Disebuah desa, hiduplah sepasang suami istri bernama Pak Utuh dan Bu Aluh. Pak Utuh, seorang kepala keluarga yang tidak memiliki pekerjaan yang tetap alias kerja serabutan. Terkadang Pak Utuh bekerja sebagai buruh bangunan, buruh angkut di pasar atau sebagai buruh tani. Bu Aluh hanyalah seorang ibu rumah tangga. Kehidupan keluarga mereka serba kekurangan. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, Bu Aluh terkadang sampai berhutang pada tetangga ataupun hutang di warung. Pada suatu hari, saat Pak Utuh sedang bekerja sebagai buruh bangunan, Bu Ita, tetangganya mengabarkan bahwa terjadi keributan antara Bu Aluh dengan Bu Ami di rumah mereka. -
: Tuh, istrimu kerja apa? : Istriku dirumah, ibu rumah tangga : Hah? Lalu bagaimana kalian memenuhi kebutuhan? Zaman sekarang semua mahal. Apalagi kebutuhan istri, banyak. Permintaannya ini itu. Untung ya istriku kerja. : Iya, walaupun cuma jaga warung. Setidaknya ada penghasilan : Wah ini, tanda-tanda mau lamaran. Sudah yakin? Si Ami kan? : InsyaAllah, dunia akhirat yakin. : Ayo lah kita bantu. Iya, kan Tuh? Tuh? Kok diam? : Hmm.. Iya. : Kamu kenapa, Tuh? : Banyak sekali ya kebutuhan hidup. Hutang banyak.
Tiba-tiba…. -
: Pak, Pak Utuh ! Istrimu… : Ada apa, Bu? : Istri Pak Utuh berkelahi. Dengan.. dengan… : Dengan siapa, Bu? : Dengan Bu Ami. Bu Ami menagih hutang, Pak. Lalu Bu Aluh emosi tidak terima. Mari, Pak pulang sebelum tambah rumit.
Lalu mereka semua bergegas kerumah Pak Utuh. Sesampainya dirumah .. -
: Saya tidak terima. Hutang Bu Aluh terlalu banyak. Janji besok, besok. Sampai kapan, Bu? Sampai tahun depan? : Ibu bisa sabar? Saya ini tidak ada uang! Saya tidak lari kemana-mana. Tenang saja! : Bangkrut warung saya! Saya butuh modal! : Ada apa ini