan mengakhiri kehidupan. Bagus ibu. Coba ibu ingat lagihal hal lain yang masih ibu miliki dan perlu di syukuri Rencana Tindakan Lanjut Nanti jam 2 siang kita bahas tentang cara mengatasi masalah dengan baik. Tempatnya dimana? Baiklah, tetapi kalau ada perasaan-perasaan yang tidak terkendali segera hubungi saya ya!

SP 3 Pasien : Percakapan untuk meningkatkan kemampuan dalam menyelesaikan masalah pada pasien isyarat bunuh diri a. Orientasi Salam Terapeutik “Selamat pagi Ibu. Masih ingat saya? Iya saya perawat Surianni.” Validasi “Bagaimana perasaan Ibu hari ini? Masihkah ada keinginan bunuh diri? Apalagi hal-hal positif yang perlu disyukuri? Bagus!” Kontrak (waktu, tempat, topik) “Sekarang kita akan berdiskusi tentang bagaimana cara mengatasi masalah Ibu selama ini. Mau berapa lama Ibu? Mau disini saja?” b. Kerja “Coba ceritakan situasi yang membuat Ibu ingin bunuh diri. Selain bunuh diri apalagi kira-kira jalan keluarnya. Wow, banyak juga ya Ibu.

23

Nah, sekarang coba kita diskusikan tindakan yang menguntungan dan merugikan dari seluruh cara tersebut. Mari kita pilih cara mengatasi masalah yang paling menguntungkan! Menurut Ibu cara yang mana? Ya saya juga setuju dengan pilihan ibu. Sekarang kita buat rencana kegiatan untuk mengatasi perasaan ibu ketika mau bunuh diri dengan cara tersebut.” c. Terminasi Evaluasi subjektif

: “Bagaimana perasaan ibu setelah kita bercakap cakap?”

Evaluasi Objektif

: “Apa cara mengatasi masalah yang ibu gunakan. Coba ibu melatih cara yang ibu pilih tadi”

Rencana Tindak Lanjutan “Besok dijam yang sama kita akan bertemu lagi untuk membahas pengalaman ibu menggunakan cara yang ibu pilih

SP 4 Pasien : Mendiskusikan harapan dan masa depan a. Orientasi Salam Terapeutik : “Selamat pagi ibu. Masih ingat saya? Iya saya perawat Surianni.” Validasi “Bagaimana perasaan ibu hari ini? Masihkah ada keinginan bunuh diri? Apalagi hal hal positif yang perlu di syukuri? Bagus!” Kontrak (waktu, tempat, topik) Sekarang kita akan berdiskusi tentang harapan dan masa depan ibu. Mau berapa lama ibu? Mau disini saja?” b. Kerja “Coba ceritakan apa harapan yang ingin ibu capai? Oh iyaa bagus ibu ingin menjadi istri dan ibu yang baik untuk suami dan anak ibu, ibu juga ingin mencoba berjualan sayur di rumah setelah pulang dari RS. c. Terminasi

24

Evaluasi “Baiklah ibu sudah mengungkapkan harapan masa depan ibu dengan demikian kemungkinan ibu untuk bunuh diri dapat dicegah.” Rencana Tindak Lanjut “Besok di jam yang sama kita akan bertemu lagi untuk membahas pengalaman Ibu menggunakan cara yang Ibu pilih.“

2. Strategi Pelaksanaan Keluarga

SP 1 Keluarga : Mendiskusikan masalah yg dirasakan dalam merawat pasien a. Orientasi Salam Terapeutik “Selamat pagi !”perkenalkan saya Surianni. Perawat yang merawat Tn.S.” Validasi “Bagaimana keadaan Bapak/Ibu pagi ini ?” Kontrak (waktu, tempat, topik) “Bagaimana kalau pagi ini kita ngobrol tentang masalah yang dihadapi Bapak/ibu dalam merawat ibu Y? Berapa lama waktu Bapak/Ibu? 30 menit? Baik, mari duduk di ruangan wawancara!” b. Kerja “Apa masalah yang Ibu hadapi dalam merawat ibu Y? ohh baiklah ternyata ibu tidak mengetahuhi penyakit yang diderita ibu Y? Ibu Y memiliki masalah resiko bunuh diri.” Oleh karena itu Ibu Y membutuhkan perawatan untuk mengatasi penyakitnya. Maka dari itu ibu harus tau bagaimana cara merawat Ibu Y” c. Terminasi Evaluasi “Bagaimana perasaan ibu setelah percakapan kita ini? Oh iya ibu ingin mengetahui bagaimana cara merawat ibu Y.”

25

Rencana Tindak Lanjut “Bagaimana kalau kita bertemu lagi untuk memberitahu bagaimana penyakit RBD dan cara merawat ibu Y. Jam berapa Bp/Ibu datang? Baik saya tunggu. Sampai jumpa.”

SP 2 Keluarga : Menjelaskan pengertian, tanda & gejala, dan proses terjadinya risiko bunuh diri a. Orientasi Salam Terapeutik “Selamat pagi !”perkenalkan saya Surianni. Perawat yang merawat ibu Y.” Validasi “Bagaimana keadaan Bapak/Ibu pagi ini ?” Kontrak (waktu, tempat, topik) “Bagaimana kalau pagi ini kita ngobrol tentang cara merawat ibu Y? Berapa lama waktu Bapak/Ibu? 30 menit? Baik, mari duduk di ruangan wawancara!” b. Kerja “Apa yang Ibu ketahui tentang masalah Bapak”.“Ya memang benar sekali Bu, ibu Y mengalami resiko bunuh diri yaitu upaya yang disadari untuk mengakhiri kehidupan individu secara sadar berhasrat dan berupaya melaksanakan hasratnya untuk mati. Klien aktif mencoba bunuh diri dengan cara gantung diri, minum racun, memotong urat nadi, atau menjatuhkan diri dari tempat yang tinggi , membenturkan kepala.” Jika benar seperti itu sebaiknya ibu harus memperhatikan ibu Y agar tidak melakukan hal-hal percobaan bunuh diri.” c. Terminasi Evaluasi “Bagaimana perasaan ibu setelah percakapan kita ini? Dapatkah ibu jelaskan kembali masalah yang dihadapi ibu Y dan bagaimana cara merawatnya?”

26

“Bagus sekali ibu dapat menjelaskan dengan baik. Nah setiap kali ibu kemari lakukan seperti itu. Nanti dirumah juga demikian.” Rencana Tindak Lanjut “Bagaimana kalau kita bertemu lagi dua hari mendadang untuk latihan cara memberi pujian langsung kepada ibu Y”.“Jam berapa Bapak/Ibu datang? Baik saya tunggu. Sampai jumpa.”

SP 3 Keluarga: Melatih keluarga cara merawat pasien risiko bunuh diri a. Orientasi Salam Terapeutik “Selamat pagi Bapak/Ibu. Benar kalian adalah orang tua dari Ibu Y ? Kenalkan

saya

perawat

Surianni

dari

Fakultas

Keperawatan

Universitas Pelita Harapan yang merawat ibu Y selama disini.” Validasi “Bagaimana bu sudah mengerti apa itu Resiko Bunuh Diri? Bagus sekali ibu sudah mengerti.” Kontrak (waktu, tempat, topik) “Sekarang kita akan mendiskusikan tentang car merawat ibu Y. Dimana kita akan mendiskusikannya? Berapa lama bapak dan ibu ingin mendiskusikannya?” b. Kerja “Apa yang bapak/ibu lihat dari perilaku Ibu selama ini?. Bapak/Ibu sebaiknya lebih sering memperhatikan tanda dan gejala bunuh diri. Pada umumnya orang yang akan melakukan tindakan bunuh diri menunjukkan tanda melalui percakapannya seperti “ saya tidak ingin hidup lagi”. Apakah Ibu Y sering mengatakannya pak?. Kalau bapak/ibu mendengarkan Ibu Y berbicara seperti itu, maka sebaiknya bapak mendengarkan secara serius. Pengawasan terhadap kondisi Ibu Y perlu ditingkatkan, jangan biarkan Ibu Y mengunci diri di kamar. Bapak perlu menjauhkan benda berbahaya seperti gunting, silet, gelas

27

dan lain-lain. Hal ini sebaiknya perlu dilakukan untuk melindungi Ibu Y dari bahaya dan memberi dukungan untuk tidak melakukan tindakan tersebut. Usahakan 5 hari sekali bapak dan ibu memuji dengan tulus. Tetapi kalau sudah ada percobaan bunuh diri sebainya bapak ibu mencari bantuan orang lain. Apabila tidak dapat diatasi segeralah ke rumah sakit terdekat untuk mendapatkan perawatan yang lebih serius. Setelah kembali kerumah bapakimu. Setelah kembali kerumah bapak perlu membantu Ibu terus berobat untuk mengatasi keinginan bunuh diri. c. Terminasi Evaluasi Subjektif : “Bagaimana bapak/ibu ada yang mau ditanyakan?” Evaluasi objektif :”Bapak/ibu dapat mengulangi lagi cara-cara merawat anggota keluarga yang ingin bunuh diri? Ya, Bagus.” Rencana Tindak Lanjut “Jangan lupa untuk selalu mengawasi Ibu Y ya pak jika ada tandatanda keinginan bunuh diri segera menghubungi kami. Terima kasih Bapak/Ibu. Selamat Siang.”

SP 4 Keluarga : Membuat perencanaan pulang bersama keluarga a. Orientasi Salam Terapeutik “Selamat pagi Bu. Masih ingat dengan saya? Iya saya perawat Surianni.” Validasi “Bagaimana kabar ibu? Sudah bisa kan merawat ibu Y?” Kontrak (waktu, tempat, topik) ”Karena hari ini bapak direncanakan pulang, maka kita akan membicarakan jadwal Ibu Y selama di rumah”.”Berapa lama Ibu ada waktu? Mari kita bicarakan di kantor b. Kerja

28

“Bu ini jadwal kegiatan ibu Y selama. Coba perhatikan, apakah semua dapat dilaksanakan dirumah?” “Bu, ini jadwal yang telah dibuat selama ibu Y dirawat dirumah sakit tolong dilanjutkan dirumah, baik jadwal kegiatan maupun jadwalminum obatnya.” “Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang di tampilkan oleh bapak selama dirumah. Misalnya kalau ibu Y terus menerus menyalahkan diri dan berpikiran negatif terhadap diri sendiri. Menolak minum obat atau memperlihatkan perilaku membahayakan orang lain. Jika hal ini terjadi segera hubungi rumah sakit atau bawa ibu langsung ke rumah sakit.” c. Terminasi Evaluasi ”Bagaimana Bu? Ada yang belum jelas? Ini jadwal kegiatan harian ibu Y.” Rencana Tindak Lanjut “Jangan lupa kontrol ke rumah sakit sebelum obat habis atau ada gejala yang tampak. Silakan selesaikan administrasinya!”

29

More Documents from "sherly melinda"