Cr023- Hal Yang An

  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Cr023- Hal Yang An as PDF for free.

More details

  • Words: 1,785
  • Pages: 22
HAL-HAL YANG MENYEBABKAN BATAL WUDHU [email protected]

Segala puji hanyalah milik ALLAH, Rabb yang Maha Suci lagi Maha Agung, Maha Pengasih, Maha Penyayang, penguasa alam semesta. Salam dan selawat senantiasa kepada kekasih-NYA yaitu Nabi kita Muhammad Shallallahu Alaihi Wa sallam beserta istri dan keluarga beliau. Kita sudah sampaikan artikel tentang Wudhu dan kali ini kita sampaikan tentang beberapa hal yang menyebabkan Wudhu menjadi batal atau tertolak atau tidak sah sehingga harus diulangi lagi. Jika Wudhu yang batal maka kita harus mengulang Wudhu-nya. Sehingga apapun ibadah yang mewajibkan adanya Wudhu berarti harus diulang juga, seperti ibadah Shalat atau membaca Al-Qur’an. Fatwa yang kita pilih pada kesempatan ini berbeda dengan apa yang sudah biasa dalam masyarakat melayu pengikut Mazhab Syafi’i. Jika yang dipakai selama beratus-ratus tahun ini adalah fatwa langsung dari Imam Syafi’i sendiri. Maka fatwa yang kita sampaikan ini adalah fatwa dari ulama-ulama pengikut Syafi’i namun berbeda dengan fatwa Imam Syafi’I karena dalil yang dibawakan lebih sahih dan lebih terpercaya. Yang kita sampaikan hanyalah topik yang utama saja, sedangkan selainnya kita masih mengikuti fatwa terdahulu. [email protected]

HAL-HAL YANG MEMBATALKAN WUDHU

HAL-HAL YANG MEMBATALKAN WUDU ADALAH: 1)

Keluar sesuatu dari dua pintu yaitu kemaluan (penis dan vagina) dan dubur (anus) atau dari salah satunya. Baik itu buang angin (kentut), buang air kecil (kencing), buang air besar (berak) ataupun keluar madzi [cairan putih yang keluar dari kemaluan jika ada rangsangan nafsu syahwat]

3)

Menyentuh kemaluan secara langsung dengan telapak tangan atau kulit tanpa tabir/pembatas. Baik yang disentuh itu kemaluan suami/istri ataupun kemaluan anak kecil.

5)

Tidur yang disengaja maupun tertidur tidak sengaja

7)

Memakan makanan yang berbau atau merokok

1. BATAL WUDU KARENA KENTUT

Dari Abdullah bin Zaid bin Ashim Al-Anshari, ia berkata: “Seorang laki-laki dilaporkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa ia seolah-olah mengeluarkan angin dalam shalatnya. Beliau bersabda: “Jangan batalkan shalatnya sebelum ia mendengar suara atau mencium baunya.” [Bukhari, Muslim, Nasa’i, Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad]

1. BATAL WUDU KARENA KENCING

Dari Hudzaifah, ia berkata: Aku pernah bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hingga tiba pada suatu tempat pembuangan sampah milik suatu kaum. Beliau kencing dengan berdiri, lalu aku menjauh. Beliau bersabda: “Mendekatlah”. Maka aku mendekat sampai berdiri di dekat tumit beliau. Kemudian beliau berwudhu dan mengusap sepasang khuf (sepatu) beliau. [Bukhari, Muslim, Tirmizi, Nasa’i, Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad dan Ad-Darami]

1. BATAL WUDU KARENA MAZI

Dari Ali, ia berkata: Aku adalah lelaki yang sering keluar madzi dan aku malu bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam karena posisi putri beliau [Fatimah istri Ali]. Lalu aku menyuruh Miqdad bin Aswad. Miqdad lalu menanyakan hal itu kepada beliau. Beliau SAW bersabda: “Hendaknya ia [Ali] membasuh kemaluannya kemudian berwudhu.” [Bukhari, Muslim, Tirmizi, Nasa’i, Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad dan Malik]

1. BATAL WUDU KARENA BERAK

Dari Abu Hurairah, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: “Shalat salah seorang di antara kalian tidak akan diterima apabila ia berhadas hingga ia berwudhu.” [Bukhari, Muslim, Tirmizi, Abu Dawud dan Ahmad] Ahli tafsir mengatakan bahwa Hadas adalah segala sesuatu yang keluar dari dua lubang, baik itu kentut, kencing, maupun berak.

2. BATAL WUDU KARENA MENYENTUH KEMALUAN

 Dari Ummu Habibah, ia berkata: Saya telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa menyentuh kemaluannya, hendaklah ia berwudhu.” [Ibnu Majah dan Ahmad dan disahihkan olehnya]  Dari Busrah binti Safwan: Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: “Laki-laki yang menyentuh zakarnya (penis) janganlah shalat sebelum ia berwudhu.” [Tirmizi, Abu Dawud, Nasa’i, Ibnu Majah dan Ahmad] Ada hadis lain dari yang seakan-akan memperbolehkan memegang kemaluan yaitu: Dari Talaq bin Ali ia berkata: Seorang laki-laki menyentuh kemaluannya, (lalu ditanyakan) apakah ia wajib berwudhu? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Zakar (penis) itu hanya sepotong daging dari tubuhmu.” [Abu Dawud, Tirmizi, Nasa’i] Namun pendapat ini tidak dipegang oleh ulama masa kini karena iman manusia akhir zaman tidak sebaik iman pada zaman sahabat. Nabi tentu mengetahui kelebihan dan kekurangan sahabat-sahabat beliau.

3. BATAL WUDU KARENA TERTIDUR

Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: “Apabila salah seorang di antara kamu bangun tidur, janganlah mencelupkan tangannya ke dalam bejana air sebelum membasuhnya tiga kali, karena ia tidak tahu dimanakah tangannya menginap.” [Bukhari, Muslim, Tirmizi, Nasa’i, Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad, Malik dan Ad-Darami]

3. BATAL WUDU KARENA TERTIDUR Pada saat tidur pastinya kita tidak sadar apa yang dilakukan oleh tangan-tangan kita. Apabila kita berwudhu kemudian tidur atau tertidur. Mungkin pada saat tidur ada tahi cecak yang jatuh menempel pada pakaian kita atau ada anggota tubuh kita yang tersentuh dengannya, maka kita kena najis. Atau mungkin saja kita kegatalan karena sesuatu hal pada selangkangan kemudian kita secara tidak sengaja menggaruk-garuk sekitar kemaluan kita atau bahkan kemaluan itu sendiri yang gatal. Atau pada saat tidur bersama istri/suami, kemudian secara tidak sengaja tangan kita kelayapan kesana kemari seperti layaknya berhubungan intim. Kemudian tanpa sadar tangan kita bergerak memegang kemaluan istri/suami. Itulah yang dimaksud dalam hadis di atas tentang “ia tidak tahu dimanakah tangannya menginap” sehingga kemudian para ulama berpendapat bahwa sesiapapun yang tertidur maka dianggap batal wudhunya, karena tidak dapat menjamin apa yang dilakukannya selama ia tidur atau tertidur, boleh jadi ia telah memegang kemaluannya atau kemaluan orang lain (suami/istri).

4. WUDU DITOLAK KARENA HAL YANG BERBAU

Dari Jabir, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang makan bawang merah dan bawang putih. Pada suatu saat kami butuh sekali sehingga kami memakannya. Beliau SAW bersabda: “Barangsiapa yang makan pohon tidak sedap ini, janganlah ia mendekati masjid kami. Sesungguhnya para malaikat akan merasa sakit (karena baunya) seperti halnya manusia.” [Bukhari, Muslim, Tirmizi, Nasa’i, Abu Dawud dan Ahmad]

4. WUDU DITOLAK KARENA HAL YANG BERBAU Para ulama menafsirkan hadis di atas yaitu bahwa apabila seseorang sudah berwudhu namun kemudian dia memakan bawang merah dan bawang putih yang berbau, maka Rasulullah melarangnya ke masjid. Sedangkan shalat berjamaah adalah fardhu ‘ain dan I’tikaf pun termasuk ibadah yang utama. Maka tentu Nabi bukanlah bermaksud menyuruhnya shalat sendirian dan beri’tikaf di rumah, melainkan untuk dapat ke masjid maka ia harus membersihkan mulut dan apa-apa yang ada padanya menimbulkan bau busuk. Sehingga pilihan baginya untuk itu adalah menghilangkan bau busuk dan mengulang wudhu. Artinya jika kita akan beribadah, kita tidak diperbolehkan untuk memakan barang-barang yang menyebabkan bau baik pada mulut maupun pada yang lain. Karena malaikat pun tidak mau mendekati kita (Malaikat yang dimaksud adalah malaikat rahmat yang mengawal dan mendoakan manusia, bukan malaikat pencatat amal). Sehingga dianggap makruh beribadah dengan mulut atau apapun pada tubuh yang berbau. Dan satu satunya jalan untuk menghilangkan bau mulut itu adalah dengan menggosok gigi atau menggunakan pengharum mulut. Yang mana perbuatan itu lebih afdhal jika dengan mengulang wudhu itu sendiri. Wallahu ‘alam.

HAL-HAL YANG TIDAK MEMBATALKAN WUDHU

TIDAK MEMBATALKAN WUDU: • Bersentuhan kulit antara laki-laki dan perempuan yang

bukan muhrim (mahram), baik itu sengaja (khusus untuk jamaah Haji) maupun tidak sengaja. • Suami yang memegang, memeluk, mencium, istrinya atau sebaliknya, selama tidak mengeluarkan madzi.

1. BERSENTUHAN DENGAN BUKAN MUHRIM (AJNABI) Sebagaimana telah kita sampaikan dalam artikel tentang larangan bersentuhan secara sengaja dengan bukan Muhrim, maka pada kesempatan ini kita ingatkan kembali bahwa secara sengaja kita diharamkan menyentuh bukan muhrim meskipun tidak membatalkan Wudhu. Dan sengaja yang kita maksud disini adalah terpaksa, misalnya karena berhimpit-himpitan seperti ketika melaksanakan thawaf di Masjidil Haram ketika musim Haji. Dimana terdapat jutaan manusia yang bercampur baur. Bagaimanapun juga mustahil ada ruangan yang longgar untuk laki-laki dan perempuan agar mereka dapat menghindari persentuhan. Sehingga mungkin saja pada suatu kali kita harus mendorong atau menghalangi seseorang yang berada pada jalan kita. Dan tentu saja menyentuh itu tidak dengan diikuti nafsu syahwat. Selain daripada musim Haji, maka haram hukumnya menyentuh orang yang bukan muhrim dengan sengaja, karena tidak ditemukan alasan lain yang membolehkan.

1. BERSENTUHAN DENGAN BUKAN MUHRIM (AJNABI) Ini adalah pendapat mayoritas ulama. Tidak ada dalil yang menyebut batal wudhu bersentuhan dengan lain jenis dan bukan mahram. Seandainya menyentuh bukan muhrim (mahram) dapat membatalkan Wudhu, niscaya jutaan manusia yang thawaf itu akan senantiasa batal dan betapa susahnya beribadah. Tetapi ALLAH Maha Mengetahui segala kekurangan hamba-hamba-NYA, dan untuk ibadah utama seperti Haji itu, tentulah ada keringanan dalam perkara ini. Adapun jika ada laki-laki atau perempuan yang sengaja menyentuh orang yang bukan muhrimnya tanpa alasan yang dapat diterima, maka tentu kita mengetahui bahwa ia adalah seorang munafik dan berdosa. Rasulullah SAW bersabda: “Seandainya kamu semua telah ditusuk dengan jarum besi, maka itu lebih baik bagimu daripada menyentuh perempuan yang tidak halal untukmu.” [HR. Thabrani] Dan terhadap orang yang tidak sengaja tersentuh orang lain yang bukan mahram-nya tentu saja itu bukan perkara yang diharamkan. Karena niat dalam hati tentu ALLAH lebih mengetahui.

Dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ALLAH Ta’ala berfirman (kepada malaikat pencatat amal): “Apabila hamba-KU berniat melakukan perbuatan jelek, maka janganlah kalian catat sebagai amalnya. Jika ia telah mengerjakannya, maka catatlah itu sebagai satu keburukan. Dan bila hamba-KU berniat melakukan perbuatan baik, lalu ia tidak jadi melaksanakannya, maka catatlah sebagai satu kebaikan. Jika ia mengamalkannya, maka catatlah kebaikan itu sepuluh kali lipat.” [hadis Qudsy: Bukhari, Muslim, Tirmizi dan Ahmad]

2. SUAMI DAN ISTRI Suami yang menyentuh, memegang, memeluk maupun mencium istrinya ataupun sebaliknya, maka hal tersebut tidak membatalkan wudhu. Selama tidak mengeluarkan mazi, maka wudhunya masih sah dan tidak batal. Banyak riwayat hadis shahih yang menceritakan tentang Rasulullah yang menyentuh, memegang, mencium maupun memeluk istri-istri beliau padahal beliau dalam keadaan berwudhu. Jika Rasulullah saja tidak batal, maka tentu kita pun tidak batal menyentuh suami/istri kita sendiri. Beberapa hadis tentang hal itu diantaranya: Dari Aisyah, ia berkata: Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mencium beberapa orang diantara para istri beliau, kemudian beliau pergi shalat tanpa mengulang Wudhu terlebih dahulu. [Ahmad] Dari Aisyah, ia berkata: Saya pernah tidur dihadapan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang kedua kaki saya terletak di tempat kiblat (shalat) beliau. Maka apabila beliau hendak sujud,

2. SUAMI DAN ISTRI Dari Aisyah, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menciumnya padahal beliau sedang berpuasa, kemudian beliau bersabda: “Sesungguhnya ciuman itu tidak membatalkan wudhu dan tidak pula membukakan puasa.” [Al Bazzar dan Ishaq bin Rahawah dengan isnad hasan] Matan yang berbeda terdapat pula dalam Bukhari dan Muslim. Dan masih banyak hadis Bukhari dan Muslim yang berhubungan dengan tidak adanya pembatalan wudhu karena suami menyentuh istrinya sendiri atau sebaliknya, diantara yang menceritakan Aisyah yang menyisir rambut Nabi padahal Aisyah sedang haid dan beliau itikaf di dalam masjid. Juga Nabi yang sedang sujud dalam shalat malam kemudian dalam keadaan gelap (belum ada lampu) Aisyah mencari-cari beliau dan meraba-raba kaki beliau, namun Nabi tetapi shalat. Begitu pula cerita dengan istri Nabi yang lain seperti Ummu Salamah. Sehingga banyak ulama pengikut Syafi’i yang berpendapat bahwa tidak lah membatalkan wudhu seseorang suami/istri yang menyentuh suami/istrinya sendiri, selama ia tidak mengeluarkan mazi.

Wallahu ‘alam

Hanya ALLAH yang Maha Mengetahui

© diedarkan dan dipertanggungjawabkan dalam milis:

Public Unmoderated: [email protected] [email protected]

Related Documents