Hijrah dan memaknai Tahun Baru Islam
Hijrah dalam sejarah Islam adalah satu peristiwa monumental yang sangat penting bukan hanya bagi kehidupan Nabi Muhammad SAW, tapi juga bagi pertumbuhan dan perkembangan agama Islam. Peristiwa itu adalah hijratur rasul dari Makkah ke Yatsrib yang kemudian kota ini dikenal menjadi “Madinah Al-Munawarah”. Betapa pentingnya peristiwa ini, hingga diabadikan dalam Al-Qur’an surat Al-Anfaal ayat 74:
صرروُا سذبيِذل اذ صوُاللذذيِصن صءاصوُووُا صوُنص ص صوُاللذذيِصن صءاصمرنوُا صوُصهاَصجرروُا صوُصجاَصهردوُا ذفيِ ص ق صكذريِمم رأوُلصئذصك رهرم اولرموؤذمرنوُصن صح ققاَ لصرهوم صموغفذصرةم صوُذروز م Artinya : “Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan Allah, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada orangorang muhajirin), mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rezki (ni`mat) yang mulia” (QS. 8 :74). Hijrah Nabi Muhammad SAW bersama seluruh umat Islam adalah dari Mekkah ke Yatsrib (Madinah). Para ulama membagi hijrah dalam pengertian, antara lain : 1. Keluar dari Darul Harb, yaitu hijrah dari negeri kafir ke negeri Muslim. 2. Pindah dari suatu negeri yang dilanda perang ke negeri yang aman. Nilai-nilai filosofis dari hijrah adalah pindah dari keadaan hidup yang penuh penderitaan kepada keadaan hidup yang lebih baik, aman dan sejahtera. Umat Islam harus mempunyai semangat hijrah yaitu hijrah dari keterbelakangan kepada kemajuan, dari kebodohan kepada kecerdasan, dari kekufuran kepada keimanan. Nabi Muhammad SAW bersabda tentang hakikat seorang Muslim dan seorang yang hijrah :
ساَنذذه صوُيِصذدذه وُالرمصهاَذجرر صمون سلذصم الرم و سلذرمووُصن ذمون لذ ص المسلم صمون ص:قاَل النبىصلعم صهاَصجصر صعصماَنصصهىَ ار صعونهر. (riwayat Bukhari, Abu Dawud dan An-Nasa’i ) Maksudnya : “Hakikat seorang Muslim adalah seorang yang dapat menjaga lidah dan tangannya demi keselamatan orang lain. Sedang seorang yang berhijrah, pada hakikatnya adalah seorang yang dapat menjaga diri dari semua larangan Allah”.
Imam Ibnul Qoyyim membagi hijrah menjadi 2 macam. Pertama, hijrah dengan hati menuju Alloh dan Rosul-Nya. Hijrah ini hukumnya fardhu ‘ain bagi setiap orang di setiap waktu. Macam yang kedua yaitu hijrah dengan badan dari negeri kafir menuju negeri Islam. Pertama, hijrah merupakan perjalanan mempertahankan keimanan. Karena iman, para sahabat sudi meniggalakan kampung halaman, meninggalkan harta benda mereka. Karena iman, mereka rela berpisah dengan orang yang dicintainya yang berbeda akidah. Iman yang mereka pertahankan melahirkan ketenangan dan ketentraman batin,
kalau batin sudah merasa tentram dan teraasa bahagia, maka bagaimanapun pedihnya penderitaan dzahir yang mereka alami tidak akan terasa. Itulah mengapa sebabnya para sahabat mau berjalan di gurun pasir yang panas. Mereka melakukan perjalanan dari Mekkah menuju Madinah dengan bekal iman. Oleh karena itu, dalam memperingati tahun baru hijriyah ini, perlulah kita tanamkan keimanan dalam diri kita sebagaimana imannya para sahabat. Dan diwujudkan dalam bentuk amal-amal saleh dalam kehidupan ini. Para jamaah, iman akan membuat hidup seseorang jadi terarah. Kekuasaan dan kebebasan berfikir harus ada imbangannya. Allah tidak harus ada imbangannya. Allah tidak hanya menganugerahkan akal pada amnesia, tapi juga hati. Kita memang butuh ilmu pengetahuan dan teknologi yang diimbangi dengan keimanan akan membuat manusia semakin sadar akan hakikat dirinya, timbul pengakuan sebagaimana tersebut dalam surah Ali Imran ayat 191: نرببنناَ نماَ نخلنقق ن ِت نهذَا نباَططل Artinya: “Ya Tuhan kami, tiada sia-sia Engkau menciptakan ini.” Iman juga berfungsi untuk mengendalikan nafsu. Makhluk yang bernama Malaikat cuma dianugerahakan akal saja tanpa nafsu, karena itu tidak ada malaikat yang mendurhakai Allah, sehingga wajar kalau kita tiap hari berbuat salah. Sedangkan manusia diberi kedua-duanya akal sekaligus nafsu. Jika akal yang menguasai dirinya maka kebenaran akan menang dan meningkat ke derajat malaikat. Namun kalau nafsu yang mengendalikan dirinya maka sifat-sifat binatang yang menghiasi perilakunya. Sehingga ia turun derajat ke tataran binatang. hijrah adalah perjalanan ukhuwah. Para jamaah, kita bisa menyimak bersama bagaimana penduduk Madinah menyambut orang-orang Mekkah sebagai saudara. Kemudian mereka bergaul dalam suasana ukhuwah yang berlandaskan satu keyakinan bahwa semua manusia berasal dari Nabi Adam dan beliau diciptakan dari tanah. Maka bersatulah orang-orang muhajirin dan orang ansharsebagai saudara yang diikat oleh akidah. Dalam surah Al-Hujarat ayat 10 Allah Swt berfirman : إطبننماَ اقلنم قؤطمننوُنن إطقخنوُةة Artinya: ”Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara.” Dan kaum muhajirin dan anshar ini mendapat jaminan dari Allah akan masuk surga. Sebagaimana dalam surah At-taubah ayat 100 Allah Swt berfirman : جريِنن نوُا ن ن ضني ا ِت نتقجطري ضوُقا نعقننه نوُأننعبد نلنهقمُ نجبناَ ن ا ن نعقننهقمُ نوُنر ن صاَطر نوُالبطذَيِنن ابتنبنعوُنهمُ طبإطقحنساَنن بر ط لن ن نوُالبساَطبنقوُنن البوُنلوُنن طمنن اقلنمنهاَ ط ط ُك اقلنفقوُنز اقلنعطظيِنم نتقحنتنهاَ النقننهاَنر نخاَلططديِنن طفيِنهاَ أننبداا نذَلط ن Artinya: “Dan orang-orang yang terdahulu yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik. Allah ridla kepada mereka dan mereka pun rida kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.”
Dalam musyawarah Khalifah Umar bin Khatab dan para sahabat, muncul beberapa usulan mengenai patokan awal tahun. Ada yang mengusulkan penanggalan dimulai dari tahun diutus Nabi shallallahu’alaihiwasallam. Sebagian lagi mengusulkan agar penanggalan dibuat sesuai dengan kalender Romawi, yang mana mereka memulai hitungan penanggalan dari masa raja Iskandar (Alexander). Yang lain mengusulkan, dimulai dari tahun hijrahnya Nabi shallallahu’alaihiwasalam ke kota Madinah. Usulan ini disampaikan oleh sahabat Ali bin Abi Thalib radhiyallahu’anhu. Hati Umar bin Khatab radhiyallahu’anhu ternyata condong kepada usulan ke dua ini, الجهرة فرقت بي القح والباهطل فأرخوا باه ” Peristiwa Hijrah menjadi pemisah antara yang benar dan yang batil. Jadikanlah ia sebagai patokan penanggalan.” Kata Umar bin Khatab radhiyallahu’anhu mengutarakan alasan. Akhirnya para sahabatpun sepakat untuk menjadikan peristiwa hijrah sebagai acuan tahun. Landasan mereka adalah firman Allah ta’ala, ف س معملىَ التوتنقموىى فمنن أموفل يتمنومم أممحققح أمنن تمتققومم ففيِه ملمممنسجهدد أقسس م Sesungguhnya mesjid yang didirikan atas dasar takwa (mesjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu sholat di dalamnya. (QS. AtTaubah:108) Para sahabat memahami makna “sejak hari pertama” dalam ayat, adalah hari pertama kedatangan hijrahnya Nabi. Sehingga moment tersebut pantas dijadikan acuan awal tahun kalender hijriyah. Al Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahillah dalam Fathul Bari menyatakan, فتعي، لسجهد أسس علىَ التقوى من أول يوم لنه من العلوم أنه ليِس أول الياهم مطلقاه: وأفاهد السهيِلي أن الصحاهبة أخذوا التاهريخ باهلجهرة من قوله تعاهل فوافقح رأي، وابتدأ بناهء السجهد، وعبد فيِه النب – صلىَ ال عليِه وسلم – ربه آمناه، أنه أضيِف إل شيء مضمر وهو أول الزمن الذي عز فيِه السلم من: والتباهدر أن معن قوله، كذا قاهل، وفهمناه من فعلهم أن قوله تعاهل من أول يوم أنه أول أياهم التاهريخ السلمي، الصحاهبة ابتداء التاهريخ من ذلك اليِوم أول يوم أي دخل فيِه النب – صلىَ ال عليِه وسلم – وأصحاهبه الدينة وال أعلم. ” Pelajaran dari As-Suhaili: para sahabat sepakat menjadikan peristiwa hijrah sebagai patokan penanggalan, karena merujuk kepada firman Allah ta’ala, ف س معملىَ التوتنقموىى فمنن أموفل يتمنومم أممحققح أمنن تمتققومم ففيِه ملمممنسجهدد أقسس م
“Sesungguhnya masjid yang didirikan atas dasar takwa (masjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu sholat di dalamnya.” (QS. At-Taubah: 108) Sudah suatu hal yang maklum; maksud hari pertama (dalam ayat ini) bukan berarti tak menunjuk pada hari tertentu. Nampak jelas ia dinisbatkan pada sesuatu yang tidak tersebut dalam ayat. Yaitu hari pertama kemuliaan islam. Hari pertama Nabi shallallahu’alaihiwasallam bisa menyembah Rabnya dengan rasa aman. Hari pertama dibangunnya masjid (red. masjid pertama dalam peradaban Islam, yaitu masjid Quba). Karena alasan inilah, para sahabat sepakat untuk menjadikan hari tersebut sebagai patokan penanggalan. Dari keputusan para sahabat tersebut, kita bisa memahami, maksud “sejak hari pertama” (dalam ayat) adalah, hari pertama dimulainya penanggalan umat Islam. Demikian kata beliau. Dan telah diketahui bahwa makna firman Allah ta’ala: min awwali yaumin (sejak hari pertama) adalah, hari pertama masuknya Nabi shallallahu’alaihiwasallam dan para sahabatnya ke kota Madinah. . Allahua’lam. ” (Fathul Bari, 7/335) Sebenarnya ada opsi-opsi lain mengenai acuan tahun, yaitu tahun kelahiran atau wafatnya Nabi shallallahu’alaihiwasallam. Namun mengapa dua opsi ini tidak dipilih? Ibnu Hajar rahimahullah menjelaskan alasannya,” فاهنصر ف الجهرة، وأماه وقت الوفاهة فأعرضوا عنه لاه توقع بذكره من السف عليِه، لن الولد والبعث ل يلو واحد منهماه من النزاع ف تعيِي السنة، . “Karena tahun kelahiran dan tahun diutusnya beliau menjadi Nabi, belum diketahui secara pasti. Adapun tahun wafat beliau, para sahabat tidak memilihnya karena akan menyebabkan kesedihan manakala teringat tahun itu. Oleh karena itu ditetapkan peristiwa hijrah sebagai acuan tahun.” (Fathul Bari, 7/335) Alasan lain mengapa tidak menjadikan tahun kelahiran Nabi shallallahu’alaihiwasallam sebagai acuan; karena dalam hal tersebut terdapat unsur menyerupai kalender Nashrani. Yang mana mereka menjadikan tahun kelahiran Nabi Isa sebagai acuan. Dan tidak menjadikan tahun wafatnya Nabi shallallahu’alaihiwasallam sebagai acuan, karena dalam hal tersebut terdapat unsur tasyabuh dengan orang Persia (majusi). Mereka menjadikan tahun kematian raja mereka sebagai acuan penanggalan. Penentuan Bulan
Perbincangan berlanjut seputar penentuan awal bulan kalender hijriyah. Sebagian sahabat mengusulkan bulan Ramadhan. Sahabat Umar bin Khatab dan Ustman bin Affan mengusulkan bulan Muharram. بل باهلرم فإنه منصرف الناهس من حجههم “Sebaiknya dimulai bulan Muharam. Karena pada bulan itu orang-orang usai melakukan ibadah haji.” Kata Umar bin Khatab radhiyallahu’anhu. Akhirnya para sahabatpun sepakat. Alasan lain dipilihnya bulan muharam sebagai awal bulan diutarakan oleh Ibnu Hajar rahimahullah, فكاهن أول هلل استهل بعد البيِعة والعزم علىَ الجهرة، لن ابتداء العزم علىَ الجهرة كاهن ف الرم ؛ إذ البيِعة وقعت ف أثناهء ذي الجهة وهي مقدمة الجهرة وهذا أقوى ماه وقفت عليِه من مناهسبة البتداء باهلرم، هلل الرم فناهسب أن يعل مبتدأ “Karena tekad untuk melakukan hijrah terjadi pada bulan muharam. Dimana baiat terjadi dipertengahan bulan Dzulhijah (bulan sebelum muharom) Dari peristiwa baiat itulah awal mula hijrah. Bisa dikatakan hilal pertama setelah peristiwa bai’at adalah hilal bulan muharam, serta tekad untuk berhijrah juga terjadi pada hilal bulan muharam (red. awal bulan muharam). Karena inilah muharam layak dijadikan awal bulan. Ini alasan paling kuat mengapa dipilih bulan muharam.” (Fathul Bari, 7/335) Dari musyarah tersebut, ditentukanlah sistem penanggalan untuk kaum muslimin, yang berlaku hingga hari ini. Dengan menjadikan peristiwa hijrah sebagai acuan tahun dan bulan muharam sebagai awal bulan. Oleh karena itu kalender ini populer dengan istilah kalender hijriyah. Dalam menyambut datangnya tahun baru Islam 1427 H yang insya Allah beberapa hari lagi akan tiba, maka kaum Muslim Indonesia dan seluruh dunia hendaknya : 1. Kita hendaknya tafakkur, merenungkan perilaku kita masa yang lalu pada tahun yang segera kita tinggalkan. Perbuatan baik apakah yang pernah kita lakukan dan perbuatan buruk/negatif dan tercela yang telah kita perbuat pada masa lalu ? Agar kita dapat bertaubat dan bertekad berbuat yang terbaik pada tahun 1427 H yang akan datang. Khalifah Umar bin Khattab mengatakan : “ “Nilai dirimu sebelum dinilai orang lain”.
سربوُا سركوم قصوبصل اصون ترصحاَ ص سبرووُا اصونفر ص صحاَ ذ
2. Kita perbaharui tekad untuk meningkatkan kwalitas iman dan taqwa kita kepada Allah SWT serta meningkatkan kinerja kita untuk memperbaiki tarap hidup yang lebih baik dan sejahtera pada tahun baru Islam 1427 H yang akan datang. Dalam membangun semangat Islam untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta niat lebih maju dan lebih baik masa yang akan dating, Allah SWT berfirman dalam surat Al Hasyr ayat : 18 :
صيِاَأصييِصهاَ اللذذيِصن صءاصمرنوُا اتلرقوُا اص صوُولتصونظرور نصوف م س صماَ قصلدصموت لذصغدد صوُاتلرقوُا اص إذلن اص صخذبيِمر بذصماَ تصوعصمرلوُصن, artinya : “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah
dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS. 59 : 18).
hingga diabadikan dalam Al-Qur’an surat Al-Anfaal ayat 74: Artinya : “Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan Allah, dan orangorang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rezki (ni`mat) yang mulia” (QS. 8 :74).
ساَنذذه صوُيِصذدذه وُالرمصهاَذجرر صمون سلذصم الرم و سلذرمووُصن ذمون لذ ص المسلم صمون ص:قاَل النبىصلعم صهاَصجصر صعصماَنصصهىَ ار صعونهر.
(riwayat Bukhari, Abu Dawud dan An-Nasa’i ) Maksudnya : “Hakikat seorang Muslim adalah seorang yang dapat menjaga lidah dan tangannya demi keselamatan orang lain. Sedang seorang yang berhijrah, pada hakikatnya adalah seorang yang dapat menjaga diri dari semua larangan Allah”.
Hati Umar bin Khatab radhiyallahu’anhu ternyata condong kepada usulan ke dua ini, الجهرة فرقت بي القح والباهطل فأرخوا باه ” Peristiwa Hijrah menjadi pemisah antara yang benar dan yang batil. Jadikanlah ia sebagai patokan penanggalan.” Kata Umar bin Khatab radhiyallahu’anhu mengutarakan alasan.
Khalifah Umar bin Khattab mengatakan : “ dirimu sebelum dinilai orang lain”.
سربوُا سركوم قصوبصل اصون ترصحاَ ص سبرووُا اصونفر ص “ صحاَ ذNilai
Allah SWT berfirman dalam surat Al Hasyr ayat : 18 :
صيِاَأصييِصهاَ اللذذيِصن صءاصمرنوُا اتلرقوُا اص صوُولتصونظرور نصوف م س صماَ قصلدصموت لذصغدد صوُاتلرقوُا اص إذلن اص صخذبيِمر بذصماَ تصوعصمرلوُصن, artinya : “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah
dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS. 59 : 18).