Distilasi

  • Uploaded by: Sugeng Abdullah
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Distilasi as PDF for free.

More details

  • Words: 17,866
  • Pages: 88
Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005.

p.1

PEMANFAATAN DISTILATOR TENAGA SURYA (SOLAR ENERGY) UNTUK MEMPRODUKSI AIR TAWAR DARI AIR LAUT Laporan Penelitian Disusun dan Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Tata Lingkungan (Dosen : Prof. Dr. Koesnadi Hardjasoemantri, SH, LM)

Oleh : SUGENG ABDULLAH 21295 / IV-7/509/04

PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGAN SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2005

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta

Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005.

p.2

KATA PENGANTAR

Penulis sangat bersyukur kepada Alloh swt atas selesainya penyusunan laporan penelitian ini sesuai dengan waktu yang dijadwalkan. Penelitian dengan mengambil tema

"Pengembangan sumber daya alternative"

yang berjudul

"Pemanfaatan destilator tenaga surya (solar energy) untuk memproduksi air tawar dari air laut" ini adalah merupakan tugas mata kuliah Hukum Tata Lingkungan yang diampu oleh Prof. Dr. Koesnadi Hardjasoemantri, SH, LM. Kepada beliau penulis menghaturkan terima kasih. Sangat disadari bahwa didalam laporan penelitian ini masih banyak terdapat kekurangan baik di dalam sistematika penulisan maupun materinya. Oleh karena itu, merupakan suatu kebanggaan penulis, apabila pembaca bersedia memberikan saran, kritik dan koreksi untuk memperbaiki kualitas dari laporan penelitian dimaksud. Saran,

kritik

dan

koreksi

dapat

disampaikan

melalui

e-mail

:

[email protected]. Kendatipun demikian, penulis tetap berharap semoga laporan penelitian ini dapat bermanfaat.

Yogyakarta,

Juni 2005

Penulis, Sugeng Abdullah

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta

Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005.

p.3

………. "Apabila telah selesai melaksanakan suatu pekerjaan, maka segera laksanakan pekerjaan yang lain" ……. ( Q.S. 94 : 7 )

Untuk ibuku yang hanya tamat SD, namun amat bijaksana , sabar dan pintar. Untuk ayahku yang renta, namun selalu rajin belajar, menuntut ilmu dan tetap bersahaja Untuk istriku dan anak-anaku tersayang …. Dyah Sri Utari, Afini Zidniy Ilma dan Hilmiy Ilman Nafian. "Terima kasih atas doa, nasihat, dukungan dan pengorbanan kalian semua"

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta

Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005.

p.4

ABSTRAK PEMANFAATAN DISTILATOR TENAGA SURYA (SOLAR ENERGY) UNTUK MEMPRODUKSI AIR TAWAR DARI AIR LAUT Oleh : Sugeng Abdullah (21295 / IV-7/509/04) Air merupakan unsur utama bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Pada waktu tertentu di beberapa daerah sering terjadi kekurangan air, bahkan ada beberapa daerah yang dikenal sebagai daerah sulit air. Salah satu upaya untuk penyediaan air adalah dengan memanfaatkan distilator tenaga surya (solar energy). Pemanfaatan tenaga surya untuk destilasi (penyulingan) air laut menjadi air tawar merupakan bentuk pemanfaatan energi alternatif. Pemanfaatan energi alternatif merupakan suatu bentuk pengamalan UUPLH No 23 Tahun 1997, khususnya pasal 4 huruf e yang berbunyi " Sasaran pengelolaan lingkungan hidup adalah terkendalinya pemanfaatan sumberdaya secara bijaksana". Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data kemampuan destilator tenaga surya dalam memproduksi air tawar dari air laut, meliputi data kuantitas, kualitas, jumlah orang yang dapat dilayani dan efisiensi destilator. Jenis penelitian yang dilaksanakan adalah eksperimen semu (quasi experimental) menggunakan model destilator tenaga surya. Bahan baku berupa air laut yang diambil dari samudera Hindia. Penelitian dilaksanakan selama 31 hari pada bulan Maret – April 2004 di desa Karangmangu, kecamatan Baturraden, kabupaten Banyumas. Hasil penelitian menunjukan bahwa kuantitas air tawar yang dihasilkan destilator tenaga surya adalah 3,866 liter/hari/m2. Kualitas air tawar yang dihasilkan memiliki kadar garam 0,00 mg/l (0%), yang berarti destilator memiliki efisiensi removal 100%. Jumlah orang yang dapat dilayani oleh destilator tenaga surya ukuran 1m2 adalah 1,55 orang (untuk pemenuhan air minum mutlak) atau 0,65 orang (untuk pemenuhan kebutuhan air bersih perdesaan). Berdasarkan hasil penelitian diatas, perlu dipertimbangkan penggunaan destilator tenaga surya untuk sarana pengolahan / penyediaan air minum di daerah sulit air. Perlu juga dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai kemungkinan destilator tenaga surya digunakan sebagai sarana pengolahan air limbah dan pembuatan garam cair. Kata kunci : destilator, tenaga surya, air minum, sulit air.

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta

Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005.

p.5

BAB I PENDAHULUAN

1.

Latar belakang Air merupakan unsur utama bagi hidup manusia di planet ini. Manusia

mampu bertahan hidup tanpa makan dalam beberapa minggu, namun tanpa air manusia akan mati dalam beberapa hari saja. Dalam bidang kehidupan ekonomi modern, air juga merupakan hal utama untuk budidaya pertanian, industri, pembangkit tenaga listrik, dan transportasi. Hampir separo penduduk dunia, utamanya di negara-negara berkembang, menderita berbagai penyakit yang diakibatkan oleh kekurangan air, atau oleh air yang tercemar. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), 2 miliar orang kini menyandang risiko menderita penyakit perut (diare) yang disebabkan oleh air dan makanan. Penyakit ini merupakan penyebab utama kematian lebih dari 5 juta anakanak setiap tahun. (Middleton, R. 2005). Untuk pemenuhan keperluan air tawar / air minum pada daerah sulit air, saat ini telah banyak ditawarkan produk air minum dalam kemasan berupa air mineral atau air murni. Juga telah hadir teknologi

RO (reverse osmose) yang mampu

memproduksi air minum dari air kotor atau dari air laut. Namun demikian, masih dirasa terlalu mahal

bagi sebagian orang untuk dapat memiliki ataupun

memanfaatkannya. Oleh karena itu perlu dicari sebuah teknologi yang murah dan sederhana. Teknologi penyulingan air untuk mendapatkan air tawar dari dari kotor atau dari air laut telah lama dikenal. Intinya adalah dengan menguapkan air laut dengan cara dipanaskan, yang kemudian uap air tersebut diembunkan sehingga didapatkan air Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta

Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005.

p.6

tawar. Sumber panas yang dipergunakan berasal dari energi yang beragam : minyak, gas, listrik, surya / matahari dan lainnya. Energi surya (solar) merupakan energi yang murah dan melimpah di daerah tropik seperti di Indonesia.

Melimpahnya tenaga surya yang merata dan dapat

ditangkap di seluruh kepulauan Indonesia hampir sepanjang tahun sebenarnya merupakan sumber energi yang sangat potensial. Sumber ini sebenarnya juga merupakan energi alternatif jika pada satu saat nanti krisis energi mulai melanda Indonesia. Melimpah ruahnya tenaga matahari yang terus memancar di seluruh Indonesia tak perlu menimbulkan rasa khawatir bahwa Indonesia akan kehabisan energi dan harus mengimpor dari negara lain. Persediaan alamiah energi panas matahari yang sustainable telah lebih dari cukup jika dimanfaatkan secara maksimal (Purnomo dan Adi, T. 1994). Pemanfaatan tenaga surya merupakan salah satu bentuk pemanfaatan sumberdaya secara bijaksana. Undang Undang No 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan lingkungan Hidup (UUPLH) Pasal

4 menyebutkan bahwa sasaran

pengelolaan lingkungan hidup salah satunya adalah terkendalinya pemanfaatan sumberdaya secara bijaksana (Pasal 4, butir huruf e). Hardjasoemantri, K.(2002) mengemukakan bahwa Pasal 4 huruf e UUPLH mempunyai arti yang sangat penting dalam kaitannya dengan pemakaian sumberdaya tak terbarukan (non reneable resource), sehingga aspek-aspek seperti kehematan, daya guna serta hasil guna menjadi mutlak diperhatikan, disamping aspek daur ulang (recycling) yang senantiasa harus diusahakan dengan menggunakan bermacam-macam teknologi, baik teknologi maju maupun teknologi madya dan teknologi sederhana atau teknologi perdesaan (rural technology).

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta

Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005.

p.7

Lebih lanjut Hardjasoemantri, K.(2002) juga mengatakan bahwa pengendalian sumber daya secara bijaksana tidak hanya ditujukan kepada penghematana sumber daya tak terbarukan, akan tetapi juga kepada pencarian sumber daya alternatif lainnya guna memperoleh energi. Sumber daya lainnya dapat berupa biogas, biomassa, energi angin (wind energy), OTEC (Ocean Thermal Energy Concersion), energi nuklir, energi solar (solar energy), dan lain-lain. Salah satu bentuk pemanfaatan sumber daya alternatif

adalah

upaya

memanfatkan energi solar untuk memproduksi air tawar menggunakan destilator tenaga surya. Destilator tenaga surya merupakan sebuah alat penyulingan sederhana, murah dan mudah dibuat. Tetapi informasi tentang efisiensi dan performance (unjuk kerja) alat ini nyaris tidak tersedia. Brinkworth (1976) hanya menyebutkan bahwa di beberapa tempat, destilator tenaga surya dapat menghasilkan air minum (potable water) dengan biaya yang kompetitif dibanding dengan Kemampuan

destilator jenis ini dalam

mengahasilkan

metode konvesional. air minum banyak

dipengaruhi oleh intensitas sinar matahari, temperatur, ukuran luas ruang pemanas dan model / disain. Menurut penelitian NN (1976), model sejenis ini menghasilkan air destilant sebanyak 4,66 lt/hari/m2 luas ruang pemanas. Atas dasar paparan singkat diatas, maka menjadi sangat relevan untuk dilakukan penelitian tentang : PEMANFAATAN DESTILATOR TENAGA SURYA (SOLAR ENERGY) UNTUK MEMPRODUKSI AIR TAWAR DARI AIR LAUT. 2. 2.1.

Perumusan masalah Berapa jumlah air tawar yang dapat diproduksi oleh destilator tenaga surya setiap hari ?

2.2.

Berapa jumlah orang yang dapat dilayani dengan satu buah destilator tenaga surya?

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta

Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. 2.3.

p.8

Berapakah kadar garam pada air tawar yang dihasilkan destilator tenaga surya ?

2.4.

Berapa prosen kemampuan destilator tenaga surya dalam menurunkan kadar garam air laut?

3.

Tujuan Penelitian Memperoleh data kemampuan destilator tenaga surya dalam memproduksi

air tawar dari air laut, sebagai berikut : 3.1.

Kuantitas air tawar yang dihasilkan destilator tenaga surya (liter / hari dan liter/M2 luas ruang pemanas distilator)

3.2.

Jumlah orang yang dapat dilayani dengan sebuah destilator tenaga surya (orang)

3.3.

Kualitas air tawar yang dihasilkan destilator tenaga surya ( mg/l kadar garam)

3.4.

Penurunan kadar garam pada model destilator tenaga surya dimaksud (%)

4. Tinjauan pustaka 4.1. Penyediaan air bersih dan minum 4.1.1. Beberapa batasan / pengertian yang berhubungan dengan air 4.1.1.1. Pengertian air tawar Air tawar adalah air yang tidak memiliki rasa. Air tawar sering disebut dengan "air" saja tanpa diikuti kata "tawar". Pengertian air menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengendalian Kualitas Air dan Pengendalian Kualitas Pencemaran, Bab I Ketentuan Umum pasal 1, menyatakan bahwa : “Air adalah semua air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah, kecuali air laut dan air fosil”.

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta

Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005.

p.9

Menurut Undang Undang RI No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Bab I, Pasal l), butir 2 disebutkan bahwa : "Air adalah semua air yang terdapat pada, diatas, ataupun dibawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian iniair permukaan, air tanah, air hujan, dan air laut yang berada di darat". Butir 3 menyebutkan "air permukaan adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah". Butir 4 menyebutkan "air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan dibawah permukaan tanah". Karakteristik dan kandungan

bahan kimia pada air sangat bergantung

sumber darimana air tersebut berasal. Kandungan bahan kimia pada air hujan dan air permukaan secara umum ditunjukan pada table 1.1. dan table 1.2. Tabel 1.1. KANDUNGAN BAHAN KIMIA PADA AIR HUJAN NO

NAMA BAHAN KIMIA

KADAR

1.

Kesadahan

19 mg/L sebagai CaCO3

2.

Kalsium

16 mg/L sebagai CaCO3

3.

Magnesium

4.

Sodium

5.

Amonium

6.

Bikarbonat

7.

Asiditas / Alkalinitas

8.

Chlorida

9.

Sulfat

10 mg/L sebagai SO4

9.

Nitrat

0,1 mg/L sebagai N

10.

pH

Sumber : Sanropie, dkk. (1984)

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta

3 mg/L sebagai Mg CO3 6 mg/L sebagai Na 0,8 mg/L sebagai N 12 mg/L sebagai CaCO3 4 mg/L sebagai CaCO3 9 mg/L sebagai Cl

6,8

Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005.

p.10

Tabel 1.2. KANDUNGAN BAHAN KIMIA PADA AIR PERMUKAAN NO

NAMA BAHAN KIMIA

KADAR

1.

Kesadahan

120 mg/L sebagai CaCO3

2.

Kalsium

80 mg/L sebagai CaCO3

3.

Magnesium

4.

Sodium dan Potasium

5.

Carbon dioksida

6.

Bikarbonat

7.

Silica

8.

Chlorida

9.

Sulfat

38 mg/L sebagai SO4

9.

Nitrat

0,4 mg/L sebagai N

10.

Besi

0,3 mg/L sebagai Fe

11.

pH

40 mg/L sebagai Mg CO3 19 mg/L sebagai Na 4 mg/L sebagai CaCO3 106 mg/L sebagai CaCO3 18 mg/L sebagai SiO2 23 mg/L sebagai Cl

7,8

Sumber : Sanropie, dkk. (1984) 4.1.1.2. Pengertian sumber air Pengertian air menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengendalian Kualitas Air dan Pengendalian Kualitas Pencemaran, Bab I Ketentuan Umum pasal 1, bahwa : “Sumber air adalah wadah air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini akuifer, mata air, sungai, rawa, danau, situ, waduk, dan muara”. Menurut Undang Undang RI No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Bab I, Pasal l, butir 5) disebutkan bahwa : "Sumber air adalah tempat atau wadah alami dan/atau buatan yang terdapat pada, diatas ataupun dibawah permukaan tanah".

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta

Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005.

p.11

4.1.1.3. Pengertian air bersih Menurut

Peraturan

Menteri

Kesehatan

Republik

Indonesia

Nomor

416/Menkes/Per/IX/1990 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air, Bab I Ketentuan Umum Pasal 1, “Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak”. 4.1.1.4. Pengertian air minum. Menurut

Keputusan

Menteri

Kesehatan

Republik

Indonesia

Nomor

907/MENKES/SK/VII/2002 Tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum, Bab 1 Ketentuan Umum Pasal 1 menyatakan bahwa : “Air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum”. 4.1.1.5. Pengertian tentang air laut. Air laut adalah air yang berasal dari laut yang memiliki rasa asin dan memiliki kadar garam yang tinggi. Vulkan & Verlag (1978) mengemukakan bahwa kadar garam air laut bervariasi menurut lokasinya yaitu antara 7 – 43 gram/kilogram. Kadar garam pada berbagai air laut yang ada di dunia dapat dilihat pada table 1.3. Secara umum komposisi standar air laut adalah seperti disajikan pada table 1.4.

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta

Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005.

p.12

Table 1.3. KADAR GARAM PADA AIR LAUT DI DUNIA NO

NAMA LAUT / SAMUDERA

KADAR GARAM

1.

Laut Baltik

7

gr/kg

2.

Laut Kaspia

13

gr/kg

3.

Laut Pasifik

33,6 gr/kg

4.

Laut Merah / Teluk Arab

43

gr/kg

5.

Laut Atlantik

36

gr/kg

6.

Laut Hindia

gr/kg

Sumber : Vulkan & Verlag (1978)

Tabel 1.4. KOMPOSISI STANDAR AIR LAUT NO

UNSUR / MOLEKUL

KADAR (gr/kg)

1.

Sodium (Na)

10,561

2.

Magnesium (Mg)

1,272

3.

Kalsium (Ca)

0,400

4.

Kalium (K)

0,380

5.

Chlorida (Cl)

18,980

6.

Sulfate (SO4)

2,649

7.

Hydrogen Carbamat

0,142

8.

Bromium (Br)

0,065

Sumber : Vulkan & Verlag (1978)

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta

Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005.

p.13

4.1.1.6. Pengertian tentang destilasi Destilasi merupakan istilah lain dari penyulingan. Menurut kamus besar bahasa Indonesia edisi II (1995) penyulingan diartikan sebagai "proses mendidihkan zat cair dan mengembunkan uap sera menampung embun didalam wadah yang lain". Hassan Shadily (1984) memberikan pengertian tentang destilasi sebagai "proses pemanasan suatu bahan pada pelbagai temperature, tanpa kontak dengan udara luar , untuk memperolah hasil tertentu". Oxford Dictionary (2003) menyebutkan bahwa : " distill is change a liquid to gas by heating it, and then cool the gas and collect the drop of liquid" (penyulingan adalah perubahan dari cair ke bentuk gas melalui proses pemanasan cairan tersebut, dan kemudian mendinginkan gas hasil pemenasan, dan selanjutnya mengumpulkan tetesan cairan yang mengembun). Jenis dan macam destilator sangat bervariasi, tetapi menurut Meyers,R.A. (1992) destilator yang lazim digunakan dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis. Adapun jenis-jenis destilator dimaksud yaitu flash distilator, batch distilator dan extractive & azeotropic distilator. Flash distilator adalah jenis destilator yang bahan bakunya dimasukan secara terus-menerus, sehingga kontinyuitas bahan baku dan produksinya akan terus mengalir sepanjang waktu. Batch distilator merupakan jenis destilator dimana bahan baku yang dimasukan

diproses sampai dengan habis

teruapkan. Setelah habis teruapkan, bahan baku berikut dimasukkan kembali. Batch distilator sering juga disebut sebagi destilator tipe curah. Extractive & azeotropic distilator pada dasarnya sama dengan flash atau batch, yang membedakannya adalah bahwa pada jenis extractive & azeotropic distilator ini, bahan yang akan disuling dicampur dengan bahan pelarut tertentu (solvent). Solvent ini berfungsi untuk dapat dengan cepat memisahkan cairan atau minyak yang diinginkan (ekstraksi), baru

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta

Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005.

p.14

kemudian diuapkan. Selanjutnya uap diembunkan dan ditampung, sebagai hasil dari proses destilasi. Salvato (1972) mengemukakan bahwa destilasi

sangat berguna untuk

konversi air laut menjadi air tawar. Konversi air laut menjadi air tawar dapat dilakuakn dengan teknik destilasi panas buatan, solar distillation (destilasi tenaga surya), elektrodialisis, osmosis, gas hydration, freezing, dan lain-lain. Vulkan & Verlag (1978) mengingatkan bahwa untuk pembuatan instalasi destilator yang terpenting harus tidak korosif, murah, praktis dan awet. 4.1.1.7. Pengertian tenaga surya (solar energy) Tenaga surya (solar energy) adalah merupakan enegi yang bersumber dari sinar matahari. Menurut Herman Johannes (Hardjasoemantri, K.(2002)) pemanfaatan energi surya dikelompokkan menjadi 2 (dua) kategori, yakni pemanfaatan energi surya secara langsung dan tidak langsung. Pemanfaatan energi surya secara tidak langsung adalah berupa pemanfaatan biomassa untuk sumber energi. Lakitan, B. (2002) mengatakan bahwa energi surya yang sampai ke bumi, sebagian kecil akan dikonversi menjadi energi kimia oleh tumbuhan melalui proses fotosintesis yang komplek. Produk akhir dari fotosintesis adalah biomassa. Dengan demikian biomassa merupakan energi surya tak langsung. Pemanfaatan energi surya secara langsung adalah dengan menggunakan sinar matahari sebagai sumber energi utama secara langsung. Pemanfaatan energi surya harus mempertimbangkan sifat-sifat fisika dari sinar matahari. Lakitan, B. (2002) mengatakan bahwa untuk mengkaji tentang aspek fisika cahaya ada beberapa hal yang harus diperhatikan diantaranya : porsi serapan cahaya (absorbtivity), porsi pantulan (reflectivity), porsi terusan (transmisivity), daya pancar (emisivity), aliran energi

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta

Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005.

p.15

cahaya (radian flux), kerapatan aliran energi cahaya (radiant flux density), intensitas terpaan (irradiance) dan intensitas pancaran cahaya (emmitance). Tenaga surya pada dasarnya adalah sinar matahari yang merupakan radiasi elektromagnetik pada panjang gelombang yang tampak dan yang tidak tampak, yakni mencakup spectrum cahaya inframerah sampai dengan cahaya ultraviolet. Masingmasingmasing spektrum cahaya matahari memiliki penjang gelombang , frekkuensi dan energi yang berbeda. Uraian rinci tentang hal ini dapat dilihat pada tabel 1.5. berikut ini. Tabel 1.5. KARAKTERISTIK CAHAYA PENYUSUN SINAR MATAHARI Kisaran Panjang Gelombang (nm)

Panjang gelombang representative (nm)

Frekuensi (1014 Hertz)

Energi (kJ mol -1)

Ultraviolet

<400

254

11,80

471

Violet

400-425

410

7,31

292

Biru

425-490

460

6,52

260

Hijau

490-560

520

5,77

230

Kuning

560-585

570

5,26

210

Jingga

585-640

620

4,84

193

Merah

640-740

680

4,41

176

Inframerah

>740

1400

2,14

85

Jenis Cahaya

Sumber : Lakitan, B. (2002) Wisnubroto, S. (2004) mengatakan bahwa sinar matahari memiliki panjang gelombang ( λ ) antara 0,15 – 4 µm, dan hanya panjang gelombang ( λ ) antara 0,32 – 2 µm yang mampu menembus kaca transparan.

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta

Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005.

p.16

4.1.1.8. Pengertian standar kualitas air Djasio Sanropie, et.al (1984, h. 52), menyatakan bahwa : “Standar Kualitas Air adalah ketentuan-ketentuan yang biasa dituangkan dalam bentuk pernyataan atau angka yang menunjukkan persyaratan yang harus dipenuhi agar air tersebut tidak menimbulkan gangguan kesehatan, penyakit, gangguan teknis dan gangguan dalam segi estetika”. 4.2.Peranan air Air merupakan salah satu kebutuhan pokok semua mahluk hidup termasuk manusia. Oleh karena itu air sangat besar pengaruhnya terhadap kehidupan baik itu manusia, binatang maupun tumbuh-tumbuhan. Air merupakan sumber daya yang memenuhi hajat hidup orang banyak sehingga perlu dilindungi agar tetap bermanfaat bagi hidup dan kehidupan. Air dalam kehidupan sehari-hari manusia keberadaannya sangat penting mulai dari sebagai air minum, untuk mandi, mencuci, sampai untuk keperluan memasak, meliputi sektor pertanian, industri dan perdagangan dan masih banyak lagi penggunaan lainnya. Karena peranannya yang sangat penting maka keberadaannya dan penggunaannya perlu dijaga dengan baik. Djasio Sanropie, et. al, (1983, h. 25), menyatakan air mempunyai peranan yang sangat besar dalam penularan beberapa penyakit menular. Besarnya peranan air terhadap penularan penyakit adalah disebabkan karena keadaan air itu sendiri memungkinkan dan sangat cocok untuk dapat bertindak sebagai tempat berkembang biak mikroba dan sebagai tempat tinggal sementara (perantara) sebelum mikroba berpindah ke pada manusia. Penyakit yang dapat ditularkan melalui air, dapat dikelompokkan menjadi empat kategori, yaitu :

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta

Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. 1).

p.17

Water Borne Diseases

Air mengandung mikroba patogen. Apabila air tersebut langsung diminum oleh seseorang maka orang tersebut akan menderita sakit. Penyakit yang ditularkan melalui cara ini adalah penyakit-penyakit perut seperti Colera, Typhoid, Hepatitis Infectiosa, Dysentri dan Gastroenteritis. 2). Water Washed Diseases Air mengandung mikroorganisme sebagai akibat kurangnya sarana penyediaan air bersih

dan

rendahnya

tingkat

kebersihan

perorangan,

misalnya

Scabies,

Conjungtivitis, dan penyakit lain–lainnya. 3). Water Based Diseases Adalah penularan penyakit intermediate host yang hidup dalam air. Misalnya Schistomiasis yang disebabkan oleh cacing Schistoma yang mempunyai intermediate host keong yang hidup dalam air. 4). Water Related Insect Vector Diseases Air sebagai tempat berkembang biak (Breeding Place) bagi vektor penyakit misalnya penyakit Malaria dan Filariasis.

4.3.

Sumber dan karakteristik air Sugiharto (1985.h.29) menyatakan “Persediaan air di bumi sekitar 1300 juta

km3 nampaknya tidak akan pernah habis, dan air merupakan salah satu sumber daya alam yang besar, sekitar 70% permukaan bumi tertutup air, 98% dari seluruh air yang ada merupakan air asin dan hanya 2% saja air yang tawar, dari 2% ini sebagian besar adalah berupa lapisan-lapisan es di Greenland (Kutub Utara) dan Antartika (Kutub Selatan)”.

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta

Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005.

p.18

F. G. Winarno (1986, h. 22) menyebutkan sumber yang dimanfaatkan manusia pada dasarnya dapat digolongkan menjadi : air angkasa, air tanah, dan air permukaan, dengan penjelasan sebagai berikut : Air angkasa

adalah air yang menguap karena panas dan kemudian

mengembara di udara. Air angkasa adalah air yang asal pengambilannya berasal dari air hujan Air hujan bersifat lunak (soft water) karena tidak/kurang mengandung larutan garam dan zat mineral sehingga terasa kurang segar. Dari segi bakteriologis relatif lebih bersih, tergantung pada tempat penampungannya. Besarnya curah hujan di suatu daerah merupakan patokan yang utama dalam perencanaan penyediaan air bersih bagi masyarakat. (Sugiharto, 1985.h.24) Air tanah

adalah air yang tergenang di atas lapisan tanah yang terdiri dari

batu, tanah lempung yang sangat halus atau yang sukar ditembus air. Menurut Sutrisno.et.al. (1991.h.16) air tanah terbagi atas air tanah dangkal dan air tanah dalam dan mataair. Air tanah dangkal terjadi karena adanya proses peresapan air dari permukaan tanah, lumpur akan tertahan, demikian pula dengan sebagian bakteri, sehingga air tanah akan jernih, tetapi lebih banyak mengandung zat kimia (garam-garam yang terlarut). Karena melalui lapisan yanah yang mempunyai unsur-unsur kimia tertentu untuk masing-masing lapisan tanah, air tanah ini biasa dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai sumur-sumur dangkal baik sumur gali maupun sumur pompa tangan dangkal. Air tanah dalam terdapat setelah lapisan rapat air yang pertama, pengambilan air tanah dalam tidak semudah pada air tanah dangkal. Dalam hal ini harus menggunakan bor dan memasukkan pipa ke dalamnya sampai pada suatu kedalaman (biasanya 100 sampai 300 meter), akan didapatkan suatu lapisan air, jika tekanan ini

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta

Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005.

p.19

besar, maka air dapat menyembur ke luar dan dalam keadaan ini disebut sumur artesis. Mata air adalah air tanah yang keluar dengan sendirinya ke permukaan tanah,mata iar yang berasal dari tanah dalam,hampir tidak ter pengaruh oleh musim dan kualitas/kuantitasnya sama dengan keadaan air dalam. Kuantitas air tanah keadaannya tergantung pada iklim dan struktur geologis setempat, oleh karena itu air tanah tergantung pada hujan yang turun. Tidak meratanya air hujan pada suatu tempat menimbulkan variasi kuantitas air tanah, tetapi juga pada tanah yang tandus dapat mempengaruhi bisa tidaknya menyimpan air dalam tanah. Kualitas air tanah, bila dibandingkan kualitas air tanah akan lebih baik daripada air permukaan, sebab air permukaan mengandung bahan pencemar yang secara langsung dapat bercampur antara air dengan polutan, sebaliknya pada air tanah sudah mengalami penyaringan secara alamiah, namun air tanah melarutkan mineralmineral, garam-garam, dan lain-lain yang kontak pada waktu air mengalir ke atas. Secara keseluruhan air tanah berkualitas baik, tetapi masih tetap memerlukan pengolahan untuk menghilangkan pencemaran yang larut pada saat air tanah menuju ke atas dan perlu diperbaiki karakteristik kimianya. Air permukaan adalah air yang berasal dari air hujan yang jatuh ke bumi dan tetap berada di atas permukaan tanah, atau dapat juga berasal dari air tanah yang keluar sampai ke permukaan tanah. Air permukaan merupakan sumber air yang berasal dari permukaan tanah, baik keberadaannya tersebut bersifat sementara dan mengalir atau stabil. Pada umumnya sumber air permukaan baik yang berasal dari sungai, danau, ataupun waduk adalah merupakan air yang kurang baik untuk langsung

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta

Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005.

p.20

dikonsumsi oleh manusia. Karena itu perlu adanya pengolahan terlebih dahulu sebelum dimanfaatkan 4.4. Standar Kualitas Air Bersih Adapun persyaratan kualitas air bersih meliputi syarat fisik, kimia dan bakteriologis adalah sebagai berikut : 4.4.1. Syarat fisik : air bersih harus jernih tidak berbau dan tidak berasa. Syarat kimia : air tidak mengadung zat beracun yang mengganggu kesehatan. Menurut Sugiharto (1983. h.5) syarat kimia air minum dibagi dalam lima bagian, yaitu (a) di dalam air minum tidak boleh terdapat zat-zat yang beracun. (b) Tidak boleh ada zat-zat yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan. (c) Tidak mengandung zat-zat yang melebihi kadar tertentu sehingga menimbulkan gangguan psikologis. (d) Tidak boleh mengandung zat-zat kimia yang melebihi batas tertentu sehingga bisa menimbulkan gangguan teknis. (e) Tidak boleh mengandung zat-zat kimia yang melebihi batas tertentu sehingga bisa menimbulkan gangguan ekonomi. Adanya persyaratan tersebut di atas, maka zat kimia masih diperbolehkan keberadaannya di dalam air minum, namun dalam batas-batas tertentu yang disesuaikan dengan standar Baku Mutu Air Minum. Ada beberapa zat kimia yang diperhatikan diantaranya adalah kadar garam atau konsentrasi Chlorida benas (Cl), dalam Peraturan Pemerintah RI nomor 82 tahun 2001 tertanggal 14 Desember 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, untuk kadar chloride bebas yang dianjurkan untuk air minum adalah 400 mg/l. Apabila kadar chloride dalam air melebihi 400 mg/lt maka air akan berasa hambar atau bahkan asin Syarat bakteriologis air tidak mengandung kuman parasit, kuman patogen, dan bakteri coli. Persyaratan bakteriologis air bersih berdasarkan kandungan jumlah total bakteri Coliform dalam air bersih setiap 100 ml air contoh menurut Peraturan Menteri

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta

Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005.

p.21

Kesehatan Republik Indonesia Nomor 416/MENKES/ PER/IX /1990 adalah (a) air bersih yang berasal dari selain air perpipaan, kadar maksimum yang diperbolehkan untuk jumlah total bakteri Coliform setiap 100 ml air contoh jumlahnya tidak boleh melebihi 50. (b). air bersih yang berasal dari perpipaan, kadar maksimum total bakteri Coliform tidak diperbolehkan melebihi 10 per 100 ml air contoh. 4.5. Pengolahan air Seringkali air yang tersedia di alam tidak layak untuk dikonsumsi karena berbagai alasan. Satu alasan yang sangat menonjol bahwa air di alam tak layak dikonsumsi, khususnya

air permukaan adalah karena

tidak memenuhi syarat

kesehatan. Agar air bisa memenuhi syarat dan layak dikonsumsi, diperlukan upaya pengolahan air. Upaya pengolahan air pada hakikatnya adalah untuk pemenuhan kebutuhan agar dapat dipenuhi syarat kuantitas, kualitas, kontinuitas dan ekonomis. Agar memenuhi syarat kuantitas maka jumlah air yang diolah harus mencukupi untuk keperluan aktivitas harian sesuai standar yang ditetapkan. Di Amerika Serikat ditentukan 600 liter per kapita per hari (Linsley, RK & Franzini, JB. 1995). Di Indonesia diperlukan air berkisar 100 – 150 liter/orang /hari. Untuk kebutuhan minimal di pedesaan WHO menentukan 60 liert/orang/hari (Sanropie, D. dkk, 1984). Pemenuhan syarat kualitas adalah dimaksudkan agar air yang diolah mengandung atau tidak mengandung bahan-bahan tertentu sesuai standar yang berlaku. Hal ini bertujuan supaya air hasil pengolahan aman untuk dikonsumsi. Syarat kontinyuitas dimaksudkan agar air hasil pengolahan selalu tersedia setiap saat apabila diperlukan. Syarat ekonomis mengandung pengertian bahwa air hasil pengolahan dapat dibeli oleh konsumen sesuai kadar keperluan dan kemampuannya.

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta

Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005.

p.22

Untuk mencapai pemenuhan syarat kualitas, kuantitas, kontinyuitas dan ekonomis, maka dalam proses pengolahan air pada dasarnya terdiri dari tiga macam proses. Proses pengolahan air dimaksud yaitu purifikasi, desinfeksi dan pengaturan keasaman / mineral enrichment (Sanropie, D. dkk, 1984). Purifikasi adalah upaya untuk membersihkan atau menjernihkan air. Proses yang dikelompokan sebagai proses purifikasi diantaranya

koagulasi-flokulasi,

sedimentasi, filtrasi dan destilasi serta pembuangan garam dan zat beracun lainnya. Desinfeksi adalah proses pembunuhan bibit penyakit yang ada dalam air. Proses desinfeksi meliputi pemanasan, radiasi UV, pembubuhan bahan kimia oksidator seperti kaporit, ozon, dlll. Pengaturan keasaman dilakukan

dengan penambahan

kapur atau asam klorida. Termasuk dalam kelompok ini adalah pengaturan kadar mineral (mineral enrichment). Deskripsi untuk masing-masing proses pengolahan air akan diuraikan pada beberapa sub judul dibawah ini. 4.5.1. Koagulasi – flokulasi Koagulasi adalah pencampuran bahan kimia koagulant

pada air

yang

bertujuan untuk men-destabilisasi material tersuspensi dan terlarut dalam air. Bahan koagulan yang digunakan diantaranya tawas (AlSO4), FeCl3, PAC. merupakan proses penggumpalan

Flokulasi

material tersuspensi akibat penambahan bahan

koagulan. Penentuan dosis koagulan, lama dan kecepatan pengadukan – pencampuran serta pembentukan gumpalan. Dilakukan dengan percobaan jar (Jar test). Flokulasi sangat bergantung pada beberapa factor antara lain dosis koagulan, keasaman, suhu dan proses pencampuran. Adanya penambahan bahan koagulan pada air akan terjadi proses pemberian muatan positif pada partikel suspensi atau koloidal dalam air, akibatnya akan terjadi pengikatan pertikel negatip. Pengikatan pertikel-partikel ini akan membentuk flok

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta

Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005.

p.23

atau gumpalan yang lama-kelamaan akan semakin membesar. Gumpalan yang semakin membesar ini akan memiliki berat jenis yang lebih besar dari air, sehingga akan dapat mengendap secara gravitasi. 4.5.2. Sedimentasi Sedimentasi dimaksudkan untuk memisahkan flok atau gumpalan yang terjadi pada proses koagulasi – flokulasi, dengan jalan mengendapkan secara gravitasi. Gumpalan yang lebih besar akan lebih cepat mengendap dibanding gumpalan yang lebih kecil. Berdasarkan pengalaman dan percobaan jar, waktu pengendapan optimal berkisar antara 2-4 jam. Pada akhir proses ini air yang berada di bagian atas akan tampak jernih dan pada

bagian bawah dekat dasar bak akan tampak endapan

yang menumpuk.

Selanjutnya air yang jernih disaring untuk memisahkan partikel flok yang belum terendapkan. Penyaringan dilakuan dengan media filtrasi berupa pasir atau antrachit Endapan yang berada di dasar bak di buang.

4.5.3. Filtrasi (penyaringan) Sanropie,D. dkk. ( 1984.h.330-333 ) menyatakan “Penya-ringan adalah sebagian dari suatu proses pengolahan air, yang pada prinsipnya adalah mengurangi bahan bahan organik maupun bahan bahan an organik yang berada balam air.” Adapun bahan yang dipakai untuk penyaringan adalan pasir yang mempunyai sifat dapat menyaring dengan baik, keras serta dapat tahan lama tidak mudah larut dalam air. Jenis saringan pasir dibedakan menjadi dua yaiti saringan pasir cepat dan saringan pasir lambat.: Saringan pasir cepat mempunyai persaratan yaitu berat jenis pasir = 2,35 – 2,65, butiran pasir maksimum adalah 2,0 mm, mempunyai efektive size 50 – 100

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta

Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. mm, Ketebalan saringan

p.24

60 Cm, pasir tak boleh mengandung Fe karena dapat

menurunkan kualitas air. Saringan pasir lambat memiliki mempunyai kemampuan untuk menyaring koloid pasir lambat dan menyaring bakteri lebih baik. Bila digunakan terus menerus akan tumbuh bakteri tertentu menimbulkan lendir, sehingga lapisan pesir tersebut akan jenuh dan mampet (clogging). Oleh karena itu perlu di bersihkan atau dicuci pada periode tertentu. Dalam pembuatan saringan pasir lambat ada beberapa hal yang perlu diperhatikan diantaranya adalah: berat jenis pasir 1,5 – 2. Butiran pasir 0,2 – 0,4 mm, kecepatan penyaringan 0,1 – 0,2 M3 /m /jam, ketebalan pasir 70 – 100 Cm Cara kerja penyaringan air meliputi perembesan secara mekanik beurpa pemisahan sediment, aktivitas kimia dan fisika serta aktivitas biologi. Menurut Ngarsin.et.al .(1983.h15-18) di mana pasir mempunyai pori-pori yang kecil, maka partikel-partikel yang lebuh besar lidak dapat melewati pori-pori tersebut sehingga melekat pada butiran-butiran pasir. Sehingga pori-pori pasir akan tersumbat ahirnya timbul Floc-floc. Maka floc-floc tersebut akan mengendap pada lapisan pasir sehingga akan menahan partikel yang halus dan memisah dari air. Menurut Sanropie, et al (1984.h.326) sedimentasi adalah proses pemisahan air dengan flock-flock dengan jalan pengendapan flock-flock yang lebih besar akan lebih mudah mengendap, sedangkan flock-flock yang lebih kecil akan memerlukan waktu yang relatif lebih lama. Untuk kegiatan sedimentasi membutuhkan waktu antara 2 sampai 4 jam, sisanya kita biarkan dalam air, kemudian flock-flock yang belum sempat mengendap dalam masa tersebut dibiarkan ikut bersama air.dan pemisahan flock-flock ini kita lakukan dengan penyaringan, yang nantinya akan

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta

Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005.

p.25

memisahkan sama sekali air dengan flock-flock tadi sehingga akan mendapatkan air yang jernih. Aktivitas kimia dalam penyaringan adalah suatu proses yang meliputi proses oksidasi bahan organic.

Bahan organic ini akan terurai menjadi bahan bahan

sederhana yang kemudian akan hilang dengan adanya proses sedimentasi (pengendapan) Semua zat zat yang terlarut dalam air akan terionisasi. Elektrolit termasuk juga butiran-butiran pasir pun ikut terionisasi, partikel-partikel bermuatan listrik yang berbeda atau berlawanan akan saling tarik menarik. Kondisi ini akan saling menetralkan sehingga sifak air akan berubah. Dalam saringan pasir akan terdapat aktifitas biologi dimana bakteri bakteri dan micro organisme yang berada dalam air akan hidup dan berkembang biak. Bacteri dan mikroorganisme ini akan memakan zat organik dalam air sehingga air akan menjadi jernih. 4.5.4. Pembuangan garam (desalinasi) Air laut memiliki kadar garam kira-kiran 35.000 mg/lt, sedangkan kadar garam pada air payau berkisar 1000 – 3000 mg/lt.

Air minum

tidak boleh

mengandung garam (chloride bebas) lebih dari 400 mg/lt. Agar air laut atau air payau bisa dikonsumsi sebagai air minum perlu diolah. Pengolahan air laut menjadi air minum pada dasarnya adalah menurunkan

kadar garam sampai dengan

konsentrasi kurang dari 400 mg/lt. Linsley, RK dan Franzini, JB (1995) menyatakan bahwa teknik pembuangan kadar garam dalam air yang telah dikuasai oleh manusia antara lain teknik destilasi (penyulingan), freezing (pembekuan), demineralisasi, elektrodialisis dan reverse osmose (osmosis terbalik). Masing-masing teknik pembuangan kadar garam tersebut memiliki banyak keuntungan dan kekurangannya. Penggunaannya harus disesuaikan

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta

Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005.

p.26

dengan kondisi social ekonomi masyarakat setempat. Secara rinci uraian tentang teknik pembuangan garam pada air laut / air paya adalah sebagai berikut. 4.5.4.1. Destilasi Destilasi (penyulingan) air laut telah dilaksanakan selama bertahun-tahun. Teknologi penyulingan air untuk mendapatkan air tawar dari dari kotor atau dari air laut intinya adalah menguapkan air laut dengan cara dipanaskan, yang kemudian uap air tersebut diembunkan sehingga didapatkan air tawar. Sumber panas yang dipergunakan berasal dari energi yang beragam : minyak, gas, listrik, surya / matahari dan lainnya. Banyak penelitian diarahkan untuk pengembangan dan efisiensi dari evaporator, namun hasilnya belum menggembirakan. Uap bertekanan rendah untuk operasi evaporator bertenaga listrik telah dikembangkan oleh beberapa negara, tetapi biaya operasi dipandang masih terlau tinggi yakni USD 285 untuk setiap 1000 m3 air. Sekarang penelitian diarahkan pada pemanfaatan energi matahari atau tenaga surya untuk pemanasan evaporator, khusunya untuk daerah-daerah

yang banyak

memperoleh cahaya matahari sepanjang tahun. Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman (www. kimpraswil.go.id, 2005), telah mengembangkan destilator tenaga surya atap kaca sebagai teknologi terapan untuk penyulingan air laut. Alat ini cocok untuk daerah pantai dan daerah sulit air. Data teknis dan spesifikasi alat yang dikembangkan adalah terdiri pengumpul kalor, kaca penutup kanal kondensat, kotak kayu dan system isolasi. Air baku yang digunakan adalh air laut dan air payau, dengan kapasitas 6-8 liter per hari. Model yang dikembangkan adalah seperti ditunjukan pada gambar 1.1. berikut ini.

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta

Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005.

p.27

Gambar : 1.1. Prototipe destilator tenaga surya (Kimpraswil, 2004)

Marsum, dkk (2004) menemukan bahwa destilator tenaga surya ukuran 0,4512 M2 (dimensi ruang pemanas: 94 cm x 48 cm), mampu mengahasilakn air tawar 1335 - 2950 ml/hari atau rata-rata 1877,33 ml/hari. Kemudian dapat dihitung bahwa rata-rata volume air tawar yang dihasilkan adalah 4,161 lt/hr/m2. Rata-rata volume ini lebih rendah yang dihasilkan oleh NN (1996) sebanyak 4,66 lt/hr/m2. Sistem operasi dalam proses destilasi meliputi peristiwa penyerapan energi panas dari sinar matahari yang menembus kaca destilator oleh air laut yang ada dalam destilator. Energi panas dari sinar matahari berasal dari sinar inframerah yang merupakan salah satu komponen sinar matahari. Wisnubroto, S. (2004) mengatakan bahwa sinar matahari memiliki panjang gelombang ( λ ) antara 0,15 – 4 µm, dan hanya panjang gelombang ( λ ) antara 0,32 – 2 µm yang mampu menembus kaca transparan. Sifat unik sinar dengan panjang gelombang 0,32 – 2 µm adalah mampu menembus kaca transparan dengan membawa energi panas. Akan tetapi pada proses selanjutnya, dalam suatu rumah kaca, energi panas akan terakumulasi sehingga suhu rumah kaca akan bertambah tinggi. Hal ini terjadi karena adanya perubahan panjang gelombang dari 0,32 – 2 µm menjadi 3 - 80 µm. Akibatnya adalah pada panjang

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta

Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. gelombang

3 - 80 µm ini tidak mampu menembus

p.28 kaca. Ruang rumah kaca

bertambah panas. Fenomena demikian sering disebut sebagai Green house effect (efek rumah kaca) yaitu suatu kondisi dimana suhu udara dalam rumah kaca lebih tinggi dari suhu udara lingkungan luar. Jumlah energi panas yang terkumpul dalam rumah kaca bergantung pada lama penyinaran dari sinar matahari. Lakitan, B. (2002) menyatakan bahwa untuk daerah tropis yakni daerah dekat equator sampai dengan 23,5oLU lama penyinaran >12 jam. Banyaknya penyinaran sinarmatahari akan menentukan jumlah energi panas yang mampu menguapkan air. Proses penguapan hanya akan berlangsung jika air (dalam bentuk cair) menerima masukan energi. Jumlah energi yang dibutuhkan untuk menguapkan air adalah sebesar 0,495 g.m-3. oK-1. jumlah energi yang dibutuhkan ini disebut sebagai panas laten untuk evaporasi (latent heat of vaporization). Jumlah energi yang dibutuhkan untuk menguapkan 1 gram air pada suhu 20oC adalah sebesar 586 cal. Sedangkan untuk mencairkan 1 gram es pada suhu 0oC diperlukan energi sebesar 80 cal. Pada proses penguapan air dimana terjadi perubahan bentuk air dari bentuk cair menjadi bentuk gas, secara otomatis akan terjadi perubahan berat jenis (BJ) dari air tersebut. Berat jenis air dalam bentuk uap (BJ uap) akan lebih kecil dari Berat jenis air dalam bentuk cair (BJ cair). Ketika terjadi penguapan air maka unsur-unsur penyusun air alam dan berbagai impurities (berupa unsure logam, garam, bahan padat, dan lain-lain) yang memiliki BJ lebih besar dari BJ uap akan tertinggal sebagai refinat atau residu.

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta

Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005.

p.29

4.5.4.2. Pembekuan (Freezing) Prinsipnya adalah

bahwa titik beku pada air dengan kadar garam yang

berbeda akan memiliki suhu beku yang berbeda pula. Titik beku air tawar lebih tinggi dibanding titik beku air laut, sehingga air tawar akan membeku lebih dahulu dibandingkan dengan air laut. Dalam proses pembekuan , suhu air laut diturunkan perlahan-lahan hingga terbentuk kristal-kristal es. Kristal-kristal ini bebas garam (air tawar) sehingga dapat dipisahkan dari garamnya. Biaya proses ini pada tahun 1978 USD 200 per 1000 m3. 4.5.4.3. Demineralisasi Garam-garam dapat dihilangkan dari air

memalui teknik demineralisasi

menggunakan aparat penukar ion (ion exchanger). Alat penukar ion juga lazim digunakan untuk menghilangkan kesadahan. Pada proses ini digunakan dua jenis substrat yang berbeda yang berfungsi membuang kation dan membuang anion. Proses ini sangat mahal untuk prosesing air laut, tetapi

bias dipertimbangkan untuk

prosesing air payau dengan kadar garam 1000 mg/lt. Untuk pemrosesan iar payau biaya yang diperlukan USD 240 per 1000 m3. 4.5.4.4. Elektrodialisis Proses elektrodialisis prinsipnya adalah dihamburkannya ion-ion oleh tenaga potensi listrik melalui membrane selektif yang dapat ditembus oleh ion tertentu. Dalam proses ini kira-kira ada separoh air yang dibuang untuk setiap air tawar yang dihasilkan. Untuk pengolahan air payau dengan kadar garam 2000 mg/lt biaya yang diperlukan adalah USD 325 per 1000m3. jadi tidak cocok untuk pengolahan air laut karena menjadi sangat mahal. 4.5.4.5. Osmosis terbalik

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta

Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005.

p.30

Proses osmose menggunakan membran selektif yang dapat ditembus oleh air dari kadar garam rendah (tawar) ke kadar garam yang lebih tinggi. Dalam proses osmosis terbalik, kadar garam rendah (tawar) dipaksa mengalir menembus membrane dari air dengan kadar garam tinggi menggunakan tekanan buatan. Tekanan yang diperlukan

kira-kira 1500 psi (10.000 kN/m2). Sekarang teknik ini sudah

berkembang pesat. 4.5.5. Desinfeksi air Menurut Depkes RI (1992, h.96) desinfeksi adalah membunuh bakteri pathogen (bakteri penyebab penyakit) yang penyebarannya melalui air. Desinfeksi dengan cara kimia dapat dilakukan dengan penambahan bahan kimia seperti unsurunsur halogen, Cl/senyawa khlor, Br2, Ozon (O3), Phenol, KMnO4, OCl2, dan sebagainya. Untuk membunuh bakteri pathogen dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu dengan penambahan bahan kimia, pemanasan, penggunaan sinar UV, dan dengan cara mekanis diantaranya dengan pengendapan, saringan pasir cepat Faktor yang perlu diperhatikan dalam menentukan cara desinfeksi air adalah daya atau kekuatan membunuh mikroorganisme pathogen yang berjenis bakteri, virus, protozoa dan cacing. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah (a). tingkat kemudahan dalam memantau konsentrasi dalam air, (b). kemampuan dalam memproduksi residu yang akan berfungsi sebagai pelindung kualitas air pada sistem distribusi, (c). kualitas estetika (warna, rasa, dan bau) dari air yang didesinfeksi, (d). teknologi pengadaan dan penggunaan yang tersedia, (e). faktor ekonomi

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta

Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005.

p.31

5. Metode penelitian 5.1.

Jenis penelitian Penelitian dilakukan dengan

pendekatan eksperimen semu (quasi

ekperimen) dengan disertai kelompok kontrol.

5.2. 5.2.1.

Tempat dan waktu penelitian Waktu penelitian dilaksanakan:

Persiapan

: Bulan Pebruari 2005

Pelaksanaan

: Bulan Maret – April 2005

Penyelesaian

: Bulan April – Mei 2005

5.2.2. Lokasi penelitian di Kalisabuk, Cilacap dan Karangmangu, Purwokerto

5.3.

Rancangan penelitian

Pre and post test design dengan skema percobaan pada lampiran

5.4.

Obyek penelitian

Keseluruhan unit destilator tenaga surya, dengan contoh air yang disuling berasal dari air laut pantai Widara Payung Cilacap.

5.5. Sampling Sample diambil dari air laut yang belum melewati Model destilator dan setelah melewati Model.

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta

Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. 5.6.

p.32

Besar sampel Masing-masing 2 liter untuk dianalisa kadar garam, kadar clorida, zat

tersuspensi dan zat terlarutnya. 5.7. Variabel penelitian Jenis variabel dan struktur hubungan antar variabel penelitian adalah seperti ditunjukan pada gambar 1.2. sebagai berikut :

ƒ ƒ ƒ ƒ ƒ ƒ ƒ ƒ

Intensitas sinar matahari Temperatur Kecepatan angin Luas ruang pemanas Ketebalan air pada ruang pemenas Asupan air pada ruang pemanas Air laut Lokasi / penempatan

Destilator tenaga surya Var. bebas

Var. confounding

Efisiensi / unjuk kerja model destilator tenaga surya Var. terikat Gambar : 1.2. Bagan struktur hubungan antar variabel

5.8. Definisi Operasional a.

Air laut adalah air yang diambil dari badan air / laut pada pantai Teluk Penyu Cilacap

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta

Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. b.

p.33

Destilator tenaga surya yang dimaksud adalah sebuah unit destilator yang dibuat oleh peneliti dengan rancangan dan ukuran seperti yang ditunjukan pada gambar terlampir.

c.

Kuantitas air adalah jumlah air tawar yang dihasilkan destilator dalam kurun waktu tertentu, diukur dalam satuan

liter/hari dan liter/meter persegi luas

permukaan destilator. d.

Kualitas air adalah kondisi kimiawi air yang dihasilkan destilator, dalam hal ini diukur dengan parameter kadar garam menggunakan refraktometer dan/atau kadar Chlorida menggunakan metode Argentometri. Satuan yang digunakan adalah o/oo (permil) dan mg/ltr.

e.

Intensitas sinar matahari adalah

jumlah

sinar matahari yang diukur

menggunakan Luxmeter dalam satuan lux. f.

Temperatur adalah suhu udara di lokasi percobaan diukur dengan Termoteter skala derajat Celcius.

g.

Kecepatan angin

adalah gerakan udara di lokasi percobaan diukur

menggunakan Anemometer dengan satuan M/dt. h.

Luas ruang pemanas adalah luas ruangan pada destilator yang menampung air laut yang akan dipanaskan dengan sinar matahari. Diukur dengan menggunakan satuan Cm2.

i.

Ketebalan air adalah kedalaman air didalam ruang pemanas destilator. Diukur dengan menggunakan satuan Cm.

j.

Asupan air adalah jumlah air laut yang dimasukan kedalam ruang pemanas destilator.

k.

Lokasi / penempatan adalah ruang terbuka yang terkena sinar matahari secara langsung, yang digunakan untuk menempatkan destilator.

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta

Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. l.

p.34

Efisiensi model adalah angka persentase penurunan kadar garam pada air setelah mengalami destilasi, dengan klasifikasi sbb.: 86% - 100% : Sangat Efisien 71% - 85% : Efisien 60% - 70% : Cukup Efisien <60% : Tidak Efisien.

5.9. Bahan dan cara 5.9.1. Bahan yang digunakan dalam percobaan ini antara lain : sampel air laut, aquadest, kertas saring Whatman no 41, Lar. K2Cr2O4 10%, Lar. AgNO3 1/35,45N, Lar. HNO3 pekat, Serbuk ZnO atau MgO 5.9.2. Alat yang digunakan: Model destilator (lihat Gambar 1.2.), Buret 50 ml, gelas ukur 500 ml, Pipet ukur 100 ml, Pipet tetes 1 ml, Gelas kimia 250 ml, statif, Timbangan analitik, Sendok plastik, Cawan porselin, Oven, Penjepit, desikator, dan Refraktometer.

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta

Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005.

p.35

Sinar matahari

Butir embun

Uap air

inlet

Air laut pada ruang pemanas

Air tawar yg tertampung

Gambar 1.2 : Model Destilator Tenaga Surya Keterangan gambar : 1. Model destilator dibuat sebanyak 1 buah, dari bahan kayu yang dibalut / dilapisi resin dan fiber. Penutup transparan dari kaca dengan tebal 5,0 Mm 2. Bentuk ruang pemanas destilator adalah empat persegi panjang dengan ukuran (a) 50 x 100 Cm, dengan luas 5000 Cm2, (b) 100 x 100 Cm, dengan luas 10.000 Cm2 (c) 100 x 150 Cm, dengan luas 15.000 Cm2 3. Kemiringan kaca penutup 45 derajat. 4. Kedalaman air laut dalam ruang pemanas destilator 2,0 Cm 5. Bagian sisi tinggi dan sisi rendah, ketinggiannya disesuaikan / diperhitungkan dengan kemiringan 45 derajat.

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta

Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005.

p.36

5.10. Prosedur penelitian Adapun langkah-langkah penilitian adalah sbb. : 5.10.1. Tahap Persiapan a.

Pelatihan tenaga pembantu pelaksana / teknisi

b.

Penyiapan tempat, peralatan dan bahan penelitian

5.10.2. Tahap Pelaksanaan Penelitian a. Uji coba operasional model dengan cara : Siapkan model sesuai dengan yang direncanakan dan pastikan semua kran bekerja dengan baik; Isi destilator dengan air untuk mengetahui kemungkinan ada kebocoran pada model dan pastikan tidak terjadi kebocoran yang terjadi; Tempatkan model destilator pada lokasi dimana memungkinkan terkena sinar sepanjang hari b. Pelaksanaan percobaan / penelitian dengan cara: Pengambilan air sample dari air laut pantai Teluk Penyu menggunakan tong plastik volume 40 sd 50 lt; Pengukuran kadar garam air sample dengan refraktometer sebanyak 3 kali dan mengirim air sample ke laboratorium untuk pemeriksaan kadar Clorida, TSS, dan TDS; Pengukuruan suhu udara dengan termometer alcohol dengan skala 100 derajat Celcius; Pengukuran intensitas cahaya dengan Luxmeter; Pengukuran kecepatan angin dengan anemometer; Pengukuran kelembaban udara dengan higrometer; Mempersiapkan model untuk siap dioperasikan; Memasukkan air samplel kedalam ruang pemanas setebal 2 cm dan diatur agar ketebalan air tetap 2 cm dengan membuat saluran peluap; Menyiapkan penampung air dari destilator; Mengukur kuantitas dan kualitas air yang tertampung setiap 24 jam sekali selama 30 hari kalender; Mencatat semua kondisi lingkungan yang terjadi selama penelitian

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta

Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005.

5.10.3. Tahap Penyelesaian a. Pengolahan dan analisis data b. Pembuatan laporan penelitian c. Seminar hasil penelitian 5.11. Analisis data Data hasil penelitian diolah dan disajikan dalam bentuk tabel. 6. Sistematika penulisan Bab I : Pendahuluan 1.

Latar belakang

2.

Rumusan masalah

3.

Tujuan penelitian

4.

Tinjauan pustaka

5.

Sistematika penulisan

Bab II : Identifikasi masalah Bab III : Analisis Bab IV : Kesimpulan dan saran Daftar Pustaka Lampiran-lampiran

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta

p.37

Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005.

p.38

BAB II IDENTIFIKASI MASALAH

A. Keadaan umum lokasi penelitian 1. Kondisi geografis Lokasi penelitian di desa Karangmangu, Kecamatan Baturraden Kabupaten Banyumas, Provinsi Jawa Tengah. Kondisi geografis desa Karangmangu adalah sebagaimana diuraikan pada alenia berikut ini. Luas wilayah desa 335,100 hektar, dimana 106,5 hektar merupakan persawahan, permukiman, kebun, kawasan pariwisata dan sisanya berupa hutan lindung. Desa Karangmangu dibagi menjadi 2 Rw dan 19 RT. Kawasan wisata dibawah pengelolaan Dinas Pariwisata Kabupaten dan hutan lindung dibawah pengelolaan PT Perhutani.

Batas wilayah sebelah utara berbatasan derngan

kabupaten Pemalang, sebelah selatan berbatasan dengan desa Karangtengah, sebelah barat berbatasan dengan desa Ketenger dan sebelah timur berbatasan dengan desa Kemutug Lor. Kondisi topografi desa Karangmangu berbukit dengan ketinggian 540 mdpl. curah hujan 4500 mm/th, suhu rata-rata 28 oC. Jumlah penduduk desa Karangmangu 2198 jiwa, 44,2 % (971 jiwa) laki-laki dan 55,8% (1227 jiwa) perempuan. Jumlah kepala keluarga 479 KK. Angka pertumbuhan penduduk (Tahun 2002) dapat dicerminkan dari angka kelahiran 16 orang

per tahun dan angka kematian 4 orang pertahun, angka migrasi tidak di

ketahui. Sebagian besar penduduk berpendidikan tamat SD (49,4%) dan sebagian besar memiliki mata pencaharian sebagai karyawan (24,17%). Tabel distribusi

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta

Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005.

p.39

penduduk berdasarkan jenis kelamin, umur, pendidikan dan pekerjaan adalah sebagai berikut. Tabel : 2.1. DISTRIBUSI PENDUDUK DESA KARANGMANGU TAHUN 2002 BERDASARKAN USIA DAN JENIS KELAMIN NO

USIA (TH)

LAKI-LAKI PEREMPUAN JML % JML % 1 0–5 72 7.4 56 4.6 2 6 – 10 83 8.5 80 6.5 3 11 -15 90 9.3 102 8.3 4 16 – 20 120 12.4 197 16.1 5 21 – 25 100 10.3 195 15.9 6 26 – 30 70 7.2 124 10.1 7 31 – 35 63 6.5 90 7.3 8 36 – 40 81 8.3 92 7.5 9 41 – 45 64 6.6 61 5.0 10 46 – 50 72 7.4 72 5.9 11 51 – 55 48 4.9 53 4.3 12 56 – 60 39 4.0 35 2.9 13 61 – 65 21 1.7 18 1.5 14 66- 70 24 2.5 21 1.7 15 > 71 24 2.5 31 2.5 Sumber : Monografi desa Karangmangu Tahun 2002

TOTAL JML % 128 9.8 163 10.7 192 11.4 317 11.2 295 8.3 194 7.8 153 6.7 173 6.3 125 6.0 144 5.3 101 4.8 74 4.6 39 3.7 45 3.0 55 2.5

Tabel : 2.2. DISTRIBUSI PENDUDUK DESA KARANGMANGU TAHUN 2002 BERDASARKAN TINGKAT PENDIDIKAN NO.

TK. PENDIDIKAN

JUMLAH (ORANG) 1. Tidak sekolah 94 2. Tidak tamat SD 33 3. Tamat SD 945 4. Tamat SMP 335 5. Tamat SLTA 375 6. Akademi / PT 133 Sumber : Monografi desa Karangmangu Tahun 2002

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta

% 9.9 1.7 49.4 16.5 17 13

Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005.

p.40

Tabel : 2.3. DISTRIBUSI PENDUDUK DESA KARANGMANGU TAHUN 2002 BERDASARKAN JENIS PEKERJAAN NO.

TK. PENDIDIKAN

JUMLAH (ORANG) 1. Karyawan 168 2. Wiraswasta 21 3. Tani 145 4. Pertukangan 15 5. Buruh tani 80 6. Pensiunan 46 7. Jasa 220 Sumber : Monografi desa Karangmangu Tahun 2002

% 24.17 3.02 20.86 2.15 11.51 6.61 31.65

2. Kondisi cuaca Lokasi penempatan destilator berada di halaman rumah salah satu warga RT 10/RW I desa Karangmangu, kecamatan Baturraden, Kabupaten Banyumas. Daerah ini memiliki ketinggian

± 540 m dpl, dengan udara sejuk. Kondisi cuaca yang

meliputi temperatur udara dan kelembaban udara selama penelitian serta kondisi lingkungan adalah seperti disajikan pada tabel 2.4. Tabel : 2.4. KONDISI CUACA TEMPAT PENELITIAN NO.

PARAMETER LINGKUNGAN

HASIL PENGUKURAN

1 Temperatur udara 2 Kelembaban udara (relatif) 3 Kecepatan angin 4 Intensitas cahaya 5. Musim Sumber : Hasil pengukuran saat penelitian

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta

18 – 37 oC 80 – 81% 0,00 – 42 M/dt 9 – 85500 Lux Penghujan

Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005.

p.41

B. Data khusus 1. Temperatur udara Temperatur udara sangat menentukan kualitas dan kuantitas hasil penguapan sehingga data ini sangat penting dalam penelitian ini. Pengamatan temperatur udara dilakukan selama 24 jam menggunakan termometer maximum minimum untuk mencatat temperatur tertinggi dan terendah yang terjadi pada hari tersebut. Disamping itu diamati pula temperatur sesaat baik udara luar maupun udara dalam model pada pagi hari (06.00 – 07.00), siang hari yang dilakukan sekitar jam 11.30 sd 12.30, dan sore hari (17.00 – 18.00) WIB. Data lengkap temperatur dapat dilihat pada Tabel : 2.11, sedangkan rata-rata temperaturnya dapat dilihat pada Tabel 2.5.

Tabel 2.5. RATA-RATA TEMPERATUR UDARA SELAMA PENELITIAN BERLANGSUNG Waktu Pagi (06.00 – 07.00) Siang (11.30 -12.30) Sore (17.00 – 18.00)

TEMPERATUR (OC) MAX-MIN LUAR DALAM 18 - 38 21 33 31 59 25 43

2. Volume Volume air yang dihasilkan oleh model selama penelitian dapat dilihat pada tabel Tabel 2.6 dan Tabel 2.7.

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta

Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005.

p.42

Tabel : 2.6. VOLUME RATA-RATA AIR TAWAR YANG DIHASILKAN DESTILATOR SESUAI LUAS RUANG PEMANAS NO

LUAS RUANG PEMANAS (M2)

1 2 3

0.5 m2 1.0 m2 1.5 m2

VOLUME AIR TAWAR (ML/HARI) 1.877,33 3.942,00 5.856,00

KET Rata-rata = 3,866 liter/hari/m2

Tabel : 2.7. VOLUME AIR TAWAR YANG DIHASILKAN MASING-MASING DESTILATOR SESUAI LUAS RUANG PEMANAS NO.

HARI KE

(1) 1. 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

(2) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19

VOLUME AIR (ML) PADA TIAP LUAS RUANG PEMANAS DESTILATOR 0.5 m2 1.0 m2 1.5 m2 (3) (4) (5) 2950 6.195 9.203 2660 5.586 8.298 2250 4.725 7.019 1870 3.927 5.833 1860 3.906 5.802 1875 3.938 5.849 1560 3.276 4.866 1335 2.804 4.164 1630 3.423 5.085 1575 3.308 4.913 1550 3.255 4.835 1670 3.507 5.209 2070 4.347 6.457 1870 3.927 5.833 1580 3.318 4.929 1355 2.846 4.227 1485 3.119 4.632 1360 2.856 4.242 1365 2.867 4.258

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta

Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005.

p.43

Tabel : 2.7 Lanjutan (1)

(2)

(3)

21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31

20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 RATA-RATA

1625 1630 2275 2415 2370 2190 2085 2315 1920 1855 1770 1.877.33

(4)

(5) 3.413

5.069

3.423

5.085

4.778

7.097

5.072

7.534

4.977

7.393

4.599

6.832

4.379

6.504

4.862

7.222

4.032

5.989

3.896

5.787

3.717

5.521

3.942

5.856

3. Kualitas air Kualitas sampel air laut maupun air destilant yang dihasilkan diamati secara fisik dan dianalisa di laboratorium Jurusan Kesehatan Lingkungan Purwokerto Poltekkes Semarang. hasilnya selengkapnya pada Tabel 2.8 - Tabel 2.10.

Tabel 2.8 KUALITAS SAMPLE AIR LAUT Pemeriksaan Warna 1 2 3 Rata-rata

Jernih Jernih Jernih Jernih

Rasa Asin Asin Asin Asin

Parameter Kadar Gram (mg/lt) 33000 33000 33000 33000

Ket. Clorida TSS (mg/lt) (mg/lt) 34000 0 34000 0 34000 0 34000 0

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta

Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005.

p.44

Tabel 2.9 KUALITAS SAMPLE AIR DESTILANT PADA MASING MASING DESTILATOR. Pemer iksaan ke 1 2 3

Luas Destilator (M2) 0,5 0,5 0,5

4 5 6

Warna

Rasa

Jernih Jernih Jernih

Tawar Tawar Tawar

Parameter Kadar Gram (mg/lt) 0 0 0

Ket.

1,0 1,0 1,0

Jernih Jernih Jernih

Tawar Tawar Tawar

0 0 0

0 0 0

0 0 0

7 8 9

1,5 1,5 1,5

Jernih Jernih Jernih

Tawar Tawar Tawar

0 0 0

0 0 0

0 0 0

Ratarata

-

Jernih

Tawar

0

0

0

Clorida TSS (mg/lt) (mg/lt) 0 0 0 0 0 0

Tabel : 2.10. RATA-RATA KUALITAS SAMPLE AIR LAUT DAN AIR DESTILANT NO. 1 2 3 4 5.

PARAMETER Warna Rasa Kadar garam Klorida TSS

SATUAN Mg/lt Mg/lt Mg/lt

SAMPEL AIR LAUT DESTITANT Jernih Jernih Asin Tawar 33000 0 34000 0 0 0

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta

Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005.

p.45

4. Penurunan kadar garam (efisiensi removal) pada destilator Efisiensi removal kadar garam pada model ini dapat dihitung berdasarkan persentase penurunan kadar garam setelah melalui model destilator. Dari tabel 2.10 dapat dihitung bahwa prosentase penurunan kadar garam setelah melewati model adalah 100%. Tabel 2.11 TEMPERATUR UDARA DAN VOLUME DESTILANT YANG DIHASILKAN SELAMA SATU HARI HARI KE:

Waktu

(1)

TEMPERATUR (OC)

VOLUME (ML / HARI)

LUAR

DALAM

0.5 m2

1.0 m2

1.5 m2

( 2)

MAXMIN (3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

18 – 33

19

31

-

-

-

32 24

71 40

2

Pagi Siang Sore Pagi

20

31

34 22

67 38

3

Siang Sore Pagi

23

35

34 26

73 44

4

Siang Sore Pagi

22

33

32 27

56 46

5

Siang Sore Pagi

23

35

32 26

57 41

6

Siang Sore Pagi

22

33

32 28

62 47

1

Siang Sore

19 – 36

21 – 34

22 – 36

21 – 34

2950

2660

2250

1870

1860

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta

6.195

9.203

5.586

8.298

4.725

7.019

3.927

5.833

3.906

5.802

Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005.

p.46

Tabel : 2.11. Lanjutan … (1)

( 2)

(3)

(4)

(5)

(6)

7

Pagi

20 – 33

21

33

1875

8

Siang Sore Pagi

20 – 35

32 24 23

59 39 37

9

Siang Sore Pagi

22 – 33

25 24 20

36 33 33

10

11

12

Siang Sore Pagi Siang Sore Pagi Siang Sore Pagi

13

Siang Sore Pagi

14

Siang Sore Pagi

15

Siang Sore Pagi Siang Sore

19 – 36

19 - 33

18 - 32

31 26 21 33 26 19 27 26 22

63 44 34 64 41 30 45 46 36

21 - 34

32 26 20

64 47 31

19 - 30

25 27 19

47 51 30

18 - 36

34 26 22

70 47 31

33 25

67 42

(7)

(8)

3.938

5.849

3.276

4.866

2.804

4.164

3.423

5.085

3.308

4.913

3.255

4.835

3.507

5.209

4.347

6.457

3.927

5.833

1560

1335

1630

1575

1550

1670

2070

1870

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta

Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005.

p.47

Tabel : 2.11. Lanjutan … (1)

( 2)

(3)

(4)

(5)

(6)

16

Pagi

22 - 34

19

28

1580

17

Siang Sore Pagi

18 - 30

26 23 20

40 35 33

18

Siang Sore Pagi

19 - 35

28 24 21

46 35 35

19

20

21

Siang Sore Pagi Siang Sore Pagi Siang Sore Pagi

22

Siang Sore Pagi

23

Siang Sore Pagi

24

Siang Sore Pagi Siang Sore

20 - 33

22 - 34

21 - 35

27 23 22 30 24 22 33 25 22

43 41 33 55 33 31 61 47 33

22 - 36

31 26 21

52 44 35

20 - 36

35 26 22

68 51 34

21 - 38

38 26 21

77 52 30

35 25

66 47

(7)

(8)

3.318

4.929

2.846

4.227

3.119

4.632

2.856

4.242

2.867

4.258

3.413

5.069

3.423

5.085

4.778

7.097

5.072

7.534

1355

1485

1360

1365

1625

1630

2275

2415

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta

Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005.

p.48

Tabel : 2.11. Lanjutan … (1)

( 2)

(3)

(4)

(5)

(6)

25

Pagi

20 - 36

21

35

2370

35 24

70 46

21

31

34 25

66 47

19

31

37 27

76 49

21

35

34 24

60 41

21

30

27 25

43 41

20

33

42 40 -

1770 1877.33

26

Siang Sore Pagi

27

Siang Sore Pagi

28

Siang Sore Pagi

29

Siang Sore Pagi

30

Siang Sore Pagi

31

Siang Sore Pagi

19 - 35

26 24 -

Pagi

18 - 38

21

33

31 25

59 43

RATARATA

Siang Sore

19 - 37

20 - 36

18 - 37

20 - 36

20 - 33

2190

2085

2315

1920

1855

(7)

(8)

4.977

7.393

4.599

6.832

4.379

6.504

4.862

7.222

4.032

5.989

3.896

5.787

3.717

5.521

3.942

5.856

Catatan : Pengukuran volume destilant (air tawar) dilakukan pada setiap pagi hari. Produksi air tawar tampak berlangsung secara terus-menerus menetes selama 24 jam sehari.

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta

Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005.

p.49

BAB III ANALISIS

A. Kondisi lokasi penelitian Desa Karangmangu

yang berada di Kecamatan Baturraden, Kabupaten

Banymas, memiliki luas wilayah desa 335,100 hektar, terdiri atas persawahan, permukiman, kebun, hutan lindung dan kawasan pariwisata. Luas wilayah yang digunakan untuk permukiman, kebun, sawah dan kawasan wisata

adalah 106,5

hektar. Apabila ditilik dari luas wilayah yang dimiliki, maka penggunaan lahan untuk aktivitas manusia secara langsung tergolong ideal. Artinya luas lahan yang dipakai hanya 32 % dari luas wilayah desa. Menurut Peraturan Daerah Kabupaten Banyumas No. 27 Tahun 1998, tentang kawasan wisata Baturraden disebutkan bahwa luas lahan yang bisa didirikan bangunan maksimal 70 %. Apabila luas hutan lindung ditambah dengan luas wilayah yang diperuntukan bagi persawahan dan perkebunan, maka luas lahan yang tidak merupakan bangunan akan lebih dari 70%. Kondisi seperti disebutkan pada alenia diatas memungkinkan terjadinya fungsi tangkapan air secara maksimal. Fungsi tangkapan dan resapan air akan maksimal jika ditunjang oleh jumlah hari hujan yang besar. Data stasiun cuaca Baturraden (1983) menunjukan bahwa jumlah hari hujan untuk wilayah Baturraden dan sekitarnya adalah 26 – 30 hari. Desa karangmangu termasuk wilayah Kecamatan Baturraden, dengan curah hujan rata-rata 4500 mm/th. Memperhatikan fakta tersebut, maka dapat dinyatakan bahwa bagian terbesar wilayah desa Karangmangu memang cocok untuk hutan lindung. Agar keberadaan hutan lindung di desa Karangmangu tetap terjaga, maka perlu pemberdayaan penduduk setempat.

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta

Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005.

p.50

Pemberdayaan penduduk desa Karangmangu merupakan upaya yang mutlak diperlukan. Lebih dari 49 % (empatpuluh sembilan persen) penduduk desa karangmangu hanya tamat SD, sehingga perlu memperoleh pengetahuan tentang pentingnya hutan lindung. Jika 49,4% penduduk yang hanya tamat SD dibiarkan tanpa diberdayakan, akan sangat berpotensi merambah hutan lindung untuk pemenuhan kebutuhan hidup mereka. Pemberdayaan penduduk ini hendaknya tidak hanya ditujukan untuk kepentingan hutan lindung semata, tetapi harus dilakukan secara holistic meliputi kepentingan pertanian, ekonomi, pariwisata dan lainnya. Hal ini mengingat sebagian wilayah desa Karangmangu merupakan kawasan wisata, dimana ada 24, 17 % penduduk bekerja sebagai karyawan dan 31 % penduduk bekerja di bidang jasa yang berhubungan dengan sektor pariwisata. Kawasan wisata yang berada di desa Karangmangu, diyakini merupakan pilihan yang tepat. Desa ini memiliki ketinggian 450 mdpl berupa perbukitan dengan udara sejuk. Temperature udara rata-rata 28oC dan kelembaban relative 80% (periksa Tabel : 2.4). Unggulan pariwisata didaerah ini adalah wanawisata hutan lindung. B. Pemanfaatan destilator tenaga surya Sebagaimana disebutkan pada Bab II, bahwa penempatan destilator berada di halaman rumah salah satu warga RT 10/RW I desa Karangmangu, kecamatan Baturraden, Kabupaten Banyumas.. Lokasi ini merupakan lokasi alternatif yang dipilih, yang sebelumnya direncanakan dekat pantai dimana sampel air laut diambil (desa Kalisabuk, Cilacap, Jawa Tengah). Beberapa pertimbangan yang mendasari pemindahan lokasi penelitian (penempatan destilator) antara lain bahwa penguapan air dapat terjadi pada suhu berapapun dan sinar matahari di seluruh wilayah Indonesia realtif sama.

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta

Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005.

p.51

Kendatipun demikian secara teoritis tingkat penguapan akan berbanding lurus dengan kenaikan temperature. Penguapan air maksimum akan terjadi pada suhu titik didih air. Titik didih air akan dipengaruhi oleh tekanan udara setempat. Tekanan udara dipengaruhi oleh ketinggian tempat (Marsum, 1997). Pertimbangan lain adalah bahwa kelangkaan air bersih yang siap minum bisa terjadi dimana saja termasuk didaerah pegunungan yang kaya dengan air permukaan, seperti desa Karangmangu dimaksud. Mudahnya pengawasan dan pengamatan serta efisiensinya dana juga menjadi dasar pertimbangan. Desa Karangmangu yang memiliki cuaca seperti tersebut pada tabel 2.5. memungkinkan untuk penempatan destilator tenaga surya, sehingga berfungsi sesuai harapan, yakni ketersediaan cahaya matahari. Intensitas cahaya matahari

ketika

dilakukan penelitian berkisar 9 – 85.500 lux. Besarnya rentang intensitas cahaya matahari ini, dapat dijelaskan bahwa pengukuran dilakukan pada pagi hari (06.00 – 07.00), siang hari yang dilakukan sekitar jam 11.30 sd 12.30, dan sore hari (17.00 – 18.00) WIB. Intensitas cahaya matahari paling rendah terjadi pada sore hari ketika terjadi hujan (mendung). Seperti diketahui bahwa penelitian berlangsung ketika pada musim hujan. Secara tidak sengaja, kondisi ini justru menguntungkan karena pada musim hujan secara umum dapat dikatakan bahwa intensitas sinar matahari dalam kondisi minimal. Diperolehnya data kuantitas air tawar hasil penyulingan dengan destilator tenaga surya pada kondisi sinar matahari minimal akan sangat menguntungkan. Hal ini karena dengan diketahuinya kuantitas air tawar hasil penyulingan pada kondisi sinar matahari minimal, maka selanjutnya dapat diperhitungkan bahwa pada kondisi sinar matahari maksimal akan diperoleh kuantitas air tawar yang lebih banyak. Kondisi sinar matahari yang maksimal akan mengakibatkan penguapan (uap air)

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta

Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005.

p.52

yang maksimal. Uap air yang banyak akan menghasilkan embun atau air tawar yang banyak pula. Menurut Lakitan, B (2002) laju evaporasi di Indonesia terjadi secara bervariasi tergantung ketinggian tempat dan waktu. Pada bulan Januari – April laju evaporasi masih rendah, puncaknya terjadi pada bulan Juni – September. Pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Maret – April 2005. Ini berarti pada periode dimana terjadi kondisi laju penguapan rendah. 1. Kuantitas air tawar (destilant) yang dihasilkan Kuantitas air tawar yang dihasilkan oleh destilator tenaga surya (air destilant / destilant) secara lengkap dapat dilihat kembali pada Tabel 2.6 dan Tabel 2.7. Perlu dikemukakan kembali bahwa berdasarkan tabel tersebut ternyata volume air tawar yang dihasilkan adalah : 1.877,33 ml/hari /0.5 m2, 3.942,00 ml/hari /1.0 m2 dan 5.856,00 ml/hari /1.5 m2. Apabila dihitung secara matematis akan diperoleh volume rata-rata = (3.754,66 + 3.942,00 + 3.904,00) / 3 atau 3.866.89 ml/hari / m2. Rata-rata volume sebesar 3.866.89 ml/hari / m2 ini ternyata lebih rendah yang dihasilkan oleh NN (1996) sebanyak 4,66 lt/hr/m2. Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman (www. kimpraswil.go.id, 2005), mengkaim bahwa dengan destilator tenaga surya bisa dihasilkan air tawar 6-8 liter/hari. Marsum, dkk (2004) menemukan bahwa destilator tenaga surya mampu menghasilkan air tawar dari air laut sebanyak 4,161 lt/hr/m2.

Untuk perbandingan, secara ringkas perbedaan

produksi air tawar destilator tenaga surya dari beberapa peneliti disajikan pada table 3.1. dibawah ini.

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta

Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005.

p.53

Tabel : 3.1. PERBANDINGAN PRODUKSI AIR TAWAR DESTILATOR TENAGA SURYA PADA BERBAGAI PENELITIAN NO

PENELITIAN

1. 2. 3. 4.

NN (1996) Kimpraswil (2005) Marsum, dkk. (2004) Sugeng Abdullah (2005)

PRODUKSI AIR TAWAR 4,66 liter/hari/m2 6-8 liter/hari 4,161 liter/hari/m2 3,866 liter/hari/m2

Perbedaan volume air tawar yang dihasilkan dari berbagai destilator tenaga surya ini dapat terjadi karena kemungkinan kondisi dan variable penelitian yang dilakukan berbeda. Sebagaimana disebutkan dalam Bab I bahwa hasil penguapan sangat dipengaruhi banyak variable. Variabel dimaksud adalah suhu, intensitas sinar matahari, kecepatan angin, luas ruang pemanas, ketebalan air pada ruang pemenas, asupan air pada ruang pemanas, karakteristik air laut, dan lokasi / penempatan destilator. Apabila terjadi satu variabel saja berbeda maka hasilnya dapat saja berbeda. Sayangsekali, peneliti tidak mendapatkan gambaran detail penelitian yang dilakukan oleh NN (1996) atau oleh Kimpraswil. Apalagi waktu pelaksaan penelitian ini (Maret – April 2005) berbarengan dengan musim penghujan sehingga panas matahari yang didapat dalam kondisi minimal. Pada masa ini kondisi laju evaporasi dalam keadaan rendah (Lakitan, B. 2002). Variasi laju evaporasi pada berbagai ketinggian dan waktu (bulan) di Indonesia dapat dilihat pada gambar 3.1. berikut ini :

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta

Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005.

p.54

Lakitan halaman 134

Perbedaan lama sinar matahari yang menimpa destilator tenaga surya akan mempengaruhi jumlah uap air yang diproduksi. Jumlah energi panas yang terkumpul dalam rumah kaca bergantung pada lama penyinaran dari sinar matahari. Lakitan, B. (2002) menyatakan bahwa untuk daerah tropis yakni daerah dekat equator sampai dengan 23,5oLU lama penyinaran >12 jam. Banyaknya penyinaran sinarmatahari akan menentukan jumlah energi panas yang mampu menguapkan air. Proses penguapan hanya akan berlangsung jika air (dalam bentuk cair) menerima masukan energi. Jumlah energi yang dibutuhkan untuk menguapkan air adalah sebesar 0,495 g.m-3. oK-1. jumlah energi yang dibutuhkan ini disebut sebagai panas laten untuk evaporasi (latent heat of vaporization). Jumlah energi yang dibutuhkan untuk menguapkan 1 gram air pada suhu 20oC adalah sebesar 586 cal. Sedangkan untuk mencairkan 1 gram es pada suhu 0oC diperlukan energi sebesar 80 cal. Oleh karena itu jumlah air atau ketebalan air dalam destilator khususnya pada ruang pemanas atau evaporator akan berpengaruh terhadap kecepatan terjadinya uap air. Pada akhirnya akan berpengaruh terhadap jumlah air tawar yang dihasilkan. Ruang pemanas pada destilator tenaga surya akan memiliki temperatur yang lebih tinggi dibanding temperatur udara luar. Tabel 2.11 menunjukkan bahwa pada penelitian yang dilakukan diketahui ternyata temperatur udara dalam ruangan rata-rata

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta

Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005.

p.55

mencapai 43oC. Sedangkan temperatur udara luar rata-rata hanya 25oC. Ketika temperature udara luar 38oC , temperatur dalam destilator mencapai 77oC (record hari ke 23). Ini berarti selisih temperatur dalam destilator berkisar antara 72 % - 102% lebih tinggi dibanding temperatur udara luar. Fenomena terjadinya temperatur dalam destilator lebih tinggi dapat dijelaskan melalui pengetahuan Fisika yakni tentang perilaku atau sifat radiasi sinar matahari. Wisnubroro, S. (2004) mengatakan bahwa sinar matahari memiliki panjang gelombang ( λ ) antara 0,15 – 4 µm, dan hanya panjang gelombang ( λ ) antara 0,32 – 2 µm yang mampu menembus kaca transparan. Sifat unik sinar dengan panjang gelombang 0,32 – 2 µm adalah mampu menembus kaca transparan dengan membawa energi panas. Akan tetapi pada proses selanjutnya, dalam suatu rumah kaca, energi panas akan terakumulasi sehingga suhu rumah kaca akan bertambah tinggi. Hal ini terjadi karena adanya perubahan panjang gelombang dari 0,32 – 2 µm menjadi 3 - 80 µm. Akibatnya

adalah pada panjang gelombang

3 - 80 µm ini tidak mampu

menembus kaca. Ruang rumah kaca bertambah panas. Fenomena demikian sering disebut sebagai Green house effect (efek rumah kaca) yaitu suatu kondisi dimana suhu udara dalam rumah kaca lebih tinggi dari suhu udara lingkungan luar. 2. Jumlah orang yang dapat dilayani Hasil penelitian menunjukan bahwa ternyata destilator tenaga surya dengan disain seperti pada foto di Lampiran : 1, mampu menghasilkan air tawar dari air laut sebanyak 3,866 liter/hari/m2 (Tabel : 3.1.). Sesungguhnya apabila mencermati uraian pembahasan diatas, destilator tenaga surya dimaksud masih mampu memproduksi

air tawar dalam jumlah yang lebih banyak pada kondisi yang

mendukung. Kondisi yang dimaksud adalah apabila lama penyinaran matahari lebih

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta

Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005.

p.56

banyak dan intensitas radiasi lebih tinggi. Kondisi ini akan terjadi pada musim kemarau sekitar bulan Juni – September (Lakitan, B. 2004). Pada bulan – bulan ini sebagian besar wilayah Indonesia mengalami musim kemarau yang kering. Pada daerah tertentu seperti Gunung Kidul, DIY, ketersediaan air menjadi sangat langka. Oleh karena itu pemanfaatan destilator tenaga surya menjadi layak dipertimbangkan untuk digunakan di daerah sulit air seperti di Gunung Kidul atau daerah sulit air lainnya. Destilator tenaga surya memiliki keunggulan komparatif dalam hal penggunaan energi matahari yang murah dan melimpah. Persediaan alamiah energi panas matahari yang sustainable telah lebih dari cukup jika dimanfaatkan secara maksimal (Purnomo dan Adi, T.

1994). Disamping itu, destilator tenaga surya

memiliki disain dan konstruksi yang sederhana. Mudah dibuat dari bahan –bahan yang tersedia di desa oleh tenaga lokal. Hampir tidak diperlukan keahlian khusus untuk membuat dan mengoperasikan destilator tenaga surya dimaksud. Apabila dibuat destilator tenaga surya dengan disain dan ukuran seperti yang dilakukan peneliti (lihat foto di Lampiran : 1), akan mempu menghasilkan air tawar 3,866 liter/hari/m2. Volume ini terlalu kecil untuk mencukupi kebutuhan minimal air bersih.

Kebutuhan air minimal untuk daerah perdesaan

menurut standar WHO

adalah sebesar 60 liter/orang/hari (Sanropie, D. dkk, 1984). Menurut Irianto, K. dan Waluyo, K. (2004) setiap hari selama 24 jam manusia membutuhkan asupan air sekitar 2,5 liter. Irianto, K. dan Waluyo, K. (2004) mengemukakan bahwa kebutuhan air yang dimasukan dalam tubuh tergantung dari jumlah air yang dikeluarkan tubuh. Air yang dimasukan dalam tubuh dapat berupa air minum, makanan dan buah-buahan. Pengeluaran air dari tubuh sebagai bentuk sisa metabolisme atau karena penyakit

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta

Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005.

p.57

tertentu. Penderita penyakit muntah berak (Cholera) akan mengeluarkan banyak cairan dari dalam tubuh. Kekurangan cairan dari dalam tubuh dapat menyebabkan dehidrasi yang dapat mengakibatkan kematian. Air didalam tubuh memiliki fungsi (a). membantu proses pencernaan yang memungkinkan terjadinya rekasi biokimia dalam tubuh, (b). menjaga kerja alat tubuh tidak terganggu dan (c). membuang zat sisa dari dalam tubuh serta menjaga suhu tubuh agar tetap normal. Produksi air tawar dari satu unit destilator tenaga surya berukuran 1m2 yang diteliti adalah 3,866 liter/hari/m2. Ini berarti cukup untuk melayani kebutuhan air minum lebih dari satu orang, dimana kebutuhan air minum untuk satu orang adalah 2,5 liter/24 jam (Irianto, K. dan Waluyo, K. 2004). Secara matematik dapat dihitung bahwa

satu unit destilator ukuran 1m2 mampu melayani kebutuhan air minum

sebanyak 3,866 / 2,5 = 1,55 orang. Apabila diasumsikan dalam satu keluarga / rumah tangga terdiri dari ayah, ibu dan dua orang anak, maka diperlukan destilator tenaga surya dengan luas (4 x 2,5)/3,866 = 2,6 m2. Seperti yang telah diuraikan dimuka, bahwa kebutuhan air untuk keperluan rumah tangga di perdesaan minimal 60 liter/orang/hari (Sanropie, D. dkk, 1984). Selanjutnya dapat dihitung bahwa destilator tenaga surya hanya mampu untuk mencukupi kebutuhan air bagi 0,65 orang (3,866/60). Jika hanya mengandalkan destilator tenaga surya untuk mencukupi kebutuhan airnya, maka secara matematik dapat dihitung luas destilator yang dibutuhkan adalah 60/3,886 = 15,44 m2/orang. Luas destilator 15,44 m2 ini akan memakan lahan yang amat besar untuk sebuah rumah tangga dengan anggota 4 orang, yaitu 15,44 x 4 = 61,76 m2. Oleh karena itu penerapannya masih sulit untuk dilaksanakan. Masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk membuat disain destilator tenaga surya dengan luasan minimal dan hasil maksimal. Namun demikian perlu ditegaskan kembali bahwa dalam kondisi sulit air,

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta

Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005.

p.58

pemanfaatan destilator tenaga surya tetap dapat dianjurkan untuk semata-mata pemenuhan kebutuhan air minum. Kontinuitas ketersediaan air minum dengan pemanfaatan destilator tenaga surya

dapat dijamin. Selama 24 jam

penguapan air akan selalu terjadi dalam

destilator, sehingga produksi air tawar akan selalu mengalir secara kontinyu. Analisis ekonomi perlu dilakukan untuk mengetahui secara rinci ongkos produksi setiap satu liter air minum yang dihasilkan dan mengetahui kapan terjadi break even point (BEP). Sebagai perbandingan, harga air minum setara air suling yang dipasaran menggunakan merk Pure adalah Rp 500 – Rp 600 per liter. Ini berarti produksi air tawar dari destilator tenaga surya adalah seharga 3,866 x 500 = Rp 1.943,- per hari. (minimal). Lebih murah dibandingkan dengan air minum dalam kemasan (± Rp 1.500,- /liter) dan lebih mahal dibanding dengan air minum isi ulang (± Rp 185,- / liter). Harga air yang mahal akan menyebabkan penggunaan air yang sedikit. Sedikitnya jumlah air yang tersedia atau yang mampu digunakan sangat riskan memicu hadirnya penyakit yang di kategorikan sebagai water washed diseases. Air akan mengandung mikroorganisme sebagai akibat kurangnya air bersih, sehingga air yang sedikit tersebut digunakan untuk mencuci anggota badan atau lainya berulangkali. Rendahnya tingkat kebersihan perorangan (personal hygiene) turut mendukung kejadian water washed diseases. Penyakit yang digolongkan sebagai water washed diseases, diantaranya adalah Scabies, Conjungtivitis. Idealnya, sebuah instalasi pengolahan air harus mampu memberikan hasil olahan berupa air bersih / air minum yang memenuhi syarat. Persyaratan yang dimaksud meliputi syarat kuantitas, kualitas, kontinyuitas dan ekonomis. Syarat kuantitas dimaksud adalah terpenuhinya jumlah kebutuhan air minimal bagi

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta

Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005.

p.59

komunitas yang akan dilayani. Destilator tenaga surya ukuran 1m2 hanya mampu menghasilkan air 3,866 ml/hari. Ini berarti belum memenuhi syarat kuantitas. Agar dapat memenuhi syarat kuantitas ini maka ukuran destilator harus ditambah sesuai dengan perhitungan yang telah diuraikan diatas. Pemenuhan syarat kualitas air adalah bahwa suatu instalasi pengolah harus mampu memproduksi air yang tidak berbau, tidak berasa, tidak berwarna, tidak mengandung bahan berbahaya dan tidak mengandung bibit penyakit, serta harus mengandung unsur-unsur yang diperlukan tubuh.

Kadar masing-masing-masing-

masing unsur pada air yang memenuhi syarat kualitas ditetatpkan berdasarkan standar atau bakumutu yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Baku mutu air minum yang ditetapkankan oleh pemerintah yang berlaku sekarang ini adalah Peraturan Menteri Kesehatan

No.:

416/Menkes/Per/IX/1990

Kepmenkes

No.:

907/MENKES/SK/VII/2002 Tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum. Syarat kontinyuitas adalah ketersediaan air secara kontinyu. Instalasi pengolahan air

harus mampu menyediakan secara terus-menerus selama 24 jam

sehari sesuai fluktuasi penggunaan air. Apabila ketersediaan air melimpah pada saat tertentu, akan tetapi pada saat yang lain tidak tersedia sama sekali, hal ini berarti tidak memenuhi syarat kontinyuitas. Salah satu strategi untuk mengatasi kelangkaan air pada saat tertentu adalah dengan membangun tandon air atau reservoir yang volumenya diperhitungkan sesuai jumlah total kebutuhan dan fluktuasi pemakaian. Kontinyuitas produksi air tawar menggunakan destilator tenaga surya sangat bergantung pada sifat penguapan pada air. Menurut Lakitan, B. (2002), proses penguapan air terjadi pada suhu berapapun. Semakin tinggi temperatur akan semakin besar terjadi penguapan air. Penguapan air terintinggi terjadi pada titik didih air, yakni

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta

Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005.

p.60

pada temperature 100oC. Temperatur terendah pada saat penelitian berlangsung tercatat 18oC. Pada temperatur18oC ini secara teoritis dapat dipastikan bahwa di dalam destilator tetap berlangsung proses penguapan. Hasil pengamatan selama penelitian menunjukan bahwa produksi air tawar dari destilator tenaga surya dapat berlangsung secara kontinyu, yakni terus-menerus meneteskan air selama 24 jam. Hal ini menunjukan bahwa destilator tenaga surya dapat memenuhi persyaratan kontinyuitas dalam penyediaan air minum. Syarat ekonomis yang dimaksud adalah bahwa suatu instalasi pengolah air harus mampu memproduksi air dengan harga yang dapat dijangkau oleh masyarakat pengguna. Berdasarkan komparasi harga seperti yang telah diuraikan pada alenia terdahulu, diketahui bahwa harga air produksi destilator tenaga surya tersebut lebih murah dibandingkan dengan air minum dalam kemasan (± Rp 1.500,- /liter) dan lebih mahal dibanding dengan air minum isi ulang (± Rp 185,- / liter).

3. Kualitas air tawar yang dihasilkan (kadar garam) Kualitas air tawar (destilant) yang dihasilkan oleh destilator tenaga surya secara lengkap dapat dilihat kembali pada Tabel 2.9. dan Tabel 2.10. Secara singkat rata-rata kualitas sample air laut dan air destilant dapat dilihat dalam Tabel 2.10. Dari tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa kualitas air destilant untuk parameter yang dianalisa telah memenuhi syarat sebagai air bersih maupun air minum sesuai

Permenkes

No.:

416/Menkes/Per/IX/1990

tentang

Syarat-syarat

dan

Pengawasan Kualitas Air dan Kepmenkes No.: 907/MENKES/SK/VII/2002 Tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum. Kualitas air tawar yang dihasilkan setara dengan aquades (air suling). Semua impurities yang ada dalam air laut dapat dihilangkan dengan proses destilasi. Pada

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta

Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005.

p.61

proses penguapan air dimana terjadi perubahan bentuk air dari bentuk cair menjadi bentuk gas, secara otomatis akan terjadi perubahan berat jenis (BJ) dari air tersebut. Berat jenis air dalam bentuk uap (BJ uap) akan lebih kecil dari Berat jenis air dalam bentuk cair (BJ cair). Ketika terjadi penguapan air maka unsur-unsur penyusun air alam dan berbagai impurities (berupa unsur logam, garam, bahan padat, dan lain-lain) yang memiliki BJ lebih besar dari BJ uap akan tertinggal sebagai refinat atau residu. Temperatur yang ada dalam destilator tenaga surya mampu mencapai 77oC. Pada temperatur ini bibit penyakit dapat dilemahkan bahkan dapat dimatikan dalam waktu yang relatif lama melalui mekanisme pasteurisasi. Sinar ultra violet yang ada pada sinar matahari juga terbukti mampu membunuh bibit penyakit tertentu. Kendatipun tidak dilakukan pengujian bakteriologis pada air tawar hasil penelitian ini, namun secara terotis dapat dinyatakan air suling bebas dari bakteri. Hal ini dapat dimaklumi sesuai dengan penjelasan uraian diatas. Apabila dicermati lebih lanjut tentang perilaku dan sifat dari penguapan air, maka dapat difahami fenomena turunnya kadar kadar Chlorida menjadi 0 mg/lt dari 34.000 mg/lt. Selanjutnya juga bisa dianalogikan bahwa air laut sama dengan air tercemar atau air limbah, sehingga destilator tenaga surya dapat digunakan untuk mengolah limbah yang tercemar menjadi air bersih. Pemanfaatan destilator tenaga surya untuk pengolahan air limbah, dapat berfungsi sebagai sarana untuk melakukan proses daur ulang air limbah sehingga bisa digunakan kembali (recycle). Betapapun kontribusinya masih amat kecil, upaya daur ulang limbah cair menggunakan destilator tenaga surya patut dipertimbangkan. Upaya ini akan mereduksi volume air limbah dan sekaligus dapat manghemat penggunaan air bersih.

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta

Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005.

p.62

Beberapa keunggulan komparatif dari destilataor tenaga surya untuk pengolahan air atau air limbah diantaranya adalah sederhana, murah, fleksibel dan ramah lingkungan. Destilator tenaga surya merupakan instalasi pengolahan air yang sederhana karena hanya berupa unit pengolah tunggal. Berbeda dengan unit pengolahan air lainnya yang membutuhkan unit pengolah pendukung. Unit pengolah pendukung yang lazim digunakan dalan instalasi pengolahan air konvensional adalah meliputi screening, pra sedimentation, koagulasi-flokukasi, sedimentasi, filtrasi dan desinfeksi. Semua unit pengolah pendukung tersebut memiliki system operasi dan disain yang tidak sederhana. Bandingkan dengan unit destilator tenaga surya seperti tampak pada foto terlampir dengan disain yang sangat simple. Destilator tenaga surya merupakan unit pengolahan air yang murah, karena didalam pengoperasiannya tidak dibutuhkan bahan-bahan kimia. Sumber energi yang digunakan berasal dari sinar matahari yang melimpah dan dapat diperoleh di semua wilayah di Indonesia dengan gratis. Biaya konstruksinya juga relative sangat murah dibandingkan dengan unit pengolahan air konvensional. Didalam pengoperasiannya juga tidak dibutuhkan tenaga terlatih, sehingga relative tidak dibutuhkan biaya pengoperasian. Destilator tenaga surya juga fleksibel bisa dirancang moveable, dapat dipindah-pindah sesuai dengan lokasi yang membutuhkan. Destilator juga dapat dibuat dengan system modul, yakni dengan merangkai

beberapa unit destilator

ukuran kecil menjadi satu rangkaian destilator serial atau parallel. Diantara keuntungan rangkaian seri atau parallel dari destilator ini ialah dapat disesuaikan jumlah produksi air tawar yang diinginkan dan dapat dipindahkan dengan mudah. Rangkaian destilator secara seri atau parallel juga dapat dirancang bersifat knock down yang dapat dibongkar-pasang dengan cepat dan akurat. Melalui rancangan

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta

Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005.

p.63

seperti diuraiakan diatas diharapkan destilator tenaga surya dapat digunakan sebagai alternative mengatasi kelangkaan air di suatu daerah, dimana pada waktu yang lain dapat dipindahkan lagi ke tempat yang lebih memerlukannya. Destilator tenaga surya merupakan unit pengolahan air yang ramah lingkungan. Energi yang digunakan berasal dari sinar matahari, sehingga tidak mengakibatkan terjadinya pencemaran dan tidak menimbulkan kegaduhan seperti bunyi mesin mekanis atau motor listrik. Sinar matahari merupakan sumber energi yang tak terbatas, sehingga ekploitasi sinar matahari tidak akan menimbulkan pengurangan sumber daya alam. Bahan baku yang digunakan dalam destilator tenaga surya ini berasal dari air laut, yang bisa dikatatan sebagai sumber daya tidak terbatas. Pemanfaatan destilator dan sumber daya alam dengan kondisi seperti diatas tentu tidak akan menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan. Pemanfaatan destilator tenaga surya ini memilik arti penting dalam upaya pengamalan UUPLH No 23 Tahun 1997, terutama yang berhubungan dengan Pasal 4 huruf e, yang berbunyi "Sasaran pengelolaan lingkungan hidup adalah terkendalinya pemanfaatan sumberdaya secara bijaksana". Didalam pengoperasiannya destilator tenaga surya tidak digunakan bahanbahan kimia, sehingga tidak akan menghasilkan limbah yang membahayakan lingkungan. Limbah dari destilator tenaga surya ini berupa air dengan kadar garam yang lebih tinggi. Limbah yang berupa air dengan kadar garam yang tinggi ini dapat disebut sebagai garam cair dan apabila terus diuapkan akan menghasilkan kristal garam. Garam cair atau kristal garam dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, misalnya untuk pembuatan ikan asin. Apabila dibandingkan dengan system pengolahan air konvensional, dimana dalam pengoperasiannya diperlukan sumber energi listrik dan bahan-bahan kimia,

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta

Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005.

p.64

maka destilator tenaga surya dapat dikatakan sebagai sebuah unit pengolah air yang ramah lingkungan. Destilator tenaga surya diketahui memiliki keunggulan komparatif seperti telah diuraikan diatas. Akan tetapi masih menyisakan beberapa kelemahan diantaranya adalah untuk memproduksi air tawar dalam jumlah yang besar masih belum memungkinkan. Untuk produksi air tawar dalam jumlah yang besar dan cepat diperlukan lahan yang luas. Menurut David Faiman (Meyers, 1992) problem utama yang menyebabkan destilator tenaga surya tidak popular adalah menyangkut disain yang membutuhkan lahan luas.

Jadi

destilator tenaga surya belum mampu

menyediakan air tawar dalam waktu cepat dalam jumlah yang banyak. 4. Penurunan kadar garam pada destilator tenaga surya Penurunan (efisiensi removal) kadar garam pada destilator tenaga surya ini dapat dihitung berdasarkan persentase penurunan kadar garam setelah melalui alat dimaksud.. Dari tabel 2.10 dapat dihitung bahwa prosentase penurunan kadar garam setelah melewati model adalah 100% yang berarti sangat efisien (lihat difinisi operasional). Ini berarti bahwa semua garam yang ada di air laut dapat dihilangkan atau dalam hal ini tidak ikut terbawa dalam air destilant. Sebagaimana dijelaskan pada pembahasan diatas bahwa pada proses penguapan air akan terjadi perubahan bentuk air dari bentuk cair menjadi bentuk gas, secara otomatis akan terjadi perubahan berat jenis (BJ) dari air tersebut. Ketika terjadi penguapan air maka unsur-unsur penyusun air alam dan berbagai impurities (berupa unsur logam, garam, bahan padat, dan lain-lain) yang memiliki BJ lebih besar dari BJ uap akan tertinggal sebagai residu, dan uap yang lebih ringan akan naik dan mengembun menjadi air yang bersih setara aquades dengan kadar garam 0% (0 mg/lt).

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta

Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005.

p.65

Kadar garam pada air tawar hasil destilasi sebesar 0 mg/l (0%), membuktikan bahwa semua garam tertinggal sebagi residu atau refinat. Ini berarti cairan residu atau refinat memiliki kadar garam yang lebih tinggi dari air laut. Kondisi ini memungkinkan untuk memanfaatkan cairan residu sebagai bahan baku pembuatan garam. Kadar garam pada cairan untuk bahan baku pembuatan garam yang efisien adalah 70% (http://gaky.promosikesehatan.com). Oleh karena itu diperlukan penjenuhan dengan cara menguapkan air sebanyak-banyaknya. Pada penelitian ini tidak dilakukan pengamatan lama waktu yang diperlukan untuk menguapkan air sehingga air laut memiliki kadar garam menjadi 70%. Bila data ini tersedia, tentu akan sangat menguntungkan untuk perhitungan dan kemungkinan aplikasi penyediaan garam cair. Garam cair dapat dimanfaatkan untuk pembuatan ikan asin bagi para nelayan. Dengan demikian penggunaan destilator tenaga surya dapat memberikan efek ganda berupa tersedianya air minum dari air laut, dan sekaligus diperoleh residu berupa garam cair. Air laut alami secara umum memiliki kadar garam 35%. Untuk memperoleh kadar garam air laut menjadi 70 %, secara matematis dapat diperhitungkan. Caranya adalah memanaskan atau menguapkan air laut dengan volume 1 liter sehingga volumenya turun menjadi 0,5 liter.

Waktu yang diperlukan untuk menurunkan

volume air laut sehingga tinggal separuhnya, masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut. Penilitian tentang pemanfaatan destilator tenaga surya yang dapat berfungsi ganda yakni menghasilkan air tawar sekaligus menghasilkan garam cair (kadar garam >70%) perlu dilakukan dengan pengamatan terhadap beberapa variable yang mempengaruhinya. Diantara variable yang perlu di teliti lebih lanjut adalah : lama penyinaran dan

penguapan sampai dengan memperoleh

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta

kadar garam > 70%,

Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. intensitas sinar matahari,

p.66

kecepatan angin yang mempengaruhi temperature

lingkungan, kedalaman / ketebalan air dalam ruang pemanas, macam dan ketebalan bahan transparent pada destilator, kapasitas produksi air tawar pada setiap saat (jam, hari, bulan). Apabila hal ini dapat dilakukan, maka akan diperoleh informasi yang berguna untuk pengembangan lebih lanjut tentang disain destilator tenaga surya, serta pemanfaatannya yang lebih beragam.

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta

Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005.

p.67

BAB IV SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan 1. Kuantitas air tawar yang dihasilkan destilator tenaga surya pada waktu penelitian adalah 3,866 liter/hari/m2. 2. Jumlah orang yang dapat dilayani dengan destilator tenaga surya ukuran 1m2, berdasarkan perhitungan

matematik adalah

1,55 orang (untuk pemenuhan

kebuthan air minum mutlak), atau 0,65 orang (untuk pemenuhan kebutuhan air bersih perdesaan). 3. Kualitas air tawar yang dihasilkan destilator tenaga surya memiliki kadar garam 0,00 mg/l (0 %). 4. Penurunan kadar garam (efisiensi removal) pada destilator tenaga surya adalah 100 % (sangat efisien). B. Saran 1.

Perlu dipertimbangkan pemanfaatan destilator tenaga surya untuk sarana pengolahan / penyediaan air minum di daerah sulit air.

2.

Perlu adanya analisis ekonomi tentang biaya produksi dan break even point (BEP) dari destilator tenaga surya.

3.

Perlu dikembangkan penelitian sejenis sehingga diperoleh informasi kemungkinan aplikasi destilator tenaga surya untuk pengolahan air limbah dan pembuatan garam cair.

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta

Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005.

p.68

DAFTAR PUSTAKA

Anonim (2004), Peraturan Perundang-undangan, Focusmedia, Bandung. Anonim (2003), Oxford Dictionary, New Edition, Oxford University Press. Anonim (1995), Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi II, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Balai Pustaka, Jakarta. Bailey, LA , at .all. (1978), Chemistry of The Environment, Academic Press, NY Batan

(2004), Multi Effect Distillation (Med), http://Www.Batan.Go.Id/ P2en/Web%20rse/Web%20rse/Pendahuluan02.Htm

Brinkworth, BJ (1972), Solar energy for man, Comton Press California Regional Water Quality Control Board (2004), Salton Sea Water Quality, Colorado River Basin, Palm Desert, California HarjaSoemantri, K (2002), Hukum Tata Lingkungan, Edisi VII, Gadjah Mada Uninersity Press, Yogyakarta. Irianto, K. dan Waluyo, K. (2004), Gizi dan Pola Hidup Sehat, CV Yrama Widya, Jakarta. Lakitan, B. (2004), Dasar-dasar klimatologi, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Linsley, RK dan Franzini, BJ. (1995), Teknik sumber daya air, Penerbit Erlangga, Jakarta. Lenihan , John & Wiiliam W Fletcher (1976), Energy resources and the environment, Volume 1, Academic Press, NY. Marsum (1990), Diktat Praktikum Kimia Lingkungan, APK-TS Purwokerto, Purwokerto Marsum (1997), Diktat Praktikum Kimia Lingkungan, AKL Depkes Purwokerto, Purwokerto Marsum, Abdullah, S., Widiyanto, A. (2004), Efisiensi model destilator tenaga surya dalam memproduksi air tawar dari air laut, Poltekkes Depkes RI Semarang, Semarang. Meyers, R.A. (1992), Encyclopedia of physical science and technology, 2nd edition Volume 5, Academic press, New York.

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta

Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005.

p.69

NN (1976), Appropriate Technology, Brace Research Institute, Ottawa Canada Rahardjo, R. Arif Setyo (2004), Studi Pengelolaan Air Minum Isi Ulang Pada Depot Air Minum Isi Ulang Di Kabupaten Banyumas Tahun 2004, Jurusan Kesehatan Lingkungan Purwokerto - Politeknik Kesehatan Semarang. Salvato, JA (1972), Environmental Engineering and Sanitation, John Willy & Sons, New York. Santika ,Sri S. dan Alaert, G. (1984), Metode Penelitian Air, Usaha Nasional, Surabaya Sanropie, D., Sumini, AR.,Margono, Sugiharto, Purwanto, S., Ristanto, B. (1984), Penyediaan air bersih, Pusdiknakes Depkes RI, Jakarta Shadily, Hasan (1984), Ensiklopedia Indonesia, Ikhtiar Baru – Van Hoeve, Jakarta Sri Redjeki ( 2004), Desalinasi Air Payau Dengan Proses Elektrodialisis, Jurusan Teknik Kimia Upn “Veteran” Jawa Timur, [email protected] Sukarta, Ida (1984), Kimia Analitik, LPPU-ITB, Bandung Sukarta, Ida (1984), Kimia dasar, LPPU-ITB, Bandung Vulkan & Verlag Essen (1978), Sea Water and Sea Water Destilation, Homig, HE. Wisnubroro, S. (2004), Meteorologi Pertanian Indonesia, Fakultas Pertanian UGM, Yogyakarta

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta

Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. Lampiran

Gambar 1 Pengambilan sampel air laut di pantai Widara Payung, Cilacap. (Samudera Hindia)

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta

p.70

Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005.

Gambar 2 Petugas laboratorium sedang melakukan pengukuran

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta

p.71

Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005.

p.72

Sinar matahari

Butir embun

Uap air

inlet

Air laut pada ruang pemanas

Air tawar yg tertampung

Gambar 3 : Model Destilator Tenaga Surya Keterangan gambar : 1. Model destilator dibuat sebanyak 1 buah, dari bahan kayu yang dibalut / dilapisi resin dan fiber. Penutup transparan dari kaca dengan tebal 5,0 Mm 2. Bentuk ruang pemanas destilator adalah empat persegi panjang dengan ukuran (a) 50 x 100 Cm, dengan luas 5000 Cm2, 3. (b) 100 x 100 Cm, dengan luas 10.000 Cm2 4. (c) 100 x 150 Cm, dengan luas 15.000 Cm2 5. Kemiringan kaca penutup 45 derajat. 6. Kedalaman air laut dalam ruang pemanas destilator 2,0 Cm 7. Bagian sisi tinggi dan sisi rendah, ketinggiannya disesuaikan / diperhitungkan dengan kemiringan 45 derajat.

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta

Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005.

p.73

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN RI NOMOR 907/MENKES/SK/VII/2002 TANGGAL 29 JULI 2002 TENTANG SYARAT-SYARAT DAN PENGAWASAN KUALITAS AIR MINUM

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, perlu dilaksanakan berbagai upaya kesehatan termasuk pengawasan kualitas air minum yang dikonsumsi oleh masyarakat; b. bahwa agar air minum dikonsumsi masyarakat tidak menimbulkan gangguan kesehatan perlu menetapkan persyaratan kesehatan kualitas air minum; c. bahwa sehubungan dengan huruf a dan b tersebut diatas perlu ditetapkan Keputusan Menteri Kesehatan tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum. Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (LN Tahun 1984 Nomor 20, TLN Nomor 3273); 2. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman (LN Tahun 1992 Nomor 23, TLN Nomor 3469); 3. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (LN Tahun 1992 Nomor 100, TLN Nomor 3495); 4. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (LN Tahun 1999 Nomor 42, TLN Nomor 3821); 5. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (LN Tahun 1999 Nomor 60, TLN Nomor 3839); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1982 tentang Tata Pengaturan Air (LN Tahun 1982 Nomor 37, TLN Nomor 3225); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (LN Tahun 1999 Nomor 59, TLN Nomor 3838); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Pemerintah Propinsi sebagai Daerah Otonom (LN Tahun 2000 Nomor 54, TLN Nomor 3952); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Atas Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (LN Tahun 2001 Nomor 41, TLN Nomor 4190); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Pencemaran Air dan Pengendalian Pencemaran Air (LN Tahun 2001 Nomor 153, TLN Nomor 4161); 11. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1277/Menkes/SK/XI/2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan.

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta

Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005.

p.74

MEMUTUSKAN : Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG SYARAT-SYARAT DAN PENGAWASAN KUALITAS AIR MINUM. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan : 1. Air Minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. 2. Samepl Air adalah air yang diambil sebagai contoh yang digunakan untuk keperluan pemeriksaan laboratorium. 3. Pengelola Penyediaan Air Minum adalah Badan Usaha yang mengelola air minum untuk keperluan masyarakat. 4. Dinas Kesehatan adalah Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. BAB II RUANG LINGKUP DAN PERSYARATAN Pasal 2 (1) Jenis air minum meliputi : a. Air yang didistribusikan melalui pipa untuk keperluan rumah tangga; b. Air yang didistribusikan melalui tangki air; c. Air Kemasan; d. Air yang digunakan untuk produksi bahan makanan dan minuman yang disajikan kepada masyarakat; harus memenuhi syarat kesehatan air minum. (2) Persyaratan kesehatan air minum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi persyaratan bakteriologis, kimiawi, radioaktif dan fisik. (3) Persyaratan kesehatan air minum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran I Keputusan ini. BAB III PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 3 Menteri Kesehatan melakukan pembinaan teknis terhadap segala kegiatan yang berhubungan dengan penyelenggaraan persyaratan kualitas air minum. Pasal 4 (1) Pengawasan kualitas air minum Kabupaten/Kota melalui kegiatan :

dilaksanakan

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta

oleh

Dinas

Kesehatan

Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005.

p.75

a. Inspeksi sanitasi dan pengambilan sampel air termasuk air pada sumber air baku, proses produksi, jaringan distribusi, air minum isi ulang dan air minum dalam kemasan. b. Pemeriksaan kualitas air dilakukan di tempat/di lapangan dan atau di laboratorium. c. Analisis hasil pemeriksaan laboratorium dan pengamatan lapangan. d. Memberi rekomendasi untuk mengatasi masalah yang ditemui dari hasil kegiatan a, b, c yang ditujukan kepada pengelola penyediaan air minum. e. Tindak lanjut upaya penanggulangan/perbaikan dilakukan oleh pengelola penyedia air minum. f. Penyuluhan kepada msyarakat (2) Pengawasan kualitas air dilakukan secara berkala sekurang-kurangnya setiap 3 (tiga) bulan (3) Hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilaporkan secara berkala oleh Kepala Dinas kepada Bupati/Wali Kota (4) Tata cara penyelenggaraan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) tercantum pada Lampiran II Keputusan ini. Pasal 5 (1) Dalam pelaksanaan pengawasan kualitas airminum, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat menentukan parameter kualitas air yang akan diperiksa, sesuai dengan kebutuhan dan kondisi daerah tangkapan air, instansi pengolahan air dan jaringan perpipaan. (2) Pemilihan parameter sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah dilakukan pemeriksaan kondisi awal kualitas air minum dengan mengacu pada Lampiran II Keputusan ini. Pasal 6 Pemeriksaan sampel air minum dilaksanakan di laboratorium pemeriksaan kualitas air yang ditunjuk oleh Pemerintah Kabupaten/Kota. Pasal 7 (1) Dalam keadaan khusus/darurat dibawah pengawasan Pemerintah Kabupaten/Kota, apabila terjadi penyimpangan dari syarat-syarat kualitas air minum yang ditetapkan dibolehkan sepanjang tidak membahayakan kesehatan.. (2) Keadaan khusus/darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu suatu kondisi yang tidak seperti keadaan biasanya, dimana telah terjadi sesuatu diluar keadaan normal misalnya banjir, gempa bumi, kekeringan dan sejenisnya. Pasal 8 Pemerintah Kabupaten/Kota dalam melakukan pengawasan dapat mengikutsertakan instansi terkait, asosiasi pengelola air minum, lembaga swadaya masyarakat dan organisasi profesi yang terkait.

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta

Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005.

p.76

Pasal 9 (1) Pengelola penyediaan air minum harus : a. menjamin air minum yang diproduksinya memenuhi syarat kesehatan dengan melaksanakan pemeriksaan secara berkala memeriksa kualitas air yang diproduksi mulai dari : - pemeriksaan instalasi pengolahan air; - pemeriksaan pada jaringan pipa distribusi; - pemeriksaan pada pipa sambungan ke konsumen; - pemeriksaan pada proses isi ulang dan kemasan; b. melakukan pengamanan terhadap sumber air baku yang dikelolanya dari segala bentuk pencemaran berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku. (2) Kegiatan pengawasan oleh pengelola sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai pedoman sebagaimana terlampir dalam Lampiran III Keputusan ini. BAB IV PEMBIAYAAN Pasal 10 Pembiayaan pemeriksaan sampel air minum sebagaimana dimaksud dalam Keputusan ini dibebankan kepada pihak pengelola air minum, pemerintah maupun swasta dan masyarakat, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB V SANKSI Pasal 11 Setiap Pengelola Penyedia Air Minum yang melakukan perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam Keputusan ini yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan masyarakat dan merugikan kepentingan umum dapat dikenakan sanksi administratif dan/atau sanksi pidana berdasarkan peraturan yang berlaku. BAB VI KETENTUAN PERALIHAN Pasal 12 Semua Pengelola Penyedia Air Minum yang telah ada harus menyesuaikan dengan ketentuan yang diatur dalam Keputusan ini selambat-lambatnya dalam waktu 2 (dua) tahun setelah ditetapkannya Keputusan ini. Pasal 13 Ketentuan pelaksanaan Keputusan Menteri Kesehatan ini, ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Daerah.

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta

Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005.

p.77

BAB VII KETENTUAN PENUTUP Pasal 14 Dengan ditetapkannya Keputusan ini, maka Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416/MENKES/Per/IX/1990 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air, sepanjang menyangkut air minum dinyatakan tidak berlaku lagi. Pasal 15 Peraturan ini berlaku sejak ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 29 Juli 2002 MENTERI KESEHATAN RI, ttd. Dr. ACHMAD SUJUDI

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta

Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005.

p.78 LAMPIRAN I

PERSYARATAN KUALITAS AIR MINUM 1.

BAKTERIOLOGIS Parameter

Satuan

1

2

a. Air Minum E. Coli atau fecal coli

Kadar Maksimum yang diperbolehkan 3

Jumlah per 100 ml sampel

0

b. Air yang masuk sistem distribusi E. Coli atau fecal coli

Jumlah per 100 ml sampel

0

Total Bakteri Coliform

Jumlah per 100 ml sampel

0

c. Air pada sistem distribusi E. Coli atau fecal coli

Jumlah per 100 ml sampel

0

Total Bakteri Coliform

Jumlah per 100 ml sampel

0

2.

Ket. 4

KIMIA A. Bahan-bahan inorganic (yang memiliki pengaruh langsung pada kesehatan)

Antimony Air raksa Arsenic Barium Boron Cadmium Kromium Tembaga Sianida Fluroride

Parameter

Satuan

1

2

Kadar Maksimum yang diperbolehkan 3

(mg/liter) (mg/liter) (mg/liter) (mg/liter) (mg/liter) (mg/liter) (mg/liter) (mg/liter) (mg/liter) (mg/liter)

0.005 0.001 0.01 0.7 0.3 0.003 0.05 2 0.07 1.5

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta

Ket. 4

Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. Timah Molybdenum Nikel Nitrat (sebagai NO3) Nitrit (sebagai NO2) Selenium

(mg/liter) (mg/liter) (mg/liter) (mg/liter) (mg/liter) (mg/liter)

p.79 0.01 0.07 0.02 50 3 0.01

B. Bahan-bahan inorganik (yang kemungkinan dapat menimbulkan keluhan pada konsumen) Parameter

Satuan

1

2

Ammonia Aluminium Chloride Copper Kesadahan Hidrogen Sulfide Besi Mangan pH Sodium Sulfate Padatan terlarut Seng

mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l

Kadar Maksimum yang diperbolehkan 3

Ket. 4

1.5 0.2 250 1 500 0.05 0.3 0.1 6,5 - 8,5 200 250 1000 3

C. Bahan-bahan organik (yang memiliki pengaruh langsung pada kesehatan) Parameter

Satuan

1

2

Kadar Maksimum yang diperbolehkan 3

(µg/liter) (µg/liter) (µg/liter) (µg/liter)

2 20 30 2000

(µg/liter) (µg/liter) (µg/liter)

5 30 50

Chlorinate alkanes carbon tetrachloride dichloromethane 1,2 -dichloroethane 1,1,1 -trichloroethane Chlorinated ethenes vinyl chloride 1,1 -dichloroethene 1,2 -dichloroethene

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta

Ket. 4

Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. Trichloroethene Tetrachloroethene Benzene Toluene Xylenes benzo[a]pyrene Chlorinated benzenes Monochlorobenzene 1,2 -dichlorobenzene 1,4 -dichlorobenzene Trichlorobenzenes (total) Lain-lain di(2-ethylhexy)adipate di(2-ethylhexy)phthalate Acrylamide Epichlorohydrin Hexachlorobutadiene edetic acid (EDTA) Nitriloacetic acid Tributyltin oxide

p.80

(µg/liter) (µg/liter) (µg/liter) (µg/liter) (µg/liter) (µg/liter)

70 40 10 700 500 0,7

(µg/liter) (µg/liter) (µg/liter) (µg/liter)

300 1000 300 20

(µg/liter) (µg/liter) (µg/liter) (µg/liter) (µg/liter) (µg/liter) (µg/liter) (µg/liter)

80 8 0.5 0.4 0.6 200 200 2

D. Bahan-bahan organik (yang kemungkinan dapat menimbulkan keluhan pada konsumen) Parameter

Satuan

1

2

Kadar Maksimum yang diperbolehkan 3

µg/l µg/l µg/l µg/l µg/l µg/l µg/l µg/l µg/l µg/l µg/l

24-170 20-1800 2-200 4-2600 10-12 1-10 0.3-30 5-50 600-1000 0.3-40 2-300

Toluene Xylene Ethylbenzene Styrene Monochlorobenzene 1.2 -dichlorobenzene 1.4 -dichlorobenzene Trichlorobenzenes (total) 2 -chlorophenol 2,4 -dichlorophenol 2,4,6 -trochlorophenol

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta

Ket. 4

Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005.

p.81

E. Pestisida Parameter

Satuan

1

2

Kadar Maksimum yang diperbolehkan 3

Alachlor Aldicarb aldrin/dieldrin Atrazine Bentazone Carbofuran Chlordane Chlorotoluron DDT 1,2 -dibromo-3-chloropropane 2,4 -D 1,2 -dichloropropane 1,3 -dichloropropane Heptachlor and Heptachlor epoxide Hexachlorobenzene Isoproturon Lindane MCPA Molinate Pendimethalin Pentachlorophenol Permethrin Propanil Pyridate Simazine Trifluralin Chlorophenoxy herbicides selain 2,4-D dan MCPA 2,4 -DB Dichlorprop Fenoprop Mecoprop 2,4,5 -T

(µg/liter) (µg/liter) (µg/liter) (µg/liter) (µg/liter) (µg/liter) (µg/liter) (µg/liter) (µg/liter) (µg/liter) (µg/liter) (µg/liter) (µg/liter) (µg/liter)

20 10 0.03 2 30 5 0.2 30 2 1 30 20 20 0.03

(µg/liter) (µg/liter) (µg/liter) (µg/liter) (µg/liter) (µg/liter) (µg/liter) (µg/liter) (µg/liter) (µg/liter) (µg/liter) (µg/liter)

1 9 2 2 6 20 9 20 20 100 2 20

(µg/liter) (µg/liter) (µg/liter) (µg/liter) (µg/liter)

90 100 9 10 9

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta

Ket. 4

Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005.

p.82

F. Desinfektan dan hasil sampingannya Parameter

Satuan

1

2

Kadar Maksimum yang diperbolehkan 3

Mg/l

3

Mg/l (µg/liter) (µg/liter) (µg/liter) (µg/liter) (µg/liter) (µg/liter) (µg/liter) (µg/liter)

5 25 200 200 900 100 100 60 200

(µg/liter) (µg/liter)

50 100

(µg/liter) (µg/liter) (µg/liter) (µg/liter) (µg/liter) (µg/liter)

10 90 100 1 70 25

Parameter

Satuan

1

2

Kadar Maksimum yang diperbolehkan 3

(Bq/liter) (Bq/liter)

0.1 1

Monochloramine di- and trichloramine Chlorine Bromate Chlorite 2,4,6 -trichlorophenol Formaldehyde Bromoform Dibromochloromethane Bromodichloro-methane Chloroform Chlorinated acetic acids Dichloroacetic acid Trichloroacetic acid Chloral hydrate (Trichloroacetal-dehyde) Dichloroacetonitrile Dibromoacetonitrile Trichloroacetonitrile Cyanogen chloride (sebagai CN) 3.

Ket. 4

RADIOAKTIFITAS

Gross alpha activity Gross beta activity

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta

Ket. 4

Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. 4.

p.83

FISIK Parameter

Satuan

1

2

Kadar Maksimum yang diperbolehkan 3

Parameter Fisik Warna Rasa dan bau

TCU -

15 -

Temperatur Kekeruhan

ºC NTU

Suhu udara ± 3 ºC 5

MENTERI KESEHATAN RI ttd. Dr. ACHMAD SUJUDI

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta

Ket. 4

Tidak berbau dan berasa

Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005.

p.84 LAMPIRAN II

TATA CARA PELAKSANAAN PENGAWASAN KUALITAS AIR MINUM Pengawasan kualitas air minum dalam hal ini meliputi : 1. Air minum yang diproduksi oleh suatu perusahaan, baik pemerintah maupun swasta yang didistribusikan ke masyarakat dengan sistem perpipaan. 2. Air minum yang diproduksi oleh suatu perusahaan, baik pemerintah maupun swasta, didistribusikan kepada masyarakat dengan kemasan dan atau kemasan isi ulang. Kegiatan pengawasan ini dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang meliputi : 1) Pengamatan lapangan atau inspeksi sanitasi : Pada air minum perpipaan maupun air minum kemasan, dilakukan pada seluruh unit pengolahan air minum, mulai dari sumber air baku, instalasi pengolahan, proses pengemasan bagi air minum kemasan, dan jaringan distribusi sampai dengan sambungan rumah bagi air minum perpipaan. 2) Pengambilan sampel : Jumlah, frekuensi dan titik sampel air minum harus dilaksanakan sesuai kebutuhan, dengan ketentuan minimal sebagai berikut : a) Untuk Penyediaan Air Minum Perpipaan : (1) Pemeriksaan kualitas baktriologi : Jumlah minimal sampel air minum perpipaan pada jaringan distribusi adalah : Produk yang dilayani

Jumlah minimal sampel per bulan

< 5000 jiwa 5000 s/d 10.000 jiwa > 100.000 jiwa

1 sampel 1 sampel per 5000 jiwa 1 sampel per 10.000 jiwa ditambah 10 sampel tambahan

(2) Pemeriksaan kualitas kimiawi : Jumlah sampel air minum perpipaan pada jaringan distribusi minimal 10% dari jumlah sampel untuk pemeriksaan bakteriologi. (3) Titik pengambilan sampel air : Harus dipilih sedemikian rupa sehingga mewakili secara keseluruhan dari sistem penyediaan air minum tersebut, termasuk sampel air baku. b) Untuk Penyediaan Air Minum Kemasan dan atau Kemasan isi ulang : Jumlah dan frekuensi sampel air minum harus dilaksanakan sesuai kebutuhan, dengan ketentuan minimal sebagai berikut :

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta

Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005.

p.85

(1) Pemeriksaan kualitas baktriologi : Jumlah minimal sampel air minum pada penyediaan air minum kemasan dan atau kemasan isi ulang adalah sebagai berikut : -Air baku diperiksa minimal satu sampel tiga bulan satu kali -Air dalam kemasan minimal dua sampel satu bulan satu kali (2) Pemeriksaan kualitas kimiawi : Jumlah minimal sampel air minum adalah sebagai berikut : -Air baku diperiksa minimal satu sampel enam bulan satu kali -Air dalam kemasan minimal satu sampel 3 bulan satu kali (3) Pemeriksaan kualitas air minum : Dilakukan di lapangan, dan di Laboratorium Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, atau laboratorium lainnya yang ditunjuk. (4) Hasil pemeriksaan laboratorium harus disampaikan kepada pemakai jasa, selambat-lambatnya 7 hari untuk pemeriksaan mikrobiologik dan 10 hari untuk pemeriksaan kualitas kimiawi. (5) Pengambilan dan pemeriksaan sampel air minum dapat dilakukan sewaktu-waktu bila diperlukan karena adanya dugaan terjadinya pencemaran air minum yang menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan atau kejadian luar biasa pada para konsumen. (6) Parameter kualitas air yang diperiksa : Dalam rangka pengawasan kualitas air minum secara rutin yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Setempat, maka parameter kualitas air minimal yang harus diperiksa di Laboratorium adalah sebagai berikut : -Parameter yang berhubungan langsung dengan kesehatan : a) Parameter Mikrobiologi : (1) E. Koli (2) Total Koliform b) Kimia anorganik : (1) Arsen (2) Fluorida (3) Kromium-val.6 (4) Kadmium (5) Nitrit, sbg-N (6) Nitrit, sbg-N (7) Sianida (8) Selenium -Parameter yang tidak langsung berhubungan dengan kesehatan : a) Parameter Fisik : (1) Bau (2) Warna (3) Jumlah zat padat terlarut (TDS) (4) Kekeruhan

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta

Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005.

p.86

(5) Rasa (6) Suhu b) Parameter Kimiawi : (1) Aluminium (2) Besi (3) Kesadahan (4) Khlorida (5) Mangan (6) pH (7) Seng (8) Sulfat (9) Tembaga (10) Sisa Khlor (11) Amonia (7) Parameter kualitas air minum lainnya selain dari parameter yang tersebut pada Lampiran II ini, dapat dilakukan pemeriksaan bila diperlukan, terutama karena adanya indikasi pencemaran oleh bahan tersebut. (8) Pada awal beroperasinya sistem penyediaan air minum, jumlah parameter yang diperiksa, minimal seperti yang tercantum pada Lampiran II point 5 keputusan ini, periksa selanjutnya minimal setahun sekali dilakukan pemeriksaan ulang, dan sewaktu-waktu bila merasa diperlukan. (9) Bila parameter yang tercantum dalam Lampiran II ini tidak dapat diperiksa di laboratorium Kabupaten/Kota, maka pemeriksaannya dapat dirujuk ke laboratorium propinsi atau laboratorium yang ditunjuk sebagai laboratorium rujukan. (10) Bahan kimia yang diperbolehkan digunakan untuk pengolahan air, termasuk bahan kimia tambahan lainnya hanya boleh digunakan setelah mendaptkan rekomendasi dari Dinas Kesehatan setempat. (11) Hasil pengawasan kualitas air wajib dilaporkan secara berkala oleh Kepala Dinas Kesehatan setempat kepada Pemerintah Kabupaten/Kota setempat secara rutin, minimal setiap 3 (tiga) bulan sekali, dan apabila terjadi kejadian luar biasa karena terjadinya penurunan kualitas air minum dari penyediaan air minum tersebut, maka pelaporannya wajib langsung dilakukan, dengan tembusan kepada Dinas Kesehatan Propinsi dan Direktur Jenderal.

MENTERI KESEHATAN RI ttd. Dr. ACHMAD SUJUDI

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta

Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005.

p.87 LAMPIRAN III

PELAKSANAAN PENGAWASAN INTERNAL KUALITAS AIR OLEH PENGELOLA AIR MINUM

Untuk menjamin kualitas air minum yang diproduksinya, Pengelola wajib mengadakan pengawasan secara terus-menerus dan berkesinambungan agar air yang diproduksi terjamin kualitasnya. Untuk ini perlu pemeriksaan internal beberapa parameter yang frekuensinya tergantung dari besarnya volume air yang diproduksi Pengelola penyediaan air minum melalui sistem perpipaan. Vol. Prod. Air/M3/Th/Cabang

Test untuk memonitor desinfeksi pada setiap reservoir/stasiun khlorinasi (1) (3)

Test rutin minimal pada jaringan pipa

Test untuk setiap reservoir minimal 1X per minggu

Test minimal untuk air baku minimal 2X per tahun menurut musim

< 200.000 M3

Sisa khlor = minimal 1X per hari

1. pH = 1X per minggu

1. pH

1. Total/Fecal coli

2. DHL = 1X per Thn 3. Kekeruhan 1 X per Thn

2. DHL

2. DO

3. Alkalinitas

3. Bahan organik (KmnO4) 4. Alkalinitas

4. Organoleptik 1X per hari 5. Sisa Chlor 1X per hari (pada titik terjauh)

4. Kesadahan Total 5. CO2 6. Suhu 7. Besi & Mangan, jika menjadi masalah

> 200.000 M3

Sisa khlor = minimal 1X per hari

1. pH

1. pH

2. DHL

2. DHL

3. Kekeruhan 4. Total coliforms/E.Coli 5. Sisa Chlor/ORP (2) (No. 1 s/d No. 5 = 1 smp/15.000 M3) 6. Al 1X per bulan (jika Al digunakan sebagai Flokulan)

3. Alkalinitas 4. Kesadahan Total 5. CO2

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta

6. Suhu

5. Kesadahan Total (mg/l CaCo3) 6. PH 7. CO2

8. Suhu 9. DHL 10. Besi, mangan, jika menjadi masalah

Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005.

p.88 7. Besi & Mangan, jika menjadi masalah

Keterangan : (1) Untuk memastikan efisiensi proses khlorinasi sebelum didistribusikan. (2) Untuk pemeriksaan rutin sisa Chlor dapat digantikan sebagian dengan pengukuran ORP, hanya jika telah terbukti terdapat hubungan antara Sisa Chlor dan ORP dan secara rutin telah dikalibrasi, menurut sumber airnya. (3) Berlaku jika khlor dipakai sebagai desinfektan, jika tidak sampel khlor bebas diganti menjadi tambahan Fecal/Total coli. Langkah-langkah menjamin kualitas air minum oleh pengelola penyediaan air minum melalui sistem perpipaan, diantaranya : a) Memperbaiki dan menjaga kualitas air sesuai petunjuk yang diberikan Dinas Kesehatan berdasarkan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan. b) Melakukan pemeliharaan jaringan perpipaan dari kebocoran dan melakukan usaha-usaha untuk mengatasi korosifitas air di dalam jaringan perpipaan secara rutin. c) Membantu petugas Dinas Kesehatan setempat dalam pelaksanaan pengawasan kualitas air dengan memberi kemudahan petugas memasuki tempat-tempat dimana tugas pengawasan kualitas air dilaksanakan. d) Mencatat hasil pemeriksaan setiap sampel air, meliputi tempat pengambilan sampel (permukiman, jalan, nomor rumah, titik sampling), waktu pengambilan, hasil analisis pemeriksaan laboratorium termasuk metode yang dipakai, dan penyimpangan parameter. e) Mengirimkan duplikat pencatatan kepada Dinas Kesehatan setempat, dokumen ini harus disimpan arsipnya untuk masa selama minimal 5 tahun.

MENTERI KESEHATAN RI ttd. Dr. ACHMAD SUJUDI

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta

Related Documents


More Documents from "Maulina Aini"

O&m Ipal -paplc-c
April 2020 24
Sap Kesling Darurat
April 2020 17
Distilasi
April 2020 27
Praktek Pvbp Baru
April 2020 14