UNIVERSITAS INDONESIA
POROSITAS GAS PADUAN DURALUMIN PADA PENGECORAN SISTEM VAKUM
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik ABDURAHMAN ALATAS 0706268165
FAKULTAS TEKNIK DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL DEPOK JUNI 2011
Porositas gas ..., Abdurahman Alatas, FT UI, 2011
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama NPM
: :
Tanda Tangan
:
Tanggal
:
Abdurahman Alatas 0706268165
24 Juni 2011
ii Porositas gas ..., Abdurahman Alatas, FT UI, 2011
HALAMAN PENGESAHAN Skripsi ini diajukan oleh, Nama NPM Departemen Judul Skripsi
: : : :
Abdurahman Alatas 0706268165 Teknik Metalurgi dan Material Porositas Gas Paduan Duralumin Pada Pengecoran Sistem Vakum
Telah b erhasil dipertahankan di hadapan D ewan Pen guji d an diterima sebagai bagian persyaratan y ang d iperlukan untuk memperoleh ge lar Sarjana Teknik pada Departemen Teknik Metalurgi dan Material, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI Pembimbing : Prof. Dr.-Ing. Ir. Bambang Suharno
Penguji
: Dr. Ir. Donanta Dhaneswara, M.Si
Penguji
: Deni Ferdian, ST, M.Sc
Penguji
: Dr. Ir. Wahyono Suprapto, MT.Met
Ditetapkan di : Depok Tanggal : 24 Juni 2011
iii Porositas gas ..., Abdurahman Alatas, FT UI, 2011
KATA PENGANTAR/UCAPAN TERIMA KASIH
Segala puji hanya bagi Allah Subhaanahu Wa Ta’ala yang telah memberikan BerkahNya. Sehingga at as R ahmat dan Karunia-Nya, saya dapat menyelesaikan penelitian untuk skripsi dan s eluruh k egiatan p erkuliahan d i P rogram S arjana Fakultas T eknik, P rogram S tudi T eknik Metalurgi da n M aterial guna memperoleh gelar Sarjana Teknik. E mpat t ahun t erasa b egitu cep at, h ingga ak hirnya t iba s aat terakhir d alam s eluruh r angkaian p endidikan s elama d alam p rogram S 1 T eknik Metalurgi dan Material ini. S ungguh waktu berjalan begitu cepat, dan semua terasa indah b erkat p engalaman s elama d i D epartemen M etalurgi d an M aterial. K uliah, Organisasi, dan Persahabatan membuat waktu 4 tahun perkuliahan sangatlah berarti dan t idak m ungkin t erlupakan. O leh k arena i tu, s aya m engucapkan t erima k asih kepada : 1. Prof. D r –Ing. I r B ambang S uharno s ebagai P embimbing I, s erta K epala Departemen M etalurgi d an M aterial yang telah m emberikan m otivasi serta masukan selama proses pengerjaan skripsi 2. Dr. Ir. Wahyono S uprapto, MT.Met s ebagai P embimbing I I, ya ng t elah banyak memberikan ilmu, s erta b antuan d an motivasi s elama p roses penelitian. 3. Dr. Ir. Donanta Dhaneswara, M.Si sebagai Tim Penguji 4. Deni Ferdian, ST, M.Sc sebagai Tim Penguji 5. Prof . D r. I r Anne Z ulfia, M sc sebagai P embimbing Akademis yang t elah memberikan bimbingan selama masa perkuliahan 6. Seluruh s taf p engajar d an t eknisi d i D epartemen M etalurgi d an M aterial Fakultas Teknik Universitas Indonesia 7. Almarhum Aba saya yang telah mendidik dan membimbing saya dari kecil, walaupun A ba h arus be rpulang l ebih c epat ke p angkuan I llahi. S kripsi ini khusus saya dedikasikan untuk Aba 8. Mama y ang t elah mendidik d an m embesarkan s aya d engan k asih s ayang hingga s aat ini. S erta Hasan d an Ali, ad ik-adik s aya yang menjadi motivasi saya selama proses perkuliahan 9. Rekan p enelitian s aya R eza S eptian y ang t elah b ersama-sama d ari mulai menyusun proposal, proses pengecoran di malang, hingga sidang skripsi 10. Sahabat-sahabat s aya s elama masa p erkuliahan: R eza, A rri, A rya, B enny, Adhi, Andika, dan Andra yang telah bersama-sama dalam suka dan duka 11. Seluruh teman-teman saya mahasiswa Metalurgi dan Material FTUI angkatan 2007, yang sangat luar biasa. (Solid, Tanggung Jawab, Cinta Jurusan)!!!
iv Porositas gas ..., Abdurahman Alatas, FT UI, 2011
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama NPM Departemen Fakultas Jenis karya
: : : : :
Abdurahman Alatas 0706268165 Metalurgi dan Material Teknik Skripsi
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive RoyaltyFree Right) atas k arya ilmiah s aya yang b erjudul : “Porositas G as P aduan Duralumin Pada Pengecoran Sistem Vakum” beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). D engan H ak Bebas Ro yalti Noneksklusif i ni U niversitas I ndonesia berhak m enyimpan, m engalihmedia/formatkan,
mengelola
dalam b entuk
pangkalan d ata ( database), m erawat, d an memublikasikan t ugas ak hir s aya selama t etap mencantumkan n ama s aya s ebagai penulis/pencipta d an s ebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok Pada Tanggal : 24 Juni 2011 Yang Menyatakan
( Abdurahman Alatas ) v Porositas gas ..., Abdurahman Alatas, FT UI, 2011
ABSTRAK
Nama
:
Abdurahman Alatas
Program Studi :
Metalurgi dan Material
Judul
Porositas Gas Paduan Duralumin Pada Pengecoran Sistem Vakum
:
Logam d uralumin yang m erupakan pa duan aluminium de ngan t embaga maksimal 5.5% memiliki properti dan karakteristik yang sangat baik untuk digunakan sebagai komponen otomotif maupun pesawat terbang. Tetapi pada proses fabrikasinya, terutama dalam proses pengecoran, duralumin memiliki kendala berupa fluiditas yang buruk sehingga rentan t erjadi c acat be rupa po rositas gas da n porositas pe nyusutan. Dalam penelitian ka li i ni, di gunakan pe rmodelan b erupa p erhitungan fa ktor-faktor yang m enjadi penyebab porositas gas da n di komparasi dengan h asil e ksperimen , sehingga proses pengecoran da pat dibuat s eefektif mungkin u ntuk m enghasilkan produk h asil pe ngecoran yang m emiliki por ositas rendah. Analisa t eoritis yang digunakan a dalah pe rhitungan k ecepatan tuang, j enis a liran, waktu solidifikasi t otal, serta l aju pendinginan. P engecoran di lakukan de ngan pr oses pemvakuman dengan tekanan peleburan sebesar 40cmHg dan tekanan solidifikasi sebesar 30cmHg, cetakan yang digunakan terbuat dari baja karbon rendah dan dikondisikan de ngan temperatur 300oC, variasi p roduk pe ngecoran yang di gunakan a dalah d uralumin de ngan kandungan Cu 2,5-4,5% dengan variasi ketebalan produk 5-15mm. Hasil eksperimen menunjukan pa duan duralumin de ngan k andungan t embaga 4.5% memiliki j umlah kandungan p orositas gas pa ling tinggi sebesar 12 .5% di banding duralumin de ngan tembaga 2.5% yang memiliki porositas gas sebesar 10%, dan kuantitas po rositas gas terjadi paling kecil pada produk dengan ketebalan 15mm dengan rata-rata porositas gas sebesar 8. 5% di banding du ralumin de ngan ketebalan 5m m de ngan porositas g as sebesar 13%
Kata kunci : Duralumin, Pengecoran Sistem Vakum, Porositas gas, Jenis Aliran, Laju Pendinginan
vi Porositas gas ..., Abdurahman Alatas, FT UI, 2011
ABSTRACT Name
:
Abdurahman Alatas
Study Program :
Metallurgy and Material Engineering
Title
Gas Porosity of Duralumin Alloys in Vacuum Casting System
:
Duralumin alloys which contain of aluminium and copper less than 5.5%, have a great m aterial properties a nd c haracteristic w hich is very good t o be a pplied t o automotive parts and aeroplane industries. Duralumin alloys beside it great properties have a few problem, e specially when i t produce w ith c asting process, it have l ess fluidity which make it very susceptible to gas and shrinkage porosity. This experiment using modeling to calculate the factors of gas porosity causes and makes comparison with actual result, so the casting process will be effective to produce best product with low c ontain o f gas p orosity. T heoritical a nalysis that be en u sed i s calculation of pouring velocity, flow type, total solidification time, and cooling rate. Casting process will be using vacuum with 40cmHg melt pressure and 30cmHg solidification pressure, the mold will be made of low carbon steel with 300oC preheating, Variation that been used i s d uralumin a lloys w ith 2 .5-4.5% c ontain o f c opper a ddition, w ith t hickness variation f rom 5 -15 m m. T he r esult o f t his e xperiment shows that d uralumin alloys with copper contain of 4. 5 wt% have the highest quantity of ga s porosity with 12.5% , compared to duralumin alloys with copper contain of 2.5 wt% with 10% gas porosity, and d uralumin a lloys with 15 mm t hickness ha ve l ess qu antity o f gas p orosity with 8.5%, c ompared t o d uralumin alloys with 5mm t hickness which h ave 1 3% of gas porosity.
Keywords :
Duralumin A lloys, Vacuum Ca sting, Gas P orosity, Flow T ype, Cooling Rate
vii Porositas gas ..., Abdurahman Alatas, FT UI, 2011
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL …………………………………………………... HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS………………………. HALAMAN PENGESAHAN…………………………………………. KATA PENGANTAR/UCAPAN TERIMA KASIH………………….. LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH………… ABSTRAK…………………………………………………………….. DAFTAR ISI…………………………………………………………... DAFTAR GAMBAR………………………………………………….. DAFTAR TABEL……………………………………………………... DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………... 1. PENDAHULUAN………………………………………………… 1.1 LATAR BELAKANG……………………………………... 1.2 RUMUSAN MASALAH………………………………….. 1.3 TUJUAN PENELITIAN…………………………………… 1.4 RUANG LINGKUP PENELITIAN……………………….. 1.5 SISTEMATIKA PENULISAN……………………………. 2. TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………. 2.1 ALUMINIUM DAN PADUANNYA…………………….. 2.2 DURALUMIN……………………………………………. 2.2.1 Pengaruh Unsur Paduan Pada Duralumin…………… 2.3 PENGECORAN……………………..……………………. 2.3.1 Pengecoran Sistem Vakum………….……………….. 2.4 SOLIDIFIKASI……………………………………………. 2.5 CACAT POROSITAS…………………………………….. 2.5.1 Porositas Gas………………………………………… 2.6
2.5.2 Porositas Penyusutan………………………………………
METODE ANALITIK PERHITUNGAN POROSITAS…. 2.6.1 Prinsip Bernoulli……………………………………... 2.6.2 Metode Bilangan Reynold…………………………… 2.6.3 Perhitungan Laju Pendinginan………………………. 3. METODOLOGI PENELITIAN………………………………… 3.1 DIAGRAM ALIR PENELITIAN………………………… 3.2 PERALATAN DAN BAHAN…………………………….. 3.3 PROSEDUR PENELITIAN……………………………….. 3.3.1 Pengecoran Spesimen Menggunakan Tungku PSV….. 3.3.2 Persiapan Sampel…………………………………….. 3.3.3 Pengujian Mikroskop Optik………………………….. 3.3.4 Pengujian Densitas…………………………………… 4. HASIL DAN PEMBAHASAN………………………………….. 4.1 ANALISA PRODUK COR…………..…………………… 4.2 ANALISA KECEPATAN PENUANGAN……………….. 4.3 ANALISA LAJU PENDINGINAN………………………. 4.4 ANALISA MIKROSTRUKTUR POROSITAS………….. 4.5 ANALISA KUANTITAS POROSITAS…………………..
viii Porositas gas ..., Abdurahman Alatas, FT UI, 2011
i ii iii iv v vi viii x xii xiii 1 1 2 2 3 3 5 5 7 9 9 10 11 16 16 17 18 19 20 21 23 23 24 25 25 26 27 28 29 29 34 36 40 48
5. KESIMPULAN…………………………………………………… DAFTAR REFERENSI……………………………………………… LAMPIRAN…………………………………………………………...
ix Porositas gas ..., Abdurahman Alatas, FT UI, 2011
51 52 56
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1
Diagram Fasa Al-Cu……………… ……………………..
8
Gambar 2.2
Skema Pengecoran Sistem Vakum……………...………..
11
Gambar 2.3
Kurva Pendinginan Pada Logam Murni………………….
12
Gambar 2.4
Kurva Pendinginan Paduan Logam………………………
13
Gambar 2.5
Skema Ilustrasi Solidifikasi Logam Dalam Cetakan Persegi……………………………………………………
14
Gambar 2.6
Skema Ilustrasi dari tiga jenis dasar struktur tuang : (a) dendritik kolumnar, (b) dendritik sama sumbu, dan (c) sama sumbu nondendritik………………………………...
15
Gambar 2.7
Skema Ilustrasi Struktur cor (a) fasa tunggal, dan (b) fasa ganda…………………………………………………….
15
Gambar 3.1
Diagram Alir Penelitian………………………………….
23
Gambar 3.2
Dapur Induksi (Pengecoran Sistem Vakum)…………….
25
Gambar 3.3
Cetakan permanen (baja karbon rendah)…………………
25
Gambar 3.4
Spesimen Duralumin Hasil Pengecoran (tampak samping)………………………………………………….
26
Gambar 3.5
Mikroskop Optik…………………………………………
28
Gambar 4.1
Spesimen Duralumin Hasil Pengecoran (tampak atas)…..
30
Gambar 4.2
Produk Cor Ketebalan 5mm Setelah Dibelah Dua Bagian
32
Gambar 4.3
Produk Cor Ketebalan 15mm Setelah Dibelah Dua Bagian
32
Gambar 4.4
Produk Hasil Pengecoran Setelah di Pisahkan Dari Gating System…………………………………………….
34
Gambar 4.5
Foto Mikro Porositas gas Al-2.5Cu Ketebalan 5mm Dengan Perbesaran 100x (bagian putih : α dendrit, bagian hitam : fasa eutektik)……………………………..
41
x Porositas gas ..., Abdurahman Alatas, FT UI, 2011
Gambar 4.6
Gambar 4.7
Gambar 4.8
Gambar 4.9
Foto Mikro Porositas Penyusutan Al-2.5Cu Ketebalan 5mm Dengan Perbesaran 100x (bagian putih : α dendrit, bagian hitam : fasa eutektik)……………………………..
41
(a) Porositas gas Al-3.5Cu Pada Ketebalan 5mm Dengan Perbesaran 100x (b) Porositas gas Al-3.5 Cu Pada Ketebalan 15mm Dengan Perbesaran 100x (bagian putih : α dendrit, bagian hitam : fasa eutektik)…………………
45
(a) Porositas gas Al-2.5 Cu Pada Ketebalan 15mm Dengan Perbesaran 100x (b) Porositas gas Al-4.5Cu Pada Ketebalan 15mm Dengan Perbesaran 100x (bagian putih : α dendrite, bagian hitam : fasa eutektik)………….
47
Grafik Porositas Produk Cor……………………………..
48
xi Porositas gas ..., Abdurahman Alatas, FT UI, 2011
DAFTAR TABEL Tabel 2.1
Sistem Penamaan Aluminium Tuang …………..……….
6
Tabel 4.1
Unsur-unsur Dalam Logam Duralumin yang Dihasilkan..
29
Tabel 4.2
Hasil Perhitungan Kecepatan Aliran Duralumin Cair …..
35
Tabel 4.3
Hasil Perhitungan Bilangan Reynold…………………….
35
Tabel 4.4
Waktu Solidifikasi Total…………………………………
37
Tabel 4.5
Laju Pendinginan………………………………………...
38
Tabel 4.6
Jenis d an P enyebab P orositas G as B erdasarkan Ukurannya………………………………………………… 42
xii Porositas gas ..., Abdurahman Alatas, FT UI, 2011
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Persentase Kandungan Unsur Hasil Optical Emission Spectroscopy…….…………………………………..
Lampiran 2
Data P roperti M aterial U ntuk P erhitungan Waktu Solidifikasi Total dan Dimensi Produk Hasil Pengecoran.
57
Lampiran 3
Data Konstanta M old da n W aktu s olidifikasi Total………………………………………………………
58
Lampiran 4
Data H asil P erhitungan K ecepatan A liran Logam C air dan Data Hasil Perhitungan Bilangan Reynold……….….
60
Lampiran 5
Data Hasil Pengujian Densitas Al-2.5Cu………………...
61
Lampiran 6
Data Hasil Pengujian Densitas Al-3Cu…………………..
62
Lampiran 7
Data Hasil Pengujian Densitas Al-3.5Cu………………...
63
Lampiran 8
Data Hasil Pengujian Densitas Al-4Cu…………………..
64
Lampiran 9
Data Hasil Pengujian Densitas Al-4.5Cu………………...
65
xiii Porositas gas ..., Abdurahman Alatas, FT UI, 2011
56
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Industri f abrikasi p aduan al uminium t elah m enjadi b agian p enting p ada pertumbuhan ekonomi g lobal, di karenakan de ngan m eningkatnya t ingkat pemakaian A luminium p ada b eberapa dekade t erakhir. D engan i novasi p ada aluminium, serta h arga al uminium y ang l ebih t erjangkau d ibandingkan j enis material manufaktur lain, industri al uminium memperkuat p osisinya t idak h anya dalam b idang kons truksi, t etapi j uga un tuk ke perluan kom ponen ot omotif da n pesawat terbang[1,2]. Aluminium memiliki potensial untuk menggantikan komponen-komponen yang b iasanya m emakai m aterial ferrous, t erutama p ada ap likasi y ang membutuhkan properti mekanis yang tinggi serta beban yang ringan, aluminium merupakan
solusi y ang p aling t epat. D itambah d engan k emungkinan
memproduksi komponen dengan bentuk jadi atau setengah jadi membuat produksi aluminium membutuhkan b iaya yang l ebih m urah, P enurunan prope rti m ekanis dari al uminium b iasanya t erjadi ak ibat adanya cacat atau inhomogeneities, yang bisa menyebabkan terjadinya inisiasi cacat fatik. Pada saat ini, banyak penelitian yang m enyelidiki pe ngaruh da ri mikrostruktur da n porositas pada pa duan aluminium[2,3,4,5]. Salah satu paduan Aluminium yang menarik untuk diteliti adalah paduan Al-Cu (dura lumin), duralumin m emiliki karakteristik y ang ri ngan, strength-toweight ratio yang tinggi, ketahanan korosi yang tinggi, konduktivitas listrik yang baik, k etangguhan d an k etahanan f atik yang s angat t inggi, m ampu d iberi perlakuan p anas d an m empunyai b entuk ak hir mendekati b entuk as linya ( final near net ship) sehingga proses pengerjaan finishing nya dapat diminimalisir. Hal ini y ang m enyebabkan d uralumin b anyak d iaplikasikan p ada i ndustri p esawat terbang kom ersial, industri ot omotif s erta unt uk kom ponen yang di pakai di luar angkasa[3,4,5].
1 Porositas gas ..., Abdurahman Alatas, FT UI, 2011
2
Tetapi p aduan A l-Cu m empunyai r entang feeding panjang (w aktu pengisian cet akan y ang l ama) s ehingga s angat r entan d engan caca t p enyusutan, hot cracking dan poros itas. K ompeksitas be ntuk da n d imensi s ering s ekali menimbulkan cacat pe ngecoran (poros itas) p ada p aduan a luminium d engan mampu t uang re ndah s eperti dura lumin[3,4]. Aluminium d an tembaga d alam kondisi liquid maupun solid termasuk l ogam yang s angat m udah m enyerap g as hidrogen dari lingkungan. Dengan semakin berkembangnya penggunaan material paduan A l-Cu pa da i ndustri otomotif m aupun pe nerbangan kom ersial, m aka kebutuhan t erhadap kom ponen ha sil pengecoran dura lumin a kan s emakin meningkat. N amun k arena p aduan d uralumin s angat r entan ak an t erjadinya porositas, m aka s istem p engecoran y ang di lakukan harus di perhitungkan secara baik dan seluruh komponen terkait harus di perhatikan dengan seksama. Metode a nalitik m erupakan metode d eduktif y ang di gunakan unt uk memprediksi tingkat cacat porositas yang terjadi pada hasil produksi pengecoran tanpa h arus m elakukan ek sperimen terlebih d ahulu, h al i ni m embuat m etode analitik merupakan metode yang murah dan cepat untuk meminimalisir cacat pada produk hasil pengecoran dibandingkan dengan melakukan eksperimen pengecoran secara langsung yang menggunakan biaya yang tinggi[5]. 1.2 RUMUSAN MASALAH Rumusan m asalah p ada p enelitian i ni a dalah u ntuk m engetahui tingkat porositas g as yang t erjadi pa da pa duan dura lumin d engan m enggunakan pengecoran s istem v akum, s erta m elakukan v alidasi d engan m enggunakan perhitungan analitik untuk menghitung faktor-faktor penyebab porositas gas. 1.3. TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dengan tujuan : a.
Memprediksi pa duan dura lumin y ang pa ling e fektif un tuk pros es pengecoran sistem vakum
b.
Mengamati proses solidifikasi, Cooling rate, dan feeding rate,
c.
Mengetahui pe ngaruh pe nambahan unsur Cu t erhadap porositas gas yang terbentuk
Universitas Indonesia Porositas gas ..., Abdurahman Alatas, FT UI, 2011
3
d.
Mengamati pengaruh ketebalan produk terhadap porositas gas yang terjadi
1.4. RUANG LINGKUP PENELITIAN Dalam penelitian ini variabel tetap yang digunakan adalah: 1. Temperatur penuangan : 700o C 2. Temperatur mold : 300oC 3. Tekanan melting yang digunakan adalah : 40cmHg 4. Mold yang digunakan berbahan low carbon steel Variabel yang berubah yaitu : 1. Material duralumin dengan %wt Cu sebesar 2.5%, 3%, 3.5%, 4%, 4.5% 2. Ketebalan cetakan sebesar 5 mm, 7.5 mm , 10 mm, 12.5 mm, 15 mm Karakterisasi material yang dilakukan meliputi : 1. Uji Optical Emission Spectroscopy : pe ngujian i ni di lakukan unt uk memvalidasi unsur-unsur dalam logam cor yang akan diteliti 2. Uji m etalografi : p engujian ini di lakukan unt uk m endapatkan s truktur m ikro porositas dari produk c or hasil eksperimen dan untuk mendapatkan distribusi serta jenis porositas (dilihat dengan bantuan mikroskop optik) 3. Uji densitas : pe nghitungan ka dar poros itas produk c or ha sil e ksperimen menggunakan selisih perhitungan densitas teoritis dan eksperimen 1.5. SISTEMATIKA PENULISAN Dalam p enyusunan p enelitian ini, s istematika p enulisan d isusun s ecara berurutan sehingga didapatkan kerangka alur pemikiran yang mudah dan praktis. Sistematika tersebut dijabarkan dalam bentuk beberapa bab yang saling berkaitan satu sama lain, yaitu: Bab 1 : PENDAHULUAN Meliputi t entang latar b elakang p enelitian, p erumusan m asalah, t ujuan penelitian, ruang lingkup penelitian, dan sistematika penulisan.
Universitas Indonesia Porositas gas ..., Abdurahman Alatas, FT UI, 2011
4
Bab 2 : TINJAUAN PUSTAKA Meliputi tentang aluminium dan paduannya, literatur mengenai porositas , serta m embahas m engenai metode an alitik y ang ak an d igunakan d alam memprediksi porositas. Bab 3 : METODOLOGI PENELITIAN Meliputi hal-hal yang dikerjakan selama penelitian berlangsung, meliputi diagram alir penelitian, alat, bahan, prosedur penelitian, dan pengujian-pengujian. Bab 4 : HASIL DAN PEMBAHASAN Meliputi hasil/data analisis bahasan hasil- hasil penelitian meliputi data hasil p engujian s erta p embahasan h asil k omparasi p ada p engujian k omposisi kimia, pengamatan struktur mikro dan perhitungan kuantitas porositas. Bab 5 : KESIMPULAN Bab ini berisikan tentang kesimpulan berupa pernyataan yang merupakan garis besar dari analisa hasil penelitian
Universitas Indonesia Porositas gas ..., Abdurahman Alatas, FT UI, 2011
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ALUMINIUM DAN PADUANNYA Aluminium ad alah l ogam yang p aling b erlimpah, s erta u nsur k e 3 terbanyak d i k ulit b umi s etelah o ksigen d an s ilikon. A luminium m emiliki s ifat yang s angat r eaktif jika b ertindak s ebagai l ogam b ebas. B ahkan al uminium ditemukan dalam kombinasi di hampir 270 mineral yang berbeda. Mineral utama yang m enghasilkan al uminium ad alah b auksit, y ang m erupaka g abungan d ari hydrated
aluminium
oxide
(Al2O3;xH2O) da n
hydrated
iron
oxide
(Fe2O3;xH2O)[2,6,7]. Aluminium m erupakan l ogam d engan k arakteristik m assa j enis y ang relatif rendah (2,7 g/cm3), terletak pada golongan IIIA, dan memiliki nomor atom 13, m emiliki k onduktivitas l istrik d an panas yang t inggi d an t ahan t erhadap serangan korosi di be rbagai lingkungan, t ermasuk di temperatur ru ang, memiliki struktur FCC ( face centerd cubic), tetap memilik keuletan di kondisi temperatur rendah s erta m emiliki temperatur l ebur 6 60o C. Aluminium ad alah s uatu l ogam yang secara termodinamika adalah logam yang reaktif Paduan al uminium ad alah jenis l ogam p aduan y ang m emiliki k omposisi aluminium terbesar at au d ominan d ibandingkan l ogam l ainnya. J enis u nsur paduan y ang b iasa d igunakan p ada p aduan a luminium adalah t embaga, magnesium, mangan, silicon, dan seng. Paduan aluminium pada dasarnya dibagi menjadi dua jenis, yaitu casting alloys dan wrought alloys, da n ke duanya di bagi lagi menjadi dua jenis yaitu heat-treatable dan non-heat-treatable[7]. Berdasarkan sistem p enamaan y ang d ikeluarkan o leh Aluminium Associaton (AA), k elas-kelas pada aluminium dibagi berdasarkan jenis paduan yang digunakan. Tata nama tersebut menggunakan 4 digit angka, yang diklasifikasikan seperti pada tabel 2.1 berikut
5 Porositas gas ..., Abdurahman Alatas, FT UI, 2011
6
Tabel 2.1 Sistem Penamaan Aluminium Tuang[8]
Sekitar 85% da ri a luminium di gunakan ut uk wrought products seperti produk l embaran, h asil ekstrusi a tau d alam b entuk foil. P aduan a luminium cast memiliki harga produksi yang lebih murah dikarenakan memiliki titik lebur yang rendah, w alaupun b iasanya m emiliki k ekuatan t arik y ang l ebih r endah j ika dibandingkan de ngan pa duan al uminium wrought. P aduan al uminium s angat banyak di gunakan pa da re kayasa s truktur da n kom ponen di mana di butuhkan massa y ang r ingan s erta k etahanan k orosi yang t inggi[7]. Penggunaan pa duan aluminium u ntuk s ebuah k eperluan s pesifik b iasanya d idasarkan pada pertimbangan fa ktor k ekuatan t arik, b erat j enis, ke lenturan, m ampu b entuk, mampu s ambung, s erta ke tahanan koros i. P aduan a luminium ba nyak di gunakan dalam komponen pesawat terbang dikarenakan memiliki strength-to-weight ratio yang t inggi[9]. Di l ain s isi, al uminium m urni t idak d apat d igunakan d alam komponen-komponen tersebut dikarenakan memiliki sifat yang terlalu lunak, dan kekuatan t arik y ang s angat r endah. A dapun b eberapa k arakteristik aluminium adalah[10] :
Universitas Indonesia Porositas gas ..., Abdurahman Alatas, FT UI, 2011
7
1. Fluiditas yang b aik, s ehingga m ampu m engisi rongg a-rongga cet akan yang tipis. 2. Temperatur lebur dan tuang yang rendah dibandingkan dengan material lain sehingga energi pemanasan dapat diminimalkan. 3. S iklus pe nuangan yang c ukup c epat, di karenakan pe rpindahan pa nas (konduktifitas pa nas) d ari aluminum c air k e cet akan r elatif cep at j adi produktifitas dapat ditingkatkan. 4. K elarutan g as hi drogen da lam a lumunium da pat d i kont rol de ngan proses yang baik. 5. Banyak jenis alumunium paduan yang relatif bebas dari kecenderungan terjadinya keretakan akibat hot shortness. 6. Memiliki stabilitas kimia yang relatif baik 7. Memiliki permukaan as-cast yang baik, berkilat, dan tanpa noda. 2.2 DURALUMIN Duralumin ( juga d isebut d uraluminum, duraluminium, atau d ural) adalah nama dagang d ari s alah s atu tipe paduan al uminium yang m emiliki k emampuan pengerasan m eggunakan m etode age-hardening. D uralumin y ang b iasa d i gunakan p ada s aat i ni ad alah t ipe A A2024, yang m emiliki k andungan 4 .4% tembaga, 1.5% m agnesium, 0.6% mangan, dan 93.5% a luminium. Memiliki yield strength dikisaran 450MPa, dengan variasi tergantung dari jumlah komposisi dan temper[9]. Duralumin di ke mbangan ol eh s eorang metallurgist asal J erman, Alfred Wilm d i Dürener Metallwerke Aktien Gesellschaft pada t ahun 1903, W ilm menemukan b ahwa s etelah proses quenching, p aduan al uminium yang m emiliki kandungan 4 % t embaga ak an m engeras s ecara p erlahan jika d i d iamkan p ada temperatur r uang s elama b eberapa h ari. P enelitian s elanjutnya b erujung p ada perkenalan t erhadap dura lumin pa da t ahun 1909
[11]
. N ama dur alumin b iasa
digunakan unt uk m endeskripsikasn pa duan A l-Cu, a tau A luminium s eri 2000 yang d i d esain o leh I nternational A lloy D esignation S ystem ( IADS) p ada t ahun 1970 oleh Aluminum Association.
Universitas Indonesia Porositas gas ..., Abdurahman Alatas, FT UI, 2011
8
Duralumin m emiliki k arakteristik yang ringan, strength-to-weight ratio yang t inggi, ke tahanan koros i yang t inggi, kondukt ivitas l istrik yang ba ik, ketangguhan d an k etahanan f atik y ang sangat t inggi, m ampu d iberi p erlakuan panas dan mempunyai bentuk akhir mendekati bentuk aslinya (final near net ship) sehingga pros es pengerjaan finishing nya d apat d iminimalisir[3]. A kan t etapi material d uralumin m emiliki
castability
yang r endahsehingga t ingkat
produktivitas pengecoran dengan bentuk-bentuk kmpleks menjadi berkurang[4]. Diagram fasa paduan Al-Cu dapat dilihat pada gambar 2.1 dibawah ini :
Gambar 2.1 Diagram fasa Al-Cu[10]
Dari diagram fasa diatas dapat dilihat fasa-fasa yang terbentuk tergantung dari t emperature da n % ka ndungan da ri uns ur A l da n Cu pa da logam pa duan, dalam h al p aduan A l-Cu d imana A l b ertindak s ebagai logam d ominan, s ecara garis b esar d ibagi m enjadi 3 b agian, yaitu k omposisi h ipoeutektik, k omposisi eutektik, dan komposisi hipereutektik[12].
Universitas Indonesia Porositas gas ..., Abdurahman Alatas, FT UI, 2011
9
2.2.1. PENGARUH UNSUR PADUAN PADA DURALUMIN Duralumin b iasanya t erdiri d ari u nsur al uminium, tembaga, m agnesium, dan mangan. Penambahan unsur tersebut biasanya akan mempengaruhi kekuatan mekanis s erta p roperti d ari d uralumin itu s endiri. O leh k arena itu b iasanya presentase m asing-masing uns ur di kontrol unt uk m endapatkan prope rti y ang paling sesuai untuk aplikasi yang akan digunakan. a. Tembaga Penambahan tembaga pada duralumin akan mengakibatkan meningkatnya strength-to-weight ratio l ogam, s erta meningkatkan machinability paduan karena kekuatan matrix yang meningkat. Namun seiring dengan penambahan tembaga p ada p aduan al uminium, k etahanan k orosi d ari material akan berkurang, f luiditas l ogam j uga m enjadi rendah d an mudah m engalami hottear[13]. b. Magnesium Penambahan
magnesium p
ada d
uralumin
akan m
engakibatkan
peningkatan kekuatan dan kekerasan logam karena akan terjadi precipitation hardening phase yaitu A l2CuMg yang ak an m eningkatkan k ekuatan logam. Namun memiliki dampak berkurangnya kelenturan dan ketahanan impak[13]. c. Mangan Penambahan mangan pa da dura lumin a kan be rfungsi unt uk m enstabilkan duralumin pada temperature servis yang tinggi. Mangan akan mengendalikan pertumbuhan butir pada duralumin[13]. 2.3 PENGECORAN Pengecoran ad alah s alah s atu p roses manufaktur d imana l ogam cair biasanya dituangkan ke dalam cetakan, yang berbentuk rongga sesuai bentuk hasil akhir y ang diinginkan, l alu d ibiarkan u ntuk m embeku. Logam yang t elah mengalami s olidifikasi l alu d ikeluarkan dari cet akan d engan car a m engeluarkan produk a tau m enghancurkan c etakan. Proses pe ngecoran bi asanya di lakukan untuk menghasilkan produk yang memiliki bentuk kompleks yang mengakibatkan membutuhkan biaya yang sangat tinggi untuk dibuat dengan metode lain[14]
Universitas Indonesia Porositas gas ..., Abdurahman Alatas, FT UI, 2011
10
Proses pengecoran dibagi menjadi dua jenis yang utama, yaitu expendable dan non-expendable. P embagian t ersebut d idasarkan pada jenis m aterial cetakan seperti p asir a tau l ogam, s erta m etode p enuangan s eperti g rafitasi, v akum, at au tekanan rendah[14] 2.3.1 PENGECORAN SISTEM VAKUM Pengecoran s istem v akum ( PSV) d irancang u ntuk m engurangi cacat pengecoran y ang di sebabkan ol eh poro sitas g as khus usnya pa da pe ngecoran paduan aluminium. Pada proses PSV, gas yang terlarut dalam logam cair akan di minimalisir dan kemurnian dari logam cair akan semakin baik. Proses PSV dapat dilakukan p ada pros es pe ngecoran be nda be rbentuk t ipis da n m emberikan ha sil permukaan y ang ba ik. P roperti m ekanik d ari h asil p roses P SV b iasanya l ebih tinggi 10-15% dibandingkan dengan pengecoran dengan system gravity casting[14]. Di dalam PSV ini terdapat tiga komponen utama yaitu ; A). Ruang peleburan yang terdiri dari 1). selongsong keramik dan elemen pemanas listrik, 2). mangkok peleburan (crusible), 3). lubang masuk bahan-baku, 4). lubang tapping, 5). saluran pipa vakum, 6). batang tapp otomatik, 7). instrumen tekanan, 8). regulator pemanas, 9). Katup udara 10). stop valve. B). Ruang solidifikasi terdiri dari cetakan produk (spesimen), 1). lubang masuk-keluar cetakan, 2). saluran pipa vakum, 3). elemen pemanas listrik, C). Komponen vakum terdiri dari 1). pompa air, 2). pipa saluran air,
Universitas Indonesia Porositas gas ..., Abdurahman Alatas, FT UI, 2011
11
3). nozle dan pipa kapiler, 4). reservoir air. Skema konstruksi dan nomor bagian PSV dapat dilihat pada Gambar 2.2,
Gambar 2.2 Skema Pengecoran Sistem Vakum[32]
2.4. SOLIDIFIKASI Solidifikasi ad alah p roses p erubahan f asa d ari f asa liquid menuju fa sa solid yang terjadi pada proses pengecoran, sebagian besar cacat yang terjadi pada proses pengecoran dihasilkan pada saat solidifikasi yaitu cacat porositas gas dan cacat penyusutan[14]. Proses solidifikasi terjadi dalam dua tahapan, yaitu nukleasi dan pertumbuhan kristal. Pada tahap nukleasi, partikel solid terbentuk dari cairan. Ketika p artikel s olid terbentuk, en ergi yang d imiliki lebih r endah d ibandingkan energi dari cairan di sekitarnya, yang akan menimbulkan energi antarmuka antar keduanya. P embentukan pe rmukaan a ntarmuka m embutuhkan e nergi, j adi p ada saat p roses n ukleasi t erjadi material b erada p ada p roses undercools, ya ng merupakan p roses p endinginan d ibawah t emperature p embekuan, d ikarenakan energi lebih yang dibutuhkan untuk membentuk permukaan antarmuka[14]. Setelah p roses n ukleasi, m aka t emperature m aterial akan m encapai temperature p embekuan k embali ( recalescences) unt uk pros es pe rtumbuhan kristal. P roses n ukleasi terjadi p ada permukaan p adatan y ang s udah ad a
Universitas Indonesia Porositas gas ..., Abdurahman Alatas, FT UI, 2011
12
sebelumnya, karena tidak terlalu banyak energi yang dibutuhkan untuk permukaan antarmuka y ang s ebagian, d ibandingkan p ada p ermukaan an tarmuka y ang berbentuk complete spherical. H al i ni b isa m enjadi k euntungan d ikarenakan pertumbuhan bu tir y ang ha lus pa da pros es pe ngecoran m emiliki prop erti y ang lebih baik dibandingkan butir yang kasar. Bentuk butir yang halus dapat diperoleh dengan menggunakan tambahan grain refinement atau inokulasi, yang merupakan penambahan impurities untuk m emancing t erjadinya n ukleasi[14]. Semua pros es nukleasi merepresentasikan sebuah kristal, dimana kristal bertumbuh ketika panas di b erikan k epada f asa liquid hingga t idak ad a l agi f asa liquid. Arah, l aju, s erta jenis p ertumbuhan k ristal d apat d i co ntrol u ntuk m engoptimalkan p roperti d ari produk pengecoran[14]. Kurva pe ndinginan a dalah fa ktor pe nting da lam m engontrol k ualitas produk ha sil pe ngecoran, ba gian t erpenting da ri kurv a pe ndinginan a dalah l aju pendinginan yang akan mempengaruhi mikrostruktur dan properti material. Area pada m aterial yang m embeku d engan cep at ak an m emiliki s truktur b utir yang lebih halus j ika d ibandingkan d engan ar ea p ada m aterial y ang m embeku perlahan[14]. D ibawah i ni ad alah co ntoh k urva p endinginan d ari l ogam murni (tanpa unsur paduan)
Gambar 2.3 Kurva pendinginan pada logam murni[14]
Universitas Indonesia Porositas gas ..., Abdurahman Alatas, FT UI, 2011
13
Pada gambar 2 .3 d apat k ita l ihat b ahwa sebelum thermal arrest material berada pada fasa liquid, sedangkan pada saat thermal arrest material berubah dari fasa liquid menjadi solid, s emakin t inggi da erah superheat maka semakin l ama waktu m aterial u ntuk m engisi b entuk-bentuk y ang d etail p ada cetakan. Laju pendinginan ak an d ikendalikan o leh j enis m aterial cetakan, k etika l ogam c air dituang k e d alam ce takan, p roses p endinginan d imulai. H al i ni terjadi k arena panas y ang t erkandung d alam logam ca ir ak an m engalir m enuju b agian lebih dingin pada cetakan. Material cetakan menghantarkan panas dari produk m enuju cetakan d engan l aju y ang b erbeda-beda. S eperti cet akan l ogam ak an menghantarkan panas dengan cepat, sedangkan cetakan pasir akan menghantarkan panas dengan lebih lambat. Pada bagian cetakan yang diharuskan untuk menghantarkan panas dengan cepat, b iasanya cet akan ak an d itambahkan chill yang be rfungsi unt uk m enyerap panas p ada b agian t ersebut. S edangkan p ada b agian y ang h arus m enghantarkan panas d engan p erlahan m aka b iasanya cet akan ak an d itambahkan riser atau padding[14]. Pada gambar 2.3 di atas m enunjukan kurva pe ndinginan pa da l ogam murni, namun pada kenyataannya kebanyakan logam yang dipakai dalam proses pengecoran b erupa p aduan, y ang m emiliki k urva p endinginan s eperti y ang ditunjukan oleh kurva pendinginan paduan Cu-Ni pada gambar 2.4 dibawah.
Gambar 2.4 Kurva pendinginan paduan logam[14]
Universitas Indonesia Porositas gas ..., Abdurahman Alatas, FT UI, 2011
14
.Dapat d ilihat p ada gambar 2 .4 b ahwa kurva p endinginan t idak memiliki thermal arrest melainkan p ada g ambar tersebut t erdapat freezing range, ya ng menunjukan ba gian liquidus dan solidus yang t erdapat p ada d iagram f asa d ari masing-masing p aduan l ogam. Pertumbuhan but ir pa da s aat pros es s olidifikasi, pada d asarnya m emiliki t iga z ona at au daerah y ang b erbeda, yaitu z ona chill , zona columnar, dan zona equiaxed.
Gambar 2.5. Skema Ilustrasi solidifikasi logam dalam cetakan persegi[33]
Pada g ambar 2 .5 t erlihat ad anya t iga zo na p ada l ogam yang m emiliki perbedaan b entuk but ir yang t erjadi, z ona chill merupakan d aerah s olidifikasi yang t erjadi p ada p ermukaan c etakan dikarenakan p anas yang t erdapat p ada produk diserap dengan cepat oleh cetakan, lalu semakin ke arah tengah cetakan, maka t erbentuk z ona columnar , z ona i ni be rbentuk ra mping, da n pa njang mengarah ke pusat cetakan yang memiliki temperatur yang masih tinggi. Zona columnar pada proses pengecoran biasanya dihindari karena bersifat anisotropi. P ada ba gian t engah produk, t erdapat z ona equiaxed yang be rbentuk spherical dan be rukuran l ebih be sar di bandingkan pa da z ona chill, z ona i ni diharapkan terbentuk pada proses pengecoran dikarenakan memiliki sifat isotropi. Zona equiaxed dapat d iperluas d engan car a m enurunkan t emperature t uang, mengurangi inklusi, atau menggunakan grain refinement[14]. Karena semua proses pengecoran d iharapkan m emiliki s ifat tertentu u ntuk m emenuhi p ersyaratan desain da n ke butuhan, hubung an a ntara s ifat d an s truktur y ang di kembangkan selama solidifikasi merupakan aspek dari pengecoran itu sendiri. Hubungan dalam hal m orfologi de ndrit da n kons entrasi pa duan e lemen di be rbagai da erah da lam logam bisa dilihat di gambar 2.6 dan 2.7 Universitas Indonesia Porositas gas ..., Abdurahman Alatas, FT UI, 2011
15
Gambar 2.6 Skema ilustrasi dari tiga jenis dasar struktur tuang: (a) dendritik kolumnar; (b) dendritik sama-sumbu, dan (c) sama-sumbu nondendritik[15]
Gambar 2.7 Skema ilustrasi struktur cor (a) fasa tunggal, dan (b) dua fasa[15]
Komposisi dendrit dari logam cair diberikan oleh diagram fasa dari paduan tertentu. K etika p aduan d idinginkan s angat l ambat, s etiap d endrit mengembangkan kom posisi yang s eragam. N amun, normal under (lebih cep at) pendingin d itemui d alam p raktik, d endrit t erbentuk d an m emiliki k omposisi permukaan y ang be rbeda da ri y ang di tengah ( gradien kons entrasi). P ermukaan memiliki k onsentrasi yang l ebih t inggi dari p aduan s isa el emen d ari p ada i nti dendrit karena penolakan terlarut dari inti ke permukaan selama pembekuan dari dendrit y ang di sebut microsegregation. D engan shading gelap dalam ca iran interdendritic dekat a kar dendrit pa da gambar 2.7, m enunjukkan bahwa w ilayah tersebut m emiliki k onsentrasi z at t erlarut l ebih t inggi. J adi m icrosegregation d i wilayah ini jauh lebih jelas daripada di tempat lain[15]. Pada s aat s olidifikasi, k ontraksi v olume t erjadi s ecara b ersamaan p ada daerah antarmuka fasa liquid dan solid dimana hidrogen dikeluarkan. Penyusutan ini menghasilkan perbedaan tekanan pada proses pengecoran, aliran logam terjadi akibat p erbedaan tekanan i ni. P ada s aat p roses i ni, logam ca ir h arus melewati
Universitas Indonesia Porositas gas ..., Abdurahman Alatas, FT UI, 2011
16
jaringan semi-rigid dendritic untuk menghilangkan penyusutan. Jaringan dendritic terbentuk pada awal mula proses solidifikasi pada struktur equiaxed[16,17,18]. 2.5. CACAT POROSITAS Porositas ad alah s uatu cac at ( void) pada produk c
or yang da pat
menurunkan kualitas benda tuang. Salah satu penyebab terjadinya porositas pada penuangan adalah gas hidrogen[19]. Porositas menjadi masalah yang paling utama dan m enjadi penyebab kom plain u tama pa ra pe ngguna produk pe ngecoran. Porositas m enimbulkan pe ngaruh l angsung t erhadap ku alitas da n ke tahanan barang ha sil pe ngecoran. M engkontrol porositas be rgantung pa da ke pahaman terhadap sumber dan penyebab porositas itu sendiri. Peningkatan terhadap kualitas produk, pe rforma kom ponen dan de sain yang sesuai da pat di capai j ika porositas pada hasil pengecoran dapat di control atau bahkan ditiadakan[34] Cacat p orositas yang t erjadi p ada p engecoran ce takan p asir antara l ain disebabkan temperatur tuang t erlalu t inggi, kont rol kura ng s empurna t erhadap absorbsi gas oleh paduan, pengeluaran gas dari dalam logam karena interaksi gas dengan l ogam s elama p eleburan d an p enuangan. J umlah g as y ang t erserap a tau ikut larut bersama cairan logam bergantung pada jenis material yang dileburkan. Aluminium m erupakan j enis l ogam y ang k emampuan m elarutkan h idrogennya cukup tinggi[20]. 2.5.1. POROSITAS GAS Porositas g as ad alah c acat y ang d iakibatkan p embentukan g elembung udara pada proses pengecoran pada saat didinginkan. Hal ini terjadi dikarenakan kebanyakan logam cair dapat menyimpan gas terlarut dalam jumlah besar, tetapi ketika d alam b entuk p adatan logam t idak b isa m enyimpan b anyak gas t erlarut, maka gelembung gas akan terperangkap di dalam logam hasil pengecoran[14]. Porositas gas dapat terbentuk pada permukaan produk pengecoran sebagai porositas a tau t erperangkap di dalam l ogam produk pe ngecoran[21]. Hal i ni d apat menyebabkan meningkatnya resiko terjadinya stress corrosion. Nitrogen, oksigen, dan hi drogen ad alah g as y ang p aling b anyak m enjadi p enyebab p ada k asus porositas gas[22].
Universitas Indonesia Porositas gas ..., Abdurahman Alatas, FT UI, 2011
17
Pada p engecoran l ogam a luminium, h idrogen ad alah s atu-satunya g as yang d apat t erlarut d alam s kala b esar, yang d apat m enyebabkan hydrogen gas porosity[23]. P ada pe ngecoran da lam s kala b eberapa k ilogram, b iasanya u kuran diameter porositas berkisar antara 0.01 s ampai 0.5 m m. Namun pada pengecoran berskala y ang l ebih b esar, p orositas b isa m encapai d iameter 1 mm[21]. Untuk menghindari porositas gas, material dapat dicairkan dalam keadaan vakum, dalam lingkungan dengan low-solubility gases, seperti argon atau karbon dioksida, atau dengan m enggunakan fl ux yang m encegah pe rmukaan l ogam be rsentuhan langsung dengan udara. Untuk mengurangi kelarutan gas pada logam, temperature superheat dapat ditahan pada kondisi rendah[14]. Turbulensi y ang t imbul k etika l ogam d ituangkan k e d alam cetakan j uga dapat m enyebabkan g as t erperangkap d alam l ogam, m aka b iasanya cet akan d i desain untuk meminimalisir turbulensi. Metode lainnya seperti vacuum degassing, gas flushing, dan p resipitasi. M etode p resipitasi m enggunakan r eaksi an tara g as dengan el emen lainnya s ehingga m embuat gas m enyatu d an m engapung k e at as permukaan logam, co ntohnya o ksigen d apat d ikeluarkan d ari t embaga de ngan cara m enambahkan f osfor, a tau al uminium at au s ilikon d apat d itambahkan k e dalam ba ja un tuk m engeluarkan oks igen[14]. Hidrogen b iasanya t ercipta ak ibat reaksi i ngot l ogam p ada l ingkungan yang m emiliki t ingkat k elembaban y ang tinggi, at au cet akan y ang l embab. M engeringkan cet akan s ebelum pros es pengecoran dapat mengeliminasi hidrogen pada cetakan. Gelembung gas d alam b entuk k ecil d isebut p orositas, n amun g elembung gas yang m emiliki s kala lebih besar b iasa d isebut blowholes atau blisters. Ca cat seperti ini biasa terjadi karena gas terbawa kedalam logam cair, asap dan uap air pada p engecoran d engan c etakan p asir, atau g as l ainnya d ari l ogam ca ir a tau cetakan. D engan r ekayasa d esain cet akan, d an p reparasi logam cai r y ang b aik dapat mengurangi kemungkinan terjadinya blowholes[24]. 2.5.2. POROSITAS PENYUSUTAN Cacat p enyusutan t erjadi jika l ogam c air yang d ituang, t idak m ampu mengkompensasi p enyusutan yang t erjadi p ada l ogam k etika m etal m engalami proses solidifikasi. Cacat penyusutan dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu cacat
Universitas Indonesia Porositas gas ..., Abdurahman Alatas, FT UI, 2011
18
penyusutan t erbuka da n cacat p enyusutan t ertutup. Ca cat p enyusutan t erbuka bersentuhan langsung dengan atmosfer, jadi ketika penyusutan terjadi maka udara akan mengisi daerah tempat terjadinya penyusutan tersebut. Terdapat dua tipe dari cacat pe nyusutan t erbuka, pipes dan caved surfaces. Pipes terbentuk di d aerah permukaan dan membentuk lubang ke dalam produk, s edangkan caved terbentuk sepanjang permukaan produk tetapi lebih dangkal dibandingkan pipes[25]. Cacat p enyusutan t ertutup, atau y ang biasa d isebut d engan p orositas penyusutan, adalah cacat yang terbentuk selama proses pengecoran. Daerah cairan logam yang terisolasi terbentuk di dalam logam yang membeku, yang dinamakan daerah hot spots. P orositas pe nyusutan m embutuhkan titik nukl easi, j adi impurities dan g as t erlarut d apat m embentuk ca cat p enyusutan t ertutup. C acat penyusutan d
ibagi m
enjadi
macroporosity
dan
microporosity
(atau
microshrinkage), d imana macroporosity dapat d ilihat t anpa b antuan al at o ptik, sedangkan microporosity tidak bisa[22-25]. 2.6 METODE ANALITIK PERHITUNGAN POROSITAS Memprediksi c acat p orositas y ang ak an t erjadi p ada p roses p engecoran dapat
menjadi s ebuah k emajuan
dalam p roses m anufaktur, d engan
memprediksikan p orositas y ang ak an t erjadi, m aka f aktor-faktor y ang mengakibatkan cacat b isa d ikurangi s ebelum m elakukan p roses, yang ak an mengurangi biaya yang harus dilakukan untuk melakukan eksperimen pengecoran sebenarnya[26]. Perhitungan matematik untuk m emprediksi fa ktor-faktor pe nyebab porositas dari p roses p engecoran ad alah proses yang s impel, e fektif, d an m urah dalam melakukan control proses, dan quality assurance pada pengecoran[13]. Hal ini membuat tidak perlunya diadakan percobaan yang memakan waktu dan biaya yang tinggi. Aspek makroskopis dan mikroskopis dari proses solidifikasi perlu di ketahui un tuk m endapatkan de skripsi lengkap da ri pros es pe ngecoran y ang dilakukan[27]. Data makroskopis d ibutuhkan unt uk m enspesifikasi b erbagai fenomena transportasi y ang t erjadi pa da s aat produks i pe ngecoran. S edangkan data mikroskopis di butuhkan unt uk m endapatkan d ata tentang ev olusi mikrostruktur yang terjadi pada saat solidifikasi[5].
Universitas Indonesia Porositas gas ..., Abdurahman Alatas, FT UI, 2011
19
Pada b eberapa d ekade t erakhir, b erbagai pengamatan d ata makroskopis telah d i k embangkan u ntuk m emprediksikan al iran logam cai r[28,29] dan al iran panas[30.31] pada pe ngecoran. Data makroskopis t elah di gunakan unt uk menjelaskan pol a a liran di p engecoran be nda de ngan be ntuk rum it da n mengetahui desain riser yang optimum dengan melakukan estimasi terhadap pola penyusutan[5]. Pada s aat i ni, pengamatan d ata mikroskopis t elah d ikembangkan untuk m enjelaskan tentang e volusi m ikrostruktur da n interdendritic fluid flow pada saat solidifikasi. Data mikroskopis membuat kita bisa untuk memprediksikan parameter m ikrostruktur s eperti ukura n butir, secondary dendrite arm spacing (DAS), dan eutectic spacing. Hasil pengamatan tersebut dapat menghasilkan data kuantitatif dari distribusi microporosity pada pengecoran[5]. 2.6.1 PRINSIP BERNOULLI Dalam ilmu mekanika fluida, prinsip Bernoulli menyatakan bahwa dalam sebuah al iran f luida, m eningkatnya kecepatan a liran f luida t erjadi b ersamaan dengan menurunnya tekanan atau menurunnya energi potensial fluida[42.43] Prinsip Bernoulli b isa d iaplikasikan k edalam b erbagai m acam jenis aliran, y ang menghasilkan p ersamaan B ernoulli. P rinsip B ernoulli d apat d i jabarkan da ri prinsip kons ervasi e nergi. Y ang m enyatakan b ahwa, d alam al iran s tabil, j umlah energi mekanis dalam aliran sepanjang sebuah area adalah sama untuk tiap bagian area t ersebut[44]. Peningkatan k ecepatan aliran f luida terjadi s ecara p roporsional dengan pe ningkatan t ekanan d inais d an e nergy ki netik, s erta p enurunan d ari tekanan statik dan energi potensial. Partikel fluida adalah subjek dari tekanan dan tinggi al iran t ersebut. Jika s ebuah f luida m engalir s ecara h orizontal d imana kecepatannya m eningkat, h al ini h anya b isa t erjadi j ika f luida t ersebut mengalir dari daerah bertekanan rendah menuju daerah bertekanan tinggi[43]. Persamaan Bernoulli yang akan digunakan untuk mencari kecepatan aliran fluida dalam metode analitik perhitungan porositas terlihat pada persamaan (2.1) dimana en ergi t otal s elalu b erupa h asil p enambahan energi p otensial s istem, energi kecepatan sistem, dan energi tekanan sistem[43]. (2.1)
Universitas Indonesia Porositas gas ..., Abdurahman Alatas, FT UI, 2011
20
Dari a turan da sar B ernoulli pa da pe rsamaan 2.1 da pat di
turunkan
sehingga k ecepatan p enuangan p ada s istem d apat d ikalkulasikan d engan menggunakan pe rsamaan 2.2 , di mana k ecepatan t uang pa da pros es pe ngecoran bergantung t erhadap fa ktor-faktor tekanan (P ), de nsitas ( ρ), faktor percepatan gravitasi (g), dan tinggi penuangan (h) pada proses pengecoran. (2.2)
2.6.2 METODE BILANGAN REYNOLD Dalam m ekanika f luida, b ilangan Re ynold (Re ) a dalah s ebuah bi langan tanpa d imensi yang m emberikan s ebuah rasio u kuran d ari gaya i nersia t erhadap viskositas, da n s ecara kons ekuen m enjelaskan hubung an pe nting a ntara ke dua gaya t ersebut t erhadap k ondisi al iran. Konsep i ni d iperkenalkan ol eh G eorge Gabriel Stokes pada tahun 1851
[35]
tetapi bilangan reynold dinamakan atas nama
Osborne Reynolds (1842-1912), yang mempopulerkan penggunaannya pada tahun 1883 [36,37] Bilangan Re ynold s ering di gunakan ke tika m elakukan analisis di mensi terhadap p ermasalahan al iran f luida d inamis. B ilangan R eynold j uga d igunakan untuk m enkarakterisasi j enis al iran, ap akah aliran y ang t imbul ad alah aliran laminar at au al iran t urbulen[35]. A liran l aminar terjadi k etika b ilangan R eynold yang d ihasilkan k ecil, k etika g aya d ari v iskositas d ominan, d an m enghasilkan aliran y ang l ancar d an g erakan f luida y ang k onstan. S edangkan al iran t urbulen terjadi pada bilangan reynold yang besar, dimana fluida didominasi oleh tekanan inersia, yang mengakibatkan aliran bersifat chaos dan tidak stabil[36]. Pada tahun 1883, O sborne Re ynolds m elakukan eksperimen de ngan a liran f luida da n turbulensi. D ia menemukan b ahwa k etika f luida melewati s ebuah o bjek, al iran berubah d ari l aminar m enjadi t urbulen p ada k ecepatan y ang s angat s pesifik. Kecepatan t ersebut b ergantung p ada b eberapa f actor, t ermasuk d ensitas f luida, kecepatan fluida, ukuran objek dari fluida, dan viskositas fluida[36] Bilangan re ynold t ersebut di kalkulasikan de ngan m enggunakan form ula yang m embandingkan g aya i nersia pada si stem dengan v iskositas f luida yang dapat dilihat pada persamaan 2.3
Universitas Indonesia Porositas gas ..., Abdurahman Alatas, FT UI, 2011
21
(2.3) Jika bilangan Reynold yang dihasilkan dari persamaan 2.3 menghasilkan bilangan Re < 2300 maka aliran laminar akan terjadi, sedangkan jika bilangan Re >4000 m aka a liran t urbulen yang ak an t erjadi, p ada i nterval b ilangan R e an tara 2300 d an 4 000, aliran laminar d an t urbulen ak an t erjadi s ecara s ekaligus ( aliran transisi) b ergantung p ada b eberapa factor, s eperti k ekasaran p ipa d an keseragaman al iran[38]. Penggunaan m etode b ilangan R eynold pa da pros es pengecoran d apat d ilakukan u ntuk m emprediksi ap akah t erjadi t urbulensi aliran pada saat proses pengecoran, pada proses penuangan logam cair kedalam cetakan jika t erdapat t urbulensi m aka p orositas gas ak an t imbul k arena p engaruh turbulensi[14]. Pada proses pengecoran turbulensi dapat diminimalisir dengan mendesain saluran m asuk yang sesuai d engan m aterial yang ak an d ibuat. C ontohnya, b aja, besi t uang, d an k ebanyakan p aduan t embaga ad alah m aterial y ang t idak terlalu sensitif de ngan t urbulensi, t etapi p aduan al uminium d an m agnesium s angat sensitif t erhadap turbulensi, ha l i ni menyebabkan pa duan a luminium da n magnesium sangat rentan porositas yang diakibatkan oleh turbulensi[14]. 2.6.3 PERHITUNGAN LAJU PENDINGINAN Laju pe ndinginan pa da pr oses pe ngecoran pa duan l ogam da pat di hitung menggunakan aturan Chvorinov, aturan Chvorinov atau biasa disebut Chvorinov’s Rule adalah h ubungan m atematika y ang p ertama k ali d ijelaskan o leh N icolas Chvorinov pa da 1940 [39]. Aturan i ni m enghubungkan a ntara w aktu s olidifikasi pada pe ngecoran t erhadap volume da n l uas pe rmukaan da ri produk pe ngecoran. Dalam p enjelasan s ederhananya, at uran i ni m enyebabkan b ahwa p ada k ondisi yang sama. pengecoran dengan luas permukaan yang besar dan volume yang kecil akan mengalami pendinginan yang l ebih c epat di bandingkan pe ngecoran de ngan luas pe rmukaan produk kecil tetapi volume yang b esar h al i ni b erdasarkan p ada persamaan 2.4 dibawah. (2.4)
Universitas Indonesia Porositas gas ..., Abdurahman Alatas, FT UI, 2011
22
Dimana t adalah waktu solidifikasi, V adalah volume produk pe ngecoran, A adalah l uas pe rmukaan da ri produk pe ngecoran yang be rsentuhan de ngan cetakan, n adalah kons tan, da n B adalah k onstanta mold[40]. Konstanta mold bergantung pada properti dari logam, seperti massa jenis, kapasitas panas, heat of fusion dan superheat, s erta ce takan, s eperti temperature i nisial, m assa jenis, konduktivitas termal, kapasitas panas, dan ketebalan dinding cetakan. Satuan dari konstanta mold adalah min/cm2[41]. Menurut Askeland et al, konstanta n bi asanya adalah 2, namun Degarmo et al menyebutkan bahwa konstanta n berkisar antara 1.5 da n 2 [14.40]. Konstanta m old da ri a turan Chv orinov, B, da pat di kalkulasikan menggunakan pe rsamaan 2.5 y ang m engkalkulasikan pe ngaruh-pengaruh da ri material yang d igunakan sebagai m old, s erta l ogam produk cor yang di gunakan dan kondisi lingkungan.
(2.5) Dimana : B
: konstanta mold (min/cm2)
Tm
: temperatur melting alloy (K)
To
: temperatur mula-mula dari mold (K)
ΔTs
: = Tpour − Tm = superheat = 973 – 923 = 50 (K)
L
: panas laten dari alloy/AlCu (J/gr)
k
: konduktivitas thermal dari mold (W/cmK)
ρ
: densitas mold (gr/cm3)
c
: specific heat mold (J/grK)
ρm
: densitas alloy/AlCu (gr/cm3)
cm
: specific heat alloy/AlCu (J/grK)
Aturan Chv orinov di atas ha nya be rfungsi j ika riser membeku s ebelum produk, ka rena j ika riser membeku s esudahnya m aka p ersamaan d iatas m enjadi tidak berfungsi[14]. Laju pendinginan bisa didapatkan dari selisih temperatur tuang dan temperature solidus, dibagi dengan waktu solidifikasi total.
Universitas Indonesia Porositas gas ..., Abdurahman Alatas, FT UI, 2011
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1.
DIAGRAM ALIR PENELITIAN
Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian
23 Porositas gas ..., Abdurahman Alatas, FT UI, 2011
24
3.2.
PERALATAN DAN BAHAN Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Dapur Induksi 2. Cetakan logam berbentuk elips dengan 5 variasi ketebalan 3. Alat vakum 4. Optical Emission Spectroscopy 5. Digital Camera . 6. Gergaji logam. 7. Cetakan mounting 8. Mesin amplas. 9. Mesin poles. 10. Mikroskop optik. 11. Jangka sorong. 12. Mikroskop ukur. 13. Lain-lain : ka ntong pl astik, l abel, s pidol, t ang pe njepit, pa lu, p enggaris, sarung tangan. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Al-Cu hasil pengecoran sistem vakum 2. Resin 3. Hardener 4. Kertas amplas grid #200, #400, #600, #800, #1000, #1200, dan #1500 5. Alumina (Al2O3)
6. Keller reagent 7. Kain poles / beludru 8. Kertas foto
Universitas Indonesia Porositas gas ..., Abdurahman Alatas, FT UI, 2011
25
3.3.
PROSEDUR PENELITIAN 3.3.1
Pengecoran Spesimen Menggunakan Tungku PSV
Dapur yang di gunakan da lam pe mbuatan s pesimen a dalah d apur i nduksi dengan kondi si v akum, da pat di lihat pa da g ambar 3.2 d i ba wah. As-cast (yang telah t eridentifikasi u nsur k imianya) di masukkan ke da lam mangkuk pe leburan. Proses pe nuangan di lakukan pa da temperatur 700 oC p ada c etakan l ogam permanen b erbentuk elips y ang t elah d ilakukan p roses pre-heating pada temperature 3 00oC dengan m etode gravity casting. Gambar cetakan l ogam permanen dapat dilihat pada gambar 3.3 di bawah.
Gambar 3.2 Dapur Induksi (pengecoran sistem vakum)
Gambar 3.3 Cetakan permanen (baja karbon rendah)
Universitas Indonesia Porositas gas ..., Abdurahman Alatas, FT UI, 2011
26
Proses p engecoran i ni d ilakukan s ebanyak 5 k ali d engan v ariasi penambahan u nsur t embaga p ada m asing-masing p aduan al uminium y ang digunakan, ke mudian di dinginkan t anpa a danya pe rlakuan pa nas ( alami). Pada gambar 3 .4 d i b awah d apat d ilihat h asil d ari p roses p engecoran d uralumin menggunakan tungku PSV (pengecoran sistem vakum).
Gambar 3.4 Spesimen duralumin hasil pengecoran (tampak samping)
3.3.2 •
Persiapan Sampel
Pemotongan Sampel Gergaji tangan digunakan untuk memotong spesimen yang paling tebal menjadi dua bagian sama besar.
•
Mounting Proses mounting berguna a gar s ampel yang ke cil m udah unt uk di pegang
ketika harus menjalani proses selanjutnya seperti pengamplasan, pemolesan, etsa, dan pengujian. Selain itu, mounting juga dapat menjaga sampel agar tidak mudah rusak k etika d itangani. M edia mounting yang d igunakan ad alah r esin d an hardener. S ampel y ang s udah s iap di mounting d iletakkan d i d alam ce takan dengan p osisi b agian p ermukaan y ang ak an d iuji b erada p ada d asar cetakan. Setelah itu, r esin d an h ardener d ituangkan k e d alam ce takan d engan k omposisi yang s esuai. S ampel y ang t elah d ibungkus o leh b ahan m ounting i ni d idiamkan sekitar 15 menit agar bahan mounting membeku dan siap untuk dikeluarkan dari cetakan.
Universitas Indonesia Porositas gas ..., Abdurahman Alatas, FT UI, 2011
27
•
Pengamplasan Sampel Pegamplasan di lakukan de ngan ke rtas a mplas #80 hi ngga #1500 da n
dilakukan bertahap dimulai dari amplas dengan nomor grid paling kecil (kasar) ke nomor grid yang besar (halus). Pengamplasan dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan k ehalusan p ermukaan d an menghilangkan g oresan-goresan ka sar pada permukaan sampel. •
Pemolesan Sampel Pemolesan m erupakan p elengkap b agi p roses p engamplasan. H asil
permukaan y ang d idapat p ada p roses p engamplasan b elum cu kup h alus u ntuk dijadikan s ampel u ji p engamatan yang b erkualitas b aik. P engampalasan s endiri dapat m enghasilkan g oresan-goresan h alus ak ibat g esekan an tara p ermukaan sampel d engan b idang am plas. U ntuk m engatasi m aslah s eperti ini, d ilakukan pemolesan p ada p ermukaan s ampel m enggunakan z at p oles Ti O2 sehingga didapat permukaan sampel yang lebih halus dan mengkilap seperti cermin. •
Etching Etsa di lakukan unt uk mempermudah proses pe ngamatan m ikrostruktur di
bawah mikroskop. Et sa yang k ami g unakan ad alah K eller’s R eagent ( 2 m L HF 48%, 3 m L HCl, 5 m L HNO3, 190 m L H2O). Prosedur berikut ini sesuai dengan ASM Handbook Vol.9 Metallography and Microstructure: -
Basahi permukaan sampel dengan etsa selama 8-15s
-
Siram dengan air hangat yang mengalir
-
Keringkan (blow dryer) 3.3.3 Pengujian Mikroskop Optik Setelah p engamplasan s elesai d engan grid terbesar, m aka sampel ak an
dilihat di bawah m ikroskop opt ik de ngan pe rbesaran 50x -200x unt uk m elihat distribusi poros itas gas da n m enghitung diameter r ata-rata dari s emua p ori yang ada. S etelah d idapat d iameter r ata-rata m aka b isa d ihitung s ecara m atematis banyaknya porositas.
Universitas Indonesia Porositas gas ..., Abdurahman Alatas, FT UI, 2011
28
Gambar 3.5 Mikroskop Optik
3.3.4
Pengujian Densitas Nilai porositas spesimen akan di dapatkan dengan menggunakan
persamaan saltykov sebagai berikut: -
Master timbangan disiapkan dan ditimbang sebagai berat master awal (Ws = 230 gram)
-
Keranjang yang berupa kawat jaring sebagai tempat timbangan spesimen, kemudian berat keranjang ditimbang (Wk)
-
Mendapatkan berat akhir master (Wfd)
-
Berat keranjang : Wk = Ws – Wfd
-
Menimbang berat sampel di udara (Wa)
-
Menimbang berat sampel + keranjang dalam air (Wwk)
-
Berat akhir master terbaca (Wfz)
-
Wwk = Ws – Wfz
-
Berat jenis spesimen : ɣsp =
x ɣw
(3.1)
-
Menghitung Jumlah porositas (Pr) :
-
P = ɣt- ɣsp/ ɣt x 100% (ɣt = berat jenis teoritis duralumin)
(3.2)
Universitas Indonesia Porositas gas ..., Abdurahman Alatas, FT UI, 2011
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1
ANALISA PRODUK COR Material p roduk co r y ang ak an d iteliti k ali ini ad alah l ogam d uralumin,
dengan pe rsentase ka ndungan uns ur s esuai de ngan ha sil Optical Emission Spectroscopy sesuai d engan t abel 4 .1 dibawah da n da ta lengkap s eluruh uns ur paduan pada duralumin berada pada lampiran 1 Tabel 4.1 Unsur-unsur dalam logam duralumin yang dihasilkan
Al 96.01 95.4 96.01 94.6 92.8
Cu 2.49 3 3.49 3.8 4.49
Mn 0.09 0.1 0.11 0.08 0.07
Unsur [%berat] Si Mg Zn 0.35 0.16 0.04 0.29 0.18 0.07 0.14 0.01 0.01 0.51 0.3 0.26 0.7 0.22 0.27
Fe 0.57 0.76 0.11 0.34 0.82
Lain-lain 0.29 0.2 0.12 0.11 0.63
Persentase uns ur-unsur m inor da lam dur alumin s eperti M n, S i, M g, Z n, dan Fe pada masing-masing paduan berbeda seperti terlhat dalam tabel 4.1 diatas. Perbedaan t ersebut ke mungkinan di sebabkan o leh a danya pe ngotor pa da pros es pengecoran yang b erasal d ari l ingkungan, s eperti t empat p enyimpanan s ebelum dilakukan pe ngecoran, re fraktori yang di gunakan, a tau a lat-alat yang di gunakan selama proses pengecoran. Unsur minor tersebut akan berpengaruh terhadap sifat duralumin baik dalam kondisi padat maupun cair, dan pada akhirnya berpengaruh terhadap s ifat f isik ( berat j enis) d an s ifat m etalografi ( fasa,porositas, mikrostruktur) dari duralumin. Produk c or y ang di hasilkan t ermasuk dalam ka tegori dura lumin da n termasuk golongan seri 2 cast alloy , hal ini berdasarkan data pada table 4.1 yang menunjukkan ba hwa produk ha sil pe ngecoran memiliki pa duan ut ama A l-Cu dengan ka ndungan t embaga kura ng da ri 5.5%. T embaga s ebagai uns ur pa duan utama d alam l ogam d uralumin, akan berpengaruh t erhadap peningkatan densitas produk ha sil pe ngecoran, pe ningkatan strength-to-weight ratio l ogam, s erta meningkatan m achinability p ada p aduan, n amun p enambahan C u ak an mengurangi fluiditas logam pada proses pengecoran[13].
29 Porositas gas ..., Abdurahman Alatas, FT UI, 2011
30
Produk c or yang d iteliti d ihasilkan d ari proses p engecoran s istem vakum dengan t ekanan re ndah s ebesar 40 c mHg de ngan m enggunakan da pur induksi. Produk yang di hasilkan be rbentuk roda de ngan l ima v ariasi ke tebalan y ang berbeda dalam s etiap p roses p engecoran. Hasil p engecoran m emiliki permukaan luar yang halus, dan hampir sempurna mengikuti bentuk cetakan yang digunakan riser terlihat berfungsi sebagaimana mestinya untuk menyuplai kekurangan logam cair akibat pros es pe nyusutan, t erlihat d ari uj ung ri ser y ang be rbentuk c ekung pada gambar 4.1. Permukaan halus
Cacat kerutan
Gambar 4.1. Spesimen duralumin hasil pengecoran (tampak atas)
Pada gambar 4.1 terlihat bahwa permukaan produk hasil pengecoran sudah bagus walaupun terdapat beberapa cacat permukaan berupa kerutan pada produk yang m emiliki k etebalan tinggi, ha l i ni di akibatkan k arena pa da produk y ang memiliki ketebalan tinggi mengakibatkan proses solidifikasi berjalan lebih lambat sehingga pe nyusutan pa da p ermukaan produk s angat re ntan t erjadi. Desain cetakan yang d igunakan t erlihat tidak ef isien, di karenakan riser yang di gunakan terlihat s angat b erlebihan. S eharusnya p erbandingan an tara riser dengan produk adalah 1:5 a tau 20% da ri produk adalah riser[33]. Tetapi jika dilihat dari cetakan produk c or yang digunakan ukuran ri ser memiliki r atio ukuran de ngan produk sebesar 4:5, atau ukuran riser yang digunakan sebesar 80% dari produk. Sprue yang digunakan pada cetakan terlihat terlalu besar dengan diameter sebesar 4 cm dan tinggi sebesar 3.5 cm, hal ini bisa mempengaruhi aliran logam Universitas Indonesia Porositas gas ..., Abdurahman Alatas, FT UI, 2011
31
cair yang masuk kedalam cetakan, sprue yang terlalu besar sangat memungkinkan terjadinya t urbulensi k etika p roses p enuangan l ogam cai r, t urbulensi s endiri merupakan s alah s atu pe nyebab be sar t erjadinya poros itas pa da produk h asil pengecoran. T erlalu be sarnya sprue juga d apat mengakibatkan timbulnya daerah panas pada daerah sprue yang menyebabkan logam pada produk akan cenderung mengikuti arah panas yang terdapat pada sprue pada saat proses solidifikasi yang memungkinkan t erjadinya pe nyusutan pa da pe rmukaan produk akibat adanya hotspot pada sprue. Ingate pada cetakan t erlihat k ecil d an t ipis, dengan t inggi s esuai ukura n produk, da n t ebal s ebesar 1.5m m hal i ni be rtujuan unt uk m engontrol kecepatan logam cai r yang m asuk k e d alam cetakan p roduk, u ntuk m enghindari t erjadinya aliran y ang t erlalu cep at k arena d apat menimbulkan t erjadinya t urbulensi yang berpotensi menimbulkan porositas pada produk. N amun jika ingate terlalu kecil yang t erjadi ad alah t erputusnya s aluran m asuk l ogam cai r k arena s olidifikasi terjadi l ebih cep at s ebelum produk di isi l ogam c air de ngan pe nuh a tau di sebut dengan misrun. Pada bagian produk yang dihasilkan, produk yang tipis dengan ketebalan 5 dan 7.5m m cenderung m emiliki p ermukaan y ang l ebih h alus d an b entuknya hampir menyerupai cet akan, b erbeda d engan p ada produk yang t ebal dengan ukuran 10, 12.5, da n 15m m, permukaan yang dihasilkan terlihat tidak sempurna dan ba nyak da erah yang m enyusut dan be rkerut, h al t ersebut diakibatkan p roses solidifikasi yang berbeda-beda pada masing-masing produk, di mana produk yang berbentuk tipis memiliki waktu solidifikasi lebih cepat dibandingkan produk yang tebal. B agian d alam d ari p roduk t erlihat h alus d an m inim p orositas b erukuran besar, t erlihat p ada g ambar 4.2 da n 4. 3 , produk ha sil pe ngecoran di potong menjadi d ua b agian, d an d ilakukan p roses p engamplasan s erta p emolesan. sehingga b isa d ilihat ap akah h asil p engecoran s esuai at au t idak, s erta cacat porositas makro bisa dilihat secara langsung.
Universitas Indonesia Porositas gas ..., Abdurahman Alatas, FT UI, 2011
32
Gambar 4.2 Produk cor ketebalan 5mm setelah dibelah dua bagian
Cacat porositas penyusutan
Gambar 4.3. Produk cor ketebalan 15mm setelah dibelah dua bagian
Dilihat d ari g ambar 4 .2 y aitu p roduk h asil p engecoran y ang p aling t ipis dengan k etebalan 5 mm, terlihat b entuk p ermukaannya p adat t anpa ad a c acat dalam skala makro, dimana porositas tidak terjadi dalam skala besar pada produk pengecoran, t etapi pa da g ambar 4.3 yaitu produk ha sil pe ngecoran yang pa ling tebal dengan ukuran 15mm, terlihat adanya bagian yang memiliki cacat porositas
Universitas Indonesia Porositas gas ..., Abdurahman Alatas, FT UI, 2011
33
penyusutan yang be rukuran l umayan be sar, ha l i ni di akibatkan adanya hotspot pada daerah antara riser dan produk yang berukuran tebal. Pada gambar 4.2 cacat porositas penyusutan yang terjadi cenderung lebih merata dan berbentuk garis-garis di permukaan potongan akibat laju pendinginan yang lebih cepat dibandingkan pada produk dengan ketebalan lebih besar, hal ini disebabkan p ada p roses s olidifikasi p ada p roduk t ipis d engan k etebalan 5 mm permukaan produk c enderung membeku lebih cepat, sehingga penyusutan terjadi pada bagian dalam permukaan dan lebih menyebar ke seluruh bagian dari produk. Sedangkan pa da g ambar 4.3 yaitu pa da produk de ngan ke tebalan 15 mm cacat porositas pe nyusutan yang t erjadi c enderung m engumpul da lam 1 b agian, da n berukuran l ebih be sar di bandingkan c acat pe nyusutan pa da g ambar 4.2, ha l ini disebabkan ad anya d aerah hotspot pada produk yang memiliki k etebalan 1 5mm yang m enyebabkan t erjadinya p orositas p enyusutan yang m engumpul dan berukuran besar seperti pada gambar 4.3. Pada p roduk p engecoran yang m emiliki ketebalan 1 0-15mm juga b agian luar permukaan cenderung menyusut dan terjadi kerutan seperti pada gambar 4.1, hal i ni d iakibatkan preheating yang d ilakukan p ada cetakan s ebesar 3 00oC mengakibatkan p ermukaan p roduk m embeku l ebih l ama d an m enimbulkan kerutan d an k etidaksesuaian bentuk d engan cet akan p ada b agian p ermukaan produk yang tebal. Hal ini tidak terjadi pada produk cor dengan ukuran lebih tipis. Karena laju pendinginan relatif lebih cepat dan bentuk produk lebih sesuai dengan cetakan t anpa a danya ke rutan pa da pe rmukaan produk. T etapi pe nyusutan l ebih banyak terjadi pada bagian dalam logam produk tipis. Dalam h al m engatasi t erjadinya cacat porositas pa da produk de ngan keteblaan tinggi, seharusnya di gunakan t ambahan be rupa chill untuk mengontrol proses s olidifikasi, s ehingga m eminimalisir caca t y ang t erjadi, at au temperatur cetakan yang semula sebesar 300o C dikurangi lagi sehingga pembekuan berjalan lebih cepat d an mengurangi r esiko t erjadinya p enyusutan p ada b agian d alam permukaan produk ha sil pe ngecoran. Pada produk ha sil pe ngecoran y ang t elah dipisahkan dari gating system nya dan telah dilakukan proses pengamplasan dan pemolesan t erlihat d i g ambar 4 .4 b agian p ermukaan terlihat t idak adanya caca t berukuran m akro y ang t erjadi, pro ses pe ngecoran
yang m enggunakan
Universitas Indonesia Porositas gas ..., Abdurahman Alatas, FT UI, 2011
34
pemvakuman meminimalisir cacat porositas yang terbentuk sehingga produk yang dihasilkan m emiliki s ifat yang b aik d an cacat y ang t erdapat p ada p roduk j uga sangat minim.
Gambar 4.4 Produk hasil pengecoran dengan ketebalan 15mm setelah di pisahkan dari gating system
Pada g ambar 4 .4 t erlihat t idak ad anya c acat be rukuran m akro y ang terbentuk, produk y ang di hasilkan s esuai de ngan y ang di inginkan. P roduk berbentuk rod a s esuai de ngan c etakan, ha l ini menunjukan ba hwa pros es pengecoran yang dilakukan sudah sesuai walaupun terdapat beberapa kekurangan pada cetakan yang digunakan. 4.2 ANALISA KECEPATAN PENUANGAN Kecepatan pe nuangan da lam pros es pe ngecoran dura lumin ini di hitung menggunakan prinsip Bernoulli dengan berdasarkan faktor-faktor seperti densitas duralumin yang akan dituang, perbedaan tekanan melting dan tekanan solidifikasi pada pros es pe ngeocran s erta p engaruh g ravitasi da n t inggi pe nuangan. Dari perhitungan pri nsip B ernoulli berdasarkan pe rsamaan 2.2
yang di gunakan,
didapatkan hasil berupa kecepatan penuangan dari proses pengecoran yang dapat dilihat pada tabel 4.2 sesuai perhitungan pada lampiran 4. Universitas Indonesia Porositas gas ..., Abdurahman Alatas, FT UI, 2011
35
Tabel 4.2 Hasil perhitungan kecepatan aliran duralumin cair
Cu (wt%) 2.5 3 3.5 4 4.5
ΔP (atm) 1315.8 1315.8 1315.8 1315.8 1315.8
ρ (kg/m^3) 2855 2886 2917 2948 2979
g (m/s^2) 9.8 9.8 9.8 9.8 9.8
h (m) 0.092 0.092 0.092 0.092 0.092
V (m/s) 1.650 1.647 1.644 1.641 1.639
Dari h asil p erhitungan m enggunakan pe rsamaan 2.2 didapatkan h asil kecepatan aliran fluida d uralumin s ekitar 1 .65 m /s , d ari h asil p erhitungan yang didapat t erlihat b ahwa kecepatan aliran akan s emakin menurun s eiring de ngan bertambahnya uns ur t embaga pa da dura lumin. P enambahan uns ur t embaga a kan meningkatkan d ensitas l ogam cai r s ehingga m embuat kecepatan aliran f luida semakin m enurun. Kecepatan aliran f luida at au k ecepatan p enuangan s angat berpengaruh da lam t imbulnya poros itas pa da produk pe
ngecoran, ka rena
kecepatan p enuangan d apat m enimbulkan t urbulensi ca iran y ang m enyebabkan terperangkapnya gas pa da produk c
or, s erta be rpengaruh t erhadap w aktu
pengisian rongga apakah singkat (short feeding range) atau lambat (long feeding range). Untuk memprediksi apakah turbulensi akan terjadi pada proses pengecoran duralumin, digunakan perhitungan bilangan reynold menggunakan persamaan 2.3 dari aturan tersebut didapatkan hasil perhitungan yang dapat dilihat pada tabel 4.3 dan pada lampiran 4 : Tabel 4.3 Hasil perhitungan bilangan Reynold
Cu (wt%) 2.5 3 3.5 4 4.5
V (m/s) 1.650 1.647 1.644 1.641 1.639
D (m) 0.04 0.04 0.04 0.04 0.04
ρ (kg/m^3) 2855 2886 2917 2948 2979
μ (Pa -s) 0.013 0.013 0.013 0.013 0.013
Re 14501 14631 14762 14893 15024
Sesuai k riteria b ilangan R eynold yang menyatakan b ahwa Jika b ilangan Reynold yang d ihasilkan d ari p ersamaan ( 3) m enghasilkan bi langan Re < 2300 maka aliran laminar akan terjadi, sedangkan jika bilangan Re >4000 maka aliran Universitas Indonesia Porositas gas ..., Abdurahman Alatas, FT UI, 2011
36
turbulen yang akan terjadi, pada interval bilangan Re antara 2300 dan 4000, aliran laminar dan turbulen akan terjadi secara sekaligus[38]. Maka dilihat dari bilangan reynold yang d ihasilkan d ari p ersamaan (3) unt uk kandungan t embaga 2.5 -4.5% semuanya m emiliki n ilai > 4000, j enis al iran y ang d ihasilkan ad alah a liran turbulen. D ilihat dari jenis aliran yang t erjadi, maka d iprediksikan p orositas gas akan timbul pada proses pengecoran akibat terperangkapnya gas karena turbulensi aliran. Jika dilihat dari persamaan bilangan reynold, untuk menghindari terjadinya aliran t urbulen pa da pros es pe ngecoran dura lumin, ha l y ang da pat di lakukan adalah mengurangi diameter masuknya cairan pada cetakan (diameter sprue) atau mengurangi kecepatan aliran logam cair pada proses pengecoran. Mempertimbangkan ke dua c ara unt uk menghindari t urbulensi t ersebut, jika di lakukan p engurangan kecepatan aliran logam cai r, y ang t erjadi ad alah semakin l amanya p roses k ecepatan p enuangan yang m engakibatkan t erjadinya waktu pe ngisian ro ngga yang l ama ( long feeding range) y ang be rdampak pa da proses solidifikasi lebih cepat sebelum logam cair mampu mengisi seluruh rongga (misrun). Jadi hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi turbulensi pada proses pengecoran da ri a spek bi langan Re ynold hanyalah m engurangi d iameter masuknya l ogam ca ir p ada sprue, h al i ni d inilai p aling m emungkinkan k arena resiko yang ditimbulkan lebih sedikit. 4.3 ANALISA LAJU PENDINGINAN Laju pendinginan didapatkan setelah menghitung waktu pendinginan total selama proses pengecoran menggunakan aturan Chvorinov sesuai persamaan 2.4, waktu pe ndinginan t otal d ihitung unt uk m asing-masing dura lumin de ngan perbedaan k adar tembaga, s erta d engan p erbedaan k etebalan. H asil y ang didapatkan d ari p erhitungan w aktu s olidifikasi t otal m enggunakan at uran Chvorinov terlihat pada tabel 4.4 dengan data properti material serta perhitungan konstanta mold yang dapat dilihat pada lampiran 2 dan 3
Universitas Indonesia Porositas gas ..., Abdurahman Alatas, FT UI, 2011
37
Tabel 4.4 Waktu solidifikasi total
Cu (wt%) 2.5 3 3.5 4 4.5
tebal 5mm 10.401 10.828 11.273 11.737 12.219
Waktu solidifikasi total (s) tebal tebal tebal 7.5mm 10mm 12.5mm 19.94 30.566 41.604 20.76 31.823 43.314 21.613 33.13 45.094 22.502 34.493 46.949 23.426 35.91 48.878
tebal 15mm 52.655 54.82 57.07 59.42 61.861
Dari t abel 4.4 di dapatkan data waktu solidifikasi total yang semakin lama dengan be rtambahnya ka ndungan t embaga, da n pe ningkatan w aktu yang signifikan s eiring pe nambahan ke tebalan da ri produk p engecoran. P enambahan kandungan t embaga pa da produk a kan m eningkatkan de nsitas produk, j uga menurunkan temperatur l iquidus d ari d uralumin. H al i ni menyebabkan w aktu solidifikasi yang dibutuhkan lebih tinggi jika mengacu kepada persamaan aturan Chvorinov. Dilihat d ari p ersamaan at uran C hvorinov, b isa d isimpulkan b ahwa pengecoran de ngan pe rbandingan antara volume d an luas p ermukaan yang l ebih besar cenderung membeku lebih lambat dibandingkan jika ratio volume dan luas permukaan l ebih k ecil. U ntuk membuat r iser m enyuplai l ogam ca ir k e d alam produk, w aktu solidifikasi total pada riser harus lebih lama dibandingkan waktu soldifikasi total pada produk. Jika di lihat da ri pe rsamaan a turan Chv orinov, ka rena r iser da n kons tanta mold akan sebanding, maka desain riser harus memiliki ratio perbandingan volum dan l uas p ermukaan y ang be sar, s ehingga produk p engecoran membeku l ebih dahulu, dan riser akan membeku terakhir, hal ini akan meminimimalisir terjadinya porositas pe nyusutan pa da produk. Penambahan d ensitas p ada d uralumin j uga akan m enyebabkan pa nas y ang t erkandung da lam produk a
kan s emakin
meningkat, oleh karena itu waktu yang dibutuhkan sebuah produk dengan densitas lebih besar untuk proses solidifikasi lebih lama dibandingkan dengan produk yang memiliki densitas lebih kecil.
Universitas Indonesia Porositas gas ..., Abdurahman Alatas, FT UI, 2011
38
Karena p roses s olidifikasi ad alah p roses ek sotermis ( proses yang membebaskan panas dari sistem ke lingkungan) maka semakin banyak panas yang harus d ikeluarkan, m aka akan s emakin lama p ula p roses s olidifikasi total y ang dimilikinya. Laju p endinginan m enunjukan t ingkat p erubahan t emperatur dibandingkan dengan perubahan waktu pada saat proses solidifikasi terjadi. Laju pendinginan b isa d idapatkan d engan m enghitung s elisih t emperatur t uang (Tpouring– Tsolid) pa da solidifikasi, d engan s elisih w aktu ( waktu s olidifikasi t otal hasil persamaan 2 .4). Hasil p erhitungan laju pendinginan yang didapatkan d apat dilihat pada tabel 4.5 Tabel 4.5 Laju pendinginan
Cu (wt%) 2.5 3 3.5 4 4.5
tebal 5mm 14.61 14.03 13.48 12.95 12.43
Laju pendinginan (K/s) tebal tebal tebal 7.5mm 10mm 12.5mm 7.62 4.97 3.65 7.32 4.77 3.50 7.03 4.58 3.37 6.75 4.40 3.23 6.48 4.23 3.10
tebal 15mm 2.88 2.77 2.66 2.55 2.45
Dari t abel 4 .5 d iatas d apat d ilihat b ahwa l aju p endinginan p ada p roses pengecoran i ni cenderung m enurun s eiring be rtambahnya ka ndungan t embaga, serta m enurun d rastis s eiring b ertambahnya k etebalan. D ari h asil p rediksi l aju pendinginan pa da pros es pe ngecoran, p arameter t erbentuknya poros itas g as da n penyusutan d apat d iprediksikan, d imana dengan m eningkatnya l aju p endinginan maka akan m eningkatkan j umlah poros itas g as, da n m enurunkan ukur an d ari porositas gas serta fraksi volume dari porositas gas[45]. Alasan dari fenomena tersebut karena ketika paduan logam di cor, bagian luar d ari l ogam ad alah b agian p ertama yang m engalami p roses s olidifikasi. Karena i tu, g as h idrogen y ang t erperangkap d alam l ogam c air tidak ak an b isa keluar k arena p ermukaan l ogam s udah menjadi f asa p adatan d an g as h idrogen akan terperangkap didalam logam. Semakin lama proses solidifikasi pada bagian dalam logam, maka semakin banyak waktu untuk gelembung-gelembung hidrogen yang berukuran kecil untuk Universitas Indonesia Porositas gas ..., Abdurahman Alatas, FT UI, 2011
39
bergabung dan berdifusi untuk menghasilkan gelembung gas hidrogen yang lebih besar. Jadi ketika proses solidifikasi berjalan lebih cepat, gelembung gas hidrogen akan lebih banyak, tetapi berukuran lebih kecil dibandingkan dengan produk yang mempunyai w aktu s olidifikasi y ang l ambat, k arena p ada p engecoran d engan waktu s olidifikasi l ambat, g elembung g as cen derung b erdfusi m embentuk gelembung poros itas g as yang be rukuran l ebih be sar. J uga, p ada p engecoran dengan w aktu s olidifikasi yang l ambat, ak an m emiliki f raksi v olum p orositas yang l ebih b esar k arena h idrogen m emiliki w aktu y ang l ebih p anjang u ntuk berdifusi[45]. Secara g aris b esar, p ada p roses p engecoran n on-vakum, b isa d isebutkan bahwa dengan meningkatnya laju pendinginan, akan menghasilkan: 1. Lebih banyak gelembung porositas gas 2. Ukuran porositas gas lebih kecil 3. Berkurangnya fraksi volum dari porositas gas Namun p ada p engecoran s istem v akum, h al y ang t erjadi adalah sebaliknya, ka rena s esuai de ngan pri nsip di fusi, di mana g as a kan be rdifusi da ri daerah berkonsentrasi tinggi ke daerah berkonsentrasi rendah. Maka yang terjadi pada pengecoran sistem vakum yaitu gas hidrogen yang terkandung pada logam akan b erdifusi k e l uar l ogam, d ikarenakan d aerah s ekitarnya yang b erada d alam kondisi v akum, yang m emiliki kons entrasi g as hi drogen yang re ndah. Pada pengecoran sistem vakum, semakin lama waktu solidifikasi total yang dibutuhkan dalam p roses p engecoran, m aka s emakin b anyak p ula w aktu b agi g as-gas y ang terperangkap d alam l ogam u ntuk b erdifusi k eluar l ogam. Hal i ni m enyebabkan semakin l ama w aktu s olidifikasi t otal y ang d idapatkan, b erarti s emakin s edikit porositas g as yang t erjadi. D an s emakin cep at w aktu s olidifikasi t otal y ang digunakan, m aka g as h idrogen yang t erperangkap d alam l ogam t idak s empat untuk be rdifusi k e ar ah l uar l ogam d an m enyebabkan p orositas gas t idak berkurang. Ukuran gelembung gas yang terjadi pada pengecoran sistem vakum akan cenderung l ebih ke cil di bandingkan d engan pe ngecoran non -vakum h al i ni disebabkan oleh prinsip difusi gas yang menyatakan bahwa gas akan berdifusi ke dari da erah be rkonsentrasi t inggi ke da erah be rkonsentrasi re ndah, P ada
Universitas Indonesia Porositas gas ..., Abdurahman Alatas, FT UI, 2011
40
pengecoran s istem vakum, p erbedaan w aktu s olidifikasi total tidak jauh berbeda dibandingkan de ngan pe ngecoran non -vakum. H al i ni d ikarenakan p ada pengecoran dengan waktu solidifikasi total yang lama, gas akan berdifusi kea rah terdekat t erlebih d ahulu. Jadi s ebelum g as b erdifusi k eluar d ari logam, g as tersebut cenderung ak an m engumpul d an m embentuk g elembung g as hidrogen yang lebih besar dibandingkan dengan pengecoran dengan waktu solidifikasi total yang lebih kecil. 4.4 ANALISA MIKROSTRUKTUR POROSITAS Produk h asil p engecoran y ang t elah d ilakukan p engamplasan d an pemolesan s erta etsa k imia d engan keller reagent diamati m ikrostruktur d ari porositasnya d engan m enggunakan m ikroskop opt ik de ngan v ariasi pe rbesaran 50-200 ka li unt uk mengamati poros itas g as da n poros itas pe nyusutan yang terbentuk. P orositas g as da pat de ngan m udah di bedakan de ngan poros itas penyusutan, dilihat dari bentuk mikrostrukturnya dimana porositas gas berbentuk lingkaran, s edangkan poros itas pe nyusutan c enderung be rbentuk s embarang. Namun ada beberapa porositas yang terjadi merupakan gabungan antara porositas gas dan penyusutan, dimana bentuk dari porositas tersebut adalah lingkaran yang memiliki sudut-sudut sembarang sebagian. Produk hasil pengecoran yang dilihat mikrostrukturnya bervariasi dari Al 2.5%Cu – Al 4.5% Cu serta de ngan m asing-masing variabel k etebalan an tara 5mm – 15mm.
Universitas Indonesia Porositas gas ..., Abdurahman Alatas, FT UI, 2011
41
Porositas gas dan penyusutan
Porositas gas
0.1 mm
Gambar 4.5. Foto mikro porositas gas Al-2.5Cu ketebalan 5mm dengan perbesaran 100x (bagian putih : α dendrit , bagian hitam : Fasa eutektik) Porositas penyusutan
0.1 mm
Gambar 4.6. Foto mikro porositas penyusutan Al-2.5Cu ketebalan 5mm dengan perbesaran 100x (bagian putih : α dendrit , bagian hitam : Fasa eutektik)
Universitas Indonesia Porositas gas ..., Abdurahman Alatas, FT UI, 2011
42
Pada gambar 4.5 dapat dilihat adanya void dengan bentuk lingkaran yang menandakan ad anya g elembung gas yang t erperangkap p ada p roses s olidifikasi, yang m enyebabkan t imbulnya poros itas gas pa da produk ha sil pe ngecoran. Porositas g as pa da produk c or t erbentuk a kibat pe rbedaan t ingkat ke larutan g as antara fasa padatan dengan fasa cairan sehingga hidrogen yang terlarut pada fasa cair terperangkap dalam bentuk gelembung gas pada fasa padat. Pada gambar 4.6 terlihat adanya void mirip dengan gambar 4.5 tetapi memiliki bentuk yang lebih sembarang d ibandingkan p ada g ambar 4 .5, cac at tersebut ad alah ca cat p orositas penyusutan, b erbeda d engan caca t p orositas g as yang t imbul ak ibat p erbedaan tingkat k elarutan g as h idrogen an tara fasa p adatan d an f asa cairan logam, porositas p enyusutan t erjadi k arena p erbedaan d ensitas an tara f asa p adatan d an fasa cairan, hal ini menyebabkan produk cor mengalami penyusutan pada bagian yang paling lama membeku (hotspot). Pada g ambar 4 .5 j uga t erdapat b entuk void hampir be rbentuk l ingkaran, tetapi m emiliki b agian d engan b entuk s embarang, void itu a dalah p orositas g as dan p enyusutan yang t erjadi d alam s atu t empat. P orositas i ni d iakibatkan penyusutan yang t erjadi tepat d i d aerah t erdapatnya gelembung g as yang terperangkap da lam produk h asil pe ngecoran s ehingga m engakibatkan dua j enis porositas terperangkap dalam satu void yang sama. Porositas gas bisa dibedakan jenis dan penyebabnya berdasarkan ukuran porositas gas yang diamati, jenis dan penyebabnya diklasifikasikan menjadi tiga jenis sesuai dengan tabel 4.5 dibawah ini : Tabel 4.6 Jenis dan penyebab porositas gas berdasarkan ukurannya[46]
Universitas Indonesia Porositas gas ..., Abdurahman Alatas, FT UI, 2011
43
Dari tabel 4.6 diatas dapat dilihat perbedaan dari 3 jenis porositas gas yang biasa terjadi, pada eksperimen pengecoran ini core blows tidak ada karena cetakan yang digunakan berupa cetakan logam, core blows biasa terjadi pada pengecoran dengan cetakan pasir. Gas terperangkap ( air entrainment ) juga tidak ada menurut pengamatan m ikroskopis (m ikroskop opt ik) da n m akroskopis. H al i ni t erjadi karena gas t erperangkap d iminimalisir o leh p roses p emvakuman yang d ilakukan pada pengecoran. Dilihat da ri j enis ukura nnya, pe ngamatan m ikroskopis y ang di lakukan menemukan poros itas de ngan ukura n b erkisar a ntara 50 -200 m ikrometer at au 0.05-0.2 m m yang t ermasuk d alam k ategori m ikroporositas ak ibat hidrogen presipitasi, b ergantung pada p aduan d uralumin d an k etebalan d uralumin, h al ini mengacu pada teori yang dijelaskan di bab 4.3, dimana ukuran dari butir porositas akan be rgantung pa da l aju pe ndinginan yang di pengaruhi ol eh de nsitas da n ketebalan produk. Untuk m engetahui p erbedaan ukuran p orositas g as yang t erjadi p ada sampel d uralumin h asil p engecoran s istem v akum d engan p erbedaan k etebalan tetapi memiliki kandungan unsur paduan yang sama dapat dilihat pada gambar 4.7 (a) da n (b) di bawah. Dari g ambar 4. 7 (a ) da n (b) di bawah da pat d ilihat perbandingan ukura n da n jumlah poros itas g as yang t erjadi, di mana de ngan perbesaran yang sama ukuran porositas yang terlihat cenderung lebih besar pada produk ha sil pe ngecoran d engan ke tebalan 15m m dengan ukura n r ata-rata porositas pa da g ambar 4.7 ( a) s ebesar 1 05 m ikrometer s edangkan p ada g ambar 4.7(b) ukura n poros itas g as yang t erjadi a dalah 160 m ikrometer. H al i ni s esuai dengan prediksi ukuran porositas berdasarkan laju pendinginan yang menyatakan bahwa semakin tinggi laju pendinginan maka semakin kecil ukuran porositas yang terjadi. S esuai de ngan da ta pe rhitungan l aju pe ndinginan, produk de ngan t ebal 5mm m emiliki l aju p endinginan l ebih t inggi j ika d ibandingkan p roduk d engan tebal 15mm. Pada g ambar 4 .7 ( a) j uga t erlihat b anyaknya gelembung-gelembung berdekatan y ang t erjadi, h al i ni d ikarenakan b elum s empatnya gelembunggelembung g as hidrogen untuk be rkumpul da n b erdifusi m embentuk s ebuah gelembung l ebih b esar akibat l aju p endinginan yang l ebih c epat, n amun j ika
Universitas Indonesia Porositas gas ..., Abdurahman Alatas, FT UI, 2011
44
dibandingkan de ngan fot o m ikrostruktur di g ambar 4 .7 ( b) y ang t erjadi adalah porositas be rukuran l ebih be sar, n amun t erlihat ha nya be rdiri s endiri, da n tidak ada g elembung-gelembung gas l ainnya yang b erdekatan, i ni t erjadi k arena l aju pendinginan y ang l ambat menyebabkan g as h idrogen s empat u ntuk b erkumpul dan berdifusi membentuk gelembung gas yang lebih besar. Pada s ampel d uralumin y ang m emiliki k etebalan r endah, p enyebaran porositas g as j uga cen derung m erata, dibandingkan s ampel d uralumin y ang memiliki ketebalan tinggi, pada sampel tersebut porositas cenderung mengumpul membentuk g elembung gas yang l ebih b esar. H al i ni s esuai d engan t eori yang diprediksikan be rdasarkan ha sil pe rhitungan l aju pe ndinginan p ada pros es solidifikasi pada saat pengecoran sistem vakum.
Universitas Indonesia Porositas gas ..., Abdurahman Alatas, FT UI, 2011
45
(a)
0.1 mm
0.1 mm
(b) Gambar 4.7 (a) porositas gas Al-3.5Cu pada ketebalan 5mm dengan perbesaran 100x (b) porositas gas Al-3.5Cu pada ketebalan 15mm dengan perbesaran 100x (bagian putih : α dendrit , bagian hitam : Fasa eutektik)
Universitas Indonesia Porositas gas ..., Abdurahman Alatas, FT UI, 2011
46
Untuk mengetahui perbedaan ukuran dan bentuk porositas gas yang terjadi pada s ampel d uralumin h asil p engecoran s istem v akum d engan p erbedaan kandungan unsur tembaga, tetapi memiliki ketebalan yang sama dapat dilihat pada gambar 4.8 (a) dan (b) dibawah. Dari foto mikrostruktur di gambar 4.8 (a) dan (b), terlihat ukuran poros itas gas yang t erjadi c enderung l ebih be sar pa da dura lumin pada g ambar (b) d engan ka ndungan t embaga 4.5%, di bandingkan pa da g ambar 4.8 (a) dimana pada gambar 4.8 (a ) ukuran porositas gas yang terjadi adalah 140 mikrometer s edangkan p ada g ambar 4.8 (b) ukura n poros itas g as yang t erjadi adalah 195 m ikrometer. Hal ini dikarenakan perbedaan kandungan tembaga akan meningkatkan d ensitas d ari logam, yang ak an m empengaruhi l aju p endinginan. Namun p erbedaan k arakteristik p orositas g as yang t erjadi p ada p roduk de ngan perbedaan kadar tembaga t idak t erlalu signifikan di banding de ngan produk ha sil pengecoran d engan p erbedaan k etebalan. H al i ni d ikarenakan p erbedaan laju pendinginan yang d iakibatkan o leh p erbedaan d ensitas t idak s ebesar p erbedaan laju pendinginan akibat perbedaan ketebalan produk. Selain d isebabkan o leh p erbedaan l aju pendinginan, perbedaan ukura n porositas y ang t erjadi d iakibatkan k arena p ada d uralumin d engan k andungan tembaga l ebih b anyak, m aka f asa eu tektik yang t erbentuk p ada l ogam ak an semakin b esar, d engan s emakin b anyaknya d aerah eu tektik p ada l ogam m aka akan memberikan ruang yang lebih banyak untuk gas hidrogen yang terperangkap untuk m embentuk p orositas g as. Hal i ni t erjadi k arena p ada p roses s olidifikasi, gas hi drogen t erlarut pa da da erah alfa d endrit a kan ke luar menuju mushy zone sedangkan g as yang t erlarut p ada f asa eu tektik ak an terperangkap k arena membeku lebih lama [45]. Hal ini terlihat dari lebih besarnya porositas yang terjadi pada gambar 4.8 (b) di banding pada gambar 4.8 (a ) akibat perbedaan daerah fasa eutektik y ang t erbentuk p ada l ogam t ersebut. D ari ke dua fa ktor tersebut, d apat disimpulkan b ahwa p enambahan t embaga p ada l ogam d uralumin ak an mempengaruhi u kuran p orositas g as yang t erjadi, d imana s emakin b anyak kandungan tembaga pada dura lumin, maka p orositas g as yang t erjadi ak an semakin b esar, d an b egitu p ula s ebaliknya j ika k andungan t embaga b erkurang, maka porositas gas yang terjadi akan lebih kecil.
Universitas Indonesia Porositas gas ..., Abdurahman Alatas, FT UI, 2011
47
0.1 mm
(a)
0.1 mm
(b) Gambar 4.8 (a) porositas gas Al-2.5Cu pada ketebalan 15mm dengan perbesaran 100x (b) porositas gas Al-4.5Cu pada ketebalan 15mm dengan perbesaran 100x (bagian putih : α dendrit , bagian hitam : Fasa eutektik)
Universitas Indonesia Porositas gas ..., Abdurahman Alatas, FT UI, 2011
48
4.5 ANALISA KUANTITAS POROSITAS Hasil p enelitian k andungan p orositas yang t erbentuk pada pe ngecoran sistem v akum d uralumin d engan m etode persamaan s altykov s esuai p ersamaan 3.1 da n pe rsamaan 3.2 d ilakukan dengan m embandingkan de nsitas produk h asil perhitungan t eoritis de ngan de nsitas produk ha sil pi knometri, menghasilkan da ta seperti dalam gambar 4.9 dibawah, hasil perhitungan serta komponen-komponen untuk perhitungan persamaan saltykov dapat dilihat pada lampiran 5-9
Gambar 4.9 Grafik porositas produk cor
Data pe rsentasi poros itas pa da g ambar 4.9 m enunjukan ba hwa produk hasil p engecoran y ang m emiliki k etebalan l ebih t inggi m empunyai w aktu solidifikasi total yang lebih lama, sehingga member kesempatan bagi gas hidrogen untuk difusi keluar dari duralumin cair ketika proses solidifikasi berjalan. Dengan semkain t ebalnya p roduk h asil p engecoran, m aka g as h idrogen yang t erjebak semakin sedikit, akibatnya porositas gas dalam produk hasil pengecoran tersebut akan m enurun. S emakin t ipis produk, m aka poros itas yang a kan t erjadi s emain tinggi k arena g as h idrogen y ang t erperangkap m asih b anyak. D isamping i tu ketebalan p roduk h asil p engecoran mengindikasikan l aju p endinginan, s emakin tebal produk, maka laju pendinginannya semakin lambat. Dari h asil p erhitungan l aju s olidifikasi t otal menggunakan at uran Chvorinov, di dapatkan ha sil y ang be rbanding t erbalik d engan da ta poros itas, Universitas Indonesia Porositas gas ..., Abdurahman Alatas, FT UI, 2011
49
dimana semakin lama waktu solidifikasi total, maka porositas semakin berkurang. Hal i ni h anya t erjadi pada p engecoran d engan s istem v akum, k arena p ada pengecoran s istem v akum hi drogen a kan be rdifusi ke arah l uar produk a kibat proses pemvakuman, jadi semakin lama waktu solidifikasi berjalan akan semakin banyak pula gas hidrogen yang keluar dari produk sehingga porositas yang terjadi akan semakin sedikit. Bertambahnya k andungan p ersentase t embaga p ada d uralumin j uga ak an mengakibatkan p orositas b ertambah, s esuai p ada g ambar 4 .9, h al i ni s ejalan dengan m enurunnya m ampu a lir logam duralumin de ngan be rtambahnya %Cu. Semakin m enurunnya m ampu a lir logam, m aka ke mungkinan unt uk terjadinya porositas meningkat, karena logam akan sulit untuk menyuplai daerah kekosongan pada s aat p roses s olidifikasi, k arena logam m engalami p enyusutan ak ibat perbedaan d ensitas p adatan d an c airan. Penambahan u nsur t embaga b erakibat meningkatnya jumlah porositas dapat dipahami karena kelarutan hidrogen dalam tembaga l ebih t inggi d ibanding al uminium d isamping i tu p enambahan t embaga meningkatkan t emperatur d ari d uralumin c air s ehingga h idrogen t erlarut meningkat. P enambahan tembaga d alam paduan d uralumin d apat m eningkatkan berat j enis dura lumin da n poros itas[33], ha l i ni s udah s ejalan de ngan t eori y ang menyatakan s uhu pe leburan m erupakan fung si ke larutan hi drogen da lam pengecoran paduan a luminium. Penambahan tembaga p ada d uralumin j uga akan meningkatkan j umlah fasa eu tektik y ang t erbentuk d an m enyebabkan l ebih banyaknya daerah nukleasi porositas gas pada logam duralumin. Porositas m enurut h asil p erbandingan d ensitas t eoritis d an d ensitas h asil eksperimen b erkisar an tar 8 -15%, ha l ini re latif besar da n kura ng s esuai de ngan realitas produk c or yang di hasilkan, pro duk ha sil pe ngecoran yang di dapatkan terlihat minim p orositas, b aik s ecara makroskopis at au m ikroskopis. H al i ni diakibatkan pe rhitungan densitas t eoritis yang h anya m enggunakan b erat j enis logam b erdasarkan l iteratur, tetapi p ada k enyataannya l ogam yang d igunakan tidak memiliki densitas yang sama persis dengan literatur, hal ini disebabkan oleh adanya uns ur-unsur pe ngotor pa da s aat pe ngecoran. P erbedaan de nsitas y ang sangat s edikit p un b isa s angat m empengaruhi n ilai p orositas h asil p erhitungan yang digunakan.
Universitas Indonesia Porositas gas ..., Abdurahman Alatas, FT UI, 2011
50
Dari h asil p enelitian mengenai persentase p orositas pada masing-masing duralumin h asil s istem p engecoran v akum, m aka d apat terlihat b ahwa h asil pengecoran yang paling sedikit mengalami porositas yaitu pada ketebalan 15 mm (paling t ebal) d an m emiliki k andungan t embaga 2 .5%, m aka dur alumin pa ling ideal u ntuk d ilakukan p engecoran adalah d uralumin d engan k etebalan m aksimal dan ka ndungan tembaga p aling s edikit, h al i ni m engacu p ada d ata h asil perbandingan d ensitas teoritis d an d ensitas h asil ek sperimen yang m enghasilkan data k andungan p orositas yang t erlihat p ada g ambar 4 .9, h asil p engecoran ideal tersebut ha nya be rdasarkan ka ndungan p orositas yang t erjadi d an m engabaikan faktor-faktor l ainnya s eperti k ekuatan m ekanis d an k etahanan k orosi d ari l ogam duralumin h asil p engecoran s istem v akum yang t elah d ilakukan p enelitian tersebut.
Universitas Indonesia Porositas gas ..., Abdurahman Alatas, FT UI, 2011
BAB V KESIMPULAN 1. Produk h asil p engecoran s istem v akum m emiliki h asil y ang m inim porositas g as be rukuran m akro, produ k be rukuran 5mm da n 7.5m m cenderung memiliki permukaan luar yang menyerupai cetakan, sedangkan pada produk b erukuran 10mm-15mm terdapat cacat k erutan pada permukaannya dan bentuk produk tidak menyerupai cetakan 2. Kuantitas porositas gas pada produk akan berkurang seiring bertambahnya ketebalan produk yang mengakibatkan peningkatan waktu solidifikasi total, Duralumin d engan k etebalan 5 mm memiliki p orositas r ata-rata s ebesar 13% s edangkan duralumin de ngan ketebalan 1 5mm m emiliki p orositas rata-rata sebesar 8.5%. 3. Penambahan uns ur Cu pa da dur alumin a kan m eningkatkan kuantitas da n ukuran porositas y ang t erjadi, Duralumin de ngan ka ndungan t embaga 2.5% m emiliki poros itas ra ta-rata s ebesar 10% de ngan ukura n ra ta-rata sebesar 140 mikrometer sedangkan duralumin dengan kandungan tembaga 4.5% m emiliki poros itas ra ta-rata s ebesar 12.5% de ngan ukura n r ata-rata sebesar 195 mikrometer. 4. Paduan dura lumin y ang memiliki kandungan poros itas paling o ptimal untuk di produksi m elalui m etode pengecoran s istem v akum ad alah duralumin dengan ketebalan maksimal, dan kandungan tembaga minimal. Dalam ek sperimen i ni y aitu l ogam A l-2.5 Cu de ngan ke tebalan 15m m yang memiliki kandungan porositas gas sebesar 8.4%
51 Porositas gas ..., Abdurahman Alatas, FT UI, 2011
52
DAFTAR REFERENSI [1].
Das Subodh and Yin Weimin, Trends in the Global Aluminium Fabrication Industry, JOM, 2007, hal.83.
[2].
M. Rosso, The Influence of Casting Process on Q uality and Performances on Al Based Automotif Components, 13th International Scientific Conference on Achievements in Mechanical Science and Engineering, 2005, hal.547.
[3].
Yu Guili and Zhao Xin. The casting process of large closed annular castings made of hi gh s trength Al-Cu a lloy. J ournal of M aterials E ngineering, 2000, (9): hal.42-45
[4].
Marisa d i S abatino an d Lars Arnberg, C astability o f al uminium al loys, Transactions of T he I ndian I nstitute of Metals, V ol. 62, I ssues 4 -5, A ugustOctober 2009, hal.321-325.
[5].
S.Shivkumar, D. Apelian, J.Zou, Modeling of Microstructure Evolution and Microporosity F ormation i n C ast A luminum A lloys, W orcester P olytechnic Institute, Worcester, Massachusetts, 1990, hal.127
[6].
Shakhashiri, B assam Z .. "Chemical o f t he W eek: Aluminum". S cience i s Fun. Retrieved 2007-08-28.
[7].
I. J. Polmear, Light Alloys, Arnold, 1995
[8].
Sumanth S hankar, D .A, M echanism o f Th e I nterface R eaction B etween Molten A luminum A lloy an d To ol Steel. M etallurgical an d M aterial Transactions, 2002.
[9].
R.E. Sanders, Technology Innovation in aluminium Products, The Journal of The Minerals,53, 2001, hal.21-25
[10].
ASM Handbook. V olume 2, In Properties and Selection: Nonferrous
alloys and special purpose materials. ASM, 2002. [11].
J. Dwight. Aluminium Design and Construction. Routledge, 1999.
[12].
N.C.W.
Kuijpers,
Intermetallic p
hase t
ransformations duri
ng
homogenization Al alloys literature review, 2000, hal. 8-10.
Universitas Indonesia Porositas gas ..., Abdurahman Alatas, FT UI, 2011
53
[13].
D.Apelian, Worldwide Report Aluminum Cast Alloys: Enabling Tools for
Improved Performance, NADCA, 2009, hal.8-26 [14].
Degarmo, E. P aul; Black, J T .; K ohser, Rona ld A ., Materials and
Processes in Manufacturing (9th ed.), Wiley, 2003, hal.277-328 [15].
D.Apelian, Th e b asis an d N eeds f or I ntelligent M aterials P rocessing,
Bulletin of the Materials Research Society, vol XIV(6), 1989 [16].
M.Rappaz and Ph. Thevoz; Acta Metall., vol 35, 1987, hal 1487
[17].
I. Dustin and W. Kurz; Z. Metallkde. Vol 77, 1986, hal 265
[18].
J. Z ou. K. T ynelius. S . S hivkumar, a nd D . Apelian, " Microporosity
Formation i n A 356.2 Ca stings," P roduction, Re fining, Fabrication a nd Recycling of Light Metals,bPergamon Press, New York, 1990, hal. 323-332 [19].
J.L. J ohn, L.Rasmussen, M . Wayne, Aluminum Ca sting T echnology-2nd
edition, American Foundry Society, 1993 [20].
T. S oejono, G . H endri, Analisa P engaruh B entuk P enampang Ri ser
Terhadap Ca cat P orositas, Jurusan Teknik M esin, U niversitas K risten P etra, 2003, hal 1 [21].
C. John, Castings, Butterworth-Heinemann, 2003, hal 77
[22].
Yu, K uang-Oscar, Modeling f or cas ting an d s olidification p rocessing,
CRC Press, 2002, hal.305 [23].
Gas P orosity i n Aluminum C asting, C ompiled A FS Literature, M arch
2002 [24].
Roxburgh, W illiam (1919), General Foundry P ractice, Constable &
Company, 1919, hal. 30–32 [25].
Stefanescu, D oru M ichael, Science and En gineering o f C asting
Solidification (2nd ed.), Springer, 2008, hal 69 [26].
B. Gerald, W . Q igui, M icroporosity M odeling I n Aluminum Ca stings,
TMS (The Minerals, Metals & Materials Society), 2006. Hal 187-191 [27].
M. Rappaz, Inter. Mat. Rev., vol 34. No. 3, 1989, hal 93-123
Universitas Indonesia Porositas gas ..., Abdurahman Alatas, FT UI, 2011
54
[28].
W.S. Hwang a nd R. A. S toehr; M etals ha ndbook. V olume 13. N inth
Edition, American Society for Metals, 1988, hal 867 [29].
V.R. Voller, A.D. Brent and K.J. Reid, Solidification Processing, Ranmoor
House, Sheffield, U.K, 1987. [30].
J.T. Berry and R.D. Pehlke; Metals Handbook, Volume 15, Ninth Edition.
American Society for Metals, 1988, hal 858 [31].
J.A. Dantzig and S.C. Lu; Metall. Trans., vol 16B, 1985, hal 195
[32].
Wahyono S uprapto, Bambang S oeharno, J ohny Wahyuadi S oedarsono,
Dedi P riadi, E ffect of Coppe r a nd A ir B locking on P orosity Defect of Duralumin Cast, IJMET. Volume 5. ISJNE. 2011,2010 hal 61-75 [33].
Laboratorium Metalurgi Proses Departemen Metalurgi dan Material FTUI.
2010. Modul Praktikum Pasir Cetak dan Pengecoran. Laboratorium Metalurgi Proses Departemen Metalurgi dan Material FTUI : Depok [34].
R.Monroe, P orosity i n Ca sting, S teel Founders, American Foundry
Society, Crystal Lake, Illinois, 2005 [35].
Meng Wang, Pietro C atalano, G ianluca I accarino, P rediction o f H igh
Reynolds N umber Flow O ver A C ircular C ylinder U sing LES W ith W all Modeling , Center for Turbulence Research, 2001 [36].
Wang, C. Coles, D. & Roshko, A. Experiments on flow past rough circular
cylinders a t large Re ynolds num bers. J . W ind Engg a nd I ndustrial Aerodynamics 49, 1993, hal 351-368 [37].
Rott, N. "Note on t he history of the Reynolds number". Annual Review of
Fluid Mechanics 22 (1), 1990, hal 1–11 [38].
J.P Holman Heat transfer, McGraw-Hill, 2002, hal.207
[39].
Theory of t he Solidification o f C astings", Giesserei, 1940, Vol 27, ha l.
177-186 [40].
Askeland, D onald R., a nd P hule, P radeep P . Essentials of Materials
Science and Engineering. Thomson, Ontario, Canada: 2004.
Universitas Indonesia Porositas gas ..., Abdurahman Alatas, FT UI, 2011
55
[41].
Groover, M ikell P . Fundamentals of Modern Manufacturing: Materials,
Processes, and Systems. John Wiley & Sons, Inc. Hoboken, NJ: 2010, hal. 223 [42].
Clancy, L.J. Aerodynamics.Chapter 3, Pitman Publishing, London.1975
[43].
Batchelor, G .K.. An Introduction to Fluid Dynamics. Ca mbridge
University Press, 1967, Section 3.5, hal. 156–64 [44].
Streeter, V .L, Fluid Mechanics, Ex ample 3.5, M cGraw–Hill Inc. N ew
York. 1966 [45].
Dan VanderBoon, Effect of Solidification Rate on Porosity Formation and
Cast M icrostructure i n Aluminium Alloy A356, P adnos Col lege of Engineering & Computing, Grand Valley State University, 2005 [46].
John Ca mpbell, Ri chard A . Harding. S olidification D efects in Ca stings,
IRC i n M aterials, U niversity o f Birmingham, Eu ropean A luminium Association, 1994
Universitas Indonesia Porositas gas ..., Abdurahman Alatas, FT UI, 2011
Lampiran. 1
Tabel.1 persentase kandungan unsur hasil Optical Emission Spectroscopy
Material
Unsur (%) Al
Cu
Mn
Si
Mg
Zn
Fe
Sn
Pb
Ni
Cr
Ti
Ingot Al
99.5
0.006
0.108
0.28
0.008
0.005
0.001
0.01
0.002
0.023
0.029
0.001
Skrap Cu Duralumin 0,0%Cu Duralumin 2,5% Cu Duralumin 3,0% Cu Duralumin 3,5% Cu Duralumin 4,0% Cu Duralumin 4,5% Cu
0.02
98.5
0.003
0.245
0.001
0.28
0.358
0.005
0.005
0.1
0.002
0
99.5
0.006
0.108
0.28
0.008
0.005
0.001
0.01
0.002
0.023
0.029
0.001
96.05
2.495
0.086
0.346
0.161
0.045
0.572
0.112
0.012
0.005
0.005
0.0013
95.4
3
0.0098
0.29
0.179
0.073
0.758
0.105
0.008
0.005
0.012
0.01
96
3.49
0.106
0.145
0.0096
0.013
0.108
0.01
0.002
0.005
0.001
0.005
94.6
3.8
0.0756
0.508
0.304
0.26
0.345
0.01
0.026
0.005
0.001
0.013
92.8
4.49
0.072
0.696
0.222
0.268
1.32
0.013
0.032
0.005
0.001
0.017
56 Porositas gas ..., Abdurahman Alatas, FT UI, 2011
Lampiran. 2 Tabel. 2 Data Properti Material Untuk Perhitungan Waktu Solidifikasi Total
Cu [%] 2.5 3 3.5 4 4.5
Tm [K] 923 920 917 914 911
To [K] 573 573 573 573 573
ΔTs [K] 50 53 56 59 62
L [J/gr] 396 396 396 396 396
k [W/cmK] ρ [gr/cm3] 0.54 7.85 0.54 7.85 0.54 7.85 0.54 7.85 0.54 7.85
c [J/grK] 0.49 0.49 0.49 0.49 0.49
Tabel. 3 Dimensi Produk Hasil Pengecoran
Tebal (mm) 5 7.5 10 12.5 15
V 9.8125 14.71875 19.625 24.53125 29.4375
57 Porositas gas ..., Abdurahman Alatas, FT UI, 2011
A 47.1 51.025 54.95 58.875 62.8
ρm [gr/cm3] 2.855 2.886 2.917 2.948 2.979
cm [J/grK] 0.897 0.894 0.891 0.889 0.886
Lampiran. 3 Tabel 4. Data Konstanta Mold dan Waktu Solidifikasi Total Produk 5mm
Cu [%] 2.5 3 3.5 4 4.5
B[min/cm2] 3.99403676 4.15822246 4.32909589 4.50712635 4.69229862
t=B(V/A)2 [s] 10.40113741 10.82870432 11.27368721 11.7373082 12.21952764
Tabel 5. Data Konstanta Mold dan Waktu Solidifikasi Total Produk 7.5mm
Cu[%] 2.5 3 3.5 4 4.5
B[min/cm2] t=B(V/A)2 [s] 3.99403676 19.94064213 4.15822246 20.76035621 4.32909589 21.6134595 4.50712635 22.50229501 4.69229862 23.42678673
Tabel 6. Data Konstanta Mold dan Waktu Solidifikasi Total Produk 10mm Cu[%] 2.5 3 3.5 4 4.5
B[min/cm2] 3.99403676 4.15822246 4.32909589 4.50712635 4.69229862
58 Porositas gas ..., Abdurahman Alatas, FT UI, 2011
t=B(V/A)2 [s] 30.56660789 31.82313107 33.13083588 34.49331389 35.91044859
59
Tabel 7. Data Konstanta Mold dan Waktu Solidifikasi Total Produk 12.5mm
Cu[%] 2.5 3 3.5 4 4.5
2
B[min/cm ] 3.99403676 4.15822246 4.32909589 4.50712635 4.69229862
t=B(V/A)2 [s] 41.60454963 43.31481729 45.09474883 46.9492328 48.87811058
Tabel 8. Data Konstanta Mold dan Waktu Solidifikasi Total Produk 15mm
Cu[%] 2.5 3 3.5 4 4.5
B[min/cm2] 3.99403676 4.15822246 4.32909589 4.50712635 4.69229862
t=B(V/A)2 [s] 52.65575812 54.82031563 57.07304149 59.42012276 61.8613587
Universitas Indonesia Porositas gas ..., Abdurahman Alatas, FT UI, 2011
60
Lampiran. 4 Tabel. 9 Data Hasil Perhitungan Kecepatan Aliran Logam Cair Cu (wt%)
2.5 3 3.5 4 4.5
ΔP (atm) 1315.8 1315.8 1315.8 1315.8 1315.8
ρ (kg/m^3)
2855 2886 2917 2948 2979
g (m/s^2) 9.8 9.8 9.8 9.8 9.8
h (m) 0.092 0.092 0.092 0.092 0.092
V (m/s) 1.65074266 1.64774097 1.64479778 1.64191139 1.63908013
Tabel. 10 Data Hasil Perhitungan Bilangan Reynold Al (wt%)
2.5 3 3.5 4 4.5
V (m/s) 1.65074266 1.64774097 1.64479778 1.64191139 1.63908013
D (m)
ρ (kg/m^3)
0.04 0.04 0.04 0.04 0.04
2855 2886 2917 2948 2979
μ (Pa -s) 0.013 0.013 0.013 0.013 0.013
Re 14501.1394 14631.9398 14762.6927 14893.3993 15024.0606
Universitas Indonesia Porositas gas ..., Abdurahman Alatas, FT UI, 2011
61
Lampiran. 5 Tabel. 11 Data Hasil Pengujian Densitas Al –2.5Cu
Tebal (mm) 5 5 5 Rata-rata
Al -2.5Cu Densitas Teoritis : 2.855 gr/cm3 Wa Ws Wfz Wwk Wk ϒsp 28.6 228.16 207.1 21.06 3.86 2.508772 28.6 228.16 207.13 21.03 3.86 2.502187 28.6 228.16 206.99 21.17 3.86 2.533215
Porositas % 12.12707776 12.35771536 11.27091997 11.91857103
7.5 7.5 7.5 Rata-rata
38.39 38.39 38.39
228.16 228.16 228.16
201.05 201.02 201.35
27.11 3.86 27.14 3.86 26.81 3.86
2.535667 2.540702 2.486399
11.18504003 11.00870325 12.91071931 11.70148753
10 10 10 Rata-rata
49.41 49.41 49.41
228.16 228.16 228.16
194.03 194.9 194.21
34.13 3.86 33.26 3.86 33.95 3.86
2.581505 2.469265 2.557453
9.579520063 13.51084528 10.42194689 11.17077075
12.5 12.5 12.5 Rata-rata
58.03 58.03 58.03
228.16 228.16 228.16
188.91 188.64 188.82
39.25 3.86 39.52 3.86 39.34 3.86
2.563163 2.594099 2.573392
10.22197744 9.138380383 9.863661604 9.741339808
15 15 15 Rata-rata
69.32 69.32 69.32
228.16 228.16 228.16
181.38 181.54 181.61
46.78 3.86 46.62 3.86 46.55 3.86
2.625758 2.60994 2.603079
8.029506979 8.583546093 8.823844695 8.478965922
Universitas Indonesia Porositas gas ..., Abdurahman Alatas, FT UI, 2011
62
Lampiran. 6 Tabel. 12 Data Hasil Pengujian Densitas Al –3Cu
Tebal (mm) 5 5 5 Rata-rata
Wa 28.67 28.67 28.67
Al -3Cu Densitas Teoritis : 2.886 gr/cm3 Ws Wfz Wwk Wk ϒsp 228.16 206.82 21.34 3.86 2.562109 228.16 206.98 21.18 3.86 2.525991 228.16 207.12 21.04 3.86 2.495213
Porositas % 11.22283347 12.47431776 13.54077516 12.41264213
7.5 7.5 7.5 Rata-rata
38.32 228.16 200.96 27.2 3.86 38.32 228.16 201.02 27.14 3.86 38.32 228.16 201.03 27.13 3.86
2.558077 2.547872 2.546179
11.36252818 11.71613512 11.7747955 11.6178196
10 10 10 Rata-rata
49.62 228.16 194.03 34.13 3.86 49.62 228.16 194.22 33.94 3.86 49.62 228.16 193.78 34.38 3.86
2.564341 2.539406 2.597906
11.14549254 12.00948212 9.982475428 11.0458167
12.5 12.5 12.5 Rata-rata
58.32 228.16 188.12 40.04 3.86 58.32 228.16 188.55 39.61 3.86 58.32 228.16 188.34 39.82 3.86
2.634146 2.583961 2.608229
8.726737995 10.46566146 9.624775457 9.605724971
15 15 15 Rata-rata
69.39 228.16 181.12 47.04 3.86 69.39 228.16 181.24 46.92 3.86 69.39 228.16 181.39 46.77 3.86
2.647463 2.635397 2.620468
8.265322229 8.683406595 9.20068337 8.716470731
Universitas Indonesia Porositas gas ..., Abdurahman Alatas, FT UI, 2011
63
Lampiran. 7 Tabel. 13 Data Hasil Pengujian Densitas Al –3.5Cu
Tebal (mm) 5 5 5 Rata-rata
Al- 3.5Cu Densitas Teoritis : 2.917 gr/cm3 Wa Ws Wfz Wwk Wk ϒsp 28.89 228.16 207.1 21.06 3.86 2.471343 28.89 228.16 207.03 21.13 3.86 2.486231 28.89 228.16 206.89 21.27 3.86 2.516551
Porositas % 15.27792156 14.76754759 13.72812744 14.59119886
7.5 7.5 7.5 Rata-rata
39.09 228.16 200.75 27.41 3.86 39.09 228.16 200.42 27.74 3.86 39.09 228.16 200.65 27.51 3.86
2.515444 2.57002 2.531736
13.76606049 11.89510717 13.20755052 12.95623939
10 10 10 Rata-rata
50.02 228.16 193.74 34.42 3.86 50.02 228.16 193.61 34.55 3.86 50.02 228.16 193.66 34.5 3.86
2.570401 2.587688 2.581011
11.88204243 11.28942296 11.51829442 11.56325327
12.5 12.5 12.5 Rata-rata
58.13 228.16 188.11 40.05 3.86 58.13 228.16 188.32 39.84 3.86 58.13 228.16 188.41 39.75 3.86
2.649499 2.624379 2.613759
9.170427404 10.03156556 10.39564646 9.865879809
15 15 15 Rata-rata
69.47 228.16 180.98 47.18 3.86 69.47 228.16 181.03 47.13 3.86 69.47 228.16 180.91 47.25 3.86
2.656597 2.651527 2.663727
8.927097761 9.100901009 8.682653621 8.903550797
Universitas Indonesia Porositas gas ..., Abdurahman Alatas, FT UI, 2011
64
Lampiran. 8 Tabel. 14 Data Hasil Pengujian Densitas Al –4Cu
Tebal (mm) 5 5 5 Rata-rata
Al -4Cu Densitas Teoritis : 2.948 gr/cm3 Wa Ws Wfz Wwk Wk ϒsp 28.82 228.16 207.22 20.94 3.86 2.454855 28.82 228.16 207.08 21.08 3.86 2.484483 28.82 228.16 206.81 21.35 3.86 2.543689
Porositas % 16.72811411 15.72310859 13.7147449 15.38865587
7.5 7.5 7.5 Rata-rata
38.39 38.39 38.39
228.16 228.16 228.16
200.96 201.12 200.63
27.2 3.86 27.04 3.86 27.53 3.86
2.550831 2.523997 2.608016
13.47250459 14.3827215 11.53268981 13.1293053
10 10 10 Rata-rata
49.79 49.79 49.79
228.16 228.16 228.16
194.13 193.22 193.48
34.03 3.86 34.94 3.86 34.68 3.86
2.537717 2.661144 2.624671
13.91734682 9.730536859 10.9677567 11.53854679
12.5 12.5 12.5 Rata-rata
58.37 58.37 58.37
228.16 228.16 228.16
187.92 187.45 187.31
40.24 3.86 40.71 3.86 40.85 3.86
2.654388 2.712361 2.730122
9.959689337 7.993195563 7.390718827 8.447867909
15 15 15 Rata-rata
69.52 69.52 69.52
228.16 228.16 228.16
180.71 180.99 180.14
47.45 3.86 47.17 3.86 48.02 3.86
2.681064 2.652423 2.741325
9.054803115 10.02636569 7.010687885 8.697285564
Universitas Indonesia Porositas gas ..., Abdurahman Alatas, FT UI, 2011
65
Lampiran. 9 Tabel. 15 Data Hasil Pengujian Densitas Al –4.5Cu
Tebal (mm) 5 5 5 Rata-rata
Al- 4.5Cu Densitas Teoritis Wa Ws Wfz Wwk 29.19 228.16 206.83 21.33 29.19 228.16 206.33 21.83 29.19 228.16 206.89 21.27
: 2.979 gr/cm3 Wk ϒsp 3.86 2.490614 3.86 2.601604 3.86 2.477929
Porositas % 16.39428216 12.66853716 16.82011773 15.29431235
7.5 7.5 7.5 Rata-rata
39.17 228.16 199.81 28.35 3.86 39.17 228.16 200.37 27.79 3.86 39.17 228.16 200.24 27.92 3.86
2.668256 2.57021 2.592323
10.431147 13.72239094 12.98009517 12.37787771
10 10 10 Rata-rata
50.11 228.16 193.34 34.82 3.86 50.11 228.16 193.44 34.72 3.86 50.11 228.16 193.12 35.04 3.86
2.61671 2.603117 2.647121
12.16145744 12.61776156 11.1406186 11.9732792
12.5 12.5 12.5 Rata-rata
58.16 228.16 187.97 40.19 3.86 58.16 228.16 187.66 40.5 3.86 58.16 228.16 187.81 40.35 3.86
2.664224 2.702602 2.683895
10.56651408 9.278206429 9.906183772 9.916968094
15 15 15 Rata-rata
69.61 228.16 180.12 48.04 3.86 69.61 228.16 180.31 47.85 3.86 69.61 228.16 180.46 47.7 3.86
2.737318 2.717018 2.701203
8.11285236 8.794294907 9.32517794 8.744108402
Universitas Indonesia Porositas gas ..., Abdurahman Alatas, FT UI, 2011