Bab Ii Skripsi Rizki M Syukur.docx

  • Uploaded by: rizki syukur
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab Ii Skripsi Rizki M Syukur.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,654
  • Pages: 31
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1

Infeksi Saluran Kemih

2.1.1.1

Definisi

Merupakan reaksi inflamasi sel urotelium yang melapisi saluran kemih. Pada dasarnya infekksi ini dimulai dari saluran kemih yang kemudian menjalar ke organ genitalia bahkan sampai ke ginjal. Infeksi akut pada organ padat(testis, epididimis,prostat , dan ginjal) biasanya lebih berat dari pada yang mengenai organ berongga (buli-buli, ureter, atau uretra); hal ini ditunjukkan dengan keluhan nyeri atau keadaan klinis yang berat. ( Purnomo, B 2016). Secara mikrobiologis dikatakan ISK jika ditemukan mikroorganisme patogen dalam urin, uretra, kandung kemih, ginjal , atau prostat. Pada kebanyakan kasus pertumbuhan organisme lebih dari 105 per milimeter sampel urin porsi tengah, yang dikumpulkan secara benar dan bersih menunjukkan infeksi. Namun Bakteriuria bermakna menunjukkan pertumbuhan mikroorganisme lebih dari 105 colony forming units (cfu/ml). (Sudoyo , AW. 2009). Secara klinis Infeksi saluran kemih dibagi menjadi beberapa istilah yaitu: A) ISK uncomplicated(sederhana) adalah infeksi saluran kemih pada pasien tanpa disertai kelainan anatomi maupun kelainan struktur saluran kemih B) ISK complicated rumit) adalah infeksi saluran kemih yang terjadi pada pasien yang menderita kelainan anatomik/struktur saluran kemih,atau adanya penyakit sistemik. Kelainan ini akan menyulitkan pemberantasan kuman oleh antibiotika

C) Unresolved bakteriuria adalah infeksi yang tidak mempan dengan pemberian antibiotika. Kegagalan ini biasanya terjadi karena mikroorganisme penyebab infeksi telah resisten(kebal) terhadap pemberian antibiotika terpilih D) Infeksi berulang adalah timbulnya bakteriuria setelah sebelumnya dapat dibasmi dengan terapi antibiotika pada infeksi pertama. Timbulnya infeksi berulang bisa berasal dari re-nfeksi atau bakteriuria persistent . Pada re-infeksi, kuman berasal dari luar saluran kemih sedangkan bakteriuria persistent penyebab infeksi berasal dari dalam saluran kemih. ( Purnomo,2016.) 2.1.1.2 Klasifikasi Infeksi saluran kemih dapat dibagi menjadi dua kategori umum berdasarkan lokasi anatomi: infeksi saluran bagian bawah ( uretritis,sistisis, dan prostatitis) dan infeksi bagian saluran atas(pielonefritis akut,abses intrarenal, dan abses perinefrik. Infeksi pada berbagai lokasi ini dapat terjadi bersama atau sendiri dan dapat asimtomatik atau dengan gejala klinis. Sistisis Akut Merupakan inflamasi akut pada mukosa buli-buli yang sering disebabkan infeksi bakteria. Mikroorganisme penyebab infeksi ini terutama adalah E coli, Proteus, dan Stafilokokus aureus yang masuk ke buli-buli terutama melalui uretra. Sistisis akut mudah terjadi jika pertahanan lokal tubuh menurun, yaitu pada diabetes mellitus atau trauma lokal minor seperti pada saat senggama. ( Purnomo,2016) sindroma klinis yang terdiri dari disuria,frekuensi,urgensi dan kadang nyeri suprapubik. Sistisis ditandai dengan adanya leukosituria,bakteriuria,nitrit,atau leukosit esterase positif pada urinalisis ( IAUI,2015). Bila dilakukan pemeriksaan kultur urin hasilnya positif. Wanita lebih sering mengalami sistisis

dari pada pria karena uretra wanita lebih pendek daripada pria. Disamping itu getah cairan prostat pada pria mempunyai efek bakterisidal sehingga relatif tahan terhadap infeksi saluran kemih (Purnomo, 2016) Terapi sistisis sebaiknya berdasarkan panduan pola resistensi dan uji sensitivitas antiobiotik di rumah sakit atau klinik setempat. Lama pemberian antibiotik tergantung dari obat yang digunakan dan berkisar dari 1-7 hari. Secara umum terapi sistisis pada kehamilan dapat diberikan penisilin, sefalosporin, fosfomisin, nitrofurantoin( tidak boleh pada kasus defisiensi G6PD dan pada masa akhir kehamilan. Pada pria terapi direkomendasikan paling sedikit selama 7 hari dengan pilihan antibiotik TMP-SMX atau floroquinolone, dengan catatan ada uji sensitivitas. Uretritis Merupakan infeksi pada uretra dapat bersifat primer atau sekunder. Uretritis sekunder didapatkan pada pasien dengan kateter atau striktur uretra. Pada tahun 2009 sebanyak 1,2 juta kasus dilaporkan kepada Central for Disease Control and Prevention(CDC) Amerika serikat dimana infeksi oleh Chlamydia adalah sebanyak empat kali lipat infeksi gonore. Kuman-kuman penyebab uretritis adalah N.gonorrhoeae, C. trachomatis, Mycoplasma genitalium, Trichomonas vaginalis, dan ureaplasma urealyticum. Umumnya masa inkubasi kuman berkisar antara 3-14 hari. Pada pria biasanya didapatkan gejala saluran kemih bagian bawah (LUTS) dan biasanya didapatkan adanya sekret keluar dari uretra, dimana biasanya orang awan menyebut dengan kencing nanah. Pada wanita biasanya tanpa gejala, namun mungkin dapat mengalami gejala timbul dari vagina, ketidaknyamanan pada daerah panggul, dysuria, dan kemungkinan adanya sekret mukopurulen. ( IAUI,2015) Pewarnaan gram adalah uji diagnostik cepat untuk mengevaluasi uretritis, dengan bahan yang diambil dari sekret uretra atau apusan uretra. Bila

ditemukan > 5 leukosit per lapang pandang besar(x1000) dan gonococcus intraseluler sebagai gram-negatif diplococci, mengindikasikan uretritis gonore.( IAUI,2015) Prostatitis Adalah reaksi inflamasi pada kelenjar prostat yang dapat disebabkan oleh bakteri maupun non bakteri. Kuman penyebab infeksi yang paling sering adalah E.coli, Proteous spp., Klebsiella spp., Pseudomonas spp., Enterobacter spp., dan Serratia spp. Menurut lama gejala prostatitis bakteri dibagi menjadi akut atau kronis. Prostatitis bakteri kronis didefinisikan sebagai prostatitis bakteri dengan gejala menetap selama setidaknya 3 bulan. Gejala dominan adalah rasa sakit diberagam lokasi dan adanya LUTS. ( IAUI,2015) Klasifikasi Prostatitis-CPPS menurut NIDDK/NIH

( IAUI,2015)

Pada prostatitis akut, didapatkan prostat yang membengkak dan lunak dalam pemeriksaan colok dubur. Pemijatan prostat tidak boleh dilakukan. Pada prostatitis kronis, pemeriksaan palpasi prostat teraba seperti prostat yang normal. Evaluasi klinis juga dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan abses prostat. ( IAUI,2015) Pada prostatitis akut dipilih antibiotika golongan floroquinolone, trimetoprimsulfametoksazol, dan golongan aminoglikosida. Setelah keadaan membaik antibiotika per oral diteruskan hingga 30 hari. Sedangkan pada prostatitis kronik tidak semua jenis antibiotika dapat menembus barier plasma-epitelium ,

antimikroba

yang

dapat

menembus

antara

lain

trimetoprim-

sulfametoksazol,doksisiklin , minosiklin, karbenisilin, dan floroquinolone. (Purnomo,2016) Pielonefritis Akut Adalah reaksi inflamasi akibat infeksi yang terjadi pada pielum dan parenkim ginjal. Pada umumnya kuman yang menyebabkan infeksi berasal dari saluran kemih bagian bawah yang naik ke ginjal melalui ureter. Kuman-kuman itu adalah E.coli, Proteus, Klebsiella spp, dan kokus gram positif, yaitu: streptokokus faecalis dan enterokokus. Gambaran klinis yang didapatkan berupa panas tinggi( 39,5-40,5º C), disertai mengigil dan sakit pinggang. Presentasi klinis PNA sering didahului gejala isk bawah(sistitis). Pada pemeriksaan darah terdapat leukositosis disertai peningkatan laju endap darah, urinalisis terhadap piuria, bakteriuria, dan hematuria. Pada umumnya pasien dengan pielonefritis akut memerlukan rawat inap untuk memelihara status hidrasi dan terapi antibiotika parenteral paling sedikit 48 jam. The Infectious Disease Society of America menganjurkan satu dari tiga alternatif terapi antibiotik IV sebagai terapi awal selama 48-72 jam sebelum diketahui MO penyebabnya yaitu flourokuinolon, Aminoglikosida

dengan atau tanpa ampisilin, sefalosporin dengan spektrum luas dengan atau tanpa aminoglikosida. 2.1.1.3 Penyebab infeksi saluran kemih Infeksi saluran kemih dapat disebabkan oleh bakteri gram negativ,positif,dan jamur.

Agen

paling

sering

yang

menyebabkan

ISK

adalah

uropathogenic Escherichia coli (UPEC) baik ISK yang complicated dan noncomplicated. Prevalensi ISK non complicated UPEC diikuti oleh Klebsiella pneumoniae, Staphylococcus saprophyticus, Enterococcus facials. Untuk ISK complicated UPEC diikuti oleh Enterococcus spp., K.pneumoniae, Candida spp., S. aureus, P.mirabilis, P.aeruginosa. ( Mireles, Et all 2015) Selain itu UPEC bertanggungjawab menjadi penyebab 80 % infeksi komunitas dan 25 % infeksi nosokomial. Sedangkan Staphylococcus saprophyticus menyebabkan

10

sampai

15

%

infeksi

komunitas

diikuti

oleh

Klebsiella,Enterobacter, Proteus, dan Enterococcus ( Hannan TJ et all 2013). A) Enterobacteriaceae adalah kelompok bakteri batang gram-negatif dengan habitat alaminya di saluran cerna manusia dan hewan. Familinya memiliki banyakgenus

(Escherichia,enterobakter,klebsiella,proteus).

Enterobacteriaceae bersifat fakultatif aerob atau anaerob, memfermentasikan berbagai karbohidrat, memiliki struktur komplek antigen, dan menghasilkan toksin atau faktor virulensi lainnya.( Jawetz mikrobiologi). Klasifikasi Morfologi Merupakan batang gram-negatif yang pendek, morfologi yang khas terlihat pada pertumbuhan di medium padat in vitro. Sifat Pertumbuhan E.coli

Pada isolat urin dapat diidentifikasi dengan melihat hemolisisnya pada agar darah, morfologi koloni yang khas dengan warna pelangi yang “berkilau” pada medium diferensial seperti agar EMB, dan tes bercak indol positif. Klebsiella-Enterobacter Pertumbuhan Klebsiella menghasilkan pertumbuhan yang mukoid, kapsul polisakarida yang besar, kurangnya motil, dan menunjukkan hasil positif pada lisin dekarboksilase dan sitrat. Proteus Mendeaminasi fenilalanin, motil, tumbuh pada medium kalium sianida(KCN), dan memfermentasi xilosa. Spesies proteus bergerak sangat aktif menggunakan flagel peritrika, mengakibatkan “swarming” pada medium padat kecuali swarming dihambat oleh zat kimia, seperti medium feniletil alkohol. Proteus mirabilis lebih rentan terhadap obat antimikroba, antara lain penisilin, dan anggota kelompok penisilin lainnya.

B) Pseudomonas Pseudomonas bakteri gram negatif yang berbentuk batang, motil dan bersifat aerob. Banyak ditemukan di tanah , air, tumbuh-tumbuhan, dan binatang. Pada tubuh manusia Pseudomonas aeruginosa sering terdapat dalam flora normal usus dan pada kulit manusia dalam jumlah yang kecil. Klasifikasi Didasarkan pada homologi Rrna/DNA, dan ciri khas biakannya yang lazim.

(Jawetz mikrobiologi) Struktur

C) Staphylococcus Adalah sel sferis gram-positif berdiameter sekitar 1 µm tersusun dalam kelompok seperti anggur yang tidak teratur. Kokus tunggal, berpasangan, tetrad, dan bentuk rantai juga terlihat dalam biakan cairan. Stafilokokus mudah berkembang pada sebagian besar medium bakteriologik dalam lingkungan aerobik dan mikroaeofilik. Paling cepat berkembang pada suhu 37 º C. Koloni pada medium padat berbentuk bulat,halus meninggi dan berkilau. S aureus membentuk koloni berwarna abu-abu hingga kuning tua kecoklatan sedangkan koloni S epidermidis membentuk koloni berwarna abuabu hingga putih.

Patogenesis

Terjadinya infeksi saluran kemih karena adanya gangguan keseimbangan antara mikroorganisme penyebab infeksi(uropatogen) sebagai agent dan epitel saluran kemih sebagai host. Gangguan keseimbangan ini disebabkan oleh karena pertahanan tubuh dari host yang menurun atau virulensi agent meningkat. ( Basuki B purnomo )

Faktor Host Kemampuan host untuk menahan mikroorganisme masuk ke saluran kemih disebabkan oleh beberapa faktor yaitu pertahanan lokal dari host dan sistem kekebalan tubuh yang terdiri atas imunitas humoral maupun seluler. Mekanisme wash out urine, yaitu aliran urine mampu membersihkan kumankuman di dalam urine. Kolonisasi bakteri pada kandung kemih, uropathogens seperti UPEC melalu cara ascending harus melawan aliran urin. Defek anatomi atau fisiologi dari sistem saluran kemih seperti inkontinensia urin dapat menganggu urinasi normal.( Host patogen check point ). Supaya aliran urine adekuat dan mampu menjamin mekanisme wash out, maka harus dalam kondisi urine cukup dan tidak ada hambatan dalam saluran kemih. Oleh karena itu kebiasaan jarang minum dan pada gagal ginjal, menghasilkan jumlah urine yang tidak adekuat, sehingga memudahkan terjadi infeksi saluran kemih. (Basuki B purnomo).

Keadaan lain yang daat mempengaruhui aliran urine yaitu stagnasi atau stasis urine, didapatkannya benda asing di dalam saluran kemih yang dipakai sebagai tempat persembunyian kuman. Stagnasi terjadi pada miksi yang tidak teratur atau menahan kencing, obstruksi saluran kemih seperti (BPH,striktur uretra), adanya dilatasi atau refluks sistem urinaria. Batu saluran kemih, benda asingg dalam saluran kemih(kateter), dan jaringan atau sel-sel kanker yang nekrosis

kesemuanya merupakan tempat persembunyian bakteri sehingga sulit dibersihkan oleh aliran urine. (Purnomo , BB . 2011). Barier Mukosa: urothelium Mukosa epitel saluran kemih bagian bawah dikenal sebagai urothelium sebagai barrier terhadap infeksi saluran kemih. Memanjang dari proximal urethra sampai pelvis renal yang terdiri dari pseudostratified lapisan epithelial tersusun atas lapisan basal dan sel transisional ditutupi oleh sel payung yang besar, rata dan terminalnya membedakan sel epithelial. Permukaan luminal urothelium dilapisi oleh suatu unit membran asimetris yang terdiri dari protein membran integral uroplakin yang berada di dalam permukaan luar membran plasma sel payung superfisial. Plak uroplakin terdiri dari empat uroplakins protein, UPIa, UPIb, UPII, and UPIIIa, tiga diantaranya tinggi kadar glikosilasinya. Mereka membentuk suatu barier permeabilitas yang mencegah resorpsi solut melewati urothelium dan membatasi ketersediaan reseptor untuk faktor adherens bakteri. Lebih jauh lagi urothelium dilapisi oleh lapisan musin proteoglikan ekstraselular yang mengurangi dan permeabilitas dan melawan kolonisasi bakteri dikarenakan tingginya muatan negatif sulfat dan glikosaminoglikan karboksilasi. Namun, UPEC yang mempunyai mannose-binding type 1 pili dapat mengalahkan barier fisik terhadap adherens dengan berikatan dengan glikoprotein UPIa via type 1 pilus cognate adhesin protein FimH .

Status imunologi Penelitian laboratorium mengungkapkan bahwa golongan darah dan status sekretor mempunyai kepekaan terhadap ISK. Prevalensi ISK meningkat pada orang dengan golongan darah AB,B, selain itu fenotipe golongan darah lewis

dengan PI(antigen terhadap fimbriae bakteri) . Menurut penelitian lain seksresi IgA urin meningkat dan diduga mempunyai peranan penting untuk kepekaan terhadap ISK rekuren. (Sudoyo , AW. 2009) Faktor Mikroorganisme Penyebab Aderens adalah kunci utama pada patogenesis infeksi saluran kemih. Awalnya terjadi kontaminasi didaerah periurethral dari bakteri uropatogen yang tinggal di usus diikuti dengan kolonisasi di urethra dan migrasi ke kandung kemih. Pada proses ini bakteri memiliki alat pelengkap yaitu pili,flagella. Pada kandung kemih terjadi proses interaksi host dan patogen yang menentukan akan kolonisasi atau dieliminasi.

(Sumber : Mireles , AL, et all. 2015)

Pili Beberapa bakteri uropatogen menggunakan pili untuk memperantarai proses adesi kepada host dan permukaan lingkungan, memfasilitasi invasi kepada jaringan untuk selanjutnya terjadi interaksi interbakterial untuk membentuk biofilm. Contohnya adalah bakteri Gram negativ seperti E.coli, Klebsiella spp., Proteus spp., Pseudomonas spp mengeskpresikan chaperone-usher pathway (CUP) pili. CUP pili tersusun atas subunit pilin dengan immunoglobulin inkomplit berlipat yang sedikit terdapat sesuatu yang khas yaitu carbocy– terminal tujuh β-strand.

Uropathogenic Escherichia coli Tiga puluh delapan CUP pilus operons yang berbeda telah diidentifikasi pada genom E.coli, dan satu strain UPEC dapat mengkode lebih dari 12 CUP pili. Beragam tipe CUP pili yang dikode oleh UPEC mempunyai tipe adhesin yang berbeda. Berfungsi untuk menentukan tropisme di saluran kemih atas dan saluran kemih bawah lewat kemampuan untuk mengenali reseptor yang berada umumnya di epitel kandung kemih atau ginjal. Pili tipe 1 dan pieloneftirisassociated pili (P) adalah dua karakteristik CUP pili. Pili tipe 1 penting untuk kolonisasi,invasi, dan ketahanan UPEC dalam kadung kemih. Berujung dengan adhesin

FimH,

yang

mengenali

mannosylat

uroplakin

dan

α1β3 integrins dengan spesifitas stereokimia untuk memulai kolonisasi dan invasi pada sel payung. Invasi membuat UPEC menumbangkan pertahanan tubuh host dan menjadi kebal terhadap terapi antibiotik. Adesin dari Pili P, PapG berikatan dengan globoside yang terdiri dari glikolipid dan terdapat pada ginjal manusia.Selanjutnya, PpG memodulasi mekanisme respon imun lokal sekretorik antibodi dengan berinteraksi TLR 4 sehingga mengurangi ekspresi polymeric immunoglobulin receptor ( PIGR) lalu akan

menganggu transport immunoglobulin A melewati lamina propria dan sel epithelial ke dalam lumen ginjal. Dengan menginhibisi transport imunoglobulin A kedalam urin, UPEC dapat menghindar mekanisme proteksi dari host , memungkinkan terjadinya infeksi ascending. Klebsiella pneumoniae K.pneumoniae menggunakan pili 1 seperti UPEC untuk membuat biofilm dan kolonisasi

pada

kandung

kemih.

Namun

walaupun

adhesin

FimH

K.pneumoniae sangat homolog dengan UPEC FimH tetapi mereka mempunya tempat spesifikasi pengikatan yang berbeda . K.pneumoniae FimH- pembuatan biofilm dihambat oleh heptyl mannose berlawanan dengan UPEC FimH yang dihambat oleh methyl mannose, Selain itu FimH K.pneumoniae lebih lemah aderens terhadap kandung kemih dibanding UPEC FimH, sehingga titer K.pneumoniae lebih rendah di kandung kemih dan lebih sedikit IBC yang terlihat dibanding UPEC. K.pneumoniae juga mengkode CUP pili yang lain, termasuk pili 3 yang berfungsi penting dalam kolonisasi, produksi biofilm dan ketahanan dalam infeksi saluran kemih. Proteus mirabilis P. mirabilis memproduksi mannose-resistant Proteus-like ( MR/P) pili, yang mana CUP pili ini memfasilitasi produksi biofilm, kolonisasi pada kandung kemih dan ginjal, dan sangat penting dalam pembentukan biofilm kateter asosisasi. CUP pili lain yang dikode termasuk PMFs dan NAFs yang dapat memungkinkan untuk menempel pada uroepithelial sel in vitro. Enterococci Enterococci mengkode beberapa faktor adhesi salah satunya adalah endocarditis-and biofilm-associated ( Ebp) pili. Ebp pili menyebabkan ISK complicated dan dibutuhkan untuk ketahanan bakteri. Stres mekanik yang

diinduksi oleh kateterisasi urin menyebabkan perubahan histologik dan immunologik pada kandung kemih sehingga terjadi respon inflamasi, edema, lesi pada muka uroepithelium . Permukaan kateter urin digunakan oleh E.faecalis untuk proses perlekatan dan produksi biofilm, yang mana membuat E.faecalis persistant di kandung kemih untuk selanjutnya naik ke ginjal. Terdapat gambaran paradox yaitu ketika E.faecalis tidak bisa menempel pada material kateter secara in vitro dan tidak dapat di tumbuhkan pada media urin, hal ini dapat diatasi dengan mencari fibrinogen yang diinduksi oleh kateter urin yang dilepaskan kedalam kandung kemih sebagai respon inflamasi, fibrinogen ini yang terakumulasi pada kandung kemih dan terdeposit pada kateter 2.1.2 Antibiotik 2.1.2.1 Definisi Senyawa yang dihasilkan oleh berbagai jenis mikroorganisme(bakteri, fungi, aktinomisetes) yang menekan pertumbuhan mikroorganisme lainnya. Namun, penggunaannya secara umum sering kali memperluas istilah antibiotik hingga meliputi senyawa antimikroba sintetik, seperti sulfonamida dan kuinolon. ( Gilman, 2017). Obat yang digunakan untuk membasmi mikroba, penyebab infeksi pada manusia, ditentukan harus memiliki sifat toksisitas selektif setinggi mungkin. Artinya, obat tersebut harus bersifat sangat toksik untuk mikroba, tetapi relatif tidak toksik untuk hospes. Secara umum dibagi menjadi dua kelompok, yaitu berspektrum sempit, contohnya benzil penisilin dan streptomisin, dan berspektrum luas umpamanya tetrasiklin dan kloramfenikol. Batas antara kedua jenis spektrum ini terkadang tidak jelas. Antimikroba berspektrum luas cenderung menimbulkan superinfeksi oleh kuman atau jamur yang resisten. Dilain pihak septikimia yang penyebabnya belum diketahui memerlukan

antimikroba berspektrum luas sementara sambil menunggu hasil pemeriksaan mikrobiologik. 2.1.2.2 Obat Generik Obat generik adalah obat dengan nama resmi International Non Propietary Names (INN) yang ditetapkan dalam Farmakope indonesia atau buku standar lainnya untuk zat berkhasiat yang dikandungnya. Kegenerikan obat mencakup semua aspek karakter obat jadi, setidaknya meliputi hak kepemilikan, nama, sediaan dasar kekuatan sediaan, mutu, khasiat pola penggunaan, kestabilan, keamanan. ( Sumarsono, 2014) 2.1.2.3 Obat paten Adalah hak paten yang diberikan kepada industri farmasi obat baru yang ditemukannya berdasarkan riset industri farmasi tersebut diberi hak paten untuk memproduksi dan memasarkannya, setelah melalui berbagai tahapan uji klinis seusai aturan yang telah ditetapkan secara internasional. Obat yang telah diberi hak paten tersebut tidak boleh diproduksi dan dipasarkan dengan nama generik oleh industri farmasi lain tanpa izin pemilik hak paten selama masih dalam masa hak paten. Berdasarkan UU No.14 tahun 2001 tentang paten, masa hak paten berlaku 20 tahun (pasal 8 ayat 1) dan bisa juga 10 tahun (pasal 9). Contoh yang cukup populer adalah Norvask. Kandungan norvask adalah amlodipine besylate, untuk obat antihipertensi. Pemilik hak paten adalah Pfizer. Ketika masih dalam masa hak paten (sebelum 2007), hanya Pfizer yang boleh memproduksi dan memasarkan amlodipine. Bisa dibayangkan produsen tanpa saingan dan harganya luar biasa mahal. Biaya riset, biaya produksi, biaya promosi semuanya dibebankan kepada pasien. Ketika masa hak paten sudah berakhir, industri farmasi lain boleh memproduksi dan memasarkan amlodipine dengan berbagai merek. Amlodipine adalah nama generik dan merek-merek

yang beredar dengan berbagai nama adalah obat generik bermerek. ( KEMENKES.2017) 2.1.2.4 Mekanisme Kerja Antibiotik Berdasarkan mekanisme kerjanya, antimikroba dibagi dalam lima kelompok. (1) yang menganggu metabolisme sel mikroba; (2) yang menghambat sintesis dinding sel mikroba; (3) yang menganggu permeabilitas membran sel mikroba;(4) yang menghambat sintesis protein sel mikroba; (5) yang menghambat sintesis atau merusak asam nukleat sel mikroba 1. Antimikroba yang menghambat metabolisme sel mikroba Antimikroba yang termasuk kedalam golongan ini yaitu sulfonamid, trimetoprim, asam p-aminosalisilat(PAS) dan sulfon , dengan mekanisme kerja ini diperoleh efek bakteriostatik. Mikroba membutuhkan asam folat untuk kelangsungan hidupnya. Kuman patogen harus mensinstesis sendiri asam folat dari asam amino benzoat (PABA) untuk kebutuhan hidupnya. Apabila sulfonamid atau sulfon menang bersaing dengan PABA untuk diikut sertakan dalam pembentukan asam folat, maka terbentuk analog asam folat nonfungsional. Akibatnya kehidupan mikroba terrganggu. Berdasarkan sifat kompetisi efek sulfonamid dapat diatasi dengan meingkatkan kadar PABA. Untuk dapat bekerja, dihidrofolat harus diubah menjadi bentuk aktifnya yaitu asam tetradehidrofolat. Enzim dihidrofolat reduktase yang berperanan disini dihambat oleh trimetoprim, sehingga asam dihidrofolat tidak dapat direduksi menjadi asam tetrahidrofolat yang fungsional. (Gunawan, SG 2012) 2. Antimikroba yang menghambat sintesis dinding sel mikroba Obat

yang

termasuk

disini

adalah

penisilin,sefalosporin,

basitrasin,

vankomisin, dan sikloserin. Dinding sel bakteri terdiri dari peptidoglikan yaitu suatu kompleks polimer mukopeptida. Sikloserin menghambat reaksi yang

paling dini dalam proses sintesis dinding sel; diikuti berturur-turut oleh basitrasin, vankomisin, dan diakhiri oleh penisilin dan sefalosporin yang menghambat reaksi terakhir(transpeptidasi) dalam rangkaian reaksi tersebut. Oleh karena tekanan osmotik dalam sel kuman lebih tinggi daripada di luar sel maka kerusakan dinding sel kuman akan menyebabkan terjadinya lisis, yang merupakan dasar efek bakterisidal pada kuman yang peka. (Gunawan, SG 2012) 3. Antimikroba yang mengganggu keutuhan membran sel mikroba Obat yang termasuk kelompok ini adalah polimiksin, golongan polien serta berbagai antimikroba kemoterapeutik, umpanya antiseptik surface active agents. Polimiksin sebagai senyawa amonium-kuaterner dapat merusak membran setelah bereaksi dengan fosfat pada fosfolipid membran sel mikroba. Polimiksin tidak efektif terhadap kuman gram positif karena jumlah fosfor bakteri ini rendah. Kuman Gram-negatif yang menjadi resisten terhadap polimiksin, ternyata jumlah fosfornya menurun. Antiseptik yang megubah tegangan permukaan dapat merusak permeabilitas selektif dari membran sel mikroba. Kerusakan membran sel menyebabkan keluarnya berbagai komponen penting dalam mikroba yaitu protein,, asam nukleat, nukleotida, dan lain-lain. (Gunawan, SG 2012) 4. Antimikroba yang menghambat sintesis protein sel mikroba Obat yang termasuk dalam golongan ini yaitu aminoglikosid, makrolid, linkomisin, tetrasiklin, dan kloramfenikol. Untuk kehidupannya, sel mikroba perlu mensintesis berbagai protein. Sintesis protein berlangsung di ribosom, dengan bantuan mRNA dan tRNA. Pada bakteri ribosomt terdiri atas dua subunit, yang bersadarkan konstanta sedimentasi dinyatakan sebagai ribosom 30S dan 50S. Untuk berfungsi pada sintesis protein, kedua komponen ini akan

bersatu pada pangkal rantai mRNA menjadi ribosom 70S. Penghambatan sintesis terjadi dengan berbagai cara. Streptomisin berikatan dengan komponen ribosom 30S dan menyebabkan kode pada mRNA salah dibaca oleh tRNA pada waktu sintesis protein. Akjbatnya akan terbentuk protein yang abnormal dan non fungsional bagi sel mikroba. Antibiotik aminoglikosid lainnya yaitu gentamisin, kanamisin, dan neomisin memiliki mekanisme kerja yang sama dengan potensi berbeda. Eritromisin berikatan dengan ribosom 50S dan menghambat translokasi kompleks tRNApeptida dari lokasi asam amino ke lokasi peptida. Akibatnya, rantai polipeptida tidak dapat diperpanjang karena lokasi asam amino tidak dapat menerima kompleks tRNA-asam amino yang baru. Tetrasiklin berikatan dengan ribosom 30S dan menghalangi masuknya kompleks tRNA-asam amino pada lokasi asam amino. Sedangkan kloramfenikol berikatan dengan ribosom 50S dan menghambat pengikatan asam amino baru pada rantai polipeptida oleh enzim peptidil transferase. (Gunawan, SG 2012) 5. Antimikroba yang menghambat sintesis asam nukleat sel mikroba Obat yang termasuk dalam kelompok ini ialah rifampisin dan golongan kuinolon. Rifampisin, salah satu derivat rifamisin berikatan dengan enzim polimerase-RNA ( pada sub unit) sehingga menghambat sintesis RNA dan DNA oleh enzim tersebut. Golongan kuinolon menghambat enzim DNA girase pada kuman yang fungsinya menata kromosom yang sangat panjang menjadi bentuk spiral hingga bisa muat dalam sel kuman yang kecil. (Gunawan, SG 2012)

2.1.3. Antibiotik untuk Infeksi saluran kemih Generik dan Paten 2.1.3.1.1 Meropenem

Merupakan turunan dimetil karbamoil pironidil tieanimisin. Senyawa ini tidak memerlukan pemberian bersama dengan silastatin karena tidak peka terhadap dipeptidase ginjal. Merupakan obat golongan β-laktam Karbapenem yang mengandung cincin β- laktam yang menyatu dan sautu sistem cincin dengan 5anggota berbeda dari pensisilin karena bentuknya tidak jenuh dan mengandung satu atom karbon bukannya atom belerang. Kelompok antibiotik ini memiliki spektrum luas dari pada sebagian besar antibiotik β-laktam lainnya (Goodman.2017) 2.1.3.1.2 Mekanisme kerja Mengikat PBP2 dan menghambat sintesis dinding sel kuman. Sehingga menyebabkan kematian mikroorganisme yang rentan. (Gunawan, SG 2012) 2.1.3.1.3 Spektrum antibakteri Secara in Vitro obat ini berspektrum sangat luas, termasuk kuman Gram positif dan Gram negatif , baik yang aerobik maupun anaerobik, juga bersifat bakterisid. Sangat aktif terhadap kokus gram positif, termasuk stafilokok, streptokok, pneumokok, dan E.faecalis serta kuman penghasil betalaktamase umumnya. Meropenem juga aktif terhadap sebagian besar Enterobacteriaceae, potensinya sebanding dengan aztreonam dan sefalosporin generasi ketiga. Selain itu spektrumnya meluas mencakup kuman yang resisten terhadap penisilin, aminoglikosida, dab sefalosporin generasi ketiga. Aktif terhadap meningokok, gonokokus, dan H.influenzae termasuk yang memproduksi betalaktamase.Terhadap

Acinobacter

dan

P.aeuruginosa

aktivitasnya

sebanding dengan seftazidim. Terhadap kuman anaerob aktivitasnya sebanding dengan klindamisin dan metronidazole, tetapi terhadap Clostridium difficile tidak aktif. (Gunawan, SG 2012) 2.1.3.1.4. Dosis Meropemen diberikan secara I.V. dengan dosis 1 gram setiap 8 jam untuk dosis lazim dewasa. Pada dosis anak 60-120 mg/kg/hari dibagi dalam 3 dosis ( maksimal 2g/8jam). (Gunawan, SG 2012)

2.1.3.1.5 Efek samping Efek samping yang paling sering ditemukan ialah mual, muntah, kemerahan kulit dan reaksi lokal pada tempat infus. Kejang dilaporkan terjadi sebanyak 0,5 % pada meropenem lebih rendah dari imipenem dengan 1,5 %. (Gunawan, SG 2012) 2.1.3.1.6. Farmakokinetik Imipenem tidak diabsorbsi melalui saluran cerna sehingga harus diberikan secara suntikan. Kadar puncak rata-rata dalam 30 menit dapat mencapai 52 dan 65 µg/mL. Enam jam kemudian kadar menurun sampai 1 g µg/mL. Kadar puncak imipenem dalam plasma ( 10 dan 12 µg/mL) dicapai dalam 2 jam. Obat ini diekskresi melalui filtrasi glomerulus dan sekresi tubulus ginjal. Ekskresi imipenem melalui tinja hanya 1 %. Waktu paruh imipenem +- 1jam pada orang dewasal. Pada kelainan fungsi ginjal waktu paruh imipenem dapat mencapai 3,5 sampai 4 jam. 2.1.3.1.7 Indikasi Efektif untuk infeksi saluran kemih dan pernapasan bagian bawah; infeksi intraabdominal dan ginekologis; dan infeksi kulit, jaringan lunak, tulang, dan sendi. (Goodman.2017)

2.3.1.2,1 Nitrofurantoin Merupakan antiseptik saluran kemih derivat furan. 2.3.1.2.2. Mekanisme kerja Enzim yang dapat mereduksi nitrofurantoin tampaknya penting untuk aktivasi senyawa zat ini. Zat antara yang sangat reaktif akan terbentuk, dan hal ini tampaknya bertanggung jawab atas kemampuan obat yang teramati dalam merusak DNA. Bakteri mereduksi nitrofurantoin lebih cepat daripada sel mamalia, dan hal ini diduga berperan dalam sifat aktivitas antimikroba selektif senyawa tersebut. 2.3.1.2.3 Spektrum antibakteri

Nitrofurantoin aktif terhadap berbagai galur E.coli dan enterokokus. Meskipun demikian, sebagian besar spesies proteus dan pseudomonas serta banyak enterobacter dan klebsiella resisten. Ntrofurantoin besifat bakteriostatik terhadap sebagian mikroorganisme yang rentan pada konsentrasi 32 µg/mL atau kurang, dan bersifat bakterisida pada konsentrasi > 100 µg/mL. Aktivitas antibakterinya lebih besar dalam urin asam. (Gunawan, SG 2012) 2.3.1.2.4 Dosis Tersedia dalam bentuk kapsul atau tablet 50 dan 100 mg. Dosis untuk orang dewasa ialah 3-4 kali 50-100 mg/hari. Untuk anak diberikan dosis 5-7 mg/kgBB/hari yang dibagi dalam beberapa dosis. (Gunawan, SG 2012) 2.3.1.2.5 Efek samping Yang paling sering muncul adalah mual, muntah dan diare. Keluhan-keluhan ini

dapat

dikurangi

Reaksihipersensitivitas

dengan mungkin

pemberian timbul

makanan

berupa

demam,

atau

susu.

leukopenia,

granulositopenia, anemia hemolitik( pada pasien dengan defisiensi enzim G6PD), Ikterus kolestatik dan kerusakan hepatoselular. Kelainan lain yang mungkin timbul ialah kelainan neurologik seperti sakit kepala, vertigo, kantuk, nistagmus, dan nyeri otot. (Gunawan, SG 2012) 2.3.1.2.6 Farmakokinetik Diabsorpsi dari saluran cerna dengan cepat dan sempurna. Bentuk makrokristal obat diabsorpsi lebih dan diekskresikan lebih lambat. Konsentrasi antibakteri tidak tercapai dalam plasma setelah mengonsumsi dosis anjuran, karena obat dieliminasi dengan ceoat. Waktu paruh dalam plasmanya 0,3 sampai 1 jam; sekitar 40 % diekskresikan dalam bentuk tidak berubah ke dalam urin. Dosis rata-rata nitrofurantioin menghasilkan konsentrasi dalam urin sekitar µg/mL. Jumlah ini melarut pada pH diatas 5, namun urin tidak boleh sampai basa karena akan menurunkan akvitas antimikrobanya. Laju ekskresi berhubungan secara linier dengan bersihan kreatinin, sehingga pada pasien dengan gangguan fungsi

glomerulus, efikasi obat akan menurun dan toksisitas sistemik meningkat. Nitrofurantoin akan mewarnai urin menjadi coklat. (Goodman.2017) 2.3.1.2.7 Indikasi Efektif untuk mengobati bakteriuria yang disebabkan oleh infeksi saluran kemih bagian bawah. Penggunaannya terbatas untuk tujuan profilaksis atau pengobatan supresif infeksi menahun, yaitu setelah kuman penyebabnya dibasmi atau dikurangi dengan antimikroba lain yang lebih efektif.

2.3.1.3.1 Gentamicin

Pola Resistensi Antibiotik Infeksi saluran kemih Pola bakteri dan kepekaan antibiotik merupakan faktor penting dalam menentukan terapi yang tepat bagi suatu penyakit infeksi, khususnya yang disebabkan oleh bakteri. Maraknya resistensi resistensi terhadap antibiotik dapat menjadi suatu faktor penyulit dalam kesembuhan suatu penyakit, menurut data dari DEPKES RI pada tahun 2000-2004 di RSUD Dr.soetomo Surabaya membuktikan bahwa sudah terdapat kuman multi resisten antibiotik seperti MRSA( Methicilin Resistant Staphylococcus aureus) dan bakteri penghasil ESBL( Extended Spectrum Beta Lactamase). Selain dari ditemukannya bakteri yang resisten terhadap antibiotik, juga ditemukan sebanyak 30 % hingga 80% penggunaan antibiotik tidak berdasarkan indikasi. ( IAUI, 2015) Sebuah data dari RSUD dr.soetomo terhadap 3 tiga bakteri yaitu escherichia coli, klebsiella pneumoniae, dan enterococcus sp didapatkan Morepenem memiliki sensitivitas lebih dari 90% dan cefotaxime-sulbaktam peka terhadap

seluruh bakteri namun dengan kepekaan yang lebih rendah yaitu 37 % hingga 67 % . Levofloxacin memiliki kepekaan sebesar 31-39% kecuali pada E.coli yang hanya mencapai 15 %. Gentamicin memiliki kepekaan terhadap ketiga bakteri dengan rata-rata 41-53 %, tetapi tidak pada bakteri klebsiella yang hanya memiliki kepekaan sebesar 29%. Antibiotik dengan kepekaan paling rendah antara lain adalah Ampisilin-sulbaktaam, ceftriaxone,cefotaxime, dan cotrimoxazol dengan kepekaan kurang dari 30 % ( IAUI 2015) Menurut penelitian Motamedifar M et all nitrofurantoin (80.9%), gentamycin (77.9%), and amikacin (65.3%) mempunyai efek sensitvitas paling baik terhadap E.coli sedangkan untuk Klebsiella pneumoniae gentamycin (77.4%), amikacin (65.6%), and ciprofloxacin (54.8%) merupakan antibiotik paling efektif. Menurut Pouladfar G, Et all 2017 antibiotik yang paling sensitiv untuk bakteri batang Gram negatif adalah colistin (98.8%) and imipenem (96.2%) as intravenous (IV), gentamicin (77.5%) dan ciprofloxacin (55.4%) dalam bentuk sediaan oral sedangkan untuk bakteri kokus Gram positif linezolid (100%) and vancomycin (76.2%) merupakan antibiotik yang paling sensitif. Untuk antibiotik trimethoprim-sulfamethoxazole didapatkan beberapa laporan terjadi resistensi yaitu menurut Yilmaz Y et al E.coli mempunyai angka resistensi sebesar 37% , sedangkan pada penelitian resistensi E.coli tertinggi pada antibiotik ampicilin dan trimethoprim-sulfamethoxazole yaitu 45% dan 24 %( Edlin RS et all , 2013).

Uji Sensitivitas antibiotik RSUD dr.Soetomo ( IAUI , 2015) .

Terapi Empirik Antibiotik untuk Infeksi Saluran Kemih Pilihan antibiotik untuk terapi sebaiknya berdasarkan panduan pola resistensi kuman dan uji sensitivitas antibiotik di runmah sakit atau kilnik setempat, tolerabilitas obat dan reaksi negatif, efek ekologi negatif, biaya, dan ketersediaan obat . (IAIU,2015). Rekomendasi untuk terapi empirik untuk infeksi saluran kemih dapat digunakan dalam pengobatan awal. Hal ini berdasarkan pengetahuan terkini tentang prevalensi dari pola resistensi antimikroba. Kebanyakan penyakit awalnya diterapi dengan berbasis bukti klinis tanpa mengetahui secara menyeluruh mikroognisme penyebab.( WHO,

2001). Namun terapi empiris yang berlebihan dan tidak terarah dapat merupakan penyebab utama timbulnya resistensi kuman sehingga ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan seperti antimikroba yang dipilih harus berdasarkan dugaan berbasis ilmiah ( educated guess) dan sedapat mungkin antimikroba yang digunakan berspektrum sempit, hindari penggunaan untuk infeksi ringan yang mudah sembuh sendiri, dan dosis yang diberikan harus cukup tinggi untuk menghindarkan terjadinya seleksi mutan yang resisten. ( FK UI, 2012) Sistisis Akut Trimethoprim 300 mg oral setiap 24 jam untuk 3 hari Nitrofurantoin 100 mg oral setiap 12 jam untuk 3 hari Cefalexin 500 mg oral setiap 8 jam untuk 5 hari ( WHO, 2001). Catatan: Terapi untuk ISK pada saat kehamilan harus berdasarkan hasil kultur urin dan tes kepekaan antibiotik, antibiotik seperti trimethoprim harus dihindarkan

penggunaanya

.

Beberapa

antibiotik

golongan

floroquinolon(ciprofloxacin), dan cefalosporins sebaiknya tidak digunakan untuk terapi ISK sederhana/ non-komplikata. ( WHO, 2001) Pielonefritis Akut Ampicilin 1-2g ( anak-anak: 50mg/kg, maksimal 2g) i.v atau i.m setiap 6 jam untuk 14 hari Gentamicin 5-7mg/kg oral per hari dibagi dalam dosis ( anak-anak: 7,5 mg/kg oral dibagi dalam 1-3 kali per hari) untuk 7 hari Ceftriaxon 1g ( anak-anak: 50 mg/kg, maksimal 1 g ) i.v. atau i.m setiap 24 jam untuk 14 hari ( WHO, 2001) Catatan: Gentamicin merupakan kontraindikasi saat kehamilan dan harus dihindarkan penggunaanya pada gagal ginjal yang signifikan. Beberapa klinisi menggunakan ceftriaxon sendiri. Diikuti respon awal dari pasien (resolusi dari demam) dan tergantung pada gejala klinis. Untuk terapi lebih lanjut bisa diberikan ciprofloxacin 750 mg setiap 12 jam untuk menuntaskan terapi.

Prostatitis Trimethoprim 200 mg oral setiap 12 jam untuk 4-6 minggu Ciprofloxacin 500 mg oral setiap 12 jam untuk 4-6 minggu Catatan: Dosis yang tersedia berdasarkan dosis dewasa. Untuk terapi yang tidak respon dapat disebabkan oleh Chalmydia trachomatis atau Ureaplamsa urealyticum. Hal ini dapat diberikan terapi empirik dengan eritromisin 500mg oral setiap 6 jam untuk 14 hari atau doksisiklin 100mg oral setiap 12 jam untuk 14 hari

Pilihan Antimikroba Berdasarkan Educated Guess Jenis Infeksi

Penyebab tersering

Sistisis akut

E.coli, saprophyticus,

Pilihan Antimikroba S. Nitrofurantoin,

kuman ampisilin, trimetoprim

Gram-negatif lainnya Pielonefritis akut

E.coli, kuman Gram- -untuk pasien rawat: negatif Streptococcus

lainnya, gentamisin(atau aminoglikosid lainnya), kotrimoksazol parenteral, sefalosporin generasi III, aztreonam - untuk pasien berobat jalan: Kotrimoksazol florokuinolon, amoksisilin-asam klavulanat

oral,

- E.coli, kuman Gram – - Kotrimoksazol atau

Prostatitis akut

negatif

lainnya,

faecalis

E. fluorokuinolon

atau

aminoglikosid

+

ampisilin parenteral Prostatitis kronis

E.coli, kuman Gram- Kotrimoksazol, negatif

lainnya, fluorokuinolon

E.faecalis

atau

trimetroprim

( FK UI, 2012)

Bakteri

Penyakit

Pertama

Kedua

Ketiga

Escherichia

Infeksi

Siprofloksasin

Penisilin+inhibitor Aztreonam

coli

saluran

atau

penisilinase

Nitrofurantoin

urin

levofloksasin

Aminoglikosida

Trimetroprim-

Sefalosporin

sulfametoksazol

(G1) Spesies

Infeksi

Trimetoprim-

Sefepim

Penisilin

enterobacter

saluran

sulfametoksazol Aminoglikosida

spektrum luas

urin dan Siprofloksasin infeksi

Imipenem

lain Klebsiella

Infeksi

Sefalosporin

Aminoglikosida

pneumoniae

saluran

Mezlosilin

urin

piperasilin

Trimetropim-

atau sulfametoksazol Siprofloksasin atau ofloksasin

Pseudomonas Infeksi

Penisilin

Tobramisin

Imipenem atau

aeruginosa

saluran

spektrum luas

Aztreonam

meropenem

urin

Seftazidim atau sefepim siprofloksasin

Tabel: Penggunaan Terkini Senyawa Antimikroba dalam Terapi Infeksi ( Gilman, G 2017)

Mekanisme Kerja Sefalosporin Mekanisme kerja Menghambat pembentukan mukopeptida yang diperlukan untuk sintesis dinding sel mikroba. Terhadap mikroba yang sensitif akan menghasilkan sifat bakterisid. Mekanisme kerjanya yaitu peryama obat bergabung dengan penicilin-binding protein(PBPs) pada kuman selanjutnya terjadi hambatan sintesis dinding sel kuman karena proses transpeptidasi antar rantai peptidoglikan terganggu. Kemudian terjadi aktivitas enzim proteolitik pada dinding sel. (Gunawan, SG 2012) Kuinolon Mekanisme kerja Bekerja dengan menghambat topoisomerase II (= DNA girase) dan IV pada kuman. Enzim topoisomerase II berfungsi menimbulkan relaksasi pada DNA yang mengalami positive supercoiling ( pilinan positif yang berlebihan) pada waktu transkripsi dalam proses replikasi DNA. Topoisomerase IV berfungsi dalam pemisahan DNA baru yang terbentuk setelah proses replikasi DNA kuman selesai. (Gunawan, SG 2012)

Aminoglikosida Mekanisme kerja. Aminoglikosida berdifusi melalui saluran berair yang dibentuk oleh protein porin pada membran luar bakteri gram-negatif untuk memasuki ruang periplasma. Pengangkutan aminoglikosida melewati membran (dalam) sitoplasma tergantung kepada transpor elektron, sebagian karena kebutuhan akan potensial elektris membran (bagian dalam negatif) untuk mengarahkan permeasi antibiotik-antibiotik ini. ( Gilman, G 2017) Tempat kerja utama aminoglikosida di intrasel adalah sub-unit ribosom 30S, yang terdiri atas 21 protein dan sattu molekul RNA 16 S. Sedikitnya tiga dari protein-protein ini serta kemungkinan RNA ribosom 16 S, juga turut berperan pada tempat pengikatan streptomysin, dan perubahan dalam molekul-molekul ini dapat mempengatuhi pengikatan dan kerja streptomysin. ( Gilman, G 2017) Aminoglikosida merusak siklus fungsi ribosom normal dengan menganggu inisiasi sintesis protein, setidaknya sebagian, yang menyebabkan akumulasi kompleks-kompleks inisiasi abnormal atau monosom-monosom streptomysin. Efek lainnya adalah kemampuan menginduksi kesalahan baca cetakan mRNA, sehingga menyebabkan penggabungan asam amino yang salah ke dalam rantai polipeptida yang sedang dibuat. Kemampuan ini menyebabkan kesalahan baca yang bervariasi tergantung perbedaan afinitasnya terhadap ribosom spesifik. Walaupun ada tampak kaitannya dengan aktivitas bakterisida dan menginduksi kesalahan baca namun masih harus dibuktikan bahwa hak ini merupakan mekanisme utama kematian sel. ( Gilman, G 2017)

Makrolida Mekanisme kerja Merupakan senyaya amtibotika yang menghambat sinstesis protein dengan berikatan secara reversibel pada subunit ribosom 50 S mikroorganisme yang peka. Eritromisin tidak menghambat pembentukan ikatan peptida secara

langsung, tetapi lebih kepada menghambat translokasi saat molekul peptidil tRNA yang baru disintesis tersebut berpindah dari tempat akseptor pada ribosom ke tempat peptidil(atau tempat donor). ( Gilman, G 2017)

Teknik Pengujian Kepekaan Mikroba terhadap Antibiotik A) Teknik difusi cakram Menyajikan informasi kualitatif atau semikuantitatif mengenai kerentanan mikroorganisme tersebut terhadap antibiotik yang diberikan. Uji dilakukan dengan mengaplikasikan cakram kertas-saring ( yang tersedia di psaran dan telah diimpregnasi dengan obat dalam jumlah tertentu) di atas permukaan agar yang diatasnya telah digoreskan kultur mikroorganisme tersebut. Setelah inkubasi 18 sampai 24 jam, dilakukan pengukuran daerah hambatan yang jernih di sekitar cakram. Diameter daerah tergantung pada aktivitas galur yang diuji. Nilai standar untuk ukuran daerah hambatan masing-masing spesies bakteri dan masing-masing antibiotik memungkinkan klasifikasi klinis secara resisten. Intermediet, atau rentan. ( Gilman, G 2017) B) Uji pengenceran Menggunakan antibiotik pada konsentrasi pengenceran berseri dalam medium agar padat atau kaldu yang mengandung kultur mikroorganisme yang diuji. Konsentrasi obat terendah yang dapat mencegah pertumbuhan terlihat setelah inkubasi

18

hingga

24

jam

disebut

sebagai

konsentrasi

hambat

minimum(Minimal Inhibitory Concentration,MIC), dan konsentrasi terendah yang menyebabkan penurunan jumlah bakteri hingga 99,9 % disebut sebagai konsentrasi bakterisid minimum( Minimal Bactericidal Concentration,MBC). Nilai MBC sebagai suatu uji klinis belum ditetapkan. ( Gilman, G 2017).

Related Documents

Bab Ii Skripsi
December 2019 19
Skripsi-bab Ii
May 2020 20
Bab Ii Proposal Skripsi
October 2019 36
Skripsi Bab Ii
May 2020 18
Skripsi Dedi Bab Ii
June 2020 26

More Documents from "Dedi Arona"