DI/TII Negara Islam Indonesia (disingkat NII; juga dikenal dengan nama Darul Islam atau DI) yang artinya adalah "Rumah Islam" adalah gerakan politik yang diproklamasikan pada 7 Agustus 1949 (ditulis sebagai 12 Syawal 1368 dalam kalender Hijriyah) oleh Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo di Desa Cisampah, Kecamatan Ciawiligar, Kawedanan Cisayong, Tasikmalaya, Jawa Barat. EJ Diproklamirkan saat Negara Pasundan buatan belanda mengangkat Raden Aria Adipati Wiranatakoesoema sebagai presiden. Gerakan ini bertujuan menjadikan Republik Indonesia yang saat itu baru saja diproklamasikan kemerdekaannya dan ada pada masa perang dengan tentara Kerajaan Belanda sebagai negara teokrasi dengan agama Islam sebagai dasar negara. Dalam proklamasinya bahwa "Hukum yang berlaku dalam Negara Islam Indonesia adalah Hukum Islam", lebih jelas lagi dalam undangundangnya dinyatakan bahwa "Negara berdasarkan Islam" dan "Hukum yang tertinggi adalah Al Quran dan Hadits". Proklamasi Negara Islam Indonesia dengan tegas menyatakan kewajiban negara untuk membuat undang-undang yang berlandaskan syari'at Islam, dan penolakan yang keras terhadap ideologi selain Alqur'an dan Hadits Shahih, yang mereka sebut dengan "hukum kafir", sesuai dalam Qur'aan Surah 5. Al-Maidah, ayat 50. Dalam perkembangannya, DI menyebar hingga di beberapa wilayah, terutama Jawa Barat (berikut dengan daerah yang berbatasan di Jawa Tengah), Sulawesi Selatan, Aceh dan Kalimantan. Setelah Kartosoewirjo ditangkap TNI dan dieksekusi pada 1962, gerakan ini menjadi terpecah, namun tetap eksis secara diam-diam meskipun dianggap sebagai organisasi ilegal oleh pemerintah Indonesia. Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat ( Darul Islam/Tentara Islam Indonesia )
-
Pada tanggal 7 Agustus 1949 di suatu desa di Kabupaten Tasikmalaya ( Jawa Barat ). Sekarmadji Maridjan Kartosuwirjo memproklamirkan berdirinya Negara Islam Indonesia. Gerakannya di namakan Darul Islam (DI) sedang tentaranya dinamakan Tentara Islam Indonesia ( TII ). Gerakan ini dibentuk pada saat Jawa Barat di tinggal oleh Pasukan Siliwangi yang berhijrah ke Yogyakarta dan Jawa Tengah dalam Rangka melaksanakan ketentuan dalam Perundingan Renville. Ketika pasukan Siliwangi berhijrah, gerombolan DI/TII ini dapat leluasa melakukan gerakannya dengan membakar Rumah – Rumah Rakyat, Membongkar Rel Kereta Api, menyiksa dan merampok harta benda penduduk. Akan tetapi setelah pasukan Siliwangi mengadakan Long March kembali ke Jawa Barat, gerombolan DI/TII ini harus berhadapan dengan pasukan Siliwangi. Usaha Untuk menumpas pemberontakan DI/TII ini memerlukan waktu yang lama disebabkan oleh beberapa faktor, yakni : Medannya berupa daerah pegunungan – pegunungan sehingga sangat mendukung pasukan DI/TII untuk bergerilya, Pasukan Kartosuwirjo dapat bergerak dengan leluasa di Kalangan Rakyat, Pasukan DI/TII mendapat bantuan dari beberapa orang Belanda, antara lain pemilik – pemilik perkebunan dan para pendukung negara Pasundan, Suasana Politik yang tidak stabil dan sikap beberapa kalangan partai politik telah mempersulit usaha – usaha pemulihan keamanan.
Selanjutnya dalam menghadapi aksi DI/TII pemerintah mengerahkan pasukan TNI untuk menumpas gerombolanini. Pada tahun 1960 pasukan Siliwangi bersama rakyat melakukan operasi “ Pagar Betis “ dan operasi “ Bratayudha “ Pada tanggal 4 Juni 1962 Sekarmadji Maridjan Kartosuwirjo beserta para pengawalnya dapat ditangkap oleh pasukan Siliwangi dalam operasi “ Bratayudha “ di Gunung Geber, daerah Majalaya, Jawa Barat. Kemudian Sekarmadji Maridjan Kartosuwirjo oleh Mahkamah Angkatan Darat dijatuhi hukuman mati sehingga pemberontakan DI/TII di Jawa Barat dapa di padamkan. Pemimpin pemberontakan DI/TII dengan wilayah pemberontakan mereka: ·
Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo, di Jawa Barat
·
Daud Beureueh, di Aceh
·
Amir Fatah, di Jawa Tengah
·
Kahar Muzakar, di Sulawesi Selatan
·
Ibnu Hadjar, di Kalimantan Selatan
Simak lebih lanjut di Brainly.co.id - https://brainly.co.id/tugas/5549091#readmore Pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah. Gerombolan DI/TII ini tidak hanya di Jawa Barat akan tetapi di Jawa Tengah juga muncul pemberontakan yang didalangi oleh DI/TII. Pemberontakan DI/TII di Jawa Tengha di bawah pimpinan Amir Fatah yang bergerak di daerah Brebes, Tegal, dan Pekalongan. Dan Moh. Mahfudh Abdul Rachman ( Kiai Sumolangu ). Untuk menumpas pemberontakan ini pada bulan Januari 1950 pemerintah melakukan operasi kilat yang disebut “ Gerakan Banteng Negara “ ( GBN ) di bawah Letnan Kolonel Sarbini ( Selanjut – nya di ganti Letnan Kolonel M. Bachrun dan Kemudian oleh Letnan Kolonel A. Yani ). Gerakan operasi ini dengan pasukan “ Banteng Raiders “. Sementara itu di daerah Kebumen muncul pemberontakan yang merupakan bagian dari DI/TII , yakni dilakukan oleh “ Angkatan Umat Islam ( AUI ) “ yang dipimpin oleh Kyai Moh. Mahudz Abdurachman yang dikenal sebagai “ Romo Pusat “ atau Kyai Somalangu. Untuk menumpas pemberontakan ini memerlukan waktu kurang lebih Tiga Bulan. Pemberontakan DI/TII juga terjadi di daerah Kudus dan Magelang yang dilakukan oleh Batalyon 426 yang bergabung dengan DI/TII pada bulan Desember 1951. Untuk menumpas pemberontakan ini Pemerintah melakukan “ Operasi Merdeka Timur “ yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Soeharto, Komandan Brigade Pragolo. Pada awal tahun 1952 kekuatan Batalyon pemberontak tersebut dapat dihancurkan dan sisa – sisanya melarikan diri ke Jawa Barat. Pemberontokan DI/TII di Aceh.
Gerombolan DI/TII juga melakukan pemberontakan di Aceh yang dipimpin oleh Teuku Daud Beureuh. Adapun penyebab timbulnya pemberontakan DI/TII di Aceh adalah kekecewaan Daud Beureuh karena status Aceh pada tahun 1950 diturunkan dari daerah istimewa menjadi kresidenan di bawah Provinsi Sumatera Utara. Pada tanggal 21 September 1953 Daud Beureuh yang waktu itu menjabat sebagai Gubernur Militer menyatakan bahwa Aceh merupakan bagian dari Negara Islam Indonesa di bawah Pimpinan Sekarmadji Maridjan Kartosuwiyo. Dalam menghadapi pemberontakan DI/TII di Aceh ini semula pemerintah menggunakan kekuatan senjata. Selanjutnya atas prakarsa Kolonel M. Yasin, Panglima Daerah Militer 1/Iskandar Muda, Pada tanggal 17 – 21 Desember 1962 diselenggarakan “ Mustawarah Kerukunan Rakyat Aceh “ yang mendapat dukungan tokoh – tokoh masyarakat Aceh sehingga pemberontakan DI/TII di Aceh dapat dipadamkan. Pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan. Di Sulawesi Selatan juga timbul pemberontakan DI/TII yang dipimpin oleh Kahar Muzakar. Pada tanggal 30 April 1950 Kahar Muzakar menuntut kepada pemerintah agar pasukannya yang tergabung dalam Komando Gerilya Sulawesi Selatan dimasukkan ke dalam Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat ( APRIS ). Tuntutan ini ditolak karena harus melalui penyaringan. Pemerintah melakukan pendekatan kepada Kahar Muzakar dengan memberi pangkat Letnan Kolonel. Akan tetapi pada tanggal 17 Agustus 1951 Kahar Muzakar beserta anak buahnya melarikan diri ke hutan dan melakukan aksi dengan melakukan teror terhadap rakyat. Untuk menghadapi pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan ini pemerintah melakukan Operasi Militer. Baru pada bulan Februari 1965 Kahar Muzakar berhasil ditangkap dan ditembak mati sehingga pemberontakan DI/TII di Sulawesi dapat dipadamkan. Pemberontakan DI/TII di Kalimantan Selatan. Pada bulan oktober 1950 DI/TII juga melakukan pemberontakan di Kalimantan Selatan yang dipimpin oleh Ibnu Hajar. Para pemberontak melakukan pengacauan dengan menyerang pos – pos kesatuan TNI. Dalam menghadapi gerombolan DI/TII tersebut pemerintah pada mulanya melakukan pendekatan kepada Ibnu Hajar dengan diberi kesempatan untuk menyerah, dan akan diterima menjadi anggota TNI. Ibnu Hajar pun menyerah, akan tetapi setelah menyerah melarikan diri dan melakukan pemberontakan lagi. Selanjutnya pemerintah mengerahkan pasukan TNI sehingga pada akhir tahun 1959 Ibnu Hajar beserta seluruh anggota gerombolannya pun tertangkap
PKI Madiun Membahas mengenai pemberontakan PKI di Madiun tidak bisa lepas dari jatuhnya kabinet Amir Syarifuddin pada tahun 1948. Kabinet Amir Syarifuddin jatuh disebabkan oleh kegagalannya dalam perundingan Renville yang sangat merugikan Indonesia. Setelah Amir Syarifuddin turun dari kabinetnya dan digantikan oleh Kabinet Hatta. Amir Syarifuddin merasa kecewa kemudian bersama kelompok-kelompok sayap kiri lainnya tidak setuju dengan pergantian kabinet tersebut. Untuk merebut kembali kedudukannya, pada tanggal 28 Juni 1948 Amir Syarifuddin membentuk Front Demokrasi Rakyat (FDR) Untuk memperkuat basis massa, FDR sendiri terdiri dari Partai Sosialis Indonesia, PKI, Pesindo, PBI, dan Sarbupri. Setelah terbentuk, FDR kemudian membentuk organisasi kaum petani dan buruh. Strategi yang diterapkan FDR untuk membantu Amir Syarifuddin dalam merebut kembali kabinetnya / menjatuhkan kabinet hatta adalah: 1. FDR berusaha menumbuhkan ketidakpercayaan rakyat terhadap pemerintah dengan cara melakukan pemogokan umum dan berbagai bentuk pengacauan. 2. Didalam parlemen, FDR mengusahakan terbentuknya Front Nasional yang mempersatukan berbagai kekuatan sosial politik untuk menggulinkan Kabinet Hatta. 3. Madiun dijadikan sebagai basis pemerintah sedangkan Surakarta dibuat sebagai daerah kacau untuk mengalihkan perhatian TNI kala itu. 4. FDR menarik pasukan yang berada dalam medah perang untuk memperkuat wilayah yang dibinanya.
Pada tanggal 11 Agustus 1948, Setelah Musso tiba dari Moskow. Amir dan FDR segera bergabung dengan Musso. Semenjak itulah bersatu kekuatan PKI dan FDR dibawah pimpinan Muso dan Amir Syarifuddin. Kelompok gabungan PKI dan FDR ini seringkali melakukan aksi-aksinya antara lain : 1. Melancarkan propaganda anti pemerintah. 2. Mengadakan pemogokan-pemogokan kerja bagi para buruh di perusahaan misalnya di pabrik karung di Delanggu Klaten. 3. Melakukan pembunuhan-pembunuhan misalnya pada tanggal 13 September 1948 tokoh pejuang 1945 Dr. Moewardi diculik dan dibunuh. kemudian bentrok senjata di Solo 2 Juli 1948, Komandan Divisi LIV yakni Kolonel Sutarto secara tiba-tiba terbunuh.
Setelah Muso dan Amir Syarifuddin bergabung, dalam sidang Politbiro PKI pada tanggal 13-14 Agustus 1948, Musso, seorang tokoh komunis Indonesia yang lama tinggal di uni soviet (sekarang Russia) ini menjelaskan tentang "pekerjaan dan kesalahan partai dalam dasar organisasi dan politik" dan menawarkan gagasan / doktrin yang disebutnya "Jalan Baru untuk Republik Indonesia". Musso menginginkan satu partai kelas buruh dengan memakai nama yang bersejarah, yakni PKI. Untuk itu harus dilakukan fusi tiga partai yang beraliran Marxsisme-
Leninisme (PKI ilegal), Partai Sosialis Indonesia (PSI) dan Partai Buruh Indonesia (PBI). PKI hasil fusi ini akan memimpin revolusi proletariat untuk mendirikan sebuah pemerintahan yang disebut "Komite Front Nasional". Baca Juga : 8 Pemberontakan di Indonesia yang Paling Membahayakan Kemudian musso menggelar rapat akbar di Yogya. Di sini dia mengutarakan pentingnya kabinet presidensial diganti jadi kabinet front persatuan. Musso juga mendorong kerjasama internasional, terutama dengan Uni Soviet untuk menghadapi blokade Belanda. Untuk menyebarkan gagasannya, Musso beserta Amir dan kelompok-kelompok kiri lainnya berencana untuk menguasai daerah-daerah yang dianggap strategis di Jawa Timur dan Jawa Tengah, yaitu Madiun, Solo, Jombang, Wonosobo, Kediri, Bojonegoro, Purwodadi dan Cepu. Penguasaan itu dilakukan dengan agitasi, demonstrasi, dan aksi-aksi pengacauan lainnya. Rencana itu diawali dengan penculikan dan pembunuhan tokoh-tokoh yang dianggap musuh di kota Surakarta, serta mengadudomba kesatuan-kesatuan TNI setempat, termasuk kesatuan Siliwangi yang ada di sana. Penumpasan PKI Madium Mengetahui hal itu, pemerintah langsung memerintahkan kesatuan-kesatuan TNI yang tidak terlibat adudomba untuk memulihkan keamanan di Surakarta dan sekitarnya. Operasi ini dipimpin oleh kolonel Gatot Subroto. Pemerintah Indonesia sejatinya sudah melakukan upaya-upaya diplomasi dengan Muso, bahkan sampai mengikutsertakan tokoh-tokoh kiri yang lain, yaitu Tan Malaka, untuk meredam gerak ofensif PKI Muso. Namun kondisi politik sudah amat panas, sehingga pada pertengahan September 1948, pertempuran antara kekuatan-kekuatan bersenjata yang memihak PKI dengan TNI mulai meletus. PKI dan kelompok pendukungnya (FDR) kemudian memusatkan diri di Madiun. Muso pun kemudian pada tanggal 18 September 1948 memproklamirkan Republik Soviet Indonesia. Hari berikutnya, PKI/FDR menyatakan pembentukan pemerintahan baru. Selain di Madiun, PKI juga mengumumkan hal yang sama pula di Pati, Jawa Tengah. Pemberontakan ini menewaskan Gubernur Jawa Timur RM Suryo, dokter pro-kemerdekaan Moewardi, serta beberapa tokoh agama dan polisi. Untuk mengembalikan keamanan secara menyeluruh di Madiun, pemerintah bergerak cepat. Provinsi Jawa Timur dijadikan daerah istimewa, selanjutnya Kolonel Sungkono diangkat sebagai gubernur militer. Operasi penumpasan dimulai pada tanggal 20 September 1948 dipimpin oleh Kolonel A. H. Nasution. Salah satu operasi penumpasan ini adalah pengejaran Musso yang melarikan diri ke Sumoroto, sebelah barat Ponorogo. Pada operasi tersebut Musso berhasil ditembak mati. Sedangkan Amir Sjarifuddin dan tokoh-tokoh kiri lainnya berhasil ditangkap dan dijatuhi hukuman mati. Amir sendiri tertangkap di daerah Grobogan, Jawa Tengah. Sedangkan sisa-sisa pemberontak yang
tidak tertangkap melarikan diri ke arah Kediri, Jawa Timur. Merekalah yang kelak di tahun 1965, berhasil menjadikan PKI kembali menjadi partai besar di Indonesia sebelum terjadinya peristiwa Gerakan 30 September 1965. Akibat dari pemberontakan PKI Madium sendiri, diperkirakan terdapat ribuan orang tewas dan ditangkap pemerintah akibat pemberontakan ini.
Tujuan pemberontakan PKI Madiun Terdapat beragam motif dan tujuan dalam pemberontakan PKI Madium / Pemberontakan PKI 1948, namun tujuan utama dari pemberontakan PKI Madiun ini adalah: 1. Untuk menggulingkan kebinet Hatta 2. Untuk meruntuhkan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan menggantinya dengan negara komunis. 3. Untuk mendirikan Negara Republik Soviet Indonesia yang berazaskan komunisme.
Dengan diatasinya pemberontakan PKI di Madiun, maka selamatlah bangsa Indonesia dari ancaman ideologi komunis yang bersebrangan dengan ideologi Pancasila. Penumpasan pemberontakan PKI dilakukan oleh bangsa Indonesia sendiri, tanpa bantuan apa pun dari pihak asing. Dalam kondisi bangsa yang masih begitu sulit kala itu, ternyata Republik Indonesia berhasil menggagalkan pemberontakan yang relatif besar oleh kaum komunis dalam waktu singkat.
Pemberontakan di bawah naungan Andi Azis ini terjadi di Makassar yang diawali dengan adanya konflik di Sulawesi Selatan pada bulan April 1950. Kekacauan yang berlangsung di Makassar ini terjadi karena adanya demonstrasi dari kelompok masyarakat yang anti federal, mereka mendesak NIT supaya segera menggabungkan diri dengan RI. Sementara itu di sisi lain terjadi sebuah konflik dari kelompok yang mendukung terbentuknya Negara Federal. Keadaan tersebut menyebabkan terjadinya kegaduhan dan ketegangan di masyarakat. Untuk menjaga keamanan di lingkungan masyarakat, maka pada tanggal 5 April 1950 pemerintah mengutus pasukan TNI sebanyak satu Batalion dari Jawa untuk mengamankan daerah tersebut. Namun kedatangan TNI ke daerah tersebut dinilai mengancam kedudukan kelompok masyaraat pro-federal. Selanjutnya para kelompok masyarakat pro-federal ini bergabung dan membentuk sebuah pasukan “Pasukan Bebas” di bawah komando kapten Andi Azis. Ia menganggap bahwa masalah keamanan di Sulawesi Selatan menjadi tanggung jawabnya. lata belakang pemberontakan Andi Azis adalah : 1. Menuntut bahwa keamanan di Negara Indonesia Timur hanya merupakan tanggung jawab pasukan bekas KNIL saja. 2. Menentang campur tangan pasukan APRIS (Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat) terhadap konflik di Sulawesi Selatan. 3. Mempertahankan berdirinya Negara Indonesia Timur. Dampak Pemberontakan Andi Aziz Pada tanggal 5 April 1950, anggota pasukan Andi Azis menyerang markas Tentara Nesional Indonesia (TNI) yang bertempat di Makassar, dan mereka pun berhasil menguasainya. Bahkan, Letkol Mokoginta berhasil ditawan oleh pasukan Andi Azis. Akhirnya, Ir.P.D Diapri (Perdana Mentri NIT) mengundurkan diri karena tidak setuju dengan apa yang sudah dilakukan oleh Andi Azis dan ia digantikan oleh Ir. Putuhena yang pro-RI. Pada tanggal 21 April 1950, Sukawati yang menjabat sebagai Wali Negara NIT mengumumkan bahwa NIT bersedia untuk bergabung dengan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). 3. Upaya Penumpasan Pemberontakan Andi Aziz Untuk menanggulangi pemberontakan yang di lakukan oleh Andi Azis, pada tanggal 8 April 1950 pemerintah memberikan perintah kepada Andi Azis bahwa setiap 4 x 24 Jam ia harus melaporkan diri ke Jakarta untuk mempertanggungjawabkan perbuatan yang sudah ia lakukan. Untuk pasukan yang terlibat dalam pemberontakan tersebut diperintahkan untuk menyerahkan diri dan melepaskan semua tawanan. Pada waktu yang sama, dikirim pasukan yang dipimpin oleh A.E. Kawilarang untuk melakukan operasi militer di Sulawesi Selatan. Tanggal 15 April 1950, Andi Azis pergi ke Jakarta setelah didesak oleh Sukawati, Presiden dari Negara NIT. Namun karena keterlambatannya untuk melapor, Andi Azis akhirnya ditangkap dan diadili untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, sedangkan untuk
pasukan TNI yang dipimpin oleh Mayor H. V Worang terus melanjutkan pendaratan di Sulawesi Selatan. Pada tanggal 21 April 1950, pasukan ini berhasil menguasai Makassar tanpa adanya perlawanan dari pihak pemberontak. Pada Tanggal 26 April 1950, anggota ekspedisi yang dipimpin oleh A.E Kawilarang mendarat di daratan Sulawesi Selatan. Keamanan yang tercipta di Sulawesi Selatan-pun tidak berlangsung lama karena keberadaan anggota KL-KNIL yang sedang menunggu peralihan pasukan APRIS keluar dari Makassar. Para anggota KL-KNIL memprovokasi dan memancing emosi yang menimbulkan terjadinya bentrok antara pasukan KL-KNIL dengan pasukan APRIS. Pertempuran antara pasukan APRIS dengan KL-KNIL berlangsung pada tanggal 5 Agustus 1950. Kota Makassar pada saat itu sedang berada dalam kondisi yang sangat menegangkan karena terjadinya peperangan antara pasukan KL-KNIL dengan APRIS. Pada pertempuran tersebut pasukan APRIS berhasil menaklukan lawan, dan pasukan APRIS-pun melakukan strategi pengepungan terhadap tentara-tentara KNIL tersebut. Tanggal 8 Agustus 1950, pihak KL-KNIL meminta untuk berunding ketika menyadari bahwa kedudukannya sudah tidak menguntungkan lagi untuk perperang dan melawan serangan dari lawan. Perundingan tersebut akhirnya dilakukan oleh Kolonel A.E Kawilarang dari pihak RI dan Mayor Jendral Scheffelaar dari pihak KL-KNIL. Hasil perundingan kedua belah pihakpun setuju untuk menghentikan baku tembak yang menyebabkan terjadinya kegaduhan di daerah Makassar tersebut, dan dalam waktu dua hari pasukan KNIL harus meninggalkan Makassar. 4. Meninggalnya Kapten Andi Azis Pada tanggal 30 Januari 1984 seluruh keluarga dari Andi Azis diselimuti oleh duka yang mendalam karena kepergian sang Kapten, Andi Abdoel Azis. Di usianya yang sudah menginjak 61 Tahun, ia meninggal di Rumah Sakit Husada Jakarta karena serangan jantung yang dideritanya. Andi Azis meninggalkan seorang Istri dan jenasahnya diterbangkan dari Jakarta Ke Sulawesi Selatan, lalu dimakamkan di pemakaman keluarga Andi Djuanna Daeng Maliungan yang bertempat di desa Tuwung, Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan. Dalam suasana duka, mantan Presiden RI, BJ. Habibie beserta istrinya Hasri Ainun, mantan Wakil Presiden RI, Try Sutrisno dan para anggota perwira TNI turut berduka cita dan hadir dalam acara pemakaman Andi Azis. 5. Hikmah di Balik Pemberontakan Andi Azis Kapten Andi Abdoel Azis, ia adalah seorang pemberontak yang tidak pernah menyakiti dan membunuh orang untuk kepentingan pribadinya. Ia hanyalah korban propaganda dari Belanda, karena kebutaannya terhadap dunia politik. Andi Azis adalah seorang militer sejati yang mencoba untuk mempertahankan kesatuan Negara Republik Indonesia pada masa itu, dan dalam kesehariannya, seorang Andi Azis cukup dipandang dan dihargai oleh masyarakat suku Bugis Makassar yang bertempat tinggal di Tanjung Priok, Jakarta. Disanalah Andi Azis diakui sebagai salah satu sesepuh yang selalu dimintai nasehat oleh
para penduduk tentang bagaimana cara menjadikan suku Bugis Makassar supaya tetap dalam keadaan rukun dan sejahtera. Andi Azis dikenal juga sebagai orang yang murah hati dan suka menolong. Ia selalu berpesan kepada anak-anak angkatnya bahwa “Siapapun boleh dibawa masuk ke dalam rumahnya kecuali 3 jenis manusia yaitu pemabuk, penjudi, dan pemain perempuan. Seorang Andi Azis patut kita jadikan sebagai bahan pembelajaran bahwa kita selama hidup di dunia ini jangan terlalu percaya sama apa yang orang lain katakan, percayalah kepada hati nurani, jangan terlalu percaya sama orang lain karena orang itu belum tentu bisa mengajak kita ke jalan yang benar dan mungkin malah mengajak kita untuk berbuat salah. Maka dari itu, alangkah lebih baiknya kita harus berwaspada dan berhati-hati dalam mempercayai orang lain.
Republik Maluku Selatan Didirikannya Negara Kesatuan Republik Indonesia, menimbulkan respon dari masyarakat Maluku Selatan saat itu. Seorang mantan jaksa agung Negara Indonesia Timur, Mr. Dr. Christian Robert Soumokil, memproklamirkan berdirinya Republik Maluku Selatan pada tanggal 25 April 1950. Hal ini merupakan bentuk penolakan atas didirikannya NKRI, Soumokil tidak setuju dengan penggabungan daerah-daerah Negara Indonesia Timur ke dalam wilayah kekuasaan Republik Indonesia. Dengan mendirikan Republik Maluku Selatan, Ia mencoba untuk melepas wilayah Maluku Tengah dan NIT dari Republik Indonesia Serikat. Berdirinya Republik Maluku Selatan ini langsung menimbulkan respon pemerintah yang merasa kehadiran RMS bisa jadi ancaman bagi keutuhan Republik Indoensia Serikat. Maka dari itu, pemerintah langsung ambil beberapa keputusan untuk langkah selanjutnya. Tindakan pemerintah yang pertama dilakukan adalah dengan menempuh jalan damai. Dr. J. Leimena dikirim oleh Pemerintah untuk menyampaikan permintaan berdamai kepada RMS, tentunya membujuk agar tetap bergabung dengan NKRI. Tetapi, langkah pemerintah tersebut ditolak oleh Soumokil, justru ia malah meminta bantuan, perhatian, juga pengakuan dari negara lain, terutama dari Belanda, Amerika Serikat, dan komisi PBB untuk Indonesia. Ditolaknya mentah-mentah ajakan pemerintah kepada RMS untuk berdamai, membuat pemerintah Indonesia memutuskan untuk melaksanakan ekspedisi militer. Kolonel A.E. Kawilarang dipilih sebagai pemimpin dalam melaksanakan ekspedisi militer tersebut. Kalian tahu ngga beliau itu siapa? Beliau itu adalah panglima tentara dan teritorium Indonesia Timur. Ia dirasa mengerti dan paham bagaimana kondisi Indonesia di wilayah timur. Akhirnya kota Ambon dapat dikuasai pada awal November 1950. Akan tetapi, ketika melakukan perebutan Benteng Nieuw Victoria, Letnan Kolonel Slamet Riyadi gugur. Namun, perjuangan gerilya kecil-kecilan masih berlanjut di Pulau Seram sampai 1962. Setelah itu, pada tanggal 12 Desember 1963, Soumokil akhirnya dapat ditangkap dan kemudian dihadapkan pada Mahkamah Militer Luar Biasa di Jakarta. Berdasarkan keputusan Mahkamah Militer Luar Biasa, Soumokil dijatuhi hukuman mati. Nah, setelah RMS mengalami kekalahan di Ambon, serta Soumokil yang telah dijatuhkan hukuman mati, pada akhirnya pemerintahan RMS mulai mengungsi dari pulau-pulau yang di tempati sebelumnya dan membuat pemerintahan dalam pengasingan di Belanda. Sebanyak 12.000 tentara Maluku bersama keluarganya berangkat ke Belanda setahun setelahnya. Pada akhirnya pemberontakan RMS berhasil dihentikan oleh pemerintah Indonesia
PRRI PRRI adalah singkatan dari Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia, sementara Permesta adalah singkatan dari Perjuangan Semesta atau Perjuangan Rakyat Semesta. Pemberontakan keduanya sudah muncul saat menjelang pembentukan Republik Indonesia Serikat (RIS) tahun 1949. Akar masalahnya yaitu saat pembentukan RIS tahun 1949 bersamaan dengan dikerucutkan Divisi Banteng hingga hanya menyisakan 1 brigade saja. Kemudian, brigade tersebut diperkecil menjadi Resimen Infanteri 4 TT I BB. Kejadian itu membuat para perwira dan prajurit Divisi IX Banteng merasa kecewa dan terhina, karena mereka merasa telah berjuang hingga mempertaruhkan jiwa dan raganya untuk kemerdekaan Indonesia. Selain itu, ada pula ketidakpuasan dari beberapa daerah seperti Sumatera dan Sulawesi terhadap alokasi biaya pembangunan yang diberikan oleh pemerintah pusat. Kondisi ini pun diperparah dengan tingkat kesejahteraan prajurit dan masyarakat yang sangat rendah. Akibat adanya berbagai permasalahan tersebut, para perwira militer berinisiatif membentuk dewan militer daerah, sebagai berikut:
PRRI selanjutnya membentuk Dewan Perjuangan dan sekaligus tidak mengakui kabinet Djuanda, maka terbentuklah kabinet PRRI. Pada tanggal 9 Januari 1958 para tokoh militer dan sipil mengadakan pertemuan di Sungai Dareh, Sumatera Barat. Pertemuan tersebut menghasilkan sebuah pernyataan berupa “Piagam Jakarta” dengan isi berupa tuntutan agar Presiden Soekarno bersedia kembali kepada kedudukan yang konstitusional, serta menghapus segala akibat dan tindakan yang melanggar UUD 1945 dan membuktikan kesediaannya itu dengan kata dan perbuatan. Selanjutnya Letnan Kolonel Ahmad Husein pada tanggal 15 Februari 1958 memproklamirkan berdirinya Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) dengan perdana menteri Syafruddin Prawiranegara. Hal ini merupakan respon atas penolakan tuntutan yang diajukan oleh PRRI. Pada saat dimulainya pembangunan pemerintahan, PRRI mendapat
dukungan dari PERMESTA dan rakyat setempat. Dengan bergabungnya PERMESTA dengan PRRI, gerakan kedua kelompok itu disebut PRRI/PERMESTA. Untuk menumpas pemberontakan, pemerintah melancarkan operasi militer gabungan yang diberi nama Operasi Merdeka, dipimpin oleh Letnan Kolonel Rukminto Hendraningrat. Operasi ini sangat kuat karena musuh memiliki persenjataan modern buatan Amerika Serikat. Terbukti dengan ditembaknya Pesawat Angkatan Udara Revolusioner (Aurev) yang dikemudikan oleh Allan L. Pope seorang warga negara Amerika Serikat.
Akhirnya, pemberontakan PRRI/Permesta baru dapat diselesaikan pada bulan Agustus 1958, dan pada tahun 1961 pemerintah membuka kesempatan bagi sisa-sisa anggota Permesta untuk kembali Republik Indonesia.
APRA Setelah Indonesia melangsungkan proklamasi kemerdekaan pada tahun 1945, tidak lantas membuat Indonesia langsung terbebas dari berbagai macam peperangan. Setelah Indonesia melangsungkan proklamasi kemerdekaan pada tahun 1945, tidak lantas membuat Indonesia langsung terbebas dari berbagai macam peperangan.
Setelah mengusasi Siliwangi, Westerling bekerja sama dengan Sultan Hamid II merencanakan untuk menyerang Jakarta. Tujuannya adalah untuk menculik dan membunuh menteri-menteri Republik Indonesia Serikat (RIS) yang saat itu tengah bersidang. Tapi usaha yang direncanakan oleh Westerling itu bisa digagalkan lho Squad. Semuanya itu berkat pasukan APRIS. APRIS mengirimkan kesatuan-kesatuannya yang berada di Jawa Tengah dan di Jawa Timur. Perdana Menteri RIS pada waktu itu Drs. Moh. Hatta, melakukan perundingan dengan Komisaris Tinggi Belanda dalam merespon hal tersebut. berkat perundingan yang diadakan oleh Drs. Moh. Hatta dengan Komisaris Tinggi Belanda, akhirnya Mayor Jenderal Engels yang merupakan Komandan Tinggi Belanda di Bandung, mendesak Westerling untuk meninggalkan Kota Bandung. Berkat hal itu, APRA pun berhasil dilumpuhkan oleh pasukan APRIS. Jadi begitulah latar belakang pemberontakan APRA di Indonesia Squad. Berkat tindakan Raymond Westerling ini, rakyat semakin menuntut untuk mengembalikan Indonesia ke bentuk negara kesatuan.
G30SPKI Latar Belakang G30S/PKI G30S/PKI sebuah peristiwa yang terjadi pada tanggal 30 september sampai 1 oktober 1965 dimana 6 perwira tinggi militer indonesia beserta beberapa yang dituduhkan kepada anggota partai komunis indonesia(PKI). Diakhir 1964 dan permulaan 1965 ribuan petani merampas tanah yang bukan hak mereka yang menyebabkan bentrokan-bentrokan besar terjadi antara polisi dan para pemilik tanah. Pada permulaan 1965, para buruh menyita perusahaan karet dan minyak milik Amerika Serikat. Tujuan G30S/PKI Menghancurkan negara RI dan menggantinya menjadi negara komunis dengann mengubah ideologi pancasila menjadi ideologi komunis. Proses Penumpasan G30S/PKI Dengan menghimpun pasukan devisi siliwangi dan resimen para komando angkatan darat/RPKAD dibawah pimpinan kolonel sarwo edi wibowo mulai memimpin operasi penumpasan gerakan G30S/PKI. Tindakan yang dilakukannya : 1. Pada 1 oktober 1965, operasi untuk merebut RRI kantor telekomunikasi. 2. Operasi pada 2 oktober 1965 mengambil alih beberapa tempat penting seperti, bandara halim perdana kusuma. 3. Operasi pembersihan kampung buaya pada 3 oktober 1965. Teori mengenai peristiwa kudeta G30S/PKI 1. Gerakan 30 September merupakan persoalan internal Angkatan Darat (AD). Dikemukakan antara lain oleh Ben Anderson, W.F.Wertheim, dan Coen Hotsapel, teori ini menyatakan bahwa G30S hanyalah peristiwa yang timbul akibat adanya persoalan di kalangan AD sendiri. 2. Dalang Gerakan 30 September adalah Dinas Intelijen Amerika Serikat (CIA). Teori ini berasal antara lain dari tulisan Peter Dale Scott atau Geoffrey Robinson. Menurut teori ini AS sangat khawatir Indonesia jatuh ke tangan komunis. Karena itu CIA kemudian bekerjasama dengan suatu kelompok dalam tubuh AD untuk memprovokasi PKI agar melakukan gerakan kudeta. 3. Gerakan 30 September merupakan pertemuan antara kepentingan Inggris-AS. Menurut teori ini G30S adalah titik temu antara keinginan Inggris yang ingin sikap konfrontatif Soekarno terhadap Malaysia bisa diakhiri melalui penggulingan kekuasaan Soekarno, dengan keinginan AS agar Indonesia terbebas dari komunisme 4. Soekarno adalah dalang Gerakan 30 September.
Teori yang dikemukakan antara lain oleh Anthony Dake dan John Hughes ini beranjak dari asumsi bahwa Soekarno berkeinginan melenyapkan kekuatan oposisi terhadap dirinya, yang berasal dari sebagian perwira tinggi AD 5. Tidak ada pemeran tunggal dan skenario besar dalam peristiwa Gerakan 30 September (teori chaos). Dikemukakan antara lain oleh John D. Legge, teori ini menyatakan bahwa tidak ada dalang tunggal dan tidak ada skenario besar dalam G30S. Kejadian ini hanya merupakan hasil dari perpaduan antara, seperti yang disebut Soekarno : “unsur-unsur Nekolim (negara Barat), pimpinan PKI yang keblinger serta oknum-oknum ABRI yang tidak benar”. 6. Dalang Gerakan 30 September adalah PKI. Menurut teori ini tokoh-tokoh PKI adalah penanggungjawab peristiwa kudeta, dengan cara memperalat unsur-unsur tentara. Dasarnya adalah serangkaian kejadian dan aksi yang telah dilancarkan PKI antara tahun 1959-1965.