0|Page
DIMENSI DAN INDIKATOR AKUNTABILITAS, RANSPARANSI, KONSISTENSI DAN KEPASTIAN HUKUM MUH. ZAINAL
A. Aspek Transparansi Transparansi merupakan suatu prinsip yang sangat penting dalam suatu badan usaha. Prinsip ini menjamin adanya pengungkapan ataupun keterbukaan segala informasi yang berkaitan dengan performance serta berbagai permasalahan yang berkaitan dengan badan usaha secara tepat waktu dan akurat. (Mustiko, 2005) Pengertian transparansi memberikan suatu petunjuk agar pelaku kunci yang terlibat untuk bertanggung jawab dan menjamin kinerja pelayanan publik yang baik. Prinsip transparansi merupakan pelaksanaan keterbukaan dalam setiap kegiatan yang dilakukan oleh pihak terkait atas pelaksanaan kewenangan yang diberikan padanya. Prinsip ini terutama berkaitan erat dengan keterbukaan terhadap efektivitas kegiatan dalam pencapaian sasaran atau target kebijakan ataupun program yang telah ditetapkan. Transparansi mempunyai karakteristik: a. Adanya tujuan yang telah ditetapkan; b. Penentuan standard yang dibutuhkan untuk pencapaian tujuan; c. Mendorong penerapan atau pemakaian standarisasi; d. Mengembangkan standard organisasi dan operasional secara ekonomis. (Hutomo, 2002)
1. Dimensi Transparansi Ellwod menjelaskan ada 4 (empat) dimensi transparansi yang harus dipenuhi oleh organisasi sektor publik atau badan hukum, yaitu:
1|Page
a. Transparansi Kejujuran dan Transparansi Hukum b. Tranparansi Proses c. Transparansi Program d. Transparansi Kebijakan
2. Indikator Transparansi a. Transparansi kejujuran terkait dengan keterbukaan atas tindakan yang tidak bertentangan dalam bentuk penyalahgunaan jabatan (abuse a power), sedang transparansi hukum berkaitan dengan jaminan akan kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku; b. Transparansi proses terkait dengan prosedur pelaksanaan tugas yang berkaitan dengan kecukupan informasi yang diberikan pada publik; c. Transparansi program terkait dengan pertimbangan atas pencapaian dari tujuan yang telah ditetapkan serta program yang memberikan hasil optimal; d. Transparansi kebijakan terkait dengan keterbukaan setiap organ terkait atas kebijakan-kebijakan yang diambil dalam rangka pencapaian tujuan.
Sumber: Adri Mustiko, Peran Prinsip Transparansi dalam Mewujudkan Good Corporate Governance pada Perseroan Terbatas Terbuka, dikutip dari buku Corporate Governance oleh Tager I. Nyoman (Tesis, 2005). YB. Sigit Hutomo, “Reformasi Yayasan Perspektif Hukum dan Manajemen, The Jakarta Consulting Group (Editor) 360” Approach on Fondation, (Yogyakarta: Andi, 2002), hal. 144.
2|Page
B. Aspek Akuntabilitas The requirement of an public organization (or perhaps an individual) to render an account to some other organization and to explain its action. (Persyaratan organisasi masyarakat (atau mungkin individu) untuk membuat account untuk beberapa organisasi lain dan untuk menjelaskan aksinya) (B. Guy Peters, “The Politics of Bureaucracy”, (2000). London : Routledge hal. 299381). Akuntabilitas dalam definisi ini mencakup: (1) akuntabilitas keuangan (financial accountability), (2) akuntabilitas administrative (administrative accountability) dan (3) akuntabilitas kebijakan public (policy decision accountability). Akuntabilitas diperoleh melalui : a. usaha imperative untuk membuat para aparat pemerintahan mampu bertanggung jawb untuk setiap perilaku pemerintahan dan responsif kepada entitas darimana mereka memperoleh kewenangan b. penetapan criteria untuk mengukur performansi aparat pemerintahan serta penetapan mekanisme untuk menjamin bahwa standar telah terpenuhi (Governance : Sound Development Management (1999), Asian Development Bank hal 7-13) 5. Jenis-jenis akuntabilitas adalah : a. akuntabilitas politik dari pemerintah melalui lembaga perwakilan b. akuntabilitas keuangan melalui pelembagaan budget dan pengawasan BPK c. akuntabilitas hukum, dalam bentuk aturan hukum, reformasi hukum dan pengembangan perangkat hokum d. akuntabilitas ekonomi (efisiensi), dalam bentuk likuiditas dan (tidak) kepailitan dalam suatu pemerintahan yang demokratis, tanggung gugat
3|Page
rakyat melalui sistem perwakilan. (Bintoro Tjokroamidjojo, “Reformasi Administrasi Publik”, (2001), Jakarta: MIA-UNKRIS hal 45-49 Jadi akuntabilitas publik adalah prinsip yang menjamin bahwa setiap kegiatan penyelenggaraan pemerintahan dapat dipertanggung jawabkan secara terbuka oleh pelaku kepada pihak-pihak yang terkena dampak penerapan kebijakan. (Buku Pedoman Penguatan Pengamanan Program Pembangunan Daerah Bappenas & Depdagri, 2002, hal 19) Prinsip akuntabilitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan seberapa besar tingkat kesesuaian penyelenggaraan pelayanan dengan ukuran nilai-nilai atau norma eksternal yang dimiliki oleh para stakeholders yang berkepentingan dengan pelayanan tersebut. Berdasarkan tahapan sebuah program akuntabilitas dari setiap tahapan adalah : a. pada tahap proses administrator publik harus siap untuk mendiskusikan atau mendemonstrasikan bahwa program telah dibangun dalam hubungan dengan tujuan program dan rencana utamanya serta bagaimana pelayanan akan disampaikan dalam sebuah tatacara yang konsisten dengan nilainilai konstituen b. pada tahap keluaran akuntabilitas dimulai dengan pernyataan tujuan, terutama dalam bentuk level kuantitas maupun kualitas pelayanan yang akan disediakan bagi konstituen
1. Dimensi Akuntabilitas a. Proses pembuatan sebuah keputusan yang dibuat secara tertulis, tersedia bagi warga yang membutuhkan, dengan setiap keputusan yang diambil sudah memenuhi standar etika dan nilai-nilai yang berlaku, dan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar
4|Page
b. Akurasi dan kelengkapan informasi yang berhubungan dengan cara-cara mencapai sasaran suatu program c. Kejelasan
dari
sasaran
kebijakan
yang
telah
diambil
dan
dikomunikasikan d. Kelayakan dan konsistensi dari target operasional maupun prioritas e. Penyebarluasan informasi mengenai suatu keputusan melalui media massa f. Akses publik pada informasi atas suatu keputusan setelah keputusan dibuat dan mekanisme pengaduan masyarakat g. Sistem informasi manajemen dan monitoring hasil
2. Indikator Akuntabilitas a. Visi & misi organisasi b. Job description (acuan pelayanan) yang mencakup pilihan metode pelayanan, informasi tentang tingkat pelayanan, mekanisme / standar pelayanan, standar efisiensi, kapasitas yg memadai, kualitas yang memadai,
produk-produk
kebijakan
daerah
(proses
pembuatan
keputusan) yang terdiri dari - Pola dasar - Propeda - Renstra - Repetada - APBD - Sistem & mekanisme perencanaan, pengendalian pembangunan daerah - SK - Anggaran tahunan
5|Page
- Perda c. Annual report (Laporan pertanggung jawaban) d. Laporan keuangan (sistem pengelolaan keuangan) e. Kebijakan daerah dalam : - pengadaan barang dan jasa - pajak dan retribusi - demokratisasi - keuangan daerah f. Penanganan pengaduan - kotak pos pengaduan - berita-berita di media massa - pengaduan melalui ornop (LSM) - hasil studi & penelitian - monitoring independen
Sumber: Dra.Loina Lalolo Krina P., 2003, Indikator & Alat Ukur Prinsip Akuntabilitas, Transparansi & Partisipasi, Sekretariat Good Public Governance Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Jakarta –
6|Page
C. Aspek Konsistensi Organisasi dengan sifat konsistensi menanamkan sistem kepercayaan, nilai, dan simbol yang dihayati dan dipahami (diinternalisasi) oleh para anggota organisasi agar terbentuk tindakan atau perilaku terkoordinasi berdasarkan dukungan konsensus. Selain itu konsistensi terkait dengan Ketepatan waktu yang berarti bahwa pelaksanaan pelayanan umum dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan. 1. Dimensi konsistensi Dimensi Konsistensi adalah: a. nilai-nilai inti (para anggota organisasi berbagi sejumlah nilai untuk membentuk sense of identity yang kuat dan sejumlah harapan yang jelas), b. kesepakatan (organisasi mampu mencapai kesepakatan mengenai masalah-masalah kritis, yang mencakup tingkat kesepakatan utama dan kemampuan untuk merekonsiliasi perbedaan-perbedaan yang terjadi), c. koordinasi dan integrasi (unit-unit kerja yang berbeda dalam organisasi bekerjasama untuk mencapai tujuan-tujuan bersama). 2. Indikator konsistensi a. Dalam penyelenggaraan pelayanan perlu menjaga konsistensi pelaksanaan jadwal waktu pemberian pelayanan. Untuk itu dalam menyusun jadwal waktu pelaksanaan pelayanan publik, hendaknya benar-benar diperhitungkan beban kerjanya secara realistis. Dihitung beban atau volume kerja rata-rata dan masing-masing meja/petugas, dan perkiraan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pelayanan, kemudian
disesuaikan
tata
urutan
kerjanya,
sehingga
dapat
diperkirakan jumlah keseluruhan jam/hari kerja yang diperlukan untuk
7|Page
memproses/menangani pelayanan tersebut. Sehingga dapat disusun perkiraan
jadwal
keseluruhan
rangkaian
kerja
penyelesaian
pelaksanaan pelayanan publik. Agar dalam pelaksanaannya tidak meleset dari jadwal yang ditetapkan, maka dalam perkiraan waktu/jadwal dapat dibuat perkiraan waktunya sedikit mundur, sehingga jadwal kerja harus dapat dilaksanakan secara konsisten. b. Mengefektifkan pelaksanaan pengawasan dan pengendalian oleh pimpinan/atasan Langsung. Untuk mendukung fungsi pengawasan ini dapat dioptimalkan penggunaan sarana pengawasan fungsional, misalnya penerapan sistem monitoring terhadap kegiatan/pekerjaan, melalui:
Pencatatan atas setiap kegiatan yang dilakukan bawahan pada buku monitoring, blangko, formulir, kuitansi, bukti penerimaan/setoran.
Forum pertemuan, rapat sebagai sarana untuk menyusun perencanaan, memberikan informasi perkembangan kegiatan, laporan/evaluasi pelaksanaan pekerjaan.
D. Kepastian Hukum Kepastian Hukum diperlukan sebagai konsep dasar implementasi manajemen strategis pembangunan hususnya pembangunan hukum nasional yang diharapkan menjadi acuan bersama di antara semua potensi yang dilibatkan dalam pembangunan hukum tersebut.
1. Dimensi Landasan Strategi Pembangunan Hukum: Landasan ideal dan landasan konstitusional bagi strategi pembangunan hukum nasional ialah: Pancasila dan UUD 1945. Berarti nilai-nilai dasar yang
8|Page
terkandung dalam Pancasila dan prinsip-prinsip kehidupan bangsa dalam batang Tubuh UUD itu menjadi rambu-rambu strategis bagi manajemen pembangunan hukum itu. 2. Dimensi Modal strategis: Pada dasarnya, yang dimaksud sebagai modal disini, ialah apa saja yang sedang kita miliki sebagai modal dan potensi, dalam menghadapi tugas pembangunan hukum itu. a. Meninjau keberadaan perangkat hukum yang sekarang ada, dengan segala kapasitas dan kelemahannya, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis, hukum privat dan publik, hukum formil dan materiil, baik yang berasal dari warisan pemerintah kolonial maupun yang dibuat setelah kemerdekaan. b. Pada segi aparat, ialah semua aparat yang berperan dalam pembuatan peraturan (legislatif), pelaksanaan (eksekutif), pengawasan pelaksanaan (yudikatif), termasuk pula kalangan profesi lainnya yan bergerak dalam penegakan hukum seperti Kepolisian, Kejaksaan, Kehakiman, Notariat, Advokat dan Prosedur, semuanya dilihat baik segi kuantitas maupun kualitasnya. c. Mengenai sarana dan prasarana, melalui semua faktor penunjang upaya pengadaan dan penegakan hukum itu, baik software (piranti lunak) maupun hardware (piranti keras). d. Dilihat dari sudut SDM (sumberdaya manusia), penguasaan pengetahuan hukum, kesadaran; mentalitas kedisiplinan dalam penataan hukum, turut diperhitungkan sebagai unsur modal. e. Aparat birokrat yang mempunyai kewenangan dalam administrasi negara, dokumentasi, kearsipan, yang ada hubungannya dengan
9|Page
perbuatan dan kebendaan yang mempunyai aspek dan nilai serta akibat hukum, semuanya itu dilihat dari sudut kuantitas dan kualitas termasuk mentalitas dan disiplin kerja mereka. 3. Indikator Kepastian Hukum a. Landasan filosofis kebijakan politik hukum (legal policy) b. Tujuan-tujuan nasional yang dapat direalisir melalui penerapan hukum c. Penyerapan nilai-nilai baru yang timbul dalam perkembangan hidup bangsa, namun tetap mempergunakan nilai dasar itu sebagai filter. d. Mengembangkan budaya hukum di semua lapisan masyarakat untuk terciptanya kesadaran dan kepatuhan hukum dalam kerangka supremasi hukum dan tegaknya negara hukum. e. Menata sistem hukum nasional yang menyeluruh dan terpadu dengan mengakui dan menghormati hukum agama dan hukum adat serta memperbaharui Perundang-undangan warisan kolonial dan hukum adat serta memperbaharui Perunang-undangan warisan kolonial dan hukum nasional yang diskriminatif, termasuk ketidak-adilan gender dan ketidaksesuaiannya dengan tuntuan reformasi melalui program legislasi. f. Menegakkan hukum secara konsisten untuk lebih menjamin kepastian hukum, keadilan dan kebenaran, supremasi hukum, serta menghargai hak asasi manusia. g. Melanjutkan ratifikasi konvensi Internasional, terutama yang berkait dengan hak asasi manusia sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan bangsa dalam bentuk Undang-Undang. h. Meningkatkan integritas moral dan keprofesionalan aparat, penegak hukum, termasuk Kepolisian Negara Republik Indonesia, untuk menumbuhkan
kepercayaan
masyarakat
dengan
meningkatkan
10 | P a g e
kesejahteraan, dukungan sarana dan prasarana hukum, pendidikan, serta pengaawasan yang efektif. i. Mewujudkan lembaga peradilan yang mandiri dan bebas dari pengaruh penguasa dan pihak manapun. j. Mengembangkan Peraturan Pertundang-undangan yang mendukung kegiatan perekonomian dalam menghadapi era perdagangan bebas tanpa merugikan kepentingan nasional. k. Menyelenggarakan proses peradilan secara cepat, mudah, murah dan terbuka, serta bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme dengan tetap menjunjung tinggi asas keadilan dan kebenaran. l. Meningkatkan pemahaman dan penyadaran, serta meningkatkan perlindungan, penghormatan, dan penegakan hak asasi manusia dalam seluruh aspek kehidupan. m. Menyelesaikan berbagai proses peradilan terhadap pelanggaran hukum dan hak asasi manusia yang belum ditangani secara tuntas.
Sumber: Prof. H.A.S Natabaya, SH, LLM, 2002; Pembinaan hukum di daerah dalam pembinaan hukum nasional, dalam buku kumpulan karangan untuk acara Purnabakti Prof. Dr. M. Solly Lubis,SH: Refleksi Hukum dan Konstitusi di Era Reformasi, Penerbit Pustaka Bangsa Press, Medan,